FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN KARYAWAN DALAM PELAKSANAAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK (CPPB) DI INDUSTRI MIE BASAH KOTA MEDAN TAHUN 2008
TESIS
Oleh
YANTI AGUSTINI 067031011/MKLI
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRAK Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Hal-hal yang menjadi permasalahan keamanan pangan di Indonesia diantaranya adalah rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan pangan. Khususnya pada industri rumah tangga pangan yaitu dengan ditemukannya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan (penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran kimia berbahaya, cemaran mikrobiologi yang patogen, masa kadaluarsa), serta perlunya penerapan CPPB dalam industri produk pangan termasuk mie basah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan karyawan dalam pelaksanaan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pada IRT mie basah di kota Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian survai bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional study. Jumlah responden sebanyak 60 orang dari dua industri mie basah di kota Medan. Analisis data yang digunakan adalah analisa univariat, bivariat dengan memakai uji chi-square pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan (P = 0,046) , mengikuti penyuluhan (P = 0,003), masa kerja (P = 0,003), pengetahuan (P = 0,001), sikap (P = 0,01), motivasi (P = 0,000), dan sarana informasi (P = 0,001) terhadap tindakan karyawan, sedangkan variabel kebijakan perusahaan dan fasilitas perusahaan tidak dapat diuji secara statistik karena data terdistribusi normal. Perlu peningkatan kerjasama antara pihak industri, karyawan dan pemerintah dalam rangka pelaksanaan CPPB di industri mie basah, dengan tujuan melindungi masyarakat dari produk pangan yang dapat membahayakan kesehatan. Kata Kunci : Mie Basah, Cara Produksi Pangan yang Baik, Produk Pangan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABSTRACT
Food safety is a condition and an attempt needed to avoid the food from the possibility of being polluted by biological, chemical and other substances that can disturb, inflict loss and endanger human health. The problem of food safety in Indonesia include low level of education, skill and responsibility of the food producers on food quality and safety, especially in food home industry proven by the finding of the food product which does not meet the quality and safety requirements (using the illegal additional material, dangerous chemical pollution, patogenic microbiological pollution, expired time), as well as the need to apply good FMP (Food Manufacturing Practice) in food product industry including wet noodles (mie basah) in the city of Medan. The purpose of this descriptive analytical study with cross sectional design is to analyze the factors related to the action of the employees in the implementation of good FMP (Food Manufacturing Practice) in the 2 (two) home industries producing wet noodles (mie basah). The data obtained were analyzed by means of univariate and bivariate analysis through Chi-square test at the level of confidence α = 0,05. The result of this study shows that there is a significant relationship between employees’ education (p = 0,046), attending extension (p = 0,003), length of service (p = 0,003), knowledge (p = 0,001), attitude (p = 0,01), motivation (p = 0,000), and information facility (p = 0,001) and the action of employees. The variables of company’s policy and company’s facility could not statistically tested because the data were normally distributed. Thus, the improvement of cooperation between the industry management, the employees and the government in the implementation of good FMP (Food Manufacturing Practice) in wet noodle industry is needed to protect the consumers or community from the health risking food product. Key word: Wet Noodle, Good Food Manufacturing Practice, Food Product
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana Wata’ala atas rahmat dan karuniaNYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul :
Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan
Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) Di Industri Mie Basah Kota Medan Tahun 2008. Proses penulisan tesis ini dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan maupun Doa dari berbagai pihak. Dalam Kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Pasca Sarjana Universutas Sumatera Utara. 2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, Ketua Program Studi Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua Komisi Pembanding yang banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. 3. Dr.Drs.R. Kintoko Rochadi, MKM., Ketua Komisi Pembimbing yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. 4. Ir. Indra Chahaya S, MSi., Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, masukan dan dukungan yang diberikan untuk menyelesaikan tesis ini. 5. Drs. Indra Ginting, Apt. MM. selaku Kepala Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
sekaligus sebagai dosen pembanding tesis atas bimbingan, masukan dan dukungan yang diberikan dalam penyempurnaan penulisan 6. Suami tercinta Ir. Erwin Batubara dan ketiga putra-putri permata hati M. Farrel Farakhan, M. Daffa Iuliano, dan Keiza Kamilah Deandra, karena telah menjadi motivator utama penulis untuk menyelesaikan kuliah 7. Ayahanda Alm. H.Syahmiden Harahap dan Ibunda tercinta Hj. S. Maryam HSB, serta kakak, abang dan adik atas segala kasih sayang, dukungan dan cinta yang tidak berkesudahan yang telah diberikan. 8. Ibu Mertua dan keluarga besar Batubara atas dukungan yang diberikan 9. Rekan-rekan Mahasiswa Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri angkatan perdana 2006 khususnya Sahat TH Marpaung S.Si.,Apt, Butet Benny Manurung S.Si., Apt. dan Meirinda ST. 10. Pejabat struktural di lingkungan Balai Besar POM di Medan atas izin dan dukungan yang telah diberikan, serta rekan-rekan keluarga besar Balai Besar POM di Medan atas dukungannya selama penulis menyelesaikan kuliah. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritikan, saran dan masukan dari berbagai pihak demi perbaikan penulisan tesis ini. Atas perhatian yang telah diberikan penulis mengucapkan terimakasih. Medan,
Agustus 2008
Penulis
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Yanti Agustini
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/ Tanggal Lahir
: Penyabungan, 26 Agustus 1969
Agama
: Islam
Alamat
: Jalan Silangge No. 73 Kejaksaan Medan
Telp
: 061-77660869
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. SD Negeri 03 Penyabungan
: 1976-1982
2. SMP Negeri 01 Penyabungan
: 1982-1985
3. SMA Negeri Penyabunagn
: 1985-1988
4. Fakultas MIPA Jurusan Farmasi (S-1) Universitas Sumatera Utara
: 1989-1996
5. Program Profesi Pendidikan Apoteker Universitas Sumatera Utara
: 1996-1997
6. Program Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
: 2006-2008
RIWAYAT PEKERJAAN 1. PNS pada Balai Besar POM di Medan.
: 1998 - sekarang
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ....................................................................................................... i ABSTRACT ....................................................................................................... ii KATA PENGANTAR.............................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. v DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ....................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR................................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 1.4. Hipotesis ................................................................................................. 4 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 6 2.1. Keamanan Pangan ................................................................................ 6 2.2. Good Manufacturing Practices (GMP) ............................................... 8 2.2.1. Sanitasi ................................................................................ 13 2.2.2. Higiene Personalia .............................................................. 14 2.2.3. Sanitasi Peralatan dan ruangan ........................................... 14 2.3. Sistem Jaminan Mutu Keamanan Pangan Berdasarkan HACCP ........ 15 2.4. Keamanan Pangan Mie Basah ............................................................. 22 2.5. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Keamanan Pangan ....................... 25 2.5.1. Pengetahuan ........................................................................ 26 2.5.2. Sikap ................................................................................... 27 2.5.3. Tindakan .............................................................................. 28 2.5.4. Perilaku Keamanan Pangan ................................................ 29 2.6. Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 34 BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 35 3.1. Jenis Penelitian ..................................................................................... 35 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 35 3.3. Populasi dan Sampel ............................................................................ 35 3.4. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 36 3.5. Defenisi Operasional ............................................................................ 36 3.6. Aspek Pengukuran ............................................................................... 38 3.7. Tehnik Pengumpulan Data.................................................................... 43
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
3.8. Analisa Data ......................................................................................... 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN.............................................................................. 46 4.1. Dekripsi Lokasi Penelitian ................................................................ 46 4.2. Distribusi Karakteristik Responden .................................................. 47 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan dan Motivasi Tentang Penerapan CPPB di Industri Mie Basah ............................. 49 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Fasilitas dan Sarana Informasi untuk mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah ............................................................................. 51 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Penerapan CPPB di Industri Mie Basah ........................................... 52 4.6. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah ........................................ 53 4.7. Hubungan Kebijakan dan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah ......................................... 58 4.8. Hubungan Fasilitas dan Ketersediaan sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah............. 60 BAB V. PEMBAHASAN ......................................................................................... 62 5.1. Distribusi Responden ......................................................................... 62 5.2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah ......................................... 65 5.3. Hubungan Kebijakan dan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah ......................................... 72 5.4. Hubungan Fasilitas dan Ketersediaan Sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah............. 75 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 78 6.1. Kesimpulan .......................................................................................... 78 6.2. Saran .................................................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 80
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
2.1.
Bahaya-bahaya yang terdapat pada pangan ............................................. 17
2.2.
Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan pada Mie Basah .................... 18
2.3.
Syarat mutu mie basah menurut SNI 01-2987-1992 .................................23
2.4.
Jenis bahan, dosis dan fungsi obat mie .....................................................24
3.1.
Defenisi Operasional Penelitian.................................................................38
4.1.
Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Karyawan di IRT Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 .....................................48
4.2.
Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan tentang Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008........... .....................................................................................50
4.3.
Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi untuk Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ................................................................................................50
4.4.
Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas untuk Mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ...........................................................................51
4.5.
Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Informasi untuk Mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008............................................................................52
4.6.
Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ............................................................................................... 53
4.7.
Hubungan Pendidikan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ........................................................................................53
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
4.8.
Hubungan Mengikuti Penyuluhan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ........................................................................................54
4.9.
Hubungan Masa Kerja dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ...........................55
4.10.
Hubungan Pengetahuan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 .......................................................................................56
4.11. Hubungan Sikap Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008...........................................................................................................57 4.12. Hubungan Kebijakan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008...........................................................................................................58 4.13.
Hubungan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ...............................59
4.14.
Hubungan fasilitas dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 ...............................60
4.15. Hubungan Sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 61
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
1. Program dan Pengawasan Keamanan Pangan .....................................................8 2. Proses pembuatan Mie Basah dan Titik-titik Kritis .......................................... 19 3. Komponen Health Belief Model dan Keterkaitannya ........................................32 4. Teori Tindakan Beralasan ..................................................................................33 5. Kerangka Konsep Penelitian ..............................................................................34
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Judul
Halaman
1. Kuesioner ......................................................................................................... 84 2. Master Data ...................................................................................................... 90 3. Output Statistik ................................................................................................ 93
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan, mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.(Notoatmodjo, 2005) Pola hidup rakyat Indonesia telah mengalami perubahan cukup besar, yakni mereka lebih banyak menggunakan waktu di luar rumah, sehingga menuntut jenis bahan makanan yang praktis dalam penyiapan dan penyajian (Haezah, 1993 dan Budianto dkk, 1998). Konsumsi makanan jadi lebih meningkat terutama yang berasal dari tepung terigu seperti mie, roti, dan kue kering. Miskelly (1998) menyatakan di Indonesia 60 – 70 % tepung terigu dikonsumsi dalam bentuk produk mie, berupa mie basah, mie kering dan mie instant. Kandungan karbohidrat yang tinggi, menjadikan mie digunakan sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi. Mie dapat diolah menjadi berbagai produk seperti mie baso, mie goreng, soto mie, mie ayam, dan lain sebagainya. Menurut Fardiaz (2002) masalah keamanan pangan di Indonesia diantaranya rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan pangan, terutama pada industri rumah tangga pangan dan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
ditemukannya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan (penggunaan bahan tambahan yang dilarang, cemaran kimia berbahaya, cemaran patogen, masa kadaluarsa). Pangan yang aman untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia misalnya bahan yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan. Industri Rumah Tangga (disingkat IRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Pimpinan dan karyawan IRT harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan pangan yang ditanganinya agar dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman. Pemilik/penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang Cara Produksi pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Pemilik/penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan pengetahuan dan keterampilannya kepada karyawan yang lain. Berdasarkan keputusan Kepala Badan POM RI, maka industri mie basah dikategorikan kepada Industri Rumah Tangga (IRT). (SK Kepala Badan POM RI., 2003) Berdasarkan SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.5.1635 tanggal 30 April 2003 menyatakan bahwa Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. Tujuan umum dari CPPB adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional. Sedang tujuan khusus dari CPPB adalah memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik dan mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses dan pengawasan. Penerapan CPPB akan menjamin keamanan pangan secara efektif dan rasional. Untuk menerapkan CPPB di IRT, selama ini dilakukan penyuluhan untuk mendapatkan nomor register yang disebut nomor Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Berdasarkan data dari Balai Besar POM di Medan, saat ini terdapat dua IRT mie basah yang terdaftar di Kota Medan. Sebelum memperoleh nomor P-IRT, pimpinan kedua IRT mie basah ini telah mendapatkan penyuluhan keamanan pangan. Setelah memperoleh penyuluhan keamanan pangan, pimpinan kedua IRT mie basah tersebut diharapkan dapat menerapkan pedoman CPPB kepada karyawannya. Berdasarkan pengawasan Balai Besar POM di Medan tahun 2007, pedoman CPPB belum dilaksanakan secara penuh di kedua IRT mie basah. Dari hasil pengawasan yang dilakukan pada industri mie basah tersebut, higiene, sanitasi dan keamanan produk mie basah tersebut masih memprihatinkan, termasuk dari bahan tambahan pangan yang digunakan pada produk mie. Perilaku, yang bentuk operasionalnya pengetahuan, sikap dan tindakan keamanan pangan belum
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
dilaksanakan secara baik di dalam proses produksinya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui penyebab belum dilaksanakannya pedoman CPPB. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian dalam uraian diatas maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tindakan karyawan dalam pelaksanaan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pada Industri Mie Basah di Kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan karyawan dalam pelaksanaan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) pada IRT mie basah di kota Medan. 1.4. Hipotesis 1. Ada hubungan karakteristik karyawan dengan pelaksanaan CPPB pada IRT mie basah di kota Medan. 2. Ada hubungan ketersediaan fasilitas dan sarana industri rumah tangga dengan pelaksanaan CPPB pada IRT mie basah di kota Medan. 3. Ada hubungan kebijakan IRT dan motivasi yang diperoleh karyawan dengan pelaksanaan CPPB pada IRT mie basah di kota Medan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
1.5. Manfaat Penelitian Penerapan CPPB dengan benar dan lengkap pada proses produksi mie akan menjamin mutu dan keamanan produk mie basah. Dengan demikian, manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.5.1. Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan pengolahan pangan, dan sebagai dokumen ilmiah yang dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. 1.5.2. Pemerintah Dapat
memberi
masukan
bagi
pemerintah,
khususnya
Departemen
Perindustrian, Departemen Kesehatan dan Badan POM RI dalam menyusun program dan kebijakan di bidang keamanan pangan. 1.5.3. Produsen Dapat memberi masukan kepada produsen mie basah, sejauh mana tindakan karyawannya dalam pelaksanaan CPPB, dan menjadi dasar dalam pemberian penghargaan ataupun sanksi terhadap karyawan serta memberi pengetahuan bagi bagaimana cara terbaik melaksanakan produksi sesuai pedoman CPPB. 1.5.4. Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya khususnya penerapan CPPB pada industri pangan lainnya.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Forsythe and Hayes (1998) mengatakan tujuan utama peraturan keamanan pangan adalah pemilik perusahaan diisyaratkan dapat mengidentifikasi dan mengawasi resiko keamanan pangan pada semua tahap persiapan dan penggunaan makanan menggunakan ’analisis bahaya’. Prinsip-prinsip dalam keamanan pangan adalah: 1) Analisis potensi bahaya dalam makanan pada tahap operasi; 2) Identifikasi titik-titik dalam operasi dimana bahaya dapat terjadi; 3) Menentukan titik kritis untuk menjamin keamanan pangan; 4) Identifikasi dan implementasi prosedur pengawasan dan pemantauan secara efektif pada titik kritis, dan 5) Memeriksa sistem secara berkala. Fardiaz (2002) mengatakan empat masalah di bidang keamanan pangan di Indonesia yaitu: 1. Masih ditemukannya produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan , yaitu meliputi: penggunaan bahan tambahan yang dilarang atau bahan tambahan pangan yang melebihi batas penggunaannya,cemaran kimia berbahaya seperti residu pestisida, logam berat dan obat obatan pertanian, cemaran mikroba termasuk patogen yang cukup tinggi, pelabelan dan periklanan yang tidak memenuhi syarat, peredaran produk pangan yang sudah kadaluarsa
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
termasuk produk import yang belum terdaftar, cara peredaran dan distribusi yang tidak memenuhi syarat, dan ditolaknya produk pangan di pasar internasional karena alasan mutu dan keamanan pangan. 2. Masih ada terjadi kasus keracunan karena makanan yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya. 3. Masih rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan pangan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga. 4. Masih rendahnya kepedulian konsumen tentang mutu dan keamanan pangan karena terbatasnya pengetahuan dan rendahnya kemampuan daya beli untuk produk pangan yang bermutu dan tingkat keamanannya yang tinggi. Pengawasan keamanan pangan terdiri dari 6 tahapan, yaitu: 1) produksi bahan mentah dan bahan penolong; 2) penanganan bahan mentah; 3) pengolahan; 4) distribusi; 5) pemasaran; 6) konsumen. Program yang dapat dilakukan pengawasan keamanan pangan antara lain : 1) Good Agricultura Practices (GAP); 2) Good Farming Practices (GFP); 3) Good handling Practices; 4) Good Manufacturing Practices (GMP); 5) Hazard Analysis and Critical Control Point; 6) Good Distribution Practices (GDP); 7) Good Transportation Practices (GTP); 8) Good Retailing Practices (GRP); 9) Good Catering Practices (GCP) (Fardiaz, 2002). Gambar 1. menyajikan keterkaitan program dan pengawasan keamanan pangan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Produksi Bahan Mentah dan Bahan Penolong
GAP/GFP
Penanganan bahan mentah
GHP HACCP
Pengolahan
GMP HACCP
Distribusi
GDP/GTP
Pemasaran
GRP
Konsumen
GCP HACCP
Gambar 1. Program dan Pengawasan Keamanan Pangan (Fardiaz, 2002) Berdasarkan Gambar 1. tersebut di atas dapat dikenali bahwa program GMP merupakan tahap ke tiga dari program pengawasan keamanan pangan, yaitu pada tahapan pengolahan dan HACCP terdapat pada tahapan penanganan bahan mentah, pengolahan dan konsumen. Dengan demikian GMP dan HACCP merupakan bagian dari program pengawasan pangan. 2.2. Good Manufacturing Practices (GMP) Yang dimaksud dengan Good Manufacturing Practices dalam sistem produksi dan distribusi pangan adalah bagaimana menyiapkan pengolahan pangan secara benar dengan mutu yang telah ditentukan dan menjamin bahwa hasil jadi (finished goods) memenuhi standar pangan olahan, siap konsumsi tanpa tercemar dalam kondisi apapun (Martoatmodjo, 1995). Menurut Soekarto (1990), Good Manafacturing Practices merupakan pedoman penyelenggaraan praktek sanitasi dalam industri pangan, standar sanitasi industri pangan biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah atau undang-undang, yang memuat tatacara atau pedoman penyelenggaraan proses industri yang bersih dan bebas dari pencemaran pada produk pangan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Peraturan-peraturan yang tercantum dalam payung Good Manufacturing Practices atau praktek pengolahan yang baik merupakan pelaksanaan dari sanitasi dasar yang antara lain meliputi aspek-aspek seperti pekerja, sanitasi pangan, sanitasi peralatan dan bangunan. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk pangan, pembersih dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Kegiatan yang berhubungan dengan produk pangan meliputi pengawasan mutu bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari peralatan, pekerja, dan hama pada semua tahap selama pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk akhir (Laksmi, 1996). Praktek-praktek yang tidak higienis merupakan penyebab utama terjadinya berbagai penyakit pada manusia. Sebagian besar masalah higienis pangan disebabkan oleh penanganan pangan pada produk olahan dan yang dikemas. Karena itu codex mencurahkan banyak perhatian pada masalah tersebut. Penerapan Good Manufacturing Practices secara efektif pada industri makanan adalah suatu yang tidak sulit dalam teori tetapi sangat sulit dalam praktek (Winarno, 1993). Di Indonesia, Good Manufacturing Practices dalam industri pengolahan pangan dapat diartikan sebagai Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Agar CPPB dapat diterapkan secara luas, maka Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Indonesia (2003) menyusun buku Pedoman Penerapan Cara Produksi Yang Baik (CPPB) untuk Industri Rumah Tangga (IRT) yang mengatur : 1. Lingkungan Produksi Untuk menetapkan lokasi IRT perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya. 2. Bangunan dan fasilitas IRT Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia serta mudah dibersihkan dan disanitasi. 3. Peralatan produksi Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya didisain, dikonstruksi, dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. 4. Suplai Air Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum. 5. Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari karyawan. 6. Pengendalian hama Hama (tikus, serangga, dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. 7. Kesehatan dan higiene karyawan Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber pencemaran. 8
Pengendalian proses Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Penetapan spesifikasi bahan baku; (2) Penetapan komposisi dan formulasi baru; (3) Penetapan cara produksi yang baku; (4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
9. Label Pangan Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan. 10. Penyimpanan Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan produk pangan yang diolah. 11. Penanggung jawab Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang bermutu dan aman. 12. Penarikan Produk Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan. 13. Pencatatan dan Dokumentasi Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi. 14. Pelatihan Karyawan Pimpinan dan karyawan IRT harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek hygiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
pangan yang ditanganinya agar dapat memprodusi pangan yang bermutu dan aman. (Depkes RI, 1996); Badan POM RI, 2003) Dalam penerapan CPPB dimungkinkan untuk tidak diterapkan persyaratan secara menyeluruh oleh Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP), misalnya karena alasan modal yang terbatas, fasilitas lingkungan yang tidak menunjang dan sebagainya. Di dalam penelitian ini pedoman CPPB diringkas menjadi 4 persyaratan saja, yaitu 1) Bangunan dan fasilitas IRT ; 2) Kesehatan dan higiene karyawan; 3) higiene pengolahan; dan 4) sanitasi peralatan dan ruangan. Cara produksi yang baik untuk pangan merupakan sasaran pokok dalam kegiatan pengawasan pangan. Tujuan dari pengawasan tersebut adalah : agar masyarakat mendapat pangan yang bermutu dan aman sehingga tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan keselamatan masyarakat (Susilastuti, 1996). 2.2.1. Sanitasi Dalam industri pangan, sanitasi merupakan persyaratan mutlak bagi industri pangan sebab sanitasi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap mutu pangan dan daya awet produk serta nama baik atau citra perusahaan. Sanitasi juga menjadi tolak ukur teratas dalam menilai keberhasilan perusahaan yang menangani produk pangan. Terjadinya kasus-kasus keracunan makanan sebagian besar diakibatkan kondisi sanitasi yang tidak memadai dalam praktek di industri pangan, tindakan sanitasi pangan meliputi : pengendalian pencemaran, pembersihan dan tindakan aseptik. Pengendalian pencemaran mencakup pembuangan sampah, dan menjauhi pencemar; pembersihan dilakukan dengan pencucian sedangkan tindakan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
aseptik dilakukan dengan peralatan atau sarana untuk menghindari mikroba. Di industri pangan tindakan sanitasi tidak dapat dilakukan secara sepotong-sepotong melainkan harus disemua jalur dan mata rantai operasi industri dari sejak pengadaan bahan baku atau mentah sampai produk akhir dipasarkan. Sanitasi dalam pabrik pangan merupakan sistem penjagaan lingkungan yang meliputi penciptaan kebersihan lingkungan, cara kerja higienis, penjagaan kesehatan pekerja serta pembinaan sikap, kebiasaan dan tingkah laku bersin. Cara kerja higienis yaitu : cara kerja dengan menghindari masuknya kuman (Soekarto, 1990). 2.2.2. Higiene Personalia Para pekerja yang menangani bahan pangan seperti memproses, menyimpan, mengangkut, dan mempersiapkan sering menyebabkan kontaminasi mikrobiologis pada bahan pangan ini. Para pekerja yang terinfeksi oleh patogen dapat mengkontaminasi makanan tersebut dengan memegangnya. Kontaminasi makanan oleh pekerja dapat diatasi dengan : (a)
Pemeliharaan kesehatan para pekerja yang menangani pangan.
(b)
Penanganan pangan secara higienis dan
(c)
Penggunaan alat atau pakaian pelindung bagi personal seperti, sarung tangan dan cuci tangan, tutup kepala, tutup hidung (masker), tidak makan, merokok di ruang produksi (Laksmi , 1997).
2.2.3. Sanitasi Peralatan dan ruangan Proses pembersihan ditujukan untuk menghilangkan sisa makanan yang menyediakan nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba. Pada saat sama
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
proses juga dapat menghilangkan sebagiaan besar mikroba melalui kerja fisik dari pencucian dan pembilasan hal ini saja dapat efektif dalam mengendalikan populasi mikroba, terutama bila benda yang dicuci kemudian dikeringkan dengan baik. Untuk mencapai dan mempertahankan pengendalian mikroba, proses pembersihan harus cukup mereduksi populasi mikroba untuk membantu mencapai hal ini maka proses pembersihan harus diikuti dengan desinfeksi oleh panas dan bahan kimia. Bila obyek yang dibersihkan dan telah didesinfeksi akan dibiarkan tidak digunakan hingga keesokan harinya, maka setelah pembersihan harus dikeringkan, dan didesinfeksi lagi sebelum digunakan. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembersihan pabrik dan peralatan pangan pada umumnya merupakan campuran komplek berbagai bahan kimia yang menghasilkan suatu tujuan yang spesifik. Sifat-sifat bahan pembersih yang baik adalah : ekonomis, tidak beracun, tidak korosif, tidak menggumpal dan tidak berdebu, mudah diukur, stabil selama penyimpanan dan mudah larut sempurna. Jenis-jenis pembersih yaitu pembersih alkali (Natrium Carbonat, Trinatrium Fosfat, Sekueteran, Survactan, Kloramin Organik dan Klorin Dioxida) (Laksmi S, 1997). 2.3 Sistem Jaminan Mutu Keamanan Pangan Berdasarkan HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi kemungkinan terjadinya bahaya (hazard) tertentu dan tindakan pencegahan untuk dapat mengendalikannya agar menjamin keamanan pangan. Sistem jaminan mutu yang didasarkan pada HACCP dimulai dari kesadaran atau perhatian bahwa bahaya (hazard) akan dapat timbul pada berbagai titik atau
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
tahapan
prosese
produksi
yang
pengendaliannya
dapat
dilakukan
dengan
mengendalikan bahaya-bahaya tersebut (Bambang. H. H. 1998) Untuk menjamin keamanan suatu produk pangan, National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF) menetapkan 7 prinsip HACCP sebagai berikut : 1. Analisa bahaya (hazard).dan penetapan resiko yang berhubungan dengan pertumbuhan, permanenan, bahan mentah dan ingredien , pengolah pangan, distribusi, penjualan, persiapan dan konsumsi. 2. Penetapan
titik
pengendalian
kritis
(CCP)
yang
dibutuhkan
untuk
mengendalikan bahaya yang mungkin terjadi. 3. Penetapan batas kritis yang dipenuhi untuk setiap CCP yang ditentukan 4. Penetapan prosedur untuk memantau CCP. 5. Penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan selama pemantauan. 6. Penetapan sistem pencatatan yang efektif yang merupakan dokumen penting program HACCP. 7. Penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil atau masih efektif (Fardiaz, 1997, Forsythe and Hayes, 1998 dan Mortimore and Wallece, 1998) Keuntungan penerapan HACCP pada industri pangan adalah : 1) melalui pengawasan proses, kerusakan dapat diidentifikasi sedini mungkin, oleh karena itu pada saat akhir kemungkinan produk tersebut ditolak, akan sedikit; 2) melalui
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
identifikasi CCP, pembatasan dari aspek teknik dapat ditarget dalam manajemen; dan 3) disiplin terhadap penerapan HACCP yang selalu berorientasi pada perkembangan kualitas produk (Mortimore and Wallace, 1998). Disamping itu HACCP dapat meningkatkan hubungan antara produsen dan pengawas pangan (SEAMEOTROPMED Regional Center for Community Nutrion, Universitas Indonesia, 1996). Analisa bahaya adalah evaluasi spesifik terhadap produk pangan dan bahan mentah atau ingrediennya untuk menentukan resiko bahaya biologis, kimia dan fisika. Sedangkan Forsythe dan Hayes, 1998, mengatakan bahwa 3 sumber essensial dari bahaya biologis adalah : 1) bahan mentah, 2) lingkungan (udara, air, dan peralatan) dan 3) pekerja/personil. Tabel 2.1 mengutip bahaya yang mungkin terdapat pada pangan menurut Snyder (1995) dalam Forsythe dan Hayes (1998) Tabel 2.1. Bahaya-Bahaya yang Terdapat Pada Pangan BAHAYA BIOLOGIS
BAHAYA KIMIA
BAHAYA FISIKA
Makrobiologi: lalat, tikus Mikrobiologi: Bakteri phatogen Virus Parasit dan protozoa Mycotoksin
Cairan pembersih Migrasi pembungkus Pestisida Alergen Logam-logam beracun Nitrat, nitrit, dan komponem N-N-nitroso PCBS Residu Aditif Makanan
Pecahan kaca Logam Batu Kayu Plastik Bagian dari hewan
Sumber : Forsythe dan Hayes (1998) Analisa bahaya tersebut terdiri dari dua tahap, yaitu 1). Analisis bahaya, dan 2). Penetapan kategori resiko bahaya. Sebelum melakukan analisis bahaya diperlukan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
beberapa persiapan seperti deskripsi produk, membuat daftar bahan mentah dan ingredient yang diperlukan dalam proses dan membuat diagram alir proses produksi. Tabel 2.2. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan pada Mie Basah Bahan mentah/ Bahaya No ingredient/bahan Kelompok Jenis Bahaya tambahan 1.
Tepung terigu
B (biologi) K (Kimia) F (fisik)
2.
Air
B
K
F 3. 4.
Garam alkali BTM
K K
5.
