ANALISIS TINGKAT KETERBACAAN DALAM BUKU TEKS PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU KURIKULUM 2013 TINGKAT SD/MI KELAS 2
Nur Holifatuz Zahro Mahasiswa Magiter Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak: Penelitian ini memfokuskan kajiannya untuk mendeskripsikan tingkat keterbacaan kata yang digunakan dalam Buku Teks dan mendeskripsikan tingkat keterbacaan kalimat yang digunakan dalam buku teks Pembelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Tingkat SD/MI pada jenjang kelas 2. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatifdengan menggunakan analisis presentase dan deskriptif. Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan teknik cloze yang dirumuskan dari 24 wacana representatif dari masing-masing buku pembelajaran Tema.1 sampai dengan Tema.8 yang digunakan pada jenjang kelas 2 SD/MI. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa data hasil pengukuran keterbacaan pada buku teks pembelajaran tematik terpadu Tema 1 sampai dengan Tema Pembelajaran 8 memiliki tingkat kategori tingkat keterbacaan yang bervariasi. Pada buku teks Tema.1 sampai dengan Tema.6 memiliki tingkat keterbacaan tinggi, sedangkan buku teks Tema.7 dan Tema.8 memiliki tingkat keterbacaan sedang. Namun, secara umum tingkat keterbacaan pada buku teks pembelajaran tematik yang digunakan pada jenjang kelas 2 tingkat SD/MI ini masuk dalam kategori Tinggi, dengan skor tingkat keterbacaan sebesar 77%. Berdasarkan analisis tersebut tingkat keterbacaan wacana dalam buku teks yang digunakan dalam rancangan pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 sangat memenuhi harapan. Sebagai buku teks pegangan wajib, buku ini masuk dalam kriteria tingkat keterbacaan tinggi. Tidak ditemukan adanya kesukaran menonjol dari segi penyajian teks, kecuali faktor eksternal buku teks yang berkaitan dengan perbendaharaan kosa kata siswa, dan pengalaman membaca siswa. Kata-kata kunci: keterbacaan, buku teks, pembelajaran tematik PENDAHULUAN Buku teks pelajaran hingga kini masih dianggap sebagai bahan ajar yang paling utama. Ini terlihat hampir diberbagai institusi pendidikan, dari jenjang yang paling dasar hingga yang paling tinggi, pada umumnya menggunakan buku teks pelajaran sebagai bahan ajar utamanya. Hal ini membuktikan pula bahwa keberadaan buku teks pelajaran masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
proses pembelajaran yang berlangsung di berbagai institusi pendidikan saat ini. Buku teks pelajaran juga merupakan bagian penting dari kegiatan pembelajaran. Buku teks pelajaran hendaknya mampu menyajikan bahan ajar dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa buku teks pelajaran termasuk ke dalam sarana pendidikan yang perlu
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 176
diatur standar mutunya, sebagaimana juga standar mutu pendidikan lainnya, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Pasal 43 peraturan ini menyebutkan bahwa kepemilikan buku teks pelajaran harus mencapai rasio 1:1, atau satu buku teks pelajaran diperuntukkan bagi seorang siswa. Buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah harus memiliki kebenaran isi, penyajian yang sistematis, penggunaan bahasa dan keterbacaan yang baik, dan grafika yang fungsional. Buku pelajaran sengaja dirancang khusus untuk menjadi teman belajar bagi siswa. Di dalam buku yang diterbitkan, siswa diarahkan untuk mampu belajar secara mandiri atau berkelompok, baik pada situasi pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Oleh karena itu, penyajian di dalamnya memungkinkan siswa belajar secara mandiri tanpa bergantung terhadap guru. Buku