0
Uji Daya Alelopati Ekstrak Daun Kleresede (Gliricidia sp) Melalui Bioassay Perkecambahan dengan Biji Sawi (Brassica sp) dan Biji bayam (Amaranthus sp)1 Oleh : Drajat Pramiadi dan Suyitno Al.2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji daya alelopatik ekstrak daun Kleresede melalui bioassay perkecambahan dengan biji sawi dan bayam. Penelitian ini dilakukan dengan eksperimen untuk menguji daya alelopati senyawa aktif yang dihasilkan oleh tumbuhan Kleresede, sekaligus mencermati kemungkinan ada tidaknya dampak negatif dari praktek pemanfaatan hijauan kleresede sebagai pupuk hijau (pupuk organik). Senyawa aktif daun kleresede ditarik dengan cara perebusan dengan air. Variabel bebasnya adalah jenis ekstrak (2 taraf) ekstrak daun segar dan ekstrak daun peraman dan konsentrasi ekstrak (5 taraf), yaitu 0 ; 5 ; 10 ; 15 dan 20 % (g/v), yang ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan. Untuk uji daya berkecambah, setiap unit eksperimen dilakukan dalam 5 petri pengecambahan sebagai ulangan, masing-masing dengan 10 biji. Parameter yang diamati meliputi persentase biji berkecambah, panjang radikula, respirasi, kandungan protein terlarut dan gula reduksi kecambah. Dari hasil penelitian diperoleh fakta bahwa ekstrak tumbuhan kleresede memiliki daya alelopati yang sangat kuat, menekan perkecambahan, pertumbuhan radikula dan respirasi, serta menekan laju perombakan karbohidrat endosperm dan protein. Ekstrak daun peraman- nya memiliki daya alelopati lebih rendah, didiga karena telah terjadinya proses perombakan atau pengubahan senyawa aktif (alelokemia) yang terkandung di dalamnya. Kata kunci : Alelopati, Gliricidea, perkecambahan, sawi, bayam
1 2
Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional dalam rangka Dies UNYke 44 di FPMIPA - UNY Staf Pengajar di Jurdik. Biologi, FMIPA - UNY
1
A. PENDAHULUAN Kleresede (Gliricidea sp) merupakan tumbuhan pelindung yang banyak ditanam masyarakat untuk produksi kayu bakar. Tumbuhan ini memiliki keunggulan mampu tumbuh di lahan kritis , mudah ditanam, memiliki tajuk yang cepat tumbuh dan rimbun sehingga pangkasannya dapat digunakan sebagai pupuk organik (A.M. Murni dan R. Zaubin, 1997: 23). Pemanfaatkan seresah atau hijauan kleresede sebagai pupuk hijau, mulsa dan penanaman tanaman budidaya lain di sekitarnya perlu diwaspadai adanya zat alelokimia yang bersifat alelopati. Alelokimia yang dilepaskan ke lingkungan melalui volatilasi (untuk atsiri), eksudasi akar, basuhan daun atau hasil dekomposisi residu tumbuhan (Putnam dan Tang, 1986; Wittaker dan Feeney, 1971),
dapat berupa terpenoida,
juglone, alkaloida dan fenol (Stowe dan Kil, 1983). Kleresede menghasilkan zat alelopati dari golongan saponin dan polifenol (Hutapea, 1984:23), dan pemanfaatan hijauannya sebagai mulsa berdampak buruk pada tanaman lada (Murni dan Zaubin, 1997:24) dan padi gogo (Kasma Iswari, dkk. 1995:20). Antar tumbuhan terjadi interaksi biokimia, intraspesifik atau interspesifik (Putnam and Tang, 1986), menekan tumbuhan lain (alelopatik) atau sebaliknya (Stowe dan Kil, 1983). Golongan polifenol yang sangat dikenal adalah tannin. Tannin memiliki daya racun kuat (Green and Corcoran, 1975), terbukti menghambat
aktivitas
enzim
selulase,
poligalakturonase,
pepsin,
proteinase,
dehidrogenase dan dekarboksilase (Einhellig, 1995:100). Tannin terbukti menghambat perkecambahan Sorghum bicolor (Harris and Burns, 1970), menghambat aktivitas enzim-enzim germinasi seperti amilase, protease, aldolase, lipase dan urease (Starkey dalam Mursyid, 1984). Tannis bersifat antagonis terhadap hormon Gebberelin (GA)
2
pada kecambah Pisum sativus (Corcoran, 1972). Monofenol seperti p-hydroksibenzoik, vanilic, p-coumaric, dan asam phloretic dapat merusak
IAA dengan memacu