Minyak goreng
K
Cara pencegahannya
Memenuhi spesifikasi / di bawah batas cemaran mikroba Memenuhi spesifikasi / di bawah batas cemaran kimia Pengayakan; atau memenuhi persyaratan bahan baku E.coli, Shigella, dll Memenuhi persyaratan air untuk pengolahan makanan;mati pada suhu pemasakan Logam berat, obat- Memenuhi persyaratan air untuk pengolahan makanan; obat pertanian penyaringan dengan karbon aktif Memenuhi persyaratan air Pasir, kotoran lain untuk pengolahan makanan; penyaringan Memenuhi spesifikasi Cemaran kimia Cemaran kimia, Memenuhi spesifikasi sesuai dengan peraturan logam berat Men Kes No. 722/MenKes/Per/IX/88 Memenuhi spesifikasi Produk ketengikan Kapang, bakteri, telur ulat, kutu Residu pestisida, logam berat Kotoran
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1998) CCP adalah suatu titik atau prosedur di dalam sistem pangan yang jika tidak dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan resiko bahaya yang tinggi bagi kesehatan. CCP
ditetapkan pada setiap tahap proses, mulai dari produksi,
pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan ingredient, pengolahan, pengemasan, distribusi, sampai konsumsi. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
untuk bahaya biologis
/ mikrobiologis , kimia dan fisik. Penetapan CCP yang
diperlukan untuk mengendalikan bahaya ada 2 macam, yaitu :1) CCP-1 : menjamin dapat mencegah atau menghilangkan bahaya, dan 2) CCP-2 : mengurangi bahaya, tetapi tidak menjamin dapat mencegah / menghilangkan bahaya (Forsye and Hayes, 1998 dan Fardiaz, 1997). Gambar 2. menyajikan prosedur pembuatan mie basah dan titik kritisnya. Tepung terigu
Air
Garam Alkali
Bahan Tambahan Pangan CCP (1)
Pencampuran/Mixing Pengistirahatan/Resting Pembuatan lembaran/Sheeting Pemotongan/Cutting Pemasakan/Boiling CCP (2) Pembilasan/Rinsing Pengeringan/Draining Pemberian minyak/Oiling CCP (3) Pendinginan/Cooling CCP (4) Pengemasan CCP (5) MIE BASAH
Gambar 2. Proses pembuatan Mie Basah dan Titik-titik Kritis (Departemen Kesehatan RI, 1998 dan Miskelly, 1998) Keterangan : 1. CCP (1) : Pemilihan bahan baku dan bahan penolong. Bahan terigu dan bahan penolong (air, garam alkali, BTM dam minyak goreng) sering mengandung
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
cemaran kimia dan khusus untuk BTP bahkan bahan yang berbahaya yang tidak dapat dihilangkan dengan proses pengolahan dalam pembuatan mie basah. 2. CCP (2) : Proses pemasakan. Proses pemasakan merupakan satu-satunya proses pemanasan di dalam pengolahan mie yang dapat menghilangkan mikroba berbahaya dan mikroba pembusuk yang mungkin terdapat di dalam bahan baku dan bahan penolong. 3. CCP (3) : Pemberian minyak. Minyak goreng ditambahkan setelah pemasakan mie sehingga tidak ada tahap proses yang dapat menghilangkan cemaran di dalam minyak goreng, baik cemaran mikroba maupun kimia, 4. CCP (4) : Pendinginan. Selama pendinginan kemungkinan terjadi pencemaran kembali terhadap produk sebelum dilakukan pengemasan. Kondisi ruangan pendinginan harus cukup bersih dan bebas dari kemungkinan cemaran-cemaran yang berbahaya. 5. CCP (5) : Pengemasan. Pengemasan ditujukan untuk menghindarkan produk dari kemungkinan kontaminasi selama distribusi dan penjualan serta mencegah kerusakan produk. Kemasan yang digunakan harus tepat dan penutupan kemasan harus rapat dan tidak bocor. Prosedur pembuatan mie basah di atas tidak baku, setiap perusahaan memiliki prosedur yang berbeda. Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa prosedur pembuatan mie basah pada IRT di Medan lebih sederhana, yakni pencampuran, pembuatan lembaran, pemotongan, pemasakan, pemberian minyak, pendinginan dan pengepakan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pendataan tertulis seluruh program HACCP menjamin bahwa program tersebut dapat diperiksa kembali dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Catatan yang teliti dan dokumentasi harus dilakukan terhadap semua pengukuran terhadap CCP, tindakan terhadap penyimpangan kritis, dan tindakan akhir terhadap produk. Catatan tersebut dapat diserahkan kepada pengawas pangan jika diminta, sehingga pemeriksa dapat berlangsung cepat dan praktis dan dapat digunakan sebagai acuan bagi seorang operator jika terjadi gangguan dalam peralatan kerja sehingga dapat melakukan tindakan koreksi (Fardiaz, 1997, Corlett, 1998). Menurut Winarno (1997), sumber kontaminasi dapat terjadi pada : 1. Bahan baku mentah : diperkirakan proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. 2. Peralatan / mesin yang kontak langsung dengan makanan. Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval waktu yang agak sering untuk menghilangkan sisa makanan dan tanah yang memungkinkan untuk pertumbuhan kuman. 3. Air untuk pengolahan makanan, sebaiknya belum memenuhi persyaratan kualitas air minum. 4. Peralatan / mesin yang menangani produk akhir, harus dalam keadaan kering dan bersih untuk menjaga agar tidak terjadi kontaminasi. Selanjutnya Hiasinta (2001) menyatakan bahwa bahan dan peralatan dapur harus segera dibersihkan dan disanitasi/didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
sementara, maupun penyajian. Peralatan dapur seperti alat pemotong, papan pemotong (talenan), dan alat saji merupakan sumber kontaminasi bagi makanan. Sedangkan tindakan higienis yang penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan, dan kesehatan diri, termasuk penggunaan celemek (apron) yang bersih dan tidak boleh digunakan untuk lap tangan. 2.4. Keamanan Pangan Mie Basah Mie adalah hasil olahan yang dibuat dari tepung terigu yang dijadikan adonan tanpa fermentasi ragi, dilebarkan menjadi lembaran tipis, kemudian diiris panjangpanjang dan dikeringkan (Sediaoetama, 1989), Mie pertama kali dibuat dan berkembang di negara Cina, hingga dikenal sebagai Oriental Noodle. Marco Polo menyebarkan teknologi mie dari Cina ke Italia dan kemudian berkembang di seluruh dunia, termasauk Indonesia. Secara garis besar mie dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mie basah dan mie kering. Winarno (1997) menyatakan berdasarkan kadar air dan tahap pengolahannya, mie dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu : 1. Mie mentah/segar, dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35%. 2. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami penggodokan dalam air mendidih selama 1-2 menit, dengan kadar air 52%, yang disebut dengan Hokkien noodles. 3. Mie kering adalah mie mentah yang dikeringkan dengan kadar 10%. 4. Mie goreng adalah mie mentah, sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
5. Mie instan (mie siap hidang), di Jepang produk ini disebut Sokusekimen, adalah mie mentah yang telah mengalami pengukusan dan di keringkan menjadi mie instant kering atau digoreng menjadi mie instant goreng (instant fried noodles). Tabel 2.3. Syarat Mutu Mie Basah menurut SNI 01-2987-1992 No. 1.
2. 3. 4. 5.
6.
7. 8.
Kriteria Uji
Persyaratan
Keadaan : Normal 1.1. Bau Normal 1.2. Rasa Normal 1.3. Warna 20 – 35 Air, %, b/b Maksimum 3 Abu (dihitung dasar bahan kering), %, b/b Protein (N x 6,25) dihitung atas dasar bahan Minimum 3 kering,%. B/b Bahan Tambahan Makanan : Tidak boleh ada 5-1 Boraks dan asam borat Sesuai SNI 0222-M dan 5-2 Pewarna peraturan Men Kes No.722/MenKes/Per/IX/88 Tidak boleh ada 5.3 Formalin Cemaran logam : Maksimum 1,0 6.1. Timbal (Pb), mg/kg Maksimum 10,0 6.2. Tembaga (Cu),mg/kg Maksimum 40,0 6.3. Seng (Zn), mg/kg Maksimum0,05 6.4. Raksa (Hg),mg/kg Maksimum 0,05 Arsen (As, mg/kg Cemaran mikroba : Maksimum 1,0 x 106 8.1. Angka lempengan total koloni/g 8.2. E.coli Maksimum 10 8.3. Kapang Maksimum 1,0 x 104
Sumber : Departemen Perindustrian, 1992 Pembuatan mie basah sebenarnya sama dengan pembuatan mie pada umumnya, bedanya pada mie basah secara tradisional biasanya ditambah dengan Kansui (air alkali) atau Kie (air abu). Tujuannya untuk memperbaiki sifat-sifat fisik (fungsional) mie dan untuk meningkatkan daya tahan mie. Pada pembuatan mie yang
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
lebih maju, berbagai bahan tambahan diberikan untuk mengganti kansui atau kie yang disebut dengan obat mie atau dough improver. Dengan obat mie tersebut akan dihasilkan mie yang baik dan cukup awet tanpa menggunakan boraks. Tabel 2.4. berikut menyajikan komposisi obat mie. Tabel 2.4 Jenis Bahan, Dosis dan Fungsi Obat Mie No Jenis Bahan 1 Garam dapur
Dosis 1–2%
. 2.
Garam karbonat KCO, NaCO
0,5 %
Fungsi Memberi rasa, memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dan karbohidrat serta mengikat air Meningkatkan pH, menyebabkan warna sedikit kuning, dengan flavor yang lebih baik. KCO untuk meningkatkan kekenyalan dan NaCO untuk kehalusan tekstur. Meningkatkan elastisitas dan flektibilitas adonan.
,25 % Sodium Tripoli phosphate (TPP) Na5P3O10 Garam Na 0,5 – 1,0 Meningkatkan ketahanan terhadap air, 4 Carboxy Methyl % mempertahankan keempukan selama Cellulose (CMC) penyimpanan, meningkatkan daya serap air . dan memperbaiki tekstur. 0,38 % Sebagai 5. Kalsium pengawet untuk mencegah propionat pH > 5.0 terbentuknya lendir dan kapang. Sumber : Winarno, 1997 3.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui keamanan pangan mie basah. Apabila hasil menunjukkan ada penyimpangan dari standart mutu yang telah ditetapkan yakni SNI 01-2987-1992 berarti mie basah tersebut tidak aman dikonsumsi. Setelah kasus formalin dan boraks pada mie basah terekspos secara luas pada tahun 2005 dan tahun 2006, informasi tentang formulasi mie basah dengan bahan tambahan yang aman dikonsumsi disosialisasikan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Tenologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB).
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Formulasi mie basah hasil penelitian Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan mempunyai komposisi 25 kg terigu, 8.5 kg air, 0.075 % (25 gram) Ca-propianat, 2.5% Na-Asetat (35 gram), 0.025 % (8.5 gram) Paraben. Formulasi ini aman untuk dikonsumsi dan memiliki daya awet 2 hari (IPB, 2005). 2.5. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Keamanan Pangan Perilaku pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau pun dapat ditaati secara tidak langsung. (Notoatmojo, 1993). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Bentuk dari respon tersebut adalah : 1) bentuk pasif atau respon internal, yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, berupa pikiran, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, dan 2) bentuk aktif, yakni apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung dalam bentuk tindakan nyata atau overt behavior (Notoatmojo, 1993). Pendapat lain tentang perilaku dikemukakan oleh Budioro (1998) yang mendefinisikan
sebagai
segala
bentuk
tangapan
dari
individu
terhadap
lingkungannya. Proses dan mekanisme perilaku sebenarnya sangat rumit dan kompleks, tetapi bentuk operasionalnya disederhanakan dalam 3 komponen utamanya, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan. Lebih lanjut Notoatmojo (1993) mengatakan bahwa pembentukan perilaku dipengaruhi oleh : 1) faktor intern / dalam diri individu yang mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, dan 2) faktor ekstern / luar individu
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Berikut diuraikan bentuk operasional dari perilaku, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan. 2.5.1. Pengetahuan Menurut Sjamsuri (1989) yang dimaksud dengan pengetahuan adalah apa yang diketahui tentang alam lingkungan. Sedangkan Sumantri (1987) mengatakan pengetahuan adalah segenap apa yang diketahui tentang suatu obyek, termasuk di dalamnya ilmu. Secara umum seseorang memiliki dua jenis pengetahuan yakni : 1) pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku, yang mengacu pada interpretasi seseorang terhadap informasi yang relevan di lingkungannya, dan 2) pengetahuan prosedural tentang bagaimana melakukan sesuatu, yang disimpan dalam ingatan sebagai suatu produksi. Ke dua jenis pengetahuan tersebut, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan prosedural memiliki pengaruh terhadap perilaku (Peter dan Olson, 2000). Hal senada dikemukakan oleh Notoatmojo (1993) yang mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Peter dan Olson (2000) menyatakan bahwa pengaktifan pengetahuan dalam ingatan sering terjadi secara otomatis dengan hanya sedikit atau bahkan tidak ada upaya sadar yang dibutuhkan. Pengetahuan tersebut dapat diaktifkan melalui beberapa cara, yakni : 1) eksposur pada obyek atau kejadian disekitar lingkungan, 2) status afeksi internal, misalnya pengetahuan dan kepercayaan positif cenderung
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
diaktifkan ketika seseorang berada dalam suasana hati yang menyenangkan, sementara arti yang lebih negative diaktifkan ketika orang yang sama dengan berada dalam suasana hati yang sebaliknya, 3) apabila pengetahuan tersebut dihubungkan dengan arti lain yang juga diaktifkan. Sifat penting dari sistem kognitif manusia adalah kapasitasnya yang terbatas, yakni hanya dapat mengingat sejumlah kecil pengetahuan pada saat yang bersamaan. 2.5.2. Sikap Menurut Notoatmodjo (1993) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi indakan suatu perilaku. Newstrom dan Davis (1997) mengatakan bahwa sikap adalah perasaan dan kepercayaan yang ditentukan bagaimana seseorang akan merasa di lingkungannya, melakukan tindakan yang diharapkan dan akhirnya berperilaku. Selanjutnya dikatakan sikap meliputi perasaan, pikiran arti bertindak. Sedangkan Peter dan Olson (2000) mendefinisikan sikap sebagai evaluasi konsep secara menyeruh yang dilakukan oleh seseorang. Menurut Peter dan Olson (2000) sikap yang telah ada dapat diaktifkan dari ingatan dan digunakan sebagian asar untuk menterjemahkan informasi baru. Disamping itu sikap yang diaktifkan tersebut dapat dintegrasikan dengan pengetahuan lainnya dalam pengambilan keputusan. Dua konsep penting dalam pengukuran sikap adalah : 1) Sikap selalu mempunyai obyek yang menjadi sasaran sikap (seperti orang,
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
tindakan, situasi atau ide) dan 2) Sikap adalah evalusi yang digambarkan dalam satu kotinum dari negatif, lewat daerah netral ke positif (Green dan Kreuter, 1991 dan Suryabrata 1998). 2.5.3.Tindakan Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, yakni fasilitas dan faktor pendukung (support) dari pihak lain. Menurut Peter dan Olson (2000) perilaku (behaviors) adalah tindakan khusus yang ditujukan pada beberapa objek target. Tindakan dapat dikelompokkan ke dalam 4 tingkatan, yaitu : 1) Persepsi (perception) adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil; 2) Respon terpimpin (guided response) dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh; 3) mekanisme (mechanism) adalah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu tersebut telah menjadi kebiasaan dan 4) adaptasi (adaptation) adalah suatu tindakan atau praktek yang sudah berkembang dengan baik. Pengukuran praktek dapat dilakukan secara langsung dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dan secara tidak langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan tersebut.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.5.4. Perilaku Keamanan Pangan Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulasi yang berkaitan dengn sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Salah satu perilaku kesehatan tersebut adalah perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon seseorang tehadap makanan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh (Notoatmodjo, 1993). Dalam pengelolaan pangan agar diperoleh pangan yang aman dikonsumsi perlu diterapkannya CPPB dan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Dillon dan Griffith (1996) mendefiisikan HACCP adalah sistem manajemen keamanan pangan, dengan strategi mencegah bahaya dan resiko yang terjadi pada titik-titik kritis pada rantai produksi pangan. Yang dimaksud dengan perilaku keamanan pangan adalah respon seseorang terhadap stimulasi yang berkaitan dengan analisis bahaya dan pengendaliannya pada titik-titik kritis proses produksi pangan. Sepanjang masa hidup, perilaku makhluk hidup, termasuk manusia, akan mengalami perubahan (Budioro, (1998). Green dan Kreuter (1991) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok, yaitu : 1) Faktor yang mempermudah (predisposing factor) yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, kebutuhan dan kemampuan, menghubungkan antara motivasi individu atau kelompok dengan tindakan ; 2) Faktor pendukung (enabling factor), kondisi lingkungan, mempermudah penampakan dari tindakan individu atau
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
kelompok, yang meliputi ketersediaan, keterjangkauan dan kemampuan pelayanan kesehatan dan sumber daya masyarakat; dan 3) Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu faktor yang berkaitan dengan mekanisme umpan balik yang diterima orang lain dapat positif atau negatif, meliputi dukungan sosial, pengaruh teman sebaya, nasehat dan umpan balik dari tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. Teori dan model perilaku dan kesehatan yang lain adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model / HBM). Di dalam teori HBM menganggap perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Secara khusus model ini menegaskan bahwa persepsi seseorang tentang kerentanan dan kemanjuran pengobatan dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku-perilaku kesehatan (Graff, et al, 1996). Strecher and Rosenstock (1997) mengatakan ada 7 komponen dan HBM, yaitu: 1) Pengertian tentang kerentanan penyakit (perceived susceptibility). Misalnya pengertian tentang seberapa besar kemungkinan seseorang dapat dihinggapi penyakit atau terlibat dalam masalah kesehatan yang bersangkutan. 2) Pengertian tentang keparahan penyakit (perceived severity). Misalnya pengertian tentang seberapa parahnya bila ia sampai terjangkit penyakit atau terlibat masalah kesehatan yang bersangkutan. 3) Pengertian tentang kegunaan / manfaat untuk melakukan tindakan yang bersangkutan (perceived benefits). Misalnya bila ia bersedia melakukan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
tindakan apakah ancaman kerentanan dan keparahan penyakit akan berkurang atau teratasi. 4) Pengertian tentang hambatan untuk melakukan tindakan yang bersangkutan (perceived barriers). Misalnya yang menyangkut biaya, bahaya efek samping atau komplikasi, khawatir menhadapi rasa sakit atau ketidaknyamanan lainnya. 5) Dorongan untuk bertindak (cues of action). Adanya sumber informasi tambahan yang akan mempengaruhi pengertian-pengertian tersebut di atas, seperti pendidikan, gejala-gejala penyakit, media informasi. 6) Kemampuan
diri
untuk
berperilaku
melaksanakan
tindakan
yang
bersangkutan (self-efficacy). Misalnya dengan kondisi yang ada pada dirinya apakah ia merasa mampu berperilaku sebagaimana yang seharusnya. 7) Variabel lain, seperti demografi, sosiopsikologi dan variabel struktur yang mempengaruhi persepsi individu dan tidak langsung mempengaruhi perilaku kesehatan.
Gambar
3.
berikut
menyajikan
komponen
HBM
dan
keterkaitannya.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Persepsi individu
Pengertian kerentanan dan keparahan penyakit
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kemungkinan tindakan
Umur,jenis kelamin,ras, Kepribadian Sosioekonomi Pengetahuan
Manfaat dari tindakan dikurangi hambatan untuk perubahan perilaku
Pengertian ancaman penyakit
Kemungkinan untuk perubahan perilaku
Dorongan untuk bertindak : Pendidikan Gejala penyakit, sakit Media informasi
Gambar 3. Komponen Health Belief Model dan Keterkaitannya (Strecher and Rosenstock, 1997) Di samping ke dua teori perilaku di atas, yakni teori precede and proceed dan HBM, teori lain tentang perubahan perilaku dikemukakan oleh Fishbein yakni teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). Di dalam teori tindakan beralasan dikemukakan faktor paling penting dalam mempengaruhi perilaku adalah keinginan berperilaku (behavioral intention) seseorang. Keinginan berperilaku adalah suatu proposisi yang menghubungkan diri dengan tindakan yang akan datang. Faktor yang langsung mempengaruhi keinginan berperilaku adalah sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dan norma subyektif atau sosial yang berhubungan dengan perilaku (subjective norm). Kepercayaan utama untuk berperilaku (behavioral beliefs) dan evaluasi dalam melakukan perilaku (evaluation of behavioral outcomes) secara bersama akan membentuk sikap terhadap perilaku. Norma subjektif adalah persepsi
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
seseorang tentang apa yang mereka anggap bahwa orang lain ingin agar mereka lakukan. Norma subyektif dipengaruhi oleh kepercayaan normative (normative beliefs) dan motivasi untuk memenuhi harapan (motivation to comply). Menurut teori tindakan beralasan seseorang cenderung melaksanakan perilaku yang dievaluasi dan diterima secara baik oleh orang lain dan cenderung menahan diri dari perilaku yang dianggap tidak baik dan tidak menyenangkan orang lain (Montano, Kasprzyk and Taplin, 1997 dan Peter dan Olson, 2000). Gambar di bawah ini mencantumkan teori tindakan beralasan Pengaruh Lingkungan : 1. Lingkungan fisik 2. Lingkungan sosial 3. Lingkungan pemasaran Variabel Personal 1. Nilai, tujuan akhir 2. Pengetahuan lainnya, kepercayaan dan sikap 3. Sifat pribadi 4. Pola gaya hidup 5. Karakteristik demografi 6. Karakteristik psikologis
Kepercayaan utama berperilaku Evaluasi dalam melakukan perilaku
Kepercayaan normatif
Motivasi untuk memenuhi harapan
Sikap terhadap perilaku
Keinginan berperilaku
Perilaku
Norma subjektif
Gambar 4. Teori Tindakan Beralasan (Montano, Kasprzyk and Taplin, 1997 dan Peter dan Olson, 2000) Pelatihan dan pembinaan merupakan hal yang penting dalam sistem produksi pangan. Kurangnya pelatihan dan pembinaan terhadap karyawan yang mengolah pangan merupakan suatu ancaman terhadap mutu dan keamanan pangan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pimpinan dan pengawas pengolah pangan seharusnya mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene pangan agar dapat menduga resiko yang mungkin terjadi, dan bila perlu dapat memperbaiki penyimpangan yang terjadi(Dirjen POM, Depkes RI, 1996). Carleet (1998) menyatakan keberhasilan sistem keamanan pangan, termasuk HACCP tergantung pada pendidikan dan pelatihan (penyuluhan) pada pimpinan dan pekerja dalam memproduksi pangan yang aman dan informasi tentang pengendalian bahaya pada semua tahap pengelolaan makanan. 2.6. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independent Karakteristik Karyawan - Pendidikan - Mengikuti Penyuluhan - Masa kerja - Sikap - Pengetahuan Variabel dependent -
-
Kebijakan dari IRT mie basah berkaitan dengan CPPB(sanksi & penghargaan) Motivasi yang diperoleh karyawan (Dari pimpinan, pengawas)
Tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB
Ketersediaan fasilitas Dalam pelaksanaan CPPB Ketersediaan sarana memperoleh Informasi CPPB (penyuluhan) Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian dengan analitik observasional dengan menggunakan rancangan Cross Sectional, yaitu melakukan observasi atau pengukuran variabel pada saat tertentu. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di dua industri mie basah di Kota Medan. Alasan pemilihan lokasi tersebut dikarenakan hanya terdapat dua IRT mie basah yang terdaftar di kota Medan. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 6 bulan sejak bulan Januari sampai dengan Juli 2008. Dimulai dari pelaksanaan, konsultasi judul, persiapan proposal penelitian, persiapan proposal kolokium/seminar proposal, pengumpulan data serta melakukan analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di dua industri mie basah di kota Medan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang yakni seluruh karyawan yang bekerja di 2 IRT mie basah di kota Medan dengan rincian: dari IRT mie basah A
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
sebanyak 21 orang, IRT mie basah B sebanyak 39 orang. Sampel merupakan karyawan yang bekerja mulai dari penerimaan bahan awal sampai produk jadi dan pengambilan sampel adalah dari setiap masing – masing ruangan IRT mie basah. 3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer Diperoleh dari hasil wawancara berupa kuesioner terhadap faktor-faktor berhubungan dengan tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB di industri mie basah kota Medan meliputi: pendidikan, mengikuti penyuluhan, masa kerja, pengetahuan, sikap, Kebijakan dari IRT mie basah berkaitan dengan CPPB (sanksi & penghargaan), motivasi yang diperoleh karyawan (dari pimpinan, pengawas), ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan CPPB, dan ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB (penyuluhan) 3.4.2. Data Sekunder Diperoleh dari Balai Besar POM di Medan tentang jumlah IRT mie basah di kota Medan dan dari 2 IRT mie basah di kota Medan tentang jumlah karyawan yang bekerja mulai dari penerimaan bahan awal hingga produk jadi di kedua IRT tersebut. 3.5. Defenisi Operasional Variabel Independen (Bebas) : 1. Karakteristik a. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah dilalui responden sampai memperoleh tanda tamat sekolah (ijazah).
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Mengikuti Penyuluhan adalah pernah atau tidak pernahnya karyawan mengikuti penyuluhan/pelatihan keamanan pangan baik yang diadakan oleh pemerintah maupun oleh IRT itu sendiri. c. Masa kerja adalah lamanya waktu bekerja responden di industri mie basah terhitung mulai masuk bekerja. d. Pengetahuan adalah pengertian dan pengetahuan responden tentang penerapan CPPB di industri mie basah yang telah diatur oleh Badan POM RI dalam pedoman penerapan CPPB dalam Industri Rumah Tangga (IRT). e. Sikap adalah tanggapan karyawan tentang penarapan CPPB pada IRT dalam hal ini industri mie basah. 2. a. Kebijakan IRT mie basah adalah berbagai ketentuan yang diambil oleh pihak produsen IRT mie basah meliputi ada tidaknya peraturan tertulis tentang penerapan CPPB yang diterbitkan IRT mie basah dengan mengacu pada peraturan diatasnya dan diketahui oleh karyawan, serta ada tidaknya sanksi dan perhargaan pelaksanaan prosedur tetap penerapan CPPB. b. Motivasi yang diperoleh karyawan ada tidaknya dukungan berupa ucapan, sikap dan tindakan teman, atasan langsung dan petugas pengawas yang biasa mendorong karyawan menerapkan CPPB. 3. a. Ketersediaan fasilitas IRT ádalah mendukung pelaksanaan CPPB pada IRT yang
tercantum dalam pedoman CPPB sesuai dengan keputusan kepala
Badan POM RI Nomor : HK.00.05.5.1639. b. Ketersediaan sarana memperoleh informasi penerapan CPPB adalah ada
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
tidaknya kegiatan pelaksanaan di industri mie basah seperti: buku atau brosur: serta sosialisasi peraturan tertulis berupa prosedur tetap pelaksanaan CPPB. Variabel Dependent (terikat) Tindakan adalah tindakan karyawan yang nyata dalam pelaksanaan CPPB di IRT mie basah. Tabel 3.1. Defenisi Operasional Penelitian Variabel
Cara Ukur/alat ukur
Hasil Ukur
Skala
Independent : Karakteristik karyawan: 1. Pendidikan
Wawancara (Kuesioner)
SMP SMU S1
Ordinal
2. Mengikuti Penyuluhan
Wawancara (Kuesioner)
Pernah Tidak pernah
Ordinal
3. Masa kerja
Wawancara (Kuesioner)
Lama > 5 tahun Baru ≤ 5 tahun
Ordinal
4. Pengetahuan
Wawancara (Kuesioner)
Baik (skor > 50% total nilai) Kurang (skor ≤ 50% total nilai)
Ordinal
Wawancara (Kuesioner)
Baik (skor > 50% total nilai) Kurang (skor ≤ 50% total nilai)
Ordinal
1. Kebijakan IRT berkaitan dengan penerapan CPPB
Wawancara (Kuesioner)
Baik (skor > 50% total nilai) Kurang (skor ≤ 50% total nilai)
Ordinal
2. Motivasi yang diperoleh karyawan 1. Ketersediaan Fasilitas dalam penerapan CPPB
Wawancara (Kuesioner) Check list (Observasi)
Baik (skor > 50% total nilai) Kurang (skor ≤ 50% total nilai) Baik (skor > 50% total nilai) Kurang (skor ≤ 50% total nilai)
Ordinal
2. Ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB Variabel Dependent Tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB.
Check list (Observasi)
Baik (skor > 50% total nilai) Kurang (skor ≤ 50% total nilai)
Ordinal
Wawancara (Kuesioner)
Baik (skor > 50% total nilai) Kurang (skor ≤ 50% total nilai)
Ordinal
5. Sikap
Ordinal
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, tindakan, kebijakan IRT berkaitan dengan pelaksanaan CPPB,
motivasi yang diperoleh karyawan,
ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan CPPB, dan ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB, Skala pengukuran yang digunakan adalah : skala Guttman. 3.6.1. Tingkat Pengetahuan Untuk mengukur tingkat pengetahuan digunakan skala ordinal dengan dua kategori benar dan salah. Untuk memperoleh kategori benar dan salah yaitu menggunakan sistem pembobotan (skoring). Penilaian untuk pertanyaan yang bernilai positip dilakukan sebagai berikut : a. Jawaban benar diberi skor 1 (satu) b. Jawaban salah diberi skor 0 (nol) Penilaian untuk pertanyaan yang bernilai negatif dilakukan sebagai berikut: a. Jawaban salah diberi skor 1 (satu) b. Jawaban benar diberi skor 0 (nol) Berdasarkan total skor dari 16 pertanyaan yang diajukan, maka tingkat Pengetahuan responden diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu : 1. Baik, apabila jawaban responden memiliki total skor > 50% dari 16 pertanyaan yang diajukan. 2. Kurang, apabila jawaban responden memiliki total skor ≤ 50% dari 16 pertanyaan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
3.6.2. Sikap Pengukuran sikap dilakukan dengan mengajukan 16 pertanyaan dan masingmasing pertanyaan diberikan 2 pilihan jawaban sikap, dengan total skor 32. Penilaian untuk pernyataan yang bernilai positip dilakukan sebagai berikut : 1. Jawaban setuju diberi skor 1 (satu) 2. Jawaban tidak setuju diberi skor 0 (nol) Penilaian untuk pernyataan yang bernilai negatif dilakukan sebagai berikut: 1. Jawaban tidak setuju diberi skor 1 (satu) 2. Jawaban setuju diberi skor 0 (nol) Berdasarkan total skor jawaban sikap dari 16 pernyataan yang diajukan, maka sikap responden digolongkan dalam kategori yaitu : 1. Baik, apabila jawaban responden memiliki total skor > 50% dari 16 pernyataan yang diajukan. 2. Kurang, apabila jawaban responden memiliki total skor ≤ 50% dari 16 pernyataan yang diajukan. 3.6.3. Tindakan Tindakan responden diukur dengan mengajukan 10 pertanyaan yang telah diberi skor. Masing-masing diberikan 2 pilihan jawaban dengan total skor sama dengan 20. Kriteria pilihan jawaban tindakan adalah sebagai berikut : 1. Jawaban Ya diberi skor 1 2. Jawaban Tidak diberi skor 0
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Berdasarkan total skor dari 10 pertanyaan tersebut, maka tindakan responden diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu : 1. Baik, bila responden memiliki total skor > 50% dari 10 pertanyaan yang diajukan. 2. Kurang, bila responden memiliki total skor ≤ 50% dari 10 pertanyaan yang diajukan. 3.6.4. Ketersediaan fasilitas pelaksanaan CPPB Pengukuran ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan CPPB menggunakan pertanyaan yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 7 dan masing-masing pertanyaan diberikan 2 pilihan jawaban dengan total skor adalah 14. Kriteria pilihan jawaban adalah sebagai berikut : 1. Jawaban Ada diberikan skor 1 (satu) 2. Jawaban Tidak diberikan skor 0 (nol) Berdasarkan total skor dari 7 pertanyaan yang diajukan, ketersediaan fasilitas pelaksanaan CPPB medis diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu : 1. Baik, bila responden memiliki total skor > 50%dari 7 pertanyaan yang diajukan. 2. Kurang, bila responden memiliki total skor ≤ 50% dari 7 pertanyaan yang diajukan. 3.6.5. Ketersediaan sarana memperoleh informasi pelaksanaan CPPB Ketersediaan sarana memperoleh informasi pelaksanaan CPPB diukur dengan menggunakan pertanyaan yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan yang diajukan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
sebanyak 7 dan masing-masing diberikan jawaban 2 pilihan jawaban dengan total skor 14. Kriteria pilihan jawaban adalah sebagai berikut : 1. Jawaban Ada diberikan skor 1 (satu) 2. Jawaban Tidak diberikan skor 0 (nol) Berdasarkan total skor dari 7 pertanyaan yang diajukan, ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu : 1. Baik, bila responden memiliki total skor > 50% dari 7 pertanyaan yang diajukan. 2. Kurang, bila responden memiliki total skor ≤ 50% dari 7 pertanyaan yang diajukan. 3.6.6. Kebijakan IRT mie basah tentang CPPB Kebijakan IRT mie basah berkaitan dengan CPPB, diukur dengan menggunakan pertanyaan yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 3 dan dan masing-masing diberikan jawaban 2 pilihan jawaban dengan total skor 6. Kriteria pilihan jawaban adalah sebagai berikut : 1. Jawaban Ada diberikan skor 1 (satu) 2. Jawaban Tidak diberikan skor 0 (nol) Berdasarkan total skor dari 3 pertanyaan yang diajukan, ketersediaan sarana memperoleh informasi pelaksanaan CPPB diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu : 1. Baik, bila responden memiliki total skor > 50% dari 3 pertanyaan yang diajukan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Kurang, bila responden memiliki total skor ≤ 50% dari 3 pertanyaan yang diajukan. 3.6.7. Motivasi yang diperoleh karyawan Motivasi yang diperoleh karyawan diukur dengan menggunakan pertanyaan yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 6 dan masingmasing diberikan jawaban 2 pilihan jawaban dengan total skor 12. Kriteria pilihan jawaban adalah sebagai berikut : 1. Jawaban Ada diberikan skor 1 (satu) 2. Jawaban Tidak diberikan skor 0 (nol) Berdasarkan total skor dari 6 pertanyaan yang diajukan, ketersediaan sarana memperoleh informasi pelaksanaan CPPB diklasifikasikan dalam 2 kategori yaitu : 1. Baik, bila responden memiliki total skor > 50% dari 7 pertanyaan yang diajukan. 2. Kurang, bila responden memiliki total skor ≤ 50% dari 7 pertanyaan yang diajukan. 3.7. Tehnik Pengumpulan Data Data primer dan data sekunder yang telah dikumpulkan dianalisis dengan proses pengolahan data yang mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Editing, data yang diolah, dirapikan diseragamkan sehingga terlihat jelas sifatsifat yang dimiliki data tersebut.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Tabulasi, data dikelompokkan sesuai dengan sifat yang dimiliki dan dipindahkan ke dalam suatu tabel dan disesuaikan dengan tujuan kemudian dianalisis secara deskriptif. 3. Coding, yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan skor. 4. Entri, data yang diperoleh dientri ke dalam sistem SPSS. 5. Penyajian data/laporan. Data disajikan dalam bentuk tabel. 3.8. Analisis Data 3.8.1. Univariat Yaitu melakukan analisis pada seluruh variabel yaitu karakteristik (Pendidikan, mengikuti penyuluhan, masa kerja, pengetahuan, sikap); Kebijakan IRT mie basah berkaitan dengan CPPB (sanksi & penghargaan), motivasi yang diperoleh karyawan (dari pimpinan, pengawas); ketersedian fasilitas dalam pelaksanaan CPPB, ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB (penyuluhan) terhadap tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB di industri mie basah kota Medan. Tujuan dari analisis univariat adalah untuk mendeskripsikan atau menjelaskan tiap variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, data hasil wawancara diklasifikasikan dalam beberapa kategori untuk setiap variabel independen dan variabel dependen. 3.8.2. Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan statistik chi-square untuk mengetahui hubungan variabel independent yaitu:
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Karakteristik (pendidikan, mengikuti penyuluhan, masa kerja, sikap, pengetahuan)
dengan
variabel
dependen
(tindakan
karyawan
dalam
pelaksanaan CPPB di industri mie basah kota Medan). 2. Kebijakan IRT berkaitan dengan pelaksanaan CPPB, dan motivasi yang diperoleh karyawan dengan variabel dependen (tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB di industri mie basah kota Medan). 3. Ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan CPPB, ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB dengan variabel dependen (tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB di industri mie basah kota Medan). Dari hasil analisis akan diketahui variabel independent manakah yang berhubungan bermakna secara stasistik dengan variabel dependent. Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS, dengan α = 0,05.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada 2 (dua) industri mie basah yang terdapat di kota Medan, yaitu pada UD. Arias Subur dan UD Berkat Jaya, dimana kedua industri tersebut merupakan industri mie basah yang masih tetap mampu beroperasi setelah adanya isu penggunaan formalin pada mie basah tahun 2005 yang mengakibatkan sejumlah industri mie basah di kota Medan dan umumnya di Sumatera Utara tutup. Adapun deskripsi lokasi kedua industri tersebut adalah: 4.1.1. UD Arias Subur Industri ini terletak di daerah Sei Sikambing Medan, dan didirikan pada tahun 1997, diatas lahan seluas 1.600 meter persegi. Industri ini merupakan industri mie basah yang terdaftar sebagai Usaha Dagang. Konstruksi bangunan pabrik terbuat dari batu dengan cor besi, sedangkan mesin pembuat mie basahnya sendiri terbuat dari besi dan baja stainless stell, dan hampir keseluruhan proses dilakukan dengan menggunakan mesin dengan sistem otomatis. Jumlah sumber daya manusia yang dimiliki sebanyak 21 orang pada bagian produksi. Hampir keseluruhan lantai ruang produksi telah dilapisi dengan lapisan epoksi yang sesuai dengan persyaratan CPPB dengan tujuan mempermudah pembersihan dan meminimalkan kontaminasi sehingga meningkatkan hygiene dan sanitasi produk. Penempatan peralatan produksi sudah sesuai alur produksi untuk
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
mencegah kontaminasi silang, meski demikian pembinaan dan pelatihan oleh pihak manajemen pabrik tetap dilakukan secara berkesinambungan, serta pembinaan oleh pemerintah dalam hal ini oleh petugas Balai Besar POM di Medan. 4.1.2. UD. Berkat Jaya Industri yang terdaftar sebagai UD (Usaha Dagang) ini terletak di daerah Tanjung Morawa, dan didirikan pada tahun 1999, diatas lahan seluas14.500 meter persegi. Konstruksi bangunan terbuat dari
batu sedangkan mesin pembuat mie
basahnya sendiri terbuat dari besi dan baja stainless stell, tetapi
disamping
menggunakan mesin atomatis, masih ada juga beberapa proses yang menggunakan teknik manual yang lebih sederhana. Jumlah karyawan pada industri tersebut sebanyak 53 orang, dimana 39 orang bekerja di bagian produksi dan 14 orang lagi bekerja di bagian administrasi dan menejerial. Sebagian lantai masih terbuat dari semen, dan penempatan peralatan sesuai alur produksi untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Proses penerapan CPPB sendiri telah dilakukan secara bertahap di industri tersebut sejak awal berdirinya, baik dengan penyuluhan dan pelatihan oleh pihak manajemen pabrik terhadap karyawannya, maupun pembinaan berkesinambungan oleh pemerintah dalam hal ini oleh petugas Balai Besar POM di Medan. 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di dua industri mie basah kota Medan, dapat diketahui distribusi responden berdasarkan karakteristik responden, yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut:
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 4.1.Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Karyawan di IRT Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008
No
Karakteristik
Jumlah
Persentase
Pendidikan 1.
SMP
29
48,33
2.
SMA
29
48,33
3.
S1
2
3,34
60
100
Total Mengikuti Penyuluhan 1.
Tidak Pernah
29
48,33
2.
Pernah
31
51,67
60
100
Total Masa Kerja 1.
Baru
36
60,00
2.
Lama
24
40,00
60
100
Total Pengetahuan 1.
Kurang
27
45,00
2.
Baik
33
55,00
60
100
Total Sikap 1.
Kurang
31
51,67
2.
Baik
29
48,33
60
100
Total
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa responden yang berpendidikan SMP sebanyak 29 orang (48,33%), yang berpendidikan SMA juga sebanyak 29 orang (48,33%), sedangkan yang berpendidikan S1 hanya 2 orang (3,34%). Responden yang tidak pernah mengikuti penyuluhan sebanyak 29 orang (48,33%), sedangkan yang pernah mengikuti penyuluhan sebanyak 31 orang (51,67%). Responden yang masa kerja telah lama sebanyak 24 orang (40,00%), sedangkan yang masa kerja masih baru sebanyak 36 orang (60,00%). Responden yang memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 33 orang (55,00%), sedangkan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik sebanyak 27 orang (45,00%). Responden yang memiliki sikap yang baik sebanyak 29 orang (48,33%), sedangkan yang memiliki sikap yang kurang baik sebanyak 31 orang (51,67%). 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan dan Motivasi tentang Penerapan CPPB di Industri Mie Basah 4.3.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan tentang Penerapan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di dua industri mie basah kota Medan, dapat diketahui distribusi responden berdasarkan kebijakan tentang penerapan CPPB di industri mie basah, yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut:
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan tentang Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008
No
Kebijakan
Jumlah
Persentase
1.
Kurang
0
00,00
2.
Baik
60
100,00
60
100
Total
Pada Tabel 4.2. terlihat bahwa keseluruhan (100,00%) responden menanggapi baik terhadap kebijakan tentang penerapan CPPB di industri mie basah. 4.3.2. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi untuk Penerapan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di dua industri mie basah kota Medan, dapat diketahui distribusi responden berdasarkan motivasi yang diberikan atasan untuk penerapan CPPB di industri mie basah, yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut: Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi untuk Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008
No
Motivasi
Jumlah
Persentase
1.
Kurang
23
38,33
2.
Baik
37
61,67
60
100
Total
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pada Tabel 4.3. terlihat bahwa responden yang menanggapi motivasi yang diberi atasannya adalah baik sebanyak 37 orang (61,67%), sedangkan yang menganggap kurang baik sebanyak 23 orang (38,33%). 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Fasilitas dan Sarana Informasi untuk Mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah 4.4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaaan Mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah
Fasilitas
untuk
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di dua industri mie basah kota Medan, dapat diketahui distribusi responden berdasarkan fasilitas yang disediakan untuk mendukung penerapan CPPB di industri mie basah, yang dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut: Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas untuk Mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 No
Fasilitas
Jumlah
Persentase
1.
Kurang
0
00,00
2.
Baik
60
100,00
60
100
Total
Pada Tabel 4.4. terlihat bahwa keseluruhan (100,00%) responden menanggapi baik terhadap fasilitas yang disediakan untuk mendukung penerapan CPPB di industri mie basah.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
4.4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Informasi untuk Mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di dua industri mie basah kota Medan, dapat diketahui distribusi responden berdasarkan sarana informasi yang disediakan untuk mendukung penerapan CPPB di industri mie basah, yang dapat dilihat pada Tabel 4.5. berikut: Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Informasi untuk Mendukung Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 No
Sarana Informasi
Jumlah
Persentase
1.
Kurang
34
56,67
2.
Baik
26
43,33
60
100
Total
Pada Tabel 4.5. terlihat bahwa responden yang menanggapi sarana informasi yang diberikan untuk mendukung penerapan CPPB adalah baik sebanyak 26 orang (43,33%), sedangkan yang menganggap kurang baik sebanyak 34 orang (56,67%). 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Penerapan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap responden di dua industri mie basah kota Medan, dapat diketahui distribusi responden berdasarkan tindakannya dalam penerapan CPPB di industri mie basah, yang dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut:
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan dalam Penerapan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 No
Tindakan
Jumlah
Persentase
1.
Kurang
18
30,00
2.
Baik
42
70,00
60
100
Total
Pada Tabel 4.6. terlihat bahwa responden yang memiliki tindakan yang baik sebanyak 42 orang (70,00%), sedangkan yang memiliki tindakan yang kurang baik sebanyak 18 orang (30,00%). 4.6. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah 4.6.1. Hubungan Pendidikan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan pendidikan karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.7. berikut: Tabel 4.7. Hubungan Pendidikan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan Pendidikan
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
SMP
13
27,67
16
26,67
29
48,33
SMA
5
8,33
24
40,00
29
48,33
S1
0
0,00
2
3,33
2
3,33
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
0,046
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 4.7. diatas menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan S1 2 orang (3,33%) menunjukkan tindakan yang baik, dan 24 orang (40,00%) yang berpendidikan SMA menunjukkan tindakan yang baik, sedangkan 16 orang (26,67%) yang berpendidikan SMP menunjukkan tindakan yang baik. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p (0,046) < 0,050 artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (α) = 5 % terdapat hubungan antara pendidikan karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. 4.6.2. Hubungan Mengikuti Penyuluhan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan mengikuti penyuluhan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.8. berikut: Tabel 4.8. Hubungan Mengikuti Penyuluhan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan
Mengikuti Penyuluhan
Kurang
Total Baik
n
%
n
%
n
%
Tidak pernah
14
23,33
15
25
29
48,33
Pernah
4
6,67
27
45,00
31
51,67
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
0,003
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 4.8. diatas menunjukkan bahwa responden yang pernah mengikuti penyuluhan menunjukkan tindakan baik sebanyak 27 orang (45,00%), sedangkan hanya 15 orang (25,00%) yang tidak pernah mengikuti penyuluhan menunjukkan tindakan yang baik. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p (0,003) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (α) = 5 % terdapat hubungan antara mengikuti penyuluhan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. 4.6.3. Hubungan Masa Kerja Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.9. berikut: Tabel 4.9. Hubungan Masa Kerja dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan Masa Kerja
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
Baru (< 5 tahun)
16
26,67
20
33,33
36
60,00
Lama ( ≥ 5 tahun)
2
3,33
22
36,67
24
40,00
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
0,003
Tabel 4.9. diatas menunjukkan bahwa 22 orang (36,67%) dari total responden yang masa kerja sudah lama menunjukkan tindakan yang baik, sedangkan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
20 orang (33,33%) dari total responden yang masa kerja masih baru menunjukkan tindakan yang baik. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p (0,003) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (α) = 5 % terdapat hubungan antara masa kerja dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. 4.6.4. Hubungan Pengetahuan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.10. berikut: Tabel 4.10. Hubungan Pengetahuan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan Pengetahuan
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
Kurang
14
23,33
13
21, 67
27
45,00
Baik
4
6,67
29
48,33
33
55,00
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
0,001
Tabel 4.10. diatas menunjukkan bahwa responden yang mempunyai pengetahuan yang baik menunjukkan tindakan yang baik sebanyak 29 orang (48,33%), sedangkan hanya 13 orang (21,67%) yang pengetahuannya kurang baik menunjukkan tindakan yang baik.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p (0,001) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (α) = 5 % terdapat hubungan antara pengetahuan karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. 4.6.5. Hubungan Sikap Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan sikap karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.11. berikut: Tabel 4.11. Hubungan Sikap Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan Sikap
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
Kurang
15
25,00
16
26, 67
31
51,67
Baik
3
5,00
26
43,33
29
48,33
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
0.01
Tabel 4.11. diatas menunjukkan bahwa responden yang mempunyai sikap yang baik menunjukkan tindakan yang baik sebanyak 26 orang (43,33%), sedangkan 16 orang (26,67%) responden yang sikapnya kurang baik menunjukkan tindakan yang baik. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p (0,001) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (α) = 5 % terdapat
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
hubungan antara sikap karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. 4.7. Hubungan Kebijakan dan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah 4.7.1. Hubungan Kebijakan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan kebijakan tentang pelaksanaan CPPB dengan tindakan pelaksanaannya di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.12. berikut: Tabel 4.12.
