4. HASrL DAN PEfMBANASAN
4.1. Gambaran Umum Ekstrak Ikan Gabus (Chan?zastriata) Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata) diproses dari daging ikan gabus segar dengan pemanasan bersuhu 70 f 2,5OC, menggunakan alat sebagaimana disajikan pada Gambar 13, dan alir proses yang disajikan pada Gambar 14. Proses ekstraksi dengan suhu 70 1 2,S°C dipilih karena dari penelitian sebelumnya (2001) diketahi bahwa penerapan suhu 70 t- 2,5'C memberikan basil terbaik. Ekstraksi
dengan suhu di bawah 7Q°C menghasilkan ekstrak ikan yang
berwma merah keruh. Wama merah ini dapat disebabkan adanya sel-sel darah merah (hemoglobin) yang belurn terkoagulasi yang ikut terekstrak, karena hemoglobin rnernpunyai kelartltan yang sama dengan albumin yaitu larut drtlam air bebas garam. Ekstrak ikan yang benvarna merah ini sangat mengganggu pernanfaatan ekstrak ikan gabus sebagai makanadminuman. Ekstrak ikan yang benvarna rnerah tidak bisa membentuk gel saat dishpan dalam suhu dingin, sedangkan ekstrak ikan yang baik (benvarna kuning pucat) akan membentuk strukr gel saat disimpan di suhu dingin. Ekstrak ikan yang berwarna merah sangat mudah terkoapiasi oleh pmas saat proses pasteurisasi sebelum pengemasan. Ekstraksi dengan suhu di atas 70°C menghasilkan esktrak ikan benvarnsr putih keruh karena banyaknya endapan. Kekenrhan pada ekstrak ikan yang diproses dengan suhu diatas 70°C dapat disebabkan oleh sebagian protein plasma yang terkoagulasi
oleh panas, sebagaimana dijelaskan oleh de Man (1997) bahwa suhu tinggi dapat mengkoagulasikan protein plasma. Suhu koaguiasi protein plasma berbeda-beda bergantung pada surnber albumin tersebut (TabeI 6). Radar albumin ekstrak ikan yang diproses dengan suhu di atas 70°C lebih rendah (0,9 g/100 ml) dibandingkan dengan esktrak ikan gabus yang diproses dengan suhu 70°C.Kemampuan ekstrak ikan gabus yang diproses dengan suhu di atas 70 OC untuk membentuk gel juga lebih lemah jika dibandingkan dengan ekstrak ikan gabus yang diproses dengan suhu 70 OC.
Hal ini dimungkinkan terkait dengan kadar albumin yang ada dalam ekstrak ikan gabus tersebut. Hasil ekstraksi berupa cairan berwarna kuning pucat yang jika didinginkan akan mernbentuk struktur gel dan jika dikondisikan pada suhu ruang akan kembali
benvujud a i r . Kemampuan rnembentuk gel karena pendinginan ini dapat dijadikan indikator fisik adanya albumin dalam ekstrak ikan gabus. Ekstrak ikan gabus yang baik beraroma h a s ikan segar, tidak amis, &n tidak beraroma daging ikan yang masak. Kualitas ikan gabus sebagai bahan b&u ekstrak ikan sangat mempengaruhi aroma ekstrak ikan yang dihasikan. Ran yang telah mengalami k e r u s h n akan menghasilkan ekstrak ikan yang beraroma amis. Aroma amis ini dapat disebabkan adanya oksidasi terhadap senyawa bernitrogen yang terekstrak bersama sarkoplasma. Peptida dan asam amino bebas serta asam Iemak bebas seringkali dikaitkan dengan rasa dan aroma daging ikan. Senyawa-senyawa Iain yang berperan dalam badaroma ikan adalah senyawa belerang atsiri, hidrogen sulfida, metil merkaptan, metil disulfida dan gula yaitu ribosq glukosa dan glukosa 6 fosfat (deMan ,1997) Ekstrak ikan gabus yang baik berasa hambar. Ha1 ini dapat disebabkan oieh rendahnya kadar lemak dalam ekstrak ikan gabus (0,77 g/100 ml). Rasa ikan sangat dipengaruhi oleh kadar lemaknya. Disebutkan oleh Moeljanto (1990), bahwa Iemak merupakan salah satu komponen yang menyebabkan rasa enak (gurih). Dari 1000 g ikan gabus segar akan menghasilkan 600 g daging ikan yang siap diekstrak, dan dari 600 g daging tersebut dapat menghasilkan 150 ml ekstrak ikan gabus. Jumlah ekstrak ikan yang dihasilkan akan meningkat jika suhu ekstraksi ditingkatkan, dan sebaliknya akan menurun jika suhu ekstraksi diturunkan. Ikan yang telah mengalami rigor mortis sebelum diproses &an menghasilkan ekstrak ikan yang lebih sedikit. HaI ini dapat disebabkan rigor mortis rnenyebabkan perubahan kclarutan protein plasma. Protein plasma dari daging ikan yang telah mengalami rigor mortis mempunyai kelarutan yang rendah dalam air. 4.2. Komposisi Gui EEcstrak I h n Gabus
Dari hasil analisis kimia (penelitian tahap satu) diketahui bahwa ekstrak &an gabus mengandung beberapa macam zat gizi. Protein merupakan zat gizi rnakro terbanyak dalam ekstrak ikan gabus dengan h k s i terbesarnya adalah albumin. Zat gizi makro lainnya adalah glukosa dan lipida dengan kadar yang sangat rendah (lebih kecil dari 1 g/100 ml). Mineral seng (Zn), tembaga (Cu), dan besi (Fe), merupakan sebagian mineral yang terkandung dalam ekstrak ikan gabus. Komposisi gizi ekstrak ikan gabus disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Komposisi Gizi Esktrak &an Gabus ....
Zat Gizi
Kadar
Protein (dl00 ml)
3,37 k 0,27
Albumin (g/100 ml)
2,17k 0,14
Zn (rng/100 ml)
3,43 1t 0,28
Cu (mg/lOO ml)
2,34 h 0,99
Fe (rnd100 ml)
0,8f
0,09
Hasil analisis komposisi zat gizi esktrak ikan gabus ini memberikan dukungan informasi dan memperkuat hipotesis bahwa ekstrak ikan gabus mengandung berbagai senyawa yang terkait dengan proses penyembuhan luka. Untuk sintesis jaringan diperlukan energi dan protein yang cukup, serta dukungan vitamin dan mineral khususnya mineral seng. Disebutkan (2006) bahwa ketersediaan zat gizi (protein, vitamin, mineral) merupakan salah satu faktor yang mempercepat penyembuhan luka.
Ekstrak ikan gabus mengandung protein sebagai sumber asam amino dan cadangan energi, d m juga mineral seng, tembaga, dan besi yang diperlukan untuk sintesis jaringan. 4.2.1. Protein dan Albumin Elkstrak Ikan Gabus
Protein adalah salah satu zat gizi makro yang penting bagi tubuh. Protein makanan merupakan sumber asam amino esensial bagi tubuh. Asam amino-asam amino diperlukan tubuh untuk berbagai keperiuan diantaranya untuk sintesis jaringan tubuh dan cadangan energi. Ditinjau dari bahan baku pembuatan ekstrak ikan gabus (hewani), protein ekstrak ikan gabus tergolong protein lengkap karma tersusun dari
-
asam amino asam amino esensial. Ditinjau dari metode ekstraksi yang diterapkan, protein ekstrak ikan gabus merupakan protein sarkopIasma, dimana albumin merupakan fraksi protein terbesar dalam sarkoplasma. Kesimpulan ini diambil karena sarkopfasma mempunyai sifat larut air atau larutan garam berkekuatan rendah (0,5 %), dan dapat diekstrak dengan teknologi sederhana Wngepresan). Rahayu (1992),
dan Montgomery (1 993), menyebutkan bahwa protein sarlroplasma dapat diekstrak
dari jaringan ikan dengan pengepresan biasa atau pengepresan mekanis atau dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat kelarutan protein tersebut. Ekstrak ikan gabus mengadung protein dengan kadar yang sebanding dengan kadar protein susu sapi (3,6 %), tetapi lebih rendah dibanding protein putih telur (10,6
%). Albumin merupakan W s i protein terbesar daiam ekstrak &an gabus
(54,61 % total protein). Hasil ini menguatkan dugaan bahwa pada prinsipnya protein
ekstrak ikan gabus adalah protein sarkoplasma buk:an hancuran protein miofibril. Ekstrak ikan gabus mengandung albumin dengan kadar yang cukup tinggi (2,17
i~
0,14 g/200 mi), lebih tinggi dibandingkan albumin dalam susu (0,166 g/IOO ml), tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan albumin putih telur (7,74 g/IOO g). Aplikasi ekstrak ikan gabus dalam diet (sebagai menu ekstra) bagi penderita yang terindikasi hipoakbumin, secara nyata dapat meningkatkan kadar albumin serum penderita Lebih cepat dibandingkan dengan pemberian menu ekstra dari putih telur (cair putih teIur /CPT) sebagai sumber albumin (Sugihastutik, 2202). Hal ini dapat disebabkm ekstrak ikan gabus pada prinsipnya adalah protein sarkoplasrna dm tidak mengandung zat: antigizi. Putih telur mengandung albumin dengan kadar yang tinggi tetapi juga mengmdung berbagai jenis zat anti gizi, seperti ovo rnzscin, ovo mucoid, ovo tranferin, dan ovo inhibitor. Keberadaan zat anti gizi dalam putih telur
mengharuskan adanya penanganan yang baik (pengaturan suhu), sehingga zat anti gizi telur dapat diinaktifkan tetapi tidak sampai rnerusak protein-khususnya albumin- yang ada dalam putih telur. Selain itu, albumin dalam putih telur teribt dengan senyawa
