D JU ffU SA N
T jE T A K . LEPAfc.
TJARA PERKA vvINAN
dan
SU SU N A N MASJARAKA r
PADA ORANG BUNA' DI TIMOR TENGAH
*» to c* P(
o
azS
olcfc Louis Berthe
Perpustakaan FIB UI U N 1 V E R S IT A S FAKULTAS
IN D O N E S IA .S A S T R a
pe r p u st a k a a n
0 0 0 2 Q 9 2 9
Qj
UAH
iLtMll-lLMU SASl’KA INDONESIA
S1AJM JOURNAL OF CULTURAL STUDIES
//« & /-#o
T jara Perkawinan dan Susnnan Masja.’akat pada Orang Buna J d i - T i m o r Tengah *) Louis Berthe (C entre N atio n a l de la R echerche Sc ie n tijiq u e , P aris).
D ibeberapa tem pat di-Indonesia sebelah timur, terutam a di-Roti, Seran, Sawu dan Timor, ternjata ada suatu tjontoh organisasi sosial jang bersifat chas, jaitu jang mengetahui dua m atjam perkawinan, jang satu dengan ’’membeli” isteri, perkawinan jang m engakibatkan kediam an patrilokal dan keturunan p atrilin eal; jang kedua dengan m em bajar begitu sadja hak untuk tingggal bersam a dan, kalau si-gadis kawin untuk pertam a kali, dengan m em bajar ’’harga menghilangkan keperaw anan” : perkawinan ini m engakibatkan kediam an m atrilokal dan keturunan matrilineal 1). Kami telah menjelidiki selama suatu penjelidikan jang berlangsung dari bulan 2 terachir dalam tahun 1957 sampai perm ulaan tahun 1959, tjara berlakunja suatu m asjarakat sem atjam ini, jaitu suku B una’, di-tem pat mereka sendiri. Kami bermaksud m em berikan disini uraian pandjang lebar mengenai sistim kekeluargaan mereka ; selandjutnja mem berikan pendjelasan dalam rangko sistimnja tentang gedjala 2 jang nam paknja menjimpang, um pam anja idjin untuk kawin dengan saudara sepupu perem puan patrilateral jang silang m aupun sedjadjar; achim ja m enarik beberapa kesimpulan teoretis. Kami sudah tahu bahwa dapat diketemui di-Indonesia, terutam a di Sunda, Djawa, Bali, Sumbawa dll., beberapa sistim kekeluargaan jang mengidjinkan perkawinan dengan saudara sepupu perem puan patrilateral jang silang m aupun sedjadjar ; dan djuga dengan sepupu perem puan m atrilateral jang sedjadjar ; achirnja dengan keempat matjam jang mungkin antara saudara 2 sepupu perem puan kesemuanja. 2) N am un kita akan ketemu hal bahwa, m enurut suku B una’, saudara sepupu perem puan m atrilateral jang sedjadjar ialah ’’saudara” jang tidak diperbolehkan mendjadi is te ri: dengan sendirinja larangan ini menim bulkan beberapa s o a l: 1) apa sebabnja orang 2 B una’ diidjinkan m engadakan perkawinan dengan saudara sepupu perem puan patri lateral jang sedjadjar * ? Dan 2) oleh karena itu timbul soai per kawinan partilateral pada umumnja. A c h in ra 3) dan sebaliknja timbul djuga soal mengenai larangan jang kena perkawinan dengan hanja 91
M A D J A L A H IL M U -IL M U SASTRA I N D O N E S I A
92
SUKU B U N A ’ D I T IM O B T EN G A H
salah satu antara keem pat sdr. sepupu perem puan jang m ungkin : ialah dengan sdr. sepupu per. m atrilateral jang sedjadjar. K ita akan ketem ui soal 2 itu, satu demi satu pada tem patnja m asing2. Suku B u n a’, jang berdjum lah kira 2 65.000 djiwa, m enem pati b agian jang tertengah dari pulau Tim or. Di-sebelah b arat dan di-sebelah s el at an tetangga m ereka ialah suku T etun (atau Belu m enurut P. V roklage) 3) ; di-sebelah utara, suku Kem ak, d an di-sebelah tim ur, suku M am bai. D aerahnja sendiri suku B una’ itu tidak ada jang m enurun m enudju laut ; m ereka berkediam an dalam pegunungan jang p ad a t d an jang dipotong m elintang, sam bil m em bundar besar, oleh garis perbatasan antara Indonesia dan bagian Portugis dari pulau ini. K ira 2 16.000 orang dari suku B una’, jang bertem pat tinggal di-Lam aknen, adalah w arga-negara Indonesia ; jang lain w arga-negara Portugis. D ari kelom pok jang terachir ini, kita hanja akan menjelidiki m ereka jang tinggal di-daerah bernam a M au-G atal. Suku B una jang hidup sebagai petani m enetap, m engolah tanah m ereka dengan m em bakar pohon2nja dan m enjebar abunja di-seluruh ladang atau hum a. M ereka m enanam i padi, djagung, singkong dan ubi 2 jang lain, m isalnja uvvi (Djawa). M ereka m enernakkan kerbau, kuda, ajam , babi dan kam bing peliharaan m ereka hidup setjara setengah bebas. R um ah 2 jang tertantjap atas tiang2, tersusun djika dalam desa adat c) disekitar tem pat m enari jang bundar dekat m ana ter susun tem pat pem udjaan kepunjaan desa dan suku 2 rum ah jang utam a, d an djuga beberapa batu peringatan, terutam a batu 2 jang m enutupl bilah 2 dari bam bu hulo dan lep (belum dipastikan djenisnja) ; bam bu 2 itu m em punjai tugas upatjara jang penting dalam upatjara perdjandjian persekutuan. Susunan politik m enghubungkan suku B una’ dengan m asjarakat 2 feodal. Suku B una’ itu terbagi atas lima garis turunan besar jang di* dirikan oleh lima orang bersaudara, sebagai leluhur jang berasal dari sepasang orang kem bar. M enurut kesusasteraan silsilah, jang dinam ai B ei Gua (atau : ’’D jedjak perdjalanan nenek m ojang”), turunan kelim a ini telah m engadakan antara m ereka persekutuan politik dan p erkaw inan. T u runan 2 jang paling terkem uka antara m ereka telah m endirikan pula, p ad a gilirannja, suku 2 rum ah atau rum ah keluarga °) j 2ng berkum pul dalam desa2. Kedudukan pangkat bersifat kekal dan tersusun setjara hierarkis ; nam un kuasa politik tidak didasarkan atas pem ilikan tanah, akan tetapi atas tenaga keram at pusaka 2 jang disimp an dalam rum ah 2 suku keturunan bangsawan ; antara pusaka 2 itu jang teristim ew a m em ang ialah lam bang, jaitu dato-bul dalam bahasa daerah, jang berasal ilahi. Djadi para bangsawan ialah orang sem ua jang oleh kelahiran, pengangkatan atau perkaw inan (setjara mem beli) m erupakan anggauta keluarga jang memegang lam bang2. O rang leluasa, kaum jang bukan bangsawan, berasal dari nenek m ojang jang sam a dengan nenek m ojang kaum bangsaw an, djadi ter93
M A D JA LA H IL M U -IL M U SA STR A IN D O N E S IA
m asuk turunan jang sam a seperti m ereka ; h a n ja b ed a n ja , o ra n g le — luasa itu lahir dalam , atau diangkat an ak oleh, kelu arg a jang tid a k b e r lambang. A chim ja ad a budak 2 jang djau h sebelum p eran g te ra c h ir s u d a h dilarang perdagangannja oleh pem besar B elan d a d an sek a ran g m e m a n g sudah berhenti, tetapi jang tidak b erarti bahw a k e tu ru n a n m e re k a s u d a h bertjam pur aduk sam a sekali dengan k etu ru n a n o ra n g lelu asa, a p a la g i dengan bangsawan. Setjara pasti m asjarakat disana tsrd iri atas ssd ju m la h ” su k u r u niah” (seluruhnja ada beberapa ratus) jang eksogam d a n jan g niasin g 2 m em punjai nam a : atau nam a nenek m o > n g jang m en d irik an ru m a h suku jang pertam a, atau bahkan nam a suatu tem p at, m esk ip u n leb lh djarang te rd a p a t; sangat serir.g ada tjiri- p enentu jang m e n e ta p k a n keluarga asal untuk keluarga 2 jang diasalkan. SEKUTU :
K A U ’-K A 'A
DAN
M A LU-AI
T iap 2 keluarga m em punjai dua m atjam sekutu jan g b e rla in a n : jang satu sekutu berdasarkan sum pah; jang lain, sesu d ah d ia d a k a n perkawinan dengan tjara ’’m em beli” an ta ra d u a suku ru m a h , a ta u d ju ga sesudah pengangkatan. Jang pertam a disebut K a u '-K a a a n ta ra m e reka, ialah „adik dan kakak” ; jang kedua ialah M a l u - A i : p e m b e ri dan pengambil” wanita. P ersekutuan K a u ’-K a ’a b erasal d a ri s u a tu persetudjuan jang dibuktikan oleh u p atjara dengan saling m inum d a rah, jang disebut H ulo-Lep. Peserta dari H u lo -L e p ini saling m en g anggap sebagai saudara dan m ereka dih aru sk an m en jelesaik an p e rsengketaan 2 mereka dengan tjara berunding d an tid ak d en g an tja ra perang atau kekerasan. Sum pah jang d iutjapkan p ad a k etik a u p a tja ra , djuga m engikat keturunan peserta itu. U n tu k jang m elanggar, k e sa la h annja pasti akan mengakibatkan kem atiannja. P erse k u tu a n b e rd a sa r-* kan perkawinan djuga tidak dapat dibahas kem bali o leh tu ru n a n ; p e r sekutuan itu kekal. Semua M alu-A i adalah Kai. -K a ’ci, r.kan te ta p i hubungan sebaliknja tidak perlu benar dem ikian : ad a b a n ja k te rd a p a t sekutu jang dipersum pahkan begitu sadja, d an jan g b u k a n M a lu -A i antara mereka. Demikianlah tiap keluarga’ m em elihara h u b u n g an b e rdasarkan kedua tjara itu, dengan sedjum lah sekutu, trad isio n il jang te rtentu, tetapi jang berbeda-beda djum lahnja d ari satu suku ru m ah k e suku rum ah jang lain. Kami akan m em batasi u ra ia n ini p a d a h u b u n g an- persekutuan berdasarkan perkaw inan. Para M alu-Ai tidak m erupakan kelom pok jang sam a ra ta ; m e reka terbagi atas dua golongan jang bertentangan dan jang saling m e len g k ap i: para Main, istilah jang m ungkin d iterd jem ah k a n d en g a n pem berian W anita” ; dan para A i-ba'a jang sesuai den g an ’’pen g am b il w; nita” . Tiap keluarga dengan tjara dem ikian m en en tu k an diri sen d iri oleh hubungan rangkap timbal balik jang m engikatnja p e rta m a p a d a 9i
D JU R U S A N
SU K U B U N A ’ D I T IM O R T EN G A H
pem beri w a n itan ’a d an ked u a p ad a pengam bil w anitanja. M en u ru t kesusasteraan lisan silsilah d an kesusasteraan leluhur jang dikum pulkan setem pat, hubungan itu dibentuk satu dem i satu di-m asa jang lam pau. H a l jang paling sering d iuraikan ialah m engenai seorang nenek m ojang jang dengan m em beli beristerikan seorang w anita dari ketiiru n an jang lain, dan m endirikan suatu ’’rum ah ad a t” bersam a dengan isterinja ini ; lalu diberikan nam a kepada rum ah itu ; keluarga isteri m aka m endjadi M alu pertam a, m enurut sedjarah m aupun m enurut p eratu ran , ialah M alu pana gom o, atau "M alu pendjaga w anita” dari ru m ah jang baru didirikan itu, dan selam a-lam anja untuk m asa jang ak an d atang ; sedangkan jang m enerim a isteri ini, boleh terdjadi dem ikian, d atan g m enjertai A i-b a ’a jang lain dari keluarga M alu. K e tu ru n an atau rum ah asal dari jang m endirikan, disebut M alu m one gom o, "M a in pendjaga p ria” jaitu dari jang m endirikan sendiri. Jan g m em bedakan p ad a d asa m ja M alu dari A i-b a ’a, ialah kew adjiban u n tu k suatu keluarga tertentu untuk m engam bil w anita dari Malun]a., dan m em berikan p u tri2nja kepada A i-b a ’an]a, tetapi tidak dengan kem ungkinan un tu k sebaliknja. Suatu p eratu ran pelengkap tum bahan pula m enjingkirkan kem ungkinan m engam bil w anita dikalangan pem beri w anita daripada pem beri w anita itu, atau M alu-bul, tan p a sekurang-kurangnja m elalui M alu langsung, jang djika perlu m em berikan idjin jang dim inta dan jang bagaim ana djuga bertindak sebagai pengantara. L azim nja suatu keluarga A m em berikan saudara 2 perem puannja dan pu teri2nja kepada m keluarga sekutu, um pam anja B i, Bo, B 3, ........ gm>. d an m engam bil isteri2nja dari n keluarga lain : N l5 N 2, N 3, ........ Nn- K ita akan m elihat bahw a p eraturan ini berlaku h anja untuk petk aw in an dengan tjara "m em beli” . K eadaan tim bal balik ini terpantul p ada bidang 2 lain, terutam a pada bidang penukaran harga benda. D iluar kesem patan m enukar jang diberikan oleh perkaw inan setiara m em beli (kesem patan m ana sekarang agak djarang terdapat), prestasi antara sekutu terutam a diadakan pada w aktu perajaan keluar ga, jaitu p ada p erajaan kem atian untuk penguburan terakir, L a i guzu na'manja, d an p ad a perajaan untuk m em perbaharui atau m em bangunkan kem bali rum ah a d a t : perajaan ini dinam ai L ai Belis atau D eu gie a. P ad a k ed u a kesem patan itu, suku rum ah jang m em berikan perajaan haru s m engundang sem ua sekutunja, K a u ’-K a’a, M alu dan A i-b a ’a. P erajaan 2 itu disertai pengorbanan sedjum lah besar binatang, terutam a kerb au dan babi. Prestasi dan prestasi balasan beredar dalam djurusan n'en u d ju kearah jang tetap dan tertentu : kepada pem beri w anitanja, suku rum ah jang m engundang harus m em berikan ’’benda 2 d jan tan ” , jang teru tam a terdiri atas piring em as atau perak, dan kerbau. Sebagai balasan ia m enerim a dari m ereka ’’benda 2 betina” : babi, selim ut ber95
M A D JA LA H JLM U -ILM U SASTRA IN D O N E SIA
