MODEL DISAGREGASI DATA HUJAN TEMPORAL DENGAN PENDEKATAN BAYESIAN SEBAGAI INPUT PEMODELAN BANJIR Nama NRP Promotor Ko-Promotor
: ENTIN HIDAYAH : 310730001 : Prof.Dr.Ir.Nadjadji Anwar, M.Sc : Prof. Drs. Nur Iriawan, MIKomp. PhD Dr.Ir.Edijatno, CES, DEA
ABSTRAK Pemodelan hujan-aliran dalam rangka mengestimasi debit banjir rencana membutuhkan data hujan resolusi tinggi (jam-jaman). Pada umumnya, di Indonesia yang tersedia adalah alat pengukur hujan harian, sedangkan alat pengukur hujan otomatis (yang menyediakan data hujan secara jam-jaman) jumlahnya terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model disagregasi data hujan harian menjadi jam-jaman guna menyediakan input data pemodelan banjir. Data diambil dari dari satu lokasi stasiun pengukur hujan di Stasiun Sentral, Bondowoso Jawa Timur. Data yang digunakan untuk memodelkan adalah data series bulan Desember dari tahun 2005-2008. Penelitian ini mencoba untuk mendisagregasi data hujan skala jam-jaman dari data hujan skala harian menggunakan model time series auto-regresi Periodik (PAR(1)24) yang diberi perlakuan dengan prosedur adjusting dan filtering. Metode yang digunakan dalam proses estimasi model ini adalah Bayesian Markov Chain Monte Carlo (MCMC) yang dibantu dengan sofware statistik WinBUGS 1.4. Model ini dievaluasi melalui membandingkan model dengan hasil implementasi Heytos. Selanjutnya, prediksi model disagregasi hujan ini dibantu dengan Matlab yang dihubungkan dengan WinBUGS. Hasil simulasi model PAR (1)24 yang diberi perlakuan dengan adjusting dan filtering ini memberikan nilai Mean Absolute Error (MAE) sebesar 0,44. Model ini mampu meningkatkan kinerja sebesar 15 % jika dibandingkan hasil aplikasi Heytos. Kinerja prediksi model menunjukkan hasil yang bagus untuk tinggi hujan maksimum (selisih tinggi hujannya hanya 6,1 % terhadap tinggi hujan observasi). Keandalan model ini telah diuji untuk dua kejadian. Pertama, implementasi untuk bulan Desember tahun 2009 memberikan kinerja yang bagus dengan nilai MAE 0.37. Kedua, hasil kalibrasi dan implementasi model untuk bulan-bulan lain selain Desember tahun 2005-2008 menunjukkan bahwa model ini mampu mendisagregasi data hujan dari harian ke jam-jaman terutama pada bulan basah. Pemanfaatan data hasil disagregasi telah diuji dalam perhitungan hidrograf banjir dengan hasil yang sangat memuaskan karena menghasilkan hidrograf banjir yang polanya mirip dengan hidrograf banjir yang dibangun dari data observasi. Kata kunci: disagregasi data hujan, PAR, Bayesian, adjusting, filtering 1
TEMPORAL RAINFALL DISAGREGATION MODEL USING BAYESIAN APPROACH AS FLOOD MODELLING Name Reg. Number Promotor Co-Promotor
: ENTIN HIDAYAH : 310730001 : Prof.Dr.Ir.Nadjadji Anwar, M.Sc : Prof. Drs. Nur Iriawan, MIKomp. PhD Dr.Ir.Edijatno, CES, DEA
ABSTRACT Rainfall-runoff modeling in order to estimate the flood design requires high resolution rainfall (hourly) data. In general, in Indonesia, there are lack of automatic rain gauges providing high resolution rainfall, and a number of daily rain gauges, on the other hand, is available. This is an obstacle for rainfall-runoff modeling. This research is aimed to create a model of disaggregated daily rainfall data into hourly rainfall data in order to provide input for flood modeling. The research is conducted in a single location at Sentral Station. The data used in this modeling is the rainfall data series in December from 2005 to 2008 in Sentral Station, Bondowoso East Java. This study tries to disaggregating daily scaled rainfall data to hourly scaled rainfall data using periodic auto-regression model (PAR (1)24) coupled with adjusting and filtering procedures. The model is employed for estimating the hourly rainfall from daily rainfall. The Bayesian Markov Chain Monte Carlo (MCMC), WinBUGS 1.4 is utilized for the purpose. The Evaluation of model is compared the results provided by the Heytos program. Furthermore, the prediction of the disaggregated data is modeled by using Matlab linked with WinBUGS. The simulation model of PAR (1)24 coupled with adjusting and filtering procedures gives Mean Absolute Error (MAE) value of 0.44. This model has successfully increased the performance of the output by15% compared to the results of Heytos application. This model demonstrates better prediction of maximum rainfall depth (only 6.1% differ from the observation ) than the Heytos. The reliability of this model is tested for 2 conditions. Firstly is by implementing the model to the rainfall data in December 2009. I shows that this model works significantly well in disaggregating the rainfall data from daily to hourly with the MAE value of 0.37. Secondly is by calibrating and implementing the model to the rainfall data in Januari-Nopember 2005-2008. It shows that this parameter model works well mostly for wet seassons.The data obtained from the model has been used for developing a flood hydrograph and the result shows the similarity with the one build by using observed data. Key word: rainfall disaggregation, periodic auto-regression (PAR), Bayesian, adjusting, filtering 2
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Banjir di Indonesia terjadi hampir rutin setiap tahun. Kejadian ini menggambarkan bahwa debit maksimum atau banjir puncak yang terjadi hanya beberapa saat, ternyata mampu menimbulkan kondisi sangat kritis. Dampak dari kejadian ini antara lain: jebolnya tanggul, dan bangunan air lainnya, penggenangan air di wilayah permukiman, pertanian dan lain lain. Berdasarkan kejadian ini, bagi orang teknik sipil yang perlu dipikirkan adalah memprediksi debit banjir dengan akurat untuk mendisain hidrolis bangunan air dan manajemen sumberdaya air guna mengantisipasi banjir. Dalam mendisain banjir selain dengan analisis frekuensi dapat digunakan pendekatan metode hidrograf satuan sintetik dan/atau simulasi hujan aliran dengan menggunakan model hidrologi terdistribusi spasial dengan input data hujan resolusi tinggi. Pendekatan pertama digunakan apabila tidak cukup tersedia data untuk melakukan analisis dan hitungan penetapan hidrograf satuan terukur yang mewakili respon DAS akibat hujan. Kondisi ini sangat umum dijumpai di Indonesia, karena ketersediaan data hujan resolusi tinggi (jamjaman) sulit didapatkan. Penggunaan hidrograf satuan sintetik ini mempunyai kelemahan dalam memilih metode atau rumus yang sesuai dengan kondisi DAS. Beberapa rumus empiris hidrograf satuan sintetik yang telah dikembangkan, umumnya berasal bukan dari Indonesia, sehingga karakteristik hidrologi spesifik untuk Indonesia (wilayah tropis) kurang diperhitungkan dalam rumus empiris tersebut. Pendekatan kedua menggunakan model hidrologi distribusi spasial dengan data hujan resolusi tinggi kontinyu, dimana saat ini sedang popular dan berkembang. Pendekatan ini mempunyai keuntungan, dimana disain debit banjir dan input data hujannya yang dihasilkan sesuai dengan kondisi pengamatan lapangan. Juga model ini lebih mampu untuk memprediksi banjir dan perubahan iklim (Bahremand, et al, 2008). Penerapan cara ini di Indonesia memerlukan ketersediaan data hujan resolusi tinggi setidaknya jam-jaman yang diperoleh dari hasil pengukuran pada stasiun alat ukur hujan otomatis (AUHO). Mengingat pentingnya data hujan dengan resolusi tinggi, maka berbagai upaya dan kemampuan telah dilakukan untuk memperolehnya di beberapa Negara. Data hujan temporal resolusi tinggi dapat diperoleh dengan berbagai cara. Cara praktek lapangan adalah dengan menggunakan perangkat pengukuran yang sesuai, seperti alat ukur hujan otomatis, radar cuaca dan jenis-jenis sensor remote. Cara ini sedang dilakukan di beberapa negara untuk wilayah tertentu yang dipilih. Pada kenyataan di Indonesia keberadaan alat pengukur hujan dengan resolusi tinggi sangat terbatas jumlahnya. Selain itu pengukuran ini mahal dan memakan waktu. Cara lain untuk mendapatkan data tersebut adalah mendisagregasi data harian yang tersedia untuk dijadikan data hujan jam-jaman
3
melalui prosedur disagregasi. Cara ini lebih praktis dan menarik, karena data hujan harian tersedia secara luas, dan pencatatannya biasanya lebih lama. Disagregasi hujan adalah suatu cara untuk membangkitkan data hujan resolusi tinggi sintetik (jam-jaman) yang berasal dari data hujan resolusi rendah (harian, atau mingguan) dari suatu model secara stokastik. Melalui mengestimasi parameter model hujan disagregasi, selanjutnya parameter model tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan model hujan disagregasi itu sendiri. Berbagai metode disagregasi hujan secara stokastik telah dilakukan seperti: PAR, Bartlet Lewis dan Neyman Scot. Pemodelan disagregasi hujan secara time series untuk resolusi yang lebih kecil (harian ke skala di bawahnya) ini juga dilakukan oleh Koutsoyiannis (1994) dengan menggunakan model matematika yang sederhana (PAR dengan perlakuan adjusting) tetapi belum memberikan hasil yang akurat. Langkah lain telah dilakukan pula oleh Koutsoyiannis dan Manetas (1996) dengan menggunakan metode yang didasarkan pada tipe model periodic autoregressive (PAR(1)) dengan melakukan adjusting pada proses pemodelannya. Pendekatan ini dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan struktur pemodelannya PAR(1) dan diklaim bahwa cara ini telah mampu menghasilkan susunan parameter yang lebih efisien (parsimony). Model ini mampu mengatasi rentang distribusi probabilitas data yang cukup luas dari bentuk simetri (lonceng) sampai bentuk non-simetri (menceng), dan hasil bangkitan dengan adjusting pada modelnya untuk variabel level rendah yang sesuai dengan level tinggi. Namun demikian, kelemahan dari model PAR(1) ini adalah belum mampu menghasilkan error model yang bagus dalam mengatasi overestimate dari varians dan nilai ektrim dan underestimate tinggi hujan jam-jaman maksimum pada model bangkitannya. Perkembangan model disagregasi selanjutnya adalah dengan point process. Koutsoyiannis dan Onof (2001, 2003) mengembangkan disagregasi hujan menggunakan model Bartlett-Lewis Rectangular Pulse yang di gabungkan dengan prosedur adjusting pada model kluster Poisson akumulasi tinggi hujan jam-jaman dengan distribusi Beta dan proses kejadian hujan dengan distribusi geometric yang bersyarat pada total hujan harian. Model ini diujikan untuk data jam-jaman di daerah sub-tropis South-Western antara lain: United Kingdom, United State dan oleh Fytilas (2002) di Sungai Tiber, Italia. Hasilnya mengindikasikan bahwa metodologi ini memiliki kinerja yang bagus. Model yang dikembangkan oleh Koutsoyiannis dan Onof (2001, 2003) ini untuk memudahkan dalam operasionalnya dibentuk dalam paket program Heytos. Wong (2000), melanjutkan metode dari Koutsoyiannis dalam mendisagregasi hujan dengan mencoba untuk variasi jumlah parameter model yang dioptimasi dengan evolutionary algorithm. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan enam parameter memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan empat parameter. Yeboah, (1999) telah membangun model disagregasi wilayah yang merupakan model gabungan antara urutan binary dengan perubahan autokorelasi. Proses pembangkitan urutan binary menggunakan model Bartlett4
Lewis Rectangular Pulse tanpa-ramdom dan proses untuk mendapatkan intensitasnya dimodelkan dengan proses Gaussian stasioner. Selanjutnya Yeboah, (2005) telah mengembangkan model stokastik disagregasi ini melalui pendekatan yang dilakukan oleh Koutsoyiannis dan Onof (2001, 2003) untuk teknik pengulangan dengan kluster Poison dan prosedur adjusting. Penggabungan antara kedua pendekatan tersebut dapat mengurangi overestimate pada varians dan nilai ektrim dan underestimate pada autokorelasinya. Pengembangan akhir-akhir ini menggunakan Bayesian untuk disagregasi temporal dilakukan oleh Nikolas (2008), yang mendisagregasi time series hujan menggunakan pendekatan lognormal multivariate yang diestimasi menggunakan Markov-Chain Monte-Carlo (MCMC). Hasil pemodelannya menunjukan algoritma yang kurang sesuai untuk data observasi dan tidak cocok bagi analisis statistik data hujan jam-jaman. Disagregasi hujan telah sukses diaplikasikan di berbagai Negara, namun demikian model ini belum pernah diimplementasikan di Indonesia. Mempertimbangkan problem mengenai keterbatasan data resolusi tinggi, maka Hidayah, et. al. (2010a) telah mencoba melakukan penelitian pendahuluan dengan mengimplementasikan Heytos pada DAS Sampean di Kabupaten Bondowoso. Estimasi parameter model menggunakan moments. Hasil dari implementasinya menunjukkan bahwa underestimate untuk tinggi hujan bangkitannya dan nilai kesalahan yang dihasilkan masih cukup tinggi ditunjukkan dengan nilai MAE sebesar 0,516. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Heytos tidak cocok untuk daerah tropis dengan kondisi curah hujan yang cukup tinggi. Selanjutnya untuk memperkecil nilai MAE Hidayah et.al., (2010b) memodelkan disagregasi hujan dengan model PAR(1)24 dengan prosedur adjusting dan dummy menggunakan estimasi Bayesian Temporal. Pemodelan ini memberikan hasil yang bagus dengan kesalahan berdasarkan MAE sebesar 0,218, namun demikian model ini belum mampu mendisagregasi data hujan harian observasi secara otomatis. Berdasarkan permasalahan yang diringkas dalam gap analisis penelitian pada Gambar 1.1. dan penelitian terdahulu di atas, maka penelitian ini bermaksud mengembangan model disagregasi hujan temporal dengan prosedur adjusting dan filtering yang diestimasi dengan Bayesian MCMC khususnya Gibbs Sampler. Terdapat tiga alasan mendasar untuk membayesiankan model hujan temporal dalam penelitian ini antara lain (Box dan Tiao, 1973): (1) Bayesian mampu mengatasi keterbatasan panjang histori data, (2) Bayesian mampu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan secara analitis, karena dalam penyelesaian Bayesian membutuhkan matematik dari yang sederhana sampai yang rumit, (3) Bayesian menawarkan kemungkinan yang kaya dengan inferensia, serta mengekplor perbedaan-perbedaan interpretasi data terhadap kriteria kinerja prior yang sesuai karakteristik wilayah.
