PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONSEPTUAL INTERAKTIF (INTERACTIVE CONCEPTUAL INSTRUCTION) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP (Penelitian eksperimen terhadap siswa kelas VII di SMP Negeri 29 Bandung) Oleh: Qori Magfiroh (1) Marthen Tapilouw (2) Nar Herrhyanto (2)
ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang “Penerapan Model Pembelajaran Konseptual Interaktif (Interactive Conceptual Instruction) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen menggunakan desain kelompok kontrol pretes-postes (pretes-postes control group design). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung, sedangkan sampel yang terpilih adalah kelas VII A sebagai kelas eksperimen dan VII C sebagai kelas kontrol. Pembelajaran di kelas eksperimen dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran konseptual interaktif, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional. Instrumen dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat tes, angket, dan lembar observasi. Seperangkat alat tes tersebut meliputi soal-soal pretes dan postes mengenai kemampuan pemahaman konsep matematis, sedangkan angket dan lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran konseptual interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif memiliki peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata hasil postes kelas eksperimen yaitu 31,06 sedangkan kelas kontrol yaitu 22,03 dari skol ideal 50. Sedangkan untuk rata-rata nilai indeks gain kelas eksperimen yaitu 0,58 sedangkan rata-rata nilai indeks gain kelas kontrol yaitu 0,37. Berdasarkan rata-rata hasil postes dan indeks gain, terlihat bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan siswa kelas kontrol. Adapun untuk kualitas peningkatannya berdasarkan rata-rata indeks gain kelas eksperimen peningkatannya berada pada interpretasi sedang. Sementara itu, hasil pengolahan angket menunjukkan bahwa hampir seluruhnya siswa memberikan sikap positif terhadap model pembelajaran konseptual interaktif. Kata kunci : pemahaman konsep matematis, konseptual interaktif, konvensional.
PENDAHULUAN Salah satu bidang studi yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah matematika. Matematika merupakan ilmu dasar bagi pengembangan disiplin ilmu yang lain. Salah satu hakekat matematika adalah sebagai induk bagi ilmu pengetahuan yang lain. Dengan kata lain,
banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung pada matematika. Matematika juga diasumsikan sebagai pelayan ilmu artinya matematika melayani kebutuhan untuk ilmu-ilmu yang lain. Contohnya perkembangan ilmu pengetahuan alam, seperti fisika, biologi dan kimia sangat dipengaruhi oleh
berkembangnya matematika itu sendiri. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang potensial untuk diajarkan di seluruh jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, kritis dan sistematis serta kemampuan bekerja sama sehingga tercipta kualitas sumber daya manusia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Departemen Pendidikan Nasional (2007) menyatakan ada beberapa aspek yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, diantaranya adalah pemahaman matematis, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi. Pemahaman matematis dapat dikatakan sebagai fondasi dalam mengembangkan pembelajaran matematika. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat O’Connell, 2007 (dalam Sari, 2012) yang menyatakan bahwa dengan pemahaman matematis, siswa akan lebih mudah dalam memecahkan permasalahan karena siswa akan mampu mengaitkan serta memecahkan permasalahan tersebut dengan berbekal konsep yang sudah dipahaminya. Salah satu tujuan pembelajaran matematika yang terdapat dalam draft panduan KTSP (Depdiknas, 2006: 388) yaitu: ”Siswa mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.”. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan inovasi dalam proses pembelajaran diantaranya, dengan memberikan pengalaman belajar yang melibatkan mental dan fisik, pengalaman belajar tersebut terwujud melalui pendekatan, model, dan metode yang berpusat pada siswa. Namun kenyataannya, kemampuan bidang IPA dan matematika siswa Indonesia sangatlah minim. Hal ini berdasarkan laporan International Educational Achievement (IEA) yaitu