m atjam -m atjam dan bakul. A kan tetapi b en d a djan tan jang oleh tuan rum ah dibagi kem bali kepada M ain2nja, diperoleh dari p a ra pengam bil w amtanja sendiri, jang ikut seita p ad a p erajaan. D a n benda betina jang disam paikan kepada m ereka ini, diperoleh sebelum nja oleh tuan Pafa pem beri w anitanja sendiri. ’’H a d ia h 2” jang diterim a o eh keluarga jang m engundang disam ping itu tidak p u la sem uanja i agi k e m b a li: sebagian disim pan untuk p en u k aran di-hari kem udian. erbedaan perlakuan antara satu golongan sekutu d an jang lain, djuga Kennatan dalam bidang m akanan : para pengam bil w anita dim andjar( ,n’ ,m^ reka menerim a bagian jang te r b a ik : d ih arap k an dari m et n n \ . r Va ? 5 eka akan m enam bah ’’p em b ajaran n ja” ; apalagi ’’orang HViVnJa J m em beri nafkah jang baik k epada an ak 2n ja” . Sentrlkan mengei! f i para Pemberi wanita, m ereka h am pir- tak diberi n M p n h n l '" " E rb e d a a n dalam sikap ini djadi m engesankan bahwa tentanpan t antara Malu dan A i-b a ’a m asih dipandang sebagai perM ahi diuM n t ®t,urunjn2 b e rtu ru t-tu ru t: k aren a tiap keluarga kan ’’kelnara ^ 1 keluar§a dari ibu”, sedangkan A i-b a ’a m erupakeluarga dan anak perempuan”. baranKo r S m W sernatJaim ini erat bersesuaian ru p a n ja dengan gam. m andang sebagaiStfn t hangSa K atiin> ianS m ana Levi-Strauss 7) m e(peremDuan'i d L l J f janS PaIing n jata dari ’’sistim penukaran neralise • W o ^ a beredaran” (Per. : le system e d ’echange g£njataan bahwa' c° nnubium )- D jika dipertim ban ikan k eluarga bancsawnn a - angsa Katjin, sekurang-kurangnja m engenai k e pada djumlah du * .sekutu pem beri w anita atau M ayu, terbatas m aka boleh dilratoi- an begitu pula p ara pengam bil w anita, atau Dcima, atau bentuk iana i if u u a sistim B una’ ini, adalah suatu ’’varian” nja disana-sini f l berkembang dari sistim K atjin, tetapi susunan•ni, m asjarakat me ?ekab sebentuk. Lebihr karena dalam kedua hal dara peremnuan c ng a n . keutam aan akan perkaw inan dengan saus u lit; dan p e rta rn ftPU SlIang dari pihak ibu- K ead aan nam un lebih roaupun tidak sa J ’ d,kaIangan B una’ baik orang bangsawan niendjadi isteri teta ^ ,s epupuh itu ia,ab seorang jang diutam akan jang djarang terdiaH ;1 c , praktek adalah suatu tjorak perkaw inan hungan M alu-Ai deno andi utnja suku 2 rum ah B una’ ternjata berdjuga terbukti dalam 30 J.umIah sekutu jang besar, tjiri jang m eniang bangsawan : meskin.m ^rga” lsasi s«sial p ad a orang K atjin jang bukan
untuk mempertahankanTi
pada orang Buna’’ kesulitan diprak»ek
antara sebuah d ia rin o “ Semua bahagiannja keadaan jang patut peraturan asal dari ckHm persekutuan jang sedemikian luas, dengan luarga malahan nmrmvri penukarari jang beredaran itu (beberapa ke^ ‘-ba’ania diuea ^empunjai sampai lima belas M alu dan dang2 suku rumah ■ 1 anJak ‘tu)> mengakibatkan ialah bahwa kajang tentunja ingin memperpendek beberapa edaran 96
SUKU BUNA1 D I TIM OR TENGAH
atau m alahan ingin menutup edaran jang ’’pintjang” kalau tidak de mikian, bersekutu dua kali, pada baris turunan jang berlainan, dengan salah satu dari sek u tu n ja: pertam a kali sebagai pemberi, dan lain kali sebagai pengambil wanita, sehingga dengan dem ikian terbentuk hubungan tim bal balik jang disebut Suta’-N o’, ’’pangkal dan udjung (toxnbak)” . Dalam hubungan ini masing 2 dari kedua suku rum ah ialah sekali-gus M alu dan A i-ba’a dari jang lain, jang mungkin akan m em berikan kepada persekutuan mereka seluruh tjorak ’’tjara penukaran dualistik” (Per. : systeme d’echange restrein; Ingg. : restricted connubium ) djika masing-masing tidak mempunjai Malu dan A i-ba’a jang lain. Selandjutnja dan terutam a suku Buna’ mengadakan pula suatu m atjam perkaw inan jang lain, ialah dengan berkediam an m atrilokal dan jang m engakibatkan turunan m atrilineal: bentuk ini djauh lebih um um daripuda perkawinan dengan tjara membeli. A chim ja dikalangan m ereka, satu-satunja saudara sepupuh jang dipandang sebagai ’’saudaxa pe rem puan” (iang tidak boleh dikawini) ialah saudara sepupuh sedjadjar dari pihak ibu ; djadi saudara sepupuh silang dari pihak ibu bukannja isteri jang diwadjibkan, tetapi jang hanja lebih diutam akan daripada kedua saudara sepupuh perem puan lain jang diidjinkan djuga m endjadi isteri. D jadi kita harus mengakui bahwa, djika sistim B una’ ialah sebaeai suatu sistim Katjin jang lebih berkembang, m aka perkem bangannja sendiri m enghadapkannja dengan persoalan teoretis baru, jang tidak m e m p u n j a i alasan apapun untuk m untjul dalam suatu m asjarakat jang mewadjibkan perkawinan dengan puteri dari saudara lelaki ibu. A kan tetapi, sebelum menjelidiki persoalan jang dikalangan suku B una’ dis e b a b k a n oleh adanja sedjadjar kedua bentuk perkawinan, m aka kam i akan m enggam barkan masing 2 s e n d iri; kam i djuga akan m enjebut p e n g a n g k a t a n . Salah satu bentuk dari pengangkatan sangat erat dengan p e r k a w i n a n dengan tjara membeli dan m alahan m erupakan padanja djika ditindjau dari sudut pem bentukan persekutuan M alu-Ai. 2
PER K A W IN A N DENGAN TJA R A "M EM BELI” DAN PEN G A N G K A TA N
Dalam bahasa Buna’, tidak ada kata jang mentjatat bersama ke due perkawinan. Perkawinan dengan tjara membeli disebut Sul dara, ’’menanamkan tombak (didalam tanah, pada pangkalnja)”, atau Sulsuli” ’’tombak dan pedang”. Perkawinan dengan hanja tinggal bersama dalam rumah perempuan disebut Ton-terel, ’’pembagian dari harta benda jang dihasilkan bersama”, atau T on leo legul, ’’penjertaan bersama pada halaman pandjang”. Dalam kesusasteraan silsilah, permaduan jang sering terdapat duakukan selalu dengan tjara membeli wanita , kesusasteraan ini tidak pernah menjebut perkawinan m atrilokal, tetapi didalam masjarakat 97
M ADJALAH 1LMU-ILMU SASTRA IN D O N E SIA
sekarang, dimana perkawinan dengan tiara mpmi, v pakai, perm aduan terutam a ialah disertai * a g a k d Ja r a n S d i ~ isteri, sehingga suami berganti-ganti m l ! ] 5? 31 tin g g al d i - t e m p a t d a n isterinja. em ondok p a d a s a la h s e o r a n g suamCister^memrnu^kanh imTukSeSU<^a^ r i ^ r kaW^n an T o n ~te r e l k e d ^ dalam hal itu, S P ^ a w i n a n S u l-d a r * * d a keluarga isterinja. Tetapi s e h a r u s n i a ^ e b ^ 11' ja ° 8 d iw a d i i b k a n P a~ kan, berdasarkan tradisi A i h > t i keluarga suam i s u d a h m e r u p a M ia n ”, akan ‘ -su d a h - p j * .
akL
beratu
m aka keluaraa tiTn" 30 a d a d iselesaik a n s e m u la n ja kepada keluaren ci > sem atiam p e rm u la a n , m e n je r a h k a n Hadiah ini terd' • " ls hadiah p e rta m a k a l i : Sigal-an a ta u S ig a l-sa en . dari perak tet ^Ua belak) : jang sa tu d a r i m a s , atau ketjH da ‘ ^ ^ 3 dem ikian b e ru k u ra n b e s a r ; ja n g la in lebih Ai-ba’a ^ era^ - U ntuk m em b alas, M a in m e m b e rik a n k ep a d a dalam h ^ ^ balasan jan g b e rn a m a B o r a - p il: se b u a h se lim u t atau, disinnii f - ,asa daerah, tais, ja n g lu n g sin n ja m e m a k a i ra g a m (h ia s) traS . j ^ j a k a n m en u ru t tja ra ”ik a t” . buka d ‘ f ,?nia>atau p a d a w ak tu itu dju g a, o ra n g s u d a h h a r u s ”m em ditund/k -311 ' ^ i b a ’-hik h o ’on, m e n u ru t istilah n ja. S e o ra n g anggauta ngenai ^ a*am tiap k eluarga u n tu k m e n g a d a k a n p e m b itja ra a n ineialah p e h aw*nan jang d iren tjan a k an . W a k il d ari p e n g a n ib il w anita karena d” sebuah p irin g em as (a ta u d ari p e r a k s a m p a i seharga ; ^ a n n i a T v se^aran8 laku dalam segala hal, k am i tid a k a k a n m enenlimut. 6 ^ IandM ) ; wakil d a ri p e m b e ri w a n ita ia la h p e m b a w a se~ mulai sekar^ Penukaran 2 p e n d a h u lu a n itu selesai, k e d u a keluarga Perkawinan ^ 2 tCfikat jang satu k e p a d a ja n g lain . D jik a selandjutnj^ tradisi akan J3n" direntjan ak an tid a k d ila n g su n g k a n m a k a h u b u n g an jang lain pacfUtUS’ den§an b e rh en tin ja k e lu a rg a ja n g s a tu m en gundang sangat gent- a Perajaan-perajaannja. P e m u tu sa n h u b u n g a n sedem ikian ini munet-’ samP ai p ad a m asa la m p a u ja n g b e lu n i l a m a berselang ^ etapi d -U1 ^er° ^ a^ m endjadi p ep e ra n g a n . dang neneJc-m^a seSaia-galanja b e rd ja la n b aik , k e d u a p ih a k m engun^'Persiapjfgjj ^ anS m ereka m asing 2 u n tu k m e n je tu d ju i p e rk a w in a n jang 8 °tin, atau ’ an sekarang d iad ak a n p e n u k a ra n ja n g b e r n a m a Miigen ^^jam paijfan ?mbangunan dJiwa o ra n S m a ti” , u n tu k m a n a A i-b a ’a cari Perak; • ePada M ahm ja sebuah p irin g d ari e m a s d a n se b u a h lagi seekor babi " 8 belakangan m em balas d e n g a n s e b u a h se lim u t dan 98
S U K U B U N A ’ D I T IM O R T E N G A H
Selekas m ungkin, keluarga lelaki m en aw ark an selan d ju tn ja k e p a d a M a lu n ja p em b erian jang b a ru : T a ’-T u ri’, ’’K a p a k d a n P a ra n g ” . Ini seb e n arn ja m eru p a k an djuga sebuah piring dari em as d a n sebuah. lagi dari p erak . D en g an liadiah ini, tjalon suam i m en g em b alik an setja ra sim bolis kep ad a o ran g tu a tu n an g an n ja sandang p a n g a n ja n g m e re k a hingga sek aran g selalu m endjam inkannja. K em bali, kelu arg a M a lu m em b alas dengan h ad iah b alasan b eru p a seb u ah selim ut. S esu dah selesai p en d a h u lu a n 2 ini, diperbolehkan k e p a d a p e m u d a u n tu k m em b aw a isterinja k eru m ah n ja : m ulai sa a t itu, isteri ini m en d jad i an g g au ta d a ri keluarga suam inja m en u ru t adat. M a s a ja n g m u lai dengan ini m ungkin berlangsung u n tu k b eb e rap a ta h u n : p a ra M a lu n e n u n g g u k a n dengan sab a r h a d ia h 2 jang m asih ak a n d atan g . M e re k a tid a k d a p a t m en jatak a n su atu tu n tu ta n langsung a p a p u n tetap i, d jik a a d a p erte m u an a tau p erajaan , h an ja d a p a t b e rta n ja d en g an k ia sa n : a ipi ten ’oa e n i’ la’ ? M o k za ’oa e n i’ ta’ ? A rtin ja : ’’A p a k a h n asi su d a h m asak a tau belum ? A p a k ah pisang sudah m atan g a ta u b elu m ? ” K e k ajaan p e rla h an -lah a n b ertu m p u k ; tetapi tid a k p e rn a h b o leh m en d esa k p a d a sekutu. W aktu jang lew at, disini b u k a n pen g h asil la b a atau bung a uang. N am u n , djik a A i-b a’a adalah kelu arg a jan g k a ja d a n b e rk u a sa , ia d a p a t m en u n aik an k ew adjibannja terh a d ap M alun]a b a h k a n sebelum m engam bil isteri. P engam bil w anita m aka pergi k e ru m a h M a lu dim anv' n iere k a m elew atk an satu -d u a m alam , d an b a h k a n lebih la m a sam p ai hab is p em b itja raa n d an p em b aja ran 2. D engan satu k ali sad ja m e n u n a i k a n re n te tan h ad iah jang pan d jan g dan m engagum kan, jan g p a d a selu ru h n ja d iseb u t gobol-tolo, ’’p en jerah an h arg a pem belian (w an ita)” . M a ri k ita tetap k a n disini bahw a istilah ’’pem belian” ini h a n ja terd je m a h a n p aling d e k a t : m em ang suku bangsa B u n a’ m em akai k a ta jang Iain u n tu k m en u n d ju k k an pem belian setjara berdagang. In ila h sek u ra n g -k u ran g n ja k eterangan m engenai gobol itu : K eluarga p em u d a m em berikan k ep a d a p a ra M alu seb u ah h a d ia h jong pen ting jan g m alahan m em berikan n am an ja k ep ad a tja ra p e rk a w inan ini : S u l-su li’. L agi 2 b e ru p a sebuah piring em as d an seb u a h lagi d a ri p erak . P em b eri w anita m em balas dengan sebu ah selim ut. K em u d ian p a ra A i-b a ’a m enaw arkan k ep a d a M
M A D JA LA H 1LM U-ILM U SASTRA IN D O N E SIA
sekarang, dim ana perkaw inan dengan tjara m em beli agak djarang dipakai, perm aduan terutam a ialah disertai bertem pat tinggal di-tem pat isteri, sehingga suami berganti-ganti m em ondok p ad a salah seorang dari isterinja. A da kem ungkinan bahw a sesudah perkaw inan Ton-terel kedua suami-isteri m em utuskan untuk m engadakan perkaw inan S u l-d a ra ; daJam hal itu, suam i m elaksanakan pem bajaran 2 jang diw adjibkan p a da keluarga isterinja. Tetapi seharusnja keluarga suam i sudah m erupa kan, berdasarkan tradisi, A i-b a ’a keluarga isteri. Isteri, sesudah ”pem belian”, akan m endjadi anggota seum ur hidup dari keluarga A i-b a ’a tersebut. T jara sebaliknja tentunja tidak m ungkin surut d ari perkaw in an dengan tjara m em beli ke-perkaw inan Ton-terel, jang ak an berarti bahw a isteri didjual kem bali kepada keluarga asalnja. D jika perkaw inan m atrilokal tidak ada diselesaikan sem ulanja, m aka keluarga tunangan lelaki, sem atjam perm ulaan, m enjerahkan kepada keluarga si-gadis hadiah pertam a k a l i : Sigal-an atau Sigal-saen. H adiah ini terdiri atas dua piring ( = belak) : jang satu dari m as, atau dari perak tetapi djika dem ikian berukuran besar ; jang lain lebih ketjil,^ dari perak. U ntuk m em balas, M alu m em berikan kepada A i-ba a hadiah balasan jang bernam a B o ra -p il: sebuah selim ut atau, dalam bahasa daerah, tais, jang lungsinnja m em akai ragam (hias) tradisionil dikerdjakan m enurut tjara ”ikat” . Sebelumnja, atau pada waktu itu djuga, orang sudah harus ”m em u 'a djalan : H iba’-hik ho’on, m enurut istilahnja. Seorang anggauta ditundjuk dalam tiap keluarga untuk m engadakan pem bitjaraan m engenai perkawinan jang direntjanakan. W akil dari pengam bil w anita ialah pem baw a sebuah piring emas (atau dari perak sam pai seharga : arena perak sekarang laku dalam segala hal, kam i tidak akan m enenK ra u t^ a landjut) ; wakil dari pem beri w anita ialah pem baw a se? esi/c*a*1 penukaran 2 pendahuluan itu selesai, kedua keluarga £u se arang terikat jang satu kepada jang lain. D jika selandjutnja direntjanakan tidak dilangsungkan m aka hubungan i-Ti** V '3 ^ engan berhentinja keluarga jang satu m engundang a perajaan-perajaannja. Pem utusan hubungan sedem ikian m®.’ s^mPai pada m asa lam pau jang belum lam a berselang mi munSkm berobah m endjadi peperangan
