ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) TERHUTANG SEBELUM DAN SESUDAH REKONSILIASI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIL (Studi Kasus di CV. Dwi Tunggal Mandiri) Oleh : Risye Yusriah Wulansari 123403189 Dibawah bimbingan : Euis Rosidah, S.E. M.Ak. Rani Rahman, S.E. M.Ak. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan nilai pajak penghasilan terutang perusahaan dengan melakukan rekonsiliasi laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal. Dengan melakukan rekonsiliasi, perusahaan tidak perlu membuat dua pembukuan untuk tujuan yang berbeda. Perusahaan cukup melakukan koreksi terhadap pos-pos yang tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan. Koreksi positif akan menambah penghasilan kena pajak, sedang koreksi negatif akan mengurangi penghasilan kena pajak. Dalam penelitian yang dilakukan, penulis menganalisis data dengan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan keadaan laporan keuangan atas fenomena yang terjadi dengan melakukan pengumpulan data, menghitung PPh, melakukan koreksi fiskal sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara perhitungan pajak penghasilan sebelum dan sesudah rekonsiliasi fiskal terhadap atas laporan keuangan komersial. Kata kunci: Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang Sebelum Rekonsiliasi Fiskal, Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang sesudah Rekonsiliasi Fiskal ABSTRACT The purpose of this study was to determine the value of income tax payable by the company, with reconciling commercial financial statements to the fiscal financial statements. By doing reconciliation, company did not need to create two bookkeeping for different purposes. The company just made corrections to items that were not in accordance with the provisions of the tax. Positive correction would increase taxable income, a negative correction would decrease taxable income. This research, analyzed data with descriptive method. It describes the financial statements of the phenomena that was happened by collecting data, calculating income tax, fiscal correction in accordance with UU Number 36 Year 2008. Type of data which used are primary data and secondary data. The result of study concluded that there are signifikan differences between the calculation of income tax payable before and after fiscal reconciliation to the financial statements of commercial.. Keywords : income tax payable before fiscal reconciliation, income tax payable after fiscal reconciliation
1. Latar Belakang Suatu bangsa terlihat kemandiriannya terlihat dari kemampuannya melaksanakan dan membiayai pembangunan bangsanya sendiri. Salah satu sumber dari pendapatan Negara untuk melakukan pembangunan bangsa adalah dengan membayar pajak. Pajak merupakan kewajiban warga Negara sebagai bentuk pengabdian warga Negara dalam ikut serta pembangunan Nasional serta untuk membiayai keperluan Negara di bidang social dan ekonomi masyarakat yang pelaksanaannya telah di atur dalam undangundang dan peraturan yang bertujuan untuk mensejahterakan bangsa dan Negara. Saat ini ada 3 sistem yang diaplikasikan dalam pemungutan pajak yaitu official assesment system, self assesment system, dan withholding tax system. Untuk sistem pembayaran pajak penghasilan yang berlaku saat ini dilandasi oleh sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar, yang disebut dengan self assessment system (Thomas Sumarsan, 2013:14). Sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, tertib dan terkendali. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam system pemungutan pajak yang baru ini member kepercayaan yang lebih besar kepada anggota masyarakat wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu jaminan dan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban perpajakan bagi masyarakat wajib pajak lebih diperhatikan, sehingga dapat merangsang peningkatan kesadaran dan tanggung jawab perpajakan di masyarakat. Laporan keuangan yang sebenarnya merupakan produk akhir dari proses atau kegiatan akuntansi dalam satu kesatuan. Proses akuntansi dimulai dari pengumpulan bukti-bukti transaksi yang terjadi sampai pada penyusunan laporan keuangan. Proses akuntansi tersebut harus dilaksanakan menurut cara tertentu yang lazim dan berterima umum serta sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Menurut PSAK (2004) tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi serta menunjukkan kinerja yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan meliputi: a) Aktiva b) Kewajiban c) Ekuitas d) Pendapatan dan beban termasuk keuntungan e) Arus kas Informasi tersebut di atas beserta informasi lain yg terdapat dalam catatan laporan keuangan membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan khusus dalam hal waktu dan kepastian diperoleh kas dan setara kas. Laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal memiliki peraturan atau prinsip masing – masing dalam menentukan biaya. Jika laporan keuangan komersial disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan untuk memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan dalam jangka waktu tertentu, maka laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan peraturan pajak yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan, sehingga terjadi perbedaan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria
tertentu tentang pengukuran dan pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam laporan keuangan. Ukuran itu, dapat saja kurang sejalan dengan prinsip akuntansi (komersial). Contohnya: perbedaan dalam konsep penyusutan antara akuntansi dengan peraturan perpajakan adalah dalam akuntansi (komersial) menentukan umur aktiva berdasarkan taksiran umur ekonomis dan penggunaan metode peyusutan dapat memilih salah satu, sesuai dengan PSAK No. 16 Tahun 2007 yaitu metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode jumlah unit. Sedangkan dalam ketentuan perpajakan, aktiva dikelompokkan berdasarkan jenis harta, masa manfaat, dan tarif yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam hal metode penyusutan yang digunakan dalam penyusunan laporan fiskal berdasarkan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten. Untuk mencocokan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal maka perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal / koreksi fiskal. Penghitungan PPh diakhir tahun bagi Wajib Pajak Badan didasarkan atas laporan keuangan Fiskal (Laba Rugi Fiskal). Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan (melalui rekonsiliasi). Rekonsiliasi (penyesuaian) tersebut akan berakibat adanya koreksi fiskal. Dalam laporan keuangan suatu perusahaan biasanya terdapat koreksi Fiskal yang terjadi akibat adanya perbedaan pengakuan atas pendapatan maupun biaya menurut perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Perhitungan PPh Terhutang Sebelum dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial (Studi Kasus pada CV. Dwi Tunggal Mandiri). 2. Identisifikasi Masalah 1. Bagaimana Perhitungan PPh Terutang Sebelum dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial 2. Bagaimana hasil perbandingan PPh Terhutang Sebelum dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial. 3. Tinjauan Pustaka A. Laporan Keuangan Menurut Hery (2013:7) menyatakan sebagai berikut : “Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. B. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku umum, yang bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi, khususnya informasi tentang prospek arus kas, posisi keuangan, kinerja usaha dan aktivitas pendanaan dan operasi. Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan pajak. UndangUndang Pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya
memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu, baik dalam pengakuan penghasilan maupun biaya (Erly Suandy, 2008:75) Table 1 Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal Akuntansi Komersial Masa Manfaat : a. Masa manfaat ditentukan asset berdasarkan taksiran umur ekonomis maupun umur teknis b. Ditelaah ulang secara periodic c. Nilai residu bias diperhitungkan
Akuntansi Fiskal Masa Manfaat : a. Ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan
Akuntansi Komersial Harga perolehan: a. Untuk pembelian menggunakan harga sesungguhnya b. Untuk pertukaran asset tidak sejenis menggunakan harga wajar c. Untuk pertukaran sejenis berdasarkan nilai buku asset yang dilepas d. Asset sumbangan berdasarkan harga pasar
Akuntansi fiskal Harga perolehan : a. Untuk transaksi yang tidak mempunyai hubungan istmewa berdasarkan harga yang sesungguhnya b. Untuk transaksi yang mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga pasar c. Untuk transaksi tukarmenukar adalah berdasarkan harga pasar d. Dalam rangka likuidasi,peleburan,pemekara n,pemecahan,atau penggabungan adalah harga pasar kecuali di tetukan lain oleh Menteri Keuangan e. Jika direvaluasi adalah sebesar nilai revaluasi
Metode penyusutan : a. Garis lurus b. Jumlah angka tahun c. Saldo menurun/menurun ganda d. Metode jam jasa e. Unit produksi f. Anuitas g. Sistem persediaan Perusahaan dapat memilih salah satu yang di anggap sesuai, namun harus diterapkan secara konsisten dan harus ditelaah secara periodik.
b.
Nilai residu tidak di perhitungkan
Metode penyusutan : a. Untuk asset tetap bangunan adalah garis lurus b. Untuk asset tetap bukan bangunan Wajib pajak dapat memilih garis lurus atau saldo menurun ganda asal diterapkan secara tat asas
Sistem penyusutan : a. Penyusutan individual b. Penyusutan gabungan atau kelompok
Sistem penyusutan : a. Penyusutan secara individual kecuali untuk peralata kecil, boleh secara golongan
Saat dimulai penyusutan :
Saat dimulai penyusutan : b. Saat perolehan
a. b.
Saat perolehan Saat penyelesaian
c.