pelajaran pada umumnya disajikan secara tematik. Artinya, di dalamnya terdapat beberapa unit (bab) yang masing-masing berisi tema tertentu. Setiap unit diikat oleh sebuah tema tertentu yang terdiri atas beberapa kompetensi dasar. Kompetensi dasar ini diturunkan dari Standar Isi yang telah disusun oleh BSNP. Penempatan setiap Kompetensi Dasar pada masing-masing unit diurutkan berdasarkan tingkat kesulitan masing-masing kompetensi, yaitu dari kompetensi yang mudah ditempatkan pada unit awal dan kompetensi yang sulit ditempatkan pada unit selanjutnya. Dengan demikian, penguasaan konsep oleh siswa berjalan secara bertahap, dari konsep yang mudah, kemudian baru dilanjutkan pada konsep yang lebih sulit, dan seterusnya. Kompetensi dasar pada sebuah unit pembelajaran menjadi sebuah subbab,
sehingga setiap unit dalam buku ini terdiri atas beberapa subbab. Agar kompetensi dasar yang sudah ditetapkan dalam Standar Isi dapat benar-benar dikuasai oleh siswa, penyajiannya dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat dengan mudah menguasai konsep setiap kompetensi dasar, dan selanjutnya mengaplikasikan konsep yang sudah dikuasai tersebut dalam sebuah perilaku atau tindakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Salah satu bentuk pengembangan kurikulum yang saat ini memperoleh perhatian secara sungguh-sungguh adalah pengintegrasian kurikulum yang hasilnya disebut sebagai Kurikulum Terpadu (integrated curriculum). Kurikulum terpadu cenderung lebih memandang bahwa dalam suatu pokok bahasan harus terpadu (integrated) secara menyeluruh. Keterpaduan ini dapat dicapai melalui pemusatan pembelajaran pada satu masalah tertentu dengan alternatif pemecahan melalui berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran yang diperlukan sehingga batas-batas antara mata pelajaran dapat ditiadakan. Dilihat dari isinya, buku teks pelajaran termasuk salah satu perangkat pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari kurikulum. Buku teks yang berstandar dapat dijadikan sebagai sebagai sarana atau sumber belajar untuk meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan nasional. Buku teks pelajaran hendaknya mampu menyajikan bahan ajar dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di sini dapat dilihat apakah penggunaan bahasanya wajar, menarik, dan sesuai dengan perkembangan siswa atau tidak. Aspek keterbacaan dalam buku teks pelajaran berkaitan dengan tingkat kemudahan bahasa (yakni pilihan kata dan efektifitas penggunaan kalimat) dan tingkat kemudahan membaca ( berkaitan dengan penyajian teks atau tulisan dan
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 177
kegrafikaan). Aspek ini perlu dengan serius dipertimbangkan untuk dituangkan dalam buku teks pelajaran yang akan digunakan siswa dalam proses belajarnya sehingga perlu disesuaikan dengan karakteristik siswa sesuai dengan jenjang pendidikannya. Materi pelajaran yang disajikan dalam buku tematik terpadu tingkat SD/MI disusun sebagaimana untuk dapat dimuat sebagai bahan ajar yang bisa menarik motivasi belajar siswa karena segala bentuk ativitas belajar yang disajikan dalam buku adalah contoh bentuk ativitas yang sudah pernah atau biasa dilakukan oleh siswa. Contoh benda hidup dan benda tak hidup yang menjadi objek belajar adalah benda yang sering dijumpai oleh siswa dalam kesehariannya. Akan tetapi masih ditemukan beberapa kekurangan dalam penggunaan pilihan kata, penyusunan kalimat baik dalam teks wacana maupun kalimat operasional dan kalimat petunjuk dalam soal dan latihan yang disajikan dalam buku. Begitu pula pola penyajian dan kegrafikaannya. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk menganalisis tingkat keterbacaan dalam buku teks pembelajaran tematik tingkat SD/MI khususnya pada jenjang kelas 2 Sekolah Dasar untuk mengetahui tingkat kemudahan bahasa dan tingkat kemudahan membaca dari buku pelajaran tersebut guna mengetahui sejauh mana pemahaman siswa dalam pemanfaatan buku teks pelajaran tematik ini berjalan dengan maksimal dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran oleh siswa nantinya. Jenjang kelas 2 dipilih atas dasar pada tingkatan tersebut siswa baru masuk pada kategori tingkat lancar membaca, sehingga diharapkan bahan bacaan yang menjadi sumber belajar siswa dalam upaya terus mengasah kemampuan membacanya, haruslah bahan bacaan yang tersaji secara sederhana, dan sistematis baik dari segi bentuk dalam hal ini tampilan
penyajian, maupun dalam penggunaan bahasanya (pilihan kata, istilah dan struktur kalimat). Dengan demikian, penelitian ini secara khusus mengkaji “Analisis Tingkat Keterbacaan dalam Buku Teks Pembelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Tingkat SD/MI Kelas 2 “. Dengan mengetahui tingkat keterbacaan buku teks, maka dapat diperoleh deskripsi tentang tingkat keterbacaan kata dan tingkat keterbacaan kalimat yang digunakan dalam Buku Teks Pembelajaran Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Tingkat SD/MI Kelas 2. Hal ini bermanfaat untuk dapat memberikan penilaian terhadap buku teks pelajaran yang digunakan, sebagai tolak ukur keberhasilan belajar siswa bagi guru. Sedangkan untuk sekolah, melalui penelitian ini diharapkan sekolah dapat memanfaatkan sebagai contoh instrumen yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dasar pengambilan kebijakan dalam menentukan jenis buku teks pelajaran. METODE Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Tempat pelaksanaan penelitian dilaksanakan di Situbondo. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu membaca, mendokumentasikan, dan mengana-lisis data yang berhasil diidentifikasi dari buku tes pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 tingkat SD/MI kelas 2. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan melalui metode observasi, wawancara, dokumentasi, dan tes. Metode observasi dilakukan pada saat melakukan pengamamatan awal trntang keberadaan data pada lokasi penelitian. Observasi juga dilakukan pada saat pemberian
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 178
tezcloze terhadap siswa. Jenis observasi yang dilakukan yaitu obseravsi nonpartisipan. Dalam hal ini peneliti hanya mengamati kegiatan tanpa ikut terlibat di dalamnya. Wawancara yang dilakukan berupa pembicaraan informal terstruktur. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data tentang pendapat siswa terhadap kemudahan/kesukaran buku teks pembelajaran Tematik Terpadu yang digunkan. Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk mendapatkan data berupa wacana dalam buku teks yang akan disajikan menjadi tez cloze. Dipilih 24 wacana representatif dari 8 judul buku Tema pembelajaran 1 sampai dengan tema pembelajaran 8. Tez cloze dilakukan untuk mendapatkan data tentang keterbacaan dalam buku teks yang digunakan siswa. Hal ini dilakukan dengan penyajian wacana terpilih yang sudah dilesapkan beberapa bagian katanya dalam 1 kalimat, dalam hal ini a. Buku teks Tema Pembelajaran 1. Hidup Rukun. Wacana 1 89 Wacana 2 83 Wacana 3 98 Total 270 Rata-rata (:3) 90 Tingkat Tinggi Keterbacaan b. Buku teks Tema Pembelajaran 2. Bermain di Lingkunganku. Wacana 1 88 Wacana 2 77 Wacana 3 79 Total 244 Rata-rata (:3) 81 Tingkat Tinggi Keterbacaan c. Buku teks Tema Pembelajaran 3. Tugasku Sehari-hari.