d ana nene>-m ^fa segala' 8a^ania_berdjalan baik, kedua pihak m engundiDersiankan j ® IJiere m asing 2 untuk m enjetudjui perkaw inan jang gotin atau " P p ” ^ aran2 diadakan penukaran jang bernam a M ugen b^ Dan djlWa °™ng m ati”, untuk m ana A i-b a ’a dari n e ra l • ■ e^ a ^ 0^wnja sebuah piring dari em as dan sebuah lagi seckor babi akanSan niembalas dengan sebuah selim ut dan
SUKU BUNA’ D I TIM OR TENGAH
Selekas mungkin, keluaiga lelaki m enawarkan selandjutnja ke pada Malim]?L pem berian jang baru : Ta’-Turi’, ’’Kapak dan P arang” . Ini sebenarnja m erupakan djuga sebuah piring dari emas dan sebuah lagi dari perak. Dengan hadiah ini, tjalon suami mengem balikan se tjara simbolis kepada orang tua tunangannja sandang pangan jang m e reka hingga sekarang selalu mendjaminkannja. Kembali, keluarga M alu membalas dengan hadiah balasan berupa sebuah selimut. Sesudah selesai pendahuluan 2 ini, diperbolehkan kepada pem uda unfuk mem bawa isterinja kerumahnja : mulai saat itu, isteri ini mendjadi anggauta dari keluarga suaminja m enurut adat. M asa jang m u lai dengan ini mungkin berlangsung untuk beberapa tahun : para M alu nenunggukan dengan sabar hadiah 2 jang masih akan datang. M ereka tidak dapat m enjatakan suatu tuntutan langsung apapun tetapi, djika ada pertem uan atau perajaan, hanja dapat bertanja dengan kiasan : a ipi ten ’oa e ni’ ta’ ? M ok za ’oa e ni’ ta’ ? A rtinja : ’’A pakah nasi sudah m asak atau belum ? Apakah pisang sudah m atang atau belum ?” K ekajaan perlahan-lahan bertum puk ; tetapi tidak pernah boleh m endesak pada sekutu. W aktu jang lewat, disini bukan penghasil laba atau bunga uang. Namun, djika Ai-ba’a adalah keluarga jang kaja dan berkuasa, ia dapat m enunaikan kewadjibannja terhadap Malunja bahkan sebelum mcngambil isteri. Pengambil wanita maka pergi kerum ah Malu diman-,.' m ereka m elewatkan satu-dua malam, dan bahkan lebih lam a sampai habis pem bitjaraan dan pem bajaran2. Dengan satu kali sadja m enunai kan rentetan hadiah jang pandjang dan mengagumkan, jang pada seluruhnja disebut gobol-tolo, ’’penjerahan harga pembelian (wanita)” . M ari kita tetapkan disini bahwa istilah ’’pembelian” ini hanja terdjem ahan paling d e k a t: memang suku bangsa Buna’ m emakai kata jang lain untuk m enundjukkan pembelian setjara berdagang. Inilah sekurang-kurangnja keterangan mengenai gobol itu : Keluarga pem uda memberikan kepada para M alu sebuah hadiah jong penting jang m alahan memberikan nam anja kepada tjara perkawinan i n i : Sul-suli’. Lagi 2 berupa sebuah piring emas dan sebuah lagi dari perak. Pem beri wanita membalas dengan sebuah selimut. K em udian para A i-ba’a menawarkan kepada Mahm'ja. dua piring emas jang ulung pem buatannja dan tjukup baik beratnja; hadiah itu diberikan nam a Lolis -M anus atau djuga Giral suel-Giral heten, ”m ata kiri dan m ata kanan” . Djika piring 2 jg- ditawarkan sedikit sadja bertjela atau dianggap demikian, atau kalau beratnja tidak tjukup, hadiah ini dapat ditolak oleh para Malu. Sebagai balasan untuk hadiah ini, lebih m ahal lagi dari jang pertam a, para Main m enjerahkan kepada pengam bil w anita sebuah kalung dari merdjan, dan anting 2 dari emas atau perak, jang m erupakan perhiasan untuk tunangan perem puan. M ereka m enam bahkan sebuah selimut, tais koli, jang dipakai oleh sigadis se99
M A D JA LA H ILM U -ILM U SASTRA INDONESIA
bagai kerudung atas kepala dan bahu, p ad a waktu ia berangkat dari rum ahnja dan sampai pada pintu rum ah suam inja. K eseluruhan had iah balasan ini dinam akan K uku-H ura, ’’kerudung dan perhiasan” . T etapi kita m asih djauh dari tudjuan ; ketudjuh, para A i-b a ’a diw adjibkan m enjediakan untuk M alu m ereka sekelom pok sem bilan ek o r kerbau jang diperuntukkan pada dasam ja bagi pekerdjaan disaw ah (hal m ana tidak asing bagi kaum B una’), sekurang-kurangnja m enurut n a m a n ja : L o e ’ masak, atau ’’sawah besar” . N am un kerbau 2 itu tidak diberikan kepada M alu, akan tetapi tetap dibaw ah pengaw asan suku rum ah tunangan lelaki. D em ikian p ula halnja dengan hadiah balasan suku rum ah M a lu : sem bilan selim ut dan sem bilan tem pat sirih, Tais O pa m asak nam anja, jang tetap dibaw ah pendjagaan pem beri. Itu lah sim panan jang akan dipergunakan kelak hanja p ad a w aktu perkaw inan anggauta lain dari keluarga pem beri. D engan m enundjuk kepada jang sudah m endahului, m aka had iah jang berikut bernam a L o e ’ gol, ’’saw ah ketjil” . A i-b a ’a m em berikan tudjuh ekor kerbau kepada M alu-nja, d an sekali ini benar 2 m enjam paikannja. M alu m enaw arkan sebagai balasan Tais Opa gol, jaitu tudjuh selimut dan tudjuh tem pat sirih jang disam paikan kepada A i-b a ’a. Sampai sekarang, sem ua hadiah disam paikan dari rum ah sam pai ke-rum ah. H adiah jang berikut berkenaan dengan orang : ketua p en djaga pusaka seorang lelaki dan seorang perem puan 8) dari kedua rum ah m asing2. K epada ketua lelaki dari p ara M alu. A i-b a ’a m enjam paikan sebuah piring emas ’’untuk tiang djantan jang besar” , jaitu nulal m one (tiang agung dari rum ah adat) ; kepada ketua perem puan diberikan nja sebuah piring perak ’’untuk tiang betina” , nulal pana atau nulal boto (tiang agung jang kedua dari rum ah adat). U ntuk m em balas, k e tu a keluarga A i-ba’a m enerim a jang lelaki sebuah selim ut dan jang perem puan sebuah kain sarong. Prestasi berikutnja, Sael-Ope, ”babi dan labu” , atau Sael-U or, ”babi dan sajur-sajuran”, tidak m em inta pem balasan apapun. P a ra M alu m engoibankan s e e k o r babi besar : dagingnja hanja sebahagian sadja jang dim akan pada waktu perdjam uan besar jang m ereka sadjikan sekarang kepada A i-ba’a mereka. Bagian 2 utam a dari binatan^ ini akan kita tem ukan kembali sebentar lagi, sudah dim asak dan°jang n x ru p a k a n daging jang diletakkan didalam dan diatas bakul 2 u p atjara dari Por-asu. . Pem bitjaraan telaJi memakan banjak waktu. Anggauta* Utama _ n m asing keluarga tidak berhenti-hentinja m enim bang-nim bang paring jang diletakkan satu demi satu diatas tikar dim ana m ereka duduk er elihng, m em eriksa-m eriksa selimut jang ditaw arkan oleh p ara _ o u. U ntuk hadiah jang dianggap kurang tjukup, pihak jang satu m enuntut hadiah ta m b a h a n : beberapa m ata uang perak, sebuah selim ut jang agak lebih besar atau jang buatannja lebih baik ............. K erb au 2 100
SUKU BUNA’ D I TIM OH TENGAH
diwakili oleh sekian banjak pula bidji djagung jang ditaburkan diatas tikar. Para peserta tidak memperlihatkan keniauan baik sedikitpun : tjaran ja ialah siapa jang akan menang karena ketabahannja. ”Pem aina” berbitjara dengan suara keras kepada jang berhadapan dengan m ereka, ber-bisik 2 antara anggauta sekeluarga. Namun, perundingan tidak perRyh putus ; istirahat 2 jang diadakan tepat pada waktunja, melonggarkan suasana : untuk perdjam uan, tari 2an, dan permainan. A ntara sekutu, p ad a achirnja orang selalu sepakat. Oleh karena itu, batas-batas jang tertentu tidak pernah terliw a t: orang tidak sampai berbitjara kasar. D an seluruhnja untunglah berachir dengan gelak tertawa. Sudah kenjang, tetapi para A i-ba’a belum sampai pada achir kesukaran m ereka : harus m ereka memberikan hadiah kepada para M alu d<m M alu m ereka sendiri, jaitu Malu-bul, atau Malu ’’dasar”, M alu ’’p o k o k ” . H adiah itu bernam a Ope bul-Bou’ bul, ’’pangkal labu dan pangkal kundur” (labu dan kundur adalah lambang b e tin a ): sebuah piring emas lagi, dan sebuah piring perak. Sebaliknja, M alu-bul menjam paikan sebuah selimut kepada A i-ba’a dari A i-ba’a m ereka sendiri, jang disebut A i-b a ’a Ter-Nor (’’ranting dan daun”). U rusan ini djadi berlaku langsung sam a sekali dengan melampaui tuan rumah. M aka p ad a saat inilah dibajangkan sampai m alahan penguburan : si-gadis akan m eninggalkan keluarganja dan pada waktu meninggalnja ia akan dikuburkan dalam kuburan suku rum ah suaminja. M aka kebiasaan m ewadjibkan para M alu dari suku rum ah si-mati, m enguburkan m ajat dalam sebuah selimut. P ara M alu tam bahan pula harus m eletakkan dalam peti m ajat dua piring perak jang akan menjertai djiwa p ad a perdjalanannja menudju persemajaman orang mati. H adiah dan h adiah balasan bernam a disini Tel wese, ’’pembahagian kuburan” . Para pengam bil wanita m enjam paikan kepada Malu mereka dua piring perak; m ereka m enerima sebagai penukaran, selimut penguburan dan seekor babi jang m erupakan seekor dari antara jang harus dikorbankan pada w aktu perajaan penguburan. Djangan lupa kita m enetapkan pula bahwa tiap anggauta lelaki dari keluarga M alu telah m enuntut dan memperoleh pada waktu pem bitjaraan atau diluarnja, jang seorang seekor kuda, jang lain seekor kerbau atau uang untuk keperluan pribadi dan m enurut pangkatnja dalam keturunan. Achirnja, sesudah dapat persetudjuan mengenai tiap 2 dari h a diah 2 tadi, m aka datanglah saat untuk mempersiapkan Por asu, pem beritahuan kepada djiwa nenek mojang, atau lebih tepat kepada roh benda 2 keram at dari pusaka 2 turunan, bahwa perkaw inan m ulai saat itu sudah dilangsungkan. Por asu ialah pem berian kepada para M alu, berupa tudjuh m atjam bakul upatjara, jaitu Taka gol, jang masing* m em uat beberapa m ata uang perak jang ketjil. Bakul pertam a jang m erupakan ’’kepala” (taka gol gubul) dari jang keenam lainnja, ialah 101
M A DJALAH ILM U-1LM U SASTRA IN D O N E SIA
dari m atjam jang dinam akan uhus, kerandjang bundar dengan pinggir lebar dan berukuran agak lebih besar dari jang lain. Bakul ini disebut dalam hal ini Uhus liras dara gie, uhus ’’untuk p antji” . Ini ialah karena jang bersalin (disini ibunja si-penganten perem puan) hanja boleh minum , seperti djuga jang baru lahir, air jang dim asak dahulu. D engan pem berian bakul 2 itu, para A i-ba’a m enerangkan kepada M alu bahw a sigadis benar telah dididik m enurut tjara 2 adat, dan m ew adjibkan diri sendiri untuk bertindak demikian pula untuk anak 2 jang akan lahir dari ikatan baru ini. Keenam bakul lainnja ialah taka gol biasa, kerandjang 2 ketjil bulat to rak jang lebarnja agak lebih besar daripada tingginja. B erturutturut 2) Watan lotu gie, ’’untuk kaju api-jang sudah pernah dibelah dari dulu” ; 3) Mapo tesi gie. ’’untuk pem buatan kaundu atau tem pat air dari bam bu” ; 4) K a’a dopo gie, ’’untuk pem otongan tali pu sat” ; 5) Nelas tomon gie, ’’untuk telah m em anaskan suam 2 kuku kain popok” ; 6) K a’a tula gie, ’’untuk m eletakkan tali pusat” (karena sebenarnja tali pusat, djika dipotong, diletakkan dalam sebuah periuk jang dibawa ke-hutan ; ditem patkan antara d u a bahan kaju jang besar dan ditinggalkan di-tem pat itu). Achirnja bakul penghabisan : 7) H o to tuka gie, ’’untuk kediam an dekat api” , m enundjukkan bahw a, selam a bulan sesudah kelahiran, ibu tidak boleh keluar dari rum ah tetapi tinggal duduk di-ruangan wanita, jaitu ruangan dim ana terd ap at tungku rum ah. Dalam desa 2 lain, ’’peringatan” akan ketudjuh wadjib itu jang dilakukan oleh orang tua pada ketika kelahiran anak perem puan jang stk arang ditjabut dari rum ahnja, mungkin berupa per.ibajaran jang diauh lebih penting ; karena (2) dan (3) dalam hal itu dikelom pokkan mendjadi Watan lotu — M apo pak, pem berian kepada p ara Malu berupa sebuah piring emas dan sebuah piring perak, kedua-duanja bersifat sangat baik. Demikian pula, (1) dan (5) digolongkan m endjadi Uras-Nelas; dalam hal ini, seekor kerbau betina dan anaknja jang A iba’a harus berikan kepada Ma/wnja. Ketudjuh bakul jang dibawa datang oleh para A i-b a ’a dikeluarkan iiinja oleh Malu jang mengganti m ata uang perak didalam tiap bakul dengan sehelai daun sirih dan seiris pinang ; achirnja m ereka menam bahkan nasi dan em pat potong daging babi rebus jang ditentukan oleh upatjara ; isi daging tidak bergemuk tidak bertulang ; daging bertu’a n g ; gemuk dengan kulitnja ; dan had. Bagaim anapun djuga ’’taka gel tidak boleh diangkut dalam keadaan kosong” ; kerandjang 2 ketjil itu jang dipakai hanja untuk upatjara, adalah sekarang untuk keperluan penganten baru. H adiah balasan dari para M alu dinam akan disini Saki-M ier, ’’d a ging jang dipotong bentuk belut” . M emang disam ping keem pat bahagi102
