PD. Pasar Jaya Dan Tantangan Global: Sebuah Tinjauan Dari Perspektif Organizational Learning1 Oleh. Haris Faozan
Pendahuluan
PD. Pasar Jaya adalah pengelola pasar tradisional di Jakarta yang memiliki tugas pokok diantaranya adalah melaksanakan pelayanan umum dalam bidang pemasaran; membina pedagang pasar; dan ikut membantu menciptakan stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa. Sementara itu PD Pasar Jaya juga memiliki fungsi, yaitu: melakukan perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan bangunan pasar; melakukan pengelolaan pasar dan fasilitas perpasaran lainnya; dan melakukan pembinaan pedagang pasar. Tugas pokok dan fungsi yang dipikul PD. Pasar Jaya bukanlah perkara mudah mengingat persaingan di sektor perdagangan saat ini dirasa cukup ketat. Merebaknya pasar-pasar modern yang merambah Jakarta tentu tidak bisa diabaikan begitu saja. Tidak pelak lagi bahwa misi PD. Pasar Jaya “Menjadi tempat belanja utama, aman, nyaman, dan menyediakan kebutuhan barang/jasa yang lengkap, khas, segar, murah dan bersaing” bukan pekerjaan ringan. Matahari, Alfa, Makro, Hero, Carrefour, Giant, dan lain-lain juga mengemban misi yang tidak jauh berbeda, ditambah dengan komitmen mereka cukup kuat untuk mencapai misinya. Disadari atau tidak oleh jajaran direksi dan manajemen PD. Pasar Jaya bahwa kinerja yang dicapai belum cukup membanggakan jika dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia dan peluang yang terbentang luas. Contoh kecil misalnya, data tentang jumlah tempat usaha PD. Pasar Jaya menunjukkan bahwa pada tahun 2000 terdapat 96.115 tempat usaha. Dari total jumlah tempat usaha tersebut hanya 82.667 (86,01%) tempat usaha yang aktif. Apabila ditinjau dari cost-benefit atau cost-effective tentu hal ini patut disayangkan, sementara pihak-pihak lain merasa kesulitan mendapatkan lokasi strategis seperti itu. Secara implisit, menunjukkan bahwa PD. Pasar Jaya belum mampu mengoptimalkan sumberdaya yang telah tersedia. Apabila kondisi demikian dikaitkan dengan AFTA 2003, tentu banyak pertanyaan yang bakal muncul sekaitan dengan eksistensi PD. Pasar Jaya dalam perdagangan bebas. Dengan diberlakukannya AFTA 2003, semestinya organisasi-organisasi pengelola bisnis telah menata diri agar mendapatkan tempat di dalam persaingan global. Demikian pula dengan PD. Pasar Jaya tidak luput dari tuntutan seperti itu. Globalisasi secara langsung atau tidak langsung, pasti berpengaruh terhadap eksistensi PD. Pasar Jaya. Bisa saja PD. Pasar Jaya menyadari hal tersebut dan melakukan pembenahan di sanasini secara strategik. Tetapi bisa jadi, PD. Pasar Jaya sadar akan hal tersebut, namun 1
Terbit dalam “Jurnal Forum Inovasi “ PPSa-Fisip UI, Vol. 7 Juni-Agustus 2003.
1
pembenahannya dilakukan secara konvensional. Apakah PD. Pasar Jaya memiliki masa depan atau akan tergusur oleh kejamnya perubahan? Tentu waktu yang akan mengujinya, semua tergantung dengan keunggulan daya saing (competitive advantage) yang dimiliki dan inovasi yang diciptakan oleh PD. Pasar Jaya. Sekali lagi, semua tergantung dengan manajemen inovasi PD. Pasar Jaya itu sendiri. Artikel ini bertujuan memberikan gambaran betapa pentingnya pembelajaran dan inovasi organisasi seperti PD. Pasar Jaya untuk mendorong kinerja organisasinya. Artikel akan diawali dengan uraian tentang pembelajaran organisasi. Kemudian akan dilanjutkan dengan paparan tentang inovasi organisasi. Selanjutnya dari kedua kerangka teoritis tersebut akan dimunculkan beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh PD. Pasar Jaya. Paper ini akan ditutup dengan sebuah konklusi.