dekarboksilasi IAA (Einhellig, 1995:99). Perkecambahan merupakan tahap pertumbuhan embrio yang dimulai setelah penyerapan air atau imbibisi (Estiti B. Hidayat, 1999: 261). Perkecambahan terjadi melalui beberapa tahapan meliputi Imbibisi air, hidrasi organ subseluler, perubahan organisasi subseluler, embrio dan kotiledon,perubahan aktivitas fitokrom, pengaktifan enzim, sintesa enzim, penguraian cadangan makanan, pengangkutan molekul organik ke arah embrio, sintesa protein dan penyusun sel, aktivitas respirasi, pembelahan sel, pemanjangan sel, sintesa atau pengaktifan bahan pertumbuhan, diferensiasi sel, pembagian bahan metabolik baru oleh embrio, dan perubahan derajat kebutuhan oksigen dan karbondioksida (Noggle dan Fritz,1979: 561). Perkecambahan biji dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal sepertri air, suhu, komposisi udara, cahaya dan juga zat-zat toksis yang ada dilingkungannya, termasuk pula di dalamnya zat-zat alelopati dari tumbuhan atau sisa tumbuhan di sekitarnya. Zat-zat alelopati suatu tumbuhan paling banyak terlokalisasi di daun. Pelepasan zat alelopati ke lingkungan secara alamiah terjadi melalui peristiwa dekomposisi seresah, eksudaasi akar dan basuhan batang dan daun oleh air hujan. Pelepasan atau penarikan zat aktif juga dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, dengan air atau pelarut organik lain yang sesuai. Teknik paling sederhana adalah dengan cara maserasi (merendam) atau dengan pemanasan. Uji fitotoksisitas suatu alelokemik dapat dilakukan dengan uji perkecambahan biji, pemanjangan radikula dan beberapa proses fungsional tumbuhan (Einhellig, 1995:6) Mengingat banyaknya permasalahan, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk
3
menjajagi seberapa kuat daya alelopati tumbuhan kleresede. Untuk kepentingan ini, sumber zat alelopati hanya akan diambil dari organ daunnya. Teknik penarikan bioaktifnya dengan cara maserasi dalam air panas atau perebusan. Uji perkecambahan dilakukan pada biji sawi dan bayam yang sukup sensitif. Permasalahannya adalah seberapa kuat daya alelopatik senyawa aktif yang dihasilkan oleh Kleresede terhadap perkecambahan biji sawi dan bayam, dan pada konsentrasi berapakah air rebusan tersebut
menunjukkan penghambatan terhadap
perkecamabahan biji sawi dan bayam. Tujuannya adalah untuk mengukur seberapa kuat daya alelopatik senyawa aktif yang dihasilkan oleh Kleresede, dan untuk mengetahui konsentrasi minimal dari air rebusan daun kleresede menghambat perkecamabahan kedua biji tumbuhan uji tersebut. Diduga, ekstrak daun kleresede memiliki daya alelopati yang kuat sehingga pada konsentrasi rendah sudah akan memperlihatkan efeknya. Penelitian uji daya alelopati ekstrak daun kleresede melalui uji perkecambahan dengan biji sawi dan bayam dilakukan di Laboratorium Jurdik. Biologi. Variabel bebasnya adalah jenis ekstrak yaitu ekstrak daun segar dan peraman, dan konsentrasi ekstrak. Taraf konsentrasi ditetapkan berdasar hasil uji pendahuluan dan ditetapkan dalam 5 taraf yaitu O, 5 , 10, 15 dan 20 % (g/v). Tiap unit eksperimen dilakukan dengan 5 petri pengecamabahan sebagai ulangan,masing-masing dengan 10 biji. Variabel tergayutnya adalah penampilan perkecambahan biji tumbuhan uji, dengan parameter meliputi : 1) persentase biji berkecambah, 2) panjang radikula, 3) respirasi kecambah, 4) Gula reduksi dan
5) Protein terlarut. Pengukuran kadar protein
dilakukan dengan metode Lowry dan gula reduksinya diukur dengan metode NelsonSomogyi. Data hasil pengukuran dianalisis secara statistik dengan analisis varian pola
4
tersarang untuk melihat ada tidaknya perbedaan respons germinasai (sawi dan tomat) pada antar jenis ekstrak dan antar konsentrasi dalam setiap jenis ekstrak. Bila hasilnya signifikan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) B. HASIL PENELITIAN 1. Persentase perkecambahan Sawi dan Bayam Persentase perkecambahan biji sawi dan bayam (Gambar 1) menurun tajam setelah diperlakukan dengan ekstrak daun Gliricidea. Ekstrak daun segar lebih tajam menekan perkecambahan daripada ekstrak daun peraman. Penghambatan perkecambahan terhadap kedua jenis biji mulai pada konsentrasi 5 %.
