One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Nama Inovasi One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik Produk Inovasi Pembangunan Satu Peta Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Melalui Percepatan Penyusunan Tatalaksana Integrasi Informasi Geospasial Tematik di Badan Informasi Geospasial Penggagas Dr. Suprajaka, MT Kelompok Inovator Kementrian / Lembaga Gambar Ilustrasi
1/6
Deskripsi
2/6
Program Pembangunan Satu Peta Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut yang diusulkan ini dilandasi oleh adanya sebuah Kebijakan Satu Peta “One Map Policy” yang telah dicanangkan oleh Presiden RI ketika Sidang Kabinet RI tanggal 23 Desember 2010, namun sampai saat itu masih belum berjalan sebagaimana yang harapan oleh semua pihak. Kebijakan satu peta ini tentunya segaris dengan telah berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial sejak tanggal 11 April 2011, yang memberikan konsekuensi bahwa Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) berubah menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG), sehingga tugas dan fungsi BIG di bidang survei dan pemetaan semakin luas. Program ini sangat sulit direalisasi saat itu karena permasalahan utama terkait dengan penyelenggaraan informasi geospasial tematik seperti masih banyaknya UU, PP, Kepmen, Perka atau peraturan perundangan lainnya yang saling tumpang tindih. Sampai saat ini minimal terdapat 171 undang-undang atau peraturan harus menyediakan 94 jenis data geospasial. Banyaknya peraturan terkait dengan informasi geospasial ini mengindikasi bahwa betapa penting informasi untuk pembangunan nasional, namun dari tataran teknis, ternyata sering menimbulkan ketidaksinkronan, tumpang tindih kegiatan, dan masih banyak data serta informasi yang tidak dapat diintegrasikan dalam rangka berbagi pakai informasi antar kementrian dan lembaga penyelenggara informasi geospasial.
Pembangunan Satu Peta Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut dilandasi oleh adanya sebuah Kebijakan Satu Peta “One Map Policy” yang telah dicanangkan oleh Presiden RI ketika Sidang Kabinet RI sehingga diperoleh data yang akurat terhadap peta sebarannya.
Upaya dan langkah strategi untuk mewujudkan tugas dan kewenangan yang diamanahkan oleh Badan Informasi Geospasial sebenarnya telah dilaksana-kan yaitu membentuk kelompok kerja (Pokja) Informasi Geospasial Tematik (IGT) bagi para “stakeholders” penyelenggara dan pengguna Informasi Geospasial Tematik antar Kementerian dan lembaga (12 Pokja IGT). Berdasarkan Rapat Koordinasi Nasional bidang IG tahun 2013, pembentukan Pokja IGT bertujuan untuk merumuskan kebijakan, strategi dan program dalam penyelenggaraan IGT antar K/ L. Kelompok kerja ini diharapkan dapat membangun sinergi dan kolaborasi antar kementerian dan lembaga dalam bidang pengumpulan, pengelolaan, penyim-panan dan penyebarluasan informasi geospasial tematik, yang sampai saat ini belum berjalan secara efektif.
