OPTIMASI KUAT TEKAN, RESAPAN, DAN KEAUSAN PAVING BLOK ABU VULKANIK DENGAN PENDEKATAN THE FUZZY LOGICS Randi Nugraha Putra, DR.Brojol Sutijo SU.,M.Si Mahasiswa Jurusan Statistika, Dosen Pembimbing Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Email :
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak
Abu vulkanik, sering disebut juga pasir vulkanik atau jatuhan piroklastik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan gunung berapi, terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Penelitian yang dibuat menggunakan bahan abu vulkanik dari Gunung Bromo, yang terdiri dari 3 faktor yaitu komposisi semen dan abu vulkanik, faktor air semen (FAS), dan lama perawatan paving. Dengan metode standart didapatkan kondisi optimum A3B3C2 untuk respon kuat tekan, resapan dan keausan dengan nilai optimum 41,039 Mpa, 12,819% dan 0,0359mm/menit. Hasil dari metode fuzzy logics didapat kondisin optimum baru yaitu A3B3C3 dengan nilai taksiran rata-rata Kuat Tekan optimum sebesar 42,588 Mpa, nilai taksiran ratarata Resapan optimum sebesar 8,348%, nilai taksiran rata-rata Keausan optimum sebesar 0,0023 mm/menit. Kata Kunci : abu vulkanik, fuzzy logics, paving blok
1. Pendahuluan Paving blok merupakan salah satu bahan bangunan yang dimanfaatkan sebagai lapisan atas struktur jalan selain aspal atau beton. Paving blok dibuat dari bahan campuran seperti semen portland atau bahan perekat lainnya, air dan agregat. Bahan agregat yang sering digunakan dalam pembuatan paving blok adalah pasir, mulai dari pasir galian dan juga pasir sungai. Identifikasi karakteristik kualitas paving blok dengan kualitas baik adalah paving blok yang mempunyai nilai kuat tekan tinggi (satuan MPa), tingkat resapan yang rendah (%), serta daya keausan yang rendah (mm/menit). Berdasarkan pada SNI 03–0691–1996, paving blok dengan mutu terendah (mutu D) minimal memiliki kuat tekan 8,5 Megapascal (Mpa), persentase serapan air rata – rata maksimum 10% dan keausan 0,251 (Ferdiyanto,2009). Bahan lain yang bisa digunakan sebagai bahan campuran semen maupun beton yaitu abu vulkanik, sering disebut juga pasir vulkanik atau jatuhan piroklastik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan gunung berapi, terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno, dalam Kompas.com mengatakan bahwa fungsi pasir gunung api mengandung silika (SiO) yang tinggi sehingga dapat diolah menjadi bahan bangunan ekonomis seperti bahan campuran semen maupun beton. Penelitian tentang penggunaan abu vulkanik sebagai bahan semen atau beton pernah dilakukan oleh Kurniawan dan Muljadi (Pusat Penelitian Fisika – LIPI 2011) meneliti pembuatan beton high-strength berbasis mikrosilika dari abu vulkanik Gunung Merapi. Hasil karakteristik beton menunjukkan bahwa beton dengan kualitas terbaik dihasilkan oleh Beton E (rasio resin-komposit 1 : 3) dengan karakteristik densitas = 2,09 gr/cm3, porositas = 1,58 %, dan kuat tekan sebesar 850,50 kgf/cm2. Tampak bahwa penambahan abu vulkanik sebagai campuran pada beton baik yang berukuran 100 mesh maupun mikro size dapat menghasilkan beton mutu tinggi yang ringan dengan kepadatan tinggi (Kurniawan, C. dan Muljadi). Mahasiswa S1 Teknik Sipil ITS Rizalatul Isnaini melakukan penelitian pengujian kekuatan paving blok yang dibuat menggunakan bahan abu vulkanik dari Gunung Bromo, yang terdiri dari 3 faktor yaitu komposisi semen dan abu vulkanik, faktor air semen (FAS), dan lama perawatan paving. Dengan metode standart yang mengunakan nilai rata-rata untuk melihat kondisi setiap observasi, didapatkan kondisi optimum A3B3C2 untuk respon kuat tekan, resapan dan keausan dengan nilai optimum 41,039 Mpa, 12,819% dan 0,0359mm/menit. Oleh karena itu pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap respon Kuat Tekan, Resapan, dan Keausan dan mengidentifikasi adanya interaksi antar faktor serta menentukan dan menghitung kombinasi yang optimal untuk menghasilkan jenis paving blok dengan mutu yang sesuai dengan standar SNI 03-0691-1996. 2. Landasan Teori 2.1 Signal to Noise Ratio (SN Ratio) Dalam bidang teknik Signal to Noise (SN) Ratio digunakan sebagai ukuran untuk memilih karakteristik kualitas. SN Ratio mentransformasikan data pengamatan berulang ke dalam sebuah nilai yang mencerminkan keberadaan dari variasi dan nilai rata-rata dari respon (Park, S.H, 1996). Adapun beberapa tipe karakteristik kualitas SN Ratio 𝜂 dari respon, yaitu: 1