% germinasi
120 100 80 60 40 20 0 0%
5%
10% 15% 20%
0%
5%
SEGAR
10% 15% 20% PERAM
Kons.Ekstrak Daun Kleresede Sawi
Bayam
Gambar 1. Grafik Persentase Perkecambahan Biji Sawi dan Bayam pada Perlakuan Ekstrak Gliricidea Dari hasil analisis varian terbukti bahwa rerata persentase perkecambahan biji sawi berbeda nyata (p<0,05) baik pada antarjenis maupun konsentrasi ekstrak. Pada perkecambahan bayam, hanya faktor konsentrasi yang memberi perbedaan pengaruh
signifikan.
Dari
uji
DMRT
ditunjukkan
bahwa
persentase
perkecambahan biji sawi dan bayam secara nyata lebih rendah (tertekan) mulai
5
pada perlakuan ekstrak segar konsentrasi 5 % (Tabel 1), dengan tingkat penurunan mencapai 16 %. Tabel 1. Hasil uji DMRT terhadap persentase perkecambahan biji sawi dan bayam pada pemberian ekstrak Gliricidea Sawi GMean Bayam GMean
Ekstrak Daun Segar (%) 0 5 10 15 20 100 84 44 0 0 a b c d d 45,6% a 82 48 36 0 0 a b b d d 31,6% a
Ekstrak Daun Peraman (%) 0 5 10 15 20 100 100 96 96 92 a a a a b 96,8% b 82 60 50 62 54 a b b b b 60,4% a
Keterangan : Huruf yang berbeda berarti berbeda nyata (p < 0,05) Efek ekstrak segar terhadap perkecambahan biji bayam, tingkat penurunannya mencapai 34 %. Daya hambat ekstrak segar jauh lebih tajam dibandingkan dengan efek ekstrak daun peremannya. 2. Panjang radikula Rerata panjang radikula kecambah sawi maupun bayam cenderung menurun seiring dengan kenaikan tingkat konsentrasi (Gambar 2). Perlakuan kedua jenis ekstrak sudah menghambat pertumbuhan radikula pada konsentrasi 5%. Panjang radikula (mm) 30 25 20 15 10 0 0%
5% 10% 15% 20%
0%
5%
SEGAR
10% 15% 20% PERAM
Kons.Ekstrak Daun Kleresede Sawi
Bayam
Gambar 2. Grafik Panjang Radikula (mm) Kecambah Sawi dan Bayam pada Perlakuan Ekstrak Gliricidea
6
Dari hasil analisis varian ditunjukkan bahwa rerata panjang radikula kecambah sawi maupun bayam secara nyata berbeda (p<0,05) pada antarkonsentrasinya, dan bukan pada antarjenis ekstrak. Tabel 2. Hasil uji DMRT terhadap Panjang Radikula (mm)Kecambahan Sawi dan Bayam pada Perlakuan Ekstrak Gliricidea
Sawi GMean Bayam
Ekstrak Daun Segar (%) 0 5 10 15 20 25.35 8.73 4.64 0 0 a b c d d 4,94 a
Ekstrak Daun Peraman (%) 0 5 10 15 20 25.35 7.2 7.11 3.55 6.51 a b b c b 7,74 a
13.69 a
13.69 a
GMean
3.8 b
3.38 b 4,17 a
0 c
0 c
8.58 b
6.4 4.64 b c 7,41 a
3.73 c
Hasil uji DMRT tehadap rerata panjang radikula kecambah sawi dan bayam (Tabel 2) membuktikan bahwa penghambatan pertumbuhan radikula mulai nyata pada perlakuan 5%. Rerata panjang radikula kedua jenis kecambah secara nyata lebih pendek daripada kecambah kontrolnya. Daya hambat ekstrak daun Gliricidea segar tampak lebih tajam daripada ekstrak peramannya.
3. Kecepatan respirasi Perlakuan ekstrak daun Gliricidea segar dan peraman memberikan efek yang berbeda pada kecepatan respirasi kecambah sawi dan bayam. Daya hambat ekstrak daun Gliricidea terhadap respirasi pada kedua jenis kecambah sangat berbeda (Gb.10). Ekstrak Gliricidea berefek menekan terhadap respirasi kecambah bayam. Sebaliknya, pada konsentrasi 5 – 10 %, ekstrak tersebut berdampak memacu respirasi kecambah sawi, terutama untuk ekstrak Gliricidea peramannya
Laju respirasi (ul O2/g/mnt)
7
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0%
5%
10% 15% 20%
0%
5%
SEGAR
10% 15% 20% PERAM
Kons.Ekstrak Daun Gliricidea Sawi
Bayam
Gambar 3. Grafik Laju Respirasi (mlO2/mnt) Kecambah Sawi dan Bayam pada Perlakuan Ekstrak Gliricidea Hasil analisis varian menunjukkan bahwa rerata laju respirasi kecambah sawi maupun bayam adalah berbeda nyata (p<0,05), baik pada antarjenis maupun antarkonsentrasi ekstrak. Hasil uji DMRT disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil uji DMRT terhadap Laju Respirasi Kecambah Sawi dan Bayam pada Pemberian Ekstrak Gliricidea Sawi GMean Bayam GMean
Ekstrak Daun Segar (%) 0 5 10 15 20 0.64 0.76 0.68 0 0 a a a b b 0,42 a
Ekstrak Daun Peraman (%) 0 5 10 15 20 0.64 1.18 1.16 1.14 1.12 a b b b b 1,05 b
0.72 a
0.72 a
0.4 b
0.28 b 0,28 a
0 c
0 c
0.22 b
0.32 0.22 b b 0,34 a
0.2 b
Dari hasil uji lanjut (DMRT) ditemukan bahwa ekstrak segar Gliricidea pada dosis 5 % secara nyata telah menekan respirasi kecambah bayam, sebaliknya terhadap respirasi kecambah sawi. Ekstrak segar daun Gliricidea sampai pada konsentrasi di atas 10 % cenderung menekan respirasi kecambah sawi, sedangkan ekstrak daun peramannya justru memacu. Pada kecambah bayam, ekstrak daun segar maupun peramannya menekan respirasi mulai pada konsentrasi 5%.
8
4. Kadar protein terlarut Hasil pengukuran kadar protein ditunjukkan bahwa pada perlakuan ekstrak daun Gliricidea segar sampai pada dosis 10 %, kadar protein terlarut kedua jenis kecambah jauh lebih tinggi daripada kontrolnya, tetapi pada perlakuan di atas 15 %, kadar protein larutnya adalah rendah seperti kontrolnya (Gb. 4).
Protein larut
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0%
5%
10% 15% 20%
0%
5%
SEGAR
10% 15% 20% PERAM
Kons.Ekstrak Daun Gliricidea Sawi
Gambar 4.
Bayam
Grafik kadar protein terlarut (mg/100ml) kecambah Sawi dan Bayam pada Perlakuan Ekstrak Gliricidea
Hasil analisis varian (lamp.I Tabel 4-a & 4-b) membuktikan bahwa rerata kadar protein terlarut kecambah sawi berbeda nyata (p<0,05) baik pada antar konsentrasi maupun antarjenis ekstraknya. Pada bayam, kadar protein larutnya hanya berbeda nyata (p>0,05) pada antar konsentrasinya. Tabel 4. Hasil uji DMRT terhadap Rerata Protein Larut (mg/100ml) Kecambah Sawi dan Bayam pada Perlakuan Ekstrak Gliricidea
Sawi GMean Bayam GMean
Ekstrak Daun Segar (%) 0 5 10 15 20 0 0 0.083 0.47 0.41 b b a 0,19 a 0.026 a
0.38 0.35 b b 0,15 a
0
0
Ekstrak Daun Peraman (%) 0 5 10 15 20 0.083 0.18 0.18 0.22 0.12 b b b b a 0,16 b 0.026 a
0.07 0.07 0.09 0.07 a a a a 0,06 a
9
Dari hasil uji DMRT (Tabel 4), kadar protein terlarut kecambah sawi dan bayam pada perlakuan 5 % ekstrak daun segar mencapai 0,47 mg/100ml, secara nyata berbeda (lebih tinggi) daripada kontrolnya (0,083 mg/100ml). 5. Kadar gula reduksi Hasil pengukuran kadar gula reduksi
menunjukkan bahwa perlakuan
ekstrak daun Gliricidea segar maupun peramannya menekan kadar gula reduksi kecambah sawi (Gb. 5).
Gula reduksi
6 5 4 3 2 1 0 0%
5%
10% 15% 20%
0%
SEGAR
5%
10% 15% 20% PERAM
Kons.Ekstrak Daun Gliricidea Sawi
Gambar 5.
Bayam
Grafik Kadar Gula Reduksi (mg/100ml) Kecambah Sawi dan Bayam pada Perlakuan Ekstrak Gliricidea
Dari hasil analisis varian (Lamp.I Tabel 5-a & 5-b) menunjukkan bahwa rerata kadar gula reduksi kecambahan sawi maupun bayam berbeda nyata (p<0,05) pada antar konsentrasi ekstrak dan tidak berbeda pada antar jenis ekstraknya. Dari uji DMRT (Tabel 5) ditemukan bahwa kadar gula reduksi kecambah sawi secara nyata ditekan (lebih rendah) mulai pada perlakuan ekstrak segar maupun peraman 5%. Berbeda efeknya pada kecambah sawi, ekstrak Gliricidea peraman justru meningkatkan gula reduksi kecambah bayam, walaupun pada perlakuan ekstrak segar di atas 15 % gula reduksinya juga lebiih rendah (tertekan).
10
Tabel 5. Hasil uji DMRT Efek Ekstrak Gliricidea terhadap Rerata Kadar Gula Reduksi (mg /100ml) Kecambah Sawi dan Bayam
Sawi GMean Bayam
Ekstrak Daun Segar (%) 0 5 10 15 4.86 4.22 3.52 0 a a b c 2,52 a 3.76 a
20 0 c
Ekstrak Daun Peraman (%) 0 5 10 15 20 4.86 0.62 0.83 0.5 0.15 a b b b c 1,39 a
4.54 4.52 0.00 0.00 3.76 3.97 5.44 4.58 3.75 a a b b a b ab a a
GMean
2,56 a
4,14 a
C. PEMBAHASAN Dari penelitian ditemukan fakta terjadinya penghambatan perkecambahan biji sawi maupun bayam oleh ekstrak Gliricidea. Pada perkecambahan biji sawi, ekstrak Gliricidea terbukti menghambat perkecambahan sawi dan pertumbuhan radikula, namun disertai dengan meningkatnya respirasi pada perlakuan konsentrasi rendah (<10%). Kecenderungan meningkatnya respirasi juga diikuti meningkatnya protein terlarut, tetapi gula reduksinya menurun. Kenyataan yang hampir serupa ditunjukkan oleh perkecambahan bayam. Ekstrak Gliricidea terbukti menekan perkecambahan, pertumbuhan radikula dan sekaligus respirasinya. Pada bayam respirasinya langsung tertekan mulai dari konsentrasi 5%, tetapi kadar gula reduksinya justru meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas di antara kedua jenis kecambah berbeda. Biji bayam tampak lebih sensitif daripada biji sawi. Dari hasil screening ditemukan adanya senyawa yang cukup menonjol pada ekstrak (air rebusan) daun kleresede. Golongan fenol yang dikenal fitotoksis meliputi bermacam-macam asam fenolat seperti
p-hidroksibenzoat, kafeat, sinamat dan
11
kumarat (suatu monofenol), kumarin (bifenol) dan tanin (polifenol) memiliki daya alelopati yang kuat (Putnam dan Tang, 1986). Ekstrak Gliricidea pada kadar rendah justru cenderung meningkatkan kandungan protein terlarutnya baik pada kecambah bayam maupun sawi. Hal ini menunjukkan bahwa perombakan protein endosperm biji meningkat. Hal ini tentu terkait dengan pola efek zat alelopati yang cenderung spesific species. Wattimena (1987: 207) menegaskan bahwa senyawa fenol tidak mampu menekan semua proses pertumbuhan, tetapi hanya pada metabolisme tertentu saja. Secara umum, daya alelopati ekstrak daun Gliricidea segar lebih tajam daripada ekstrak daun peramannya. Menurunnya daya alelopati ekstrak
peraman
mengindikasikan telah terjadinya perombakan atau pengubahan zat-zat bioaktif yang ada pada daun Gliricidea tersebut. Dekomposisi dapat menjadi mekanisme dihasilkannya zat-zat alelokimia yang toksik, namun demikian juga dapat sebaliknya, menghilangkan toksisitas zuatu zat bioaktif. Dalam kaitan dengan penghambatannya terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan radikula dapat terjadi karena beberapa kemungkinan. Hambatan perkecambahan dapat disebabkan karena senyawa-senyawa fenol yang terserap ke dalam biji menghambat metabolisme perombakan endosperm. Perkecambahan dimulai setelah masuknya air yang akan menstimulasi aktivitas hormon dan enzim-enzim germinasi. Masuknya senyawa fenol seperti tannin akan berakibat merusak daya katalitik enzim germinasi terutama yang terkait dengan perombakan karbohidrat. Einhellig (1995: 100) menegaskan bahwa tannin dapat menghambat aktivitas enzimenzim germinasi seperti selulase, poligalakturonase, proteinase, dehidrogrnase dan dekarboksilase.
12
Hambatan perkecambahan juga dapat disebabkan oleh gangguan proses mitosis pada lembaga (embrio). Einhellig (1995:101) menegaskan bahwa senyawa fenol dan derivatnya seperti kumarin, asam sinamat, asam benzoat akan mempengaruhi beberapa proses penting seperti pembelahan sel, penyerapan mineral, keseimbangan air, respirasi, fotosintesis, sintesis protein, klorofil dan fitohormon. Gangguan mitosis oleh senyawa fenol disebabkan karena fenol merusak benang-benang spindel pada saat metafase (Wattimena, 1987:211) Gejala meningkatnya respirasi kecambah sawi pada perlakuan ekstrak konsentrasi rendah (< 10%) adalah merupakan fenomena umum yang ditunjukkan saat suatu organisme mengalami stress, atau sebagai respon atas hadirnya bahan toksis dalam kadar rendah. Pada perlakuan konsentrasi tinggi, respirasi kecambah sawi juga tertekan. Pada perkecambahan bayam, respirasi langsung tertekan mulai pada perlakuan ekstrak Gliricidea 5 %, dengan tingkat hambatan yang semakin besar seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang diberikan. Dalam kaitan ini, Einhellig (1995:100) menegaskan bahwa senyawa alelopati mampu menekan aktivitas beberapa enzim di sepanjang jalur respirasi, seperti enzim-enzim dekarboksilase dan dehidrogenase. Hambatan pertumbuhan kecambah dapat juga diakibatkan oleh hambatan mobilisasi nutrisi hasil perombakan endosperm menuju lembaga. Indikasi adanya hambatan mobilisasi tercermin dengan tingginya kandungan protein. Kadar protein menjadi indikator cepatnya aktivitas enzim germinasi dalam merombak endosperm biji. Akumulasi protein larut yang disertai gejala hambatan pertumbuhan kecambah dapat memberi indikasi terhambatnya mobilisasi metabolit dari endosperm ke lembaga, pertumbuhan kecambahnya juga terhambat.
13
Kemungkinan lain penyebab terhambatnya pertumbuhan kecambah terjadi karena rusaknya hormon IAA akibat zat alelokemik dalam ekstrak. Einhellig (1995:99) menegaskan bahwa kumarin, asam sinamat dan turunannya dapat menghambat transpor hormon geberelin. Masuknya senyawa monofenol dapat meningkatkan dekarboksilasi IAA, sehingga IAA menjadi tidak aktif dan pertumbuhannya terhambat. Mekanisme aksi penghambatan perkecambahan oleh tannin dapat terjadi melalui dua cara yaitu (1) tanin bertindak sebagai inhbitor protein atau enzim yang secara khusus mengenal GA; (2) tanin berikatan dengan GA3 atau prasatnya sehingga GA menjadi tidak aktif (Green dan Corcoran (1975), Hambatan perkecambahan biji mungkin pula terjadinya karena adanya hambatan penyerapan air. Penghambatan difusi ini dapat juga disebabkan oleh perbedaan potensial air di dalam sel dan di luar sel. Loveless (1991:143) menegaskan bahwa semakin besar konsentrasi partikel atau zat, makin rendah nilai potensial air. Meningkatnya potensial osmotik ekstrak, akan menurunkan potensial air sehingga akan menyulitkan biji mendapatkan air.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN a. Ekstrak daun Gliricidea menghambat perkecambahan, pertumbuhan radikula, dan proses perombahan atau mobilisasi karbohidrat endosperm
biji sawi
maupun bayam b. Ekstrak daun segar Gliricidea memiliki daya hambat yang besar terhadap perkecambahan sawi dan bayam. Penghambatan terjadi mulai konsentrasi 5 % (g/v) , dengan daya hambat yang lebih kuat daripada ekstrak daun peramannya.
14
2. SARAN a. Untuk mengetahui lebih jelas golongan senyawa yang lebih besar menimbulkan daya alelopati, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan ekstraksi fragsinasi. b. Untuk kepentingan pemanfaatan hijauan sebagai pupuk hijau, perlu diwaspadai hijauan Gliricidea yang memiliki senyawa alelopati sangat kuat.
DAFTAR PUSTAKA A.M.Murni dan R. Zaubin 1997. Pengendalian Pengaruh Buruk Pohon Gamal Terhadap Pertumbuhan Gulma. Jurnal Agrotropika (Vol 2 Des. 1997) Corcoran, M.R. Geissman, T.A. and B.O. Phinney. 1972. Tannins as Gibberelin Antagonist. Plant Physiol. 49 : 323 - 330 Einhellig, F. A. 1995. Allelopathy: Current Status ang Future Goals. Chapter 1. In: Inderjit, K. M. M Dakshini and F. A. Einhellig. 1995. Acs Symposium Series: Allelopathy Organism, Processes and Aplications. Washington DC : American Chemical Society. Estiti B Hidayat. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: Penerbit ITB Green, F.B. and M.R. Corcoran. 1975. Inhibitory Action of Five Tannins on Growth Induced by Several Gibberellin. Plant Physiol. 56 ; 801 – 806 Harris ,H.B. and R.E. Burns1970. Influence of Tannin Content on Preharvest Seed Germination in Sorghum. Agron. 62: 835-836 Hutapea, J.R & Sri, S.S. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI Kasma Iswari; 1995. Pengaruh Alelopat Residu Beberapa Tanaman Terhadap Padi Gogo. Pemberitaan Penelitian Sukarami. : No 24 Mei Loveless, A.R. 1991. Prinsip Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jilid 1. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Mursyid A. 1984. Penelaahan Alelopati Pohon Gamal (Glerecidea maculata) Terhadap Tanaman Jagung (Zea mayz) dan Kedelai (Glycine max). Tesis S2 IPB Noggle, G.R & Fritz, G. J.1979. Introductory Plant Physiology. New Delhi: Printice Hall
15
Patersson, D.T. 1981. Effects of Allelopathic chemicals on Growth and Physiological Responses of Soybean (Glycine max). Weed Sci. 29 (1) 53-59 Putnam , A.R. and S.C. Tang. 1986. The Science of Allelopathy. Canada : John Wiley & Sons, Inc. Stowe, L.G. and B.S. Kil. 1983. The Role of Toxin in Plant-Plant Interaction. In : Plant and Fungal Toxin. Eds. R.F. Keeler and A.T. Tu. Marcel Dekker Inc. New York. Whittaker,R.J. and P.P.Feeney. 1971. Allelochemical : Chemical interaction Between Species. Science. 171 (3973): 757. Wattimena G,A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh. Bogor : PAU Bioteknologi IPB