Organizational Learning
Disadari atau tidak, pembelajaran organisasi (organizational learning) pada kenyataannya bukanlah sebuah teori baru. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Cyert & March pada tahun 1963 dengan bukunya yang berjudul “A Behavioural Theory of the Firm”. Seiring dalam perkembangannya, konsep dan teori pembelajaran organisasi (organizational learning) dan organisasi pembelajar (learning organization) telah menjadi lampu sorot dalam wilayah bisnis sebagai konsep manajemen baru (new management concept). Konsep manajemen baru dimaksud jelas tidak lepas dari pusaran perubahan (change) yang sulit diterka kehadiranya, dan hal-hal lain yang tidak jauh dari itu, sebut saja misalnya masalah ketidakpastian (uncertainty) dan kompleksitas yang dinamis (dynamic complexity). Dalam sebuah artikelnya Barry Sugarman (1998) mengatakan : “A central set of ideas that is guiding much of the managed change, and so should be some help in understanding it is known as ‘learning organization’.” Karena pentingnya peran organisasi pembelajaran, Woolner (1992) berargumen bahwa organisasi-organisasi pembelajar memfokuskan pada pentingnya orang-orang, kultur dan praktek kerja mereka; merupakan tempat utama untuk melakukan kerja pengetahuan (knowledge work) secara efektif; berlandaskan pada kerja tim; memegang tanggung jawab; melakukan pembelajaran dan manajemen sendiri (self-management and learning). Dalam hubungannya dengan pembelajaran organisasi, Lee et al. (1992) menyatakan bahwa proses pembelajaran organisasi dipandang sebagai sebuah siklus, dimana tindakan individu diorientasikan pada interaksi organisasi dengan lingkungannya, lingkungan merespon, dan respon lingkungan diinterpretasikan oleh para individu yang belajar dengan cara memperbaharui keyakinan mereka mengenai hubungan sebabakibat (cause-effect relationship). Menurut Daniel R. Tobin (1996), akuisisi pengetahuan merupakan proses multi langkah, yang dimulai dengan data dan diakhiri dengan kebijaksanaan sebagai produk akhir tertinggi dari pembelajaran (lihat gambar 1). Langkah pertama dalam model pembelajaran (learning model) adalah untuk menyaring data dan hanya menggunakan
2
data yang memiliki relevansi dengan organisasi, kerja organisasi dan tujuan organisasi. Tahap selanjutnya, proses difokuskan pada pencarian informasi yang relevan (relevance infromation) yang dapat menambah nilai (add value) pada kerja organisasi dan para pegawainya di dalam organisasi. Informasi yang hanya memiliki relevansi dengan organisasi dan kerjanya belum tentu dapat menambah inilai, hanya jika infromasi tersebut diaplikasikan di dalam pekerjaan. Hal ini juga berlaku bagi para pegawai yang memiliki banyak informasi, dimana mereka belum dapat dikatakan memiliki pengetahuan baru (new knowledge) dengan banyaknya informasi yang mereka miliki sebelum mereka mengaplikasikannya pada pekerjaan mereka. Dengan demikian, tahap ketiga model pembelajaran mengartikan, bahwa suatu pengetahuan (knowledge) telah diperoleh, hanya jika para pegawai mengaplikasikan informasi pada pekerjaan mereka dan menggunakan infromasi tersebut untuk menambah nilai pada pekerjaan mereka. Tahap akhir model pembelajaran ini adalah mengembangkan kebijaksanaan (wisdom), menambah pengalaman dan intuisi pada basis pengetahuan. Sementara itu, Stata (1989) menekankan bahwa pembelajaran organisasi berbeda dengan pembelajaran individu dalam 2 (dua) hal mendasar:: “First, organizational learning occurs through shared insight, knowledge and mental models. Second, learning builds on past knowledge and experience-that is, on organizational memory”. Menurut Carroll (1998) meskipun organisasi tidak dapat belajar tanpa orang-orang, pengetahuan organisasi tetap ada dalam saling ketergantungan diantara tempat-tempat penyimpanan informasi. Oleh karenanya fokus pembelajaran organisasi bukan sematamata kepada data atau informasi, tetapi pada tahuan (knowing) terhadap implikasi dari informasi tersebut. Tobin (1996) mengatakan: “ If knowldge is the key to company renewal, then transformational learning is the means to that end. Transformational learning is the identification, acquisition, and aplication on informatin that enables an organization, and the peole within that organization, to reach their goals.”
