Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Nilai Moral Lakon “Semar Mbangun Kahyangan” Sanggit Ki Eko Suwaryo Oleh: Adhi Purnama Program studi pendidikan bahasa dan sastra Jawa
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk medeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita. (2) Untuk mendeskripsikan nila moral yang terkandung dalam cerita. (3) Untuk medeskripsikan relevansi cerita dengan kehidupan sekarang. Jenis Penelitian dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah video rekaman “Semar Mbangun Kahyangan” Sanggit Ki Eko Suwaryo, data dalam penelitian ini berupa kutipankutipan dari cerita “Semar Mbangun Kahyangan” Sanggit Ki Eko Suwaryo. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, buku pencatat, bolpoint, serta buku-buku yang relevan yang dapat mendukung sebagai bahan acuan. Teknik pengumpulan data penulis menggunakan teknik observasi, teknik pustaka, teknik simak catat, dan teknik terjemahan. Teknik keabsahan data menggunakan teknik Triangulasi. Teknik analisis data menggunakan “content analysis” atau analisis isi. Penyajian hasil analisis menggunakan metode informal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) tema yang terdapat dalam lakon wayang “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo adalah mencari kesempurnaan hidup untuk bekal di akhirat. Tokoh utamanya adalah Ki Lurah Semar, dan tokoh tambahannya yaitu Wrekudara, Puntadewa, Janaka, Nakula, Sadewa, Kresna, Sengkuni, Durna, Gareng, Petruk, Bawor, Togog, Sarawita, Brahmantara, Brahmanpatih, Degyakala Tunggul Yaksa, Durga, Antarja. Latar dibagi menjadi dua yaitu latar tempat dan suasana. Alur yang digunakan adalah alur maju. Sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga “dia” maha tahu. (2) nilai moral yaitu: (a) nilai pendidikan moral yang berhubungan antara manusia dengan diri sendiri yaitu: sabar, khawatir. (b) nilai moral yang berhubungan antara manusia dengan sesama manusia lain dalam lingkup sosial dan hubungan manusia dengan lingkungan alam yaitu:Terbuka, Sikap hormat, Kepahlawanan, Berbakti, Menasehati, Mengadu domba, Memfitnah, Mendidik, Sikap hormat. (c) nilai moral hubungan manusia dengan Tuhannya yaitu: ingat kepada Tuhan, keyakinan dalam beragama. (d) relevansi nilai moral lakon “Semar Mbangun Kahyangan: Sanggit Ki Eko Suwaryo pada kehidupan sekarang. Kata kunci: nilai moral, Semar Mbangun Kahyangan
Pendahuluan Wayang merupakan karya sastra Jawa yang agung, karena di dalamnya terdapat makna dan filosofi yang dapat diambil manfaatnya. Masyarakat Jawa mengakui bahwa wayang adalah sebuah wiracerita (cerita kepahlawanan) yang pada intinya mengisahkan kepahlawanan para tokoh yang berwatak baik dan menumpas tokoh yang berwatak jahat. Cerita wayang disajikan dalam pertunjukan secara langsung dan melalui naskah atau serat. Penyajian cerita wayang disajikan dalam bentuk media tulis. Salah satunya ditulis dalam bentuk Serat Pedhalangan. Serat
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
96
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
pedhalangan disusun untuk mengungkapkan cerita wayang secara komplit, dengan dasar epos Mahabarata dan Ramayana. Ki Eko Suwaryo menggunakan gaya pedhalangan (gagrak) Banyumas, dimana dalam beberapa tokoh wayang antara gagrak Banyumas dengan Surakarta serta Ngayogyakarta terdapat perbedaan penamaan tokoh, misalnya pada tokoh Bagong versi Surakarta dan Ngayogyakarta tetap bernama Bagong, sedangkan di Banyumas bernama Bawor. Peneliti tertarik untuk mengkaji lakon wayang Semar Mbangun Kahyangan dengan judul “ Nilai Moral Lakon Semar Mbangun Kahyangan sanggit Ki Eko Suwaryo dalam audio rekaman milad Universitas Muhammadiyah Purwokerto ke 47”. Peneliti memiliki tujuan untuk melestarikan seni wayang purwa