SUKU BUNA' DI TIM OR TENGAH
an daging upatjara jang disebut tadi, sudah disadjikan kepala babi, jrn g sudah dikeluarkan rahang bawahnja, diatas kerandjang pertam a dari ketudjuhnja, sedangkan kerandjang jang enam buah lagi disusun berderetan, setelah diisi dengan daging tulang belakang jang dipotong seluruh pandjangnja bentuk daging lapis jang tipis jang masih lekat pada kepala babi jang berachir diekor. M akanan upatjara ini akan dibawa oleh para pengambil wanita, p:vda waktu penganten perem puan akan keluar dari rum ahnja untuk mengikuti suaminja. Sesudah pulang kembali, m aka isi bakul 2 dibagi antara anggauta 2 keluarga suami, menurut deradjat masing 2 dalam su ku rum ah, jaitu kepala dan ’’belut” untuk kepala rum ah pendjaga pusaka. R ahang bawah jang tinggal dalam rum ah Malu akan dibersihkan dari dagingnja dan kerangkanja disimpan dalam rum ah, atau diatas pintu masuk, atau digantung pada ’’tiang djantan” jang pem ah disebut tadi. Sebagai benda saksi perkawinan, para A i-ba’a ada pula membawa sebuah piring emas jang akan disampaikan oleh para Malu ke pada kepala desa mereka. Piring ini bernama Sawe-Sepak, jaitu ’’sisir” . Inilah sekarang mas-kawin jang sebenamja, jang ’’mengikuti” sigadis bila ia meninggalkan rumahnja untuk menjertai suaminja : 1) Djika ada, benda 2 keram at jang menganugerahkan kekajaan dan kekuasaan, seperti Taka-Luhan, ’’kandang” perlambangan, atau bahkan djika halnja dengan keluarga bangsawan, lambang 2 jang diberik sn kedudukan kekuasaan p o litik : Dato-bul, ’’dasar hak pem erintahan” . Tjontoh 2 dari hal ini ditemukan dalam kesusasteraan sedjarah lisan. 2) Selandjutnja perhiasan dari emas dan dari perak, kalung m erdjan dsb. ; ini ialah K uku-H ura jang sudah digam barkan diatas. 3) Seekor babi betina, seekor anak andjing betina, seekor ajam bc-tina dan, djika mungkin, seekor kerbau betina dan seekor kambing betina. 4) Benih, terutam a padi dan djagung. 5) Sebuah ladang (mar) atau sebidang tanah jang baik untuk bertjotjok tanam. 6) Satu pohon kelapa dan satu pohon piaang. 7) Perkakas pemintal dan perkakas tenun, pekerdjaan wanita. H adiah ini disebut Kira-Bi’an. ’’gelendong dan piring (tem pat alasan) -nja” . B enda 2 jang terachir ini dibawa sendiri oleh penganten perempuaa. T etapi seluruhnja jang lain, djuga benih dan binatang 2 betina tadi diurus oleh saudara 2 lelaki dari penganten dan anggauta 2 lain dari rum ahnja. M erekalah jang mendjaga bahwa semuanja itu diantarkan kerum ah penganten lelaki. 103
M A DJALAH 1LM U-ILM U SASTRA IN D O N E S IA
Datanglah saatnja untuk penganten Perwn.P ?“ perarakan menudju kerum ah suam inja Sasa o dengan istilah jang halus : ’’dahan ^ ^ . ^ ^ ^ J t V b a n i t e m p a t terpisah dari pohonnja (dengan m aksud ditanam k dihalan°i lain)” . Perenggutan itu tidak terdjadi tan p a kesulitan djala, oleh para M a i dan oleh orang 2 desa Supaja dapa h"rus membuang-buang m ata uang ketjil sebagai su , sam _ tip perak, maka orang 2 penghalang terus m e n tja n dim ana perbil lari kiri-kanan, m em biarkan ada low ongan terben ian«kah aiak an dapat madju. Tetapi halangan terdjadi lagi e Pp a°nten lebih djauh, dan haruslah dilem parkan lagi m ata uan g ■ t al_ perem puan madju perlahan-lahan, air m ukanja s °p a n sarii , nja dn bahunja tertutup dengan kerudung ; ia eiJ L tkan beberapa anggauta dari keluarganja. P enganten lelaki P ... air m uka jang suram ; ia berdjalan didepan isterm ja anp libat siapapun. Kadang 2 djika ia bertem pat tinggal di-desa 1 , nja sampai ke-rum ah barunja dengan n aik k u d a dudu e j • Djika penganten lelaki berasal dari suku rum ah bangsaw an, m a a P waktu tibanja dilepaskan tem bakan m eriam u n tu k m engliorm a 1 reka. Djika ia seorang leluasa sadja, orang h an ja melepas rapa tem bakan senapang. K edua penganten bangsaw an djuga 1 dengan memukul titil, sebuah tam bur u p atjara jang b esa r jang u dari kerbau, dan djuga dengan m em ukul gong. Segala benda jang diangkut dari rum ah p a ra M alu ditem patkan dalam rumah, pada lantai dibawah ’’tiang d jan tan ” . K epala anggau a para M alu jang mengiringi penganten perem puan sam pai ti a pa tem pat tinggal barunja, dibagi-bagikan had iah d ari p erak , ®esu itu m ereka pulang. Djika suku rum ah itu b erk ed u d u k an h ak kera jaan, m aka rakjat berkumpul, perajaan diselenggarakan d an se uru desa m e-nari 2 sepandjang m alam . Ra'dja m enjadjikan m akanan an m inuman kepada semuanja. D ari pem bajaran ber-m atjam 2 jang sudah k ita lih at seluk beluknja, para Malu ham s m enjimpan, m enurut adat, dua piring emas^ jan-, tcrbaik, ’’■sebagai kenang2an akan nam a gadis” . D jika seorang sau dara lelaki” dari penganten baru akan beristeri, m aka kedua pinng itu akan disampaikan kepada M alu-nja sendiri d an ak an m erupakan hadiah jang dinamakan Lolis-M anus. M ulai sekarang, kedua penganten b aru d inam akan M om en, itu adalah istilah penghormatan. O rang tidak biasa m enjebut m ereka terus dengan nam a mereka. M arilah kita tjatat achim ja bahwa, m eskipun d afta r hadiah jang diliaruskan untuk perkawinan dengan tjara m em beli, boleh dikatakan kira 2 tetap, harga hadiah masing 2 berlainan, tiap 2 kali, d an m em per104
SUKU BUNA' D I TIM OR TENGAH
lihatkan beda jang agak besar djuga. Disamping itu ditam bahkan pula hadiah 2 pengaruh (des dons de prestige) pada daftar jang sudah meFiang mengagumkan itu : teristimewa hadiah m akanan dan pengorbanan binatang. Tjiri jang paling djelas ialah pem bedaan jang sangat keras dim ana-m ana antara benda-benda ’’djantan” dan benda 2 ’’betina” , scdangkan peredaran masing 2 dalam rangkaian semua sekutu selalu berdjalan dalam satu djurusan jang tetap. Tjiri jang lain ialah tekanan jang diadakan oleh para M alu atas diri para A i-ba’a m ereka, untuk m erd ap atk an sebanjak mungkin perak dan djuga ternak besar. Tetapi sebagai M alu, tiap 2 suku rum ah m enekan pula pada gilirannja atas diri A i-b a ’a mereka. Djadi kita dapat mengerti bahw a suku bangsa B una’ sadar benar mengenai kepentingan bukan sadja m em punjai sebanjak mungkin sekutu, tetapi djuga supaja djumlah pengambil w a nita (pemberi perak dan ternak besar) sedapat mungkin lebih besar daripada djum lah pem beri wanita. Demikianlah sebenarnja hal dengan suku 2 rum ah jang paling berkuasa : orang jang berutang kepada m e reka lebih banjak daripada orang kepada siapa mereka berutang. Sudah pasti kita harus m elihat unsur dinamis jang terpenting di-m asjarakat ini, dalam ketidak-seim bangan itu, jang senantiasa diperbaharui oleh perajaan 2 jang diadakan pada waktu musim kem arau. Tetapi tentu sadja penjerahan orang ialah jang m enjebabkan penukaran benda jang paling berarti, dan jang m enjebabkan taw ar m enaw ar jang paling gigih. Perkawinan dengan tjara membeli bukanlah tjara satu2nja jang dikenal oleh suku B una’ untuk m enjerahkan orang : m ereka djuga m em pergunakan praktek pengangkatan. Salah satu bentuk daripada pengangkatan, jang sangat berdekatan dengan perkaw inan dengan tjara membeli, mengandung kepentingan jang sama seperti tjara perkaw inan itu mengenai pendirian persekutuan antara suku 2 rum ah ; sedjum lah besar suku rum ah memang benar ada menjim pan kenangan mengenai pem bentukan persekutuan M alu-Ai, tidak p ada waktu perkaw inan dengan tjara membeli, tetapi berupa peng angkatan. Kebiasaan jang paling lazim dan jang paling baik tersusun ialah djika perlu, m engangkat seorang atau beberapa orang anak dari pem beri wanita. Pengangkatan anak M alu oleh suatu rum ah A i-b a ’a dinam akan D apu’ wese su ul-Hozol hin B okan ten, jang dapat diterdjem ahkan dengan ’’m embagi pangkuan, m enjarak -m em isah-misahkan tungku rum ah, m engangkat periuk dari atas api” . Bentuk pengangkat an tjara ini sangat berdekatan dengan bentuk perkaw inan dengan tjara membeli, dan dapat diketem ukan kembali disini rentetan hadiah b a lasan jang kira 2 sam a, dan djuga upatjara jang sam a : 1) H iba’-hik ; 2) B o ra -p il; 3) M ugen g o tin ; 4) L olis-m anus; 5) W atak lotu-M apok p a k ; 6) Su ul (jang menggantikan disini Uras nelas ; tetapi hadiah105
M ADJALAH ILM U -ILM U SASTRA IN D O N E SIA
nja sama : seekor kerbau betina dengan anaknja ; djika tid ak ada anaknja, boleh diganti dengan sebuah piring perak) ; 7) N ulal lorNulal hoto; 8) Ope bul - B o u ’ bill; 9) Tel wese; 10) Por asu. D i sini djadi tidak terdapat Sigal -saen m aupun T a ’-turi, djuga tid ak Sulsuli’ jang memberikan definisinja perkaw inan dengan tjara m e m b e li; djuga tidak terdapat achirnja L o e ’ m asak m aupun L o z gol. D jika seorang anak perem puan jang diangkat, m aka ia m em baw a, sam a sekali seperti kalau ia kawin : benih, betinanja dari binatang piaraan jang terpenting, dan djuga perm ata 2 dan selim ut K uku-H itra jang disini dinam akan G osan; achirnja perkakas pem intal dan perkakas ten u n : Kira-Bi’an. Djika seorang anak lelaki, ia m enerim a parang dam tadjak, ialah N ut-Turi’. A nak jang diangkat, sam a sadja sebagai isteri, m en djadi anggauta dengan hak penuh dari keluarga jang m e n g a n g k a t; ia mewarisi dari bapa angkatnja dengan hak jang sam a seperti an a k 2 lain dari bapak angkat. A da bentuk kedua dari pengangkatan jang m eru p ak an sebaliknja dari jang dibitjarakan sebelum ini : disini ialah p ara M ain jang m eng angkat seorang anak A i-ba’a. B entuk ini dikenal dengan n am a D ibul hone — Dua lete, ’’balik kembali m engikuti djedjaknja sendiri” . K a rena pengambil disini seorang M alu m aka ia h an ja d ap at m enjam paikan kepada A i-ba’a-n')a benda 2 ’’betina” : selim ut, babi d an bakul ; tetapi perak maupun kerbau tidak. N am un k epada ajah anak disam paikan oleh keluarga Malu sebuah piring perak besar atau sebuah pi ring emas; hadiah ini bernam a Hatan-Naran (bahasa T etun), jaitu ”nam a” atau ’’kenangan atas nam a” ; tetapi dengan sjarat tam b ah an ialah bahwa piring itu tidak akan beredar ; tidak diberikan oleh para A i-ba’a jang menerimanja kepada para M alu lain, tetapi harus disim pan di-rumah A i-ba’a, harus kelak dikem balikan kepada M alu pem beri itu djuga, atau pada waktu perajaan jang akan diadakan didalam suku rum ah itu, atau pada perajaan perkaw inan, sebagai penukaran dengan sebuah selimut. Djadi kita dapat m elihat bahw a pengangkatan, seperti djuga p er kawinan dengan tjara membeli, hanja diperbolehkan an tara suku ru mah jang berhubungan M alu-Ai. N am un diperbolehkan tim bal balik, sedangkan perkawinan timbal balik pada dasarnja tidak diperboleh kan. Sebaliknja, pengangkatan bukanlah perkaw inan; jang diangkat, anak lelaki atau anak perem puan, sam pai disini tidak p ern ah boleh mempunjai, atau bersetubuh dengan, seorang anggauta dari rum ahnja se n d iri: hubungan sedemikian tetap terlarang baginja sesudah peng angkatan, tetapi tam bahan pula sem ua anggauta keluarganja jang baru mulai saat itu kena djuga larangan itu. Djadi kita mengerti persoalan teoretis m ana dikenakan p ad a masjarakat oleh sistim pengangkatan : djika suatu keluarga m engangkat 106
SUKU BUNA’ D I TIM OR TENGAH
seorang anak perem puan dari Malu, maka wanita ini jang hingga saat itu mungkin untuk A i-ba’a-nja akan mendjadi isteri jang diutam akan m enurut adat, sekarang oleh karena tem pat kediam annja jang baru, harus disam akan dengan seorang ’’saudara”, karena jang disebut suku rum ah adalah suatu kelompok jang eksogam. Persoalan jang dem ikian tim bul djuga untuk seorang anak lelaki jang diangkat oleh suatu keluar ga Malu. Pem indahan tem pat tinggal nam un tidak m erobah sama sekali sikap, djika suatu rumah mengangkat seorang anak lelaki Malu atau anak perem puan A i-ba’a, karena perkawinan bagaim anapun djuga tidak akan dapat berlangsung dengan djalan sebaliknja daripada per sekutuan jang sudah didjalankan dari dulu ................ Tetapi sebenarn ja persoalan jang sama timbul pula, kita akan segera mengetahuinja, oleh karena, sebagai jang telah diberitahukan diatas, m asjarakat ini biasa m engadakan dua matjam perkawinan : pertam a dengan tjara tinggal bersam a, dan dim ana jang lelaki han:a seorang "bsrtam u” ; d an kedua perkawinan dengan tjara membeli. Bsntuk perkawinan jang pertam a itulah jang sekarang harus diuraikan. 3.
M EN A N TU ”T A M U ” . PERTJERAIAN.