suatu lembaga pengukur hasil pendidikan IPA dan Matematika di dunia menyatakan bahwa kemampuan bidang IPA dan matematika siswa SMP Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei pada tahun 2012. Hasil pengukuran Third (kini Trends) International in Mathematics and Science Study (TIMSS) juga menunjukkan bahwa kemampuan matematika peserta didik SMP berada di urutan 34 dari 38 negara (Rosyidah, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa masih rendah yang disebabkan karena siswa kurang memahami konsep yang dipelajari. Kebanyakan siswa beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit, sejalan dengan pendapat Cockroft (dalam Hamidah, 2010) menyatakan matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipelajari maupun untuk diajarkan. Selain masalah tersebut, pelajaran matematika merupakan pelajaran yang ditakuti dan tidak menyenangkan bagi para siswa sebagaimana yang diungkapkan oleh Ruseffendi ( dalam Chasana, 2011), bahwa matematika bagi anak-anak bukanlah pelajaran yang disenangi, melainkan pelajaran yang ditakuti dan dibenci. Salah satu dari peran guru dalam pendidikan yaitu sebagai fasilitator dalam pembelajaran, yang harus memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa, baik dalam memahami suatu konsep maupun dalam mengingat suatu konsep, sehingga kemampuan pemahaman matematis tercapai. Menurut pendapat Turmudi (2010: 9), pembelajaran matematika yang menekankan kepada materi tanpa memperhatikan aspek-aspek pedagogi menjadikan iklim pembelajaran matematika menjadi ‘kering’. Oleh karena itu selain sebagai fasilitator, guru juga berperan penting dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu alternatif yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yaitu
dengan diterapkannya suatu model tertentu dalam pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa secara keseluruhan, memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal sekaligus mengembangkan aspek kepribadian, seperti kerja sama, bertanggungjawab dan disiplin agar dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. Model pembelajaran yang harus diterapkan adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada pemahaman dan penguasaan konsep matematika itu sendiri. Selain itu, dalam pembelajaran juga harus ada proses pengkonstruksian pengetahuan, agar memberi makna terhadap pengetahuan itu, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk bekal hidupnya. Sesuai dengan prinsip pembelajaran, bahwa pengetahuan bukan lagi seperangkat fakta, konsep, dan aturan yang siap diterima siswa, melainkan harus dikonstruksi (dibangun) sendiri oleh siswa dengan fasilitas guru (Suherman, 2008:4). Pembelajaran konseptual interaktif (interactive conceptual instruction) merupakan salah satu model pembelajaran yang lebih menekankan pada pemahaman konsep matematika. Pembelajaran ini merupakan landasan pembelajaran keterampilan berpikir dan merupakan salah satu alternatif model pembelajaran perubahan konseptual yang berbasis konstruktivistik. Melalui pembelajaran ini, siswa dituntut untuk lebih mengembangkan ide-ide dan mengkonstruksi materi pembelajaran, sehingga akan lebih meningkatkan pemahaman konsep matematikanya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa, salah satunya melalui model pembelajaran konseptual interaktif (Interactive Conceptual Instruction). Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis mengajukan judul “Penerapan Model Pembelajaran Konseptual Interaktif
(Interactive Conceptual Instruction) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa SMP”. Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak terlalu meluas, maka permasalahannya dibatasi sebagai berikut : 1) Penelitian akan dilakukan terhadap siswa SMP Negeri 29 Bandung kelas VII semester genap, tahun ajaran 2012/2013 dan 2) Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Garis dan Sudut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengetahui apakah peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran konseptual interaktif (Interactive Conceptual Instruction) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran melalui pembelajaran secara konvensional; 2) Mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran konseptual interaktif (Interactive Conceptual Instruction); 3) Mengetahui sikap siswa terhadap model pembelajaran konseptual interaktif (Interactive Conceptual Instruction). Menurut Gagne (Suherman dkk, 2003: 3), dalam pembelajaran matematika terdapat dua objek yang akan diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung, antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar sendiri, berpikir positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan. Gagne juga mendefinisikan konsep sebagai ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek kedalam contoh dan non contoh. Kemampuan pemahaman terhadap suatu konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar maupun pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Bloom (Ruseffendi, 2005: 221), pemahaman terdiri atas pemahaman translation,
