BABl
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Permasalahan
Pada masa lalu, perhatian utama dari suatu penyedia jasa adalah cara untuk menjual jasa yang ditawarkan, serta cara untuk mendapatkan pelanggan baru. Bertambahnya jumlah penyedia jasa dan semakin beragamnya kebutuhan serta ekspektasi pelanggan menjadikan pasar semakin kompleks. Kondisi pasar yang semakin kompleks menyebabkan penyedia jasa mulai memberikan perhatian pada pelanggan dan mencoba untuk me11dapatkan loyalitas pelanggan (Bruhn, 2003:3). Kemampuan penyedia jasa untuk mendapatkan loyalitas pelanggan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan penyedia jasa pada pasar yang semakin kompleks. Kotler (2002:58) menyatakan bahwa untuk mendapatkan pelanggan baru dibutuhkan biaya hingga lima kali lipat lebih besar daripada biaya yang dibutuhkan untuk memuaskan dan mempertahankan pelanggan lama. Pelanggan yang loyal pada suatu penyedia jasa juga akan dapat memberikan manfaat yang besar bagi penyedia jasa, seperti: pembelian ulang, dapat merekomendasikan penyedia jasa pada rekan serta kerabat, dan manfaat-manfaat lain (Schiffinan dan Kanuk, 2004:15). Berdasarkan uraian sebelumnya dapat diketahui bahwa pada saat ini loyalitas pelanggan merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan penyedia jasa, dan karenanya setiap penyedia jasa harus berusaha untuk mendapatkannya (Caruana, 2004:256). Loyalitas pelanggan dalam industri operator seluler sendiri merupakan
1
2
faktor yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena setelah pelanggan menentukan pilihan untuk menggunakan jasa suatu operator seluler, hubungan jangka panjang antara pelanggan dengan operator seluler tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan kesuksesan operator seluler (Gerpott dkk., 2001:249 dalam Aydin dan Ozer, 2005:911). Definisi umum dari loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian ulang yang dilakukan secara konsisten oleh pelanggan (Tellis, 1988 dalam Oliver, 1999:34). Secara lebih spesifik Oliver (1999:34) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan keinginan pelanggan untuk menggunakan kembali suatu penyedia jasa secara konsisten di masa depan, walaupun penyedia jasa kompetitor menawarkan harga yang lebih murah, layanan yang lebih banyak, dan lain-lain. Ada berbagai macam cara yang bisa digunakan oleh penyedia jasa untuk mendapatkan loyalitas pelanggan. Burnham dkk. (2003: 11 0) menyatakan bahwa salah satu cara yang bisa digunakan untuk mendapatkan loyalitas pelanggan adalah melalui persepsi pelanggan tentang switching costs.
Switching costs adalah pengorbanan yang harus diberikan oleh pelanggan untuk berpindah pada penyedia jasa kompetitor. Secara lebih spesifik switching costs didefinisikan sebagai pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh pelanggan karena berpindah ke penyedia jasa lain (Burnham dkk., 2003:110). Caruana (2004:257) menyatakan bahwa pengorbanan tersebut tidak hanya meliputi pengorbanan yang dinilai dengan satuan uang, tetapi juga pengorbanan yang tidak dapat dinilai dengan satuan uang. Switching costs juga mencakup semua pengorbanan yang dikeluarkan
j
secara riil maupun pengorbanan yang hanya dipersepsikan secara subjektif oleh pelanggan (Aydin dan Ozer, 2006:142). Persepsi pelanggan tentang tingginya nilai pengorbanan saat berpindah mencegah pelanggan untuk berpindah kepada penyedia jasa lain, sehingga pelanggan tetap loyal menggunakan penyedia jasa lama (Aydin dan Ozer, 2006:142). Anton dkk. (2007:141) mengemukakan bahwa ketika persepsi pelanggan tentang switching costs pada suatu industri relatif rendah, ketidakpuasan pada kualitas jasa atau harga dari suatu penyedia jasa dapat menyebabkan pelanggan berpindah kepada penyedia jasa lain. Saat persepsi pelanggan tentang switching costs tinggi, ketidakpuasan pelanggan akan menyebabkan pelanggan tetap menggunakan penyedia jasa tersebut. Hubungan yang erat antara loyalitas pelanggan dengan persepsi pelanggan tentang switching costs juga dibuktikan melalui hasil penelitian Burnham dkk. (2003:121). Hasil penelitian itu menyatakan bahwa persepsi pelanggan tentang switching costs memiliki pengaruh yang lebih besar pada loyalitas pelanggan dibandingkan dengan pengaruh kepuasan pelanggan pada loyalitas pelanggan. Burnham dkk. (2003: 111) menyatakan bahwa switching costs terdiri atas tiga jenis, yaitu: (1) procedural switching costs, (2) financial switching costs, dan (3) relational switching costs. Procedural switching costs adalah waktu dan usaha yang harus dikorbankan pelanggan untuk berpindah ke penyedia jasa lain. Financial switching costs adalah pengorbanan yang berkaitan dengan sumberdaya yang dapat diukur dengan satuan fmansial yang harus dikeluarkan pelanggan untuk berpindah ke penyedia jasa lain. Relational switching costs adalah pengorbanan yang berkaitan