gagrak Banyumasan dan sebagai sumber reverensi penelitian wayang purwa, khususnya penelitian wayang purwa gagrak Banyumasan di Universitas Muhammadiyah Purworejo. Ki Eko Suwaryo merupakan seniman dalang dari Gombong, tepatnya di desa Jatirata, kecamatan Buayan, Gombong, kabupaten Kebumen. Beliau dilahirkan dari seorang ibu dengan nama Ibu Sudarti dan ayah bernama Bapak Sakum. Merupakan keturunan darah seni dari eyangnya dalang kondang dari Pringtutul, kecamatan Rowokele yaitu suwargi Ki Darsono. Sejak kecil sudah terdidik dilingkungan seni karawitan dan pedalangan. Semasa kecilnya beliau sering ikut bapak ibunya ketika pentas di panggung, bapaknya sebagai wiyaga dan ibunya sebagai waranggana. Ketika duduk di bangku SMP beliau sudah sering ikut mengiringi Ki Dalang Sono. Eko Suwaryo sering mengamati dan ikut mengiringi Ki Dalang Sono, beliau mulai tertarik untuk berlatih seni pedalangan dengan gagrak mesisiran (gagrak asli Kebumen). Tahun 1999 beliau memberanikan diri untuk pentas pertama kali di desa Ori, Kecamatan Kuwarasan di kediaman bapak Nogareng (wawancara dengan Ki Eko Suwaryo pada Tanggal 30 April 2014 di desa Jatirata, kecamatan Buayan). Selain alasan ilmiah yang telah dikemukakan di atas, berikut ini alasan pendukung mengapa penulis tertarik meneliti nilai moral “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo: (1) cerita wayang merupakan sebuah karya sastra adiluhung yang masih bertahan ditengah-tengah menjamurnya karya sastra modern
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
97
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
sehingga kita sebagai generasi penerus bangsa wajib melestarikan keberadaanya sebagai sumber referensi ajaran moral dalam hidup untuk mendidik anak cucu kita, (2) pemilihan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua kalangan dengan menggunakan bahasa ngoko dan krama alus sehingga mudah untuk dipahami, akan lebih menarik seseorang untuk mengamatinya, (3) dari pembacaan secara garis besar bahwa dalam lakon cerita Semar Mbangun Kahyangan tersebut terdapat nilai moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu, penulis berharap kajian ini dapat digunakan sebagai salah satu usaha perbaikan terhadap keadaan moral yang terjadi dalam masyarakat sekarang ini. Hal itulah yang melatarbelakangi penulis mengambil topik kajian nilai moral Lakon Semar Mbangun Kahyangan Sanggit Ki Eko Suwaryo dalam rekaman video yang diambil oleh HAN’S STUDIO Telp. 081327760634 – Wangon Banyumas dalam acara Hari Ulang Tahun Universitas Muhammadiyah Purwokerto ke 47. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari rekaman video wayang “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo dan datanya adalah kutipan-kutipan bagian tertentu yang terdapat dalam cerita tersebut.teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, teknik pustaka, teknik simak catat, teknik terjemahan. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu peneliti sebagai instrumen utama yang dibantu dengan kartu pencatat data. Teknik keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Teknik analisis data menggunakan teknik teknik deskriptif kualitatif motel analisis konten. Analisis konten merupakan teknikpenelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (repicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya (Bungin, 2011: 163). Hasil analisis dalam penelitian ini disajikan menggunakan metode penyajian informal, yaitu penyajian dengan kata-kata biasa walaupun dalam penyajiannya menggunakan istilah teknik (Sudaryanto, 19993: 145).
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
98
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Pembahasan A. Struktur cerita wayang “Semar Mbangun Kahyangan” Sanggit Ki Eko Suwaryo meliputi 1.