1. Karakteristik nilai tertentu adalah terbaik (Nominal the best) SN Ratio = 10log MSD n y m = 10log i n i 1 dimana : m = nilai target spesifikasi 2. Karakteristik semakin kecil semakin baik (Smaller The Better) SN Ratio = 10log MSD
(2.2)
n yi2 = 10log i 1 n 3. Karakteristik semakin besar semakin baik (Larger The Better) SN Ratio = 10log MSD
(2.3)
n 1 2 yi = 10log (2.4) n i 1 2.2 The Fuzzy Logics Dengan menggunakan pendekatan grey relational analisis, yaitu pendekatan yang mengubah optimasi kedalam bentuk grey fuzzy yang lebih sederhana dan tunggal daripada kedalam banyak karakteristik. Langkah awal pada grey relational analisis yaitu membangkitkan data dalam bentuk perhitungan S/N Ratio yang ditransformasi kedalam pembangkitan nilai grey relation yang mana nilainya antara 0 sampai 1. ( H.S, Lu, J.Y. Chen dan Ch. T. Chung, 2008). Perhitungan tersebut dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut : 𝜂 𝑘 −min 𝜂 𝑖 (𝑘) 𝑖 𝑘 −min 𝜂 𝑖 (𝑘)
(2.6)
𝑥𝑖 𝑘 = max𝑖 𝜂
dimana : 𝑥𝑖 𝑘 : nilai pembangkit awal observasi ke i pada respon ke k 𝜂𝑖 (𝑘) : nilai observasi ke i pada respon ke k i : banyaknya observasi k : banyaknya respon Kemudian nilai 𝑥𝑖 𝑘 yang diperoleh diubah kedalam Grey Relational Coefficient dengan rumus: Δ + 𝜉.Δ 𝛾 𝑥0 𝑘 , 𝑥𝑖 𝑘 = Δ 𝑚𝑖𝑛𝑘 + 𝜉.Δ𝑚𝑎𝑥 𝑜𝑖
𝑚𝑎𝑥
(2.7)
dimana : Δoi k = x0 k -xi (k) yaitu nilai absolut antara nilai ideal x0 k dan xi k x0 k = 1 (nilai terbesar S/N Ratio diinversikan sebesar 1) Δmin = nilai minimal dari Δoi k Δmax = nilai maksimal dari Δoi k ξ : koefisien pembeda , ξ ∈[0,1] pada umumnya ini diambil nilai ξ=0,5
Kemudian koefisien tersebut akan diubah kedalam Linguistic Fuzzy Subsets menggunakan fungsi keanggotaan dari bentuk segitiga (Triangle), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, yaitu ditandai secara uniform kedalam 3 Fuzzy Subsets: Small (S), Medium (M) dan Large (L).
Gambar 2.1 Grey Relational Coefficient pada variabel input
2
Jika Linguistic fuzzy dari dari tiga variabel input definisikan dengan Small (S), Medium (M) dan Large (L), maka variabel output harus mempunyai definisi sebagai Very Very Small (VVS), Very Small (VS), Small (S), Medium (M), Large (L) dan Very Large (VL), Very Very Large (VVL) yang ditabelkan sebagai berikut : Tabel 2.5 Linguistic fuzzy
Variabel input 3
Variabel input 2
S M L
S Variabel input 1 S M L VVS VS S VS S M S M L
Variabel input 3
Variabel input 2
Variabel input 3
Variabel input 2
S M L
S M L
M Variabel input 1 S M L VS S M S M L M L VL
L Variabel input 1 S M L S M L M L VL L VL VVL
Sehingga berdasarkan tabel tersebut maka penerapan aturan khusus Linguistic fuzzy yang disebut Mamdami dapat dicontohkan sebagai berikut: Jika x11 adalah small (S), x21 adalah small (S) dan x31 adalah small (S) maka y adalah very very small (VVS) Jika x12 adalah medium (M), x21 adalah small (S) dan x31 adalah small (S) maka y adalah very small (VS) Jika x13 adalah large (L), x21 adalah small (S) dan x31 adalah small (S) maka y adalah small (S) Seterusnya penerapan aturan khusus Linguistic fuzzy sesuai dengan tabel 3.5 Untuk variabel output yang diberi nama Grey-fuzzy reasoning grade dari input 3 variabel dapat ditunjukkan pada gambar segitiga Triangle sebagai berikut :
Gambar 2.2 Grey-fuzzy reasoning grade
2.3 Konsep Paving Blok Secara Umum Paving blok merupakan salah satu bahan bangunan yang dimanfaatkan sebagai lapisan atas struktur jalan selain aspal atau beton. Pada kondisi jalan yang memiliki saluran drainase kurang baik, maka akan terjadi genagan saat terjadi hujan karena aspal tidak dapat menyerap air yang ada di permukaan jalan ke dalam tanah. Identifikasi karakteristik kualitas paving blok dengan kualitas baik adalah paving blok yang mempunyai nilai kuat tekan tinggi (satuan MPa), serta nilai absorbsi (persentase serapan air) yang rendah (%). Oleh karena itu tipe karakteristik kualitas yang diteliti adalah larger the better untuk kuat tekan, dan smaller the better untuk persentase serapan air. Semakin tinggi nilai kuat tekannya maka paving blok semakin bagus. Sedangkan untuk persentase serapan air (absorbsi), semakin rendah nilai absorbsinya, produk paving blok semakin kuat. Berdasarkan pada SNI 03–0691–1996, paving blok dengan mutu terendah (mutu D) minimal memiliki kuat tekan 8,5 Megapascal (Mpa), Ferdiyanto (dalam Nugraha, 2009) 3. Metodologi 3.1 Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder hasil percobaan mahasiswa S1 Teknik Sipil ITS Rizalatul Isnaini yaitu melakukan pengujian kekuatan paving blok yang dibuat menggunakan bahan abu vulkanik dari Gunung Bromo, yang terdiri dari 3 faktor yaitu komposisi semen dan abu vulkanik, faktor air semen (FAS), dan lama perawatan paving. 3