b u h protein (karbohidrat). Fraksi albumin putih telur disajikan pada Tabei 16. Tabel 16. Kornposisi Fraksi Protein Putih Telur Fraksi Protein
I
%total
I
BM
PH Iso
Keterangan
Ovalburnin
32,2 % karbohidrat
Conalbumin
mengkelat ion logam
Ovomucoid
protein inhibitor (23 % KH)
Lyzozim
penghambat viral hemaglutinin
Ovomucin
rnengikat riboflavin
Flavoprotein
menghambat protease (9,2 % KH) mengikat biotin (10 % KW)
Ovoinhibitor Avidin Sumber ;Belitz, 1
Pemberian ekstrak ikan gabus dengan dosis 3 mVkg bb/hari dan dengan
-
asupan protein yang baik, dapat meningkatkan kadar albumin serum sebesar 0,l 0,2 g/2 hari (kurnpuian laporan studi kasus). Suprayitno (2003) melaporkan bahwa aplikasi ekstrak ikan gabus dalam diet penderita hipoalbumin dengan aturan pemberian 2 kg ikan gabus (setara dengan 300 ml ekstrak ikan gabus) per hari selama
5 hari telah meningkatkan kadar albumin pasien hipoalbumin dari 1,8 g/100ml menjadi normal (> 3,5 dl00 ml). Aplikasi ekstrak ikan gabus sebagai menu ekstra bagi penderita pasca bedah
juga mernberikan hasii positic dimana ekstra ikan gabus dapat membantu percepatan penutupan Xuka aperasi. Agustini (2004) melaporkan bahwa pemberian albumin ikan gabus lebih baik d a l m mempercepat penutupan jaringan luka dibandingkan dengan albumin ikan tengiri, ikan tongkol, maupun ikan kuniran. Hasil ini diduga terkait dengan kadar albumin ikan gabus yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan jenis lainnya (terutama ikan la&). Tkan gabus tergolong ikan air tawar berdaging putih dan mempunyai kandungan albumin lebih tinggi dibandingkan ikan laut. Pemberian ekstrak ikan gabus secara nyata dapat meningkatkan kadar albumin serum d m peningkatan kadar albumin serum berkorelasi positif dengan proses penyembuhan
luka bedah. Kadar serum albumin berkorelasi secara signifikan dengan kecepatan penyembuhan luka. Albumin merupakan protein sederhana, berstruhr globular yang tersusun
dari ikatan polipeptida tunggal. Albumin manusia mempunyai berat molekul 66300
KD sampai dengan 69000 KD, terdiri dari 54 asam amino, yang temtama adalah asarn aspartat dan glutamat, dan sangat sedikit triptofan. Albumin memenuhi hampir 50 % dari protein plasma dan bertanggung jawab atas 75 - 80 % dari tekanan osmotik pada plasma manusia (Murray, et al.,
1995). Montgomery (1993) menjelaskan bahwa
albumin mempunyai dua h g s i utama yaitu mengangkut molekul-molekui kecil melewati plasma d m cairan sel, serta memberi tekanan osmotik di dalam kapiler. Fungsi pertama albumin sebagai pembawa rnolekul-mokkul kecil erat kaitannya dengan bahan metabolisme dan berbagai rnacam obat yang kurang larut.
Bahan metabolisme tersebut adalah asam-asam Iernak bebas d m bilirubin. Dua senyawa kimia tersebut kurang dapat larut dalam air tetapi hams diangkui rnelalui
darah dari satu organ satu ke organ lain agar dapat dimetabolisme atau diekskresi. Albumin berperan membawa senyawa kmia tersebut, dan perm ini disebut protein pengangkut non spesifik.
Jenis obat-obatan yang tidak mudah larut air yang
rnemerlukan peran albumin adaiah aspirin, antikaagulan, dan obat-obat tidur. Selain im albumin juga berperan sebagai pengikat anion dan kation kecil, diantaranya adalah kalsium (Ca). Dan sebagian tembaga plasma terikat dengan albumin Fungsi utama albumin lainnya adalah menyediakan 80 % pengaruh osmotik plasma. Hal ini disebabkan albumin merupakan protein dalam plasma, yang jika dihitung atas dasar berat mempunyai jumlah paling besar dan albumin merniliki berat: mojekul rendsth dibanding fraksi protein plasma lainnya Montgomery (1993). Fungsi lain dari albumin adalah penghambatan pembentukan platelet dan anti trombosit, permiabilitas seI, dan antioksidan (Sunatrio, 2003). Dari analisis korelasi kadar albumin dengtn aktivitas antioksidan serum diketahui bahwa kadar albumin serum berkarelasi positif [r
=
0,603). Kemampuan albumin sebagai antioksidan
didasarkan pada banyaknya gugus ti01 dalam molekul albumin. Protein yang kaya akan gums &pat berfungsi sebagai antiapoptosis dan mengurangi oksidasi iisosom oleh radikal bebas. Lisosom merupakan sub organ yang sangat sensitif terhadap oksidasi. Kerusakan lisosom menyebabkan pengeluaran enzim-enzim hidrolitik yang pada tahap berikutnya menyebabkan kerusakan mitokondria dan nekrosis. Meblotionin dan mineral seng dapat mencegah oksidasi lisosorn oleh radikal-radikal bebas yang dihasilkan stres oksidatif (Bairds, er.aI, 2006). Ketersediaan albumin-dengan berbagai macam fimgsi pentingnya bagi tubuhdalam esktrak ikan gabus memberikan jawaban atas hipotesis bahwa ekstrak ikan gabus merupakan pangan sumber albumin yang baik d m Layak untuk diangkat sebagai makanan kesehatan. 4.2.2. Mineral Seng (Zn)Ekstrak Xkan Gabus
Mineral seng banyak terdapat dalam tanaman, rnikroorganisme, dan hewan. Pada tubuh manusia dewasa d i t e m u h kandungan seng dengan kisaran 1,4 sampai 2,3 g. Mineral seng dalam plasma berkisar 100 mg/100 ml. Kebutuhan mineral seng manusia dewasa adalah 15 mghari. Dengan kadar 3,43 mg/100 mi, maka pemberian
3 mVkg bbkari ekstrak ikan gabus dalam diet mempunyai kontribusi asupan mineral seng sebesar 31,98 % per hari. Dengan kontribusi asupan sebesar 31,98 % tersebut, ekstrak ikan gabus dikatagorikan sebagai makman sumber mineral seng yang baik. Kadar mineral seng ekstrak ikan gabus lebih tinggi dibandingkan kadar mineral seng telur (1,O mg/100 g), sosis sapi (1,8 mg/100 g), daging kalkun (2,l mg/100 g), kacang
buncis (1,O rng/100 g), tetapi Iebih rendah jika dibandingkan dengan kadar mineral seng hati sapi (6,l mg/100 g), d m daging sapi (6,2 mg/100 g). Sebagai bagian dari banyak metaloenzim, mineral seng sangat dibutuhkan dalam hampir semua aspek metabolisme seluler. Seng juga mempengaruhi berbagai aspek dalam sistem imun, mulai dari sistem pertahanan oleh kulit sampai regulasi gen pada limfosit. Seng merupakan komponen penting pada struktur d m fungsi membran. Seng dapat berfungsi sebagai antioksidan, suplementasi seng dapat rnembatasi kerusakan membran akibat radikal bebas selama inflamasi. Terkait dengan sintesis protein (jaringan) mineral seng berperan dalam regulasi gen dan menjaga integritas membm sel, biologis. Mineral seng juga diperlukan untuk menjaga integritas struktur kulit terdiri dari jaringan-jaringan ikat yang tersusun dari protein. Hendrarto (2007) menjelaskan bahwa kemampuan seng mempercepat penyembuhan luka disebabkan seng mempunyai peranan yang penting dalam sintesis protein dan proses replikasi sel-sel tubuh. Mineral seng juga berperan dalam menurunkan kejadian apoptosis karena pengaruh stress oksidatif. (Baird, at.al, 2006). Defisiensi seng dikaitkan dengan perubafian fbngsi sistem imun seperti menurunnya fungsi sel 3 dan sel T, menurunnya reaksi hipersensitifitas, menurunnya fagositosis dan menurumya produksi sitokin. Defisiensi seng juga menyebabkan gangguan penghancuran mikroba,
dan juga
menyebabkan penghambatan
penyembuhan luka. Samman (2007) menyebutkan bahwa kekurangan mineral seng dapat menyebabkan kerentanan terhadap infeksi, kerusakan kulit, dan gangguan proses penyembuhan luka. Defisiensi mineral seng juga dikaitkan dengan gangguan indera pengecap. Anak-anak yang mempunyai kandungan seng yang rendah dalam rambut mempunyai keiainan dalam indera pengecap. Kelainan ini dapat disembuhkan dengan pemberian suplementasi mineral seng (Piliang, 2006). Samman (2007) melaporkan bahwa pemberian suplemen mineral seng dapat mengurangi anoreksia pada an& yang mengalami gangguan pehmbuhan di Etiopia. Dari laporan berbagai studi kasus diketahui bahwa pemberian ekstrak ikan gabus pada anak dapat lneningkatkan selera makan an&. Hai ini dapat dikaitkan dengan ketersediaan mineral seng dalam ekstrak ikan gabus. HasiX penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak ikan gabus mempakan pangan sumber mineral seng yang baik. Ketersediaan mineral seng dalam ekstrak ikan gabus memberikan jawaban atas hipotesis bahwa ekstrak ikan gabus mengandung
mikromineral yang sangat berperan dalam proses penyembuhan luka dan dapat diapiikasikan juga untuk meningkatkan selera makan pada anak.