Tujuan Pembangunan Satu Peta adalah Memperbaiki proses integrasi data dan informasi geospasial tematik wilayah pesisir dan laut di Indonesia dapat diselenggarakan oleh para pemangku kepentingan melalui penyediaan Tatalaksana Integrasi Informasi Geospasial Tematik. Untuk mewujukannya maka tatalaksana integrasi harus memiliki landasan hukum yang jelas. Penyelenggaraan IGT sumberdaya pesisir dan laut mulai sejak pengumpulan, pengolahan, pengelolaan dan penyebarluasan informasi geospasial dalam hal ini untuk tema sumberdaya: 1) terumbu karang, 2) padang lamun dan 3) mangrove yang dapat dipertangung-jawabkan dan diintegrasikan dalam kerangka kerja “one map policy”. Dengan menyelesaikan satu dokumen tata laksana integrasi tersebut, diharapkan dapat menjadi faktor pengungkit dalam menyelesaikan proses integrasi data dan informasi geospasial dari 11 kelompok kerja (Pokja) IGT yang lainnya sesuai dengan rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional IG tahun 2013 dan tahun 2014, yaitu: 1) Pemetaan Sumberdaya Air, 2) Pemetaan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Gambut, 3) Pemetaan Monitoring Perijinan Sektoral, Penutup Lahan dan Status Lahan, 4) Pemetaan Ekoregion, 5) Neraca Sumberdaya Alam, 6) Transportasi, 7) Tata Ruang, 8) Transportasi, 9) Sosial Budaya dan Atlas, 10) Kebencanaan dan Perubahan Iklim, dan 11) Inteligen Geospasial. Untuk melancarkan proses perubahan tersebut, dilakukan strategi yang tepat seperti 1) Mendorong penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) Tematik dengan menggunakan standar metoda dan prosedur pengumpulan SDA Pesisir dan Laut (mangrove, terumbu karang dan padang lamun); 2) Mendorong penyediaan IG yang mengacu pada satu referensi, satu standar, satu basis data, dan satu geoportal (one map policy) agar dapat dipertanggungjawabkan dan diintegrasikan; 3) Memastikan ketersediaan IG terintegrasi yang merepresentasikan inventarisasi, kondisi/ cadangan, alokasi, dan informasi lainnya terkait SDA oleh K/L/Pemda yang berwenang (walidata); 4) Mensosiali-sasikan tata laksana ini agar dapat direplikasikan ke kelompok kerja yang lain yang dalam IGT; 5) Agar mempunyai kekuatan hukum yang lebih mengikat, Perka Tatalaksana Integrasi Tematik ini didorong untuk diangkat menjadi peraturan yang lebih tinggi. Stakeholder yang mendukung Program ini terdiri dari internal BIG yaitu Pusat Pemetaan dan Itegrasi Tematik; Bidang Pemetaan dan Intengrasi Tematik Laut; Sekretariat Kelompok Kerja Pemetaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil; Pusat Pemetaan Rupabumi dan Topoinimi; Pusat Pemetaan dan Lingkungan Pantai; Pusat Standardisasi dan Kelembagaan; Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas; Biro Perencanaan dan Hukum. Sedangkan eksternal terdiri dari Bappenas; Direktorat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP); Direktorat Tata Ruang Pesisir dan Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP); Badan Litbang Kementrian Kelautan dan Perikanan; Direktorat Inventarisasi dan Pemetaan Sumberdaya Hutan, Kementrian Kehutanan; Asdep III Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup; Lembaga Pengetahuan Indonesia; Wetland International, CI, WWF, DNPI, REDD+.
3/6