5
Kondisi saat ini 1. Pemodelan hujan-debit masih menggunakan pendekatan metode hidrograf satuan sintetik. 2. Penyediaan input data hujan (melalui tranformasi hujan harian menjadi jam-jaman) untuk pemodelan hujan-debit di Indonesian masih menggunakan rumus empiris yang umumnya bukan berasal dari Indonesia, sehingga kurang memperhitungkan karakteristik hujan untuk wilayah tropis. 3. Keterbatasan data hujan resolusi tinggi (jam-jaman) pada suatu DAS. 4. Data hujan harian tersedia tersebar pada wilayah DAS.
Kondisi yang diinginkan Tersedianya data hujan resolusi tinggi time series kontinyu untuk pemodelan banjir dengan menggunakan model hidrologi terdistribusi spasial.
Gambar 1.1. Gap analisis penelitian 1.2. Perumusan Masalah Uraian di atas memberikan gambaran bahwa, pada dasarnya penelitian ini dimaksudkan untuk mengatasi tiga masalah utama, yaitu: 1) Bagaimana karakteriatik data hujan pada stasiun hujan yang diteliti? 2) Bagaimana model disagregasi hujan jam-jaman (berupa disagregasi hujan resolusi tinggi dan durasinya) terbaik untuk stasiun hujan yang diteliti? 3) Bagaimana keandalan model, bila hasil disagregasi satu lokasi yang dihasilkan diaplikasikan pada waktu yang berbeda? 4) Bagaimana input model hujan ini jika diimplementasikan untuk pemodelan banjir? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat strategi alternatif yang mengkaitkan ciri-ciri waktu, dari dua variabel hidrologi penting yaitu resolusi tinggi (hujan jam-jaman) dan hujan resolusi rendah (bulanan, harian), sehingga diharapkan dapat meningkatkan jumlah data hujan jam-jaman secara temporal sebagai input banjir. Adapun tujuan secara khusus dari penelitian ini adalah untuk: 1) Mendapatkan informasi tentang karakteristik data hujan jam-jaman di stasiun sentral. 2) Mendapatkan model hujan jam-jaman series sintetik berbasis model hujan Bayesian temporal pada satu lokasi. 3) Mengkalibrasi dan memvalidasi hasil disagregasi model hujan Bayesian temporal. 4) Mengaplikasikan hasil disagregasi data hujan untuk pemodelan banjir 1.4. Manfaat Penelitian Kontribusi penelitian ini dapat bermanfaat untuk kepentingan praktek lapangan dan untuk kepentingan perkembangan pengetahuan hidrologi antara lain: 6
a)
Memberikan efisiensi waktu dan biaya Data hujan resolusi tinggi untuk mengetimasi banjir dapat diperoleh melalui pengukuran hujan secara otomatis. Namun demikian untuk memasang alat ukur hujan beresolusi tinggi secara tersebar di seluruh wilayah DAS membutuhkan dana yang cukup besar, selain itu butuh waktu pengamatan yang cukup lama untuk dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, pendekatan metode disagregasi ini merupakan cara singkat yang tepat untuk penyediaan input data dalam memodelkan banjir. b) Memberikan input yang sesuai untuk studi simulasi model hidrologi: Pada saat ini telah banyak dikembangkan software yang berkaitan dengan sistem hidrologi seperti HEC-HMS, Storm Water Management Model, IHACRES, dll dalam rangka mengeliminir ketidakpastian model hidrologi, seperti hujan aliran. Adapun input data hujan yang dibutuhkan untuk mensimulasi model berupa data hujan series bukan pengamatan tunggal. Mengingat output disagregasi hujan berbentuk series, maka keberadaan data series sangat dibutuhkan untuk simulasi model hidrologi yang sedang berkembang. c) Sesuai dengan kebutuhan studi banjir Hasil dari model hujan aliran berupa hidrograp banjir. Bentuk dari hidrograp banjir merupakan karakteristik dari durasi dan tinggi hujan dengan resolusi tinggi (jam-jaman, menitan). Oleh karena hasil dari disagregasi hujan menggambarkan tinggi dan durasi hujan sehingga sangat sesuai untuk studi banjir. 1.5. Batasan Masalah Beberapa hal yang membatasi penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini akan membahas model disagregasi hujan secara temporal saja tidak termasuk spasial. 2. Pemilihan lokasi penelitian difokuskan pada satu stasiun hujan saja yaitu stasiun hujan Sentral di DAS Sampean. 3. Berkaitan dengan tujuan penelitian ini adalah untuk menyediakan input data pemodelan banjir, maka pemodelan disagregasi hujan pada penelitian ini menggunakan data hujan pada bulan basah yang dipilih pada bulan Desember dari tahun 2005-2008. 4. Pemodelan hujan time series yang dibangun pada penelitian ini menitik beratkan pada kemampuan menirukan data hujan pengamatan dengan kriteria statistik kebaikan verifikasi dan kalibrasi model dan kemampuan meramalkan data hujan selama periode satu tahun ke depan dengan kemampuan validasi model. 5. Input data hujan yang digunakan dalam penelitian ini tidak dipisahkan antara periode kering dan periode basah dan simulasi dengan menggunakan data series bulanan.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Pengertian Hujan dan Disagregasi Hujan Hujan merupakan komponen masukan paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah tinggi hujan (rainfall depth) akan ditransformasikan menjadi aliran di sungai, baik sebagai limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface, flow), maupun sebagai aliran air tanah (groundwater). Komponen hujan yang penting dalam proses perhitungan hujan-aliran berupa komponen temporal dan spasial. Komponen temporal diwakili oleh akumulasi hujan secara waktu pada satu lokasi yang berupa intensitas hujan (tinggi hujan persatuan waktu, misalnya: mm/menit, atau mm/jam, mm/hari) dan durasi hujan. Tinggi hujan adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan dengan tinggi air di atas permukaan datar, dalam mm. Durasi hujan adalah lamanya curah hujan dalam menit atau jam. Sedangkan komponen spasial mewakili distribusi hujan dalam suatu wilayah. Distribusi hujan adalah pola kejadian hujan yang digambarkan oleh waktu dan posisi kejadiannya. Dua bentuk dasar model hujan temporal berdasarkan rentang kejadian yang digunakan, yaitu diskrit dan kontinyu. Model diskrit skala waktu model dibagi dalam interval waktu tertentu dalam bentuk jam-jaman atau harian. Dalam model diskrit kejadian hujan dicatat sebagai data yang mempunyai durasi tertentu dengan intensitas seragam. Sedangkan untuk model kontinyu menggambarkan interval waktu antar kejadian-kejadian hujan tidak dibatasi seperti dalam interval diskrit. Model hujan kontinyu pada umumnya dibangkitkan dari model stokastik, seperti model point process dan time series. Bekaitan dengan pemodelan hujan aliran secara kontinyu, input data hujan temporal yang dibutuhkan adalah tinggi hujan, dan waktu kejadian hujan. Kedua komponen ini membentuk data hujan series. Peran disagregasi berkaitan dengan menyediakan data hujan kontinyu adalah memilah data hujan harian observasi menjadi data hujan resolusi tinggi sintetik seperti jam-jaman. Disagregasi dibentuk dengan menyusun parameter yang kemudian digunakan sebagai kontrol dari proses model disagregasi tersebut. Disagregasi dihasilkan dari proses simulasi. Bangkitan model statistik hasil simulasi bersifat fluktuasi tergantung pada parameter yang digunakan, yang merupakan sebuah simulasi acak. Oleh karena itu, beberapa variasi dari data histori dan statistik yang dimodelkan diharapkan mampu menghasilkan data secara time series. Statistik orde tinggi, yang membawa sifat dan pola skew, dapat dihitung dari simulasi time series disagregasi, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan data histori untuk mengobservasi kinerja model. Koutsoyiannis (2003) mengilustrasikan struktur disagregasi seperti pada Gambar 2.1. Skala waktu level tinggi diwakili oleh data periode harian dan skala waktu level rendah diwakili oleh data yang merupakan sub periode harian 8
berupa jam-jaman. Periode dan sub-periode krjadian hujan ini merupakan suatu deret waktu yang dipengaruhi oleh satu kejadian sebelumnya.