3
Gambar 1 The four stages of learning Stage I
Data + Relevance + Purpose
Stage II
Information + Application
Stage III
Stage IV
Knowledge + Intuition
Wisdom
Sumber: Tobin, D. R (1996), Transformational learning: renewing your company through knowledge and skills, New York: John Wiley and Sons, Inc. p. 11 Pembelajaran organisasi adalah tentang bagaimana kita dapat melakukan sesuatu secara lebih baik, bagaimana cara melakukan sesuatu secara berbeda dan lebih baik sebagaimana menurut Wood (1998) pembelajaran adalah sebuah perubahan tetap yang dapat dibandingkan dalam perilaku yang terjadi sebagai sebuah hasil dari pengalaman. Namun demikian, Antal (2002) mengingatklan bahwa pembelajaran bukanlah proses kumulatif secara murni. Oleh karena itu agar dapat belajar bagaimana melakukan sesuatu secara berbeda, perlu kiranya menghentikan berbuat (unlearning) sesuatu hal yang pernah dilakukan dengan baik tetapi pada kondisi saat ini kurang menunjukkan hasil yang optimal (lihat juga Choo, 1998). Hal tersebut perlu diingat, karena konsep “learning” itu sendiri mengalami perkembangan, misalnya, pada waktu yang lalu “learning” diartikan sebagai proses pembelajaran individu per se, tetapi pada saat ini berkembang menjadi sebuah konsep yang menekankan pentingnya kolaborasi diantara individu-individu tersebut. Hal ini sebagaimana argumentasi Mark Adleson: “A learning organization builds collaborative relationships in order to draw strength from the diverse knowledge, experience, capabilities, and ways of doing things that people and communities have and use”. Senge mencatat, “organizations learn only through individuals who learn. Individual learning does not guarantee organizational learning, but without it no organizational occurs” (1990). Sejalan dengan pemikiran tersebut adalah Argyris & Schon
4
menyatakan “individual learning is a necesarry but insufficient condition for organizational learning”, sehingga pembelajaran individu merupakan conditio sine qua non bagi pembelajaran organisasi (1978). Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian, Marquardt & Reynolds menunjukkan beberapa elemen pelengkap yang mampu membantu organisasi belajar secara efektif, yaitu system thinking, anticipatory and loop learning, action learning, information systems, dan learning space (1996).