Dengan izin Menteri Keuangan dapat dilakukan pada tahun penyelesaian atau tahun mulai menghasilkan
Sumber: Erly Suandy, 2008:35-36 4. Kerangka Pemikiran Menurut Hery (2013:7) menyatakan Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut PSAK (2007) tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Menurut Erly Suandy (2008:75). Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan perhitungan pajak. Undang-Undang Pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu, baik dalam pengakuan penghasilan maupun biaya. Hal - hal yang perlu tercakup dalam laporan keuangan fiskal terdiri dari: 1. Neraca fiskal; 2. Perhitungan laba rugi dan perubahan laba yang ditahan; 3. Penjelasan laporan keuangan fiskal; 4. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal; 5. Ikhtisar kewajiban pajak. 6. Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang dilampiri oleh laporan keuangan. Akibat dari perbedaan pengakuan ini menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal berbeda. Secara umum laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) ETAP , kecuali diatur secara khusus dalam undangundang.Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan akuntansi (komersial) dan laporan keuangan fiscal secara terpisah atau melakukan koreksi fiskal terhadap laporan keuangan akuntansi (komersial). Laporan keuangan komersial yang direkonsiliasi dengan koreksi fiskal akan menghasilkan laporan keuangan fiskal. Standar Akuntansi Keuangan khusus PSAK Nomor 46 mengatur tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. Untuk mencocokan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal maka perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal / koreksi fiskal. Secara umum ada dua cara untuk menyusun laporan keuangan fiskal. Pertama, pendekatan terpisah (separated approach) dimana wajib pajak membukukan segala transaksi atau informasi berdasarkan prinsip pajak untuk penghitungan PPh terutang dan berdasarkan prinsip akuntansi untuk keperluan komersial. Tapi pendekatan ini sangat jarang digunakan karena memakan banyak biaya dan tenaga. Penghitungan PPh diakhir tahun bagi Wajib Pajak Badan didasarkan atas laporan keuangan Fiskal (Laba Rugi Fiskal). Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan dengan peraturan perpajakan (melalui rekonsiliasi). Rekonsiliasi (penyesuaian) tersebut akan berakibat adanya koreksi fiskal.
Dalam laporan keuangan suatu perusahaan biasanya terdapat koreksi Fiskal yang terjadi akibat adanya perbedaan pengakuan atas pendapatan maupun biaya menurut perusahaan (selaku wajib pajak) dengan pihak Ditjen Pajak (selaku fiskus yang mewakili negara). Sederhananya, ada pendapatan maupun biaya yang diakui sebagai pendapatan maupun biaya oleh perusahaan tetapi tidak diakui oleh Dirjend Pajak Terdapat dua macam penyesuaian fiskal, yaitu: Penyesuaian Fiskal Positif dan Penyesuaian Fiskal Negatif. Penyesuaian Fiskal Positif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutangnya juga akan meningkat. Penyesuaian Fiskal Negatif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak. Adapun perhitungan laba menurut akuntansi keuangan atau biasa disebut dengan laporan keuangan komersial dan ada pula menurut perpajakan atau biasa disebut laporan keuangan fiskal. Secara umum perhitungan menurut Laba Komersial tentunya akan mengacu sepenuhnya pada SAK. Sedangkan dalam menghitung Laba Fiskal acuan yang digunakan selain SAK adalah ketentuan Undang-undang Perpajakan. Selain itu secara fiscal penghasilan ada yang merupakan obyek pajak dan bukan obyek pajak. Penghasilan yang merupakan obyek pajak ada yang dikenakan PPh bersifat tidak final dan ada juga yang dikenakan bersifat final. Sementara biaya/pengeluaran, ada yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut deductible expenses dan ada yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto atau sering disebut non deductible expenses. Disamping itu terdapat beberapa perbedaan metode pembukuan/pencatatan anatara akuntansi dan fiskal, misalnya penyusutan, amortisasi, penilaian persediaan, pencadangan dan sebagainya. Akibat perbedaan tersebut dapat mengakibatkan semakin besar atau kecilnya laba fiskal (sering juga disebut Laba Kena Pajak)., agar tidak mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan. 5. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran maka penulis mencoba merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat perbedaan atas Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang Sebelum dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal atas Laporan keuangan Komersial. Ha :Terdapat Perbedaan atas Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang Sebelum dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal atas Laporan keuangan Komersial. 6. Objek Penelitian Subjek penelitian dalam Penelitian ini adalah Ruang lingkup penelitian ini mencakup mengenai rekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal guna menghitung besarnya Pajak Penghasilan badan yang terhutang menurut peraturan yang berlaku masa pajak tahun 2010. Peraturan yang digunakan dalam penelitian ini adalah SAK 2007, UU PPh No. 36 Tahun 2008, UU KUP No. 28 Tahun 2007, dan peraturan peraturan lainnya yang relevan dengan penelitian ini .Adapun tempat penelitian dilakukan di CV. Dwi Tunggal Mandiri yang berlokasi di Perum Siliwangi Regency, Jalan Harimau II Kota Tasikmalaya. 7. Metode Penelitian Menurut Sudjana (2000:225), metode analisis deskriptif adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh keadaan yang terjadi pada waktu sekarang serta kasus-kasus yang ditemui waktu penelitian di lapangan , kemudian data yang sudah terkumpul, dianalisis dan ditarik kesimpulan.