3.2 Variabel Respon Variabel respon yang dijadikan observasi dalam pengamatan ini adalah 1. Kuat Tekan (Y1) Pengujian kuat tekan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kuat tekan maksimal yang dimiliki oleh paving blok dengan menggunakan Mesin Tes Hidrolis (Torsee Universal Testing Machine). Identifikasi karakteristik kualitas paving blok dengan kualitas baik adalah paving blok yang mempunyai nilai kuat tekan tinggi (satuan MPa). 2. Resapan Air (Y2) Pengujian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar daya resapan dari paving blok. Dalam identifikasi karakteristik kualitas paving blok dengan kualitas baik adalah paving blok yang mempunyai nilai absorbsi (persentase serapan air) yang rendah (satuan %). 3. Keausan (Y3) Pelaksanaan uji aus dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh komposisi terhadap kekuatan permukaannya. Dalam identifikasi karakteristik kualitas paving blok dengan kualitas baik adalah paving blok yang mempunyai nilai yang rendah (mm/menit). 3.3 Rancangan Eksperimen Pada penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen 3 faktor dengan masing-masing 3 level. Faktor A adalah komposisi Abu vulkanik dengan 3 level yaitu : A0 = PC 30% : Abu vulkanik 70%; A1 = PC 50% : Abu vulkanik 50%;A2 = PC 70% : Abu vulkanik 30%. Faktor B yaitu Faktor Air Semen (FAS) dengan 3 level yaitu : B0 = 30%; B1 = 35%; B2 = 40% Faktor C adalah umur paving dengan 3 level yaitu : C0 = 14 hari; C1 = 28 hari; C2 = 60 hari 3.5 Langkah Analisis Tahapan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: a. Membuat rancangan eksperimen Orthogonal Array L27(313). b. Menghitung nilai SN Ratio. c. Melakukan analisis menggunakan The Fuzzy Logics terhadap 3 respon. d. Melakukan analisis ANOVA. e. Menghitung nilai optimasi kondisi optimum. f. Menghitung selang kepercayaan (CI). g. Membandingkan hasil optimasi dengan metode standart. h. Membuat kesimpulan. 4. Analisa Dan Pembahasan 4.1 Analisis Deskriptif Analisis pertama yang dilakukan adalah melihat sebaran data menggunakan analisis deskriptif yaitu Variabel Kuat Tekan Resapan Keausan
Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Mean StDev Min Median 32,29 8,46 18,96 33,44 10,622 1,901 7,724 9,975 0,0978 0,0753 0,0255 0,0789
Max 43,39 15,754 0.3609
Range 24,43 8,031 0,3609
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa Kuat Tekan paving blok memiliki nilai rata-rata keseluruhan 32,29, deviasi standar 8,46, dan range 24,43. Sedangkan tingkat Resapan memiliki nilai ratarata 10,622, deviasi standar 1,901, dan range 8,031 dan daya Keausan memiliki nilai rata-rata 0,097, deviasi standar 0,0753, dan range 0,3609. 4.2 Pemilihan Orthogonal Array Pemilihan tabel OA didasarkan atas jumlah derajat bebas total, jumlah derajat bebas total diperoleh dari penjumlahan derajat bebas faktor utama dan derajat bebas interaksi antar faktor. Perhitungan derajat bebas total adalah sebagai berikut : df = A + B + C + AB + BC + AC = (3-1) + (3-1) + (3-1) + (3-1). (3-1) + (3-1). (3-1) + (3-1). (3-1) = 2 + 2 + 2 + (2.2) + ( 2.2) + (2.2) = 6 + 4 + 4 + 4 = 18 Oleh karena itu tabel OA yang dipilih harus mempunyai baris minimum yang tidak boleh kurang dari derajat bebas totalnya. Sehingga tabel OA yang dipilih adalah L27(313). 4
4.3 Perhitungan Signal to Noise Ratio Dalam penelitian ini diteliti 3 jenis variabel respon dengan karakteristik kualitas yang berbeda yaitu : 1. Kuat Tekan Dengan karakteristik kualias Larger is Better atau semakin besar kuat tekannya maka semakin baik kualitasnya. Perhitungan nilai SN Ratio kuat tekan sebagai berikut : Misalkan pada observasi pertama (data pada lampiran 1) dengan 3 pengulangan 20,833 ; 22,222 ; 23,611sehingga nilai SN Ratio adalah : 1 SN Ratio = 10log MSD 1 10log 2 2 2 1 3 1 3 20,883 22, 222 23,611 10log 2 10log0,002 26,902 3 i 1 yi 1 1 10log 2 2 2 3 y1 y2 y3 Perhitungan diatas dilakukan pada 26 eksperimen lainnya pada variabel respon Kuat tekan sehingga didapat nilai SN Ratio untuk setiap observasi. 