Organizational Innovation
Istilah inovasi menjadi kian penting manakala kita memasuki era pengetahuan (knowledge era). Inovasi bukan lagi sebagai sebuah kewajiban, melainkan suatu kebutuhan bagi setiap organisasi –publik, privat, dan pemerintah-- yang ingin mengukir namanya di masa mendatang. Inovasi telah menggantikan konsep bertahan hidup (survive) secara total, karena hanya bertahan hidup saja tidak lagi memadai dalam situasi turbulensi (turbulance) dan perubahan yang serba cepat. Terminologi inovasi bukan lagi hanya untuk manajemen tingkat menengah atau puncak, tetapi setiap orang di dalam organisasi bertanggung jawab untuk inovasi personal, tim dan organisasi (Clemmer, 2001). Sejalan dengan pemikiran tersebut, Senge (1990) mengatakan: “It is no longer sufficient to have one person learning for the organization, a Ford or a Sloan or a Watson. It’s just not possible any longer to ‘figure out’ from the top, and have everyone else following the orders of the ‘grand strategist.’ The organizations that will truly excel in the future will be the organizations that will truly tap people’s commitment and capacity to learn at all levels in an organization”. Diantara penulis yang menunjukkan “hasil (outcomes)” dari pembelajaran organisasi adalah misalnya, Nonaka & Takeuchi (1995). Mereka menunjukkan bahwa penciptaan pengetahuan mampu menumbuhkan inovasi yang berkelanjutan, baik dalam bentuk produk, pelayanan, atau sistem baru. Dari keberlanjutan inovasi tersebut akan menghasilkan keunggulan daya saing (competitive advantage) (Nonaka & Takeuchi, 1995). Selain mereka adalah Rosengarten (1999) yang melakukan studi kasus pada pemasok komponen mobil di Britania tentang karakteristik organisasi pembelajar (characteristic of the learning organization) dan hasil pembelajaran organisasi (organizational learning outcomes). Rosengarten (1999) menyatakan bahwa terdapat dua hasil pembelajaran berdasar atas studi yang dilakukannya, yaitu tingkat kecepatan pembelajaran organisasi dan jumlah peningkatan kualitas produk. Sementara itu, Choo (1998) menyatakan bahwa hasil dari penciptaan pengetahuan (knowledge creating) adalah inovasi-inovasi baru atau perluasan kemampuan organisasi (expansion of the organization’s capabilities). Ketika kemampuan baru atau inovasi tersedia di dalam organisasi, mereka memperkenalkan alternatif baru dan memperlebar ruang pencarian masalah (problem search space).
5
Di pihak lain adalah Nevis et al. (1995) melihat hasil pembelajaran dikaitkan dengan kesuksesan sebuah organisasi, dimana kesuksesan tersebut dikategorikan ke dalam beberapa hal, yaitu: 1) kompetensi inti yang dikembangkan secara baik yang mampu menghasilkan produk dan pelayanan baru; 2) sikap yang mendukung peningkatan yang berkelanjutan dalam business’s value-added chain; dan 3) kemampuan untuk melakukan pembaruan atau revitalisasi secara fundamental. Dari uraian tersebut dapat digarisbawahi bahwa hasil pembelajaran organisasi berkaitan dengan inovasi yang dilakukan oleh organisasi. The Conference Board of Canada (2002) mendefinisikan inovasi sebagai berikut: “innovation as a process through which economic or social value is extracted from knowledge/through the generation, development, and implementation of ideas/ to produce new or improved products, processes, and services” Dalam papernya “The Practice of Innovation”, Senge (1998) merujuk pendapat Peter Drucker mengenai 3 (tiga) bahan baku dari disiplin inovasi (discipline of innovation), yaitu misi (mission), visi (vision), dan penilaian hasil (assessment). Meskipun bahan baku tersebut tampak sederhana, tetapi dalam prakteknya bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya organisasi yang belum mampu menciptakan inovasi secara berkelanjutan atau bahkan seringkali gagal mewujudkan hal tersebut. Selain itu, Senge (1996) juga mengatakan: “Truly innovative, adaptive companies recognize that healthy leadership ecology requires three kind of leaders: local line leaders…, internal networkers…, and executive leaders. All three have essential role to play”.