interpretation, dan extrapolation. Kemampuan pemahaman tersebut misalnya kemampuan mengubah (translation) atau menerjemahkan yaitu kemampuan dalam memahami suatu gagasan dengan cara lain, misalnya mengubah soal kata-kata kedalam simbol atau model matematika, mampu mengartikan (interpretation) suatu kesamaan, dan mampu memperkirakan (extrapolation) suatu kecenderungan konsekuensi dan implikasi yang sejalan dengan yang digambarkan. Pemahaman konsep membantu siswa untuk mengingat, hal tersebut dikarenakan idea-idea matematika yang dipelajari melalui pemahaman adalah saling terhubung. Mereka dapat lebih mudah untuk mengingat dan menggunakan, serta dapat menyusun kembali ketika mereka lupa. Siswa mengingat kembali apa yang mereka pahami dan mencoba untuk merepresentasikannya kedalam pemikiran sendiri. Kemampuan pemahaman konsep berarti kemampuan siswa dalam memahami konsep, operasi, dan relasi secara menyeluruh dalam matematika. Pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemahaman menurut Skemp, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental merupakan kemampuan seseorang menggunakan prosedur matematik untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa mengetahui mengapa prosedur itu dapat digunakan, siswa tidak menyadari mengapa ia menggunakan suatu aturan tertentu dalam menyelesaikan suatu masalah (rules without reason). Kemampuan pemahaman instrumental belum dapat sepenuhnya dikatakan sebagai kemampuan pemahaman konsep. Pemahaman relasional merupakan kemampuan menggunakan suatu aturan dengan penuh kesadaran mengapa ia menggunakan aturan tersebut (knowing what to do and why). Jadi, pemahaman instrumental adalah pemahaman yang dihafal sedangkan pemahaman relasional adalah keterkaitan banyak idea yang sudah
ada sebelumnya dalam diri seseorang yang membentuk jaringan berbagai konsep, sehingga siswa dapat menerapkan konsep yang diketahuinya pada situasi lain. Jadi berdasarkan pengertian pemahaman instrumental dan relasional yang telah diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator yang diukur dalam kemampuan pemahaman konsep matematis adalah : 1) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu; 2) Mengaitkan suatu konsep dengan konsep yang lain; 3) Kemampuan berpikir menemukan suatu pola dan 4) Menerapkan konsep untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran konseptual interaktif adalah suatu pendekatan yang menunjukkan pandangan kontruktivis (Panggabean, dalam Ramadhan, 2010). Sementara Margaretha (dalam Achyandia, 2010) menyatakan bahwa model ini menitikberatkan pada pertanyaan siswa sebagai ciri sentralnya dengan cara menggali pertanyaan-pertanyan siswa. Suparman (dalam Achyandia, 2010) mengemukakan bahwa model pembelajaran konseptual interaktif merupakan proses pembelajaran yang memungkinkan para siswa aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik. Sedangkan Faire dan Cosgrove dalam Harlen mengemukakan bahwa model ini dirancang agar siswa akan bertanya dan kemudian menemukan jawaban mereka sendiri (Renngiwur, 2011) Dari beberapa pendapat mengenai model pembelajaran konseptual interaktif tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konseptual interaktif (Interactive Conceptual Instruction) didefinisikan sebagai suatu model pembelajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan juga interaksi, baik antara siswa dan siswa maupun siswa dan guru. Dalam proses pembelajaran, penggunaan model pembelajaran konseptual interaktif dapat menciptakan suasana untuk memicu partisipasi aktif siswa membangun pengetahuannya
melalui penyelidikan terhadap pertanyaan yang mereka ajukan sendiri. Di dalam model pembelajaran konseptual interaktif, siswa diberikan kesempatan untuk melibatkan keingintahuannya dengan cara membuat pertanyaan mengenai topik yang akan dipelajari, kemudian melakukan penyelidikan tentang pertanyaan mereka sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari siswa dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Pertanyaan yang muncul dari siswa mungkin akan bermacam-macam, ada yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas, ada yang tidak berkaitan, bahkan ada pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Oleh karena itu, guru berperan untuk membimbing siswa agar pertanyaan yang akan diselidiki tidak melenceng dari tujuan pembelajaran. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan siswa menunjukkan rasa ingin tahu siswa terhadap topik yang dibahas dan menimbulkan minat siswa untuk meneliti. Model pembelajaran konseptual interaktif ini memiliki empat ciri utama, yaitu berfokus pada penanaman konsep, menggunakan metode demonstrasi (animasi), kolaborasi dalam kelompok kecil, dan mengutamakan interaksi kelas (diskusi) (Suhandi dkk, 2009). Berbeda sedikit dengan ciri model pembelajaran konseptual interaktif menurut Suhandi, model pembelajaran konseptual interaktif dalam penelitian ini memiliki empat ciri utama, yaitu berfokus pada segi konseptual (conceptual focus), mengutamakan interaksi kelas (classroom interaction), menggunakan bahan-bahan ajar berbasis penelitian (research-based materials), menggunakan buku teks (use of texts) (Savinaine and Scott dalam Ramadhan 2012 ). Dalam implementasinya, keempat komponen ini membentuk pembelajaran yang utuh. 1) Conceptual Focus Conceptual Focus yaitu pengembangan ide-ide baru yang berfokus pada pemahaman konseptual