Jenis Inovasi Proses Nama Instansi Badan Informasi Geospasial Unit Instansi Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik – Badan Informasi Geospasial Tahun Inisiasi 2014 Tahun Implementasi 2014 Faktor Pendorong Faktor pendorong berhasilnya pembangunan satu peta melalui percepatan penyusunan tatalaksana integrasi adalah 1. Dukungan yang kuat dari pimpinan dan Tim Efektif; 2. Adanya keinginan pemenuhan publik terkait dengan 17 jenis data maupun informasi geospasial yang diperlukan oleh Kementrian dan Lembaga untuk keperluan perencanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan terintegrasi, 3. Keinginan untuk pemenuhan kebutuhan layanan publik, dimana terdapat 5 (lima) jenis layanan publik yang harus dipenuhi sesuai dengan standar dan mudah ditentgrasikan, 4. Keinginan untuk pemenuhan kebutuhan regulasi data dan informasi geospasial, dimana terdapat 2 (dua) regulasi yang harus dipenuhi, meliputi Peraturan perundang-undangan terkait dengan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebarluasan (distribusi), dan penggunaan IG serta Spesifikasi teknis berupa norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK). Semua keinginan ini tentu saja berlandaskan atas tugas pokok dari Badan Informasi Geospasial sebagai integrator dari data dan peta geospasial. Faktor Penghambat Faktor penghambat dari pembangunan satu peta melalui percepatan penyusunan tatalaksana integrasi adalah: 1. Penyamaan persepsi atas konsep integrasi tematik sumberdaya alam pesisir dan laut antar K/L 2. Adanya ego sektoral untuk mempertahankan walidata (mangrove dan terumbu karang) yang telah disusun oleh masing-masing sektor baik dari sisi nomenklatur maupun metode pemetaannya 3. Tingkat kehadiran stakeholder pada FGD atau rapat teknis yang akan diselenggarakan untuk mendukung proyek perubahan, hal ini mengingat alokasi waktu untuk melakukan kegiatan ini, yang sering berbenturan dengan kegiatan lain di instansi masing-masing 4. Walidata, terkait penanggungjawab tema (mangrove, terumbu karang dan padang lamun) – telah terjadi perubahan nomeklatur nama Kementerian/Lembaga Alternatif Solusi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah: 1. Harmonisasi antar pemangku kepentingan untuk mengatasi faktor penghambat point (1) dan point (2) agar terjadi kesepahaman terkait setiap Kementrian dan Lembaga bersedia menggunakan Standar metoda dan prosedur pengumpulan SDA Pesisir dan Laut (mangrove, terumbu karang dan padang lamun) sesuai dengan tatalaksanayang telah disepakati bersama. 2. Sosialisasi tentang pentingnya program satu data dan satu peta untuk perencanaan dan pembangunan nasional yang dapat dipertanggungjawabkan.
4/6
3. Menyusun Peraturan yang lebih tinggi sebagai payung hukum agar implementasi tatalaksana ini dapat berjalan dengan baik, salah satunya berusaha diangkat yang lebih tinggi berita Perpres. Tahapan Proses Pelaksanaan pembangunan satu peta melalui percepatan penyusunan tatalaksana integrasi dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut: Menjalin kesepakatan antar stakeholder dalam menyusun One map integrasi termasuk SDA pesisir dari laut. Membuat model ujicoba integrasi data SDA pesisir dan laut (mangrove, terumbu karang, padang lamun). Mendokumentasikan tatalaksana integrasi tematik SDA pesisir dan laut. Penyusun Peraturan Kepala Badan Informasi Geosparsial tentang tatalaksana integrasi IGT Pesisir dan laut (RAPERKA, dan PERKA). 5. Menjadikan program One map dan One data informasi geospasial tematik SDA pesisir laut sebagai acuan nasional untuk perencanaan dan pembangunan nasional. 6. Menyusun sistem informasi data dan peta goespasial tematik yang dapat diisi secara bersama dengan para stakeholder. 7. Menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang One Map Policy tentang Percepatan Pelaksanaan One Map Policy Informasi Geospasial Tematik Pembangunan Seluruh Indonesia Pada Tingkat Ketelitian Peta Minimal Skala 1: 50.000. Sebagai kelanjutan dari proses integrasi. 1. 2. 3. 4.