Periode Sub- Periode
waktu awal
skala waktu level tinggi
1
1
2
β¦
2
k
i
(i-1)k
k+1
i+1
(i-1)k+2
ik
ik+
1 (i-1)k+1
Skala waktu level rendah
Sumber: (Koutsoyiannis, 2003) Gambar 2.1. Struktur model disagregasi Berkaitan dengan penelitian model disagregasi hujan temporal ini, kajian pustaka dan teori yang mendasari dapat disusun dalam bagan alir yang dituangkan dalam tulang ikan pada Gambar 2.2. Selanjutnya, uraian secara lengkap untuk masing-masing teori dijelaskan pada masing-masing sub bab berikut. Kajian model time series (TS) Identifikasi model TS
Pemilihan model TS
Kajian Prosedur Bayesian
Kajian Komputasional untuk penaksiran parameter
Marginalisasi Full Conditional
Pola Distribusi Prior
MCMC
Pemodelan Disagregasi Hujan Bayesian Temporal
Gibbs sampler
Pola Distribusi Posterior
series Adjusting prosedur Binary Dummy Kajian Pengembangan struktur model
Symmetrical pattern Uji signifikan parameter
MRSE Bias
Kajian & Pengembangan Distribusi parameter model
MAE
Kajian evalusi pemilihan model
Gambar 2.2. Bagan alir kajian literatur berkaitan dengan ruang lingkup penelitian 9
2.2. Model Time Series Hujan Model deret berkala (time series) ini dibangun dari model matematika untuk membangkitkan data sintetik. Berbagai cara mengidentifikasi dan tipe model deret waktu dibahas secara detail dalam sub bab berikut: 2.2.1. Fungsi Autokorelasi Dan Fungsi Autokorelasi Parsial Koefisien autokorelasi dan parsial autokorelasi adalah suatu alat pokok untuk mengidentifikasi pola data deret waktu. Koefisien autokorelasi ini adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan waktu ke t yang dinotasikan dengan Zt dengan waktu-waktu sebelumnya (dinotasikan dengan Zt-1, Zt-2, β¦Zt-k). Nilai fungsi autokorelasi suatu deret waktu Z1, Z2,β¦Zk, ππ = ππ = πΆπππ(ππ‘ , ππ‘βπ ), adalah seperti pada persamaan (2-1) sampai dengan (2-3) (Iriawan, Suhartono, Atok, 2008): ππ = =
πΆππ£ ππ‘ ,ππ‘ βπ πππ ππ‘ π£ππ π(π‘βπ ) πβπ π‘β1
=
πΎπ
(2-1)
πΎ0
π1 β π ππ‘βπ β π π 2 π‘β1 π1 β π
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara Zt dan Zt-k apabila pengaruh dari selang (lag) waktu ke 1, 2, 3, 4,β¦, k-1, dianggap terpisah. Fungsi autokorelasi parsial adalah suatu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke t dan waktu-waktu sebelumnya. Nilai autokorelasi parsial dapat diperoleh dari persamaan berikut: π·ππ = πΆπππ(ππ‘ , ππ‘βπ |ππ‘β1 , ππ‘β2 , β¦ , ππ‘βπ+2 ) (2-2) Nilai π·ππ dapat ditentukan melalui persamaan Yule-Walker (Iriawan, Suhartono, Atok, 2008) dan hasilnya adalah sebagai berikut: π·ππ =
ππ 1β
πβ1 π β1 π· πβ1 π πβπ πβ1 π β1 π· πβ1.π π π
, dengan j = 1,2,β¦, k-1
(2-3)
2.2.2. Model Autoregresi (AR(1)) Model AR merupakan salah satu bentuk model time series stasioner, dengan bentuk regresi yang menghubungkan nilaiβnilai saat ini Y dengan sebelumnya Y pada masing-masing perubah dengan time lag atau selang waktu yang bervariasi (Box dan Jenkins, 1976). Asumsi pada proses hidrologi ini nilai Y mewakili data hujan. Bentuk umum model AR orde p atau AR(p) diberikan pada persamaan (2-4) (Iriawan, Suhartono dan Atok, 2008). ππ‘ = π·1 ππ‘β1 + π·2 ππ‘β2 + β― + π·π ππ‘βπ + ππ‘
(2-4)
atau 1 β π·1 π΅ β π·2 π΅2 β β― β π·3 π΅3 ππ‘ = ππ‘
10
(2-5)
(2-6)
π·π (π΅)ππ‘ = ππ‘ dengan (π·π π΅) = (1 β π·1 π΅ β π·2 π΅2 β β― β π·π π΅π ),
(2-7)
ππ‘ = ππ‘ β Β΅, Β΅ adalah rata-rata dari Yt, ππ‘ adalah suatu proses white noise pada waktu ke t yaitu yang diasumsikan mempunyai rata-rata nol dan ragam konstan Ο2 π dan π·1 , π·2 , β¦ , π·π , adalah koefisien autoregresive ke orde ke p. Model AR(1) terjadi bila p=1 sehingga persamaannya menjadi: ππ‘ = Β΅ + π·1 ππ‘β1 β Β΅ + ππ‘
(2-8)
2.2.3. Model Periodik Autoregresi (PAR-1) Model ini mengasumsikan bahwa proses kejadian hujan berulang secara teratur setelah setiap Ο periode, diwakili oleh ππ,π dimana Ξ½ mendifinisikan tahun dan Ο mendifinisikan musiman, misalnya Ο = 1,..,Ο, dan Ο adalah jumlah musim pada tahunnya. Perluasan model PAR ini dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan (2-9) (Maidment, 1992): ππ ,π = Β΅Ο + π·1,π ππ,πβ1 β Β΅πβ1 + ππ ,π (2-9) Orde rendah model PAR seperti persamaan (2-9) telah digunakan dalam pemodelan hidrologi. 2.3.4. Penaksiran Parameter Model Periodik PAR(1) Langkah yang harus dilakukan dalam penaksiran parameter model PAR(1)24 adalah menentukan fungsi kepadatan peluang dan fungsi likelihoodnya (Iriawan, Suhartono, Atok, 2008). A.
Fungsi Kepadatan Peluang Fungsi kepadatan peluang untuk data hujan jam-jaman (yt) adalah: π ππ‘ , β
0 , β
1, β
2 , π =
1 π 2π
π
1 π π‘ β(β
0 +β
1 π π‘β1 +Ξ¦2 π π‘β24 2 2 π
β
(2-10)
β
0 dan β
1 = sebagai koefisien autoregresif Ξ¦2 = sebagai koefisien autoregresif musiman π = sebagai variasi time series B.
Fungsi Likelihood Dalam menentukan fungsi likelihood faktor yang berpengaruh adalah sampel data dan fungsi kepadatan peluangnya dari populasi. Jika populasi tersebut berupa Y1i, Y2i, β¦, YTi. dan fungsi kepadatan peluangnya π πππ‘ , β
0 , β
1, β
2 , π maka fungsi likelihood pada orde p=1 dan P=1 (p=orde AR non musiman, P=orde AR non musiman) adalah: πΏ(π1 , π2 , β¦ , ππ ) = π ππ‘ , β
0 , β
1, β
2 , π , β¦ , π ππ , β
0 , β
1, β
2 , π (2-11) Misalkan ππ‘ = ππ‘ β (β
0 +β
1 ππ‘β1 + Ξ¦2 ππ‘β24 ) maka fungsi log likelihoodnya dapat ditulis sebagai berikut:
11
π
1
π
2
π‘ π log πΏ π π1 , π2 , β¦ , ππ = β logβ‘ (2ππ 2 ) β (2-12) 2 2 π‘=1 π Dari (2-12) diturunkan secara parsial terhadap π³0, π³1, dan π³2 masing-masing disama dengankan nol serta diselesaikan secara simultan akan diperoleh estimasi π³0, π³1, dan π³2.
2.3. Prosedur Adjusting Adjusting merupakan metode untuk memodifikasi hasil bangkitan data level rendah agar data tersebut konsisten terhadap data level di atasnya dan secara simultan tidak mempengaruhi struktur stokastik dari model tersebut. Koutsoyiannis (1994); Koutsoyiannis dan Manetas (1996) telah menggunakan prosedur ini pada disagregasi univariate dan multivariate untuk model hujan. Asumsi yang digunakan untuk masing-masing variabel dapat dinyatakan sebagai berikut: variabel level tinggi dari series data hujan harian hasil observasi dinyatakan dengan Zp, (p=1,2, β¦) dan untuk variabel level rendah berupa data series hujan jam-jaman secara sintetis dinyatakan dengan πs, (s=1,2, β¦) dari hasil bangkitan model hujan. Modifikasi data hujan hasil adjusting dinyatakan dengan Ys,(s=1,2, β¦). Pendekatan prosedur adjusting yang digunakan untuk mendapatkan konsistensi data antara skala level rendah dan skala level di atasnya adalah dengan: (1) meminimalkan nilai kesalahan hasil penjumlahan variabel level rendah terhadap variabel level tinggi. (2) menjaga kondisi distribusi secara statistik pada level rendah yang dihasilkan. (3) menggunakan pengulangan resampling untuk memperbaiki nilai statistik, jika hasil dari proses adjusting yang telah dilakukan belum mendapatkan nilai statistik yang bagus. Salah satu cara dalam adjusting adalah prosedur proporsional. Prosedur ini aplikasinya paling sederhana diantara metode lainnya. Penggunaan metode ini memiliki keuntungan antara lain: a. dapat secara pasti menjaga distribusi data yang lengkap untuk variabel Ys yang terikat dengan distribusi gamma 2-parameter dan parameter skala pada umumnya. b. memberikan pendekatan yang bagus untuk variabel terikat dengan distribusi gamma. c. tidak menghasilkan nilai Ys negatif. Prosedur ini digunakan untuk modifikasi bangkitan nilai awal (ππ ) untuk mendapatkan nilai Xs yang di adjusting. Koutsoyiannis dan Manetas (1996) menggunakan persamaan: ππ =
ππ π π =1 ππ
π
(2-13)
π = 1, β¦ , π
dengan Z adalah variabel level tinggi dan k adalah jumlah variabel level rendah dengan satu periode level yang lebih tinggi.
12
2.4. Prosedur Filtering Proses filtering digunakan untuk model hujan point process oleh Yue dan Hashino (2001) dengan mempertimbangkan filtering sebagai bentuk binomial. Selanjutnya Yeboah (2005) menggunakan proses binary ( berdasarkan urutan kelompok saat terjadi hujan dan saat tidak ada hujan) untuk membangun model stokastik disagregasi, dimana proses binary ini di bangun dari model Bartlet Lewis. Mempertimbangkan kedua penelitian di atas, untuk memperbaiki respon model supaya menghasilkan nilai hujan nol bila tidak terjadi hujan dan positif bila teradi hujan maka proses binary akan diaplikasikan pada penelitian ini. Model binomial sederhana digunakan untuk mengestimasi proporsi populasi yang tidak diketahui dari deret data y1,β¦, yn, dimana masing-masing data ini dapat berupa 0 atau 1. Melalui proses binomial pada akhirnya dapat digambarkan distribusi binomialnya. Distribusi binomial menyajikan sebuah model alami untuk seri data sebanyak n percobaan atau dari suatu populasi dalam jumlah banyak yang masingβmasing percobaan menghasilkan dua kemungkinan hasil yang secara konvensional ditandai dengan gagal atau sukses. Contoh gambaran kasus yang mudah untuk difahami adalah kasus terjadinya hujan. Data series hujan selalu menggambarkan kondisi data binomial. Respon data hujan ini dalam bentuk binary yang mengindikasikan kondisi terjadi hujan Y = 1 dan tidak terjadi hujan Y= 0 yang dapat didefinisikan: π¦π =
1 jika tidak terjadi hujan 0 kejadian sebaliknya
yi merupakan realisasi dari variabel acak dari Yi yang nilainya dapat diwakili oleh 1 atau 0 dengan probabilitas π³ dan 1-π³. Bentuk formula dari probabilitas distribusi fungsinya dapat ditulis sebagai berikut (Carlin et. al., 2003): π = π¦ π³ π = π΅ππ π¦ π, π³ = ππ¦ π³ π¦ 1 β π³ πβπ¦ ,
(2-14) dengan: y = total kejadian hujan dari sebanyak n pengamatan. π³ = parameter yang mewakili proporsi kejadian hujan. Dua fungsi indikator binary ini tersedia dalam paket program WinBUGS. Persamaan yang digunakan dalam perintah pemrogramannya untuk membandingkan dua nilai yang menghasilkan satu jika mempunyai dua nilai yang sama dan lainnya adalah nol (Ioannis, 2009): π < βπππ’πππ (π₯, π§) β π¦ β
0 ππ π₯ β π§ 1 ππ π₯ = π§
Perintah lain untuk mengontrol apakah node itu positif atau negatif, menghasilkan nilai satu atau nol jika pernyataan ini benar atau salah dapat ditulis sebagai berikut (Ioannis, 2009). π < βπ π‘πππ (π₯) β π¦ β
0 ππ π₯ < 0 1 ππ π₯ β₯ 0
13
2.5.
Distribusi Data Kontinyu Langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan pemodelan adalah mengetahui distribusi statistik dari pengelompokkan suatu data. Distribusi statistik suatu data dapat diketahui dari feature keberadaan outliers pada masingmasing atribut di dalam suatu kelompok data. Beberapa distribusi kontinyu yang akan digunakan dalam pemodelan hujan pada penelitian ini adalah: 2.5.1. Distribusi Normal Distribusi normal dicirikan dengan bentuk kurva fungsi densitas probabilitasnya berupa lonceng. Fungsi densitas probabilitas dengan parameter Β΅ dan Ο dinyatakan dengan (Evans, Hastings, dan Peacock, 1993): π π¦ =
1 2ππ
π
π¦ βπ 2 2π 2
(2-15)
dengan : rata-rata -β<Β΅<β, standar deviasi Ο>0, -β β€ y β€ β, dan nilai π = 3,14 2.5.2. Distribusi Ekponensial Distribusi ekponensial merupakan distribusi kontinyu yang dicirikan dengan memori yang terbatas. Fungsi probabilitas distribusinya adalah (Evans, Hastings, dan Peacock, 1993): (2-16) π π¦ = ππ βπ¦π dengan : y > 0, rata-rata 1/Ξ», dan varian 1/π 2 2.6.