dengan sedikit atau bahkan tanpa formulasi matematik. Pada tahap ini, guru mengumpulkan sumber-sumber yang akan digunakan serta melakukan pendemonstrasian fenomenafenomena yang berkaitan dengan pokok bahasan yang akan dipelajari. Pada tahap ini juga guru menggali pengetahuan awal siswa mengenai hal-hal yang telah diketahui oleh siswa tentang pokok bahasan yang akan dipelajari. Pengetahuan awal siswa ini dapat digali oleh guru dengan menyajikan sebuah permasalahan berkaitan dengan pokok bahasan yang akan dibahas, kemudian menanyakan pendapat siswa atas permasalahan tersebut. Pengetahuan awal siswa dapat menjadi acuan untuk dibandingkan dengan pengetahuan mereka setelah melakukan kegiatan. 2) Classroom Interaction Tahap ini merupakan tahapan model pembelajaran konseptual interaktif yang kedua. Pada tahapan ini dilibatkan interaksi-interaksi kelas untuk memancing rasa ingin tahu siswa yang selanjutnya siswa didorong untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan berkaitan dengan pokok bahasan tersebut. Kegiatan unutk memunculkan keingintahuan siswa yang akan dimunculkan dalam bentuk pertanyaan ini bisa dilakukan dengan melakukan demonstrasi. Kemudian mempersilahkan siswa untuk menceritakan apa yang sudah mereka lihat dan menanyakan pendapat siswa mengenai apa yang telah dilihatnya. 3) Research-Based Materials. Pada tahap ini siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok yang heterogen. Siswa diberikan kesempatan untuk membuat pertanyaan dalam kelompoknya, kemudian siswa membacakan pertanyaan-pertanyaan tersebut dan guru menuliskannya di papan tulis. Setelah semua pertanyaan dari tiap kelompok dibacakan, guru dan siswa
bersama-sama menyeleksi pertanyaan yang telah ditulis di papan tulis. Jenis pertanyaan yang dibuat siswa dapat bermacam-macam, mungkin ada yang tidak sesuai dengan topik yang akan dipelajari atau mungkin pertanyaan tersebut tidak perlu dijawab. Setelah pertanyaan diseleksi, siswa mengemukakan pendapatnya untuk menjawab pertanyaan yang telah diseleksi. Guru kemudian menuliskan jawaban awal siswa di papan tulis dan memotivasi siswa untuk melakukan penyelidikan. Siswa secara berkelompok melakukan penyelidikan melalui lembar kerja siswa yang telah dirancang oleh guru untuk menemukan konsep. Pada proses penyelidikan akan terjadi interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa. Pada tahap ini guru membantu siswa agar dapat menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan. Setelah melakukan penyelidikan siswa membacakan hasil yang diperolehnya di depan kelas dan kemudian kelompok yang lainnya menanggapi. 4) Use of texts. Penggunaan buku teks dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman siswa secara lebih mendalam. Pada tahap ini siswa diminta membandingkan apa yang kini mereka ketahui dengan apa yang sebelumnya mereka ketahui. Kemudian siswa diberi waktu untuk mencerna, menimbang, membandingkan, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri. Pada tahap ini siswa dirangsang unutk mengemukakan pendapat tentang apa yang telah diperoleh setelah proses pembelajaran. Siswa juga diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan sususan, jika ada yang kurang dipahami setelah mengadakan penyelidikan. Guru memberikan
penguatan dan meluruskan hal-hal yang masih keliru. Belajar dengan menggunakan buku teks dapat melibatkan siswa dalam metakognisi, proses-proses berpikir, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, keterampilan berpikir inti, dan menghubungkan pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi dengan pengetahuan yang didapat dari buku. Model konvensional adalah cara menyampaikan materi dengan metode yang berpusat pada guru. Menurut Djamarah ( dalam Kholik, 2011) menyatakan model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional karena digunakan sejak dulu dengan metode ceramah sebagai penyampaian informasi kepada siswa secara pasif. Pembelajaran konvensional disebut juga pembelajaran biasa atau tradisional.Sudaryo (Pardomuan, 2012: 37), mengajar secara tradisional (konvensional) dapat diartikan sebagai upaya penyampaian atau penanaman pengetahuan pada anak. Dalam pengertian ini, anak dipandang sebagai obyek yang sifatnya pasif, pengajaran berpusat pada guru (teacher oriented) dan guru memegang peranan utama dalam pembelajaran. Ruseffendi (2006: 290) mengungkapkan bahwa metode ekspositori sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai pada pengajaran matematika. Berdasarkan pendapat tersebut yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional adalah pembelajaran biasa atau tradisional yang berpusat pada guru dengan menggunakan metode ekspositori secara klasikal. Ruseffendi (2006: 290) menyatakan bahwa gambaran sepintas mengenai pembelajaran biasa yaitu diawali oleh guru memberikan informasi, kemudian menerangkan suatu konsep, siswa bertanya, guru memeriksa, apakah siswa sudah mengerti atau belum, memberikan contoh soal penerapan konsep, selanjutnya siswa diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis. Siswa bekerja secara