Manfaat Kemanfaatan dari pembangunan satu peta melalui percepatan penyusunan tatalaksana integrasi ternyata melebihi dari apa yang diharapkan ketika gagasan ini diusulkan. Kemanfaatan implementasi program tersebut adalah 1. Munculnya semangat untuk bekerjasama antar lembaga pemilik data dan peta untuk mengintegrasikan data sehingga terjadi persamaan peta. 2. Munculnya keinginan untuk mengintegrasikan data dan peta tematik lain yang nanti dapat dipergunakan untuk kepentingan pemberian informasi pada masyarakat, penelitian, dan investasi. 3. Munculnya keinginan untuk memperkuat proses integrasi ini dengan semua peraturan presiden terkait peta tematik yang mewadahi seluruh peta tematik yang telah dikelompokkan. 4. Sistem informasi peta tematik yang merupakan produk sampingan dari proses integrasi data dan peta tematik sangat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat terutama untuk pendidikan mengenai mangrove. 5. Adanya kepastian hukum terkait tatalaksana penyusunan data dan informasi peta tematik yang pada akhirnya menghasilkan sebuah peta yang valid. Capaian pembangunan satu peta melalui percepatan penyusunan tatalaksana integrasi adalah tersusunnya Dokumen Draf Final tentangTatakalaksana Integrasi Data SDA Pesisir dan Lautyang menjelaskan proses pelaksanaan integrasi data antar lembaga. Selain itu dihasilkan pula One map dan one data hasil integrasi informasi geospasial tematik SDA pesisir dan laut antar K/L. Peta tersebut merupakan dokumen/ berita acara kesepakatan antar K/L atas hasil Integrasi Informasi Geospasial SDA pesisir dan laut, yang menjelaskan tentang informasi mangrove, terumbu karang dan pandang lamun nasional. Tidak hanya sampai disana, program ini juga menghasilkan One map dan one data hasil integrasi informasi geospasial tematik SDA pesisir dan laut dalam versi online yang beralamat di http://ppit.big.go.id. Berdasarkan kesepakatan antar kementerian dan lembaga didorong untuk mempercepat terbentuknya tatalaksana yang lebih luas serta payung hukum yang lebih kuat, dimana saat ini sedang dalam proses pengesahan yaitu: 1. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial tentang Tatalaksana Integrasi Tematik. 2. Draft Rancangan Peraturan Presiden tentang One Map Policy tentang Percepatan Pelaksanaan One Map Policy Informasi Geospasial Tematik Pembangunan Seluruh Indonesia Pada Tingkat Ketelitian Peta Minimal Skala 1: 50.000 – per 10 Juni 2015. 3. Lampiran Ran Perpers OMP tentang Walidata. Semua capaian ini dapat diperoleh meskipun penggagas sudah berpindah unit kerja sebanyak dua kali. Akan tetapi proyek perubahan masih terus berjalan dan sudah direplikasikan di kedua unit kerja di mana beliau dipindahkan yaitu di Pusat Tata Ruang dan Atlas juga Pusat Standardisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial. Prasyarat Replikasi
5/6
Pembangunan satu peta melalui percepatan penyusunan tatalaksana integrasi informasi dapat direplikasi di wilayah lain dengan cara sebagai berikut 1. Adanya dukungan yang kuat dari pimpinan dan Tim Efektif; 2. Komitmen yang kuat dari pimpinan dan tim pelaksana untuk menyusun tatalaksana dan produk peta tematik; 3. Dukungan anggaran yang mewadahi terkait dengan penyelenggaraan di walidata yang menggunakan Tatalaksana yang telah disepakati; 4. Komitmen kuat dari masing-masing walidata di kementrian dan lembaga yang telah diberi mandat; 5. Proses integrasi dapat dilaksanakan pada 11 kelompok kerja (POKJA) yang telah ada yaitu : 1) Pemetaan Sumberdaya Air dan DAS; 2) Pemetaan Sumberdaya Lahan Pertanian dan Gambut; 3) Pemetaan Neraca Sumberdaya Alam; 4) Pemetaan Perubahan Iklim; 5) Pemetaan Ekoregion; 6) Pemetaan Monitoring Perizinan Sektoral, Penutup Lahan dan Status Lahan; 7) Pemetaan Transportasi; 8) Pemetaan Kebencanaan; 9) Pemetaan Tata Ruang; 10) Pemetaan Sosial Budaya dan Atlas; 11) Pemetaan Inteligen. Kontak Person Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik – Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong Telp/ email: +021 – 87569481 Sumber Dokumen Proyek Perubahan Diklatpim & Observasi Teknik Validasi Observasi Jumlah Dilihat 573 Kali Waktu Dibuat 2016-03-24 01:09:19 Terakhir Diubah 2016-03-24 01:11:03 Waktu Diunduh 2017-02-27 05:07:27
6/6 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)