2. Resapan Variabel respon kedua yang diteliti yaitu tingkat Resapan dengan karakteristik kualias Smaller is Better atau semakin kecil tingkat resapannya maka semakin baik kualitasnya. Perhitungan nilai SN Ratio tingkat Resapan sebagai berikut : Misalkan pada observasi pertama (data pada lampiran 1) dengan 3 pengulangan 12,256 ; 11,780 ; 11,567 sehingga nilai SN Ratio adalah : SN Ratio = 10log MSD 1 10log 12, 2562 11,7802 11,567 2 3 1 3 10log yi2 10log140,924 21,490 3 i 1 Perhitungan diatas dilakukan pada 26 eksperimen lainnya pada variabel respon Resapan sehingga didapat nilai SN Ratio untuk setiap observasi. 3. Keausan Variabel respon ketiga yang diteliti yaitu daya Keausan dengan karakteristik kualias Smaller is Better atau semakin kecil daya keausannya maka semakin baik kualitasnya. Perhitungan nilai SN Ratio daya Keausan sebagai berikut : Misalkan pada observasi pertama (data pada lampiran 1) dengan 3 pengulangan 0,1083 ; 0,1236 ; 0,1183 sehingga nilai SN Ratio adalah : SN Ratio = 10log MSD 1 10log 0,10832 0,12362 0,11832 3 1 3 10log yi2 10log0,014 18,644 3 i 1 Perhitungan diatas dilakukan pada 26 eksperimen lainnya pada variabel respon Keausan sehingga didapat nilai SN Ratio untuk setiap observasi. 4.4 Perhitungan Nilai Grey Fuzzy Nilai SN Ratio masing variabel respon akan diubah kedalam bentuk grey fuzzy dengan menggunakan pendekatan grey relational analisis, yaitu pendekatan yang mengubah optimasi kedalam bentuk grey fuzzy yang lebih sederhana dan tunggal Langkah awal pada grey relational analisis yaitu membangkitkan data yang akan diproses kedalam data awal yang telah dinormalisasi yaitu dalam bentuk perhitungan SN Ratio yang ditransformasi kedalam pembangkitan nilai grey relation yang mana nilainya antara 0 sampai 1. 1. Kuat Tekan SN Ratio kuat tekan mempunyai nilai minimum 25,554 dan maksimum 32,739. Untuk observasi pertama variabel respon kuat tekan mempunyai SN Ratio 26,902, sehingga nilai grey fuzzy Coefficient (γ) dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut : a. Nilai Pembangkit Awal : i (k ) mini (k ) xi (k ) maxi (k ) mini (k ) 5
min max oi (k ) max 0 0,5.1 ( x0 (k ), xi (k )) 0,812 0,5.1 ( x0 (k ), xi (k )) 0,381
26,902 25,554 32,739 25,554 xi (k ) 0,188 b. Nilai Grey Fuzzy Coefficient (γ) oi (k ) xo (k ) xi (k )
( x0 (k ), xi (k ))
xi (k )
oi (k ) 1 0,188 oi (k ) 0,812
2. Resapan SN Ratio resapan mempunyai nilai minimum -23,978 dan maksimum -17,764. Untuk observasi pertama variabel respon resapan mempunyai SN Ratio -21,490, sehingga nilai grey fuzzy Coefficient (γ) dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut : a. Nilai Pembangkit Awal : oi (k ) 1 0,188 i (k ) mini (k ) oi (k ) 0,600 xi (k ) maxi (k ) mini (k ) max ( x0 (k ), xi (k )) min 21, 490 (23,978) oi (k ) max xi (k ) 17,764 (23,978) 0 0,5.1 ( x0 (k ), xi (k )) xi (k ) 0,400 0,600 0,5.1 b. Nilai Grey Fuzzy Coefficient (γ) ( x0 (k ), xi (k )) 0,455 oi (k ) xo (k ) xi (k ) 3. Keausan SN Ratio keausan mempunyai nilai minimum 5,130 dan maksimum 31,866. Untuk observasi pertama variabel respon resapan mempunyai SN Ratio 18,644, sehingga nilai grey fuzzy Coefficient (γ) dapat ditentukan dengan langkah sebagai berikut : a. Nilai Pembangkit Awal : oi (k ) 1 0,505 i (k ) mini (k ) oi (k ) 0,495 xi (k ) maxi (k ) mini (k ) max ( x0 (k ), xi (k )) min 18,644 5,130 xi (k ) oi ( k ) max 31,866 5,130 0 0,5.1 ( x0 (k ), xi (k )) xi (k ) 0,505 0, 495 0,5.1 b. Nilai Grey Fuzzy Coefficient (γ) ( x0 (k ), xi (k )) 0,503 oi (k ) xo (k ) xi (k ) hasil perhitungan keseluruhan ketiga variabel respon (lampiran 2) dan berikut ini adalah nilai Grey Relational Coefficient : Obs 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kuat Tekan 0,381 0,467 0,492 0,340 0,385 0,384 0,333 0,361 0,387 0,462 0,843 0,904 0,531 0,613
Tabel 4.2 Grey Relational Coefficient Resapan Keausan Obs Kuat Tekan 15 0,455 0,503 0,666 16 0,618 0,607 0,439 17 0,520 0,520 0,852 18 0,455 0,518 0,900 19 0,408 0,423 0,531 20 0,427 0,442 0,879 21 0,333 0,571 1,000 22 0,563 0,531 0,709 23 0,669 0,683 0,823 24 0,582 0,527 0,925 25 0,702 0,715 0,625 26 0,603 0,625 0,879 27 0,618 0,333 0,999 0,747 0,456
6
Resapan 0,635 0,458 0,472 0,751 0,358 0,575 0,502 0,630 0,659 0,656 0,636 0,413 1,000
Keausan 0,451 0,701 0,640 0,759 0,518 1,000 0,704 0,576 0,495 0,594 0,831 0,805 1,000
Variabel-variabel input yang diubah menggunakan sistem logika Fuzzy sedemikian hingga menjadi Grey Relational Coefficient untuk masing-masing variabel input. Kemudian koefisien tersebut akan diubah kedalam Linguistic Fuzzy Subsets menggunakan fungsi keanggotaan dari bentuk segitiga (Triangle), kedalam 3 Fuzzy Subsets: Small (S), Medium (M) dan Large (L). Sehingga didapatkan nilai Fuzzy Logisc berdasarkan rancangan dan sebagian ditampilkan sebagai berikut : Tabel 4.3 Nilai Fuzzy
Observasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Fuzzy 0,430 0,585 0,521 0,427 0,403 0,413 0,401 0,496 0,589
Observasi 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Fuzzy 0,534 0,698 0,683 0,504 0,611 0,599 0,517 0,650 0,731
Observasi 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Fuzzy 0,474 0,790 0,738 0,633 0,660 0,697 0,667 0,665 0,947
4.5 Analisis Varian Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh yang signifikan maka dilakukan Analisis Varian terhadap nilai Fuzzy Logics yang didapat. Analisis Varian ini dilakukan terhadap respon tunggal yaitu nilai Fuzzy Logics yang mewakili ketiga respon. Berikut ini adalah hasil dari ANOVA : Tabel 4.4 ANOVA
Source of variance A B C AB AC BC Error Total
Sum of Square 0,22878 0,03013 0,10531 0,01233 0,01212 0,05394 0,01762 0,46024
Degrees of freedom
Mean square
2 2 2 4 4 4 8 27
0,11439 0,01506 0,05265 0,00308 0,00303 0,01348 0,00220
Fhitung
P-value
51,94 6,84 23,91 1,40 1,08 6,12
0,000 0,019 0,000 0,317 0,324 0,015
Faktor A (Komposisi Abu Vulkanik) Untuk mengetahui pengaruh dari faktor A dilakukan pengujian dengan hipotesis : H0 : τ1 = τ2 = τ3= 0 H1 : minimal ada satu τi ≠ 0 Daerah kritis: Jika FA hitung > F(df A, df Error;α) atau p-value < α(0,05) maka keputusan Tolak H0, sedangkan jika FA hitung < F(df A, df Error;α) atau p-value > α maka keputusan gagal tolak H0. P-value dari statistik uji faktor A adalah 0,000 < 0,05 dan Fhitung faktor A adalah 51,94 > F(2,8;0,05)= 4,46 oleh karena itu H0 ditolak. Mengingat H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh dari level pada faktor A terhadap respon (nilai fuzzy). Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa faktor signifikan yang memberikan pengaruh terhadap respon yaitu faktor A, B, C, dan interaksi BxC karena nilai F hitung > F tabel. 4.5.1 Pengujian Asumsi Residual Residual error yang dihasilkan pada Analisis Varian dengan sebaran F harus memenuhi asuksi residual identik, independen dan berdistribusi Normal. Pengujian asumsi residual data yang harus dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Uji Asumsi Residual Identik Pengujian asumsi varians residual identik dilakukan dengan uji Glejser yaitu meregresikan nilai absolut residual terhadap seluruh variabel bebas dengan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis Ho : Varians residual identik H1 : Varians residual tidak identik Statistik uji : Fhitung = 1,72 F(6,20 ; 0,05) = 2,60 7
Daerah penolakan : Tolak H0 jika Fhitung > F(db regresi, db error ; α) Keputusan : gagal menolak H0 karena nilai Fhitung < F(6,20 ; 0,05) Kesimpulan : bahwa varians residual telah memenuhi asumsi identik. 2. Uji Asumsi Residual Independen Pengujian terhadap residual independen dilakukan meng-gunakan uji Durbin Watson (lampiran 5). Uji Durbin Watson dapat dilakukan dengan analisis sebagai berikut: Hipotesis : H0 : e = 0, Tidak ada autokorelasi antar residual H1 : e ≠ 0, Ada autokorelasi antar residual Statistik Uji : d = 1,979 du = 1,1624 dan dl = 1,6510 (tabel DW k=3 n=27) Daerah Penolakan : Tidak ada korelasi serial positif, apabila : d < dL, maka tolak H0 pada taraf α d > dU, maka gagal tolak H0 pada taraf α Tidak ada korelasi serial negatif, apabila : d > 4 - dL, maka tolak H0 pada taraf α d < 4 - dU, maka gagal tolak H0 pada taraf α Keputusan : gagal menolak H0 karena nilai d > dU dan d < 4 - dU Kesimpulan : bahwa tidak terjadi autokorelasi antar residual dan dapat disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi identik. 3. Uji Asumsi Residual Distribusi Normal Pengujian residual berdistribusi normal dilakukan untuk melihat apakah residual memenuhi asumsi berdistribusi normal. Dalam pemeriksaan suatu kenormalan residual data dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (lampiran 5) dengan pegujian hipotesis sebagai berikut : Hipotesis : Ho : data berdistribusi normal H 1 : data tidak berdistribusi normal Probability Plot of Residual Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
1,644775E-17 0,02603 27 0,094 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,050
-0,025
0,000 0,025 Residual
0,050
0,075
Gambar 4.1 Plot Kolmogorov-Smirnov
Keputusan : gagal menolak H0 karena nilai P-value > 0,05 Kesimpulan : dapat disimpulkan bahwa residual telah memenuhi asumsi distribusi Normal 4.6 Penentuan Kondisi Optimal Penentuan kondisi yang optimal dengan melihat nilai mean yang terbesar tiap level pada setiap faktor yang signifikan . Berikut ini akan ditampilkan perbedaan nilai mean pada setiap faktor : Tabel 4.5 Nilai Mean Setiap Level