Tema Tema yang terdapat dalam cerita “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo adalah Mencari kesempurnaan hidup untuk bekal di akhirat. Cerita ini mengisahkan bahwa Semar dalam situasi serta kondisi apapun tetap berhasil membangun kahyangan kepribadian yang pada dasarnya bukan kahyangan tempat para dewa melainkan kahyangan kepribadian. Hal tersebut seperti pada kutipan di bawah ini: Hal tersebut sesuai dengan kutipan dibawah ini: “Murcanipun pusaka Ngamarta tiga cacahipun anuwuhaken dhateng pepeteng tumraping penggalihipun yayi prabu, mboten nama mokal menawi kula taliti kanthi permati, sinaosa pusaka minangka pralambanging praja Jamus Kalimasada wonten ingkang mastani Jamus Kalimah Husada saweneh enten ingkang mastani Jamus Kalimat Syahadat nggeh enten, gumantung anggenipun hanyakrabawa yayi, nanging menika kinarya kangge sarana, pandawa lima menika kagungan panembah wonten ngarsanipun Gusti ingkang kawuasa jagad, ingkang nyipta dhateng sagunging umat wonten ing mercapada, sinaosa Ngamarta menika benten agami, sinaosa Ngamarta menika benten kapitadosanipun ning nyatanipun yayi prabu, para kawula mboten wonten ingkang wada-winada, mboten wonten ingkang cacat-cinacat, para kawula sedaya samya rukun sengkut gumregut saiyeg saeka kapti anggenipun ngangkat karyaning praja sarana kanthi lambanging panembah menika wau.”(Ginem Kresna halaman 6)
‘Hilangnya pusaka tiga jumlahnya mengakibatkan kesedihan tehadap pemikiran yayi prabu, tidak mustahil apabila saya amati yang dalam, bahwa pusaka tersebut merupakan lambang kerajaan, Jamus Kalimasada, adajuga yang menyebutnya Jamus Kalimat Syahadat juga ada, tergantung darimana Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
99
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
penafsiran dinda, namun ini merupakan sarana, bahwa Pandawa itu memiliki agama,keyakinan terhadap Tuhan Yang maha Esa. Yang menciptakan seluruh umat di dunia. Apabila Ngamarta ini berbeda keyakinan tetapi kenyataannya tidak ada yang saling mengejek, tidak ada yang saling mencaci maki, semua rakyat rukun bersatu dalam menjunjung program kerajaan, dengan dasar lambang keyakinan tersebut’ 2. Tokoh dan Penokohan a. Tokoh utama dalam cerita “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo adalah Semar yang memiliki sifat sederhana, senang memberi nasihat, tidak gila harta, berbakti, tidak mudah putus asa, teguh, sabar, tidak tergoda rayuan wanita. Hal tersebut sesuai dalam kutipan dibawah ini: “E lhaeee lhaeee, heee begegeg ugeg ugeg sakdulita hemel hemel ngger, ndadosaken marem ing manah kula sampeyan samya rawuh eeeee mangga! Sakentenipun mboten ketang kula aturi lenggah wonten ing papan ingkang namung sakeneten nggeh ngger, ngiras pantes kangge nuntasaken warih napas ingkang rebut boja.”
‘E lhae lhae, hee begegeg ugeg ugeg sakdulita hemel hemel nak, kaliyan semua datang eeeee silakan! Seadanya walaupun saya persilahkan duduk di tempat yang hanya seadanya nak, sekaliyan untuk menuntaskan dahaga merebut makanan’ Dari kutipan di atas, diceritakan bahwa Semar merasa senang karena majikannya berkunjung ke tempat Semar. Dengan kesederhanaan yang ada Semar mempersilahkan majikannya untuk duduk dan beristirahat setelah melakukan perjalanan. b. Tokoh tambahan Tokoh tambahan meliputi 1) Puntadewa memiliki sifat berwibawa, 2) Wrekudara memiliki sifat menghormati, 3) Arjuna memiliki sifat siap siaga mengemban tugas, 4) Nakula memiliki sifat menghormati kepada guru, 5)
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
100
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Sadewa memiliki sifat menghormati kepada orang yang legih tua, 6) Durna memiliki sifat senang memfitnah, 7) Kresna memiliki sifat menghormati, 8) Sengkuni memiliki sifat menasihati, 9) Bawor memiliki sifat berbakti kepada orang tua, 10) Brahmantara memiliki sifat berbakti kepada guru, 11) Brahmanpatih memiliki sifat berbakti kepada guru, 12) Dekyakala Tunggul Yaksa memiliki sifat kepahlawanan, 13)Togog memiliki sifat berbaki kepada majikannya, 13) Sarawita memiliki sifat berbakti kepada majikannya, 14) Antareja memiliki sifat menghormatikepada orang tua, 15) Anoman memiliki sifat menghormati, 16) Petruk memiliki sifat patuh, 17) Gareng memiliki sifat sabar, dan 18) Durga memiliki sifat mudah emosi. c. Alur yang digunakan dalam lakon wayang “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo adalah adalah alur maju, yakni peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis yang meliputi alur buka, alur tengah, alur puncak, dan alur tutup. d. Latar yang terdapat dalam lakon wayang “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo adalah Keraton Ngamarta, Jurang Parangsuh, Alam sunyaruri, dan latar suasananya yaitu menyedihkan, berbahagia. e. Pusat pengisahan lakon wayang “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo adalah persona ketiga, dalam hal ini dalang tidak ikut sebagai tokoh dalam cerita, pengarang berada di luar cerita. Dalang sebagai pencerita mengetahui segala hal, baiknama tokoh dan karakter masingmasing tokoh. B. Nilai moral yang terrdapat dalam lakon wayang “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo. 1) Nilai moral hubungan manusia dengan dirinya sendiri adalah Sabar dan Khawatir. Gareng tetap sabar, dia mengetahui bahwa apa yang dilakukan saudaranya merupakan tindakan yang melanggar moral.