Perkaw inan Ton-terel ialah perkawinan jang paling biasa pada zam an sekarang, nam un bentuk itu kira 2 bukan pendapatan baru. M en u ru t kebiasaan, pada tiap anggauta dari pasangan jang bersatu oleh perkaw inan ini, djatuh separoh dari milik jang diperoleh bersam a selam a hubungan m ereka tidak terputus oleh kematian salah seorang dari suami-isteri, atau oleh pertjeraian. Inilah berlainan dengan apa jang terdjadi untuk perkawinan dengan tjara membeli jang mana mendjadikan perem puan anggauta tetap dari keluarga suaminja; memang djika terpaksa ia dapat lari dari rum ah suaminja, tetapi sama sekali tidak m ungkin bahw a pasangan itu bertjerai setjara adat, walaupun pertjeraian dapat dilaksanakan sebagai suatu kedjadian de facto. Sebaliknja perkaw inan Ton-terel selalu dapat dipertiadakan kem bali. Disini suami tinggal dirumah isteri, m engerdjakan ladang keluarga isteri, dan anak! masuk keluarga ibu mereka, se-kurang2nja selam a hadiah 2 perkaw inan dengan tjara membeli belum selesai dibajar, djika m em ang perkaw inan ini pem ah direntjanakan. K arena berlainan dengan apa jang rupanja terdjadi si-Sawu dan di ?-Roti, su ku B una’ tidak, atau tidak lagi, m e n g a n g g a p perkawinan Ton-terel soperti perkaw inan sem entara s a m b i l menunggu pem bajaran harga ’’pem belian” isteri. T am bahan pula daftar pem bajaran jang b erm atam m atjam itu tidak pula serupa seperti jang akan kita saksikan. Disini gadis tidak perlu dipilih antara para M alu, pem beri wa nita dari suku rum ah pem uda : dia ini dapat m entjari isteri dalam keluarga apa sadja jang lain daripada keluarganja ; lagi, djika ia anak 107
M A DJALAH ILM U -ILM U SASTRA IN D O N E SIA
angkat dalam rum ahnja jang sekarang, ia djuga tidak dapat m entjan isteri dalam keluarga asalnja ; achirnja ia tidak dapat m engambil se bagai isteri seorang gadis jang telah diangkat akan m em punjai sebagai rum ah asal keluarga si-pem uda sendiri atau, ini sudah djelas, rum ah angkatnja sen d iri: karena dalam sem ua hal itu m ereka ben ar dianggap sebagai ’’saudara lelaki” dengan ’’saudara perem puan” . H arus ditam bahkan bahwa selalu anak perem puan dari sau d ara perem puan sedjati dari ibunja (dan kali ini bukan m enurut golongan), djuga terlarang baginja. Djika gadis itu tidak term asuk rum ah M alu, m aka rum ahnja dan rum ah suaminja akan berada, selam a berlangsung perbubungan, dalam liubungan timbal balik jang dinam akan L eo-L egul atau ”jang berhalam an pandjang” : hubungan ini lem ah, dan putus djika salah satu dari suami isteri meninggal atau kalau terdjadi pertjeraian ; hubungan Ton-terel tidak mempunjai ikatan jang tegas, un tu k keluarga wanita, selain daripada m enjam paikan kepada keluarga suam i separoh dari milik jang diperoleh suami isteri selam a penghidupan m ereka bersam a. Peraturan itu, seperti jang m em ang dikuatirkan, m erupakan suatu sumber pengetjam-ngetjaman tidak keruan. Kedua keluarga mulai dengan saling bersetudju m engenai per kawinan dan mengenai prestasi 2nja. Tanggal perkaw inan ditetapkan. M aka mulailah suatu m asa pertjobaan : pem uda m em beri kan hadiah ketjil kepada bakal m ertuanja : sirih dan pinang, ajam dsb.s dan djuga kepana tunangannja. H ubungan setubuh m asih disem bunjikan, terutam a djika gadis itu teinam a sebagai peraw an. Ini hanja berarti bahwa bakal pasangan itu tidak boleh kelihatan p ad a saat m ereka bertemu. Bakal m enantu m em bantu m ertuanja dalam pekerdjaan m e reka, diladang m aupun dirumah, sedangkan gadis pergi m em bantu ibu tunangannja dan djuga w anita 2 lain dari rum ah itu. Djika sudah tiba saatnja, keluarga si-pem uda pergi kerum ah sigadis untuk melunaskan pem bajaran jang didjandjikan. Prestasi per kawinan Ton-terel disusun terutam a dalam tiga bahagian : 1) Pertam a sekali, M olo Pu lai, ’’hadiah sirih dan pinang” , disertai pem bajaran jang penting. P em bajaran ini berlainan m enurut deradjat rumah si-gadis dan djuga m enurut deradjat lurah atau radja sendm. Di-desa Gewal ( = Kewar) jang radjanja diakui sebagai kepala dari semua lurah Buna’ di-Lam aknen (bagian Indonesia dari daerah mereka), perhitungan M olo Pu lai adalah seperti b e r ik u t: un tuk seorang wanita dari L oe gatal, ialah suku rum ah radja sendiri ; sepuluh piring emas, sepuluh piring perak dan besi seratus batang ketjil (pada waktu sekarang besinja boleh diganti dengan uang rupiah sebanjak itu). Kepada seorang w anita dari Tes gatal, jaitu rum ah jang nom or dua dalam rangkai susunan p a n g k a t: delapan piring 108
SUKU BUNA' D I TIMOH TENGAH
em as, delapan piring perak, dan delapan puluh rupiah. Kepada ke d u a pem bantu mereka, atau ’’pintu2” dari rum ah r a d ja : enam, enam d an enam puluh. Kepada rum ah jang berkedudukan langsung dibawahn ja : lima, lim a dan lima puluh. Kepada kedua keluarga bentara jang di baw ah sekali dari pangkat bangsawan: empat, em pat dan em pat puluh. T erach im ja kepada keluarga leluasa (jang bukan bangsawan): tiga, tiga d an tiga puluh. Di-desa Abis, jang deradjat kedudukan politik dari lurah n ja sangat rendah dibandingkan dengan Gewal, suatu rum ah oran g leluasa hanja menerima, untuk Molo Pu lai itu, dua piring emas, d u a piring perak dan dua puluh rupiah. Sebuah dari piring besar diberik an kepada ajah, jang lainnja kepada ibu dari si-gadis ; piring ke tjil keduanja dan uang rupiah dibagi-bagi antara anggauta 2 lain di dalam rum ah m enurut um ur dan tingkat masing2. Harus ditam bahkan lagi lim a rupiah perak dan lima rupiah uang kertas untuk lurah dan ru m ah 2 bangsawan. A chim ja, padjak terbaru : em pat rupiah uang kertas diberikan untuk kantor kepala D.P.S. Sebagai hadiah balasan, orang tuanja isteri mem berikan kepada orang tuanja suami dua buah selim ut dan dua tem pat sirih barang anjaman. M olo Pu lai diberikan hanja sekali : itu ialah ’’harga pem bajaran m enghilangkan keperaw anan” jang sebenarnja. Djika isteri bertjerai atau m endjadi djanda lalu kawin lagi, M olo Pu lai tidak dapat ditu n tu t kepada keluarganja suami jang kedua. 2) Selandjutnja dilaksanakan pem bajaran jang disebut Tazu’ ul, ’’pem bukaan pintu (rum ah si-gadis)”. U ntuk pintu ’’djantan”, tazu’ lor, sebuah piring emas kedjadian anak 2 saudara perempuan dan anak 2 saudaranja lelaki term asuk satu rum ah ; disini perhitungan keturunan (la filiation, atau Ingg. : descent) djadi tidak tjukup untuk membedakan perem puan jang diperbolehkan mendjadi isetri dari pada ’’saudara perem puan” jang dilarang : harus pula ditambahkan, seperti dalam hal pengangkatan, pertim bangan mengenai tem pat kediaman jang, pa da achim ja, selalu mengatasi hal keturunan, ketjuali dalam satu h a l : jaitu djika m engenai saudara sepupuh sedjadjar dari pihak ibu, jang selalu disam akan dengan saudara 2 jang dilarang. Penjelidikan istilah kekeluargaan akan m em bantu kita menetapkan soal ini. 4
PER K A W IN A N
JA N G
DIUTAM AKAN, DAN ISTILA H KEKELUARGAAN
D i-Lam aknen °) orang B una’ m enjatakan bahwa perkawinan de ngan anak perem puan dari saudara lelaki dari ibu ialah perkawinan jang lebih diutam akan. Pilihan ini didjelaskan dalam kawen (peribahasa rak jat atau ’’pantun”) seperti jang b e rik u t: N ie na’i go o bo’ al ’oa N ei gom o go bai sura gie. ’'A nak pam an saja dari pihak ibu sudah besar — ; A da sesuatu hendak 109
M ADJALAH ILM U -ILM U SASTRA IN D O N E SIA
saja tanja kepada si-pendjaganja” . Baris p ertam a dari ’’p a n tu n ” ini ada variannja jang sangat b e r a r ti: N ie M alu gol o bo’al ’oa ............ Anak dari para pem beri wanita saja ( = nie M alu) sudah b e s a r ........” D jika bentuk pertam a dari pantun ini m engandung ’’sistim penu aran jang beredaran” dan jang dilaksanakan, m enurut teorinja, engan sekurang-kurangnja, tiga sekutu, bentuk jang kedua lebih sesuai engan pengluasan golongan sekutu dan dengan perkaw inan dengan jar a mem eh. Djadi kemungkinan orang akan m engira bahw a istilah na i jang m enundjukkan saudara lelaki dari ibu, serupa dengan istilah jang m enun ju kan ajah isteri. N ah tidaklah dem ikian halnja. Dibawah mi benkut daftar istilah 2 dasar : 1. Tata. Bei Nenek-mojang, kakek, nenek. 2. A m a Ajah, ajah angkat, saudara lelaki dari ajah, suami saudara perem puan dari ajah, ajah m enurut golong an 1o). 3 "F'.tj me ibU; saudara perempuan dari ibu, ibu angkat, sauara Perenipuan dari ajah, ibu menurut golongan. • N a' Saudara lelaki dari ibu 1J) 5 <4 ’ 1 Isteri saudara lelaki, saudara perem puan dari suami, saudara perem puan dari isteri ; rfme ai ’ ^stert saudara lelaki dari ibu, isteri sau dara lelaki dari ajah, saudara perem puan dari ajah, ibu dari isteri, ibu dari suam i ; c) A i-g o l: anak perem puan (anak2) dari saudara 6 Kela perem puan dari ajah, isteri dari anak lelaki. Suami dari .saudara perem puan, sau d ara lelaki dari isteri ; b) A m a -k e la : suami dari saudara perem puan dari ibu, ajah isteri, ajah suam i ; c) K ela-gol: suami dari anak perem puan. 7. Nana Saudara 2 perem puaa sekandung jang lebih tua, anak perem puan lebih tua dari saudara perem puan dari 8 . K a’a
9. K au’
110
Saudara lelaki sekandung jang lebih tua, an ak 2 leaki lebih tua dari saudara lelaki dari ajah, dari sau ara perem puan ajah, dari saudara lelaki dari ibu an dari saudara perem puan dari ibu. audara lelaki dan perem puan sekandung jang lebih m uda, anak- lelaki dan jjerem puan jang lebih m uda a n saudara lelaki dari ajah, dari saudara perem puan dari ajah, dari saudara lelaki dari ibu dan dari saudara perem puan dari ibu.
SUKU BUNA' DI TIM OR TENGAH
Untuk Ego lelaki: anak 2 perem puan dari saudara perem puan dari ajah, dari saudara lelaki dari ajah dan dari saudara lelaki dari ibu. Untuk Ego perempuan : anak lelaki dari saudara p e rem puan dari ajah, dari saudara lelaki dari ibu, dan dari saudara lelaki dari ajah. 1 1 . G ol A nak-, anak 2 dari saudara lelaki. 12. Giwal A nak 2 dari saudara perempuan. 1 3 . Gatal T jutju2. 14. G u b u k T jitjit2. 1 5 . Galel A nak 2 dari tjitjit. M arilah kita m em perhatikan bahwa tidak ada istilah chusus jang m enundjukkan suami dan isteri, bagi kata sebutan. Mengenai panggilan, biasanja isteri memanggil suaminja dengan kata : ’’ajah si A nu”, d a n sebaliknja suami memanggil isterinja dengan kata : ”ibu si-Anu” . Selandjutnja, Ego m enjebut dengan satu istilah jang sama jaitu em e-ai, saudara perem puan dari ajahnja, isteri dari saudara lelaki dari a j a h n j a , d an isteri dari saudara lelaki dari ibunja. Djuga boleh disebutn ja em e, ”ibu” , sadja jang dua pertam a. Sebaliknja, ia selalu menje b u t erne ibunja sendiri dan saudara ibunja. Djadi ada diberikan tekana n jang tidak begitu keras, tetapi hanja suatu tekanan jang tidak begitu keras, kepada isteri dari saudara lelaki dari ibu. D idalam lingkungan turunannja sendiri, Ego lelaki menjebut gintili anak 2 perem puan dari saudara perem puan dari ajahnja, dari saudara lelaki dari ajahnja dan dari saudara lelaki dari ibunja. Tetapi ia menje b u t nana saudara perem puan sekandungnja jang lebih tua, dan anak 2 perem puan dari ibunja; dan kau’ semua saudara lelaki dan perem puan sekandung jang lebih m uda, dan semua saudara sepupuhnja jang sedjad jar m aupun bersilang, jang lebih muda, dari pihak ajah maupun ibu. A chirnja, seperti kam i sudah tundjukkan diatas, istilah jang me njebut saudara lelaki dari ibu tidak sam a dengan istilah jang menje b u t ajah dari isteri. D jadi istilah ini m em ang ada m enjebut suatu peranan jang diistim ew akan oleh m asjarakat, jaitu pam an pihak ibu ; tetapi tidak ada ditetapkan lebih landjut peranan itu. N am un telah diketahui bahwa, pad a um um nja, dalam m asjarakat 2 jang biasa m engadakan perkawin an terpaksa m aupun perkaw inan jang hanja diutam akan, dengan anak perem puan dari saudara lelaki dari ibu, istilah hanja mempergunakan satu kata untuk m enundjukkan ’’saudara lelaki dari ibu” dengan ’’ajah dari isteri” . D jadi perbedaan antara kedua istilah itu dengan sendirinja m enim bulkan persoalan. 10.
Gin-tili
Ill
M ADJALAH 1LM U-ILM U SASTRA IN D O N E SIA
L ain daripada itu tjukup sadja bagi istilah, untuk m em bedakan saudara 2 sepupu, antara m ereka jang diperbolehkan m endjadi isteri dan mereka jang dilarang. M aka njata bahw a hanja saudara sepupu sedjadjar dari pihak ibu dan jang berkelam in berlainan, jang tidak saling menjebut gin-tili: jang m em ang sesuai dengan larangan kaw in antara saudara sepupu itu, dan hanja antara m ereka. Sudah djelas bahw a untuk baris turunan orang tuanja Ego dipergunakan perbedaan jang tjotjok antara erne dan eme-ai, w alaupun disini lebih lem ah tekanannja. M asih harus ditetapkan bahw a, djika tiga saudara sepupu pe rem puan antara em pat orang, m erupakan isteri jang diperbolehkan, perkawinan dengan saudara sepupu sedjadjar dari pihak ajah dihadapi dengan sematjam tjelaan jang tam bahan pula agak kurang njata diLam aknen daripada di-M au g a ta l: tasal tiwit, kata orang disini, ia lah ’’(perkawinan itu) adalah salah untuk kedua-duanja (suam i isteri)” . Nam un ada terdapat tjontoh 2 perkaw inan sem atjam itu di-M au gatal. Apalagi di-Lam aknen perkawinan itu diperbolehkan bukan dalam sem ua hal tetapi hanja djika anak 2 kepunjaan kedua keturunan sedjadjar itu (dari ajah jang bersaudara sekandung) sudah keluar dari rum ah asal mereka, baik karena perkawinan ton-terel m aupun karena peng angkatan ajah salah satu antara keduanja.