4.2.3. Mineral Tembaga (Cu)Ekstrak Ikzm Eabus Mineral tembaga (Cu) dianggap merupakan suatu komponen yang terkait dengan mineral besi (Fe) karena sifat dan peranannya yang hampir sama. Mineral tembaga disimpan di dalam hati. DaXam jumlah sedikit mineral ternbaga ditemukan dalam otak, sumsum tulang, limpa, jantung, dan ginjal (Piliang, dan Soewondo, 2006). Anak-anak memerlukan mineral tembaga 0,08 mgkgbb, dan jika telah dewasa memerlukan tembaga 0,03 mg/ kg bb. Pemberian 3 mVkg bbhari ekstrak ikan gabus rnemberikan kontribusi asupan mineral tembaga sebesar 3,228 mg per hari dan telah memenuhi kebutuhan tubuh &an mineral tembaga sehari. Dengan dernikian ekstrak ikan gabus dapat dikatgorikan ke dalam makanan sumber tembaga yang baik. Mineral tembaga memegang perman yang sangat penting daiam beberapa enzim temtarna mine oksidase dan piridoksal fosfat. Mineral tembaga dikaitkan dengan penyatuan kolagen dan elastin. Hewan-hewan percobaan yang diberi ransum defisiensi mineral tembaga dilaporkan mengalami gangguan kerja otot jantung yang dimungkinkan terkait dengan tidak terjadinya penyatuan jaringan kolagen d m elastin (Piliang, 2006). Mineral ternbaga juga berperan daiam menjaga integritas selaput myelin, pembentukan tulang dan jaringan pengikat, pembentukan pigmen melanin dalam kulit dan rambut, fingsi reproduksi dan juga fbngsi jantung. Defisensi mineral tembaga dikaitkan juga dengan gangguan respon imun, gangguan fungsi retikulo endotelial dan aktivitas rnikrobial sel fagositosit. Hal ini berhubungan dengan peran tembaga dalam sistem superoksida dismutase (SOD) dan sitokrom oksidase. Defisiensi mineral tembaga juga dapat menyebabkan penmnan respon antibodi terhadap antigen T dependen. Keberadaan mineral tembaga dalam ekstrak ikan gabus memberikan dukungan informasi tentang keterkaitan ekstrak ikan gabus dengan proses penyembuhan luka. 4.2.4. Mineral Besi (Fe) Ekstrak Ikan Gabus
Mineral besi (Fe) rnerupnkan jenis mineral mikro dengan kadar dalam tubuh 35 mg/kgbb. Mineral besi dalam tubuh sebagian besw terletak dalam sel-sel darah
merah sebagai heme. Mineral besi juga ditemukan dalam sel-sel otot khususnya dalam mioglobin. Mineral besi pangan dapat dikelompokkan menjadi mineral besi heme (pangan hewani) dan non heme (pangan nabati). Mineral besi jenis heme (hewani)
mempunyai bioavabilitas yang lebih baik dibanding non heme. Ditinjau dari bahan pembuatan ekstrak ikan gabus, mineral besi dalarn ekstrak ikan gabus digotongkan dalam besi heme yang bioavabilitasnya dapat disejajarkan dengan besi dari daging.
*
Kadar mineral besi ekstrak ikan gabus 0,81 0,09 mg/100 ml, Iebih tinggi j i b dibandingkan dengan susu sapi segar (0,2-0,4 mg/100 ml), tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan Fe telur (3,3 mg/100 g). Dengan pemberian 30 ml/kg bbkari, ekstrak ikan gabus berkontribusi memberikan asupan Fe sebesar 737 % AKG per hari, sehingga ekstrak ikan gabus bukan merupakan sumber Fe yang baik. Mineral ksi dikaitkan dengan hemoglobin yang terdapat dalam sel-sel darah rnerah, transferin , dm feritin. Fungsi ut-ama mineral ini adalah pembawa oksigen untuk fungsi oksidasi tubuh, sehingga ketersediaan mineral besi yang menentukan aktivitas metaboIisme. Defisiensi mineral besi dihubungkan dengan anemia. Anemia mernpunyai kaitan yang sangat erat dengan proses metabofisme. 4.3. Aktivitas Antiohidan Ekstrak I h n Gabus
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah proses oksidasi. Berbagai metode dapat diterapkan untuk mengukur aktivitas antioksidan, diantamnya adalah dengan uji DPPH (Diphenylpiclyl hydrmyl ). DPPH adalah salah satu contoh senyawa radikal yang stabil, yang akan menghasilkan radikal bebas aktif bila dilarutkan dalam afkohol. Radikal bebas tersebut stabil dengan absorpsi maksimum pada panjang gelombang 517 nrn dm dapat direduksi oIeh senyawa antioksidan. Ekstrak ikan gabus mempunyai kemampuan rnereduksi DPPH (aktivitas antioksidan) sebesar 0,14
* 0,002 mmaV1, dan jika dibandingkan dengan aktivitas
antioksidan vitamin E (0,12 mmoVl), maka antivitas antioksidan vitamin E lebih baik (labih efektif) dibandingkan dengan ekstrak ikan gabus. Kernampuan ekstrak ikan gabus mereduksi DPPEI (antioksidan) dapat dikaitkan dengan komponen albumin d m mineral yang ada di dalamnya. Albumin merupakan protein yang mampu melakukan pengikatan dengan radikal bebas di dalam plasma. Molekul albumin mempunyai 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam amino
- asam amino yang mengandung
sulfir (sistin, sistein, metionin). Posisi ikatan sulfida dalam BSA ada pada (1) 77-86; (2) 99-1 15; (3) 114-125; (4) 147-192; (5) 191-200; (6) 223-269; (7) 268-276; (8) 288302; (9) 301-312; (10) 339-384; (11) 383-392; (12) 415-461; (13) 460-471; (14) 484500; (15) 499-510; (16) 537-582; (17) 581-590. Skema posisi disulfida dalam albumin
yang diusulkan oleh He dan Carter (1992) disajikan pada Gambar 16. Keberadaan ikatan disulfida dalam
albumin ekstrak ikan gabus inilah yang dirnungkinkan
berikatan dengan DPPH dan menyebabkan tingginya kapnsitas antioksidan ekstrak ikan gabus. (Sunatrio, 2002 ;Arief, 2008). Faktor lain yang dimungkinkan menjadi penyebab tingginya aktivitas antioksidan ekstrak ikan gabus adalah mineral-mineral. MineraI Zn, Cu, dm Fe menxpakan logam bemuatan positif yang mudah bereaksi dengan atom atau senyawa fain termasuk DPPH. Zn merupakan logam bernomor atom 30, berkonfigurasi 2-818-2, dan dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +2, sehingga Zn mudah
mengalami oksidasi. Cu rnerupakan logam bernomor atom 29, berkonfigurasi electron
2-8-1 8-1, dan dalam senyawa mempunyai bilmgan oksidasi 4-2 dm +1, sehingga Cu
mudah mengalami oksidasi sebagaimana Zn. Fe rnerupakan iogam bernomor atom 26, berkonfigurasi electron 2-8-14-2, dan dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +2 dan +3, sehingga Fe rnudah mengalami oksidasi sebagairnana Zn dan Cu (Sunardi
,2007).
Subdo main
Oubdcr main D
Gambar 16. StrukfxrKirnia Albumin 4.4. fengarub Pernberian Ekstrak Lbn Gabus terhadap Fungsi Hati 4.4.1. Pertambahan Berat Badan Tikus
Pertambahan berat badan mempakan salah satu parameter kesehatan. Pada
masa pertwnbuhan dm perkembangan yang normal, sernakin bertambah umur sernakin bertambah berat badannya. Berat badan akan bertarnbah jika aktivitas anabolisme lebih besar dibandingkan katabolisme tubuh. Keseimbangnn energi dapat dicapai bila energi yang masuk ke dalstm tubuh sarna dengan energi yang dikeluarkan
oleh tubuh. Keadaan yang seimbang ini akan menghasilkan berat badan yang ideal. Pertambahan berat badan tikus setelah perlahan disajikan pada Gambar 17.
PCT
Keterangan : EIG30 rtdatah kefompok tikus yang diberi ransum standar clan elcstrak ikan gabus 30 mYkg bWfiari rip diinduksi den- parasetam01 dosis tinmi, EIG30PCT adalah kefompok tikus yang diberi ransum standar dan ekstrak ikan gabus 30 mlkg bbhari dan diinduksi dengan parasetarnal dosis tinggi, EIG60PCT addah kelompok tikus yang diberi ransum standar dan ekstrak ikan gabus 60 mlkg bbhnri dm diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, KRPCT adalah kelampok tikus yang diberi ransum standar dan kurkurnino 30 mgkg bb/fistri dan diinduksi dengn parasetarnot dosis tinggi, dm PCT adalah kelompok tikus yang diberi ransum standar dan diinduksi dengan parasetnmol dosis tinggi. Natasi diatas diagram batang ymg berbeda, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (~<0,05)
Gambar 17. Pextambahan BB Tikus Percobaan Dari analisis Anova diketahui bahwa perlakuan memberi pengaruh yang nyata @<0,05) terhadap pertambahan berat badan tikus, dan dari uji lanjut BNT diketahui pertambahan berat badan kelompok PCT mempunyai pertambahan berat badan paiing kecil dan berbeda secara nyata (p < 0,051 dibanding keiompok lainnya. Pertambahan
berat badan berbesar terjadi pada kelompok KRPCT (pernbanding). Pertambahan berat badan kelompok W C T tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kelotnpok EIG60PCT, tetapi berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelompok EIG30PCT.
Perkmbahan berat badan kelompok EIG30PCT tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelornpok EIG30, tetapi berbeda nyab jika dibandingkan dengan kelompok EIG60PCT dan KlZPCT. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian
parasetarno1 dosis 500 mgkg bbkrtri seIma 7 hari berturut-turut dapat menghambat pertambahan berat badan tikus percobaan, dan pemberian ekstrak ikan gabus dapat
memperkecil hambatan perlambahan berat badan tikus percobaan akibat parasetamol (perbandingan PCT,EIG30, dan EIG30PCT). Peningkatan dosis pemberian ekstrak
ikan gabus dapat lebih memperkecil hambatan pertambahan bemt badan tikus
percobaan (perbandigan EIG30PCT dengan EIG60PCT). ,, *I.,
"..