kata ke-lima, ke-10 dan seterusnya. Berdasarkan jawacan siswa, akan diperoleh tingkat keterbacaan teks. Semakin banyak kesalahan siswa dalam menjawab, semakin rendah tingkat keterbacaan teks dalam buku tersebut. Sebaliknya, semaki sedikit kesalahan siswa dalam menjawab, semakin tinggi tingkat keterbacaan teksnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Keterbacaan Berdasar-kan Kriteria Rankin dan Culhane Berdasarkan hasil Tes Cloze yang dirumuskan dari 24 wacana yang diperoleh dari 8 jilid buku tema pembelajaran 1 sampai dengan tema pembelajaran 8, diperoleh hasil berikut ini:
Wacana 1 Wacana 2 Wacana 3 Total Rata-rata (:3) Tingkat Keterbacaan
97 95 88 280 93 Tinggi
d. Buku teks Tema Pembelajaran 4. Aku dan Sekolahku. Wacana 1 91 Wacana 2 95 Wacana 3 71 Total 257 Rata-rata (:3) 85 Tingkat Tinggi Keterbacaan e. Buku teks Tema Pembelajaran 5. Hidup Bersih dan Sehat.
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 179
Wacana 1 Wacana 2 Wacana 3 Total Rata-rata (:3) Tingkat Keterbacaan f.
93 94 68 255 85 Tinggi
Buku teks Tema Pembelajaran 6. Air, Bumi dan Matahari. Wacana 1 79 Wacana 2 85 Wacana 3 63 Total 277 Rata-rata (:3) 75 Tingkat Tinggi Keterbacaan
g. Buku teks Tema Pembelajaran 7. Merawat Hewan dan Tumbuhan. Wacana 1 69 Wacana 2 59 Wacana 3 48 Total 176 Rata-rata (:3) 58 Tingkat Sedang Keterbacaan
h. Buku teks Tema Pembelajaran 8. Keselamatan di Rumah dan Perjanalan. Berdasarkan rekapitulasi skor keterbacaan 8 buku tematik terpadu kurikulum 2013 dapat disimpulkan bahwa tingkat keterbacaan buku teks tematik terpadu yang digunakan pada jenjang kelas 2 SD/MI yaitu 77% dengan kriteria keterbacaan Tinggi. Data Hasil Pengukuran Keterbacaan dengan Tes Cloze Berdasarkan hasil pengukuran tes cloze yang diberlakukan dari 24 wacana representatif dari 8 jilid buku teks pembelajaran tematik di kelas 2, diperoleh hasil berupa skor dan gambaran tingkat keterbacaan kata dalam wacana dan tingkat keterbacaan
Wacana 1 Wacana 2 Wacana 3 Total Rata-rata (:3) Tingkat Keterbacaan
56 40 54 150 50 Sedang
Berdasarkan rekapitulasi hasil Tes Cloze ke24 wacana dapat diperoleh tingkat keterbacaan buku teks tematik terpadu 2013 pada jenjang kelas 2 SD/MI sebagai berikut. Tema Sko Tingkat r Keterbaca an Tema 1 90 Tinggi Tema 2 81 Tinggi Tema 3 93 Tinggi Tema 4 85 Tinggi Tema 5 85 Tinggi Tema 6 75 Tinggi Tema 7 58 Sedang Tema 8 50 Sedang Total 617 Rata-rata : 77 8 Tinggi Tingkat Keterbaca an kalimat dalam wacana. Selanjutnya akan ditelaah bentuk bahasa yang ditemukan dari wacana-wacana yang telah dipilih sebagai rancangan tes cloze. Kata yang menjadi indikator dalam tes cloze adalah kata ke-lima dari kalimat dalam wacana, ataupun kata berikutnya yang merupakan kelipatannya (kata ke-sepuluh, kata kelima belas). Berdasarkan tes cloze yang dilakukan, dapat diidentifikasi, jenis kata yang digunakan dalam wacana dalam Buku Teks Tematik Kelas 2 tingkat SD/MI adalah sebagai berikut: Analisis Tingkat Keterbacaan
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 180
Berdasarkan uraian tentang data hasil pengukuran keterbacaan, terlihat bahwa buku teks pembelajaran tematik terpadu Tema 1 sampai dengan Tema Pembelajaran 8 memiliki tingkat kategori tingkat keterbacaan yang bervariasi. Pada buku teks Tema.1 sampai dengan Tema.6 memiliki tingkat keterbacaan tinggi, sedangkan buku teks Tema.7 dan Tema.8 memiliki tingkat keterbacaan sedang. Namun, secara umum tingkat keterbacaan pada buku teks pembelajaran tematik yang digunakan pada jenjang kelas 2 tingkat SD/MI ini masuk dalam kategori Tinggi, dengan skor tingkat keterbacaan sebesar 77%. Analisis Bahasa dalam Wacana Faktor penyebab tingkat keterbacaan yang diperoleh dalam penelitian ini membuktikan bahwa tingkat keterbacaan wacana dalam buku teks yang digunakan dalam rancangan pembelajaran tematik terpadu kurikulum 2013 sangat memenuhi harapan. Sebagai buku teks pegangan wajib, buku ini masuk dalam kriteria tingkat keterbacaan tinggi. Tidak ditemukan adanya kesukaran menonjol dari segi penyajian teks, kecuali faktor eksternal buku teks yang berkaitan dengan perbendaharaan kosa kata siswa, dan pengalaman membaca siswa. Secara umum, perumusan bahasa yang digunakan dalam buku ini cenderung baik. Struktur bahasa sudah memenuhi kaidah dengan dsitribusi panjang kalimat antara 7 sampai dengan 15 kata per kalimat, dengan rata-rata 12 kata dalam kalimat. Sedangkan panjang wacana terlihat sesuai dengan letaknya yang representatif yaitu: wacana bagian awal dengan rata-rata sebanyak 7 kalimat,wacana bagian tengah rata-rata 10 kalimat, dan wacana bagian akhir sebagai kulminasi memiliki jumlah kalimat diatas 10, dengan rata-rata 13 kalimat.
Pilihan kata dan penggunaan istilah sudah denotatif dan mengikuti kaidahdalam bahasa Indonesia. Penyusunan kalimat dalam wacana nampak runtut. Pola pengembangan ide cenderung lebih sederhana, sesuai karakter dan perkembangan logika berpikir serta kebututuhan siswa yang berada pada jenjang kelas 2 dengan kategori usia lancar membaca. Selanjutnya akan ditelaah faktor yang menyebabkan tingkat keterbacaan yang bervariasi yang diperoleh dari data penelitian, antara lain: Faktor pemilihan kata dalam wacana Pemilihan kata turut menentukan keberhasilan pemahaman siswa terhadap sebuah wacana. Kata-kata yang sedehana dengan meminimalisir penggunaan makna kias, lebih memudahkan siswa untuk memahami sebuah teks. Berikut faktor yang mempengaruhi tingkat keterbacaan teks dalam wacana yang berhasil dianalisis dari hasil Tes Cloze yang diberikan. 1) Penggunaan sinonim kata Berdasarkan hasil analisis tes cloze, beberapa kali ditemukan jawaban siswa yang kurang sesuai dengan kata kunci, akan tetapi kata yang menjadi jawaban adalah bentuk sinonim dari kata yang dilesapkan. Cara bermainnya, kelompok yang bermain akan melemparkan bola untuk membuat tumpukan batu berantakan. Lalu kelompok bermain berusaha menyusun kembali tumpukan batu. (Tema2. Wac.3, Hal.107) Kata menyusun pada kalimat kedua, merupakan bentuk kata yang dilesapkan. Dari Tes Cloze yang diberikan pada siswa diperoleh variasi jawaban yaitu kata membuat dan menata. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama yang juga bisa mendukung ide dalam konteks wacana. 2) Penggunaan kata tak baku Kata tak baku banyak sekali menjadi bentuk jawaban dari Tes Cloze yang dilakukan. Diantaranya dalam
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 181