4
dengan efek psikologis dan ketidaknyamanan secara emosional yang harus diberikan pelanggan. Pengorbanan ini terjadi ketika pelanggan beralih kepada penyedia jasa lain setelah memiliki hubungan yang cukup dekat dengan penyedia jasa lama. Ketiga jenis switching costs yang telah dijelaskan sebelumnya dibentuk oleh beberapa dimensi lain. Dimensi yang membentuk procedural switching costs terdiri atas economic
risk costs, evaluation costs, learning costs, dan setup costs. Economic risk costs adalah pengorbanan berupa risiko ekonomis karena berpindah pada penyedia jasa lain (Guiltinan, 1989; Jackson, 1985; Klemperer, 1995; Samuelson dan Zeckhauser, 1988 dalam Burnham
(coverage area), tarif, fitur-fitur yang ditawarkan, dan lain-lain. Learning costs adalah waktu dan usaha yang dikorbankan pelanggan untuk mempelajari penggunaan jasa dari penyedia jasa lain (Alba dan Hutchinson, 1987; Eliasberg dan Robertson, 1988; Guiltinan, 1989; Wernerfelt, 1985 dalam Burnham dkk., 2003:111 ). Learning
costs dalam industri operator seluler berkaitan dengan proses pembelajaran pelanggan untuk dapat menggunakan fitur-fitur yang ditawarkan operator seluler, seperti :
5
MMS, GPRS, WAP, 3G, Video Call, Paket Internet, dan lain-lain. Setup costs adalah waktu dan usaha yang dikorbankan pelanggan dalam proses memulai hubungan dengan penyedia jasa lain (Guiltinan, 1989; Klemperer, 1995 dalam Burnham dkk., 2003: 111 ). Proses memulai hubungan dengan operator seluler terkait dengan langkah-langkah yang harus ditempuh pelanggan hingga dapat menggunakan jasa operator seluler, yakni sejak pelanggan membeli kartu perdana hingga dapat menggunakannya.
Financial switching costs dibentuk oleh benefit loss costs, dan monetary loss costs. Benefit loss costs adalah pengorbanan berupa hilangnya manfaat ekonomis yang diterima pelanggan jika tetap menggunakan penyedia jasa lama (Guiltinan, 1989 dalam Burnham dkk., 2003:111). Manfaat ekonomis dalam industri operator seluler dapat berupa bonus pulsa, bonus talktime atau poin undian yang telah dikumpulkan selama pelanggan menggunakan suatu operator seluler. Semua manfaat ekonomis yang didapat pelanggan akan hilang saat pelanggan berpindah pada operator seluler lain. Monetary loss costs adalah pengorbanan secara fmansial pada satu waktu untuk berpindah pada penyedia jasa lain, tetapi tidak termasuk biaya untuk membeli jasa itu sendiri (Heide dan Weiss, 1995; Jackson, 1985; Klemperer, 1995; Porter, 1980; Weiss dan Heide, 1983 dalam Burnham dkk., 2003:111). Umumnya untuk dapat menggunakan jasa operator seluler pelanggan diharuskan untuk mengeluarkan investasi awal, seperti pembelian kartu perdana serta pulsa sejumlah tertentu yang dibutuhkan untuk mengaktifkan kartu perdana yang dibeli.
6
Dimensi pembentuk relational switching costs terdiri atas personal
relationship loss costs, dan brand relationship loss costs. Personal relationship loss costs adalah pengorbanan secara psikologis atau emosional akibat pemutusan hubungan dengan pihak lain yang biasa berinteraksi dengan pelanggan (Guiltinan, 1989; Klemperer, 1995; Porter, 1980 dalam Burnham dkk., 2003:111). Pihak yang dimaksud adalah rekan dan kerabat pelanggan. Salah satu bentuk pengorbanan ini dalam industri operator seluler adalah kekhawatiran pelanggan apabila ada rekan dan kerabat yang menghubungi nomor lama yang berasal dari operator seluler lama yang telah ditinggalkan. Brand relationship loss costs adalah pengorbanan secara psikologis atau emosional akibat hilangnya bagian dari identitas pelanggan (Aaker, 1992; Porter, 1980 dalam Burnham dkk., 2003:112). Seiring dengan penggunaanjasa
dari suatu penyedia jasa, pelanggan seringkali mengasosiasikan penyedia jasa tersebut sebagai bagian dari identitas (McCracken, 1986 dalam Burnham dkk., 2003:112). Ketidaknyamanan pelanggan karena kehilangan indentitas sebagai pelanggan operator seluler lama ketika berpindah ke operator seluler lain, merupakan \'mjud pengorbanan ini dalam industri operator seluler. Semua jenis pengorbanan yang terdapat dalam switching costs tidak hanya bisa diketahui oleh pelanggan yang telah beralih pada penyedia jasa lain. Klemperer (1995:515) berpendapat bahwa pelanggan yang telah menggunakan suatu penyedia jasa dapat mengetahui adanya pengorbanan untuk berpindah kepada penyedia jasa kompetitor (switching costs), walaupun jasa yang ditawarkan sama secara fungsional. Pelanggan yang merasa enggan untuk berpindah kepada penyedia jasa lain, juga