5:, ' ",.. I
$:
;,'.
2
5,;
#,> C
,;
.r
, .l
;=
\\r,-i.:? ,-. iz
-
%:
>:.3
s'\
\
,: . ..il' . , .-.. ..; ;
< , >,." , - , k, >+ ' , -<:;-;
< 3 < * * ; :
..
... F. : . ., " ':-, ., . . , ;i
a,. ,-: ,> f"---. ,,,>,,-
.
?
"-...-. ' -
! '!
..
."
+'
,
.
Kecilnya pertambahan berat badan kelompok PCT dapat dikaitkan dengan besarnya aktivitas katabolisme unmk metabolisasi obat pada tikus kelompok PCT dibandingkan kelompok yang lain. Keterkaitan metabolisme parasetamol dosis tinggi dengan rendahnya pertambahan berat badan tikus dijabarkan sebagai berikut : e
Metabolisme parasetamol dosis tinggi akan menghasilkan NAPQI yang bersifat radikai bebas.
e
Perlekatan NAPQI dengan sistein menyebabkan gangguan transport cairan sef, dan mernerlukan ATP lebih besar untuk rne~npertahankankeseimbangan cairan sel. Kebutuhan ATP (energi) yang Iebih tinggi pada kekompok PCT inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab kecilnya pertambahan berat badan tikrrs kelompok PCT.
e
Metabolisme normal parasetamof memerlukan glukoronat konjugase, dimana sintesisnya memerlukan energi d m protein. Kekurangan asupan protein menyebabkan terganggunya enzim-enzim pemetabolisme obat. Gangguan enzim pemetabolisme obat h n berdatnpak peningkatan radikal bebas dalam darah. Gibson (2006) menjelaskan bahwa tikus yang diberi ransum dengan kadar protein 5 % akan teijadi penurunan kapasitas enzirn pemetabolisasi obat ohidatif, dan jika diberikan ransum dengan kadar protein 20 %, kapasitas enzim pemetabolisasi obat akan kembali normal.
a
Faktor-faktor lain yang mempengmuhi kapasitas enzim pemetabolisasi obat adaiah penurunan aktivitas enzim dalam hati, perubahan aliran darah hepatik, dan hipoalbuminemia. Adanya gangguan metabolisme yang besar pada kelompok PCT dapat dikaitkan dengan rendahnya kadar albumin serum. Kadar albumin kelompok PCT paling rendah dibandingkan dengan kelompok lainnya (Gambar 19). Hasil analisis kadar albumin serum ini memberikan dukungan bahwa kelompok PCT mengalami gangguan pada aktivitas metabolisasi obat paling besar, sehingga kemampuan sintesis jaringan lebih kecil dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok BIG baik EIG30,
EIG30 PCT, maupun ETGBO PCT rnendapatkan asupan protein, albumin, dan mineral mineral yang dapat befingsi sebagai sumber cadangan energi dan asam amino serta antioksidan. Ketersediaan energi dan protein serta antioksidan, akan mendukung aktivitas metabolisasi obat d m reduksi senyawa radikal yang dihasilkan oleh metabolisme obat tersebut. Kelompok KR PCT
mendapat asupan kurkurnino yang dapat mereduk-si senyawa radikal bebas hasil metabolisme obat. o
Dengan tingginya aktivitas metabolisasi obat pada tikus kelompok kontrol positif, sedangkan asupan zat gizi dan juga antioksidan yang terbatas (lebih rendah disbanding kelompok EXG maupun KRPCT) maka pertambahan berat badan akan kecil. Ekstrak ikan gabus mengandung protein yang diperlukan untuk sintesis
jaringan dan cadangan energi. Ekstrak ikan gabus juga mengandung mineral seng, tembaga, dan besi, serta mempunyai aktivitas antioksidan tinggi. Keberadaan protein, mineral seng tembaga, dan besi, serta adanya aktivitas antioksidan menyebabkan tikus yang mendapatkan tambahan ekstrak ikan gabus mempunyai pertambahan berat badan yang lebih banyak dibanding kelompok PCT. 4.4.2. Kadar SGOT dan SGPT Serum
Hati mempunyai hngsi yang sangat banyak, salah satunya adaIah hngsi detoksifikasi. Hati bertanggung jawab atas biotransfomasi zat-zat berbahaya (rnisainya obat) menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian dieksresikan oleh ginjal. Gangguan fungsi hati dapat dideteksi dengan pengukuran kadar SGOT dan SGPT. SGOT dan SGPT merupakan enzim intrasel
(jantung, hati) yang
dilepaskan dari jaringan yang rusak. Jika hati mengalami gangguan maka kadar SGOT dm SGPT dalam darah &an mengaiami kenaikm. Kisaran kadar S W T
normal untuk tikus berkisar 17,OO - 30,20 U/1, sedangkan kadar SGPT berkisar 45,7 80,8 U/l. Rata-rata kadar SGOT dan SGPT tikus percobaan disajikan pada Gambar
1%. Dari Gambar 18 diketahui bahwa pemberian parasetarno1 dosis 500 mgkg BB/hari selama 7 hari berturut-turut melalui sonde secara nyata (p < 0,05) rneningkatkan kadar SGOT. Peningkatan kadar SGOT d m SGFT menandakan adanya gangguan fungsi hati pada tikus percobaan. Dari analisis Anova diketahui bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (p < 0,05) terhadap kadar SGOT, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar SGPT. Dari uji lanjut BNT diketahui rata-rata kadar SGOT kelompok PCT paling tinggi d m berbeda secara nyata (p<0,05) dibmdingkan dengan kelompok lainnya. Rata-rata kadar SGOT terendah terdapat pada kelompok ETG60PCT. Rata-rata kadar SGOT kelornpok EIG30, EIG30PCT, dm KRPCT tidak menunjukkan perbedam yang nyata. Hasil inj
menunjukkan bahwa pemberim ekstrak: ikan gabus dapat menahan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT akibat pernberian parasetamol dosis 500 mgkg bblhari seIama 7 hari bertumt-brut, sebagaimana kurkumino (pembanding). Peningkatan dosis pemberian ekstrak ikan gabus secara nyaw (p < 0,051 dapat meningkatan kemampuan
menahan kenaikan kadar SGOT akibat pernberian parasetamol dosis tinggi. Kemampuan ekstrak ikan gabus menahan kenaikan kadar SGOT secara tidak langung mencenninkan kemampuan ekstrak ikan gabus rnelindungi jaringan
hati
fiepatoprotectou) akibat parasetamol dosis tinggi.
iI !
i; 1
i
I /
~ S G O T SGPT
140.0 120.0 Kadar 100.0 SGOT-SGPT 80.0 60.0 tU/LI 40.0 20.0 0.0
102.2(b)
109.2(b) 2
CIGSOPCT
EIG60PCT
KRPCT
PCT
kelompak Perlakuan
Keterangan : EIG30 adalah kelompok tikus yang diberi ransum standar dan ekstrak ikan gabus 30 mlkg bblhari tanpa diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, EIGSOPCT adafah keiompok tikus yang diberi ransum standar dan ekstrak ikan gabus 30 mllkg bb/hari dan diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, ElGdOPCT adalah keiompak tikus yang diberi ransum standar dan ekstrak ikan gabus 60 mllkg bblhnri dan diinduksi dengan pmsetamol dosis tinggi, KRPCT adalah kelompok tikus diberi yang diberi ransum standar dm kurkumino 30 mgkg bbhari dan diindulcsi dengan parasetamol dosis tinggi, dan PCT adalah kelompok tikus yang diberi ransum standar dan diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi. Notasi diatss diagram batang yang hrbeda, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,051
Gambar 18. Kadar SGOT dan SGPT serum Tikus Percobm Kenaikan SGPT tidak setinggi SGOT, ha1 ini disebabkan karena induksi parasetamof dibecikm secara berkelitnjutan. Disebutkan oleh Kozer et al, (2003) bahwa pemberian parasetamol dosis tinggi yang berkelanjutan dapat menurunkan kadar glutation. Penunrnan kadar glutation berdampak pada peningkatan kejadian kerusakan sel karena serangan radikal bebas. Sehingga diduga pemberian parasetamol dosis tinggi selama 7 hari berturut-htrut pada tikus tefah menyebabkan kerusakan hati yang cukup besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Jawi, st al, (2008) tentang efek parasetamol terhadap kadar SGOT dan SGPT darah mencit yang diberi alkohol akut dan alkohol kronis. Dari peneIitian Jawi tersebut diketahui adanya peningkatan SGOT yang lebih mencolok dibanding dengan peningkatan SGPT, dan
dari analisisjaringan hati didapatkan adanya nekrosis pada sel-sel hati. Satyawirawan (1983) menjelaskan bahwa GOT terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria yang
akan mengalami peningkatan Iebih tinggi daripada GPT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan hati yang menahun. Mekanisme gangguan fhngsi hati oleh parasetamol yang ditandai dengan peningkatan kadar SGOT dan SGPT diawali dengan kejenuhan jaiur sulfat dan giukoronat konjugase yang mempakan jalur normal metaboiisme parasetamol. Kejenuhan jalur suifat dan glukoronat konjugase menyebabbn parasetamol dimetabolisme inelalui mekanisme sitokrom P450yang mengkonversi parasetamol menjadi N-acetyl-p-benzo-quinoneimine (NAPQI). NAPQI mempunyai sifat yang lebih reaktif (lebih radial) dibanding parasetamol. Berkaitan dengan sifatnya yang sangat tidak stabii dan reaktif, maka untuk memperoleh pasmgan elektron, radikal bebas akan menyerang secara acak. Radikal bebas dapat menyerang lemak, gula, protein dan DNA meldui mekanisme rantai reaksi seliingga dapat menimbulkan kerusakan membran sei, perubahan sifat dan struktur protein, deaktivasi enzirn dan kerusakan DNA.
NAPQI yang terbentuk dapat berikatan dengan cystein group protein membentuk acetaminophen-protein adduts baik dengan enzim maupun protein dalam set, dan dalam mitokondria, sehingga terjadi gangguan fingsi yang pada akhimya terjadi kerusakan seI (Jawi, et al, 2008).
Kerusakan membran sel akan
rnengakibatkan enzim-enzim yang berada dalam sel keluar menuju peredaran darah.
GPT dan GOT merupakan enzim-enzim intraseluler yang akan keluar menuju peredaran darah jika terjadi kebocoran membran sel. NAPQI juga berpotensi meningkatkan stress oksidatif karena berhubungan dengan menurunnya glutation dalam tubuh. Peningkatan stress oksidatif dapat berakibat pada gangguan keseimbangan pompa, sehingga tubuh memerlukan ATP yang lebih banyak unt-uk menjaga keseimbangan ion kalsium intra dan ebtra seluler. Dilaporkan oleh Kozer (2003) bahwa pemberian parasetamol dapat menumnkan kadar glutation dalam darah yang memicu peningkatan stress oksidatif. Terkait dengan stress oksidatif, gangguan fungsi membran sel (akibat perlekatan NAPQI) dapat mengganggu aliran ATP yang pada tahap selanjutnya mengganggu transport kalsium ke dalam sel. Gangguan tranpor kalsium menyebabkan
stress oksidatif. Sees oksidatif yang diakibatkan oleh peningkatan ion kalsium intmeluler dapat terjadi melalui 3 mekanisme utama, yaitu: 1. Meningkatnya ion kalsium intraseluler akan meningkatkan aktivitas enzim
fosfolipase yang selanjutnya akan meningkatkan konsentrasi asam arakidonat dan produksi radikal bebas meialui metabolisme asam lemak 2. Meningkatnya ion kalsiurn intraseluler akan menyebabkan sistem transport elektron dalarn mitokondria terganggu sehingga menimbulkan kebocoran elektron dan menyebabkan terbentuknya radikal bebas anion superoksida
3. Meningkatnya ion kalsium intraseluler akan meningkatkan ROS yang menimbulkan dampak kerusakan terhadap sel yang lebih besar Ditinjau dari dugaan adanya stress oksidatif yang terjadi, kelompok PCT berpotensi mengalami stress obidatif paling besar. Kemungkinan adanya stress oksidatif yang besar pada kelompok PCT juga dapat dikaitkan dengan aktivitas antioksidan serum tikus percobaan (Gambar 20). Dari gambar 20 diketahui bahwa tikus kelompok PCT mempunyai aktivitas antioksidan serum terendah, dan dari uji korelasi diketahui bahwa terdapat korelasi yang negatif - femahantara kadar SGOT dan SGPT dengan aktivitas antioksidan serum. HasiX anaiisis regresi ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan serum mempunyai peranan (keci1) dalam menahan peningkatan kadar SGOT dan SGPT akibat pemberian perasetamol dosis tinggi. Pemberian ekstrak ikan gabus (EIG) baik dosis 30 m&g bbihari EIG3OPCT maupun dosis 60 rnl/kg bblhari EIGSOPCT secara nyata (p<0,05) dapat melidungi hati dari keracunan parasetamol. Hal ini terlihat dari rendahnya kadar SGOT dan SGPT kelompok EIG dibandingkan dengan kelompok PCT. Mekanisme perlindungan yang diberikan oleh ekstrak ikan gabus terhadap keracunan hati akibat parasetamol dosis tinggi ini diduga terkait dengaa ketersedian protein yang merupakan swnber cadangan energi yang dibutuhkan untuk pernbentukan ATP, asam amino (tenttama bergugus tioi), albumin yang merupakan media traspor bagi mineral, dan mineral-mineral yang bersifat antioksidan (Zn, Cu). ATP dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga keseirnbangan ion akibat gangguan membran sel oleh NAPQI, sehingga kejadian stress oksidatif dapat ditekan. Albumin diperlukan untuk mengikat asetaminofen sehingga tidak terbentuk ikatan asetaminofen dangan protein (sisten) pada jaringan. Albumin dan mineral-mineral antioksidan diperlukan untuk menetralisir radikat bebas temasuk NAPQI hasil metabolisme parasetamot dosis tinggi. DiIaporkan oleh Zhang (2008) bahwa albumin merupakan kornponen antiapoptosis dan antioksidan.
Pengujian laboratorium membuktikan bahwa pemberim albumin 5 % mengakibatkan penurunan aktivitas apoptosis di paw-paru dan Iuka terbuka. Dari analisis kadar albumin (Gambar 19) dan aktivitas antioksidan serum (Gambar 20) diketahui bahwa kadar albumin dan aktivitas antioksidan kelompok PCT paling rendah. Dari analisis korelasi diketahui bahwa aktivitas antioksidan semm berkorelasi positif (r = 0,61) dengan kadar albumin serum, artinya sekitar 61 % aktivitas antioksidan serum diperankan oleh albumin. Kadar albumin serum akan berpengaruh terhadap besar kecihya kerusakan (dishngsi) hati. Aktivitas antioksidan serum berkorelasi negatif dengan kadar SGOT dan kadar SGPT.
Hasil ini
membuktikan bahwa ketersediaan antioksidan sangat mempengaruhi kadar SGOT dan SGPT yang merupakan tanda awal gangguan fungsi hati, dan albumin sebagai salah sahr jenis antioksidan yang terkandung dalam ekstrak ikan gabus berperan penting dalam pengendalian kadar SGOT dan SGPT. Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya kadar SGOT pada kelompok yang diproteksi dengan ekstrak ikan gabus adalah adanya mineral seng, tembaga, dan juga besi dalam ekstrak ikan gabus. Mineral seng dapat berfbngsi sebagai antioksidan (Sharon Hu, 2003). Mineral seng bersama-sama dengan protein dapat melindungi Xisosom dari reaksi oksidasi oleh senyawa radikal bebas. Lisosom sangat sensitif terhadap oksidasi. Kerusakan lisosom menyebabkan pengeluaran enzim-emim hidroiitik yang pada tahap berikutnya menyebabkan kerusakan mitokondria dan nekrosis. Mineral seng dan protein dapat mencegah oksidasi Iisosom oieh radikalradikal bebas yang dihasilkan stress oksidatif Pairds, etal, 2006). Terkait dengan perbaikan mekanisme pompa KATP,Prost (2004) melaparkan bahwa mineral seng intra seluler sangat berperan dalam pengatvran pompa KATP. Dari paparan keterkaitm pemberian parasetamoi dosis tinggi, ekstrak ikan gabus dan kadar SGOT-SGPT diatas diketahui bahwa pemberian ekstrak ikan gabus dapat menahan kenaikan kadar SGOT-SGPT. Kemampuan ekstrak ikan gabus menahan kenaikan SGOT dan SGPT tersebut secara tidak langsung menggambarkan kemampuan ekstrak ikan gabus mefindungi jaringan hati dari keracunan parasetamoI (hepatoprotector). 4.4.3. Kadar Albumin Serum
Albumin merupakan protein plasma yang disintesis di hati. Kadar albumin semm ditentukan oleh fungsi laju sintesis, laju degradasi, d m distribusi antara
komparteman intravaskuler dan ekstravaskuler. Laju sintesis albumin 12 - 25 ghari.
Pada keadaan norma! hanya 20 - 30 % hepatosit yang memproduksi albumin. Akan tetapi Iaju sintesis ini bervariasi tergantung ada tidaknya gangguan hngsi hati (penyakit), ketersediaan zat-zat gizi, dan lingkungan osmotik serta hormonal yang sesuai (r-rasan, 2008). Sintesis albumin mengalami penekanan pada sejumIah keadaan misalnya pada malnutrisi protein (kwashiorkor) dan pada penyakit hati. Batas normal kadar albumin adatah 3,5 - 5,5 g/100 ml. Rata-rata kadar albumin serum tikus percobaan setelah perlakuan disajikan pada Gambar 19.
CiG30
CIG3OPCT
CIGGOPCT
KRPCT
PCT
kelornpok perlakuan
Keterangan : EIG30 adalah kelornpok tikus yang diberi ransum standar dm ekstrak ikan gabus 30 mllkg bblhari tanpa diinduksi dengan parasetrun01 dosis tinggi, EIG30PCT adalah kelornpok tikus yang diberi ransum standar dan eksbrak ikan gabus 30 mllkg bbhari dan diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, EIG60PCT adalah kelompok tikus yang diberi ransum standar dan ekstrak ikan gabus 60 mfkg bblhslri dan diinduksi dengan parasetarno1 dosis tinggi, KRPCT adalah kelompok tikus diberi ymg diberi rmsurn stnndar d m hrkumino 30 mgkg bblhari dan diinduksi dengan pmasetmol dosis tinggi, dan PCT adalah kelompok tikus ynng diberi ransum standar dan diinduksi dengan parasetamoI dosis tinggi. Notasi diatas diagram batang yang berbeda, rnenunjukkan adanya perbedaan yang nyata (~<0,05)
Gambar 19. Kadar Albumin Serum Tikus Percobaan Dari analisis Anova diketahui bahwa perlakuan memberikan pengamh yang nyata (p < 0,05) terhadap kadar albumin serum.Dari uji lanjut BNT (Lampiran 3) diketahui kefompok PCT mempunyai rata-rata kadar albumin serum yang paling rendah dan berbeda secara nyata (p < O,05) dibmdingkm dengan keiompok iainnya. Kelompok WCPCT (pembanding) mempunyai kadar albumin tertinggi. Rata-rata kadar albumin serum kelompok KRPCT (pembanding) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok EIG60PCT, tetapi berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelompok EIG30PCT dan EIG30. HasiI ini menunjukkan bahwa pemberian
parasetamol dosis 500 mg/kg bb/hari seIama 7 Rari dapat rnenurunkan kadar aibumin serum meskipun tidak melewati ambang bawah (deplesi albumin). Pemberian ekstrak
ikan gabus dau kurkurnino dapat menahan penurunan kadar albumin akibat parasetam01 dosis tinggi tersebut, Peningkatan dosis pemberian ekstrak ikan gabus dari 30 mVkg bbthari menjadi 60 ml/kg bblhari memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan kadar albumin serum. Rendahnya kadar albumin kelompok PCT dapat dikaitkan dengan gangguan fungsi hati akibat radikal bebas NAFQI hasil metabolisme parasetamof dosis tinggi. Untuk rnereduksi NAPQI diperluan energi, protein d m antioksidan, dan di sisi lain kelornpok PCT merupakan keIompok yang paling rendah dalam kadar albumin dan antioksidan (Gambar 19 dan Garnbar 20).