8. Operasionalisasi Variabel Operasionalisasi variabel adalah suatu cara dalam memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan maupun memberikan suatu operasional untuk mengukur dan memperjelas serta mempermudah perolehan dan penyajian data-data yang diperlukan pada masing-masing variabel yang ada dalam judul penelitian. sesuai dengan judul penelitian yaitu “Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang Sebelum dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal atas Laporan Keuangan Komersial ” maka terdapat dua Variable yang diukur dalam penelitian ini. Variable independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2010: 39). Dalam penelitian ini , dua variable yang di ukur adalah Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang Sebelum Rekonsiliasi Fiskal (X11) dan Pajak Penghasilan (PPh) Sesudah Rekonsiliasi Fiskal (X12) 9. Model atau Paradigma Penelitian Menurut Sugiyono (2012:63), model atau paradigm penelitian merupakan pola piker yang menunjukan hubungan antara variable yang akan diteliti yang mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian , teori yang akan digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, serta teknik analisis statistic yang akan digunakan. Model atau Paradigma dalam Penelitian ini adalah
R
X01
R
02
Gambar 1 Model Penelitian O1= Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang sebelum Rekonsiliasi Fiskal O2= Pajak Penghasilan (PPh) Terhutang sesudah Rekonsiliasi Fiskal Pengaruh Perlakuan =O1 - O2
10. Hasil Penelitian Dan Pembahasaan a. Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang Sebelum Dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersil Pada CV. Dwi Tunggal Mandiri Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan SAK, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas. Jika satu entitas (Wajib Pajak) harus menyusun 2 laporan keuangan yang berbeda maka disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, uang juga akan terjadi tidak tercapainya
tujuan menghindari manipulasi pajak. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan rekonsiliasi fiskal untuk menyesuaikan saldo dalam laporan laba rugi komersial dengan mengoreksi perbedaan perhitungan dengan peraturan perpajakan, sehingga pajak yang terutang dapat dihitunga dan dilaporkan sesuai ketentuan perpajakan. Berikut merupakan data pajak penghasilan terhutang dalam kurun waktu 5 tahun dimulai dari tahun 2011-2015 dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2 Pajak Penghasilan Terhutang Sebelum dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal Pada CV. Dwi Tunggal Mandiri Tahun
Sebelum Rekonsiliasi Fiskal
Sesudah Rekonsiliasi Fiskal
2011
4.829.000
3.481.011
2012
7.243.375
4.104.898
2013
10.865.000
5.967.972
2014
12.072.213
5.881.190
2015
7.535.800
6.850.727
b. Analisis Perbedaan Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang Sebelum Dan Sesudah Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Keuangan Komersil Pada CV. Dwi Tunggal Mandiri Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang sebelum rekonsiliasi fiskal Atas Laporan Keuangan Komersil Pada CV. Dwi Tunggal Mandiri mengakibatkan adanya perbedaan sesudah rekonsiliasi fiskal. Secara teoritis rekonsiliasi fiskal tergantung pada menghasilkan, menagih dan memelihara atas kegiatan usaha CV. Dwi tunggal Mandiri. Jika rekonsiliasi fiskal dikelola dengan baik maka pajak penghasilan terhutang akan lebih kecil dari laporan keuangan komersil. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan signifikan antara Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang sebelum rekonsiliasi fiskal atas Laporan Keuangan Komersil Pada CV. Dwi Tunggal Mandiri. Maka dari itu dilakukan uji beda rata-rata yaitu uji t sampel berpasangan (paired sample t test) dengan batuan program SPSS, sehingga akan diketahui hipotesis mana (Ho atau Ha) yang akan diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan nilai ttabel (1/2 α, n-1), di mana nilai ttabel dapat diperoleh dari tabel distribusi t yang memiliki nilai df (degree od freedom) atau derajat bebas sebesar n-1. N dalam penelitian ini merupakan banyaknya jumlah sampel tahun yang diteliti, yaitu sebanyak 5 tahun, sehingga df = 5-1 = 4. Nilai signifiakan yang digunakan adalah sebesar 5% atau α = 0,05 untuk uji dua pihak (two tailed test), sehingga dengan df = 4 diperoleh nilai ttabel sebesar 2,132. Uji ini juga bisa dilakukan dengan membandingkan P-value dengan tingkat signifikansi sebesar 5% (α = 0,05). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang dilakukan Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang sebelum rekonsiliasi fiskal atas Laporan Keuangan Komersil Pada CV. Dwi Tunggal Mandiri dengan menggunakan uji t sampel berpasangan, diperoleh nilai thitung sebesar 3,131. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar 2,132 dengan signifikasi 0,05. Oleh karena nilai thitung > ttabel (3,131 > 2,132) dan nilai sig. 2-tailed lebih besar dari α = 5% atau 0,05 (0,035 < 0,05). Sehingga dapat
disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang sebelum rekonsiliasi fiskal Atas Laporan Keuangan Komersil Pada CV. Dwi Tunggal Mandiri. 11. Simpulan Dan Saran a. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perhitungan pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan komersil pada CV. Dwi Tunggal Mandiri masih terdapat kesalahan koreksi fiskal untuk pendapatan bruto dan biaya-biaya yang seharusnya dikoreksi dan diperhitungkan dari pendapatan bruto dan biaya yang dikoreksi tersebut. 2. Terdapat perbedaan antara Perhitungan pajak penghasilan terhutang sebelum dan sesudah rekonsiliasi fiskal atas laporan keuangan komersil pada CV. Dwi Tunggal Mandiri. Perbedaan yang ada pada Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal CV. Dwi Tunggal Mandiri. Perbedaan tahun 2011-2015 terdapat pada pos-pos berikut ini: Pendapatan bruto, biaya pemeliharaan aktiva, biaya perjalanan dinas, biaya telepon dan listrik dan biaya lain-lain. b. Saran Dari simpulan tersebut ada beberapa saran yang penulis ajukan yang dapat dijadikan acuan sesuai dengan hasil penelitian, diantaranya yaitu: 1. Perusahaan agar memuat daftar normatif untuk biaya perjamuan/entertainment yang dilakukan dengan klien agar dapat diperhitungkan sebagai biaya dalam perhitungan penghasilan kena pajak, perusahaan hendaknya mengurangi pengeluaranpengeluaran yang sifatnya atau sumbangan kepada pihak ketiga yang tidak ada kaitanya dengan kegiatan perusahaan dan perusahaan harus memperhatikan dalam pengeluaran biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan agar bisa mengurangi pendapatan bruto selama satu tahun pajak. 2. Perusahaan agar membuat rekonsiliasi antara akuntansi komersil dan peraturan perpajakan sehingga diperoleh laporan keuangan fikal yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Dengan rekonsiliasi tersebut dapat diketahui laporan keuangan berdasarkan peraturan perpajakan tanpa perlu merubah sistem akuntansi yang berlaku diperusahaan. Bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian yang sama, dalam melakukan penelitian dibidang Perpajakan masih banyak ruang kosong. Disarankan untuk menambah atau mengganti variabel yang tidak diteliti misalnya perhitungan pajak penghasilan sebelum dan sesudah PPh 21 orang pribadi, PP 46 Tahun 2013 untuk UMKM dan lain-lain. 12. Daftar Pustaka Alim, Setiadi. Deferred Tax Asset and Defferred Tax Liability: Studi Eksistensinya Ditinjau dari Sudut Teori Akuntansi. Jurnal Bisnis Perspektif (BIP’s) Vol 2 No.1, Januari 2010. Arifin, Johar. 2009. Akuntansi Pajak dengan Microsoft Excel. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Gunardi. 2001. Pajak Penghasilan. Jakarta: PT. Multi Utama Consultindo
Hery. 2013. Teori Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standard Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Malik, Abdul. Dkk. 2014. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat. Mardiasmo. 2011. Perpajakan, Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Mills, Lillian et al. 2002. Trends in Book-Tax Income and Balance Sheet Differences. Tucson: University of Arizona. Resmi, Siti. 2009. Perpajakan: Teori dan Kasus, Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. 2008. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Sudjana. 2000. Metode Statistik. Edisi ke-6. Bandung: Penerbit Tastito Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta Sumarsan, Thomas. 2013. Perpajakan Indonesia: Edisi 3, Pedoman Perpajakan yang lengkap Berdasarkan Undang-undang Terbaru. Jakarta: PT Indeks. Setiawan, Agus, Musri Basri. 2006. Perpajakan Umum. Edisi Revisi, Cetakan Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Waluyo. 2008. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Zain, Mohammad. 2008. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat