PENGARUH SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERPAJAKAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION) Oleh: Charles Silaen Pembimbing: Yessi Mutia Basri dan Azhari Faculty of Economics Riau University, Pekanbaru, Indonesia e-mail :
[email protected] The Effect of Tax System, Discrimination, Technology and Information Of Taxation Against Tax Prayer Perceptions About Ethical Of Tax Evasion ABSTRACT This study aims to examine and analyze the effect of tax system, discrimination, technology and information of taxation against the taxpayer’s perception of ethics of tax evasion. The population in this study is the individual taxpayer listed on KPP Pratama Batam.The sampling technique using purposive sampling method and determination of sample size in this study was calculated by the slovin’s formula obtained by 110 respondents. The data of this research using primary data directly through a questionnaire and analyzed using SPSS 20. The data were analyzed to the test the hypothesis using multiple linear regression analysis approach.The result of the conducted research partial test show that tax system, discrimination, technology and information of taxation affect the tax payer’s perception regarding the ethics of tax evasion with sig. t < 0,05.
Keywords: tax system, discrimination, technology and information of taxation, ethical perceptions of taxpayer’s, tax evasion. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan nasional, untuk dapat merealisasikan pembangunan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu negara dalam pembiayaan pembangunan dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri, yaitu pajak. Menurut Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa “pajak adalah kontribusi wajib oleh negara yang Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
terutang kepada orang pribadi atau badan bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”. Sumber pendapatan yang bersumber dari pajak yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum, belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Selain itu, dikatakan penerimaan pajak meningkat setiap tahunnya, tetapi bentuk dari pengeluaran negara tersebut masih 1
belum jelas. Jika hal ini berlanjut terus-menerus, dikhawatirkan wajib pajak enggan membayar pajak bahkan cenderung menggelapkan pajak. Ada beberapa cara yang digunakan wajib pajak untuk meminimalkan beban pajaknya, yaitu: Tax planning (perencanaan pajak), Tax avoidance (penghindaran pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak). Tax planing adalah upaya wajib pajak untuk meminimalkan beban pajak melalui skema yang memang telah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Tax avoidance adalah suatu usaha meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan celahcelah (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Sedangkan tax evasion adalah suatu usaha untuk menghindari pajak terutang dengan cara melanggar undang-undang perpajakan (illegal), misalnya wajib pajak tidak melaporkan pendapatan yang sebenarnya. Sulitnya penerapan tax planning dan tax avoidance membuat seorang wajib pajak cenderung untuk melakukan tax evasion. Penggelapan pajak menyebabkan penerimaan negara dari sektor pajak belum optimal, seperti yang dikatakan oleh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak M. Iqbal dalam surat kabar elektronik ANTARA, yang mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun 2010 meningkat sebesar 19,2% dibandingkan dengan tahun 2009. Akan tetapi penerimaan tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan, yaitu hanya mencapai 97,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2010. Berbagai macam pendapat Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
bermunculan, diantaranya masih ada wajib pajak yang tidak melaporkan semua penghasilannya, serta terdapat petugas pajak yang bekerjasama dengan wajib pajak untuk meringankan beban perpajakan dengan menggelapkan pajak (Suminarsasi, 2011). Salah satu indikasi adanya penggelapan pajak yang dilakukan oleh petugas pajak itu sendiri, contohnya Gayus Tambunan dan Suwir Laut. Dalam kasus penggelapan pajak yang dilakukan Gayus dan Suwir Laut dapat memunculkan pemikiran negatif tentang pajak. Saat ini, kepercayaan wajib pajak terhadap petugas pajak mulai menurun yang disebabkan karena uang atas pembayaran pajak yang dikeluarkan oleh wajib pajak ternyata disalahgunakan oleh petugas pajak yang mana uang tersebut malah masuk ke tabungan pribadi petugas pajak (Widodo, 2010:5). Beberapa penelitian mengenai penggelapan pajak (tax evasion) sebagian besar baru mendiskusikan aspek-aspek teknis dari penggelapan pajak, seperti aspek hukum dan teknik penggelapan pajak. Namun fokus pada penelitian ini akan membahas penggelapan pajak dari sudut padang etika. Pada awalnya, kita dihadapkan pada pernyataan bahwa penggelapan pajak merupakan hal yang salah karena selain tindakan tersebut melanggar hukum, juga dapat merugikan negara. Sesuatu yang salah atau tidak benar biasanya diartikan sebagai tindakan yang tidak etis. Tetapi berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, pada suatu kondisi dan alasan tertentu, penggelapan pajak bisa dianggap sebagai tindakan etis. McGee (2006) membagi penggelapan pajak kedalam tiga 2
pandangan yaitu tidak pernah etis, kadang-kadang etis tergantung pada keadaan dan fakta- fakta tertentu, serta etis. Temuan McGee dalam Sumarnisasi (2011) penggelapan pajak dipandang suatu hal yang etis, beberapa alasan yang paling sering diberikan untuk membenarkan penggelapan pajak atas dasar moral adalah ketidakmampuan untuk membayar, korupsi pemerintah, tarif pajak terlalu tinggi atau tidak mendapatkan banyak imbalan atas pembayaran pajak. Sedangkan Lemkuhl (1902) dalam Wicaksono (2014) menyatakan bahwa tidak etis untuk menghindari pajak ketika hasilnya mengakibatkan orang-orang yang tidak menghindari pajak harus membayar lebih. Dengan kata lain, ada beberapa kewajiban moral kepada wajib pajak lain bahkan jika merasa tidak ada kewajiban moral kepada pemerintah. Beberapa peneliti terdahulu seperti Ayu (2009), Suminarsasi (2011), Permatasari (2013), Rahman (2013), Mukharoroh (2014), Ardyaksa (2014) dan Marlina (2014) telah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Atas dasar ketidak konsistennya hasil temuan beberapa peneliti, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali mengenai pengaruh sistem perpajakan, diskriminasi, teknologi dan informasi perpajakan. Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011) dan Permatasari (2013) dengan merubah beberapa variabel dan sampel penelitian. Sampel pada penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Batam. Dari parparan diatas, maka peneliti Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
akan menguji dan menganalis pengaruh sistem perpajakan, diskriminasi, teknologi dan informasi perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: (1) apakah sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak, (2) apakah diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak dan (3) apakah teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Tujuan dalam penelitian ini antara lain: (1) untuk menguji pengaruh sistem perpajakan perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (2) untuk menguji pengaruh diskriminasi terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak dan (3) untuk menguji pengaruh teknologi dan informasi perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. TINJAUAN PUSTAKA Etika Etika adalah kebiasaan hidup yang baik timbul dari diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau berkelompok dan menghindari halhal yang menimbulkan tindakan yang buruk. Menurut Velasques (2005) dalam Suminarsasi (2011) etika mempunyai beragam makna yang berbeda, salah satu maknanya adalah: “prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau kelompok.” Seperti penggunaan istilah etika personal, yaitu mengacu pada aturan3
aturan dalam lingkup dimana orang per orang menjalani kehidupan pribadinya. Untuk makna yang kedua, etika adalah “kajian moralitas.” Hal ini berarti etika berkaitan dengan moralitas. Meskipun berkaitan etika tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan (baik aktivitas penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri), sedangkan moralitas merupakan pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah atau baik dan jahat (Suminarsasi, 2011). Penggelapan Pajak Menurut Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion) adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar undangundang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak lega Menurut Wallschutzki beberapa alasan yang menjadi pertimbangan wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak (Nurmantu, 2003), adalah sebagai berikut: (1) ada peluang untuk melakukan penghindaran pajak karena ketentuan perpajakan yang ada belum mengatur secara jelas mengenai ketentuan-ketentuan tertentu. (2) kemungkinan perbuatannya diketahui relatif kecil. (3) manfaat yang diperoleh relatif besar daripada resikonya. (4) sanksi perpajakan yang tidak terlalu berat. (5) ketentuan perpajakan tidak berlaku sama terhadap seluruh Wajib Pajak. (6) pelaksanaan penegakan hukum yang bervariasi. Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
Sistem Perpajakan Sistem perpajakan merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional. Wajib pajak diberi kepercayaan untuk melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang (self assessment), sehingga melalui sistem ini administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan lebih rapi, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat atau wajib pajak (Siahaan, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011) dan Mukharoroh (2014) menemukan bahwa sistem perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Sistem perpajakan yang berjalan dengan baik akan meningkatkan etika bagi wajib pajak sehingga penggelapan pajak akan berkurang. H1: sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Diskriminasi Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan yang terjadi terjadi perorangan atau kelompok yang didasarkan pada perbedaan agama, ras, etnik, budaya, jenis kelamin, bahasa dan aspek kehidupan yang lain. Diskriminasi perpajakan dapat berupa peraturan perpajakan yang tidak adil, dalam artian 4
peraturan tersebut menguntungkan pihak-pihak tertentu, ataupun diskriminasi dari segi perlakuan terhadap seluruh wajib pajak. Karena secara psikologis masyarakat merasakan pajak sebagai beban, maka tentunya masyarakat memerlukan suatu kepastian bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang adil dalam pengenaan pungutan pajak oleh negara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011) dan Rahman (2013) menemukan bahwa diskriminasi berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Jika semakin tinggi tingkat diskriminasi maka wajib pajak semakin tidak beretika sehingga penggelapan pajak akan meningkat. H2: Diskriminasi berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Teknologi Dan Informasi Perpajakan Modernisasi layanan perpajakan yang dilakukan pemerintah saat ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan, sehingga diharapkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terhutangnya meningkat dikarenakan dipermudahkannya cara pembayaran dan pelaporan pajak. Dengan adanya teknologi dan infomasi dibidang perpajakan, waktu yang dibutuhkan seorang wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya semakin efektif dan efesien. Ketika wajib semakin dipermudahkan dengan fasilitas yang diberikan, diharapkan wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dan dapat menghindari tindakan penggelapan pajak (tax evasion). Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
Menurut Permatasari (2013) dan Ardyaksa (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Jika semakin baik teknologi dan informasi perpajakan yang digunakan pemerintah, maka wajib pajak akan semakin beretika, sehingga semakin rendah tingkat upaya penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak. H3: teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Batam. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Adapun kriteria wajib pajak yang akan diteliti adalah sebagai berikut: (1) wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha (2) wajib pajak yang mempunyai NPWP (3) wajib pajak minimal berusia 18 tahun (4) wajib pajak yang menggunakan teknologi dan infomasi perpajakan. Perhitungan penentuan sampel menggunakan rumus Slovin dengan nilai kritis 0,1 atau (10%). Teknik pengumpulan data primer pada penelitian ini dengan cara membagikan kuesioner kepada wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Batam yang dijadikan sampel dalam penelitian. Metode analisis data digunakan analisis regresi liniear berganda dengan rumus sebagai berikut: 5
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Keterangan: Y = Etika Penggelapan Pajak a = Bilangan Konstanta b1,2,3 = Koefisien Regresi X1 = Sistem Perpajakan X2 = Diskriminasi X3 = Teknologi dan Informasi Perpajakan e = Variabel Pengganggu Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Etika Penggelapan Pajak (Y) Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion) adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar undangundang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya, apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat. Etika penggelapan pajak dalam hal ini menjelaskan konteks pengaruh terhadap variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sistem perpajakan, diskriminasi, teknologi dan informasi perpajakan. Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Rahman (2013). Diukur dengan menggunakan skala likert (Likert scale) yang berkaitan dengan 5 (lima) item pertanyaan menggunakan 5 poin penilaian, Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. Indikator penelitian variabel adalah: (1) penerapan tarif pajak dan Pentingnya kerjasama yang baik antara fiskus dan wajib pajak, (2) penggelapan pajak dianggap beretika karena pelaksanaan hukum yang mengaturnya lemah dan terdapat peluang terhadap wajib pajak dalam melakukan penggelapan pajak, (3) integritas atau mentalitas aparatur perpajakan atau fiskus dan pejabat pemerintah yang buruk serta pendiskriminasian terhadap perlakuan pajak, (4) konsekuensi melakukan penggelapan pajak. Sistem Perpajakan (X1) Sistem Perpajakan merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan penyelenggaraan negara dan pembangunan nasional . Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Rahman (2013) dengan menggunakan skala Likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 5 (lima) item pertanyaan berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. Indikator penelitian tersebut antara lain: (1) wajib pajak aktif untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, (2) wajib pajak aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak, (3) pihak ketiga diberi wewenang untuk menentukan besarnya pajak terhutang. 6
Diskriminasi (X2) Diskriminasi adalah perbedaan perlakuan yang terjadi terjadi perorangan atau kelompok yang didasarkan pada perbedaan agama, ras, etnik, budaya, jenis kelamin, bahasa dan aspek kehidupan yang lain. Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Suminarsasi (2011) dan Rahman (2013) dengan menggunakan skala Likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 5 (lima) item pertanyaan berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak setuju. Indikator penelitian tersebut antara lain: (1) pendiskriminasian atas agama, ras, kebudayaan dan keanggotaan kelas-kelas sosial, (2) pendiskriminasian terhadap halhal yang disebabkan oleh manfaat perpajakan. Teknologi dan Informasi Perpajakan (X3) Teknologi dan informasi perpajakan adalah penggunaan sarana dan prasana perpajakan dengan memanfaatkan ilmu dan perkembangan teknologi serta informasi dibidang perpajakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan terhadap wajib pajak yang akan memenuhi kewajiban perpajakannya. Variabel ini diukur menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Ayu (2009) dan Ardyaksa (2014) dengan menggunakan skala Likert. Setiap responden diminta untuk menjawab 5 (lima) item pertanyaan berkaitan dengan 5 poin penilaian, yaitu: (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3) Netral, (4) Tidak setuju, (5) Sangat tidak Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
setuju. Indikator penelitian tersebut antara lain: (1) ketersediaan teknologi yang berkaitan dengan perpajakan, (2) memadainya teknologi yang berkaitan dengan pajak (3) akses informasi yang mudah, (4) pemanfaatan fasilitas teknologi dan informasi perpajakan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kuesioner dan Demografi Jumlah kuesioner yang disebar sejumlah 120 kuesioner. Dari seluruh kuesioner yang disebarkan peneliti, jumlah kuesioner yang kembali berjumlah 100 (100%). Tingginya tingkat pengembalian, dikarenakan kuesioner disebarkan langsung kepada responden pada saat pelaporan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam. Jumlah kuesioner yang dapat diolah adalah sebanyak 110 kuesioner atau (91.7%), sedangkan kuesioner yang tidak dapat diolah berjumlah 10 kuesioner atau (8,3%). Penyebaran kuesioner ini berlangsung pada bulan April 2015. Hasil Uji Validitas Data Pada penelitian ini jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 110 responden sehingga degree of freedom (df) diperoleh 108 dengan taraf signifikansi 0,05 (α=5%), didapat rtabel = 0,187. Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan SPSS, seluruh item pertanyaan dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah valid r-hitung > r-tabel.
7
Tabel 1 Hasil Uji Validitas Variabel
Sistem Perpajak an (
Diskrimi nasi
Teknolgi dan Informas i Perpajak an
Etika Penggela pan Pajak (Y)
Tabel 2 Hasil Uji Reabilitas
Pernyata an
r hitung
r tabel
Ket.
SP1
0,804
0,187
Valid
SP2
0,764
0,187
Valid
SP3
0,846
0,187
Valid
SP4
0,832
0,187
Valid
SP5
0,753
0,187
Valid
D1
0,770
0,187
Valid
D2
0,826
0,187
Valid
D3
0,821
0,187
Valid
D4
0,656
TIP1
0,676
0,187 0,187
Valid Valid
TIP2
0,753
0,187
Valid
TIP3
0,736
0,187
Valid
TIP4
0,714
0,187
Valid
TIP5
0,834
0,187
Valid
TIP6
0,785
0,187
Valid
TIP7
0,852
0,187
Valid
TIP8
0,826
0,187
Valid
TIP9
0,767
0,187
Valid
TIP10
0,824
0,187
Valid
TIP11
0,885
0,187
Valid
TIP12
0,810
0,187
Valid
EPP1
0,904
0,187
Valid
EPP2
0,916
0,187
Valid
EPP3
0,853
0,187
Valid
EPP4
0,907
0,187
Valid
EPP5
0,882
0,187
Valid
Hasil Uji Reabilitas Data Pengujian reliabilitas penelitian ini menggunakan koefisien Cronbach Alpha dengan bantuan program SPSS. Nilai alpha bervariasi dari 0–1, suatu pertanyaan dapat dikategorikan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari 0,70 (Ghozali, 2013:48). Jika nilai reliabilitas kurang dari 0,7 maka nilainya kurang baik. Artinya adalah bahwa alat ukur yang digunakan tidak reliabel.
Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
Variabel Sistem Perpajakan Diskriminasi Teknolgi dan Informasi Perpajakan Etika Penggelapan Pajak
Cronb ach’s Alpha
Nilai Kritis
Kesimpulan
0,859
0,7
Reliabel
0,766
0,7
Reliabel
0,944
0,7
Reliabel
0,936
0,7
Reliabel
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas instrumen sistem perpajakan, diskriminasi, teknologi dan informasi perpajakan dan etika penggelapan pajak antara lain 0,859, 0,766, 0,944, 0,936. Dari semua nilai keempat variabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien Cronbach Alpha lebih besar dari 0,7 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua instrumen dalam penelitian ini adalah reliabel. Hal ini menunjukkan bahwa setiap item pernyataan yang digunakan akan mampu memperoleh data yang konsisten yang berarti bila pernyataan itu diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif sama dengan jawaban sebelumnya. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang ada di dalam kuesioner mampu mengukur peubah yang didapatkan dalam penelitian ini (Ghozali, 2013:45). Hasil Uji Asumsi Klasik Hasil Uji Normalitas Data Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel independen dan variabel dependen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Dengan menggunakan normal P-P Plot data yang ditunjukkan menyebar di sekitar garis diagonal, 8
maka model regresi dapat dikatakan memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2004:34).
atau sama dengan VIF > 10 maka terjadi multikolonieritas dalam penelitian ini.
Gambar 1 Hasil Uji Normalitas
Tabel 3 Hasil Uji Multikolonieritas Collinearity Statistic Variabel Tollerance .969
VIF 1.032
Diskriminasi
.543
1.840
Teknologi dan Informasi Perpajakan
.531
1.882
Sistem Perpajakan
Pada grafik normal P-P Plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena asumsi normalitas (Ghozali 2013:163). Hasil Uji Multikolinearitas Uji multikolineritas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas penelitian. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Ada tidaknya korelasi antar variabel tersebut dapat dideteksi dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Menurut Ghozali (2013:91), VIF merupakan kebalikan dari tolerance jika nilai tolarance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = tolerance). Cara umum yang dipakai untuk menunjukkan multikolonieritas adalah jika nilai tolerance < 0,10 Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai VIF < 10 untuk semua variabel bebas, begitu juga dengan nilai tolerance > 0,10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada terdapat multikolinearitas antara variabel bebas dalam penelitian ini. Hasil Uji Heteroskedastisitas Untuk mendeteksi ada tidaknya Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada pola scatterplot antar SPRESID dan ZPRED di mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesunggguhnya) yang telah distudentized. Dasar pengambilan keputusannya jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka diindikasikan telah terjadi Uji Heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi 9
Uji Heteroskedastisitas. 2013:105).
(Ghozali,
Gambar 2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Tabel 4 Hasil Uji Autokorelasi
Durbin-Watson 1.909
N 115
Berdasarkan hasil diatas diketahui nilai dhitung (Durbin Watson) terletak antara -2 dan 2 = -2 < 1,909< 2. Dapat disimpulkan, tidak terdapat autokorelasi dalam model penelitian.
Dari grafik Scatterplot yang ada pada gambar di atas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak, serta tersebar baik di atas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi (Ghozali, 2013:139).
Hasil Pengujian Regersi Linier Berganda Dalam penelitian ini, hipotesis diuji dengan menggunakan model regresi linier berganda untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai pengaruh variabel keadilan, sistem perpajakan, dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak dilakukan dengan bantuan sofware SPSS versi 20. Tabel 5
Hasil Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan di mana terjadinya korelasi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi pada model regresi (Priyatno, 2010:75). Di dalam penelitian ini, autokorelasi dideteksi dengan nilai Durbin-Watson. Batas tidak terjadinya autokorelasi adalah angka Durbin-Watson berada antara -2 sampai dengan +2.
Hasil Analisis Regresi Liniear Berganda Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error
T
Sig.
1 (Constant)
14.13 6
3.456
4.090
.000
Sistem Perpajakan Diskrimina si Teknologi dan Informasi Perpajakan
-.417
.094
-4.431
.000
.808
.140
5.769
.000
-.133
.051
-2.624
.010
Berdasarkan tabel diatas, didapat dari hasil analisis menggunakan SPSS versi 20, maka Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
10
didapat persamaan regresi linear bergandanya adalah sebagai berikut: Y = 14,136 ‒ 0,417X1 + 0,808X2 0,133X3 + e. Hasil Koefesien Determinasi Koefisien determinasi ( ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai ( ) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2013:169). Tabel 6 Hasil Uji Koefesien Determinasi Model
1
R
.760a
R Adjusted Std. Square R Error of Square the Estimate .577
.565
3.69398
Berdasarkan tabel diatas, diketahui nilai Adjusted R Square sebesar 0,565. Artinya adalah bahwa sumbangan pengaruh variable independen terhadap variable dependen adalah sebesar 56,5 %. Sedangkan sisanya 43,5 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi ini. Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa bahwa > yaitu (-4,413) < -t tabel (-1.983) dan sig.(0,000) < 0,05 dengan demikian ditolak dan diterima. Dari Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan sistem perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Hal ini berarti bahwa semakin baik sistem perpajakan maka akan meningkatkan etika wajib pajak, sehingga penggelapan pajak akan menurun. Sebaliknya, jika sistem perpajakan tidak berjalan dengan baik maka wajib pajak semakin tidak beretika dan akan meningkatkan penggelapan pajak. Dengan adanya sistem perpajakan yang baik, pengelolaan uang dengan bijaksana, petugas pajak yang berkompeten dan tidak korupsi, serta prosedur pembayaran pajak yang tidak berbelit-belit, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap fiskus dan mendorong kemauan untuk membayar pajak, sehingga akan mempengaruhi wajib pajak bahwa penggelapan pajak merupakan tindakan yang tidak etis. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011) dan Mukharoroh (2014). Hasil penelitian menemukan bahwa sistem perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang filakukan oleh Ayu (2009) dan Marlina (2014), yang menemukan bahwa sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Pengaruh Diskriminasi Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa > yaitu 5,769 > t tabel 1,983 dan sig.(0,000) < 0,05 11
dengan demikian ditolak dan diterima. Dari hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan diskriminasi berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat diskriminasi maka wajib pajak semakin tidak beretika, sehingga penggelapan pajak akan meningkat. Sebaliknya semakin rendah tingkat diskriminasi maka wajib pajak akan beretika dan penggelapan pajak akan menurun. Kebijakan diperbolehkannya zakat sebagai faktor pengurang kewajiban perpajakan dan adanya zona bebas pajak hanya akan menguntungkan sebagian kelompok masyarakat saja. Sehingga akan mengakibatkan kecemburuan pada masyarakat yang tidak menerima keuntungan dari kebijakan tersebut, yang nantinya akan mengakibatkan tindakan penggelapan pajak (tax evasion). Hasil penelitian ini selaras dengan penelitan yang dilakukan oleh Sumarnisasi (2011) dan Rahman (2013). Hasil penelitian menemukan bahwa diskriminasi berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian Marlina (2014) yang menemukan bahwa diskriminasi tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Pengaruh Teknologi dan Informasi Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa > yaitu (-2,624) < ‒ t tabel (-1,983) dan sig.(0,010) < 0,05 dengan demikian ditolak dan diterima. Dari hasil Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Hal ini berarti bahwa semakin baik teknologi dan informasi perpajakan maka akan meningkatkan etika bagi wajib pajak sehingga penggelapan pajak menurun. Sebaliknya, jika teknologi dan informasi perpajakan tidak berjalan dengan baik maka wajib pajak semakin tidak beretika dan akan meningkatkan penggelapan pajak. Dengan adanya teknologi dan infomasi dibidang perpajakan, waktu yang dibutuhkan seorang wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya semakin efektif dan efesien. Ketika wajib semakin dipermudahkan dengan fasilitas yang diberikan, diharapkan wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dan dapat menghindari tindakan penggelapan pajak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yaitu Permatasari (2013) dan Ardyaksa (2014) yang menemukan bahwa teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Namun penelitian ini berbeda dengan penelitian Ayu (2009) yang menemukan bahwa teknologi dan informasi perpajakan tidak berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil pengujian hipotesis pertama secara parsial membuktikan bahwa variabel 12
sistem perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Sistem perpajakan yang berjalan dengan baik akan memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan meningkatkan etika bagi wajib pajak sehingga penggelapan pajak akan berkurang. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011) dan Mukharoroh (2014). Hasil penelitian menemukan bahwa sistem perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. 2. Hasil pengujian hipotesis kedua secara parsial membuktikan bahwa variabel diskriminasi berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Semakin tinggi tingkat diskriminasi maka wajib pajak semakin tidak beretika sehingga penggelapan pajak akan meningkat. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarnisasi (2011) dan Rahman (2013). Hasil penelitian menemukan bahwa diskriminasi berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. 3. Hasil pengujian hipotesis ketiga secara parsial membuktikan bahwa variabel teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak (tax evasion). Semakin baik teknologi dan informasi perpajakan maka akan Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
meningkatkan etika bagi wajib pajak sehingga penggelapan pajak akan menurun. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Permatasari (2013) dan Ardyaksa (2014). Hasil penelitian menemukan bahwa teknologi dan informasi perpajakan berpengaruh terhadap etika penggelapan pajak. Keterbatasan Penelitian ini menggunakan objek penelitian wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam saja, serta penelitian ini hanya menggunakan variab sistem perpajakan, diskriminasi, teknologi dan informasi perpajakan ter sampel yang relatif sedikit yaitu 110 wajib pajak orang pribadi dan ada kemungkinan jawaban yang diberikan responden tidak jujur, sehingga tidak menghasilkan jawaban yang sesuai dengan penelitian ini.
Saran Penelitian selanjutnya akan lebih baik lagi jika memperluas sampel penelitian, seperti tidak hanya wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam saja, namun dapat diperluas wilayah penelitian sehingga menambah sebuah penelitian yang lebih baik dan hasilnya dapat digeneralisir serta menambahkan jumlah variabel independen yang dapat mempengaruhi etika penggelapan pajak, seperti keadilan, tarif pajak,
13
kecurangan dan ketepatan pengalokasian pemerintah. DAFTAR PUSTAKA Ayu, Dyah dan Rini Hastuti. 2009. Persepsi Wajib Pajak Dampak Pertentangan Diametral Pada Tax Evasion Wajib Pajak Dalam Aspek Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan, Ketepatan Pengalokasian, Teknologi Sistem Perpajakan, dan Kecenderungan Personal (Studi WP Orang Pribadi). Kajian akuntansi. Volume 1, Nomor 1, Februari 2009. Ardyaksa, Theo Kusuma dan Kiswanto. 2014. Pengaruh Keadilan, Tarif Pajak, Ketepatan Pengalokasian, Kecurangan, Teknologi dan Informasi Perpajakan terhadap Tax Evasion. Kajian Akuntansi. Volume 3, Nomor 4, Oktober 2014. Ghozali,
Imam. 2013. Aplikasi Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Semarang, Badan Penerbit Univeristas Diponegoro.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta, Penerbit Andi. Marlina,
Siti. 2014. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Ketetapan Pengalokasian Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Kajian
Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
Ilmiah. Universitas Hali Aji.
Raja
McGee, Robert W. 2006. Three Views on the Ethics of Tax Evasion, Journal of Business Ethics 2006, pp. 15-35. Mukharoroh, Annisa’ul Handyani dan Nurcahyonowati. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak. Kajian Akuntansi Volume 3, Nomer 3, 2013. Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta, Granit Permatasari, Inggrid dan Herry Laksito. 2013. Minimalisasi Tax Evasion Melalui Tarif Pajak, Teknologi dan Informasi Perpajakan, Keadilan Sistem Perpajakan, dan Ketepatan Pengalokasian Pengeluaran Pemerintah. Diponegoro Journal of Accounting. Volume 2, Nomer 2, 2013. Prayitno, Duwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian Dengan SPSS. Yogyakarta, Gava Media Rahman. 2013. Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah. 14
Santoso, S. 2004. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta, PT. Elex Media Komputindo. Siahaan, Marihot P. 2010. Hukum Pajak Elementer. Yogyakarta, Penerbit Graha Ilmu. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta. Wicaksono, Kunto Adi. 2014. Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion): Perbedaan Persepsi Mahasiswa Ekonomi, Hukum dan Psikologi. Gajah Mada Journal of Accounting. Universitas Gajah Mada.
.
Widodo, Widi. 2010. Moralitas, Budaya, dan Kepatuhan Pajak. Bandung, Penerbit Alfabeta. Http://www.antaranews.com/Diakses 04 Desember 2014
Jom FEKON Vol. 2 No. 2 Oktober 2015
15