individual atau bekerja sama dengan teman sebangku. Selanjutnya siswa mencatat materi yang diterangkan dan terakhir diberikan soal-soal pekerjaan rumah. Dalam penelitian ini kelas kontrol menggunakan model konvensional. Seperti yang dijelaskan di atas, model konvensional sama artinya dengan pembelajaran biasa atau tradisional yang menggunakan metode ekspositori dalam prosesnya. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen karena peneliti tidak memilih siswa untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, tetapi peneliti menggunakan kelas yang ada. Menurut Ruseffendi (2005:52), pada penelitian dengan metode kuasi eksperimen subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok pretes-postes (pretestpostest control group design). Dasar pertimbangan untuk memilih desain ini adalah karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif dan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Dengan demikian, desain kelompok pretes-postes (pretest-postest control group design) menurut Ruseffendi (2005:53) dapat digambarkan sebagai berikut: O
X
O
O O
Keterangan: O
:Pretes dan postes.
X
:Kelas yang mendapat perlakuan pembelajaran dengan model
pembelajaran konseptual interaktif (kelas eksperimen). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung. Sedangkan untuk sampelnya dipilih dua kelas dari populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik Non probability sampling yaitu dengan Purposive Sampling. Menurut Sudjana (2005:168), sampling purposive dikenal juga sampling pertimbangan, terjadi apabila pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti. Adapun alasan cara pemilihan kelas dikarenakan peneliti akan melakukan penelitian pada satu sekolah dimana kelasnya sudah terbentuk dan pemilihan kelasnya dilakukan berdasarkan pertimbangan guru matematika yang kelasnya menjadi populasi peneliti ini. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan nontes. Instrumen tes berupa instrumen data kuantitatif yaitu tes kemampuan pemahaman konsep matematis, sedangkan instrumen non-tes berupa instrumen data kualitatif yaitu angket dan lembar observasi. Data tersebut diperlukan untuk menguji hipotesis dan menarik kesimpulan. Oleh sebab itu dibuatlah seperangkat instrumen yang terdiri dari instrumen data kuantitatif dan instrumen data kualitatif. Tes kemampuan pemahaman konsep matematis terdiri dari pretes dan postes. Tes ini dikembangkan berdasarkan pada indikator kemampuan pemahaman konsep matematis. Tes yang digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian (subjektif). Pretes dan postes dilakukan untuk mengamati perbedaan hasil belajar yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dilangsungkan pada kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif dan kelas kontrol yang mendapat perlakuan pembelajaran secara konvensional (metode ekspositori). Pretes dilakukan pada awal
pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan. Sedangkan postes dilakukan di akhir pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa setelah diberi perlakuan. Sebelum instumen tes diberikan kepada siswa dalam proses penelitian, instrumen tes terlebih dahulu dikonsultasikan kepada dosen pembimbing kemudian diujicobakan kepada siswa di luar sampel. Instrumen tes diujicobakan kepada siswa yang telah mempelajari materi yang akan dijadikan sebagai penelitian. Setelah data hasil uji coba diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembedanya dari soal-soal tersebut yaitu butir demi butir untuk diteliti kualitasnya. Perhitungan yang dilakukan menggunakan bantuan program Anates Versi 4.0. Hasil dari pengolahan, diperoleh bahwa hasil pengolahan data untuk tiap butir soal yaitu soal nomor 2.c dan 2.d berkorelasi sangat tinggi, artinya soal nomor 2.c dan 2.d validitasnya sangat tinggi (sangat baik). Untuk soal nomor 1, 2.e, 3.a, 3.b, dan 3.c berkorelasi tinggi, artinya soal nomor 1, 2.e, 3.a, 3.b dan 3.c validitasnya tinggi (baik). Dan untuk soal nomor 2.a dan 2.b berkorelasi sedang artinya soal nomor 2.a dan 2.b validitasnya sedang (cukup).