Level 1 2 3 Delta Rank
A 0,4738 0,6141 0,6968 0,223 1
B 0,6059 0,5496 0,6292 0,0796 2
8
C 0,5097 0,6174 0,6576 0,1479 3
Berdasarkan tabel nilai mean setiap level diatas dapat diketahui bahwa kondisi optimum untuk ketiga respon dilihat dari nilai mean yang terbesar pada setiap faktor. Pada faktor A yaitu Komposisi Abu vulkanik, level yang memberikan pengaruh terbesar terdapat pada level ke-3 yaitu komposisi PC 70% : Abu vulkanik 30%. Pada faktor B yaitu FAS (faktor air semen), level yang memberikan pengaruh terbesar terdapat pada level ke-3 yaitu FAS (faktor air semen) = 40%. Pada faktor C yaitu Umur perawatan paving, level yang memberikan pengaruh terbesar terdapat pada level ke-3 yaitu umur perawatan paving selama 60 hari. Nilai mean setiap level juga dapat dilihat pada gambar berikut : B
C 1,0
0,9
0,9
0,9
0,8
0,8
0,8
0,7
Data
1,0
Data
Data
A 1,0
0,7
0,7
0,6
0,6
0,6
0,5
0,5
0,5
0,4
0,4 1
2
0,4
3
1
2
3
1
2
3
Gambar 4.2 Box Plot Nilai Mean Masing-Masing Faktor
Nilai Mean
Pada gambar blox plot A dapat diketahui bahwa level 3 mempunyai nilai yang jauh berbeda dengan level 1 dan 2 dengan terdapat 1 nilai outlier. Sedangkan pada gambar blox plot B dapat diketahui bahwa level 3 mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda dengan level 1 dan 2, dan pada gambar blox plot C dapat juga diketahui bahwa level 3 mempunyai nilai yang tidak jauh berbeda dengan level 1 dan 2. 0,75 0,70 0,65 0,60 0,55 0,50 0,45 0,40
A B C 1
2
3
Gambar 4.3 Plot Mean Setiap Faktor
Dari gambar plot mean diatas dapat dilihat bahwa setiap faktor terjadi interaksi namun interaksi yang paling signifikan terdapat pada interaksi AxB. Berikut ini adalah nilai mean pada interaksi AxB untuk mengetahui pada kondisi AxB yang paling optimum. Tabel 4.6 Nilai Mean Setiap Level Pada Interaksi BxC
B1
B2
B3
C1
0,480
0,521
0,528
C2
0,691
0,558
0,604
C3
0,647
0,570
0,756
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada interaksi BxC memberikan pengaruh terbesar yaitu pada kondisi B3C3. Penentuan kondisi optimal yaitu dengan melihat nilai mean yang terbesar tiap level pada setiap faktor yang signifikan. Pada faktor A diketahui level yang memberikan pengaruh terbesar terdapat pada level ke-3 yaitu komposisi PC 70% : Abu vulkanik 30%, tetapi pada faktor B dan C kondisi optimumnya diliat dari interaksi BxC, hal ini dikarenakan interaksi BxC signifikan. Sehingga apabila disimpulkan didapatkan kondisi optimum untuk semua faktor yaitu A3B3C3. 4.7 Perhitungan Kondisi Optimum Pada Masing-Masing Respon Setelah dilakukan analisis ANOVA pada nilai Fuzzy dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi respon, begitu pula dapat diketahui kondisi optimum yang dipilih setiap level yang memberikan nilai 9
tertinggi terdapat pada A3B3C3 yaitu komposisi PC 70% Abu vulkanik 30%, FAS (faktor air semen) 40% dan Umur perawatan paving 60 hari. Berikut ini perhitungan nilai optimum masing-masing respon : 1. Kuat Tekan Nilai taksiran SN Ratio pada kondisi optimum A3B3C3 berdasarkan nilai SN Ratio adalah : ηopt = A3 + B3 C3 – (1 x ηopt ) = 31,755 + 30,705 – 29,840 = 32,621 Jadi nilai taksiran SN Ratio Kuat Tekan yang optimal adalah sebesar 32,621 dB Nilai taksiran rata-rata Kuat Tekan pada kondisi optimum A3B3C3 berdasarkan nilai Kuat Tekan adalah : μopt = A3 + B3 C3 – (1 x μopt ) = 39,026 + 35,849 – 32,288 = 42,588 Jadi nilai taksiran rata-rata Kuat Tekan yang optimal adalah sebesar 42,588 Mpa 2. Resapan Nilai taksiran SN Ratio pada kondisi optimum A3B3C3 berdasarkan nilai SN Ratio adalah : ηopt = A3 + B3 C3 – (1 x ηopt ) = -20,233 + (-18,619) – (-20,425) = -18,427 Jadi nilai taksiran SN Ratio Resapan yang optimal adalah sebesar -18,427dB Nilai taksiran rata-rata Resapan pada kondisi optimum A3B3C3 berdasarkan nilai Resapan adalah : μopt = A3 + B3 C3 – (1 x μopt ) = 10,425 + 8,545 – 10,622 = 8,348 Jadi nilai taksiran rata-rata Resapan yang optimal adalah sebesar 8,348% 3. Keausan Nilai taksiran SN Ratio pada kondisi optimum A3B3C3 berdasarkan nilai SN Ratio adalah : ηopt = A3 + B3 C3 – (1 x ηopt ) = 25,573 + 28,385 – 21,933 = 32,024 Jadi nilai taksiran SN Ratio Keausan yang optimal adalah sebesar 32,024dB Nilai taksiran rata-rata Keausan pada kondisi optimum A3B3C3 berdasarkan nilai Keausan adalah : μopt = A3 + B3 C3 – (1 x μopt ) = 0,0612 + 0,0389 – 0,0978 = 0,0023 Jadi nilai taksiran rata-rata Keausan yang optimal adalah sebesar 0,0023 mm/menit 4.8 Perbandingan Hasil Metode Standart Dengan Hasil Metode Fuzzy Logic Untuk mengetahui nilai optimum yang diperoleh dari analisa menggunakan metode fuzzy logic lebih baik dari nilai standart pada penelitian sebelumnya maka kondisi optimum pada masing-masing metode dibandingkan. Tabel 4.7 Perbandingan Nilai Standart dan Fuzzy Logic
Metode yang digunakan
Kondisi Optimum
Standart
A3B3C2
Fuzzy Logic
A3C3B3
Respon Kuat Tekan Resapan Keausan Kuat Tekan Resapan Keausan
Nilai prediksi Rata-rata SN Ratio 41,039 12,819 0,0359 42,588 32,621 8,348 -18,427 0,0023 32,024
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa dari kondisi optimum yang dihasilakn metode fuzzy logic menghasilkan nilai prediksi yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi optimum metode standart. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata pada respon Kuat Tekan dengan karakteristik kualitas larger is better mengalami kenaikan dimana metode fuzzy logic memiliki nilai 42,588 Mpa > 41,038 Mpa dibandingkan dengan metode standart. Pada respon Resapan dengan karakteristik kualitas low is better mengalami penurunan dimana metode fuzzy logic memiliki nilai 8,348% < 12,819% dibandingkan dengan metode standart. Pada respon Keausan dengan karakteristik kualitas low is better mengalami penurunan dimana 10
metode fuzzy logic memiliki nilai 0,0023 mm/menit < 0,0359 mm/menit dibandingkan dengan metode standart. Adapun selang kepercayaan untuk masing-masing metode pada respon Kuat Tekan, Resapan dan Keausan adalah sebagai berikut : Sebelum dilakukan penentuan selang kepercayaan dilakukan penggabungan (pooling) untuk mendapatkan nilai mean square poleed error (MSe pooled). 1. Respon Kuat Tekan Berdasarkan hasil anova pada respon kuat tekan faktor yang tidak signifikan adalah faktor B yang disebabkan memiliki nilai mean square yang kecil, maka kemudian nilai tersebut digabungkan dengan nilai mean square error. Hasil proses pooling didapatkan mean square error : MSe pooled = MSB + MSe = 8,040 + 3,178 = 11,218 Kondisi Optimum Metode Fuzzy Logic Kondisi Optimum Metode Standart
CI
F (1,v2 ) MSe
CI
neff
27 1,588 1 16 F0,05(1,10) 11, 218 CI 42,588 1,588
neff
27 1,588 1 16 F0,05(1,8) 11, 218 CI 41, 039 1,588
neff
42,588
F (1,v2 ) MSe
neff
4,96 11, 218 1,588
41, 039
42,588 18,547 42,588 4,306
4,96 11, 218 1,588
41,039 18,547 41,039 4,306
Dari perhitungan tersebut dapat diketahui nilai taksiran rata-rata kuat tekan metode fuzzy logic 42,588 Mpa sehingga selang kepercayaan 95% rata-rata kuat tekan metode fuzzy logic terletak antara 40,427 Mpa dan 44,749 Mpa. Sedangkan nilai taksiran rata-rata kuat tekan metode standart 41,039 Mpa terletak dalam selang kepercayaan antara 38,878 Mpa dan 43,200 Mpa. Dari perhitungan kedua selang kepercayaan tersebut saling berpo-tongan maka dapat dikatakan bahwa metode fuzzy logic tidak jauh berbeda dengan metode standart dan dapat mengoptimalkan respon kuat tekan. 2. Respon Resapan Berdasarkan hasil anova pada respon resapan(lampiran 6) terdapat faktor yang tidak signifikan adalah faktor B, C dan interaksi faktor AxC dan BxC yang disebabkan memiliki nilai mean square yang kecil, maka kemudian nilai tersebut digabungkan dengan nilai mean square error. Hasil proses pooling didapatkan mean square error : MSe pooled = MSB + MSC + MSAxC + MSAxC +MSe = 5,788 + 0,185 + 0,570 + 4,211 + 1,275 = 11,820 Kondisi Optimum Metode Fuzzy Logic Kondisi Optimum Metode Standart
CI
F (1,v2 ) MSe
CI
neff
27 3,857 1 6 F0,05(1,20) 11,820 CI 8,348 3,857
neff
27 3,857 1 6 F0,05(1,20) 11,820 CI 12,819 3,857
neff
8,348
F (1,v2 ) MSe
neff
4,35 11,820 3,857
12,819
8,348 13,330 8,348 3,65
4,35 11,820 3,857
12,819 13,330 12,819 3,65 11
Dari perhitungan diatas dapat diketahui nilai taksiran rata-rata resapan metode fuzzy logic 8,348% sehingga selang kepercayaan 95% rata-rata resapan metode fuzzy logic terletak antara 4,698% dan 11,998%. Sedangkan nilai taksiran rata-rata resapan metode standart 12,819% terletak dalam selang kepercayaan antara 9,169% dan 11,998%. Dari perhitungan kedua selang kepercayaan tersebut saling berpotongan maka dapat dikatakan bahwa metode fuzzy logic tidak jauh berbeda dengan metode standart dan dapat mengoptimalkan respon resapan. 3. Respon Keausan Berdasarkan hasil anova pada respon keausan(lampiran 6) tidak terdapat faktor yang tidak signifikan maka mean square error sama dengan mean square error : MSe pooled = MSe = 0,003795 Kondisi Optimum Metode Fuzzy Logic Kondisi Optimum Metode Standart