bentuk pelesapan kata pada petikan wacana berikut. Udin dan Edo sering bermain bersama. Mereka bermain pada hari libur. Kadang-kadang mereka juga bermain setelah pulang sekolah. (Tema1, Wac1, Hal41) Dalam petikan wacana tersebut, kata setelah merupakan kata kunci yang dilesapkan. Kata setelah memberikan keterangan bahwa sebuah aktivitas bermain yang akan dilakukan, terjadi begitu aktivitas sebelumnya selesai. Kata setelah menandakan sebuah tahapan atau jenjang waktu yang berlanjut. Akan tetapi, berdasarkan hasil tes cloze yang dilakukan, ditemukan beberapa siswa yang memberikan jawaban kata tidak sesuai dengan kata kunci yang dilesapkan. Kata tersebut adalah kata habis. Jika dirangkai pada kalimat dalam wacana tersebut menjadi; Kadang-kadang mereka juga bermain habis pulang sekolah. Dalam nalar berpikir siswa, mereka beranggapan ketika jam sekolah usai, berarti memasuki altivitas bermain yang dimaksud. Akan tetapi kata yang digunakan adalah kata tidak baku dan tidak sesuai untuk membangun konteks wacana. 3) Penggunaan kata yang berasal dari bentuk interferensi Bentuk kata yang berasala dari interferensi bahasa daerah juga ditemukan pada hasil tes cloze, pada petikan wacana berikut. Ibu meminta Tiur pergi berbelanja ke warung. Ibu memberikan daftar belanjaan dan uang kepada Tiur. (Tema2.Wac.1, Hal.19) Kata berbelanja pada kalimat pertama mengandung makna aktivitas membeli sesuatu yang mengeluarkan uang. Akan tetapi, ditemukan variasi jawaban berbeda dari hasil Tes Cloze yaitu, penggunaan kata beli-beli yang menjadi altrnatif jawaban dari kata yang
dilesapkan. Berdasarkan jawaban ini dapat disimpulkan, siswa tersebut terpengaruh bahasa ibu (dalam hal ini bahasa madura) dalam melengkapi kalimat rumpangnya. Beli-beli merupakan bentuk interferensi bahasa madura dari kata le-melle, yang artinya juga sama dengan kegiatan berbelanja. Faktor bangun kalimat dalam wacana Perumusan kalimat dalam membangun wacana juga mempengaruhi proses pemahaman ketika membaca. Semakin panjang kalimat yang disusun, makin banyak penggunaan kata ganti dan kata rujukan yang digunakan, akan semakin mempersulit pemahaman pembaca. Utamanya siswa kelas 2 SD. Faktor bangun kalimat yang ditemukan berdasarkan hasil Tes Cloze diantaranya terlihat dalam petikan analisis wacana berikut. 1) Penguasaan kaidah kebahasaan Upacara berlangsung dengan khidmat. Pembina upacara membacakan Pancasila dan diikutiseluruh peserta. (Tema3, Wac.2, Hal.46) Dalam petikan wacana tersebut, terdapat susunan kalimat majemuk setara yang dihubungkan oleh kata penghubung dan. Akan tetapi, beberapa siswa belum memahami konteks kalimat majemuk setara yang posisi atau kedudukannya sama. Kata dan sebagai kata kunci yang dilesapkan, digantikan dengan bentuk kata tugas yang. Hal ini membuktikan bahwa konsep penguasaan kaidah kalimat siswa masih belum maksimal. 2) Penguasaan terhadap materi tema/pengembangan ide dalam wacana Pagi ini aku dan keluarga lari pagi. . Ayah dan ibu menjelaskan aturan sebelum melakukan lari pagi. Kita boleh minum, tetapi jangan terlalu banyak. (Tema8, Wac.1, Hal.12) Wacana tersebut bercerita tentang aturan keselamatan lari pagi. Kata kunci pada kalimat kedua dan ketiga
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 182