hal tersebut
sesuai pada kutipan di bawah ini:
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
101
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
“Ora uman nyong! Orapapa ning kan aku ngesuk ora dikethok tangane. Beda karo Bawor dudu mukhrime cak-cek. Dieling-eling ngesuk nang kana kethok nyambung maning, nang neraka jahanam ngonoh titeni!” (Ginem Gareng hal 55)
‘Tidak kebagian saya! Tidak apa-apa tapi kan besok saya tidak di potong tangannya. Berbeda dengan Bawor bukan mukhrimnya main pegangpegang. Diingat-ingat besok di sana potong nyambung lagi, di neraka jahanam, buktikan’
Berdasarkan kutipan di atas, diceritakan bahwa Gareng melihat kedua saudaranya yaitu Bawor dan Petruk sedang menggoda wanita yang bukan mukhrimnya. Gareng sadar bahwa tindakan kedua saudaranya melanggar nilai moral. 2) Nilai moral hubungan manusia dengan manusia yang lain dalam lingkup sosial dan alam yaitu terbuka, sikap hormat, kepahlawanan, berbakti, menasihati, mengadu domba, memfitnah. hal tersebut sesuai dengan kutipan di bawah ini:
“Ana wigati apa wor? Matur wae marang gustimu ing Ngamarta, mumpung akeh pepunden ingkang sowan ana pendapa agung, matur ingkang cetha ya wor!” (Ginem Puntadewa hal 16)
‘Ada kepentingan apa wor? Berbicaralah kepada tuanmu di Ngamarta, selagi banyak petiggi yang hadir di pendapa agung, berbicaralah dengan jelas ya wor!’
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
102
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Berdasarkan kutipan di atas, diceritakan bahwa Puntadewa menanyakan kepada Bawor apakah maksud dari kedatangannya ke keraton Ngamarta, selagi banyak petinggi yang hadir di pendapa agung.
“Keparenga amit-amit pasang kaliman tabih sinabet mring ilu-ilu dina tinebihna mring tinulasaning Bethara yayi prabu yayi, ndadosaken tambahing manah kula kita gunung baya taun ndamar sasi njanur gunung rakapara katimbalan praja Ngamarta, menawi kula tingali kanthi permati wiwit kutha makutha, desa madesa minggah wonten ing pucuking pareden, wewangunan menika tan wonten ingkang nguciwani ora mung tani werdi dadi, margi-margi katingal sae lha ko ing semu yayi prabu menika nandhang badra irawan, badra rembulan, irawan mendhung”. “Lahir tulusing batin yayi prabu, gumelaring tata lahir ketingal mencorong wonten saklebeting penggalih mesthi kewala sawegya nandang bingah, ewa
semanten
menawi
ngumelaring
tata
lahir
ketingal
surem
pasuryanipun wonten saklebeting penggalih tartemtu saweg nandang sungkawa, ingkang ndayani sungkawa inggih menika karana menapa yayi prabu yayi’ (Ginem Kresna hal 4)
‘Perkenankanlah mengucapkan kalimat suci menjauhkan hari dari halangan dari Bethara dinda prabu, menjadikan senang hati hamba tidak sepertinya hamba dipanggil untuk menghadap raja Ngamarta, apabila saya lihat dengan jelas dari kota ke kota, desa ke desa naik ke ujung gunung bangunan semua tidak ada yang mengecewakan tidak hanya petani yang sukses, jalan-jalan kelihatan bagus, namun di balik itu dinda prabu kelihatan sedih, lahir serta tulusnya hati dinda prabu, di lihat dari fisik kelihatan bersinar ketika itu, apabila fisik terlihat suram wajahnya ada perasaan tertentu sedang mengalami kesedihan yang mendalam, yang menyebabkan kesedihan karena apa dinda prabu?’