A-
A
A
B
M enurut para pem beri keterangan di-Lam aknen, an tara perkawinan suang dari pihak ibu dan perkawinan silang dari pihak ajah, jang pertam alah jang lebih sering diketemui, ’’sebab perkaw inan itu dapat sedjalan dengan hubungan 2 M alu-A i”, keterangan jang m em ang
\12
SUKU BUNA' B I TIM OR TEN SA H
sesuai sam a sekali dengan model teoretis dari sistim ini. N am un orang B u n a’ dari M au-gatal, jang suku 2 rum ahnja m asuk lingkaran per sekutuan dengan suku 2 rum ah di-Lamaknen, m em perlihatkan keinginan utam a untuk perkawinan dengan anak perem puan dari saudara perem puan dari ajah, jang disebut ai-gol: perkawinan itu ialah per kaw inan silang dari pihak ajah. D em ikianlah keterangan 2 dari penjelidikan di-tempat. Sebelum m ulai pem bahasannja, m arilah kami gam barkan dalam garis besam ja organisasi sosial orang B una’ di-Mau gatal, untuk m enentukan apakah perkaw inan silang patrilateral jang diutam akan itu dapat dim asukkan atau tidak kedalam suatu organisasi sosial sebagai jang dipraktekkan oleh bangsa B una’ pada umumnja. *.
P E R K A W IN A N PA TR IL A T ER A L
T idak m enjangsikan bahwa untuk orang Buna’, bentuk jang p a ling sederhana dan jang paling utam a antara sekutu adalah perkawinan dengan saudara sepupu perem puan jang silang dari pihak ibu. M aka jang lebih m engherankan lagi ialah bahwa orang Buna’, di-M au gatal, jang djuga kenal ’’pantun” jang disebut diatas, m enjatakan meskipun dem ikian keinginan utam a mereka untuk perkawinan patrilateral, dengan tidak m enjingkirkan perkawinan silang jang lain. A pakah tjiri itu berhubungan dengan jang b e rik u t: bahwa di-Mau gatal, perkawin an dengan tjara membeli tidak diadakan samasekali ; djadi tem pat tinggal selalu m atrilokal dan keturunan matrilineal. Bahkan pem bajar an hak kediam an bersam a atau M olo Pu lai djauh kurang tingginja darip ad a di-Lam aknen. Sebaliknja pertjeraian sangat b e r a t: djika suam i jang bertindak pertam a atau kalau ia jang bersalah, ia dalam prakteknja harus m em bajar harga setinggi dengan jang harus dibajar, di-L am aknen, oleh seorang lelaki untuk mengawini isterinja dengan tjara ’’m em beli” . Tetapi djika jang perem puan um pam anja telah berzinah, suam inja tidak usah m em bajar apa 2 untuk bertjerai, tetapi se baliknja ia boleh m engangkat segala jang dikehendakinja dari rum ah isterinja : kerbau, uang, perkakas2, pakaian, dsb.nja. D alam keadaan itu apakah suku bangsa B una’ dari M au-gatal m em perlihatkan perbedaan dengan orang B una’ jang lain karena me reka itu m em punjai suatu sistim perkawinan jang asli, atau dapatkah kita m enundjukkan bahw a pada mereka kebiasaan perkawinan patrildteral h anja m erupakan satu sudut dari ’’perkawinan dengan tjara pen ukaran jang beredaran” ? Djawaban atas pertanjaan ini lebih penting lagi k aren a orang B una’ jang adatnja patrilateral itu tidak menganggap diri tersingkir dari jang lain, akan tetapi tetap mendjalankan dengan m ereka persekutuan tradisionil K au’-K a’a dan M alu-Ai. Sesungguhnja sudah kita ketahui 12) : 1 ° bahwa perkawinan patrilateral sen113
M ADJALAH 1LMU-ILMU SASTRA IN D O N E SIA
diri sadja tidak tjukup untuk m em bentuk suatu sistim ; 2 ° b a h w a sesuatu koefisien dari hubungan patrilateral d in jatak an dalam sem ua m asjarakat jang mempergunakan penukaran jang b ered aran ; 3° b a h wa achirnja kebanjakan antara m asjarakat ini m elarang den g an keras perkawinan patrilateral dan sebaliknja banjak m asjara k at jan g m em akainja m elarang perkawinan matrilateral. P ada suku bangsa Buna’, semua sekali seperti sep an d jan g poros Birma-Siberia 13), dan terutam a pada kedua udjung dari p o ro s itu, ialah pada suku bangsa Gilyak dan pada suku bangsa K atjin, m untjul suatu tuntutan patrilateral tepat p ad a kesem patan p erk aw in an 2 matrilateral jang membentuk sistim persekutuan. Jang m en arik p erhatian ialah kembalinja peranan jang ditanggung, dalam perkaw inan tjara membeli, oleh saudara lelaki dari ibu si-gadis : p ad a suku b an ssa B una’ ialah Malu-bul, atau Malu dari M alu jang, p a d a w a k tu berlangsungnja penjerahan harga pem bajaran m enerim a, seperti jang kita lihat, hadiah jang penting jang bernam a O pe bid - B o u ’ bid. A pa artinja pemberian Ope bul-Bou’ bid itu kepada M a lu -b u l ? M arilah
kita memeriksa gam baran 2 : n° 1 ialah p en g a n te n p erem p u an ; n 2 ibunja ; n° 3 saudara lelaki dari ib u n ja ; n° 4 a n a k lelaki dari sau dara lelaki dari ibu si-penganten itu. D jik a m e n u ru t b etu l 2 teo ri sistimnja, maka pihak C tidak b ersan g k u tan d alam p erk aw in an jang diadakan antara A dengan B, oleh k a re n a seb e tu ln ja n ° 2 term asuk IH
SUKU BU N A ’ D I TIM O R TENGAH
anggauta pihak B sesudah perkawinannja dengan tjara membeli. T e tap i dalam praktek, pihak C memang mempunjai satu hak untuk mem in ta O pe bul — B o u ’ bul itu. A pakah dasam ja perm intaan itu ? Sem u a terdjadi seakan-akan pihak C sebenarnja mempunjai hak mem in ta si-penganten n° 1 dari pihak B akan mendjadi isteri sianak lelaki 4 ; selandjutnja pihak C ini m enjerahkan hak itu kepada A h an ja dengan sjarat bahw a ia m enerima Ope bul — B ou’ bul itu untuk ganti kerugiannja. D jika pengertian kami ialah benar, apa kesimpula n n ja tentang djenis perkaw inan jang m untjul disini, memang hanja sebagai suatu bajangan, atau boleh bilang djuga sebagai sematjam perkaw inan jang gugur, karena tidak diperbolehkan sebenarnja oleh m asjarak at ? D jika n ° 4 djadi mengawini n° 1 itulah memang per kaw inan silang patrilateral, karena n° 1 ialah anak perem puan dari sau d ara perem puan dari ajah si-anak lelaki n° 4 : sudah djelas bahwa perkaw inan itu akan m em balikkan arah persekutuan M a lu -A i: djika c ° 4 m engaw ini n ° 1 ia akan mengambil isterinja bukan dari pihak pem beri w anitanja, tetapi dari pihak pengambil wanitanja s e n d iri; d an k ita sudah tah u bahwa p ad a umumnja djurusan balik itu dianggap pelanggaran terhadap persekutuan. M em ang suku ru m ah si-gadis ham pir selalu bersekutu, dengan b eb erap a pem beri w anita ; nam un hanja satu sadja diantara mereka jan g m enerim a h ad iah O pe bul — B ou’ bul itu. B ahan 2 penjelidikan kam i tid ak m em ungkinkan kam i untuk m enentukan jang m ana raenerim an ja dian tara m ereka ; tetapi tjukuplah djika d ia k u i; jang su d ah h am p ir pasti, dan jang tam bahan pula dapat diperiksa lebih land ju t ditem pat, bahw a M alu-bul tersebut tidak lain daripada keluarga jan g telah m em berikan ibu dari gadis kepada pemberi wanita se karang. M aka k ita segera berhadapan lagi dengan persoalan peranan jang k elih atan n ja abnorm al, jang ditanggung oleh saudara lelaki dari ibu si-penganten, bertentangan dengan semua petundjuk dari sistim . M asjarak at B u n a’ m em berikan penegasan lebih dari satu terhadap intsrpretasi b erd asark an dialektik jang diberikan oleh L evi-S trauss: ’’M asjarak at 2 m anusia ............. selalu memikirkan penukaran jang bered aran sebagai pertentangan dari — dan dengan demikian sekali(tus b erh u bungan dengan — rum usan patrilateral jang dengan perantaraan n ja jang tid ak njata, dan dengan kehadirannja di-latar bawah, m em berikan kepada m asjarakat itu suatu perasaan sentosa, dan tidak ad a satu d ian tara m asjarakat itu jang m enjatakan diri tjukup berani un tu k m elepaskan diri sam a sekali d a'i perasaan itu ld) T etap i, ad at perkaw inan Ton-terel menggelapkan sedikit bahan* dari p ersoalannja. D jika ibu si-gadis tinggal di-rum ahnja sendiri, jang terdjadi kalau ajahnja seorang ”tam u”, m aka Malu ialah saudara lelcki dari ibu si-gadis. D alam hal itu, M alu-bul harusnja keluarga dari nenek m ojang jang terdekat dari pihak ibu si-gadis itu, dan jang di115
M ADJALAH XLMU-ILMU SASTRA IN D O N E SIA
kawini dengan tjara membeli. D em ikian pula, djika ajah sipem uda ialah seorang ”tam u”, m aka saudara lelaki d ari ibu p em u d alah jang p ada hal mendjadi Ai-ba’a. D jadi perkaw inan dengan bertem p at kediam an pada isteri mengatjau teraturnja d ari p erk aw in an dengan tjara membeli, dengan m erobah pengam bil w anita jang dirugikan, pada halnja Malu-bul, mendjadi pem beri w anita langsung ................... Dari kedjadian ini ajah hanja m endapat keuntungan jang tipis. Demikianlah timbul disini suasana spekulasi tanpa batas, jang malahan tidak dapat dipuaskan lagi oleh perkaw inan dengan tja ra m em beli, sampai mempersulit sistim dalam hal ini, sehingga sem ua pe ranan dari penjerta dapat mendjadi terbalik m en u ret k etu runan prndah dari bentuk patrilineal ke-bentuk m atrilineal atau sebahlaija. Djika ditambahkan pula bahwa seorang ajah ” tam u” dapat, kali uu berdasarkan hak pengangkatan, m enebus kem bali an ak perem puannja dari keluarga isterinja, dengan m em berinja dem ikian sebagai sau dara” tidak sebagai isteri kepada anak lelaki d ari sau d aran ja perem pu an sendiri (meskipun sebenam ja ialah bentu k perkaw inan jang diutam aksn), maka dapat dilihat persoalan sikap 2 istim ew a m an a dihadapkan kepada anggauta2 m asjarakat itu. P erseorangan dxsana adalah benar 2 sebagai tempat sim panan u n tu k p eran an 2 jang bertentangan, seorang pemain jang dapat m enukar pakaian tu n an g an dengan pakaian saudara, isjarat2 keram ahan dengan isjarat 2 ta h a n diri, tidak hanja disebabkan tingkat kekeluargaan jang m enghubungkan dengan sekutunja, tetapi terutama oleh karena hubungan kekeluargaan jang setingkat jang orangnja sebahagian dilarang kaw in d an sebahagian dipcrbolehkan, menurut hanja tempat kediatnan m ereka m asing . U ntuk lebih menjulitkan lagi keadaan, kita akan m elihat sam pai kem ana kegemaran berlebih-lebihan akan hubungan p atrilateral m enem ukan disini tanah jang subur. Kebanjakan suku rumah tidak kaja tjukup b ak al d ap a t ’’m em beli” Isteri untuk putera mereka : sistim djadinja m atjet. S udah diketahui bahwa suku Gilyak 1G) djuga berhadapan pad a p ersoalan serupa itu dan bahwa mereka telah m em etjahkan dengan tjara lebih sederhana, ialah dengan adat perkawinan sebagai berikut : d jika p em uda kawin dengan ^anak perempuan dari saudara lelaki ibunja, ia tidak usah membajar ’’harga pembelian”; harus d ib ajam ja h a n ja d jik a ia k a win dengan anak perempuan dari seorang pem beri w anita lain, jang bukan saudara sepupunja silang m atrilateral. M asjarak at B u n a’ lebih suka memperoleh menantu daripada m elepaskan harga pem belian ; barangkali perkawinan dengan tjara m em beli bagi m erek a ini tidak pernah lain daripada suatu bentuk jang diakui dengan tidak rela ; tetapi mungkin djuga bahwa perkaw inan dengan tja ra m em beli ter dapat lebih dahulu daripada perkaw inan Ton-terel, d a n bahw a adanja 116
SUKU BUNA' DI TIM OR TENGAH
perkaw inan jang terachir ini adalah hanja suatu kesudahan atau hasil jang tidak diduga terlebih dahulu, dari watak spekulasi. Bagaimanap u n djuga, dalam perkawinan dengan tjara tinggal bersama, wanita 2 tid ak beredar la g i; m ereka sebaliknja tinggal dirumah mereka sendiri2. jang dikawini dengan tjara membeli. Akibat pertam anja ialah seperti Ac
Ba
k ita sudah kita lihat, m enjuruh tinggal dibawah satu atap saudara 2 se p u p u silang. T etapi tjukuplah dengan menjelidiki tempat tinggal m a sing 2 u n tu k m engetahui bahwa, antara dua keluarga jang bersekutu, selalu ak an m ungkin dalam teori untuk mengadakan perkawinan patri lateral dengan tidak mengganggu sedikitpun djurusan lazim daripada m ereka; m alahan tidak dilarang bagi mereka untuk kawin dalam golongan A i-b a ’a m ereka, artinja menjungsang dengan djurusan per sek utuan ; m em ang perkaw inan itu tidak berlangsung tanpa menimbulk a n tjelaan, tetapi jang m eskipun demikian didjalankan djuga : perIrawinan sedem ikian seakan-akan bertempat kata orang Buna’ pada perb atasan lu ar daripada perbuatan sumbang ; tetapi tjelaan diterangk a n oleh k aren a pertim bangan tem pat kediaman dan bukan pert.imbangan keturunan. Idjin untuk perkawinan patrilateral, jang dihubungkan dengan tjelaan terhadap perkawinan di-golongkan Ai-bd’a, m em ang kelihatan chas untuk m asjarakat jang sangat mendaja-upajakan pengluasan persekutuan. D ika m asjarakat itu, seperti halnja diM au gatal, m ulai m entjari dengan metodis perkawinan patrilateral, m aka pastilah persekutuan lazim dari M alu-Ai hanja merupakan gam baran abstrak, k aren a hanja b:rkesem patan tiap 2 dua baris turtinan su p aja sesuai ad a t peredaran wanita jang sebenarnja dengan perkaw inan p atrilateral itu. D alam suatu m asjarakat jang adatnja ialah penukaran wanita dengan tjara bered aran, dan jang mengadakan, meskipun kadang 2 sa117
M ADJALAH rLMU-IT-MU SASTRA INDONESIA