2.c, 2.d, dan 3.c memiliki daya pembeda sangat baik. Untuk soal nomor 2.b, 2.e, dan 3.a memiliki daya pembeda baik. Sedangkan soal nomor 1, 2.a dan 3.b memiliki daya pembeda cukup. Instrumen data kualitatif dalam penelitian ini adalah angket dan lembar observasi. Angket adalah sebuah daftar pertanyaan atau pernyataan yang digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif. Pengisian angket tersebut diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan dilakukan pada akhir penelitian, yaitu setelah siswa melakukan postes. Skala yang digunakan dalam angket tersebut ialah skala Likert, yang terdiri dari empat pilihan yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pada skala ini tidak digunakan opsi netral seperti kurang setuju, agar sikap dari siswa tidak ada yang menyatakan ragu-ragu. Lembar observasi merupakan suatu lembaran pengamatan instrumen yang menyatakan data tentang sikap guru dan siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar yang bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif yang sedang berlangsung. Observer dalam penelitian ini adalah rekan sesama mahasiswa. Hasil dari observasi tersebut menjadi bahan evaluasi dan bahan masukan bagi peneliti agar pertemuanpertemuan berikutnya menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Anates 4.0, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,94. Dapat diambil kesimpulan bahwa soal tes kemampuan pemahaman konsep matematis memiliki derajat reliabilitas yang sangat tinggi atau secara keseluruhan butir soal memiliki derajat realibilitas sangat tinggi. Dari hasil pengolahan dipperoleh soal nomor 1 memiliki tingkat kesukaran mudah dan kedelapan soal lainnya memiliki tingkat kesukaran sedang. Untuk daya pembeda didapat bahwa soal nomor
HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini akan dibahas hasil pengolahan data kuantitatif yang mencakup data pretes dan data postes, serta data kualitatif yang mencakup angket dan lembar observasi untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran konseptual interaktif terhadap peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. 1. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Berdasarkan analisis data pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol,
diketahui bahwa siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan pemahaman konsep matematis awal yang tidak berbeda secara signifikan. Rata-rata skor pretes siswa kelas eksperimen sebesar 5,14 dari skor ideal sebesar 50, skor minimum sebesar 1, skor maksimum sebesar 16, dan simpangan baku sebesar 3,84. Sedangkan rata-rata skor pretes siswa kelas kontrol adalah 5,27 dari skor ideal 50, skor minimum sebesar 1, skor maksimum sebesar 14, dan simpangan baku sebesar 3,2. Hasil uji kesamaan dua rata-rata menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan pemahaman konsep matematis awal siswa pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol ditolak. Hal ini berarti bahwa perlakuan pembelajaran dalam penelitian ini diberikan kepada dua kelas dengan kemampuan awal yang tidak berbeda secara signifikan. Setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, diperoleh skor postes kemampuan pemahaman konsep matematis kedua kelas tersebut. Rata-rata skor postes siswa kelas eksperimen sebesar 31,06 dari skor ideal sebesar 50, skor minimum sebesar 14, skor maksimum sebesar 41, dan simpangan baku sebesar 7,43. Sedangkan rata-rata skor postes siswa kelas kontrol sebesar 22,03 dari skor ideal sebesar 50, skor minimum sebesar 10, skor maksimum sebesar 35, dan simpangan baku sebesar 8,19. Hasil uji perbedaan dua rata-rata menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi data skor postes siswa kelas eksperimen tidak lebih baik daripada kelas kontrol ditolak. Hal ini berarti data skor postes pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Selain itu, analisis terhadap data indeks gain menunjukkan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen memiliki rata-rata indeks gain sebesar