Beberapa Pertanyaan Yang Perlu Dijawab PD. Pasar Jaya
PD. Pasar Jaya adalah salah badan usaha miliki Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang berorientasi bisnis dan memiliki peluang strategis. Di era persiangan ketat dewasa ini orientasi dan kepemilikan peluang bisnis yang dinnilai strategis bukanlah hal yang cukup untuk disyukuri. Mengapa? Karena organisasi pengelelola bisnis seperti PD. Pasar Jaya dituntut mampu memanfaatkan peluang tersebut. Perlu disadari bahwa kemampuan memanfaatkan peluang dan kemampuan bersaingan di arena persaingan global membutuhkan persiapan-persiapan matang, baik dalam konteks internal maupun lingkungan organisasi. Yang pertama dan utama tentu PD. Pasar Jaya perlu melihat ke dalam organisasinya sendiri. Sehubungan dengan hal itu, beberapa pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana PD. Pasar Jaya membangun visi bersama organisasinya, sehingga seluruh pegawai --dari staf terendah hingga pejabat tertinggi-- memiliki komitmen untuk meningkatkan kinerja organisasinya? 2. Bagaimana direksi dan manajemen PD. Pasar Jaya memfasilitasi dan membangun pembelajar tim (team learning)? Dan bagaimana memperbesar dan menguatkannya ke dalam pembelajaran organisasi (organizational learning) untuk menghasilkan peningkatan kinerja atau inovasi organisasinya? 3. Bagaimana PD. Pasar Jaya menumbuhkan berpikir sistematis (system thinking) bagi seluruh pegawainya, sehingga mereka merasa bahwa dirinya merupakan
6
satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan dari satu unit dengan unit organisasi lainnya? Dari ketiga pertanyaan tersebut sesungguhnya tersirat bahwa kemampuan leadership memegang peran pivotal untuk menjadikan organisasinya sebagai organisasi yang tangguh yang mampu menyeimbangkan exploitative and explorative learning di dalam organisasinya. Dari keseimbangan pembelajaran tersebut akan menghasilkan daya saing dan inovasi berkelanjutan. Berkaitan dengan lingkungan eksternal PD. Pasar Jaya, pertanyaan sangat mendasar yang harus dijawab secara memadai adalah sebagai berikut: z Bagaimana PD. Pasar Jaya memanfaatkan organisasi lain sejenis yang jauh lebih maju, sehingga PD. Pasar Jaya tidak memandang mereka sebagai pesaing melainkan justru sebagai peluang? Pertanyaan ini pada dasarnya untuk memetakan kemauan dan kemampuan PD. Pasar Jaya dalam membangun kolaborasi stratejik tanpa batas (boarderless), baik wilayah, waktu, maupun tujuan. Membangun kolaborasi stratejik seperti ini, relatif jarang dilakukan oleh BUMD di Indonesia. Oleh karena itu, PD. Pasar Jaya sebagai BUMD yang berada di wilayah sangat strategis dan juga memiliki peluang strategis dituntut menjadi pioneer bagi BUMD-BUMD lain atau BUMD-BUMD daerah lain. Perlu disadari di sini bahwa di era persaingan global, setiap organisasi bisnis dituntut mampu melakukan kemitraan stratejik (strategic partnership /network/ colaboration).
Penutup
Ditengah suasana perdagangan bebas, PD. Pasar Jaya sebagai sebuah organisasi bisnis milik Pemerintah Propinsi DKI tidak luput dari tuntutan untuk meningkatkan kinerja secara “signifikan”. Kata “signifikan” disini bermaksud menunjukkan bahwa kinerja PD. Pasar Jaya semestinya tidak lagi didasarkan pada standar-standar lokal. Artinya perbandingan kinerja PD. Pasar Jaya tidak pantas lagi jika dibandingan dengan kinerja BUMD sejenis di daerah lain di Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta harus menggunakan standar internasional untuk mengevaluasi kinerja PD. Pasar Jaya. Kondisi seperti ini jelas tidak bermaksud menambah berat beban PD. Pasar Jaya, tetapi sebaliknya untuk merangsang kinerja PD. Pasar Jaya dalam kerangka kinerja pada tataran yang lebih besar. Apabila kondisi ini dapat dilakukan, sangat dimungkinkan bahwa BUMD –BUMD lain akan mengikuti jejak yang sama. Mengapa demikian? Karena perdagangan bebas secara langsung maupun tidak langsung telah menyadarkan mereka bahwa seluruh pegawai BUMD di NKRI ini harus bekerja ekstra keras dan cerdas untuk memberi yang terbaik kepada negara dan bangsa yang sedang mengalami kehancuran sekarang ini.