Hubungan Kebijakan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan
Kebijakan
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
Kurang
0
0,00
0
0,00
0
0,00
Baik
18
30,00
42
70,00
60
100
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
-
Tabel 4.12. diatas menunjukkan bahwa responden menganggap kebijakan perusahaan baik menunjukkan tindakan yang baik sebanyak 42 orang (70,00%), sedangkan tidak ada responden menganggap kebijakan kurang baik. Data tentang hubungan kebijakan dengan tindakan pelaksanaan CPPB tidak dapat diuji secara statistik karena data terdistribusi normal.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
4.7.2. Hubungan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan motivasi yang diberikan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.13. berikut: Tabel 4.13. Hubungan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan Motivasi
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
Kurang
13
21,67
10
16, 67
23
38,33
Baik
5
8,33
32
53,33
29
61,67
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
0,000
Tabel 4.13. diatas menunjukkan bahwa responden yang menganggap motivasi yang diberikan baik dan menunjukkan tindakan yang baik sebanyak 32 orang (53,33%), sedangkan 10 orang (16,67%) responden yang motivasi kurang baik menunjukkan tindakan yang baik. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p (0,000) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (α) = 5 % terdapat hubungan antara motivasi yang diberikan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
4.8. Hubungan Fasilitas dan Ketersediaan sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah 4.8.1. Hubungan Fasilitas dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan fasilitas yang disediakan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.14. berikut: Tabel 4.14. Hubungan Fasilitas dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan Fasilitas
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
Kurang
0
0,00
0
0,00
0
0,00
Baik
18
30,00
42
70,00
60
100
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
-
Tabel 4.14. diatas menunjukkan bahwa responden menganggap fasilitas yang disediakan perusahaan baik menunjukkan tindakan yang baik sebanyak 42 orang (70,00%), sedangkan tidak ada responden menganggap kebijakan kurang baik. Data tentang hubungan fasilitas dengan tindakan pelaksanaan CPPB tidak dapat diuji secara statistik karena data terdistribusi normal.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
4.8.2. Hubungan Sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan sarana informasi yang diberikan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah, terlihat pada Tabel 4.15. berikut: Tabel 4.15. Hubungan Sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah di Kota Medan pada Tahun 2008 Tindakan Informasi
Kurang
Total Baik
n
%
N
%
n
%
Kurang
16
26,67
18
30,00
34
56,67
Baik
2
3,33
24
40,00
29
43,33
Total
18
30,00
42
70,00
60
100
p value
0,001
Tabel 4.15. diatas menunjukkan bahwa responden yang menganggap sarana informasi yang diberikan baik dan menunjukkan tindakan yang baik sebanyak 24 orang (40,00%), sedangkan 18 orang (30,00%) responden yang menganggap sarana informasi kurang baik menunjukkan tindakan yang baik. Hasil uji statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p (0,001) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (α) = 5 % terdapat hubungan antara sarana informasi yang diberikan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Distribusi Responden Pengumpulan data yang menggambarkan distribusi responden dilakukan melalui wawancara dan observasi dengan hasil
yang dapat
diberi pembahasan
sebagai berikut : 5.1.1.Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik (Pendidikan, Mengikuti Penyuluhan, Masa Kerja, Pengetahuan, dan Sikap) Berdasarkan hasil penelitan diperoleh data tentang distribusi responden berdasarkan pendidikan, terlihat bahwa responden yang berpendidikan SMP sebanyak 48,33%, yang berpendidikan SMA sebanyak 48,33%, sedangkan yang berpendidikan S1 hanya 3,34%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk melakukan pekerjaan dalam hal produksi mie basah tidak diperlukan pendidikan formal yang tinggi, karena dalam melakukan aktifitasnya, pada umumnya responden tersebut tidak berperan sebagai pengambil kebijakan atau keputusan, tetapi hanya bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Adapun keberadaan 2 orang karyawan yang mengeyam pendidikan S1 dalam perusahaan tersebut adalah pada bidang manajerial dan pengambil keputusan. Distribusi responden berdasarkan
mengikuti penyuluhan menunjukkan
responden yang pernah mengikuti penyuluhan sebanyak 51,67% dan yang tidak pernah mengikuti penyuluhan 48,33%,
terlihat bahwa perbandingan jumlah
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
responden yang tidak pernah mengikuti penyuluhan dan yang pernah mengikuti penyuluhan hampir sama. Hal ini terjadi karena memang perusahaan tersebut selalu mengikutsertakan karyawannya dalam penyuluhan- penyuluhan tentang penerapan CPPB yang dilakukan sendiri secara internal oleh pihak perusahaan, oleh Dinas Kesehatan maupun oleh Badan POM, sedangkan jumlah responden yang belum mengikuti penyuluhan dikarenakan mereka adalah karyawan yang masa kerjanya relatif baru. Distribusi responden berdasarkan masa kerja menunjukkan bahwa responden dengan masa kerja telah lama sebanyak 40,00%, sedangkan yang masa kerja masih baru sebanyak 60,00%, adapun kategori karyawan baru yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah masa kerja dibawah 5 tahun,
meski demikian berdasarkan
penelitan bahwa masa kerja karyawan baru dalam perusahaan ini tidak kurang dari 1 tahun. Distribusi
responden
berdasarkan
pengetahuan
menunjukkan
bahwa
responden yang memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 55,00%, sedangkan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik sebanyak 45,00%. Meski perbedaan persentase keduanya tidak terlalu signifikan tetapi jumlah responden dengan pengetahuan baik lebih banyak. Meskipun pendidikan formal yang ditempuh oleh karyawan tidak tinggi tetapi dikarenakan adanya penyuluhan yang diterima oleh karyawan maka akan mempengaruhi tingkat pengetahuan mereka. Distribusi Responden yang memiliki sikap yang baik sebanyak 48,33%, sedangkan yang memiliki sikap yang kurang baik sebanyak 51,67%. Secara umum
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan akhirnya mempengaruhi seseorang dalam bertindak, tetapi dalam penelitian ini berlaku hal yang berbeda, kemungkinan dipengaruhi oleh pendidikan formal yang mereka tempuh, sebab pendidikan formal akan mempengaruhi sikap seseorang. 5.1.2.Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan dan Motivasi Distribusi
responden
berdasarkan
kebijakan
menunjukkan
bahwa
keseluruhan responden menanggapi baik terhadap kebijakan tentang penerapan CPPB di industri mie basah. Penerapan CPPB bagi industri mie basah apabila dilaksanakan dengan baik tidak hanya memberikan manfaat terhadap keamanan produk mie basah yang dihasilkan tetapi juga memberi dampak yang menguntungkan bagi pihak industri dan memang suatu kewajiban bagi mereka, oleh karena itu kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan dianggap telah dilakukan dengan baik oleh keseluruhan karyawan. Distribusi responden berdasarkan motivasi menunjukkan bahwa responden yang menanggapi motivasi yang diberi atasannya adalah baik sebanyak 61,67% sedangkan yang menganggap kurang baik sebanyak 38,33%. Data ini menunjukkan kondisi yang baik, meski demikian jumlah tersebut masih dapat ditingkatkan hingga mencapai jumlah yang sama dengan berdasarkan kebijakan akan penerapan CPPB di industri mie basah tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Fasilitas, dan Ketersediaan sarana Distribusi
responden berdasarkan ketersediaan fasilitas
menunjukkan
bahwa keseluruhan 100,00% responden menanggapi baik terhadap fasilitas yang disediakan untuk mendukung penerapan CPPB di industri mie basah. Hal ini terjadi karena memang pemerintah mempersyaratkan ketersediaan fasilitas tersebut dalam industri mie basah dan direspon dengan baik oleh pihak industri, serta keberadaan fasilitas tersebut dapat dirasakan oleh seluruh karyawan. Distribusi responden berdasarkan sarana informasi yang diberikan disediakan untuk mendukung penerapan CPPB adalah baik sebanyak 43,33% sedangkan yang menganggap kurang baik sebanyak 56,67%. Beberapa sarana informasi yang mendukung dalam penerapan CPPB sudah disediakan oleh pihak perusahaan tetapi masih ada beberapa sarana lain yang memang belum ada atau masih dalam proses pembuatan, misalnya data riwayat kesehatan atau rekam medik dari karyawan. 5.2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah 5.2.1. Hubungan Pendidikan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa ada hubungan antara pendidikan karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah, artinya semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seorang karyawan, maka ada kecenderungan tindakannya mengenai pelaksanaan CPPB di industri mie basah juga semakin baik. Hal ini bisa terjadi karena informasi yang diterima oleh kelompok
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
karyawan yang termasuk dalam kategori
pendidikan tinggi yang diperolehnya
melalui pendidikan formal, lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang diterima oleh kelompok karyawan dengan kategori pendidikan rendah yang didukung pula oleh interaksi mereka dengan berbagai lapisan masyarakat pada saat mereka menempuh jenjang pendidikan formal, tentunya akan menambah informasi dan pengalaman mereka, sehingga mereka lebih paham dan mengerti. Pengetahuan yang diperoleh oleh karyawan melalui jalur pendidikan resmi memberikan dampak terhadap tindakan pelaksanaan CPPB meskipun tidak secara langsung, karena bidang tersebut tidak termasuk dalam hal yang dipelajari dalam jalur pendidikan formal, tetapi disamping perolehan informasi diatas tingkat pendidikan formal juga akan berpengaruh pada memperoleh
minat karyawan dalam hal
jenis pengetahuan yang baru termasuk di dalamnya pengetahuan
tentang pelaksanaan CPPB yang akhirnya akan berpengaruh pada tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB di industri mie basah tempatnya bekerja. Menurut Cumming, dkk (Azwar, 2005) pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat yang berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan. Menurut Notoatmodjo (2005), pendidikan pada suatu individu berkaitan erat dengan
kemampuan
pengetahuan
individu.