Model Bayesian Dalam teori estimasi, dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan statistika klasik dan pendekatan statistika Bayesian. Statistika klasik sepenuhnya mengandalkan proses inferensia pada data sampel yang diambil dari populasi. Sedangkan statistika Bayesian, disamping memanfaatkan data sampel yang diperoleh dari populasi juga memperhitungkan suatu distribusi awal yang disebut prior. Inferensi statistik dengan pendekatan statistika Bayesian berbeda dengan pendekatan statistika klasik. Pendekatan statistika klasik memandang parameter ο± sebagai parameter yang bernilai tetap. Sedangkan pendekatan statistika Bayesian memandang parameter ο± sebagai variabel random yang memiliki distribusi, disebut distribusi prior. Dari distribusi prior selanjutnya dapat ditentukan distribusi posterior sehingga diperoleh estimator Bayesian yang merupakan mean atau modus dari distribusi posterior. Informasi yang diketahui tentang parameter ο± sebelum pengamatan dilakukan disebut sebagai prior ο± atau p( ο± ). Selanjutnya untuk menentukan distribusi posterior ο± , yaitu p( ο± x ) didasarkan pada aturan probabilitas dalam teorema Bayes sebagai berikut: p (ο± x) ο½
(2-17)
f ( x ο± ) p (ο± ) f ( x)
14
dengan:
π π₯ = πΈ(π π₯ π =
π π₯ π π π ππ π π₯π π π
jika π kontinyu jika π diskrit
f (x) akan bernilai konstanta yang disebut sebagai normalized constant (Carlin et. al., 2003). Selanjutnya persamaan (2-16) dapat ditulis menjadi: (2-18)
p(ο± x) ο΅ f ( x ο± ) p(ο± )
Persamaan (2-22) menunjukkan bahwa posterior adalah proporsional terhadap likelihood dikalikan dengan prior dari parameter model. Berdasarkan teorema Bayes, informasi awal yang digunakan sebagai distribusi prior dan informasi sampel yang dinyatakan dengan fungsi likelihood dikombinasikan untuk membentuk distribusi posterior. Box dan Tiao (1973) menyatakan ada beberapa tipe distribusi prior yang dikenal dalam metode Bayesian. Salah satu metode yang digunakan dalam menentukan distribusi prior dalam penelitian ini adalah Conjugate prior. 2.7. Markov Chain Monte Carlo (MCMC) Metode Markov Chain Monte Carlo (MCMC) memudahkan permodelan yang cukup kompleks sehingga dianggap sebagai suatu tembusan dalam penggunaan analisis Bayesian (Carlin dan Chib, 1995). Ada beberapa teknik yang tersedia untuk integrasi numerik, dan sebagian besar metode yang ada sangat berhubungan dengan ide yang ada pada integral Monte Carlo yaitu sebuah teknik integrasi yang dapat dilakukan untuk memperoleh sebuah nilai harapan (expectation). Dalam bentuk yang sederhana dapat dituliskan : π π
π π₯ π π₯ ππ₯ β
1 π
π π=1 π
(2-19)
π₯π
dengan nilai x1, x2,...,xn dapat diperoleh secara bebas pada kepadatan p(x) dalam interval (a,b). Dalam bentuk yang paling sederhana dapat menggunakan distribusi uniform (a,b). Pada analisis Bayesian, penggunaan MCMC dapat mempermudah analisisnya, sehingga keputusan yang diambil dari hasil analisis akan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Ada dua kemudahan yang diperoleh dari penggunaan metode MCMC pada analisis Bayesian (Iriawan, 2001). Pertama, metode MCMC dapat menyederhanakan bentuk integral yang komplek dengan dimensi besar menjadi bentuk integral yang sederhana dengan satu dimensi. Kedua, dengan menggunakan metode MCMC, estimasi densitas data dapat diketahui dengan cara membangkitkan suatu rantai Markov yang berurutan sebanyak N yang cukup besar. 2.8. Gibbs Sampling Salah satu pendekatan MCMC adalah dengan metode Gibbs Sampling. Gibbs Sampling merupakan teknik untuk membangkitkan variabel acak dari distribusi marginal secara tidak langsung tanpa harus menghitung densitasnya. Dengan menggunakan Gibbs Sampling, penghitungan yang sulit dapat dihindari (Casella dan George, 1992). 15
Gibbs Sampling tidak menghitung atau menaksir f(x) sebagai suatu densitas marginal dari suatu densitas gabungan beberapa parameter/variabel secara langsung, tetapi dilakukan dengan membangkitkan sampel x1, x2, β¦, xm~ f(x) dari suatu distribusi full conditional (Iriawan, Suhartono, Atok, 2008). Dengan melakukan simulasi terhadap sejumlah besar sampel m, β dengan teorima strong law of lack number, maka rata-rata, varians atau karakteristik dari f(x) yang lainnya dapat dihitung dari tingkat akurasi yang dikehendaki. 2.9. Uji Signifikansi Parameter Cara lain untuk menarik kesimpulan hasil penaksiran parameter dapat dilakukan dengan uji signifikansi parameter. Secara umum, misalkan π³ adalah parameter pada suatu model dan π³ adalah nilai hasil taksiran dari parameter tersebut, serta se π³ adalah standart kesalahan dari nilai taksiran, maka uji signifikansi parameter dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut (Iriawan, Suhartono, Atok, 2008). 1. Penentuan hipotesis. Hipotesis yang digunakan adalah Ho : π³ =0 dan H1 : π³ β 0 2. Penentuan statistik uji. Statistik uji yang layak digunakan adalah statistik uji t sebagai berikut. π‘=
π³ π π π³
3. Penentuan penolakan daerah hipotesis. Hipotesa NULL akan ditolak jika π‘ > π‘πΌ ;ππ = πβπ π 2
2.10.Evaluasi Model. Model dikatakan baik apabila model tersebut akurasinya bagus dan memenuhi kriteria dari pemodelan. Penentuan akurasi model terbaik dapat diukur berdasarkan besarnya nilai error yang dihasilkan antara hasil simulasi model terhadap data observasi. Nilai hasil simulasi model atau peramalan dapat dinyatakan dengan ππ ππ (π) untuk periode waktu peramalan ke i, i =1,2,3,β¦, n, dan nilai observasi dapat dinyatakan dengan ππππ π dengan periode yang sama. Nilai rata-rata dari peramalan dan observasi pada periode yang sama dalam Maidment (1992) dapat didefinisikan: Mean square error : MSE =
1
π π=1
π
[ππ ππ (π) βππππ π ]2
Root mean square error : RMSE = (MSE)0.5 Mean Absolute Error : MAE = R squared =π
2 =
1 π
1 π
1 π
π π=1 ππππ
π π=1
π 2 2 π=1 ππππ βππππ
(2-21)
ππ ππ π β ππππ (π)
π ππ ππ π βππππ ππ ππ 1 π
π 2 2 π=1 ππ ππ βππ ππ
16
(2-20)
(2-22)
2
(2-23)
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Data Penelitian model disagregasi hujan Bayesian temporal ini dilakukan DAS Sampean Kabupaten Bondowoso (lihat Gambar 3.1.). Secara geografis DAS ini terletak antara 7Β°70β - 8Β°00β Lintang Selatan dan antara 113Β°60β-114Β°12β Bujur Timur. Kondisi topografi DAS ini relatif menyerupai, dataran tinggi, dengan elevasi antara 150 β 1.250 meter dari permukaan air laut. Kondisi kemiringan lahannya, dari seluruh luas lahan, 61,72 persen mempunyai ketinggian 150-500 meter di atas permukaan laut, 22,17 persen mempunyai ketinggian 500-1000 di atas permukaan laut dan 10,11 persen berada pada ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Gambar 3.1 . Peta DAS Sampean Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap. Pertama adalah Pemodelan disagregasi hujan dan kedua adalah ilustrasi aplikasi model hujan-aliran dengan 17
menggunakan input data hujan hasil disagregasi. Pemodelan data hujan menggunakan data hujan dari stasiun hujan Sentral, dimana pada Stasiun tersebut memiliki alat ukur hujan harian dan jam-jaman. Data hujan jam-jaman dan harian periode tahun 2005-2008 digunakan untuk membangun model. Data hujan jam-jaman dan harian tahun 2009 digunakan untuk validasi model. Selanjutnya pengujian dan aplikasi model disagregasi hujannya pada pemodelan hujan aliran dilakukan di salah satu sub DAS Sampean yaitu di sub DAS Tenggarang. Sub DAS Tenggarang ini memiliki luas wilayah (348 km2) seperti Gambar. 3.1, dengan outlet di AWLR Tenggarang. Analisis data dengan berbagai metode statistik yang ada bertujuan untuk melihat karakteristik data. Tahapan dari analisis data ini meliputi: diskriptif dan klasifikasi data, pola kecenderungan, dan analisis kolerasi antara satu data dengan yang lain. 3.2. Metode Penelitian Pemodelan Disagregasi Hujan Metode penelitian pemodelan disagregasi hujan dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap proses pemodelan dan tahap evaluasi model. Tahap pertama meliputi: identifikasi data time series, identifikasi struktur model hujan temporal (time series), running model, dan verifikasi model. Tahap kedua adalah validasi model. Secara skematis bagan alir penelitian digambarkan dalam (Gambar 3.2) dan lebih rincinya diuraikan sebagai berikut: 3.2.1. Proses Pemodelan Disagregasi Hujan 3.2.1.1. Identifikasi data Time Series dan Uji Diagnostik Model Identifikasi model ini bertujuan untuk mendapatkan model time series yang sesuai. Langkah yang dilakukan adalah: 1) Menganalisis data hujan, meliputi plot stasioneritas data hujan, plot ACF dan PACF. 2) Melakukan differencing apabila data hujan belum stasioner dalam rata-rata atau melakukan transformasi Box-Cox jika data belum stasioner dalam varian. 3) Mengidentifikasi model setelah dilakukan plot dan differencing. 4) Penaksiran dan pengujian parameter model. 5) Menguji apakah residual telah memenuhi white noise dan berdistribusi normal. 3.2.1.2. Identifikasi Struktur Model Hujan Time Series Secara sederhana yang dilakukan untuk memodelkan data hujan temporal (time series) ini dibagi dalam dua langkah. Pertama, Persiapan Pemodelan Hujan Time Series menggunakan pendekatan Bayesian dengan program WinBUGS 1.4. Kedua, menerjemahkan Doodle WinBUGS 1.4 ke dalam kode program. 3.2.1.2.1 Persiapan Pemodelan Hujan Time Series Langkah yang dilakukan untuk persiapan pemodelan hujan time series dengan menggunakan program WinBUGS 1.4 diuraikan sebagai berikut:
18
a) Membangun struktur model hujan time series dan pengembangannya seperti Gambar 3.2 yang menggunakan metode Bayesian dengan mengimplementasikan MCMC. Proses membangun struktur model time series diperlukan full conditional distribusi dari setiap porterior parameter dan secara iteratif dengan algoritma gibbs sampler, MCMC akan menaksir parameter. Langkah yang dilakukan dalam pembentukan struktur model adalah menentukan fungsi likelihood data dan menentukan distribusi conjugate priornya. b) Menyusun implementasi model dalam bentuk Doodle WinBUGS 1.4. STRUKTUR MODEL Model Time Series PAR(1)24 musiman Model Time Series PAR(1)24 + prosedur adjusting Model Time Series PAR(1)24 + filtering Model Time Series PAR(1)24 + prosedur adjusting + filtering
Estimasi parameter menggunakan pendekatan Bayesian MCMC Mensimulasi model menggunakan Gibbs sampling
Gambar 3.2. Membangun struktur model Bayesian time series 3.2.1.2.2. Menerjemahkan Doodle WinBUGS 1.4 ke dalam Kode Program Menerjemahkan Doodle WinBUGS 1.4 ke dalam kode program, kemudian menyusun input data sesuai strukturnya dan menyusun inisial model yang sesuai. Langkah yang dilakukan dalam proses menjalankan model adalah: a) Menggunakan alat bantu spesifikasi model dalam program WinBUGS 1.4. untuk melakukan: pengecekan terhadap syntax kode model, data loading, compiling model, menyusun inisial model, dan menentukan jumlah iterasi MCMC untuk proses pembangkitan b) Menyusun parameter model yang akan di estimasi. c) Melakukan updating data parameter dengan metode MCMC dalam program WinBUGS 1.4. d) Menganalisis hasil estimasi parameter. Struktur Model Hujan Time Series terbaik ini dicapai dengan memberi perlakuan pada model PAR(1)24 seperti Gambar 3.2. Proses yang dilakukan secara bergantian dengan mengkaji kekurangan dan kelebihan model bangkitan untuk masing-masing model dengan pemberian perlakuan sampai didapatkan model terbaik. Indikator bangkitan model terbaik akan dievaluasi melalui nilai perhitungan tingkat kesalahannya. 19
3.2.2. Menguji Keandalan Model Keandalan model hujan Bayesian temporal ini akan diuji melalui kalibrasi dan validasi model dengan menggunakan data hujan out sampler. Kalibrasi model yang dimaksudkan disini adalah melakukan penyesuaian parameter model. Sedangkan validasi (penaksiran) model ini bertujuan untuk menguji ketepatan model yang telah dibuat sehingga siap diimplementasikan untuk data pada waktu yang berbeda. Pendekatan yang dilakukan dalam proses validasi ini adalah dilakukan dengan menguji kesesuaian antara perilaku model dengan perilaku data observasi. Proses penaksiran model ini dilanjutkan dengan menggunakan program MATLAB degan tujuan untuk memudahkan proses pembangkitan model. Proses pentransferan perintah dari WinBUGS ke MATLAB dengan menggunakan toolbox Matbugs. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan Penaksiran model ini adalah: 1) Melakukan proses penaksiran parameter dengan menjalankan model pada WinBUGS, 2) Pentransferan program dari WinBUGS ke MATLAB melalui toolbox Matbags. Pentransferan program ini dilakukan terhadap model sampai dengan perilaku-perilaku lainnnya. 3) memasukkan parameter dan data hujan dapat dilakukan dengan 2 cara: a. Secara manual dengan memasukkan nilai parameter yang dihasilkan dari langkah 1 dan data hujan jam-jaman (y) dan harian (z) atau, b. Secara otomatis melalui pentransferan seperti proses yang dilakukan pada langkah 2. 4) Menjalankan model pada program Matlab. 5) Evaluasi output model dilakukan berdasarkan hasil nilai kesalahan yang dihasilkan dan selanjutnya dilakukan interpretasi terhadap model. 3.3. Aplikasi Model Hujan-Aliran Aplikasi model disagregasi hujan Bayesian temporal ini akan dicobakan terhadap satu model hujan aliran HEC-HMS pada sub DAS Tenggarang di DAS Sampean. Sebelum model hujan-aliran siap untuk aplikasi terlebih dahulu dilakukan kalibrasi antara debit observasi terhadap debit hasil bangkitan dari data hujan observasi. Kinerja aplikasi model diukur berdasarkan besarnya tingkat kesalahan yang dihasilkan dengan membandingkan antara hasil simulasi model hujan aliran dengan input disagregasi terhadap hasil input data hujan observasi. Tahapan pemodelan hujan aliran ini adalah sebagai berikut. 3.3.1. Pemilihan Sistem Komponen Pemodelan Proses ini dilakukan dengan memilih komputasi pemodelan yang digunakan meliputi: precipitation, volume runoff, direct runoff (overland flow dan interflow) dan baseflow-nya. 3.3.2. Set-up Parameter Model Model di set-up dengan menentukan nilai parameter berdasarkan informasi yang tersedia berdasarkan hasil pengukuran lapangan (survei).
20
3.3.3. Running Model Berdasarkan pengaturan parameter model dan input data hujan resolusi tinggi (observasi dan hasil disagregasi) serta luasan DASnya maka pemodelan dapat dikerjakan. Input data hujan diambil untuk mewakili kejadian pada saat terjadi tinggi hujan yang relatif tinggi dalam satu bulan. 3.3.4. Kalibrasi/ Optimalisasi Desain Model Hujan Aliran Kalibrasi disini dimaksudkan untuk membandingkan besar debit banjir hasil simulasi dari running model terhadap debit banjir observasi (dari hasil pencatatan alat pengukur debit di lapangan) pada waktu yang sama. Hasil kalibrasi berisi ukuran-ukuran dari parameter tunggal yang diambil dari satu lokasi. Dalam penelitian ini, proses kalibrasi dilakukan sampai didapatkan selisih kesalahan antara debit observasi terhadap debit hasil simulasi model mencapai nilai selisih terkecil. 3.3.5. Aplikasi Model Hujan Hasil Disagregasi Setelah hasil kalibrasi model hujan-aliran dari hasil bangkitan hujan observasi jam-jaman ini mencapai optimal, maka pemodelan hujan aliran tersebut siap untuk diberi input model hujan hasil disagregasi. Mulai
PROSES PEMODELAN HUJAN
Persiapan input data Identifikasi Data Time Series Identifikasi Struktur Model Hujan Temporal (Time Series) Running Model
T
Apakah parameter signifikan?
Y Apakah kesalahan model minimal?
T
PROSES VALIDASI MODEL HUJAN
Y Output Data hujan Disagregasi
Gambar 3.3. Bagan alir pemodelan hujan disagregasi
21
PROSES PEMODELAN HUJAN ALIRAN
Mulai
Output data hujan disagregasi
Skematisasi Model hujan-aliran Setup parameter Running model
T Apakah kesalahan model sudah minimal?
Y Plot Heydrograph
T Gambar 3.4. Bagan alir aplikasi model model hujan aliran
22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Hujan Karakteristik hujan ini akan mendiskripsikan variabel tinggi hujan dan durasi ditinjau berdasarkan keragaman dari rata-rata, varians, struktur korelasi temporal (autocorrelation) dan proporsi interval kering hujan di stasiun Sentral, korelasi data hujan jam-jaman terhadap data hujan harian di stasiun Sentral, dan distribusi tinggi hujan jam-jaman di stasiun Sentral 4.1.1. Variasi dari Rata-Rata, Varians, Struktur Korelasi Temporal dan Proporsi Interval Kering Hujan di Stasiun Sentral Analisis deskriptif dari deret waktu hujan jam-jaman di Stasiun Sentral didasarkan pada Tabel 4.1. Hasil pengelompokkan data hujan berdasarkan bulannya menunjukkan bahwa didapatkan nilai rata-rata tinggi hujan, varians, kemencengan, struktur korelasi temporal dan nilai proporsi interval kering dengan posisi nilai rata-rata berturut turut 0,18 mm, 2,18 mm2, 0,8016 mm, dan 0,96. Berdasarkan nilai proporsi interval kering menunjukkan bahwa bulan kering terjadi ketika nilainya pada posisi di bawah rata-ratanya dan bulan basah terjadi ketika nilainya pada posisi di atas rata-rata. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bulan kering terjadi pada bulan Mei sampai dengan Nopember dengan rata-rata tinggi hujan berkisar dibawah 0.21 mm. Sebaliknya pada bulan basah terjadi pada bulan Desember sampai dengan April dengan rata-rata tinggi hujan berkisar diatas 0,21 mm. Rata-rata tinggi hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari dan rata rata tinggi hujan terendah terjadi pada bulan Juli. Tabel 4.1. Variasi dari rata-rata, varians, struktur korelasi temporal dan proporsi interval kering data hujan jam-jaman di stasiun Sentral. Bulan
Sat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Rata-rata
Ratarata mm 0,33 0,43 0,42 0,21 0,02 0,05 0,01 0,01 0,01 0,18 0,08 0,35 0,18
Varians mm2 4,50 5,35 5,70 2,03 0,16 0,62 0,06 0,05 0,06 2,75 0,80 4,08 2,18
Kemencengan 10,97 9,84 10,29 8,47 29,43 21,15 30,71 29,53 26,46 13,61 14,54 10,03
Struktur korelasi temporal mm2 1,5106 1,8564 2,0579 0,6949 0,0178 0,2678 0,0234 0,0268 0,0162 1,4486 0,1519 1,5515 0,8016
Sumber: Hasil olah data hujan-jam-jaman, 2009 23
Proporsi interval kering 0,93 0,89 0,90 0,95 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00 0,97 0,97 0,91 0,96
Tabel 4.1 menunjukkan nilai rata-rata dari data hujan jam-jaman lebih kecil dari pada nilai variansnya. Hal ini berarti bahwa distribusi hujan bersifat menceng (skew). Hasil perbandingan nilai yang bagus didapat pada bulan Desember, dimana memiliki rata-rata hujan dan struktur korelasi temporal yang tinggi dengan varians tidak begitu tinggi kalau dibandingkan dengan bulan Januari, Februari, Maret yang sama-sama memiliki rata-rata tinggi hujan cukup tinggi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada bulan Desember memiliki ciriciri kondisi hujan yang relatif seragam. Dari pertimbangan angka-angka tersebut, maka data hujan bulan Desember akan dipilih untuk mensimulasi model hujan. Juga dari penelitian yang dilakukan oleh Hidayah et.al. (2010a). memperkuat pemilihan bulan Desember sebagai input data simulasi bahwa hasil optimasi parameter model Bartlet Lewis Rectangular Pulse pada bulan ini memiliki nilai kesalahan yang paling kecil jika dibanding bulan-bulan yang lain. 4.1.2. Korelasi Data Hujan Jam-Jaman Terhadap Data Hujan Harian Observasi di Stasiun Sentral Korelasi total data hujan jam-jaman dalam sehari terhadap data hujan harian hasil pencatatan lapangan (observasi) ini menunjukkan tingkat keakuratan pencatatan data. Uji korelasi ini dilakukan terhadap data hujan berdasarkan pencatatan tahun 2005-2008 pada stasiun Sentral. Hasil pengeplotan data menunjukkan bahwa perbandingan antara tinggi hujan harian terhadap jamjaman memiliki koefisien korelasi yang signifikan dengan nilai R 2 = 0,9968 dan persamaan liniernya y = 1.013x - 0.0385 seperti Gambar 4.3, sehingga stasiun Sentral ini dapat digunakan sebagai referesi model bangkitan hujan. 140
y = 1.013x - 0.038 RΒ² = 0.996
Harian Observasi (mm)
120 100 80 60 40 20 0 -20
0
20
40
60
80
100
120
140
Tot.Jam-jaman Observasi (mm)
Gambar. 4.1. Perbandingan antara hujan harian dan total jam-jaman pada tahun 2004-2008 di Stasiun Sentral
24
4.1.3. Distribusi Tinggi Hujan Jam-Jaman di Stasiun Sentral Hasil uji goodness of fit dengan Anderdson Darling terhadap data tinggi hujan jam-jaman dari bulan Januari sampai dengan Desember pada tahun 20052008 bentuk distribusinya cenderung ekponensial. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 4.2 histogram pada bulan Desember, dimana pola datanya tidak menyebar dan cenderung membentuk huruf J. Kondisi seperti ini tentu dipengaruhi oleh karakteristik hujan yang relatif tinggi pada satu interval dan banyaknya nilai nol atau kondisi tidak hujan. Probability Density Function 1 0.9 0.8
f(x)
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
4
8
12
16
20
Histogram
Gamma
24
28
32
36
x
Gambar 4.2. Histogram data tinggi hujan pada bulan Desember 4.2. Pemodelan Hujan Time Series 4.2.1. Identifikasi Model Time Series Hasil plot fungsi Partial Autocorrelation (PACF) pada Gambar 4.3. mengindikasikan bahwa pola PACF turun setelah lag 1 pada π·1 positif dan negatif secara bergantian. Nilai statistik T pada selang 24 jam berkorelasi positif yang melebihi selang kepercayaan saat digunakan β = 0,05 ( nilai T jatuh pada daerah penolakan). Nilai lag ke 24 yang signifikan pada PACF mengindikasikan bentuk Musiman atau periodik 24 jam. Hasil pemeriksaan PACF dengan Minitab 14 maka metode yang sesuai untuk mendisagregasi data hujan ini adalah Periodik autoregresi(1)24 atau disingkat dengan PAR (1)24.
Gambar 4.3. Hasil Plot PACF untuk data hujan harian 25
4.2.2. Struktur Model PAR (1)24 dengan Prosedur Adjusting dan Filtering Dari hasil pemeriksaan PACF dengan Minitab 14, metode yang sesuai untuk mendisagregasi data hujan ini adalah PAR (1)24. Proses dalam memodelkan ini menggunakan alat bantu WinBUGS 1.4. seperti tercantum pada Doodle Gambar 4.4. Doodle ini menggambarkan struktur model dalam nodenode dan dihubungkan oleh garis-garis yang menyatakan keterkaitan fungsional antar node. a
c
b
y1[i] mu[i]
filtering[i]
y24[i] e[i] mub[i]
mua[i]
abserr[i]
mae
y[i]
x[i]
err[i] for(i IN (h-1)*24+1 : h*24) zc[h]
za[h] d[h]
zb[h] delta[h] for(h IN 1 : M)
Gambar 4.4. Doodle Model PAR (1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering Struktur model disagregasi hujan ini dibangun berdasarkan model PAR(1)24 yang disusun dalam Doodle di WinBUGS 1.4. seperti terlihat pada Gambar 4.4. Variabel dalam code program dapat dijelaskan bahwa, variable y[i] mewakili data hujan jam-jaman berdistribusi ekponensial dengan reverse word dnorm (mub[i]) dimana node logikal mub[i] merupakan satu per mu[i] dan node logikal mu[i] mengikuti perintah berikutnya yang diterjemahkan sesuai dengan logikal dalam Doodle gambar Gambar 4.4. mu[i] merupakan ekspektasi dari model PAR (1)24 disusun dengan persamaan: mu[i] <- a + b * y1[i] + c * y24[i] (4-1) dengan mu[i] dihubungkan dengan y[i] merupakan varians dari PAR (1)24. MAE diperhitungkan secara otomatis dalam program ini untuk memudahkan proses evaluasi akurasi model. MAE merupakan fungsi logikal absolute dari residu e[i], dengan e[i] merupakan selisih mu[i] terhadap y[i]. Prior untuk masing-masing parameter a (sebagai konstanta), b (mewakili selang hujan satu jam), dan c (mewakili selang hujan satu hari) yang digunakan dalam proses pembangkitan menggunakan distribusi yang sama yaitu normal dengan mean 0,0 dan presisi sebesar 1,0E-6. Proses kerja model secara hirarki dimulai dari pembangkitan data parameter dari semua prior secara independen. Setiap kali pembangkitan satu nilai prior parameter tertentu selalu mengikutkan 26
sejumlah N data yang berada dalam struktur kotak (loping) sebagai bahan untuk menghitung likelihood dalam proses full conditional-nya. Selanjutnya hasil nilai bangkitan tersebut akan digunakan untuk mengestimasi nilai rata-rata setiap komponen model dan akhirnya digunakan untuk menaksir rata-rata dari model PAR(1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering. Proses pembangkitan model ini dilakukan dengan iterasi Gibbs sampler. Hasil simulasi model hujan PAR(1)24 memberikan nilai MAE sebesar 0,621. Nilai MAE ini lebih besar dari hasil running program Heytos yang dilakukan oleh Hidayah et. al. 2010a yaitu sebesar 0,516. Nilai MAE yang tinggi ini disebabkan oleh dua hal yaitu: observasi harian terhadap jam-jaman belum konsisten dan model belum mampu menunjukkan nilai nol saat tidak terjadi hujan atau saat tidak terjadi hujan besar tinggi hujan yang dihasilkan sama dengan parameter a. Oleh karena itu, berbagai alternatif untuk meningkatkan kinerja model PAR(1)24perlu dilakukan. Alternatif ini dapat menggunakan tiga cara yaitu: PAR(1)24 dengan prosedur adjusting, PAR(1)24 dengan filtering dan PAR(1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering.Hasil simulasi masing-masing alternatif dapat memberikan perbandingan nilai MAE dapat dilihat seperti dalam Tabel 4.2. Pengembangan pertama adalah memberi perlakuan model PAR (1)24 dengan prosedur adjusting. Pada perlakuan adjusting ini digambarkan dengan dua kotak loping. Kotak pertama merupakan loping untuk pembangkitan data hujan jam-jaman, sedangkan kotak ke dua merupakan proses adjusting-nya dari data jam-jaman ke harian. Penghubung kedua loping ini adalah mua[i] dan x[i]. Dimana mua[i] dihubungkan dengan fungsi logika x[i] dan zb[h] dengan persamaan masing masing: x[i] <- (mua[i] / zb[h]) * za[h])
(4-2)
zb[h] <- sum(mua[(h - 1) * 24 + 1:h * 24])
(4-3)
x[i] dihubungkan dengan za[h] merupakan variabel konstan dari data hujan harian dan dengan zb[h] merupakan penjumlahan data hujan jam-jaman hasil disagregasi dalam satu hari. Antara za[h] dan zb[h] dikontrol oleh delta[h]. Hasil simulasi model PAR(1)24 dengan prosedur adjusting menunjukkan adanya perbaikan kinerja jika dibandingkan model sebelumnya. Perbaikan kinerja ini dapat ditunjukkan oleh dua hal yaitu: nilai MAEnya sebesar 0,5163 dan plot quantil total tinggi hujan disagregasi harian dengan nilai R2 sebesar 1. Ini dapat disimpulkan bahwa PAR(1)24 dengan prosedur adjusting menghasilkan total disagregasi hujan dalam sehari konsistensi dengan data observasi hujan harian. Namun demikian, kelemahan dari model PAR(1)24 dengan prosedur adjusting ini adalah tren tinggi hujan disagregasi yang dihasilkan masih underestimatedan belum dapat memberikan nilai nol pada saat tidak terjadi hujan. Pengembangan kedua adalah pemberi perlakuan model PAR (1)24 dengan filtering. Pendekatan yang digunakan adalah membagi proses hujan menjadi dua bagian yaitu saat terjadi hujan dan saat tidak terjadi hujan. Konsep yang 27
digunakan adalah mengasumsikan bahwa kejadian merupakan binary. Merujuk hasil model PAR (1)24, jika nilai yang muncul sama dengan parameter konstanta a maka dikalikan nol sedangkan jika nilainya selain nilai tersebut maka dikalikan satu yang dianggap terjadi hujan. Komponen filtering diperlakukan pada mu[i]. Persyaratan yang digunakan untuk menghasilkan fungsi indikator binary dapat ditulis sebagai berikut. ππ’ =
0 jika ππ’ = a 1 jika ππ’ β a
Formulasi binary ini dalam dalam program akan ditulis dengan perintah: filtering[i] <- step(mu[i] - a) β equals (mu[i],a)
(4-4)
mua[i] merupakan hasil mu[i] yang sudah di-filtering. Pemberian perlakuan dengan filtering memberikan nilai kesalahan MAE sebesar 0,4321 dan plot quantil data harian memberikan agregasi yang bagus dengan nilai R2 sebesar 0.978. Penurunan nilai MAE pada modifikasi filtering terhadap model dasar ini menunjukkan bahwa model sudah mampu menunjukkan nilai nol bila tidak terjadi hujan. Pengembangan ketiga model PAR(1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering. Hasil simulasi model PAR(1)24 dengan adjusting dan filtering memberikan nilai kesalahan MAE sebesar 0,44. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan hasil aplikasi Heytos yang dilakukan oleh Hidayah et.al. (2010a) milai MAEnya sebesar 0.516 tetapi nilai ini sedikit lebih besar dari model PAR(1)24 dengan diberi perlakuan dengan filtering sebelumnya. Namun demikian, jika model PAR(1)24 diberi perlakuan dengan filtering saja model belum sempurna, karena modifikasi model tersebut belum mampu melakukan disagregasi hujan dari harian ke jam-jaman. Dengan diberi perlakuan adjusting maka proses disagregasi akan berjalan, sehingga yang digunakan sebagai prediksi model disagregasi hujan pada akhirnya adalah model PAR(1) 24 dengan adjusting dan filtering Berdasarkan pembahasan keempat model PAR(1)24 dengan pemberian perlakuannya, maka didapatkan pengukuran nilai MAE. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk menentukan model disagregasi hujan terbaik. Hasil analisis keempat model tersebut dapat ditabelkan dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2. Perbandingan Nilai MAE pada model PAR(1)24 dan perlakuannya Model MAE PAR(1)24 0,621 PAR(1)24 dengan adjusting 0,561 PAR(1)24 dengan Filtering 0,432 PAR(1)24 dengan adjusting dan filtering 0,440 Sumber: Hasil Analisis, 2010
28
Berdasarkan persamaan (4-1) sampai dengan (4-4), bentuk formula model yang digunakan adalah: mu[i] = 0,2492 + 0,1436 y1[i] + 0,1977 y24[i]; untuk formula filteringnya adalah: filtering [i]= step(mu[i] β 0,2492) - equals(mu[i], 0,2492); dan hasil akhir dilakukan adjusting dengan formula: x[i] <- (mua[i] / zc[h]) * za[h]) 4.2.3. Pengujian Parameter Model PAR (1)24 Pengujian parameter hasil estimasi dengan Bayesian MCMC untuk setiap parameter yang diperoleh digunakan pengujian hipotesis sebagai berikut.
dengan
Ho βΆ ππ = 0 H1 βΆ ππ β 0 ππ di dalam model adalah a = ππ , b = π1 , c = π2
Penolakan Ho didasarkan pada selang interval 95% dari distribusi posterior, yaitu dengan melihat apakah interval tersebut memuat nilai nol atau tidak. Distribusi prior yang digunakan untuk masing-masing parameter model untuk konstanta a, selang hujan jam-jaman, dan selang hujan harian untuk mendapatkan nilai yang signifikan digunakan nilai sama. Estimasi parameter menunjukkan bahwa semua parameter pada posisi antara 2,50% dan 97,50% nilainya signifikan yang tidak melewati nilai nol. Estimasi parameter dengan Monte Carlo memberikan nilai posterior rata-rata untuk parameter konstanta a, parameter selang hujan jam-jaman, dan parameter selang hujan harian secara berturut-turut sebesar 0,2492, 0,1436 dan 0,1977 seperti Tabel 4.3 Tabel 4.3. Hasil Estimasi parameter model PAR (1)24 dengan adjusting dan filtering node mean sd MC error 2.50% median 97.50% a 0,2492 0,004882 4,61E-05 0,2397 0,2491 0,259 b 0,1436 0,01942 1,68E-04 0,1091 0,1425 0,1847 c 0,1977 0,02364 1,86E-04 0,1552 0,1967 0,2473 Sumber : Hasil running WinBUGs, 2010 4.2.4.
Evaluasi Pola Densitas Model PAR (1)24 dengan Prosedur Adjusting dan Filtering
Konvergensi untuk posterior parameter konstanta a, parameter selang hujan jam-jaman, dan parameter selang hujan harian model ditunjukkan oleh Gambar 4.5, dan 4.6 berupa running quantil dan autokorelasi. Plot untuk masing-masing parameter dengan iterasi sebanyak 15076 mengindikasikan bahwa algoritmanya telah mencapai konvergen. Kinerja sampel yang bagus ini ditunjukkan oleh dua hal yaitu (Gambar 4.50) bahwa plot running quantil dengan posisi plot ditengah 29
tengah antara batas atas dan batas bawah dan pada Gambar 4.6 plot autokorelasi menunjukkan bahwa simulasi model telah memenuhi sifat Markov dimana data bangkitan hanya dipengaruhi oleh satu step dari data bangkitan sebelumnya..
Gambar 4.5 Running quantil parameter model model PAR (1)24 dengan adjusting dan filtering
Gambar 4.6 Autocorrelasi parameter model PAR (1)24 dengan adjusting dan filtering Estimasi density posterior parameter model konstanta a, hujan selang jamjaman, dan selang hujan harian (Gambar 4.7) dan residu dapat ditunjukkan oleh kernel density (Gambar 4.8). Estimasi untuk parameter maupun residu memberikan hasil plot yang bagus karena bentuk dari densitasnya cenderung halus. Pola distribusi dari masing-masing parameter model, polanya cenderung memiliki pusat ditengah dengan nilai seperti pada Tabel 4.2. Pengujian kenormalan kesalahan untuk residu model dapat dilihat dari bentuk kernel density Model PAR (1)24 yang dihasilkan. Gambar 4.8 (e[1], e[2], e[3]) menunjukkan bahwa bentuk residu yang dihasilkan berdistribusi normal sehingga dapat disimpulkan bahwa model memenuhi sifat dari Model PAR (1) 24.
Gambar 4.7. Density posterior model PAR (1)24 dan adjusting dan filtering
30
Gambar 4.8. Density posterior error model PAR (1)24 dan adjusting dan filtering Hasil simulasi MCMC Bayesian seperti pada Gambar 4.9. menunjukkan bahwa bangkitan data fastly mixing. Hasil plot history nampak rapat dan mampu merespon semua parameter sehingga model menunjukkan konvergen.
Gambar 4.9. History iterasi parameter model PAR (1)24 dan adjusting dan filtering 4.2.5. Output Model PAR (1)24 dengan Prosedur Adjusting dan Filtering Detail output model berupa penggalan plot tinggi hujan dari bulan Desember tahun 2005-2008 dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 4.10. Plot histogram tinggi hujan pada Gambar 4.10. periode 8-18 Des 2005 menunjukkan bahwa terdapat 2 kejadian hujan yang menonjol tinggi yang menunjukkan bahwa selisih tinggi hujan observasi dan hasil disagregasi tidak begitu besar. Kejadian pertama tanggal 8 Desember 2005 selisihnya 12,5% dan kejadian 31
kedua tanggal 18 Desember 2005 selisihnya 6%. Berdasarkan detail plot pada kedua kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada saat tinggi (intensitas) hujannya tinggi, maka tinggi hujan disagregasi yang dihasilkan kesalahannya relatif kecil. Model teragregasi dengan baik yang ditunjukkan dengan nilai R 2 sebesar 0,810 untuk hujan hariannya. Model ini sudah mampu memberikan peningkatan hasil sebesar 15% dibandingkan menggunakan model hujan disagregasi menggunakan program Heytos.
Gambar 4.10. Plot histogram tinggi hujan jam-jaman antara simulasi dan observasi 4.3. Penaksiran (Prediksi) Model PAR (1)24 dengan Prosedur Adjusting dan Filtering Proses penaksiran (prediksi) model ini dilakukan dengan menggunakan MATLAB. Parameter yang digunakan dalam penaksiran model adalah sama dengan parameter dari hasil running terakhir dari pemodelan PAR(1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering. Input data hujan harian yang digunakan untuk prediksi model hujan disagregasi adalah data bulan Desember tahun 2009. Hasil prediksi model didapatkan kinerja model yang bagus dan nilai kesalahan MAEnya sebesar 0,37. Nilai kesalahan MAE ini di bawah nilai kesalahan MAE dari pemodelannya sebesar 0,44. Plot hasil prediksi model seperti pada Gambar 4.11. berupa plot data tinggi hujan jam-jaman sintetik dengan warna biru, tinggi hujan observasi dengan warna merah dan tinggi hujan harian dengan warna hijau. Berdasarkan plot histogram menunjukkan bahwa saat tinggi hujannya maksimum pada jam ke 373 mempunyai selisih antara hasil disagregasi dengan observasi yang relatif kecil sebesar 3,76 mm atau 12 %.