Dampak dari rendahnya aktivitas
antioksidan dalam serum kelompok PCT adalah termanfaatkannya albumin serum
untuk rnereduksi NAPQI, sehingga kadar didalam serum akan berkurang. Dijelaskan oleh Murray, et al, (1995) bahwa penurunan kadar albumin serum terjadi karena keadaan rnalnutrisi protein atau penyakit hati yang kronis. Jika penyakit hati sudah
merusak sel dan berjalan lebih dari tiga minggu akan rnenyebabkan tertekannya sintesis albumin yang menyebabkan rendahnya kadar albumin di dalam darah. Pemberian ekstrak ikan gabus secara nyata dapat: menahan penurunan kadar albumin karena pemberian parasetamol dosis tinggi. Ha1 ini disebabkan daiarn eks& ikan gabus rnengandung protein (albumin), mineral seng, mineral tembaga dan ekstrak ikan gabus mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi. Protein dan albumin diperlukan untuk cadangan energi dan sintesa albumin serum. Albumin bersama-sama dengan mineral seng diperlukan untuk menetralisasi radikal bebas termasuk NAPQI yang dihasiikan dari metabolisme parasetarno! dosis tinggi. 4.4.4. Aktivitas Antioksidan Serum
Metabolisme tubuh akan selaiu menghasilkan radikal-radikal bebas. Tubuh memerlukan antioksidan untuk menetralisir radikal bebas, baik yang dihasilkan obh metabolisme (endogen) maupun radikal yang berasal dari luar hbuh (eksogen). Pemberian parasetanal dosis 500 mgkg bblhari selama 7 hari berturut-turut secara nyata mcnurunkan aktivitas antioksidan dalam serum tikus. Aktivitas antioksidan
serum tikus percobm disajikan pada Gambar 20.
f
I
20 IS
-16.5
11
(C)
1
Ii
i
f
I
Aktivilas Antioksidnn
i
10
I
(Yo)
I
I1
I
1 CIG30
tlC30PCT
TIGGOPCT
KRPCT
PCT
k e l o m p o k perlokuan
Keterangan : EIG3O adalah kelompak t i h s ymg diberi ransum standar dm eeirstrak ikm gabus 30 mVkg bblhari tanpa diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, EIG30PCT adatah kelompak tikus yang diberi ransurn standar dan ekstrak ikan gabus 30 mlkg bblbari dan diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, EIG60PCT adalah kelompok t i h s yang diberi ransum standar dan ekstrak ikan gabus 60 mVkg bblhari dm diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, KRPCT adalah kelompok tikus diberi yang diberi ransum sbndar h n kurkumino 30 mg/kg bbhari dan diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, dan PCT adalah kelompk tikus yang diberi ransum standar dan diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi. Nomi diam diagram batnng yang berbedn, rnenunjukkan adanya perbedaan yang nyata @-=0,05)
Gambar 20. Aktivitas antioksidan serum Dari analisis Anova diketahui bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap aktivitas antioksidan serum, dan dari uji lanjut BNT diketahui bahwa kelompok PCT rnempunyai aktivitas antioksidan serum terendah dan berbeda secara nyata dibandingkan dengan aktivitas antioksidan serum kelompok lainnya, Keiornpok
KRPCT (pembanding) mempunyai aktivihs antioksidan serum tertinggi d m berbeda nyata jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan serum kelornpok EN330 dm aktivitas antioksidan serum kelompok EIG30PCT, tetapi tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan akivitas antioksidan serum kelompok EIG60PCT. Aktivitas
antioksidan serum kelompok EIG30 lebih tinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan serum kelompok EIG30PCT. Hasil ini rnenunjukkan bahwa pemberian parasetam01 dosisi SO0 mgkgbblhari selama 7 hari meialui sonde dapat menumnkan aktivitas antioksidan serum.Pernberian ekstrak ikan gabus dapat menahan penumnan aktivitas antioksidan serum akibat pemberian parasetamol dosis tinggi. Peningkatan dosis pemberian ekstrak ikan gabus dari 30 mlkg bbhari menjadi
60 rnl/kgbb/hari dapat menahan penunrnan aktivitas antioksidan serum akibat parasetamol dosis tinggi secara bermakna. Kernampuan ekstnk ikan gabus menahan penurunan aktivitas antioksidan
serum akibat pemberian parasetamol dosis tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adatah ketersediaan albumin d m mineral daiarn ekstrak ikan gabus.
Albumin memegang peranan penting dalam mempertahan aktivitas antioksidm serum. Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa aktivitas antioksidan serum berkorelasi positif (r
=
0,61) dengan kadar albumin serum. Ha! ini rnenunjukkan
bahwa aibumin merupakan salah satu senyawa dalam darah yang yang mempunyai peranan terkait dengan aktivitas antioksidan serum. Disebutkan oIeh Chuang eta[.,
(2006) bahwa albumin merupakan salah satu antioksidan plasma yang penting. Senyawa-senyawa lain dalam serum yang merupakan antioksidan tubuh antara lain asam urat, bilirubin, vitamins A, C dan E. Kcterkaitan albumin dengan aktivitas antioksidan serum disebabkan pada molekul albumin terdapat 17 ikatan disulfida yang menghubungkan asam-asam amino yang mengandung sulfur (Gambar 16). Keberadaan ikatan disulfida dalam albumin inilah yang berikatan dengan radikal bebas @PPH) dan menyebabkan tingginya aktivitas antioksidan serum tikus yang mendapat mmakanan tambahan ekstrak ikan g a b s dan kurkumino. Aktivitas antioksidan serum berperan dalam pengendalian kadar SGOT dan SGPT. Peningkatan kadar SGOT dan SGPT disebabkan adanya gangguan pada faaI hati yang salah satu penyebabnya adalah serangan radikal bebas termasuk NAPQI
hasil metabolisme parasetamol dosis tinggi. Ketersediaan antioksidan dalam tubuh (darah) sangat diperlukan untuk menehalisir radikal-radikal bebas tersebut. Dari hasit analisis regresi diketahui bahwa terdapat korefasi yang negatif antara kadar SGOT (r
=
- 0,051) dan SGPT (r = - 0,251 dengan aktivitas antioksidan serum, Minya
semakin tinggi aktivitas antioksidan serum samakin rendah kadar SGOT dan SGPT. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa aktivitas antioksidan serum mempakan salah satu faktor (keciVlemah) yang dapat menahan kenaikan kadar SGOT dan SGFT akibat pemberian parasetamol dosis tinggi. 4.5. Gambaran Hlstologi Hati Tikus Perlakuan
Detoksifikasi merupakan saiah satu fungsi penting hati bagi tubuh. Hati sangat berperan dalarn pertahanan tubuh melawan invasi bakteri dan senyawa-senyawa beracun lainnya. Metabolisme parasetamol berlangsung di hati. Pemberian parasetarno1 dosis toksik (diatas 150 mgkg bb/hari) menghasilkan N-ace@I-p-benzoquinone imine (NAPQI) yang bersifat radial bebas. NAPQI dapat berikatan dengan protein pada membran sel sehingga mengakibatkan gangguan fungsi dan kerusakan sel-set hati. Jika sel mengalami cedera tetapi tidak mati, sei-se1 tersebut mengalami
perubahan rnorfologis yang dapat dikenali. Perubahan-pentbahan subletal ini bersifat reversibei, yaitu jika rangsangan yang menyebabkan cedera dapat dihentikan rnaka sel-sel tersebut &pat kembali sehat, dan sebaliknya jika rangsangan penyebab cedera tidak dihentikan kemsakan sel akan bertambah parah smpai pada akhirnya terjadi kematian jaringan (Price, 2006). Dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) akan dapat diketahui sel-sel yang mengalami degenerasi. Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian parasetamol dosis 500 mgkg bbkari selama 7 hari berturut-turut dapat menyebabkan terjadhya degenerasi sel hati
dan peningkatan jumlah sel radang pada jaringan hati tikus (Gambar 21). Degenerasi sel-sel hati akibat keracunan parasetamol dapat disebabkan adanya
perlekatan
NAPQI dengan protein (sistein). NAPQI bersifat radikal bebas, sehingga perlekatanya
dengan sei-sel hati dapat menyebabkan perubahan fungsi sel yang pada akhirnya menyebebkan kerusakan sel (Jawi, et al.,2007). Hasil pengamatan tingkat degenerasi sel dan perhitungan jumlah sef radang pada jaringan hati tikus percobaan disajikan pada Tabel 17. TabeI 17. Hasil fengamatan Mikroskopis Tingkat Degenerasi Sel dan Perhitungan Sel Radang pada Jaringan Hati Tikus Percobaan Kelornpok Perlakuan
1
I
Rata-rata Skor Degenerasi
I
EIG 30
I
(
I I
170
Rata-rata Jumlah Sel-sel Radang per lapang pandang pada emb be saran 200 x 37,44 A 9,4lD
EIG 30 PCT EIG 60 PCT
KR PCT PCT Keterangan : : kelompok ekstrok ikan gabus 30 mUkg bb/hari tanpa parasemol EIG30 EfG30PCT : keiompok ekstrak Ikan Gabus dosis 30 mykg b h r i + PCT 500 m&g bblhari EIG60PCT : kelompok ehtnk Ik;in Gabus dosis 60 mWg b b h n + PCT 500 mgkg bbkari KRPCT : kelompokkurkurnino dosis 30 mVkb bMari + PCT 500 m a g bbhari :kelompok paetamol dosis 500 rn&g bb/hari tanpa proteksi PCT Skor 4, jika degenemsi sel mencapri 100 %, Skor 3, jika dcgegencnsi seI berkisar 75-100 ?4% Skor 2 jika degenemsi sel berkisar 50-75 %, Skor 1, jika degenensi sel berkisar25-50 %, dan Skor 0, jika degenemi sel kurangdan 25 %. Superskripyang behala pada kolom ynng m a menunjukkan adanya pedxdaan yang nyata.