7
merupakan pelanggan yang telah mengetahui adanya pengorbanan yang menghalangi untuk berpindah atau switching costs (Fomell, 1992:10 dalam Burnham dkk., 2003:110). Industri operator seluler di Indonesia telah berkembang menjadi suatu industri yang memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Salah satu penyebab dari tingginya tingkat persaingan dalam industri operator seluler karena semakin banyak operator seluler yang terlibat di dalamnya. Saat ini terdapat sekitar lima operator seluler GSM pra bayar yang bersaing dalam industri ini. Mereka adalah Telkomsel, Indosat, XL, 3 (Tlli:ee), dan Axis sebagai kompetitor terbaru. Semakin tingginya tingkat persaingan di dalam industri operator seluler merupakan salah satu faktor yang memicu terjadinya perang harga dalam industri ini. Jasa operator seluler pada saat ini telah menjadi komoditas, karena teknologi dan layanan yang diberikan oleh suatu operator seluler, dapat dengan mudah diikuti operator seluler lain (www.swa.co.id, 2007). Hal ini menjadikan minimnya diferensiasi yang dapat dilakukan para operator seluler, sehingga para operator seluler memberikan diferensiasi pada sisi tarif. Akhir-akhir ini para operator seluler berlomba-lomba memasang tarif yang murah (tarif telepon, tarif SMS, dan lain-lain), memberikan bonus-bonus tertentu (seperti: bonus pulsa, bonus ta/ktime, dan lain-lain), bahkan memberikan hadiah bagi pelanggan yang sering menggunakan jasa operator seluler tersebut. Semua itu diinformasikan ke masyarakat melalui iklan yang sangat gencar di semua media, baik media cetak ataupun media elektronik. Semua usaha tersebut dilakukan dengan tujuan untuk membuat pelanggan lama tetap loyal menggunakan jasa operator seluler
tersebut, serta untuk menarik pelanggan operator seluler lain untuk beralih pada operator seluler tersebut. Tidak semua pelanggan tertarik untuk beralih kepada operator seluler kompetitor yang menawarkan tarif yang lebih murah atau bonus yang berlimpah. Umumnya, pelanggan yang enggan beralih ke operator seluler kompetitor berpikir bahwa manfaat yang akan diterima setelah berpindah lebih rendah dibandingkan dengan pengorbanan yang dibutuhkan untuk berpindah pada operator seluler kompetitor. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat switching costs dalam industri operator seluler di Indonesia cukup tinggi. Aydin dan Ozer (2006:144) menyatakan bahwa industri yang memiliki tingkat switching costs yang cukup tinggi dicerminkan melalui sikap pelanggan yang tetap loyal pada suatu penyedia jasa ketika penyedia jasa kompetitor menetapkan tarifyang lebih murah. Penelitian ini dilakukan kepada mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) surabaya yang menggunakan operator seluler GSM pra bayar. Pemilihan mahasiswa dalam penelitian ini didasarkan atas pemikiran bahwa mahasiswa memiliki kebutuhan yang beragam sebagai pengguna operator seluler. Ada yang menggunakan untuk kebutuhan jangka panjang, tetapi ada pula yang sering berganti nomor untuk mendapatkan tarif yang lebih murah.
9
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan atas uraian sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah persepsi tentang procedural switching cost mempunyai pengaruh
1.
terhadap loyalitas pelanggan operator seluler GSM pra bayar? Apakah persepsi tentang financial switching cost mempunyai pengaruh
2.
terhadap loyalitas pelanggan operator seluler GSM pra bayar? Apakah persepsi tentang relational switching cost mempunyai pengaruh
3.
terhadap loyalitas pelanggan operator seluler GSM pra bayar?
1.3.
Tujuan Pcnelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengetahui pengaruh persepsi tentang procedural switching cost,
financial switching cost dan relational switching cost terhadap loyalitas pelanggan operator seluler GSM pra bayar (penelitian pada mahasiswa S-1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia di Surabaya sebagai pengguna operator seluler GSM pra bayar). 2. Meningkatkan atau mengembangkan pengetahuan. Dalam penelitian pemasaran, khusus tentang manajemen jasa, tujuan ini merupakan tujuan yang bersifat jangka panjang karena umumnya tidak terkait secara langsung dengan pemecahan masalah-masalah praktis.
10
1.4.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Menambah wawasan dan pemahaman mengenai persepsi pelanggan tentang switching costs sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan operator seluler GSM pra bayar. 2. Memberikan masukan bagi para operator seluler GSM pra bayar dalam mempertahankan loyalitas pelanggan melalui persepsi pelanggan tentang switching costs.