Pada
hakekatnya
kemampuan
pengetahuan ditunjang dengan adanya proses pendidikan pada individu tersebut.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pendidikan yang baik menciptakan kemampuan pengetahuan yang baik dan sebaliknya. 5.2.2. Hubungan Mengikuti Penyuluhan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan mengikuti penyuluhan dengan tindakan menunjukkan adanya hubungan antara mengikuti penyuluhan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. Penyuluhan tentang pelaksanaan CPPB di industri mie basah tidak hanya dilakukan oleh pihak industri tetapi juga dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Badan POM yang dilakukan secara berkala, yang selain memberikan manfaat terhadap pihak industri juga dengan tujuan utama melindungi masyarakat dari produk pangan yang aman untuk dikonsumsi sesuai dengan visi dan misi Badan POM dalam hal ini dilaksanakan oleh Balai Besar POM di Medan. Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga karyawan tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan, serta tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998). Pelatihan dan pembinaan merupakan hal yang penting dalam sistem produksi pangan. Kurangnya pelatihan dan pembinaan terhadap karyawan yang mengolah pangan merupakan suatu ancaman terhadap mutu dan keamanan pangan. Pimpinan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
dan pengawas pengolah pangan seharusnya mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-prinsip dan praktek higiene pangan agar dapat menduga resiko yang mungkin terjadi, dan bila perlu dapat memperbaiki penyimpangan yang terjadi (Dirjen POM, Depkes RI, 1996). Carleet (1998) menyatakan keberhasilan sistem keamanan pangan, termasuk HACCP tergantung pada pendidikan dan pelatihan (penyuluhan) pada pimpinan dan pekerja dalam memproduksi pangan yang aman dan informasi tentang pengendalian bahaya pada semua tahap pengelolaan makanan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil peneltian The Swat Him (2004) yang menyatakan bahwa penyuluhan penyehatan makanan memiliki hubungan dengan pengetahuan (koefisien korelasi (r) sebesar 0,564), dengan sikap (koefisien korelasi sebesar 0,292), dengan tindakan (koefisien korelasi sebesar 0,530). Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa usaha yang dilakukan pihak RS St. Borromeus dalam meningkatkan penyehatan makanan adalah dengan memberikan penyuluhan penyehatan makanan dengan materi-materi yang relevan dan sesuai dengan pengolahan makanan secara rutin. Hasil dari penyuluhan secara langsung diterapkan penjamah makanan melalui praktek terhadap pemeliharaan kebersihan di tempat pengelolaan makanan, kebersihan peralatan kerja, kebersihan dan kesehatan penjamah makanan, dan kebersihan bahan-bahan makanan yang akan digunakan. Hasil observasi yang dilakukan memperlihatkan bahwa sebesar 62% penjamah makanan telah melakukan praktek dengan benar dan sebesar 12% penjamah makanan lainnya belum melakukan praktek dengan benar.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
5.2.3. Hubungan Masa Kerja Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan masa kerja dengan tindakan pelaksanaan menunjukkan adanya hubungan antara masa kerja dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. Meskipun masih banyak karyawan industri mie basah yang dijadikan responden dalam penelitian ini yang masa kerjanya masih baru, tetapi pada umumnya sudah 1 tahun, dan hal tersebut memungkinkan bagi mereka untuk memperoleh pengetahuan yang intensif dan terus- menerus tentang pelaksanaan CPPB yang akhirnya berpengaruh terhadap tindakan dalam pelaksanaan CPPB. Disamping itu pelatihan tentang CPPB juga sudah dilakukan sejak awal mereka diterima sebagai karyawan di industri mie basah. Masa kerja yang lebih lama tentunya melahirkan pengalaman yang lebih, pengalaman menghadapi suatu objek yang dijumpai dalam waktu berulang-ulang, dapat menjadi stimulus dalam membentuk keyakinan seseorang terhadap suatu objek karena perilaku merupakan penafsiran pengalaman dan bukan sekedar penginderaan. Berbeda dengan yang dinyatakan Leila (2002), pekerjaan yang menyebabkan kejenuhan, kelelahan, pekerjaan yang monoton, situasi dimana tidak ada perubahan sama sekali (tidak adanya peningkatan jabatan dan peningkatan pengahasilan) dan pekerjaan ini dilakukan dalam masa kerja yang lama maka akan memperbesar kecenderungan terjadinya stres dan pelanggaran terhadap peraturan yang ada.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
5.2.4. Hubungan Pengetahuan Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan karyawan dengan tindakan ada hubungan antara pengetahuan karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. Menurut Grenn LW, perubahan perilaku sebagai suatu konsep dapat terjadi secara terencana dan menetap melalui kerangka perubahan dimensinya secara bertahap, yaitu dimulai dari perubahan pengetahuan sebagai immediate impact, upaya mengubah sikap sebagai intermediate impact dan kemudian mengubah tindakan sebagai long term impact. Sebagai suatu proses setiap tahap mempunyai pengaruh perubahan terhadap tahap berikutnya dan setiap tahap memerlukan stategi komunikasi khusus. Secara umum seseorang memiliki dua jenis pengetahuan yakni : 1) pengetahuan umum tentang lingkungan dan perilaku, yang mengacu pada interpretasi seseorang terhadap informasi yang relevan di lingkungannya, dan 2) pengetahuan prosedural tentang bagaimana melakukan sesuatu, yang disimpan dalam ingatan sebagai suatu produksi. Ke dua jenis pengetahuan tersebut, baik pengetahuan umum maupun pengetahuan prosedural memiliki pengaruh terhadap perilaku (Peter dan Olson, 2000). Hal senada dikemukakan oleh Notoatmojo (1993) yang mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut penelitian yang dilakukan Syafrizal (2002) tentang perilaku hidup bersih dan sehat menyatakan bahwa pengetahuan yang paling erat hubungannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga, dimana ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) berpeluang bagi keluarganya untuk berperilaku hidup bersih dan sehat sebesar 6,4 kali dibandingkan dengan pengetahuan rendah 5.2.5. Hubungan Sikap Karyawan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan sikap karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah menunjukkan adanya hubungan antara sikap karyawan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. Secara umum karyawan memiliki sikap yang baik terhadap pelaksanaan CPPB, yang diakibatkan oleh tingginya perhatian yang diberikan oleh pihak industri yang diwujudkan dalam bentuk sanksi dan penghargaan terhadap karyawan yang melanggar maupun yang mentaati kebijakan yang diterapkan perusahaan sekaitan dengan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. Menurut Notoatmodjo (1993) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Newstrom dan Davis (1997)
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
mengatakan bahwa sikap adalah perasaan dan kepercayaan yang ditentukan bagaimana seseorang akan merasa di lingkungannya, melakukan tindakan yang diharapkan dan akhirnya berperilaku. Selanjutnya dikatakan sikap meliputi perasaan, pikiran arti bertindak. Sedangkan Peter dan Olson (2000) mendefinisikan sikap sebagai evaluasi konsep secara menyeruh yang dilakukan oleh seseorang. Ini sesuai dengan pendapat Anastasi (1965) dalam definisinya tentang sikap, yang mengatakan bahwa sikap tidak dapat langsung diamati tetapi harus diterjemahkan dalam perilaku tampak. Sikap tidak langsung menunjukkan tentang perilaku. 5.3. Hubungan Kebijakan dan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah 5.3.1. Hubungan Kebijakan dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan kebijakan tentang pelaksanaan CPPB dengan tindakan pelaksanaannya di indutri mie menunjukkan bahwa keseluruhan karyawan menyatakan bahwa kebijakan perusahaan dalam rangka tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah baik, sehingga tidak dapat diuji secara statistik . Kebijakan pihak industri mie basah
dalam rangka pelaksanaan CPPB
mengacu kepada SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.5.1635 tanggal 30 April 2003 , dimana Surat Keputusan tersebut adalah suatu acuan bersama yang digunakan oleh pihak industri maupun Badan POM dalam melakukan audit terhadap industri tersebut yang juga harus dipahami oleh karyawan secara keseluruhan.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Anoraga (2001) menyatakan bahwa dalam merancang perubahan perilaku dalam perusahaan, membuat kebijakan merupakan tahap yang dilakukan setelah penelitian. Sebuah penelitian merupakan informasi awal bagi pembuat kebijakan, agar kebijakan yang diambil sesuai dengan kondisi perusahaan. Kebijakan untuk mengatur perilaku harus dibuat seteknis mungkin dan memiliki reward and punishment yang tegas. Reward yang dibuat dapat memotivasi karyawan untuk mematuhi kebijakan terebut, sedangkan punishment agar karyawan takut melanggar aturan/kebijakan yang ada. Menurut Carlson dan Buskit dalam Anoraga (2001), perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan turunan, maka kebijakan yang dapat membuat kondisi lingkungan perusahaan yang kondusif, maka pembentukan sikap dan perilaku dapat dilakukan. 5.3.2. Hubungan Motivasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan motivasi yang diberikan dengan tindakan ada hubungan antara motivasi yang diberikan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. Faktor-faktor yang mengakibatkan karyawan memiliki motivasi yang baik terhadap pelaksanaan CPPB selain berasal dari pihak pengelola industri mie basah dalam bentuk perkataan maupun arahan, juga berasal dari pihak penyuluh dan rekanrekan kerja dalam satu industri mie basah.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
William J. Stanton dalam Mangkunegara, 2002 mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang di stimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas. Motivasi didefinisikan oleh Fillmore H. Stanford (dalam Mangkunegara, 2002) bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Sedangkan motivasi dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri. Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest L. McCormick
(Mangkunegara,
2002)
mengemukakan
bahwa
motivasi
kerja
didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan. Seseorang akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep & Tanjung, 2003). 5.4. Hubungan Fasilitas dan Ketersediaan Sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah 5.4.1. Hubungan Fasilitas dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan fasilitas yang disediakan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di indutri mie basah menunjukkan bahwa
responden
menganggap
fasilitas
yang
disediakan
perusahaan
Keseluruhan karyawan menyatakan bahwa fasilitas yang disediakan
baik
perusahaan
dalam rangka tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah baik, sehingga tidak dapat diuji secara statistik hubungan antara fasilitas
yang diberikan perusahaan
dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah . Pembinaan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan oleh pemerintah dalam hal ini Badan POM terhadap pihak industri mie basah dalam rangka pelaksanaan CPPB dan tuntutan pasar untuk mendapatkan produk pangan yang aman untuk dikonsumsi mengakibatkan pihak perusahaan berupaya untuk menyediakan fasilitas yang memadai sekaitan dengan pelaksanaan CPPB tersebut. Lawrence Green dalam Notoatmodjo S (2003) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :1. Faktor-faktor predisposisi, yang
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya, 2. Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, 3. Faktor-faktor pendorong, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. 5.4.2. Hubungan Sarana Informasi dengan Tindakan Pelaksanaan CPPB di Industri Mie Basah Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui hubungan sarana informasi yang diberikan dengan tindakan menunjukkan adanya hubungan antara sarana informasi yang diberikan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie basah. Berbagai sarana informasi yang tersedia bagi karyawan dalam rangka pelaksanaan CPPB bagi industri meliputi, penyuluhan, pelatihan CPPB, formulir rekaman pelatihan, brosur higiene dan sanitasi, pendidikan dan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja serta formulir audit internal. Sarana- sarana tersebut adalah merupakan faktor pendukung yang meningkatkan pengetahuan yang mempengaruhi tindakan karyawan dalam rangka pelaksanaan CPPB di industri mie basah.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Lawrence Green seperti yang dikutip dalam Notoatmodjo (2003), bahwa ketersediaan fasilitas merupakan faktor yang memudahkan untuk memperoleh informasi yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Ada hubungan antara pendidikan karyawan, mengikuti penyuluhan, masa kerja, pengetahuan, sikap karyawan, motivasi dari perusahaan dan ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB dengan tindakan karyawan dalam pelaksanaan CPPB di industri mie basah. 2. Keseluruhan karyawan menyatakan bahwa kebijakan perusahaan dan fasilitas yang disediakan
perusahaan dalam rangka tindakan pelaksanaan CPPB di
industri mie basah baik, sehingga tidak dapat diuji secara statistik. hubungan antara kebijakan perusahaan dan fasilitas yang diberikan perusahaan dengan tindakan pelaksanaan CPPB di industri mie. 6.2. Saran Berdasarkan
beberapa kesimpulan yang telah diperoleh maka
dapat
diberikan beberapa saran yaitu : 1. Pelaku usaha dalam hal ini pihak industri mie basah, lebih intensif dalam rangka
melaksanakan
pelatihan
secara
berkesinambungan
terhadap
karyawannya untuk menerapkan CPPB dalam proses produksinya, serta penerapan sanksi dan penghargaan terhadap kinerja karyawan sekaitan dengan penerapan CPPB di industri mie basah.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Pemerintah dalam hal ini Lembaga Pemerintah Non Departemen Balai Besar POM di Medan
bekerja sama dengan pihak industri mie basah tetap
melakukan pengawasan terhadap penerapan CPPB di industri mie basah tersebut. 3. Masyarakat umum sebagai konsumen dari produk mie basah supaya tetap waspada memilih produk mie basah yang aman untuk dikonsumsi, dengan memperhatikan ciri-ciri mie basah yang aman dikonsumsi secara organoleptis meliputi bau, warna dan bentuk mie basah. 4. Peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan penelitian yang sama terhadap produk pangan yang lain, serta produk pangan yang harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi misalnya produk bakery yang dewasa ini semakin banyak diminati masyarakat.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi. 1965. Heredity, Environment, ang The Question How. Psychological Review. Anoraga, P. 2001. Psikologi Kerja. (Edisi ke-3). Jakarta : Rineka Cipta Arep, Ishak & Tanjung, Hendri. 2003. Manajemen Motivasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Badan Standarisasi Nasional, 1998. Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point –HACCP) serta Pedoman Penerapannya. SNI 01- 4852- 1998. Jakarta : Badan Standarnisasi Nasional. Bambang HH, Seminar Nasional Pangan. Tgl. 19 – 21 Oktober 1998, Mutu Dan keamanan Pangan Perdagangan Internasional, Bandung. Budianto, J, Hardiansyah, A. Widodo dan D. H. Anwar. 1998. “ Strategi menuju Perilaku Makan Sehat dan implikasinya pada Perencanaan Ketersediaan Pangan”.Prosiding Widyakarya Nasional Pangan Dan Gizi VI.Jakarta: LIPI. Budioro. 1998. Pengantar Pendidikan (Penyuluhan) Kesehatan Masyarakat. Semarang : Badan Penerbit UNDIP. Codex Alimentarins Commission. 1997, Food Hygiene Basic Texts, FAO / WHO. Corlett, D.A.1998. HACCP User’s manual. Maryland: Aspen Publisher, Inc. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993- 1994. Kumpulan Peraturan Perundang- undangan di bidang Makanan. Edisi III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI, 1996. Pedoman Penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB). Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI.,1996. Undang-Undang RI Nomor 7 tentang Pangan. Jakarta: Sinar Grafika.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Departemen Kesehatan RI.,1998. Penerapan HACCP dalam Industri Pangan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Perindustrian. Perindustrian.
1992.
SNI
Mie
Basah.
Jakarta:
Departemen
Dillon, M and C. Griffith. 1996. How to HACCP 2nd Edition. Grimsby: North East Lincoln- Shire MD Associates. Fardiaz, S. 1997. Praktek Pengolahan Yang Baik Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar Tgl 21 Juli – 2 Agustus, Bogor. Fardiaz, S. 1997. Analisis Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis Pelatihan pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Pengajar Kerjasama Pusat Studi Pangan Gizi IPB Dengan Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Fardiaz, D. 2002. “Persyaratan Dasar (Pre- Reqiusite) dan Program Umum (Universal Programme”. Pelatihan Auditor Sistem HACCP. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Forsthe, SJ and PR Hayes. 1998. Food Hygiene, Microbiology and HACCP. Maryland: Aspen Publications. Green, L. W. and M. W. Kreuter. 1991. Health Promotion Planning and Education and Environmental Aprroach. Second Edition. London: Mayfield Publishing Company. Haezah, A. 1993. “Masalah Pengembangan Bahan Pangan Tradisional dalam rangka Penganekaragaman Penyediaan Pangan” Prosiding SeminarPengembangan Pangan Tradisional dalam rangka Penganekaragaman Pangan. Jakarta: Bulog Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Hiasinta A. P. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Him, The Swat .2004. Hubungan Penyuluhan Penyehatan Makanan dengan Perilaku Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RS ST. Borromeus Bandung. Tesis Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2003. Pedoman Cara Produksi Pangan yang baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Leila, Gustiarti. 2002. Stres dan Kepuasan Kerja. USU digital Library. Mangkunegara, Anwar Parabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Miskelly, M. D. 1998. “The Use of Alkali for Noodle Processing”.Pasta and Noodle Tecnology. USA: American Association of Cereal Chemists, Inc Mortimore, S and C. Wallace. 1998. HACCP. A Practical Approach.Maryland: Aspen Publishers, Inc. Newstrom, J. W and K. Davis. 1997. Organizational Behavior. Human Behavior at Work. Boston: Mc Graw Hill. Notoatmodjo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Keehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta. Peter, J. P and J C. Olson. 2000. Consumer Behavior. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Terjemahan. Jakarta: Erlangga. Riduwan M., 2005. Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Alphabet, Bandung. SEAMEO- TROPMED Regional Center for Cummunity Nutrition. 1996. Petunjuk Ringkas untuk Memahami dan Menerapkan Konsep Anaisis Bahaya Pada Titik Pengendalian Kritis. Jakarta: SEAMEO-TROPMED Regional Center for Community Nutrition, Universitas Indonesia. Setyowati, Ari. 2003. Pengaruh Leaflet ISPA/Pnemonia Terhadap Perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Praktek) Ibu Bayi/Balita dan Kadertentang Penatalaksanaan Kasus Ispa Di Kabupaten Jepara. Dinkes Kab. Jepara Sjamsuri, 1989. Pengantar Teori Pengetahuan. Yakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Soewarto, T. Soekarto, 1990, Dasar- dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan, Pusat Antar Universitas IPB. Sri Laksmi. Sanitasi Higiene Pada Pengolahan Pangan Pusat StudiPangan Dan Gizi, (CFNS), Pelatihan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar Tgl, 21 Juli – 2 Agustus 1997, IPB, Bogor. Strecher, V.J, and Rosenstock, 1997. “The Health Belief Model”. Dalam Health Behavior and Health Education. Theory, Reseach , and Practice. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers. Susilastuti, R. 1996, Higiene Dan Sanitasi Dalam Perusahaan Makan Dan Minuman,Jakarta. Syafrizal. 2002. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Faktor yang Berhubungan Dengannya pada Keluarga di Kabupaten Bungo Tahun 2002. Winarno, FG. 1993. Pangan. Gizi Teknologi Dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Zulkifli, Edy Syahrial. 1997. Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan Perilaku Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan .
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Judul : Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan karyawan dalam pelaksanaan Cara produksi Pangan yang Baik (CPPB) di industri mie basah kota Medan tahun 2008
I.
Data Umum
1. Nama industri mie basah
: ...........................................................................
2. Alamat industri
: ........................................................................... ............................................................................
3. Nama pimpinan/ penanggung jawab
: ...........................................................................
4. Tanggal Survey
: ...........................................................................