I
Keterangan : : &us diberi EIG 30 ml/kgbb/hari NG30 EIG30PCT :tikus diberi EIG 30 rnlkgbbhari +
PCT
EIG60PCT : tikus diberi EIG 60 mvkgbbhari + PCT : tikus diberi kurkumino 30 mg KRPCT Ikgbblhati +PCT : tih-s diberi PCT tanpa proteksi PCT M :Makrofag : Sd ymg mensalami degenerasi D L : Lidosit
Gambar 2 1. Foto Mikrograf Jaringan Hati Tikus Percobaan dengan Pewal-riaan HE Pembesaran 200 x Degenerasi sel pada jaringan hati tikus akibat parasetarnol telah banyak dilaporkan, dimtaranya oleh Mi, at al, (20031, Linawati et al, (2003), Suarsana
(20051, dan Jawi et al, (2007). Pemberian parasetarnol dosis tunggal 2500 mg/kg bb
secara intraperitonial dapat menyebabkan nekrosis sentroiobuler (Linawati, et al, 2006). Suarsana (2005) melaporkan bahwa pemberiatl parasetamol 250 m a g
BBhari secara oral selama lima minggu menyebabkan adanya degenerasi hidrofik,
degenerasi rnelemak dan nekrosis pada ayam Broiler strain Sturbro urnur satu buIan. Jawi, et al, (2007) melaporkan bahwa pemberian parasetam01 dan alkohol dengan dosis 800 mg/kb bbhari seiama 14 hari menyebabkan degenerasi dan nekrosis hati tikus. Dari Tabel 17 diketahui bahwa jaringan hati tikus kelompok yang diinduksi parasetamol dosis 500 mgkg bbkari saja (PCT) menunjukkan adanya tingkat degenerasi sel yang paling tinggi dibandingkan kelompok iainnya. Tingkat degenerasi sei-sel pada jaringan hati tikus kelompok yang diinduksi parasetarnol dosis 500 mgkg bbkari dan mendapat tambahan ekstrak ikan gabus dosis 60 rnl/kg bb/hari (EIG60 PCT) lebih rendah dibandingkan tingkat degenerasi sel pada jaringan hati kelompok
PCT, dan relatif sama jika dibandingkan dengan tingkat degenerasi sel pada jaringan hati kelompok EIG30, serta rnendekati tingkat degenerasi sel pada jaringan hati keiompok pembanding (KRPCT). Ha1 ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ikan gabus dapat melindungi jaringan hati tikus dari degenerasi sel akibat parasetamol. Peningkatan dosis pemberian ekstrak ikan gabus dapat menurunkan tingkat degenerasi sel pada jaringan hati tikus. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya tingkat degenerasi sel pada jaringan hati tikus kelompok EIG60PCT dibandingkan dengan tingkat degenerasi pada jaringan tikus kelompok EIG30PCT.
Dari perhitungan jumlah sel radang (Tabel 17) diketahui bahwa jumlah sel radang pada jaringan hati tikus kelompok yang diinduksi parasetamol dosis 500 rng/kg bb/hari saja (PCT) paling tinggi dan berbeda nyata (p< 0,05) dibandingkan dengan kelompok lainnya. Jumiah sel radang pada jaringan hati tikus kelompok yang diinduksi parasetarno1 dosis 500 mgkg bbhari dan mendapat tambahan ekstmk ikan gabus dosis 60 mlkg bbfhari (EIG6OPCT) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan jumlah sel-sel radang dalam jaringan hati tikus kelompok KRFCT maupun jumlah sel-sel radang pada jaringan hati tikus kelornpok EIG30. Hal ini menunjukkan pemberian ekstrak ikan gabus dapat menekan terjadinya akumulasi sel-sel radang pada jaringan hati tikus akibat parasetamol dosis tinggi. Pemberian ekstrak ikan gabus dengan dosis 60 m a g bbfhari dapat menekan akumulasi sel-sel radang pada jaringan
hati tikus Iebih baik dibandingkan dengan pemberian ekstrak ikan gabus dosis 30 mi/kg bbkari . Keberadaan sel-sel radang pada jaringan hati kelompok EIG30 menunjukkan bahwa secara normal sel-sel radang dalarn jumlah sedikit ada pada beberapa organ (termasuk hati). Keberadaan sel-sel radang pada jaringan termasuk jaringan hati merupakan respon endogen terhadap proses peradangan (Price, 2006). Dilihat dari posisi sel-sel radang pada ja~ingan hati tikus, secara umum sei-sel radang terakumulasi di sekitar vena sentral, dan khusus pada jaringan hati tikus kelompok
PCT sef-sel radang sudah menyebar di sebagian jaringan hati (Gambar 22). Hal ini mununjdi2a.n bahwa jaringan hati tikus kelompok PCT mengalami tingkat degenerasi sel yang lebih tinggi (sesuai hasil analisis degenerasi sel) dengan letak sel yang mengalami degenerasi sel lebih luas (menjauhi vena sentral), sehingga setsel radang pada jaringan hati tikus ketompok PCT lebih tersebar dan tidak hanya terakumulasi di sekitar vena sentral. Pemberian ekstrak ikan gabus dapat menekan tingkat degenerasi sel pada jaringan hati tikus dan hanya terjadi degenerasi sel di sekitar vena sentral. Hasil ini rnununjukkan bahwa pemberian ekstrak ikan gabus dapat rnelindungi jaringan hati dari serangan radikal bebas yang dihasilkan dari metabolisme parasetamol dosis tinggi, sehingga tingkat degenerasi sel. pada jaringan hati tikus dapat ditekan dan degenerasi sel pada jaringan hati hanya terjadi di sekitar vena sentral. Makrofag merupakan salah satw jenis sel radang yang relatif banyak ditemukan di jaringan hati tikus percobaan. Malrrofag merupakan seI ymg bergerak aktif, yang berespons terhadap rangsangan kemotaktik yang bersifat fagositik aktif. Makrofag rnampu membunuh serta mencerna berbrrgai agen yang membahayakan tubuh. Makrofag dapat bertahan berminggu-mingy bahkan berbulan-bulan dalam jaringan. Pemberian ekstrak ikan gabus dapat menekan jwnlafi sel-sel radang pada jaringan hati tikus yang diinduksi dengan parasetamof dosis toksik. Keterkaitan pemberian parasetamol dan ekstrak ikan gabus dengan peningkatan jumlah sei-sel radang dalarn jaringan hati tikus percobaan dapat dijeiaskan sebagai berikut. Pemberian parasetamol dosis 500 mgkg bbhari selama 7 hari dapat menyebabkan degenerasi sel pada jaringan hati tikus (Tabel 17, Gambar 21). Degenerasi sel yang terjadi dapat menyebabkan perubahan f h g s i dan sifat sel. Perubahan sifat sel tersebut &an berespon dengan sel-sel radang, sehingga sel-sel radang akan terkonsentrasi disekitar sel yang mengalami degenerasi. laringan hati yang mengalami degenerasi
lebib tinggi rnemiliki sel-sel radang dengan jurnlah yang lebih banyak. Pemberian ekstrak ikan gabus PIG) dapat menekan kejadian degenerasi sel pada jaringan hati tikus. Penurunan tingkat degenerasi sel pada jaringan hati tikus yang mendapatkan ekstrak ikan gabus (HG)berdampak pada iebih sedikitnyajumlah sel-sel radang pada jaringan hati tikus tersebut. Peningkatan dosis pemberian ekstrak ikan gabus dapat rnenurunkan tingkat degenerasi sel dan jumlah sel-sel radang pada jaringan hati tikus. Hasil penelitian h i menunjukkan babwa pernberian ekstrak ikan gabus dapat mengurangi terjadinya degenerasi sel-sel pada jaringan hati. Kernampuan ekstrak ikan gabus melindungi
seI-sel pada jaringan hati diduga terkait dengan kemampuan
ekstrak ikan gabus sebagai antioksidan (hasil penelitian tahap satu), keberadaan protein terutama albumin, mineral seng, tembaga, dan besi. Ekstralc ikan gabus mempunyai aktivitas antioksidan, dan pernberian ekstrak ikan gabus dapat meningkatkan kernampuan antioksidan serum (Gambar 20). Antioksidan sangat diperlukan untuk menangkai radikal bebas termasuk NAPQI yang dihasilkan dari metabolisme parasetamol dosis tinggi. Jika jumlah radikal bebas daiarn tubuh berada dalam jumlah yang berlebihan sedangkan antioksidan seluler tetap atau lebih sedikit, maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralisir dm dapat menyebabkan kerusakan sel. Antioksidan dapat dihasilkan oleh tubuh sendiri, seperti superoksida disrnutase dan glutation peroksidase. Antioksidan juga dapat diperofeh dari luar tubuh seperti rnakanan atau obat-obatan. Ketersediaan antioksidan yang cukup dalam tubuh dapat melindungi organ temasuk jaringan hati dari serangan radikai bebas sehingga kejadian degenerasi sel dapat ditekan. Keberadaan albumin dalam ekstrak ikan gabus merupakan salah satu faktor yang rnenyebabkan ekstrak ikan gabus dapat melindungi jaringan hati. Ekstrak ikan gabus mempunyai kadar albumin yang lebih tinggi dibanding susu sapi tetapi lebih rendah dibanding putih telur (hasil penelitian tahap satu). Albumin dapat bel-fungsi sebagai antioksidan (Papas, 1998 ; Tuminah, 2000). Kernampuan albumin sebagai antioksidan dikaitkan dengan adanya gugus ti01 dalam struktur albumin (Gambar 16). Bairds, ef al., (2006) menyebutkan bahwa protein yang kaya akan gugus ti01 dapat berfungsi sebagai anti apoptosis dan mengurangi oksidasi lisosom oleh radikal bebas (antioksidan). Hasil analisis aktivitas antioksidan serum menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ikan gabus dapat menahan penurunan aktivitas antioksidan serum akibat pemberian parasetamol dosis tinggi (Gambar 20), dimana antioksidan serum sangat: diperlukan untuk menetralisir radikal bebas, termasuk NAPQI yang dihasilkan