0,58. Sedangkan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas kontrol memiliki rata-rata indeks gain sebesar 0,37. Hasil uji perbedaan dua rata-rata juga menunjukkan bahwa data indeks gain kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dengan demikian, peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Selanjutnya rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen mempunyai kualitas yang termasuk kedalam kategori sedang. Pada penelitian ini, salah satu hal yang mendukung kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol adalah siswa kelas eksperimen sudah terbiasa menjawab pertanyaan dari permasalahan yang diberikan pada proses pembelajaran. Hal pendukung lainnya adalah pada pembelajaran di kelas eksperimen terdapat tahapan dimana guru membimbing siswa untuk memahami permasalahan melalui proses tanya jawab. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menjelaskan pemikirannya melalui katakata. Meskipun pada tahap ini dilakukan tanya jawab secara lisan, hal ini membuat siswa terbiasa untuk memberikan penjelasan melalui kata-kata sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan dalam bentuk kata-kata tertulis. Selain itu, pada kelas eksperimen, siswa bekerja dalam kelompok dan terdapat diskusi kelas. Hal ini membuat siswa pada kelas eksperimen terbiasa untuk berdiskusi baik dengan siswa lainnya maupun dengan guru. Di samping itu, siswa kelas eksperimen sudah terbiasa untuk melakukan kegiatan presentasi. Pada kegiatan presentasi ini, siswa diminta untuk
mempertanggungjawabkan hasil kerjanya sehingga siswa terbiasa untuk merepresentasikan ide-idenya dengan katakata. Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional dan kualitas peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. 2. Sikap Siswa terhadap Model Pembelajaran Konseptual Interaktif Hasil analisis data kualitatif didukung oleh hasil analisis data kualitatifnya yaitu analisis data angket. Angket diberikan kepada siswa di akhir pembelajaran setelah tes dilakukan. Pernyataan-pernyataan dalam angket ini dibagi kedalam tiga kategori, yaitu sikap siswa terhadap matematika, sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif, dan sikap siswa terhadap soal-soal pemahaman konsep matematis siswa. Data hasil angket diolah berdasarkan kategori yang diukur. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk setiap kategori yang diberikan siswa memberikan sikap yang positif. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata keseluruhan sikap siswa terhadap matematika sebesar 4,47, rata-rata keseluruhan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran konseptual interaktif sebesar 4,35 dan ratarata keseluruhan sikap siswa terhadap kemampuan soal-soal pemahaman konsep matematis sebesar 4,08. Meskipun peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas ekperimen lebih baik secara signifikan daripada kelas kontrol, menurut peneliti kemampuan pemahaman konsep matematis siswa belum optimal karena berdasarkan hasil pengamatan pada setiap pertemuan diperoleh hasil bahwa pada
umumnya siswa belum terbiasa belajar secara berkelompok, siswa belum terbiasa dengan soal-soal pemahaman konsep matematis yang jarang mereka dapatkan selama pembelajaran, siswa hanya terbiasa mengerjakan soal yang rutin dan identik dengan contoh soal yang diberikan dalam pembelajaran.Gambaran umum proses pembelajaran matematika dengan model pembelajaran konseptual interaktif dapat dilihat dari hasil analisis lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. Berdasarkan Tabel 4.13, ternyata guru telah melaksanakan setiap tahapan dalam model pembelajaran konseptual interaktif. Namun berdasarkan catatan dari observer, pada pertemuan pertama masih terdapat kekurangan dalam melaksanakan apersepsi dan memotivasi siswa. Hal ini dikarenakan guru dan siswa masih sama-sama menyesuaikan diri terhadap model pembelajaran ini, sehingga suasana masih terasa canggung dan siswa belum merespon dengan baik. Selain itu juga pada pertemuan pertama guru tidak mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari melalui tes individu, tidak melakukan penilaian terhadap hasil kerja masing-masing kelompok, dan tidak memberikan penghargaan kepada kelompok yang terkompak, teraktif, dan termaju. Kemudian