dja, perkawinan dengan tjara membeli, maka perkawinan dengan tjara tinggal bersam a kelihatannja sebagai suatu tingkat-antara jang, dengan m enekan pada koefisien patrilateral jang terkandung dalam semua sistim penukaran dengan tjara beredaran, setjara logis menudju kearah suatu praktek jang akan sering terdjadi walaupun tidak selalu dipakai setjara sistematis, jaitu praktek perkawinan patrilateral. P er kawinan dengan tjara tinggal bersam a sudah mem berikan kesempatan dem ikian tanpa diharuskan menjimpang peraturan adat terhadap peredaran jang sebenarnja. Tetapi pada tingkat terachir peredaran itu terpaksa m endjadi tidak lain lagi daripada suatu bentuk jang ham pa, jang sudah terdjadi seperti kita lihat di-Mau-gatal. Ada besar faedahnja djika dibenarkan di-tem pat 2 lain, dalam satu m asjarakat jang suku 2 rum ahnja saling terikat oleh persekutuan sematjam dengan kita ketahui, bahwa adanja berdam pingan dua matjam usaha (diantaranja jang pertama) ialah perkawinan sematjam Ton-terel, agak tergantunggantung ditengah djalan) jang tudjuannja sama jaitu datang m endekati perkawinan patrilateral. Jang satu tidak melepaskan perkaw inan de ngan tjara membeli tetapi mengidjinkan disampingnja perkaw inan m atrilokal jang berketurunan m atrilin eal; jang lain masih kurang berani dan pastinja tidak sanggup m enolak keinginannja terhadap sentosa jang diberikan oleh perkawinan patrilateral ; tetapi usaha ini rnenghampakan samasekali bentuk sistim penukaran jang beredaran dan m elepaskan bukan hanja perkawinan dengan tjara membeli, te tapi djuga perkaw inan silang matrilateral. Namun disini perkaw inan patrilateral masih sanggup m em pertahan persekutuan-persekutuan an tara suku 2 rum ah, dan dengan demikian memberi kesem patan kepada m asjarakat m enem puh djalan jang sama m enurut djurusan terbalik. Apakah sebabnja golongan suku bangsa B una’ di-M au gatal m a sih sanggup m em pertahankan persekutuan2nja ? Oleh karena, berlain an dengan orang Aluridja dan M unda 17), m ereka tidak m elengkapi perkawinan patrilateral dengan sjarat tam bahan jang m em aksa si-anak lt;laki mengawinkan anak perem puan dari suku rum ah ajahnja sendiri. Djika dipaksakan demikian, persekutuan 2 memang akan rusak oleh karena, sebagai jang telah kami tundjukkan diatas, dan tam bahan p u la jang ditundjukkan djuga oleh gambar 4, pelaksanaan perkawinan patrilateral jang terpaksa m embalikkan djurusan persekutuan pada tiap 2 baris turunan. Persekutuan 2 jang disebabkannja agak pendek sebab tidak dapat melampaui dua rum ah, apalagi tidak dap&t mem persatukan suatu m asjarakat jang luas, seperti jang didjadikan seba liknja djika diutam akan perkawinan dengan saudara perem puan silang matrilateral. Djadi benar di-M au gatal kita berhadapan dengan suatu sistim penukaran dengan tjara beredaran, tetapi jang tidak njata, jang tjararja perkawinan dengan anak perem puan dari saudara perem puan dari 118
SUKU BUN A' D I TIM OR TENGAH
ajah h an ja berupa sebuah resep untuk memperpendek peredaran jang sebenarnja, tan p a menjinggung sistim dasar. D jadi kita lihat bahwa antara perkawinan dengan tjara membeli (jang diad ak an oleh orang B una’ di-Lamaknen), dan perkawinan patri lateral jang diutam akan di-M au gatal, tjara perkawinan Ton-terel
Ua .............. ... , , , ’’tiara damai” . Dalam suatu m ah an ialah dialan tengah dan s e m a t j a m j s^inikat jang didirikan atas penukaran wan,,a
SA U D A R A S E P U P U SE D JA D JA R
H in g sa sekaran*, kita hanja berhadapan dengan persoalan jang berhubungan d e n g a n saudara sepupu silang d an kedua prhak. T etap, telah tim bul dari perm ulaan, pertanjaan lam mengedjar-ngedjar kami dengan tid ak p ern ah dinjatakan setjara langsung : bagaim ana mungkin bahw a selain dari perkaw inan jang diutam akan dengan anak perem p u an d ari saudara lelaki dari ibu, dan perkawinan (jang sama sekali diperbolehkan) dongan anak p e r e m p u a n d a n saudara perem puan d an 119
M ADJALAH IL M U -IIM U SASTRA INDONESIA
aiah -baoaim ana mungkin suku bangsa B una’ m asih m engidjinkan per kawinan dengan saudara sepupu sedjadjar Patnla^ “ alarang dengan keras perkaw inan dengan saudara sepupu sedjadjar m A danja perkaw inan patrilateral sedjadjar tidaklah m engherankan djika orang m e m p erta b an g k an hanja tem pat * terdjadi di-Lamaknen, dalam suatu m asjaraka j 0 Crliiistru utam akan perkawinan silang m atrilateral, selkaligus> “ elaran (djijs oleh karena persam aan tem pat kediam an) p er a bentuk pertara sepupu silang. Sesungguhnja penum pu an . -tu mg_ kawinan itu masih m enundjukkan keistim ewaa , keti°a njuruh bertem pat tinggal pada P a r a ^ a^u- ^ 1 ° M ari kita kem bali jaitu anak perem puan dari saudara lelaki d ar J • A i-b a ’a dari pada penjelidikan gam bar 3. Dalam gam bar 1 u, diuea meA. B ukan sadja ia mengambil iste rin ja d a n A , ^ t a p i i a djuga me ngirim anak2nja lelaki tinggal disana sebagai suam l x , ' ku keadaan itu, seorang perem puan dari ajah B dan 1 > rum ah A, djadi (B1) a1, dapat setjara sah m endjadi isten dari: se orang dari ajah B 1 jang telah mengawini dengan tjara memDeii se orang w anita A 2 jang rum usannja ialah B 1^2. T etap i segera i a 1 bahwa, oleh karena peraturan jang melarang perkaw inan dengan sau dara sepupu sedjadjar dari pihak ibu, rum usan sebaliknja, jai u (. ) a ‘ = B ’a 1 perkawinan itu tidak mungkin, dan b u k a n k aren a ise a kan oleh tem pat kediam an (sebenarnja hal kediam an disini ti a m enghalangkan perkawinan itu), tetapi sem ata-m ata oleh karena e urun an. Dengan lain perkataaan, larangan ini tidak diperluas sam pai k e p ada anak 2 dari saudara 2 perem puan segolongan (jang b u k an se andung), tetapi sem ata-m ata sampai kepada anak 2 d ari saudara-saudara perem puan sesungguhnja jaitu jang lahir dari ibu jang sam a. B agaim ana hendak menerangkan peraturan jang gandjil ini ? P ad a unium nja, djika m asjarakat jang m emakai kedua bentuk p e r k a w i n a n itu d an k ed u a ben tuk pengangkatan seperti jang sudah diuraikan diatas itu, sem ata-m ata mempertimbangkan hal keturunan dalam m enentukan pasangan suam i isteri,- maka perkawinan 2 seharusnja diperbolehkan didalam ling* kungan satu suku rum ah jang sama. T etapi sebaliknja, djika m asja rakat itu hanja mempertimbangkan tem pat kediam an, sem ua saudara sepupu silang maupun sedjadjar, seharusnja diperbolehkan m endjadi pasangan suami isteri. Sebenarnja segate sesuatu terdjadi se-akan" tem p at kediamanlah jang menang dari pada keturunan, term asuk tentu sadja pada tem pat pemilihan isteri untuk perkaw inan dengan tja ra m em beli; ketjuali dalam satu hal dim ana pertim bangan keturunanlah jang menjebabkan larangan jang tegas : jaitu terhadap saudara sepupu perem puan sedjadjar jang sebenarnja dari pih ak ibu. Untuk sementara waktu, kita hanja dapat m entjatat larangan itu. 120
SUKU BUNA' D I TIM OR TENGAH
K ita akan m elihat bahwa persoalan mengenai saudara 2 sepupu sedjadjar tidak boleh tidak terdjadi, misalnja pada suku bangsa Gil yak, sekurang-kurangnja setjara teoretis, karena keluarga 2 m ereka m em punjai beberapa pem beri dan beberapa pengambil wanita. Per soalan itu terdjadi karena, berlainan dengan suku bangsa Katjin, oran g Gilyak tidak m em aksakan perkawinan dengan anak perem pu an dari saudara lelaki dari ibu. Djika kita melihat hasilnja persekutu an an tara suku 2 rum ah bangsawan pada orang Katjin, suku rum ah m asing 2 itu mempunjai, seperti jang diketahui 18), dua pem beri dan d u a pengam bil wanita; m aka keturunan jang mengambil isterinja dari suatu keluarga E tidak pem ah bertjam pur dengan ke tu ru n a n lain dalam satu suku rum ah jang sama itu, sebanjak-banjakn ja djadi m em punjai hanja seorang nenek mojang bersama jang sudah Al el
G a ro b a r £ djauh, dan memang suatu tem pat kediaman bersam a jang dinjatakan p ad a chususnja dengan larangan perkawinan antara anggauta keturun an itu. Sebaliknja, keluasan jang diberikan oleh suku bangsa Gilyak dalam hal pem ilihan isteri m enjebabkan akibat 2 jang penting : gamb a r 5 tidak berhasrat m em perlihatkan peredaran 2 persekutuan orang G ilyak, tetapi hanja m em perlihatkan model jang terketjil agar supaja tiap 2 suku rum ah m em punjai dua pem beri dan dua pengambil wanita; djum lah terketjil itu ialah lima keluarga. Tjukuplah djika A 1 mem berikan seorang isteri kepada B 1, dan saudara perem puannja ini kepada C 2, supaja terdjadi persoalan perkawinan dengan saudara sepupu se djadjar m atrilateral antara B dan C, karena B ialah djuga pemberi w anita dari C. K esulitan ini djadi tidak boleh tidak m engakibatkan m untjulnja, an tara sekutu dari pihak ajah, pertim bangan mengenai ke turunan m atrilineal. K arena itu terdapat suatu gedjala jang mungkin akan disangka-sangka sebagai suatu ”sisa” dari tjara keturunan m a ti ilineal, tetapi jang sebenarnja tidak lain daripada suatu akibat dari perkaw inan dengan tjara membeli dan pengluasan persekutuan 2 dalam 121
MADJALAH ILMU-ILMTJ SASTRA INDONESIA
m asjarakat jang mendjalankan penukaran setjara beredaran. Tiap 2 m asjarakat sematjam ini jang tidak mewadjibkan perkaw inan m atrila teral, dengan demikian harus memilih antara pertim bangan 2 mengenai. keturunan, tetapi, harus kita mengerti bahwa lebih mungkin djadi pilihan itu dinjatakan dengan suatu ”ja, tetapi .............” daripada dengan ”ja atau tidak” . 7
KESIM PULAN
M aka semua terdjadi seakan-akan m asjarakat B una’ tidak bersedia untuk membuat langkah terachir, ialah supaja semua saudara sepupu-perempuan tidak dibedakan lagi dari sudut perkaw inan, dan supaja hanja akan mempertimbangkan dalam penentuan pasangan suami isteri satu ukuran sadja antara keduanja, jaitu tem pat kediam an. Djadi kita harus mentjoba sekurang-kurangnja m em beri pendielasan mengenai penolakan itu. Telah kami menjatakan bahwa jang m enjebabkan Ego boleh irengawini saudara sepupu perempuan lain daripada jang silang m a trilateral, ialah pengangkatan maupun perkawinan setjara Ton-terel. Tetapi dalam masjarakat ini, persekutuan 2 sudah luas m elebar ; djadi idjin mengawini sepupu lain daripada jang silang m atrilateral diperbalas atau disilih dengan leluasa oleh karena persekutuan 2 jang luas melebar itu menjebabkan hubungan kekeluargaan bertam bah mendjadi teoretis s a d ja : maka isteri lebih banjak mempunjai kerrungkinan tidak merupakan saudara sepupu sama sekali, daripada merupakan saudara sepupu jang sedjadjar. M aka sistim dengan de mikian akan sampai kepada susunan jang bertjorak statistik, dim ana perkawinan dhm m akan tidak dihiraukan lagi; jang akan dihiraukan sebaliknja ialah suatu criterium setjara negatif untuk m elarang per kawinan semata-mata antara orang jang ’’berhubungan darah-’ terlalu dekat. Djika sudah sampai pada udjung se-djauh2nja dari semua kem.ungkinannja, sistim sekarang seakan-akan mulai bergojang kedjurusan terbalik. Untuk mengatasi pertentangan 2 jang dram atis itu, m asja rakat Buna’ dengan pintarnja memainkan perbedaan jang ia sendiri menjebabkan antara tempat kediaman dan keturunan. B arangkali m a sjarakat Buna’ itu akan mengesampingkan untuk selam a-lam anja ke turunan sebagai criterium untuk penentuan m atjam 2 perkaw inan jang dilarang ; atau dengan kata lain : masjarakat itu mungkin akan mengiajinkan perkawinan dengan saudara sepupu m atrilateral jang sedja djar , tetapi sebenarnja keputusan sematjam itu tidak bisa djadi oleh karena sebaliknja ketjondongan statistik dari organisasi itu tepat m cruntu tn ja kearah criterium keturunan. H al ini setjara objektif dapat itjatat untuk perkawinan 2 dengan berkediaman m atrilokal dan bere urunan matrilineal; pertimbangan 2 kediaman disini sudah diperketjil sampai pada seketjil-ketjilnja. Oleh karena, selain daripada sau122
SU KU BUNA' D I TIM OR TENGAH
d ara sepupu m atrilateral jang sedjadjar, hanja dilarang ialah w anita 2 gari suku rum ah Ego sendiri. Tetapi dipandang d a n sudut mi kew adjiban 2 positif jang berdasarkan djaringan persekutuan M alu-Ai tid ak diperhitunakan l a g i: Ego dapat mengambil isten dalam keluarga m a n a p u S apakah keluarga itu m erupakan sekutu atau tidak djuga term asu k suku 2 rum ah A i-b a a n )z sendiri, pengambil wamta. U kuran V e d u a - d u a n j a : kediam an dan keturunan djadi masing 2 ada djuga m em ouniai batasan b a w a h : wanita 2 dari keluarga E go terlarang men n ru t kediam an ; saudara sepupu perem puan sedjadjar m atrilateral rnenurut keturunan. Tetapi djelaslah bahwa, djika sem ua perkawinan w d iad -k an tetap sam a sekaU dengan sjarat kediam an m atrilokal dan V ptnninan m atrilineal, m aka kedua larangan itu merupakan hanja satu I Tnean karena dalam hal ini, anak 2 dari saudara perem puan dari ibu, h r. hania m ereka sendiri antara semua saudara sepupu d a n Ego, selalu hitune djuga anggauta keluarga Ego sendiri. D jadi dapat dikatakan bahw a pada°batasan bawah itu, kedua ukuran (criterium), ialah keH'arnan dan keturunan, lagi2 djustru dipersatukan m endjadi hanja satu In an G erakan dialektis jang disebabkan oleh karena pem isahan ke5 criterium ini, hanja berkem bang dalam tingkat 2 antara. T etapi djika larangan m enurut keturunan jang kena perkaw inan m atrilateral, hanjalah penegasan m enurut kediam an dari Se In m enaam bil isteri didalam lingkungan suku rum ah sendiri, ■frah § arti bahw a p ada achirnja perlindungan suku 2 rum ah ialah suatu llu . ef ianK lebih penting, untuk m asjarakat B una’, daripada semua tudju a j b lain_ D jika sistim ini, meskipun berketjondongan Pf ian s m em ang sifatnja, m em biarkan bagaim anapun djug-5. tugasa lazim kepada suku 2 rum ah, m aka djaringan persekutuan tetap DJ\ Ji hah k an djuga djika tidak suatu perkawinan barupun dengan ’ ^Kpli datang m emperkokohnja. Demikianlah organisasi sosial tja ra m em m ssU p u n banjak djuga dengan dibuktikan oleh tjiri 2 orang B u , berdekatan dengan organisasi2 sosial model Eropah, jang terte ^ organisasi2 itu Gleh karena sifat utam anja, ialah T h w ™ ku rum ah m erupakan golongan eksogam. Jang, dalam sistim bahw a suk B una’ dapat dinjatakan oleh larangan satu2nja me-