dari metabolisrne parasetano1 dosis tinggi. Disebutkan oleh Arif (2007) bahwa albumin merupakan antioksidan kuat dalam plasma. Fungsi albumin sebagai antioksidan juga disebutkan oleh Chen, et al, (2001). Chen menyebutkan bahwa albumin mempunyai efek antioksidan, dan berperan dafam penangkapan radikal bebas p d a proses pembentukao urolithiasis dan asam sialik. Dari penjabaran fungsi albumin sebagai antioksidan tersebut menguatkan dugaan bahwa albumin yang terkadung dalam ekstrak ikan gabus rnempakan salah saw faktor penyebab dapat difungsikannya ekstrak ikan gabus sebagai pelindung jaringan hati (hepatoprotector) dari kejadian degenerasi sel-seI hati akibat parasefamol dosis tinggi. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab dapat difungsikanya ekstrak ikan gabus sebagai hepatoprotector adalah adanya mineral seng dan tembaga. Ekstrak ikan gabus merupakan pangan sumber mineral seng dan tembaga yang baik (hasit peneIitian &hap satu). Ketersediaan minerat seng dan tembaga dalarn makanan dapat menjamin ketersediaan seng dan tembaga tubuh. DiLjelaskan oleh Samman (2007) bahwa rendahnya asupan mineral seng dari diet merupakan penyebab utama kekurangan minerai seng. Rendahnya asupan mineral seng tubuh dapat disebabkan kadar mineral seng daIam diet yang rendah atau kecilnya mineral seng yang dapat diserap oleh tubuh. Mineral seng dapat berfbngsi sebagai antioksidan, sehingga ketersediaan mineral seng dalam tubuh akan mernperkuat sistem pertahanan tubuh rnenghadapi radikal bebas, termasuk NAPQI hasil metabolisme parasetamol dosis tinggi. Dijelaskan oleh Sharon Hu (2003) bahwa mineral seng dapat berhngsi sebagai antioksidan yang setidaknya memiliki dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah mineral seng melindungi senyawa bergugus sulfhidril dari serangan oksidasi. Keterikatan 2nZ+ dapat menstabilkan gugus sulfhidril. Mekanisme kedua adalah mineral seng rnencegah terbentuknya radikal bebas (HO* dan
02')
yang dihasilkan
ofeh proses transisi ion logam. Pada mekanisme kedua tersebut mineral seng berkompetisi dengan mineral besi untuk berikatan dengan ligan yang mengandung sistein. Ikatan sistein dengan Fe dapat mentransfer elektron kepada Oz dm menghasiikan HO*, keberadaan mineral seng dapat menghambat pembentukan HO*. Ketersediaan mineral seng dalam tubuh juga berdampak pada penguatan sistem antioksidan endogen seperti glutation peroksidase, dan Cu-Zn SOD. Ketersediaan mineral seng dan tembaga dalam bbuh menyebabkan tubuh mempunyai kemampuan mensintesis Zn, dan Cu- SOD yang sangat diperlukan untuk menetralisir
radikal bebas termasuk NAPQI hasil metabolisrne parasetarno1 dosis tinggi.
Dilaporkan oleh Gusau, et al, (1890) bahwa penderita gangguan fingsi hati kronis mempunyai kecenderungan mempunyai kadar mineral seng yang rendah. Kemampuan tubuh mensintesis Cu-ZnSOD sangat terkait dengan ketahanan tubuh menghadapi serangan radikal bebas (termasuk NAPQI). Dilaporkan oleh Lei, et al, (2006) bahwa tikus yang kekurangan Cu-ZnSOD lebih rentan terhadap keracunan asetaminofen. Dilaporkan oleh Long Hu,er al, (2007) bahwa pemberian suplemen mineral seng dengan dosis 50 mgkb bbhari selama lima hari dapat memperbaiki konsentrasi mineral seng tubuh, menghambat peroksidasi lipid, perbaikan sintesis protein tubuh dan perbaikan h g s i hati. Terkait dengan sfxes ohidatif, teIah dilaporkan oleh Zhou et af, (2005) bahwa pemberian suplemen mineral seng dapat melindungi jaringan hati tikus yang dipapar dengan atkol~oljangka panjang (12 minggu), dengan cara menghambat akumulasi reaktif oksigen spesies (ROS), dan dilaporkan oleh Kang et a17 (2008) bahwa pemberian suplemen mineral seng dapat meningkatkan aktivitas regenerasi sel-sel hati pada tikus yang mengalami kerusakan hati akibat pemberian etanol jangka panjang. Dari paparan keterkaitan minerai seng dengan penyakit hati dan parasetamol tersebut diatas diketahui bahwa asupan mineral seng (dan juga mineral tembaga) yang baik sangat diperlukan, dan ekstrak ikan gabus dapat dijadikan salah satu alternatif pangan sumber mineral seng dan tembaga. Ekstrak ikan gabus sangat mungkin dijadikan sumber mineral seng dan tembaga yang baik, karena selain kadar mineral seng dan tembaga yang relatif tinggi juga merupzzkan pangan hewani yang secara umum mempunyai bioavabilitas mineral seng tinggi. Ketersediaan atbumin, mineral seng dan tembaga secara bersamaan (dalam satu produk) merupakan faktor lain yang mendukung dapat difungsikannya ekstrak ikan gabus sebagai Irepatoprotector, ha1 ini disebabkan adanya keterkaitan yang era$ antara albumin dengan mineral seng dan tembaga dalam proses metabolisme tubuh. Dijelaskan oleh Montgomery (1393) dan Sunatrio (2003) bahwa albumin plasma mempunyai fungsi yang banyak, diantaranya pengaturan tekananan osmotik, dimana albumin plasma bertangung jawab atas 75 - 80 % tekanan osmotik, penghambatan pembentukan flatelet, pengaturan perrniabilitas membran sel, antioksidan, dan hngsi pengikatan dan transport. Fungsi albumin sebagai pembawa molekul-molekul kecii erat kaitannya dengan bahan metabolisme yang mempunyai sifat kurang larut dafam air. Anion dan kation-termasuk mineral seng d m tembaga- memerlukan albumin
untuk transportasi di dalam tubuh. Dijelasakan Stewart at al, (2003) dan Lu, et al, (2007) bahwa atbumin plasma mempunyai fungsi mengikat beberapa senyawa Cu (In, Zn esensial dan logam-logam babahaya, diantaranya adalah Ca (II), Co (19,
GI), dan Cd (TI). Albumin merupakan senyawa pembawa yang utama bagi mineral seng dalam tubuh. Albumin plasma mempunyai peranan penting dalam memfasilitasi transportasi mineral seng ke endotelial sel. Visualisasi pengikatan mineral seng dan tembaga oleh albumin (Rowe, 20001,disajikan pada Gambar 22
Gambar 22. Ikatan antam albumin dengan mineral seng dan tembaga Ketersediaan albumin dan mineral (seng dan tembaga) dapat menstabilkan fungsi membran sel dari pengaruh stress oksidatif. Dilaporkan oleh Zhou, et al, (2002) bahwa ketersediaan albumin dan mineral seng dalam tubuh dapat melindungi kerusakan hati karena pengaruh alkohol. Terkait dengan stress oksidatif, Prost, et al,
(2004) melaporkan bahwa mineral seng berperan dalam pengaturan pompa kalium seluler, dan bahwa mineral seng bersarna protein secara nyata menurunkan apoptosis akibat stress oksidatif (Baird, et at, 2005). Armin (2005) menjelaskan bahwa mineral seng dapat menstabilkan hngsi membran dan memodidkasi fungsi membran dengan cam berinteraksi dengan oksigen, nitrogen, ligan sulfur makro molekuler hidrofifxlik. Mineral seng dapat melindungi membran sel dari agensia penginfeksi dan dari peroksidasi lemak. Dari perjelasan hasil analisis kimia ekstrak ikan gabus, analisis kimia darah tikus percobstan dan histologi, serta penjetasan keterkaitan komponen kimia ekstrak ikan gabus dengan kejadian degenerasi sel menguatkan hipotesis bahwa ekstrak ikan gabus dapat difungsikan sebagai hepatoprotector.Ketersediaan albumin, mineral seng dan tembaga, serta kemampuan ekstrak ikan gabus sebagai aktioksidan merupakan faldor penting yang mendukung dapat difungsikannya ekstrak ikan gabus sebagai hepatoprotector.