merupakan kata yang dijawab dengan salah oleh peserta Tes Cloze. Hal ini membuktikan bahwa materi tentang aturan keselamatan dalam aktivitas lari pagi belum dikuasai oleh siswa. Atau dengan kata lain, pengalaman siswa dalam aktivitas lari pagi masih sangat minim. Unsur bahasa lain Unsur bahasa lain yang ikut mempengaruhi keterbacaan dalam teks berdasarkan analisis Tes Cloze antara lain sebagai berikut. 1) Perbendaharaan kata (penguasaan kosa kata) Semakin banyak koleksi kosa kata yang dikuasai oleh siswa, semakain bervariasi jawaban yang dihasilkan dalam Tes Cloze. Hal ini tergambar dalam wacana berikut. Dayu anak yang rajin di kelas. Tugas-tugas sekolah dikerjakan dengan teliti dan percaya diri. (Tema4, Wac1,Hal.1) Kata teliti dalam wacana tersebut bermakna cermat, atau aktivitas memeriksa dan mengamati secara seksama. Penguasaan kosa kata yang dimiliki siswa terbukti dalam beberapa variasi jawaban yang diperoleh dalam Tes Cloze, antara lain beberapa siswa menjawab dengan kata rajin, cermat dan benar sebagai pelengkap kata teliti yang menjadi kata kunci yang dilesapkan. Ketiga kata tersebut memiliki makna yang hampir sama dengan kata teliti. 2) Pengalaman membaca Setelah selesai menonton, televisi harus dimatikan. Ini berguna untuk menghemat biaya pembayaran rekening listrik. (Tema8, Wac.3, Hal.73) Pada wacana tersebut mengangkat ide cerita tentang aturan menonton televisi di rumah. Menonton televisi merupakan aktivitas yang dekat dengan keseharian siswa. Akan tetapi pe,bahasan tentang beban listrik dan aturan membayar rekening listrik masih belum dikuasai siswa. Hal ini
membuktikan bahwa pengalaman membaca informasi tentang kebutuhan beban listrik belum pernah diterima oleh siswa sebelumnya. Terlihat dalam hasil Tes Cloze yang dilakukan, semua jawaban siswa untuk kedua kata kunci dalam kalimat tersebut salah. Hal ini juga menjadi salah satu indikator tingkat keterbacaan yang rendah pada wacana tersebut. 3) Logika berpikir atau bernalar Kemampuan bernalar dan berlogika siswa kelas 2 terhadap wacana yang dicanya juga dpata terdeteksi berdasarkan Tes Cloze yang diberikan. Pada penggalan wacana berikut dapat digambarkan kemajuan perkembangan bernalar siswa. Kawan satu regu bisa menyelamatkan yang ditawan. Caranya dia harus menyentuh teman yang ditawan. Pemenang adalah regu yang paling banyak anggotanya menduduki benteng lawan. (Tema2, Wac.2, Hal.63) Pada kalimat kedua, ditetapkan kata kunci teman sebagai kata yang dilesapkan. Pada dasarnya, permainan benteng-bentengan adalah jenis permainan yang dekat dengan keseharian siswa. Siswa memang tidak secara tepat mengisi kata kunci sesuai dengan yang ada dalam wacana. Akan tetapi secara konsep mereka memahami bahwa aturan dalam permainan tersebut sesuai dengan yang menjadi ide cerita dalam wacana. Kata yang menjadi pengganti kata teman yaitu kata badan. (secara logika, dalam permainan ini yang dientuh adalah badan dari teman satu regu). Selanjutnya perhatikan petikan wacana berikut. Burung merpati terbang dengan sayap. Gerakan burung sangat indah. Siti berada di belakang rumah. Di sana terdapat pohon bambu. (Tema3,Wac1,Hal.16) Pada kutipan wacana di atas justru berlaku sebaliknya. Pola pengembangan
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 183