7
REFERENSI Addleson, M. “What is a learning organization?
Antal, A.B. (2002), Organizational Learning and its Relevance for Corporate Sustainability. Ensuring Openness without Reinventing the Wheel. A paper at Okologisches Wirtschaften, Ausgabe 5/2002, S. 11-13 Argyris, C. & Schön, D. (1978), Organiztional Learning: A Theory of Action Perspective. Menlo Park, California: Addison-Wesley Publishing Company. Carroll, J.S. (1998). Organizational Learning Activities in High-Hazard Industries: The Logics Underlying Self-analysis, Journal of Management Studies 35, No. 6: 699717. In Links, Ties and Bonds: Learning and Knowledge Creation in Changing RD&E Organisations, Matthews, J. & Shulman, A.D (tanpa tahun), Choo, C. W. (1998). The Knowing Organization: how organizations use information to construct meaning, create knowledge, and make decisions, New York: Oxford Univ. Press. Clemmer, J (2001). A Processes for Continuous innovation and Controlled Chaos is Built on a Service Ethic. Clemmer, J. (2001). Pathways to Performance: A Guide to Transforming yourself, Your Team, and Your Organization. Cyert, R.M. & March, J.G. (1963). A Behavioural Theory of the Firm, Englewood Cliffs., NJ: Prentice-Hall, Inc., 2nd ed. 1992. Lee, S. et al. (1992). A System for Organizational Learning Using Cognitive Maps, OMEGA International Journal of Management Science, 20 (Spring). pp.23-36 Marquardt, M.J. & Reynolds, A. (1994). The Global Learning Organization. Richard D. Irwin, Inc. Nevis, E. C. et al. (1995), Understanding Organization as learning System, Sloan Management Review, Winter 1995, halaman. 73-85. Nonaka, I. & Takeuchi, H. (1995), The Knowledge Creating Company, New York, NY: Oxford Univ. Press. Rosengarten, P.G.(1999), The Characteristics, Outcomes and Source of the Learning Organization: The Case of Car Component Suppliers in Britain, Thesis for the Degree of Master of Philosophy (Economics), The London School of Economics. Senge, P. M., 1996. The Ecology of Leadership, In Leader to Leader, 2 (Fall 1996):1823. Senge, P.M. (1990),The Fifth Disciplin-The Art and Practice of the Learning Organization, Doubleday, New York. Senge, P.M. (1998). The Practice of Innovation. In Leader to Leader, 9 (Summer 1998), halaman 16-22. Stata, R. (1989), Organizational Learning: the Key to Management Innovation, Sloan Management Review, 30 No. 3 (Spring 1989) , halaman 63-74. Sugarman, B. (1998). The Learning Organization and Organizational Learning, halaman 1-14,
8
The Conference Board of Canada, Innovation Challenge Paper #1 May 2002, “The Road to Global Best: Leadership, Innovation and Corporate Culture. Tobin, D. R (1996), Transformational learning: Renewing Your Company Through Knowledge and Skills, New York: John Wiley and Sons, Inc. Wood, J.M. et al. (1998), Organizational Behaviour: an Asia-Pasific Perspective, Milton, Qld: Jacaranda Wiley Ltd. Woolner, P. (1992). The Purposes and Stages of the Learning Organization. Thresholds in Education, 18, halaman 41-46.
9