aktivitas siswa pada pertemuan pertama cukup baik. Namun, siswa masih kurang menanggapi atau menyimak presentasi kelas dan masih belum antusias dengan pembelajaran yang dilaksanakan. Hal ini disebabkan siswa belum terbiasa dengan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Kurang kondusifnya siswa pada pertemuan pertama menjadi acuan bagi guru untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. Sehingga pada pertemuan kedua dan ketiga pada umunya siswa sudah berani untuk mengajukan pertanyaan atau mengemukakan pendapat, menghargai rekannya yang sedang mengemukakan pendapat, menyajikan hasil diskusi kelompok, dan merespon hasil pekerjaan kelompok lain.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan tentang pengaruh model pembelajaran konseptual interaktif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa SMP, diperoleh kesimpulan: 1) Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model pembelajaran konseptual interaktif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional; 2) Rata-rata peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan model pembelajaran konseptual interaktif mempunyai kualitas yang termasuk kedalam kategori sedang dan 3) Sikap siswa terhadap model pembelajaran konseptual interaktif menunjukkan sikap yang positif. Adapun saran dari peneliti adalah 1) Penelitian selanjutnya mengenai penerapan model pembelajaran konseptual interaktif dapat dilakukan pada materi, indikator dan kompetensi matematika yang berbeda dengan subyek penelitian yang lebih luas dan 2) Penerapan model pembelajaran koneptual interaktif akan lebih optimal dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa apabila seluruh siswa memiliki antusiasme yang sama. DAFTAR PUSTAKA Achyandia, S (2010). Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Berbasisi Konsep dalm Pelajaran Fisika SMP untuk Meningktakan Penguasaan Konsep dan Oral Activities Siswa. Skripsi UPI Bandung : Tidak Diterbitkan Depdiknas. (2006). Sosialisasi KTSP. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas. (2007). Pembelajaran Berbasis Kontekstual 1. [Online]. Tersedia:
http://www.sosialisasiktsp.com[25 April 2012]. Hamidah. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau Dari Tingkat Kecerdasan Emosional. Tesis Pasca Sarjana UPI Bandung : Tidak Diterbitkan. Kholik, M. (2011). Metode Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: Muhammadkholok.wordpress.com.[7 Maret 2013]. Renngiwur, J. (2011). Penerapan Pembelajaran Konseptual Interaktif dengan Menggunakana Animasi Pada Konsep Pembiasan Cahaya Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa SMP. Tesis UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Rosyidah, A. R. (2012). Kemampuan IPA dan Matematika Siswa Indonesia Nomor 38 dari 39 Negara. [Online]. Tersedia: http://www.suaramerdeka.com/v1/in dex.php/read/news/2012/03/04/1113 66/Kemampuan-IPA-danMatematika-Siswa-IndonesiaNomor-38-dari-39-Negara [29 Februari 2012]. Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito. Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sari, V.T. (2012). Pengaruh Pembelajaran Reciproc. Kooperatif Tipe NHT, dan Langsung terhadap Kemampuan Pemahaman
Matematis Siswa SMP. [Online] Tersedia dalam http:// repository .upi. edu/operator/upload /t_mtk_1007376_chapter2. pdf [06 Februari 2013] Sony, R. (2010). Efektivitas Penggunaan Media Simulasi Virtual Pada Pembelajaran Konseptual Interaktif dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika dan Meminimalkan Miskonsepsi. Skripsi UPPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Sudjana. (2005). Metode Bandung: Tarsito.
Statistika.
Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Diktat Perkuliahan, Bandung: Tidak diterbitkan. Turmudi. (2010). Metodologi Pembelajaran Matematika [Online]. Tersedia:http://file.upi.edu/Direktori/ DFPMIPA/JUR.PEND.MATEMATI KA/196101121987031TURMUDI/F 25MetodologidanModelPembelajara nMatematika.pdf. [09 Januari 2012]. Utami, C. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Generatif untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa Sekolah Atas Menengah. Skripsi UPI Bandung: Tidak Diterbitkan