IDENTITAS RESPONDEN (Karyawan Industri) 1. Nama Responden 2. Pendidikan terakhir
: ......................................................... S1 (Sarjana)
*(Di check list ‘ √ ‘)
SMU SMP
3. Mengikuti Penyuluhan
Pernah Tidak Pernah
4. Masa Kerja
Lama > 5 Tahun Baru ≤ 5 Tahun
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
II.
Aspek Pengetahuan
Petunjuk : Beri tanda silang (X) pada huruf (B) apabila jawabannya benar dan (S) apabila pernyataan di bawah ini salah. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pertanyaan Cara produksi pangan yang baik menjamin produksi pangan yang aman dan layak dikonsumsi. Disain bangunan tidak dapat mencegah kemungkinan pangan terkontaminasi Cara Produksi Pangan yang Baik Industri Rumah Tangga (CPPBIRT) menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi sejak penanaman hingga produk jadi. Karyawan harus segera melapor ke pimpinan bila sakit Celemek boleh dipakai ke toilet Keluar dari toilet karyawan mencuci tangan dengan sabun lalu dikeringkan dengan pengering. Luka terbuka harus diplester/dibalut Toilet atau kamar mandi sebaiknya berada di ruang produksi untuk memudahkan karyawan yang memanfaatkan Hama menyukai lingkungan yang gelap dan kotor Lalat dan kecoa boleh berada ke ruang pengolahan pangan Umpan tikus dan pangan boleh disimpan di rak yang sama Kotoran dan lemak pada peralatan dapat dihilangkan dengan deterjen Air panas dapat digunakan sebagai bahan sanitasi Bahan sanitasi dapat membunuh mikroba Untuk membersihkan lantai dan dinding harus menggunakan air dengan persyaratan air minum Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan fisika yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan manusia Jumlah
B B
S S
B
S
B
S
B B B
S S S
B B
S S
B B B B
S S S S
B B B
S S S
B
S
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
III.
Aspek Sikap
Petunjuk : Di bawah ini ada pernyataan-pernyataan tentang sikap. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai. Ingat, jawaban tidak harus sama dengan orang lain, karena setiap orang harus mempunyai kebebasan untuk menjawab. Pilihan jawaban : S : Setuju TS : Tidak Setuju No
Pernyataan - Pernyataan
S TS
1
Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) mensyaratkan prinsip caracara yang baik disemua rantai pangan Cara penanganan pangan yang baik menjamin penjualan pangan yang baik Cara Produksi Pangan yang Baik menjamin produksi pangan yang aman dan layak dikonsumsi Saya akan menjaga higiene dan sanitasi pabrik setiap waktu disaat bekerja Saya akan melepaskan perhiasan (gelang, cincin, kalung, anting/subang, jam tangan) sebelum mengolah pangan Saya boleh makan dan minum sambil mengolah pangan Saya boleh batuk dan bersin ke arah pangan Saya boleh berbicara sambil mengolah pangan Saya tidak harus mencuci tangan sebelum mengolah pangan Saya akan mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari toilet Saya akan menyimpan peralatan setelah digunakan dalam keadaan bersih Saya akan menutup tempat sampah dan membersihkannya secara teratur. Saya akan memisahkan sampah padat dengan sampah cair Celemek boleh dipakai ke dalam toilet Bahan baku yang masuk pertama harus digunakan terlebih dahulu Pangan dan bahan sanitasi boleh disimpan dalam rak yang sama Jumlah
S TS
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
S TS S TS S TS S TS S S S S S S
TS TS TS TS TS TS
S TS S S S S
TS TS TS TS
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
IV.
Aspek Tindakan
Berikan penilaian terhadap tindakan terhadap karyawan dengan tanda (X) pada kotak yang sesuai Dengan kriteria penilaian : Y : Ya T : Tidak No
Aspek yang dinilai
1
Karyawan yang menangani pangan bersih dan sehat
2
Karyawan menggunakan baju kerja yang bersih
3
Karyawan yang menangani/mengolah pangan tidak menggunakan perhiasan (gelang, cincin, kalung, anting/subang, jam tangan) Karyawan tidak menggaruk-garuk badan selama menangani/mengolah pangan Karyawan tidak bersin atau batuk ke arah pangan
4 5 6 7
Karyawan tidak makan dan minum selama menangani/mengolah pangan Sebelum menangani /mengolah pangan karyawan mencuci tangan
8
Karyawan tidak menggunakan celemek/baju kerja ke toilet
9
Karyawan tidak meludah disembarang tempat
10
Karyawan memisahkan atau membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Jumlah
Y
T
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
V. A. Kebijakan IRT tentang pelaksanaan CPPB B. Motivasi Petunjuk : Beri tanda check list ( √ ) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara (bapak/ibu) benar. Ket : Ada Tidak No. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pernyataan A. Kebijakan IRT tentang pelaksanaan CPPB Peraturan tertulis tentang CPPB yang telah diterbitkan Pimpinan IRT merujuk peraturan diatasnya dan saudara ketahui. Sanksi terhadap karyawan yang melanggar prosedur tetap penerapan CPPB dan saudara ketahui. Penghargaan terhadap karyawan yang tidak melanggar prosedur tetap penerapan CPPB dan saudara ketahui. Jumlah B. Motivasi : Ucapan atau perkataan yang bisa mendorong saudara dalam melaksanakan CPPB, apakah dari atasan langsung. Ucapan atau perkataan yang bisa mendorong saudara dalam melaksanakan CPPB, apakah dari teman kerja langsung. Sikap yang bisa mendorong saudara dalam melaksanakan CPPB, apakah melalui dari atasan langsung. Sikap yang bisa mendorong saudara dalam melaksanakan CPPB, apakah melalui dari petugas pengawas langsung. Apakah teman saudara mendorong saudara untuk melaksanakan CPPB sesuai pedoman yang ada. Tindakan yang bisa mendorong saudara untuk melaksanakan CPPB sesuai dengan pedoman CPPB, apakah melalui dari atasan langsung.
Ada
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tidak
VI. A. Ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan CPPB B. Ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB Petunjuk : Beri tanda check list ( √ ) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat saudara (bapak/ibu) benar. Ket : Ada Tidak No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pernyataan A. Ketersediaan fasilitas dalam pelaksanaan CPPB (Observasi oleh pewawancara) : Tersedia tempat cuci tangan dan mudah dijangkau Tersedia sabun dan lap bersih di toilet dan ditempat cuci tangan Tersedia toilet dengan suplai air yang cukup Penyimpanan bahan mentah terpisah dari produk jadi atau pangan matang Tersedia tempat pencucian peralatan dengan suplai air mengalir Tersedia tempat sampah yang cukup dan tertutup Jika peralatan dikeringkan dengan lap, tersedia lap bersih dan kering Jumlah B. Ketersediaan sarana memperoleh informasi CPPB : Pelatihan tentang Cara Produksi Pangan yang Baik diadakan oleh Industri Rumah Tangga (IRT) dan saudara mengikutinya. Penyuluhan tentang CPPB diadakan oleh Balai Besar POM di Medan dan anda mengikutinya. Pembinaan tentang CPPB kepada karyawan oleh pimpinan/penanggung jawab Brosur CPPB seperti higiene dan sanitasi yang bisa dipelajari apakah sudah ada anda mempelajarinya. Pendidikan dan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja di Industri dan saudara mengikutinya. Formulir Audit Internal Sarana Produksi Pangan. Sudah tahu tentang CPPB sebelum saudara bekerja di Industri. Jumlah
Ada
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tidak
Lampiran 2 MASTER DATA Respo nden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pendidikan SMA SMA SMP SMP S1 SMA SMP SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMA SMP SMA SMA
Mengikuti Penyuluhan Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah
Masa Kerja Lama Lama Lama Baru Baru Baru Baru Baru Lama Baru Baru Baru Baru Lama Baru Baru Baru Lama Baru Baru Lama
Pengetahuan
Sikap
Kebijakan
Motivasi
Fasilitas
Baik Baik Kurang Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Kurang Baik
Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sarana Informasi Kurang Baik Kurang Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Kurang Baik Baik Kurang Kurang Baik Kurang Kurang Baik
Tindakan Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Kurang Kurang Kurang Baik Baik Baik Baik
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
SMP SMP SMP SMP SMA SMP SMA SMP SMA SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMA S1 SMA SMP SMP SMP SMP SMA
Tidak Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Pernah Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah
Baru Lama Lama Lama Lama Lama Baru Baru Baru Baru Lama Baru Baru Lama Baru Lama Baru Lama Baru Lama Lama Lama Lama Baru Lama Baru
Kurang Baik Baik Kurang Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang
Baik Baik Baik Kurang Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Kurang Kurang
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Kurang Baik Kurang Kurang Baik Baik Baik Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Kurang Baik Baik
Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Kurang Baik
48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
SMA SMP SMP SMP SMA SMP SMA SMA SMA SMP SMA SMP SMA
Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Pernah Tidak Pernah Pernah Tidak Pernah Tidak Pernah Pernah
Lama Baru Lama Baru Baru Baru Baru Baru Baru Baru Baru Baru Lama
Baik Kurang Kurang Baik Baik Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Baik
Baik Kurang Kurang Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Kurang Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Baik Kurang Kurang
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Baik Kurang Kurang Kurang Kurang Kurang Baik
Baik Kurang Baik Kurang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Kurang Kurang Baik
Lampiran 3 OUTPUT STATISTIK
Frequencies Pendidikan
Valid
SMP SMA S1 Total
Frequency 29 29 2 60
Percent 48.3 48.3 3.3 100.0
Valid Percent 48.3 48.3 3.3 100.0
Cumulative Percent 48.3 96.7 100.0
Mengikuti Pelatihan
Valid
TIDAK PERNAH PERNAH Total
Frequency 29 31 60
Percent 48.3 51.7 100.0
Valid Percent 48.3 51.7 100.0
Cumulative Percent 48.3 100.0
Masa Kerja
Valid
BARU LAMA Total
Frequency 36 24 60
Percent 60.0 40.0 100.0
Valid Percent 60.0 40.0 100.0
Cumulative Percent 60.0 100.0
Pengetahuan
Valid
KURANG BAIK Total
Frequency 27 33 60
Percent 45.0 55.0 100.0
Valid Percent 45.0 55.0 100.0
Cumulative Percent 45.0 100.0
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sikap
Valid
KURANG BAIK Total
Frequency 31 29 60
Percent 51.7 48.3 100.0
Valid Percent 51.7 48.3 100.0
Cumulative Percent 51.7 100.0
Kebijakan
Valid
BAIK
Frequency 60
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
Motivasi
Valid
KURANG BAIK Total
Frequency 23 37 60
Percent 38.3 61.7 100.0
Valid Percent 38.3 61.7 100.0
Cumulative Percent 38.3 100.0
Fasilitas
Valid
BAIK
Frequency 60
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
Sarana Informasi
Valid
KURANG BAIK Total
Frequency 34 26 60
Percent 56.7 43.3 100.0
Valid Percent 56.7 43.3 100.0
Cumulative Percent 56.7 100.0
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tindakan
Valid
KURANG BAIK Total
Frequency 18 42 60
Percent 30.0 70.0 100.0
Valid Percent 30.0 70.0 100.0
Cumulative Percent 30.0 100.0
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Crosstabs Case Processing Summary
Valid N Pendidikan * Tindakan Mengikuti Pelatihan * Tindakan Masa Kerja * Tindakan Pengetahuan * Tindakan Sikap * Tindakan Kebijakan * Tindakan Motivasi * Tindakan Fasilitas * Tindakan Sarana Informasi * Tindakan
Cases Missing N Percent 0 .0%
60
Percent 100.0%
60
100.0%
0
60 60 60 60 60 60
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
60
100.0%
Total N 60
Percent 100.0%
.0%
60
100.0%
0 0 0 0 0 0
.0% .0% .0% .0% .0% .0%
60 60 60 60 60 60
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
0
.0%
60
100.0%
Pendidikan * Tindakan Crosstab
Pendidikan
SMP SMA S1
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 13 16 21.7% 26.7% 5 24 8.3% 40.0% 0 2 .0% 3.3% 18 42 30.0% 70.0%
Total 29 48.3% 29 48.3% 2 3.3% 60 100.0%
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 6.141a 6.750
2 2
Asymp. Sig. (2-sided) .046 .034
1
.015
df
5.964 60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .60.
Mengikuti Pelatihan * Tindakan Crosstab
Mengikuti Pelatihan
TIDAK PERNAH PERNAH
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 14 15 23.3% 25.0% 4 27 6.7% 45.0% 18 42 30.0% 70.0%
Total 29 48.3% 31 51.7% 60 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 8.927b 7.322 9.294
8.779
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .003 .007 .002
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.004
.003
.003
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8. 70.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Masa Kerja * Tindakan Crosstab
Masa Kerja
BARU LAMA
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 16 20 26.7% 33.3% 2 22 3.3% 36.7% 18 42 30.0% 70.0%
Total 36 60.0% 24 40.0% 60 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 8.942b 7.305 10.074
df 1 1 1
8.793
1
Asymp. Sig. (2-sided) .003 .007 .002
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.004
.002
.003
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 20.
Pengetahuan * Tindakan Crosstab
Pengetahuan
KURANG BAIK
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 14 13 23.3% 21.7% 4 29 6.7% 48.3% 18 42 30.0% 70.0%
Total 27 45.0% 33 55.0% 60 100.0%
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 11.162b 9.351 11.535
10.976
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .001 .002 .001
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.001
.001
.001
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8. 10.
Sikap * Tindakan Crosstab
Sikap
KURANG BAIK
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 15 16 25.0% 26.7% 3 26 5.0% 43.3% 18 42 30.0% 70.0%
Total 31 51.7% 29 48.3% 60 100.0%
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 10.326b 8.594 11.070
df 1 1 1
10.154
Asymp. Sig. (2-sided) .001 .003 .001
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.002
.001
.001
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8. 70.
Kebijakan * Tindakan Crosstab
Kebijakan
BAIK
Total
Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 18 42 30.0% 70.0% 18 42 30.0% 70.0%
Total 60 100.0% 60 100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square N of Valid Cases
.a 60
a. No statistics are computed because Kebijakan is a constant.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Motivasi * Tindakan Crosstab
Motivasi
KURANG BAIK
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 13 10 21.7% 16.7% 5 32 8.3% 53.3% 18 42 30.0% 70.0%
Total 23 38.3% 37 61.7% 60 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 12.493b 10.529 12.505
12.285
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .000 .001 .000
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.001
.001
.000
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6. 90.
Fasilitas * Tindakan Crosstab
Fasilitas Total
BAIK
Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 18 42 30.0% 70.0% 18 42 30.0% 70.0%
Total 60 100.0% 60 100.0%
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008
Chi-Square Tests Value .a 60
Pearson Chi-Square N of Valid Cases
a. No statistics are computed because Fasilitas is a constant.
Sarana Informasi * Tindakan Crosstab
Sarana Informasi
KURANG BAIK
Total
Count % of Total Count % of Total Count % of Total
Tindakan KURANG BAIK 16 18 26.7% 30.0% 2 24 3.3% 40.0% 18 42 30.0% 70.0%
Total 34 56.7% 26 43.3% 60 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 10.873b 9.079 12.186
10.691
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .001 .003 .000
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.001
.001
.001
60
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7. 80.
Yanti Agustini : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Karyawan Dalam Pelaksanaan Cara…, 2008 USU e-Repository © 2008