ide justru membuat kesalahan logika atau bernalar pada siswa pada saat memahami konteks cerita dalam wacana. Kata rumah yang menjadi kata kunci yang dilesapkan, justru banyak tergantikan dengan kata kandang. Dalam logika berpikir siswa, mereka mencoba menghubungkan konteks cerita tentang burung pada kalimat sebelumnya menjadi kelanjutan ide cerita selanjutnya. (burung, identik dengan sarang atau kandang sebagai tempat tinggalnya) 4) Kepadatan materi dalam tema pembelajaran Kepadatan dan keluasan materi ajar, turut mempengaruhi tingkat keterbacaan teks. Semakin komplek materi ajar, semakin sulit untuk begitu saja dipahami oleh siswa. Begitu pula penyajian teks wacana yang menjadi upaya penanaman konsep dalam pembelajaran, juga menjadi kesulitan tersendiri bagi siswa pada saat akan menyerap konsep yang disajikan. Perhatikan petikan wacana berikut. Tidak boleh membiarkan kran air terbuka terus-menerus. Itu akan membuat air terbuang dan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, akan membuat lantai licin dan dapat membahayakan diri. Sikap itu harus dihindari. Ibu menjelaskan aturan itu dengan baik kepada Udin dan Mutiara. (Tema8.Wac.2, Hal.47) Tes Cloze yang diberikan pada wacana di pembelajaran Tema 8, ditemukan skor keterbacaan yang rendah. Seluruh siswa hampir tidak bisa menjawab dengan kata ganti yang benar untuk masing-masing kata kunci yang dilesapkan. Hal ini membuktikan bahawa pembahasan materi pada Tema 8 memelurkan eksplorasi konsep yang lebih lagi dari pada materi pembelajaran pada tema-tema sebelumnya. Perlu diketahui, pada Tema.8 menyajikan materi tentang Keselamatan di Rumah dan Perjalanan.
SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis tingkat keterbacaan dapat dibuktikan bahwa buku teks pembelajaran tematik kurikulum 2013 memiliki tigkat keterbacaan yang memenuhi harapan, yaitu berada pada kategori tingkat keterbacaan tinggi dengan skor perolehan tingkat keterbacaan 77%. Berdasarkan uaraian hasil analisis bahasa dalam wacana dapat diperoleh simpulan, (1) Faktor yang mempengaruhi tingkat keterbacaan kata dalam wacana yaitu: penggunaan sinonim kata, penggunaan kata tak baku, penggunaan kata yang berasal dari bentuk interferensi bahasa. (2) Faktor yang mempengaruhi tingkat keterbacaan kalimat dalam wacana antara lain: penguasaan kaidah kebahasaan, dan penguasaan terhadap materi tema/pengembangan ide dalam wacana, (3) Faktor yang mempengaruhi tingkat keterbacaan yang berasal dari unsur bahasa lain: perbendaharaan kata, pengalaman membaca, logika berpikir dan bernalar, kepadatan materi dalam tema pembelajaran. Kemenarikan buku teks pembelajaran tematik terpadu untuk siswa kelas 2 SD/MI pada umumnya sangat menarik seperti yang diungkapkan oleh 24 siswa kelas 2A yang menjadi responden. Adapun ketika dikonfirmasikan kepad a siswa, karena menggunakan gambar dan ilustrasi yang membantu memperjelas isi materi yang disajikan dan menggunakan huruf/bacaan yang jelas dan terbaca. DAFTAR PUSTAKA Pranowo, Dwiyanto Djoko. 2011. Alat Ukur Keterbacaan Teks Berbahasa Indonesia (laporan penelitian) Yogyakarta: FBSS Universitas Negeri Yogyakarta Suherli, Kusmana. 2008. Keterbacaan Buku Teks Pelajaran
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 184
Berdasarkan Keterpahaman Bahasa Indonesia, dalam Jurnal Bahasa dan Sastra Vol.8 N0. 2 Oktober 2008 Sitepu. 2014. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sitepu. 2014. Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tarigan, HG dan Djago Tarigan. 2010. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
NOSI Volume 3, Nomor 2, Agustus 2015__________________________________Halaman | 185