n g S S r k a w t o a n dengkn sepupu sedjadjar matrilateral. p™
M ADJALAH ILM U-ILM U SASTRA INDONESIA
tjara statistik, walaupun demikian ada suatu tanda jang tetap m enjaksikan bekas tjara perkawinan dan sistim jang beredaran itu, ialah larangan jang djatuh atas perkawinan antara orang setem pat kediam an, atau larangan perkawinan dengan anak perem puan dari saudara perem puan dari ibu ; kedua-duanja memberi kesem patan p ad a kita untuk membuktikan bahwa m asjarakat ini pada tingkat lebih dahulu selama berkembangnja mestinja ada m elaksanakan perkaw inan jang di utam akan, jaitu dengan anak perem puan dari saudara lelaki dari ibu. M aka semuanja terdjadi se-akan 2 bangsa B una’ telah m erasakan terlebih dahulu bahwa ketjondongannja jang spekulatif itu m engandung bahaja terhadap susunan m asjarakatnja, dan, oleh karena itu, telah menentukan batas 2 jang tidak boleh dilampaui, sehingga gerakan dialektik dimana mereka itu sudah tersangkut tetap d ap a t diperbalikkan pada tiap saat. Suatu anekdote jang aneh datang m engiakan pandangan i n i : sedangkan larangan perkawinan sedjadjar dari pihak ibu tidak pernah dipersoalkan, sebaliknja perbatasan sebelah luar dari perbuatan sumbang jaitu perkawinan dengan anak perem puan dari saudara lelaki dari ajah, masih dirasakan batasnja belum tjukup patut sehingga pada suatu hari, seorang kaw aa saja m em ang setjara bergurau tetapi dengan kejakinan, m ulai m endjelaskan kepada saja, di depan para pendengar jang bengong dan agak m arah, bahw a ia sendiri tidak ada melihat halangan apapun dalam perkaw inan an tara lelaki tiri dan saudara perempuan tiri dari seorang b ap a jang sam a ; katanja tjukuplah dalam hal ini djika ajah, jang hanja seorang ”tam u” su dah kawin dalam dua keluarga jang berlainan, dengan d u a isteri jang antara m ereka bukan saudara perem puan sekandung. Kita sedang menjelidiki suatu m asjarakat feodal. M aka disini seperti pada m asjarakat Katjin, tetapi dengan perkem bangan jang t;erdas jang tidak mungkin dapat ditundjukkan oleh orang Katjin, sesuatu hal jang beragam lain sudah m enem patkan diri diatas perhubungan suku 2 rum ah dan persekutuan, dan telah m enjeret kedua-dua nja dalam d jed jak n ja: ialah persaingan m engenai nam a harum dan kekuasaan. M asjarakat ini oleh karena berulang-ulang m enaikkan tawaran atas wanita-wanitanja, sudah m enjebabkan m endjadi terlarang, ketjuali untuk rum ah 2 jang paling kaja, pem bajaran 2 un tu k m em peroleh isteri dan dengan demikian telah berkem bang sedjadjar dengan sistim asli suatu sistim jang berlawanan dengan jang p ertam a dengan memperoleh menantu. Dalam m asjarakat ini sudah terb en tu k suatu perobahan mengenai pengertian hal penukaran: dalam bentuknja jang paling tua dan paling asli, hal penukaran ini diartikan sebagai suatu keseimbangan. Tetapi penukaran mulai sekarang bukan lagi p e 'b u a ta n menawarkan sesuatu harta benda untuk m enerim a balasan senilai, melainkan suatu perdjuangan jang gigih jang berm aksud tidak sadja un124
SU K U B U N A ' D I TIM OK TEN G A H
tuk m enjebabkan ketidak-seim bangan dan m em pertahankannja bagaim an ap u n djuga, tetapi lagi pula untuk m em perbesam ja m elam paui batas. Sem angat feodal memang, sambil berkem bang, telah m entjipta b en tu k 2 atau tjara 2 seperti perkaw inan dengan tjara m em beli, jang m em beri kesem patan m em asukkan keseluruhan 2 jang bertam bah lam a bertam b ah luas d an jang ”sekali-gus m em berikan alat untuk m enjisipkan fak to r irrasionil jang tim bul dari nasib dan dari sedjarah” 19). T etap i sem uanja itu dengan sjarat bahw a selalu diharuskan m em bahas kem bali bahkan dasar 2 m a sja ra k a t: pem bahasan jang m em ang hanja dim ainkan, dengan m aksud m enim bulkan p ad a achirnja suatu hierarki jang berdasarkan kekajaan dan ketjakapan dan djuga kedudukan kek u asaan politik didalam tangan beberapa suku rum ah. D apat dip ah am i bahw a perkaw inan dengan tem pat kediam an m atrilokal dan deng an keturunan jang dihitung dari pihak ibu hanja diadakan untuk m e m p e r t j e p a t lagi gerakan jang sudah dim ulai oleh perkaw inan de ngan tjara membeli. Perkaw inan im sesungguhnja m em beri kesem pat an kep ad a keluarga 2 jang paling berkuasa untuk ’’bertaruhan” dua k a l i : pertam a kali dengan m em berikan w anita 2 dengan tjara jang p a ling m enguntungkan, atau kalau tidak, dengan tidak m em berikan m e re k a sam a s e k a li; kedua kali dengan m em peroleh m enantu sehingga dengan dem ikian terdjam in suatu keturunan jang ram ai dengan harga jang paling sederhana. M asjarakat jang sudah sam pai pada tingkat perkem bangan itu, djadi kelihatannja m engadakan penukaran hanja dengan tidak rela, sam bil mengurus tjara 2 untuk m em perdajakan seb an jak m ungkin kew adjiban 2 jang ditentukan oleh diri sendiri. T etap i sebenarnja, hanjalah suku 2 rum ah bangsawan jang m em p u n jai kepentingan terhadap perkawinan eksogam diluar keturunann ja sendiri, oleh karena sjarat eksogam ini ialah pokok dasar perse k u tu a n 2 daripada m ana m erekalah jang pertam a-tam a beruntung. Se d jad jar dengan ini, suku 2 rum ah bangsawan mengurus m emperketjil seban jak m ungkin, dengan tjara jang agak menjimpang, risiko jang bersatu -p ad u dengan sjarat eksogam jang m ereka paksakan. Sebalik nja, keluarga orang leluasa jang miskin, jaitu dalam kebanjakan hal keluarga jang sedikit sekutunja dan mempunjai lebih sedikit pengam bil w anita dari p ada pem beri wanita, sudah djelas dirugikan oleh ke w adjiban jang m ereka tem ukan : melepaskan kepada orang lain anak 2 dari p u tera m ereka dengan risiko pula melihat anak perem puan m e reka beran gk at setelah dikawini dengan tjara membeli. K arena dipuksakan p ad a m ereka sjarat eksogam itu, m aka suku 2 rum ah itu, jang tid ak berkuasa dibidang politik, m engadakan bagaim ana djuga sem atjam perkaw inan endogam tanpa mengakunja jaitu dengan pergi irengam b il w anita sebaiknja pada para pengambil wanita, artinja m enu ru t djurusan terbalik dari persekutuan; jang dengan mengingat
125
MADJALAH ILM U -ILM U SASTRA IN D O N E SIA
pada tidak adanja simetri dalam susunan sistim itu, m engakibatkan penukaran pura 2 dualistik (’’pseudo-echange restreint”) jang tidak lain dari pada perkawinan jang mengutamakan pihak ajah. D em ikianlah, ’’seperti di-Zelandia B aru dan di-Birma, tjara perkaw inan eksogam ditentukan pada puntjak hierarki s o sia l; untuk keluarga 2 feodal sis tim ini bergantung daripada kewadjiban m em elihara dan m em perluas persekutuan mereka. Tjara perkawinan endogam dari golongan b aw ahan ialah tjara jang disebabkan oleh perasaan orang jang tidak bersangkutan, bukan karena hendak m em beda-bedakan” 20). T etapi paksaan m entjari isteri setjara eksogam m ungkin pula m enghasilkan sikap sebaliknja, jaitu mengidjinkan mengambil w anita dengan hanja m em perhatikan peraturan larangan negatif mengenai perbuatan sum bang. Dengan demikian m asjarakat ini kesudahannja harus bergerak antara dua udjung ; dari satu udjung disentuhnja penukaran dualistik, jaitu peraturan positif jang paling m emaksa ; dari udjung lain peninggalan semua rum usan perkawinan jang diutam akan terlebih dahulu akan m emasukkannja kedalam suatu snsunan kekeluargaan setjara statistik, djika djustru tidak terus berdiri suku 2 rum ah dan persekutu an2. Mungkin rum usan terachir akan menang pada achim ja, djika dengan keadaan jang makmur suku 2 rum ah disana tidak akan lagi terikat pada ikatan dalam djangka pendek.
TJATATAN
*) K arangan ini adalah tardjem ahan sedikit b e ta s , jan g d isertai d en g an bebera p a tam bahan, d ari k arangan kam i : L e m anage par a chat et la captation des gendres dans une societe sem i-feo d a le: les B u n a ’ d e T im o r central, jang diterbilkan pertam a kali dalam m adjailah L ’H o m m e . 1-3 (1961) P aris, h alam an 5 — 31. K am i senang tnengutjapkan sjukur d an te rim a k asih p e r tam a sekali kepada Sdr. M oh. A m ir Sutaaxga ■ k a re n a ia m engadjak kam i, b aru ada kem ungkinan k arangan kam i akan d ite rb itk an d alam m adjallah ini. L antas kepada Sdri L. T joa jang telah m em b e n tu k terdjem ah a n d ari bahasa Perantjis. A chirnja kam i h arap k a n su p a ja kesem p atan jang baik ini akan dipergunak.an untuk b e rtu k ar p ik ira n d en g an k a w a n ’ sekerdja k a m i: achli'- dan m ahasisw a antropologi d i-In d o n esia (L.B.) 1) L ihat a n tara l a i n : V an d e W etering. D e S a vo en ezsn, d a la m : B ijdragen to t de Taal-, Land- en V olkenkunde, L X X X II, 1962; B .A .G . V roklage, D ie G rossfamilie und Verw andtschaft-exogam ie in B elu, d a lam : In te rn a tionales A rchiv fu r E thnographic. 1952. pp. 163 — 181 ; d a n te ru ta m a V an W ouden, Sociale Structuur-typen in de G roote O ost, L eiden, 1935. 3) M em ang di-Sunda dan di-D jaw a, h an ja boleh k aw in d jik a o ra n g tu a n ja tjalon isteri term asuk pihak m u d a terhadap Ego jang a n g g a u ta p ih a k tu a daripada m ereka. T etapi soal itu dj.angan diu raik an d is in i; m en g en a i D jawa, L ihatlah : K oentjaraningrat, A Preliminary D escription o f th e Javanese K inship System . Y ale U niversity, 1957.
SUKU BUNA’ DI TIM UR TENGAH 4)
B-A-G. V roklage Ethnographie der Belu in Zentral T im or. L eiden 1953.
^
ftjem ang dibebaskan ’’desa adat’’ (dalam bahasa B una’ : taas, d a n ”kam pung ketjil” (jang disebut Ion). Tas sering bertengger d ia tas p untjak bukit (jjrnana tersusun ru m a h 2 suku, an tara lain rum ah2 jang k etu a n ja m em egattg hak pem erintahan adat, sebagai radja, lurah d an pem b an tu ’ m ereka. p i - Ion. ru m ah sedernana sadia, karena sudah tentu penghuni2-nja, berpaDgkat m au p u n tidak, m em punjai r um ah besar di-far. jCelima tu ru n an itu terbagi-bagi, lalu
anggauta=n ja
b ertam b ah
b a n ja k :
6 ) m erek a masing* tnendirikan rum ah adat. jang disebut d juga ’’ru m ah be
s a r ” (l*eu m asak), tem pat penjim panan pusaka2 d an lam bang kebesaran jang m em buktikan hak pem erintah a d a t; itulah jang disebut ru m ah ke lu arg a, a ta u rum ah suku. jang dinam ai ”suku ru m ah ” ialah anggauta’ sejceluarga : artin ja sam a dengan jang d'ikatakan keluarga disini, atau sukuj-ja h b u k an h an ja anggauta’ rum ah-tangga, tetap i artin ja lebih luas. terjnasuk sem ua orang sedang hidup jang m endjadi anggauta suatu kelom pok, 0]gh k a re n a k elahiran m aupun pengangkatan d an perkaw inan setjara m em jjgl j R u m ah adatnja kelom pok itu k epunjaan b e rs a m a ; dem ikian djuga 5egala h a rta benda, tan ah ladang .atau kebun, hew an dsbnja, jang m ereka jjievvariskan bersam a. D i bidang susunan m asjarakat, suatu su ku a ta u keluarga ialah untuk kam F disini, suatu kelom pok jang anggau taen ja tid ak b o l e h kaw in saling m engaw ini, baik m ereka bersaudara betul m au p u n tidak. 7)
L es Structures E lem entaires de la Parent6, Paris, 1949, b ab X V dan X VI.
p a ra D eu G em o m engerdjakan ibadat sehari-hari dan ibadat sekali-kali 8) d id alam rum ah. di-ladang. p ad a w aktu m enabur dan pada m usim pancn, d an d juga u n tu k perajaan pem buruan jang m em buka m usim hudjan. n fb a w a h ini ak an dilihat bahw a suku bangsa Buna’ di-M au gatal k atan ja 9 ) | e]jjh m en g u tam ak an perkaw inan dengan anak perem puan d a n saudara
perempuan dari aJahSem ua lelaki dari ru m ah kelahiran Ego, d an djuga m ungkin dari keluarga n ek atn ja sebaris tu ru n an dengan ajah Ego, ketjuali sau d ara- lelaki (asli T a u m en u ru t golongan) dari ibu; suam i saudara perem puan dari ibu iaJ * am a a ta u am a-kela flihat dibawah). lD
M a’i d iu ea istilah u n tu k dipakai terhadap lurah atau radja, Cf, P arry, L a th e rs , London. 1932, him 239 — 244, dan Levi-Strauss, o p . cit., blm - 374. t,
l2 )
m hah asan ini berd asark an orai.an sam pai m endalam d ari ’’sistim-perkad e n g a n tja ra p enukaran jang b eredaran . dan teru tam a d a n pertenw in an a e g J tanta ra perkaw m an m atn lateral, u raian jang d ib lrik a n oleh C. L?vi-Strauss, op. cit., achir bab X V U I, dan terutam a bab x x v ii.
, 3) C. L evi-Strauss, Op. cit., bab X XV DI. 1 4 ) Id., ibid., him . 380. 1 5 ) Id., ibid., h im . 564.
.... , 7n P a d a suku Bflyak seperti djuga p ad a suku B una’ da* 1 6) S r i a i S n d en g an suku K atjin, ’’pem belian” isteri m em bebaskan d ari k e h i-
127
MADJALAH ILM U-ILM U SASTRA INDONESIA
rusan m enurut tingkat jang diutam akan, jaitu sau d ara sepupu p erem puan m atrilateral jang sil-eng. 17) Id., ibid., him . 530. 18) C. Levi-Strauss, ibid., him. 303. 19) C.Levi-SRauss. Les structures Elem entaires d e la Parente, h im . 327. 20) Id., ibid.. him. 61.
128
Perpustakaan Ui
0 1 -1 0 - 0 7 0 1 5 5 3 9