32
tinggi hujan (mm)
0
60
20
50
40
tinggi hujan (mm)
70
40
60
30
80
20
100
10 120 1 19 37 55 73 91 109 127 145 163 181 199 217 235 253 271 289 307 325 343 361 379 397 415 433 451 469 487 505 523 541 559 577 595 613 631 649 667 685 703 721 739
0
waktu (jam) Observasi harian
Disagregasi jam-jaman
Observasi harian
Gambar 4.11. Plot hasil plot histogram tinggi hujan jam-jaman antara simulasi dan observasi dan rata-rata harian Kinerja prediksi model ini dapat ditunjukkan oleh hasil plot quantilnya. Plot quantil ini menggambarkan hubungan antara data hujan observasi dengan hasil disagregasi. Hasil plot quantil tinggi hujan jam-jaman hasil disagregasi mengindikasikan adanya tren yang cukup signifikan yang mendekati posisi linier namun posisi nilai tinggi hujannya cenderung sedikit underestimate dengan nilai R2 sebesar 0,921 (lihat Gambar 4.12.a). Ini berarti antara tinggi hujan jam-jaman hasil disagregasi dengan data observasi ada beberapa kejadian yang belum tepat. Plot tinggi hujan harian menunjukkan tren akurasi yang sempurna dimana total hujan harian hasil simulasi sama dengan total data hujan jam-jaman dalam satu hari. Nampak pada Gambar 4.12.b persamaan linier yang dihasilkan Y=X+0,0004 dan nilai R2 sama dengan satu. Ini berarti total hasil disagregasi hujan jam-jaman dalam satu hari konsisten dengan data hujan harian observasi. Hasil plot quantil untuk interval periode kering pada Gambar 4.12.c menunjukkan akurasi tren sedikit underestimate dimana nilai R2 yang dihasilkan sebesar 0,951 dan persamaan liniernya adalah Y=0,986x+0,105. Ini berarti posisi kedatangan hujan antara disagregasi dan observasi terdapat sedikit tidak sama. Plot quantil durasi pada Gambar 4.12.d menunjukkan adanya tren underestimate dengan kemiringan yang lebih landai dibandingkan kondisi idealnya (garis hijau). Ini dapat disimpulkan bahwa lama kejadian hujan dalam satu hari antara disagregasi dan observasi ada yang tidak sama.
33
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 4.12. Plot quantil membandingkan (a) tinggi hujan jam-jaman, (b) tinggi hujan harian periode (c) interval kering dan (d) sebaran durasi model PAR (1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering 4.4. Implementasi Model PAR (1)24 dengan Adjusting dan Filtering untuk Bulan Januari sampai dengan Nopember Implementasi model PAR (1)24 dengan adjusting dan filtering untuk data out of sampling yaitu untuk data selain bulan Desember (bulan Januari sampai dengan Nopember) pada periode tahun yang sama dari 2005-2008. Maksud dari implentasi ini adalah untuk menguji kesesuaian model pada bulan-bulan berikutnya. Implementasi model disagregasi hujan untuk data out of sampling perlu dilakukan kalibrasi parameter terlebih dahulu sebelum dilakukan validasi model agar menghasilkan model yang sesuai dengan pola datanya. 4.4.1. Kalibrasi Parameter Model Hasil kalibrasi model menunjukkan model memiliki parameter yang signifikan dengan susunan untuk masing-masing bulan pada Tabel 4.4. Parameter model yang dihasilkan pada Tabel 4.3. bervariasi dengan nilai kesalahan MAE yang dihasilkan relatif besar untuk bulan Januari sampai dengan Maret. Sedangkan untuk bulan Juli jika dibandingkan hasil running Heytos 34
kesalahannya jauh lebih rendah, dimana nilai MAE hasil Heytos yang dilakukan oleh Hidayah et.al. (2010a) sebesar 0.022, sedangkan dari model ini sebesar 2.87E-15 walaupun proses MCMC pada estimasi beberapa parameter terjadi slowly mixing. Proses simulasi model dengan menggunakan MCMC belum semua bulan mampu mengestimasi parameter fastly mixing, tetapi proses simulasi ini mampu menghasilkan nilai parameter dan nilai kesalahan MAE awal. Kondisi fastly mixing saat dilakukan estimasi parameter ini mayoritas terjadi pada bulan basah yaitu pada bulan Desember, Januari, Februari dan Maret, sedangkan pada saat bulan kering yang proses iterasinya fastly mixig hanya pada pada bulan Mei dan September. Kedua bulan tersebut memiliki nilai struktur korelasi temporal yang hampir mendekati yaitu sebesar 0.0178 dan 0.01624. Struktur korelasi temporal pada kedua bulan tersebut memikili nilai terkecil dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi random work pada bulan kering saat struktur korelasi temporal rendah. Tabel 4.4. Hasil kalibrasi parameter model disagregasi hujan untuk bulan Januari sampai dengan Desember BULAN
PARAMETER
MAE
a
b
c
Januari
0.2006
0.3862
0.4539
0.55
Februari
0.367
0.1283
0.08032
0.75
Maret
0.3494
0.2472
0.03201
0.69
April
0.01906
0.1636
0.1344
0.042
0.01906
0.1633
0.1342
0.04
Juni
0.3954
0.7205
0.3115
0.10
Juli
0.2006
1.642
0.4539
2.87E-15
Agustus
0.2212
0.1266
0.2327
0.02
0.007717
0.07366
0.3566
0.01997
0.001
7.01
0.03429
0.3152
0.05971
0.6236
0.1026
0.1484
0.2549
0.19
0.14
0.44
Mei
September Oktober November Desember
Sumber : Hasil analisis, 2010
KETERANGAN
MCMC mampu bekerja fastly mixing
MCMC mampu bekerja fastly mixing MCMC pada estimasi beberapa parameter terjadi slowly mixing MCMC mampu bekerja fastly mixing MCMC pada estimasi beberapa parameter terjadi slowly mixing MCMC mampu bekerja fastly mixing
4.4.2. Evaluasi Akurasi Implementasi Model Evaluasi akurasi implementasi model untuk masing-masing bulan ini ditinjau berdasarkan pada perbandingan antara hasil simulasi terhadap observasi
35
yang diambil dari tinggi hujan jam-jaman maximum, dan root mean square error (RMSE) dan mean square error (MSE). Tinjauan tinggi hujan maksimum ini dimaksudkan untuk menunjukkan kemampuan model dalam merespon input model banjir. Gambar 4.13 menunjukkan bahwa tinggi hujan jam-jaman maksimum observasi posisinya masih di atas tinggi hujan maksimum hasil model disagregasi. Pada bulan Januari, Februari, April dan September memiliki gap relatif tinggi yang melebih 10 %, sedangkan untuk bulan Maret dan Desember selisihnya nilainya cukup kecil kurang 10 % (lihat Tabel 4.4). Hasil plot nilai tinggi hujan jam-jaman saat maksimum antara observasi dan hasil simulasi seperti ditampilkan pada Gambar 4.13 trennya menunjukkan bahwa nilai simulasi model disagregasi masih underestimasi. Adanya tren underestimate yang tinggi untuk bulan-bulan lain Januari dan Februari ini, maka untuk memperbaiki model perlu memasukkan pengaruh Heteroschedasticity.
Tinggi hujan (mm)
60 Tinggi hujan mak jamjaman (mm) Simulasi
50 40
30
Tinggi hujan mak jamjaman (mm) Observasi
20 10 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
Bulan Gambar 4.13. Tinggi hujan jam-jaman maksimum antara simulasi dan observasi Nilai kesalahan RMSE dan MSE dihitung dari hasil simulasi pada masingmasing bulan yang ditujukan untuk membandingkan hasil implementasi model secara statistik. Hasil nilai kesalahan RSME dan MSE menunjukkan bahwa model terbaik dengan nilai terkecil, yang diperoleh pada bulan April untuk musim penghujan dan pada bulan Mei untuk musim kemarau nilai MSE dan RMSEnya mendekati. Hasil implementasi model PAR(1)24 dengan adjusting dan filtering untuk bulan Januari, Februari dan Maret nampaknya belum mampu menghasilkan kesalahan model sebagus bulan Desember. Hal ini dimungkinkan karena varians datanya yang tinggi seperti terlihat pada Tabel 4.1. Aplikasi selanjutnya untuk bulan selain Desember perlu dilakukan kajian lebih hati-hati mengenai distribusi data yang dipilih. Selanjutnya aplikasi model akan dicobakan untuk bulan yang sama dengan waktu yang berbeda.
36
Tabel 4.5. Tinggi hujan maksimum antara observasi dan simulasi Tinggi hujan mak jamPersen MSE RMSE Bulan jaman (mm) Selisih Selesih Sat Simulasi Observasi (mm) Jan 30.2 46 15.8 12.868 12.868 165.595 Feb 27.6 49.1 21.5 6.103 6.103 37.250 Mar 47.7 53.3 5.6 11.460 11.460 131.340 Apr 8.67 15.6 6.93 0.903 0.903 0.816 Mei 8.67 15.6 6.93 0.903 0.903 0.815 Jun 22.4 Jul 8.9 Agt 8.7 Sep 7.77 9.5 1.73 0.983 0.983 0.966 Okt 34.6 Nop 26.8 Des 36.9 39.3 2.4 6 4.208 2.051 Sumber: Hasil analisis, 2010 4.5. Aplikasi Pemodelan Banjir Aplikasi model disagregasi hujan dengan menggunakan model hujan-aliran HEC-HMS ini merupakan ilustrasi untuk menguji ketelitian hitungan yang ditunjukkan dalam contoh perhitungan hidrograp banjir. Model HEC-HMS merupakan model simulasi banjir untuk hidrologi telah sukses diaplikasikan oleh Scharffenberg and Fleming pada tahun 2005, untuk berbagai tujuan. HEC-HMS menawarkan berbagai variasi alat bantu untuk mengambarkan proses hidrologi. Model ini dioperasikan secara kontinyu untuk selang waktu kejadian 1 jam. Proses pemodelan ini menggunakan input data hujan observasi yang dikalibrasi parameter terhadap hydrograp banjir observasi. Selanjutnya hasil kalibrasinya diberi input data hujan hasil disagregasi. Contoh pemodelan menggunakan data hujan dan debit observasi pada tanggal 8 Desember 2005. Alat ukur debit otomatis (AWLR di Tenggarang) akan digunakan sebagai outletnya. Hydrograph hujan yang digunakan berdasarkan hasil observasi dan disagregasi model hujan. SCS unit Hydrograp dipilih untuk mentransformasi aliran langsung (direct runoff), Initial dan Constant rate dipilih untuk menentukan volume runoff. River routing secara sederhana dimana aliran hanya didasarkan interval waktu. Heterogenitas spasial dari hujan dan karakteristik DAS diasumsikan dalam sub-DAS dianggap sama. Satu alat ukur pencatat hujan digunakan untuk mewakili kondisi hujan pada seluruh sub DAS. Gambar 4.14 menunjukkan perbandingan hidrograp banjir antara hasil input data hujan observasi dan simulasi input data hujan disagregasi. Hasil menjalankan model HEC-HMS menunjukkan kinerja model terdapat kecocokan pola antara debit observasi dan debit simulasi berdasarkan hujan disagregasi. 37
Dimana debit hasil simulasi berdasarkan hujan disagregasi sedikit overestimate(jika dibandingkan debit banjir observasi). Overestimateterjadi pada jam ke 15.00 sampai dengan jam ke 23.00. Puncak banjir hasil simulasi model terjadi satu jam lebih awal jika dibandingkan debit observasi. Respon hidrograp banjir yang dihasilkan dari input data hujan disagregasi menunjukkan bahwa pola hidrograpnya sama dan didapat nilai kesalahan RMSE yang relatif kecil sebesar 0,0542 terhadap respon dari input observasinya.
Gambar 4.14. Plot hidrograp banjir tanggal 8 Desember 2005 dari perbandingan hasil input data hujan disagregasi dengan data hujan observasi
38
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang diangkat dalam penelitian pendisagregasian data hujan secara temporal dengan pendekatan Bayesian guna mengatasi keterbatasan data, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Hasil identifikasi karakteristik data hujan jam-jaman dan harian di stasiun Sentral DAS Sampean menunjukkan bahwa: a. Bulan basah terjadi pada bulan Desember sampai dengan April memiliki nilai proporsi interval kering di bawah rata-rata sebesar 0,958 atau di atas 1536 mm/tahun; sebaliknya bulan kering terjadi pada bulan Mei sampai dengan Nopember, b. Data hujan jam-jaman mempunyai korelasi yang signifikan terhadap data hujan harian dengan nilai R2 sebesar 0.944, sehingga data dapat digunakan untuk model disagregasi hujan. c. Distribusi data hujan jam-jaman untuk bulan Januari sampai dengan Desember, berdasarkan hasil uji goodness of fit menggunakan Anderson Darling menunjukkan distribusinya ekponensial sehingga untuk pemodelan selanjutnya digunakan distribusi eksponensial. d. Pola PACF yang turun setelah lag 1 dan nilai statistik T pada lag 24 adalah signifikan, sehingga pola data hujan di stasiun Sentral DAS Sampean ini mengikuti pola 24 jam. Berdasarkan kondisi tersebut, maka model dasar yang digunakan adalah periodik autoregresi (1)24. 2. Pemodelan hujan temporal dengan menggunakan dasar model PAR(1) 24 dengan asumsi model berdistribusi ekponensial dan menggunakan prior parameter berdistribusi normal (0.0, 0.000001) untuk data hujan jam-jaman bulan Desember 2005-2008, ternyata mampu menghasilkan model terbaik. Model terbaik ini diindikasikan oleh: a. Secara struktur, modifikasi model PAR(1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering model mampu untuk melakukan disagregasi dari data hujan dari harian ke jam-jaman. b. Output model (tinggi hujan) yang dihasilkan mampu mereduksi output model dasar PAR(1)24 dengan memberikan nilai nol saat tidak terjadi hujan dan memberikan nilai tinggi hujan maksimum yang hanya berselisih 6,1 % antara observasi terhadap simulasi. c. Modifikasi model PAR(1)24 dengan prosedur adjusting dan filtering memberikan nilai MAE sebesar 0,44. Maka jika dibandingkan dengan hasil running program Heytos dengan nilai MAE sebesar 0,561, model ini sudah mampu memberikan peningkatan hasil sebesar 15 %
39
d. Model disagregasi ini memberikan hasil yang baik ditunjukkan oleh korelasi antara hujan harian observasi dengan penjumlahan hasil disagregasi dalam 1 hari yang memberikan nilai R2 sebesar 0.810 3. Pengujian keandalan model dilakukan dengan dua cara yaitu menguji model terhadap bulan selain Desember pada tahun yang sama 2005-2008 dan menguji terhadap tahun yang berbeda (2009). a. Aplikasi model untuk bulan-bulan lain selain Desember pada periode tahun yang sama dilakukan dengan mengkalibrasi parameter model terlebih dahulu. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa proses simulasi model dengan MCMC dapat bekerja mayoritas untuk bulan-bulan basah (musim penghujan: Januari, Februari, Maret, April dan Desember) dan sebagian kecil untuk musim kemarau (Mei dan September). Hasil simulasi model menunjukkan terdapat selisih tinggi hujan yang relatif kecil untuk bulan Maret, April, September dan Desember, dan sebaliknya menunjukkan selisih relatif cukup besar untuk bulan-bulan lainnya. Selain bulan Desember, hasil pemodelan yang baik adalah bulan Maret. b. Hasil penaksiran (prediksi) model hujan jam-jaman dengan menggunakan data bulan Desember tahun 2009 didapatkan kinerja model yang bagus dan nilai MAEnya sebesar 0,37. Nilai MAE prediksi ini di bawah nilai MAE dari hasil pada saat pembuatan model yaitu sebesar 0,44. Proses disagregasi terbentuk dengan sempurna yang ditunjukkan dengan nilai R 2 sebesar 1 oleh plot hujan hariannya. 4. Evaluasi secara grafis dapat dilihat dengan membandingkan hasil hidrograf model antara observasi terhadap hasil simulasi. Hasil plot hidrograf menunjukkan pola yang sama dan terdapat sedikit kesalahan volume yang ditunjukkan dengan nilai RMSE sebesar 0.05. 5.2. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas didapatkan kekurangan dan keterbatasan dari model yang dihasilkan maka untuk pemodelan selanjutnya perlu disarankan sebagai berikut: 1. Dalam memodelkan disagregasi data hujan perlu ke hati-hatian dalam penentuan distribusi data, agar dicapai model disagregasi hujan yang tepat yang sesuai dengan karakter data hujannya. 2. Dalam pemodelan disagregasi hujan PAR(1)24 dengan adjusting dan filtering perlu dicoba menggunakan input data hujannya disusun secara series dalam dua bagian yaitu periode kering dan basah. 3. Dalam mengatasi trend underestimate yang tinggi untuk bulan-bulan lain Januari dan Februari ini, maka untuk memperbaiki model perlu memasukkan pengaruh Heteroschedasticity. 4. Untuk menyiapkan input data hujan pemodelan hujan-debit pada DAS skala luas, maka penelitian selanjutnya perlu dilakukan pemodelan hujan temporal dan spasial.
40
DAFTAR PUSTAKA Bahremand A., Smedt F.D., 2008, Distributed Hidrological Modelling and sensitivity analysis in Torysa watershed, Slovakia, Water Resour Manage (2008) 22: 393-408. Box.P.E.G dan Tiao.C.G, 1973, Bayesian Inference in Statistical Analysis, Addison Wesley Publishing Company. Inc, Philippines. Box, G.E.P dan Jenkins, G.M, 1976, Time Series Analisys and Forcasting and Control, Holden Day Inc, USA. Carlin.J.B, Gelman.A, Stern. H.S, dan Rubin. D.B, 2003, Bayesian Data Analysis, Chapman & Hall/CRC, London . Carlin, B.P. dan Chib, S.,1995, Bayesian model choice via Marcov Chain Monte Carlo methods, Journal of the Royal Statistical society, Ser. B, 57(3) hal 473-484. Casella dan George, 1992, Explaining Gibbs Sampler, Journal of the American Association 46(3), 167-174. Evans M., Hastings N., dan Peacock B., 1993, Statistical Distributions, A Wiley-In terscience Publication, John Wiley & Sons, INC. Fytilas P., 2002, Multivariate rainfall disaggregation at a fine time scale diploma thesis submitted at the University of Rome βLa Sapienzaβ, Gelman, A., Carlin, J.B., Stern, H.S., dan Rubin, D.B., 1995, Bayesian Data Analisys, Chapmant and Hall, London. Hidayah E., Iriawan N., Anwar N., Edijatno, 2010a, Evaluating Evaluating Error of Temporal Disaggregation from Daily Rainfall into Hourly Rainfall Using Heytos Model at Sampean Catchments Area, Majalah IPTEK Volume 21 Nomor 1, Februari 2010. Hidayah E., Iriawan N., Nadjadji A., dan Edijatno, 2010b, Selection of time series Bayesian rainfall model to continous rainfall data generation of point locations, International Journal of Academic Research.Vol.2 No.5, September 2010, 227-233. Ioannis N., 2009, Bayesian Modeling Using WinBUGS, A John Wiley & Sons, INC., Publication. Iriawan, N., 2001, Penaksiran Model Mixtue Normal Univariabel: Suatu Pendekatan Metode Bayesian dengan MCMC, Prosiding Seminar Nasional dan Konferda VII Matematika Wilayah DIY & Jawa Tengah, Yogyakarta 105-110. Iriawan N., Suhartono, dan Atok R.M., 2008, Mixture Normal Autoregressive (MNAR) Pada Data Panel, Laporan Penelitian Guru Besar. Koutsoyiannis D., 1994, A stochastic disaggregation methods for design storm and flood synthesis, Journal of Hydrology 156, 193-225. Koutsoyiannis D., dan Manetas, A.,1996, Simple disaggregation by accurate adjusting procedures, Water Resour. Res., 32(7) 2105-2117.
41
Koutsoyiannis, D. dan Onof C., 2001, Rainfall disaggregation using adjusting procedures on a Poisson cluster model, Journal of Hydrology, 246, 109122. Koutsoyiannis, D., 2003, Rainfall Disaggregation Methods: Theory And Applications, Workshop on Statistical and Mathematical Methods for Hydrologycal Analysis, Roma. Maidment, D.R, 1992, Hanbook of hydrology, Mc.GRAW-HILL. INC, New York. Nikolas S. R., 2008, A time series model for precipitation based on disaggregation and lognormal point processes, Dissertation (Doctor rerum naturalium, Dr. rer. Nat, Vom Fachbereich Mathematik der UniversitΒ¨at Kaiserslautern zur Verleihung des akademischen Grades Doktor der Naturwissenschaften . Tanner M.A, 1996, Tols for Statistical Inference: Methodd for the extrapolation of Posterior Distributions and Likelihood Fuctions, 3rd ed, Spinger-Verlag, New York. Wong, K.M., 2000, Disaggregation of Rainfall Time Series using Adjustments, submitted at NTUA, Greece. Yeboah Gyasi-Agyei, 1999, Identification of regional parameters of a stochastic model for rainfall disaggregation. J. Hydrol. 223 (3β4),148β163. Yeboah Gyasi-Agyei, 2005, Stochastic disaggregation of daily rainfall into onehour time scale, Journal of Hydrology 309 (2005) 178β190. Yue S. dan Hashino M., 2001 , The general cumulants for a filtering point process: Appl. Math. Mod, vol, 25(3) pp 193-201. Zellner, 1971, An Introduction to Bayesian Inference in Economics, Wiley, New York
42
RIWAYAT HIDUP PENULIS Entin Hidayah lahir di Lamongan pada tanggal15 Desember 1966. Lulus S1 pada Jurusan Teknik Sipil Keairan, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya pada tahun 1992. Sejak Tahun 1995 menjadi staf di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman. Lulus S2 bidang Urban Management di University of Canberra, Australia tahun 2001. Pada tahun 2004 melakukan alih fungsi pekerjaan sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Jember. Pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan program doktor pada bidang Manajemen Rekayasa Sumber Air di Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Adapun judul desertasi adalah Model Disagregasi Data Hujan Temporal dengan Pendekatan Bayesian sebagai Input Pemodelan Banjir. Selama menempuh studi mendapat kesempatan untuk mengikuti Short Course On Bayesian Modelling Short Course On Bayesian Modelling yang diadakan oleh Kolaborasi Jurusan Statistik FMIPA ITS pada dan Universiti Teknogi Malaysia pada tahun 2009 dan mengikuti sandwich di Institute of Hydraulic Engineering and Water Resources Management, Graz University of Technology, Austria selama 2.5 bulan (tahun 2009-2010) dan dilanjutkan ke National Technology University Athena selama 2 minggu pada tahun 2010. Selama masa studi mendapat kesempatan untuk menjadi anggota peneliti maupun ketua peneliti. 1. Pada tahun 2008 menjadi anggota penelitian hibah guru besar dengan judul Modifikasi Model Hujan Aliran di DAS Deluang, 2. Pada tahun 2009-2010 menjadi anggota penelitian Hibah Pasca dengan judul Regionalisasi Karakteristik Banjir Dan Pencemaran Pada Sungai-Sungai Di Wilayah Jawa Timur. 3. Pada tahun 2010 menjadi ketua penelitian Hibah Doktor dengan judul Disagregasi Data Hujan Temporal Dengan Pendekatan Bayesian Untuk Mengatasi Keterbatasan Data Hujan Jam-Jaman. Seminar yang telah dilakukan selama studi: 1. Hidayah E., Nadjadji A., Iriawan N., dan Edijatno,2009, On Density Estimation for Rainfall Characteristic Model Using Bayesian Temporal Method at Sampean Catcment Area. Prosiding International Conference on Sustainable Development for Water and Waste Water Treatment Yogyakarta, INDONESIA, December 14-15, 2009. 2. Hidayah E., Nadjadji A., Iriawan N., dan Edijatno,2009, Prosiding Komparasi Dua Metode Membangkitakan Model Hujan Temporal Guna Mendisagregasi Data Hujan, Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI XXVII, Tata Kelolah Sumber Daya Air 43
3. Hidayah E., Nadjadji A., Iriawan N., dan Edijatno,2010, Prosiding Rainfall modeling using Bayesian seasonal AR1 model combined with adjusting and filtering procedure, ITS-UTM International Conference 2010 on Sustainable Urban Environment Publikasi yang telah dilakukan berkaitan dengan desertasi: 1. Hidayah E., Iriawan N., Anwar N., Edijatno, 2010a, Evaluating Error of Temporal Disaggregation from Daily Rainfall into Hourly Rainfall Using Heytos Model at Sampean Catchments Area, Majalah IPTEK Volume 21 Nomor 1, Februari 2010. 2. Hidayah E., Iriawan N., Nadjadji A., dan Edijatno, 2010c, Generating Hourly Rainfall Model Using Bayesian Time Series Model (A case study at Sentral Station, Bondowoso) Majalah IPTEK Volume 21 Nomor 2, Mei 2010 3. Hidayah E., Iriawan N., Nadjadji A., dan Edijatno, 2010b, Selection of time series Bayesian rainfall model to continous rainfall data generation of point locations, International Journal of Academic Research. .Vol.2 No.5, September 2010, 227-233.
44