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
103
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Dari kutipan di atas, diceritakan bahwa prabu Kresna memberikan penghormatan kepada prabu Puntadewa. Prabu Kresna memandang ada firasat aneh, tidak seperti biasanya prabu Puntadewa terlihat bersedih. Prabu Puntadewa menanyakan apakah yang menyebabkan adinda prabu sedih hati?.
3) Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan yaitu ingat kepada Tuhan, dan keyakinan dalam beragama. Hal tersebut sesuaidalam kutipan di bawah ini: “Hyang suksma mustikaning jagad raya. Dewa ya batharaa jagad pramudhita yayi Wrekudara” (ginem Kresna hal 33)
‘Demi Tuhan penguasa alam. Dewa dan Bathara yang maha pengasih dinda Wrekudara’ Berdasarkan kutipan di atas, diceritakan bahwa prabu Kresna memberikan salah hormat kepada Wrekudara dengan mengagungkan nama Tuhan penguasa semesta alam.
“Iya, wong mung nyekel adat bae
kurang sempurna. Kudu nduweni
syahadat, Ashaduanlailahailallah waashadzuana muhammadur rosulullah. Kuwe kudu loro-lorone iring-iringan! Ora kena genggang sak rambut pinara sasra.”
‘Iya , seseorang hanya berpegangan adat saja kurang sempurna. Harus memiliki syahadat, Ashaduanla ila hailallah waashadu anna muhammadur rosulullah. Itu keduanya selalu beriringan! Tidak boleh berpisah bagaikan rambut dibelah seribu’
Dari kutipan di atas, dijelaskan bahwa Semar menjelaskan di dalam kita hidup di dunia peganglah adat sebagai aturan hidup. Berpegang Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
104
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
adat saja kurang sempurna, kita harus memiliki keyakinan dalam beragama.
Relevansi lakon “Semar Mbangun Kahyangan” sanggit Ki Eko Suwaryo pada kehidupan sekarang yaitu Dalam menghadapi masalah manusia sekarang banyak yang tidak sabar. Yang menjadi pemberitaan hangat akhir-akhir ini adalah kebanyakan orang tidak sabar melihat permasalahan, mereka mudah marah dan terpancing emosinya. Seperti diberitakan dalam Suara Merdeka pada tanggal 26 Agustus 2014, Seorang Paman tersulut emosi melampiaskan kemarahannya dengan cara berkali-kali membacok kedua korban dengan celurit. Berbeda dengan kehidupan yang diceritakan dalam lakon “Semar Mbangun Kahyangan” Sanggit Ki Eko Suwaryo, ketika manusia berada dalam masalah hidup mereka tetap bersabar. Dari datadata di atas dapat disimpulkan bahwa kehidupan sekarang cenderung kurang relevan dengan kehidupan dalam
lakon “Semar Mbangun
Kahyangan” Sanggit Ki Eko Suwaryo.
Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa (1) struktur karya sastra yang meliputi: tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, pusat pengisahan. (2) Nilai moral yang terdapat dalam lakon “Semar Mbangun Kahyangan” Sanggit Ki Eko Suwaryo meliputi: nilai moral hubungan manusia dengan dirinya sendiri yaitu sabar dan khawatir, nilai moral hubungan manusia dengan manusiayanga lain dalam lingkup sosial dan alam yaitu terbuka, sikap hormat, kepahlawanan, berbakti, menasihati, mengadu domba, memfitnah. nilai moralhubungan manusia dengan Tuhan yaitu ingat kepada Tuhan, dan keyakinan dalam beragama.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
105
Vol. 05 / No. 03 / Agustus 2014
Daftar Pustaka Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Premada Group. Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral.Bandung: Alfa Beta. Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Uneversity Press.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
106