CI neff
F (1,v2 ) MSe
CI
neff
27 1, 42 1 18
CI 0, 0023 0, 0023
neff
F0,05(1,8) 0, 003795 1, 42 5,32 0, 003795 1, 42
0,0023 0,00425 0,0023 0,065
F (1,v2 ) MSe neff
27 3,857 1 6
CI 0, 0359 0, 0359
F0,05(1,8) 0, 003795 1, 42 5,32 0, 003795 1, 42
0,0359 0,00425 0,0359 0,065
Dari perhitungan diatas dapat diketahui nilai taksiran rata-rata keausan metode fuzzy logic 0,0023mm/menit sehingga selang kepercayaan 95% rata-rata keausan metode fuzzy logic terletak antara 0 dan 0,0675mm/menit. Sedangkan nilai taksiran rata-rata keausan metode standart 0,0359mm/menit terletak dalam selang kepercayaan antara 0 dan 0,1011mm/menit. Dari perhitungan kedua selang kepercayaan tersebut saling berpotongan maka dapat dikatakan bahwa metode fuzzy logic tidak jauh berbeda dengan metode standart dan dapat mengoptimalkan respon keausan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Hasil analisis varian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa Faktor A komposisi abu vulkanik, Faktor B faktor air semen (FAS), Faktor C umur perawatan paving dan pada interaksi antar faktor BxC masing-masing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ketiga variabel respon. Sedangkan interaksi AxB dan AxC tidak memberikan penga-ruh yang signifikan. 2. Hasil dari perhitungan mean setiap level pada masing faktor yang signifikan maka didapat kondisi optimal baru yaitu A3B3C3 dengan nilai taksiran SN Ratio Kuat Tekan optimum sebesar 32,621 dB atau nilai taksiran rata-rata Kuat Tekan optimum sebesar 42,588 Mpa, nilai taksiran SN Ratio Resapan optimum sebesar -18,427dB atau nilai taksiran rata-rata Resapan optimum sebesar 8,348%, nilai taksiran SN Ratio Keausan optimum sebesar 32,024 dB atau nilai taksiran rata-rata Keausan optimum sebesar 0,0023 mm/menit. 3. Hasil perbandingan metode standart dengan hasil metode fuzzy logic dapat diketahui bahwa dari kondisi optimum yang diha-silkan metode fuzzy logic menghasilkan nilai prediksi yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi optimum metode standart. Dapat diketahui nilai rata-rata pada respon Kuat Tekan dengan karakteristik kualitas larger is better mengalami kenaikan dimana metode fuzzy logic memiliki nilai 42,588 Mpa > 41,038 Mpa dibandingkan dengan metode standart dengan selang kepercayaan 95% rata-rata kuat tekan metode fuzzy logic terletak antara 40,427 Mpa dan 44,749 Mpa, sedangkan nilai taksiran rata-rata kuat tekan metode standart 41,039 Mpa terletak dalam selang kepercayaan antara 38,878 Mpa dan 43,200 Mpa yang artinya kedua selang keper-cayaan tersebut saling berpotongan maka dapat dikatakan bahwa metode fuzzy logic tidak jauh berbeda dengan metode standart dan dapat mengoptimalkan respon kuat tekan. Pada respon Resapan dengan karakteristik kualitas low is 12
better mengalami penurunan dimana metode fuzzy logic memiliki nilai 8,348% < 12,819% dibandingkan dengan metode standart dengan selang kepercayaan 95% rata-rata resapan metode fuzzy logic terletak antara 4,698% dan 11,998%, sedangkan nilai taksiran rata-rata resapan metode standart 12,819% terletak dalam selang kepercayaan antara 9,169% dan 11,998% yang artinya kedua selang kepercayaan tersebut saling berpotongan maka dapat dikatakan bahwa metode fuzzy logic tidak jauh berbeda dengan metode standart dan dapat mengoptimalkan respon resapan. Pada respon Keausan dengan karakteristik kualitas low is better mengalami penurunan dimana metode fuzzy logic memiliki nilai 0,0023 mm/menit < 0,0359 mm/menit dibandingkan dengan metode standart dengan selang kepercayaan 95% rata-rata keausan metode fuzzy logic terletak antara 0 dan 0,0675mm/menit, sedangkan nilai taksiran rata-rata keausan metode standart 0,0359 mm/menit terletak dalam selang kepercayaan antara 0 dan 0,1011mm/menit yang artinya kedua selang kepercayaan tersebut saling berpotongan maka dapat dikatakan bahwa metode fuzzy logic tidak jauh berbeda dengan metode standart dan dapat mengoptimalkan respon keausan. 5.1 Saran Agar dapat membuktikan bahwa metode fuzzy logics lebih baik, bisa membandingkan dengan metode lainnya seperti metode TOPSIS. Sehingga dapat diperoleh berbagai macam informasi tentang metode-metode baru beserta perbedaan hasilnya. Selain itu dibutuhkan percobaan konfirmasi terhadap kondisi optimum yang diperoleh agar dapat menunjukkan bahwa metode yang satu lebih baik dari metode yang lain.
13