ME ETODE EKSPLO E ORATIF UNTUK U M MENGUJJI KESAMAAN N SPEKT TRUM FT TIR TEM MULAWA AK
EKO WA AHYU WIB BOWO
SE EKOLAH H PASCAS SARJANA A INS STITUT PERTANIA AN BOGO OR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Metode Eksploratif Untuk Menguji Kesamaan Spektrum FTIR Temulawak adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2009
Eko Wahyu Wibowo NRP: G151060081
ABSTRACT EKO WAHYU WIBOWO. Explorative Method to Verify Equivalency Temulawak FTIR Spectra. Under direction of ERFIANI and AGUS M. SOLEH Nowaday, medical treatments that used natural materials medicine was increased. Not only in Indonesia, but also in the last 20 years an entire the world applied of natural medicine was increased. As synthetic medicine, natural medicine is often misused by certain parties, one of which is adulteration (counterfeit drugs). One method to detect adulteration of medicine is to analyze the equivalency FTIR spectrum (Fourier Transform Infra Red). A verification of equivalency of FTIR spectra is to detect adulteration of medicine from side of component arrangement. Verification was done by explorative methods that consist of combine discrete wavelets transformations with principal component analysis, reverse point method and discriminant analysis. Eighteen samples of temulawak, twenty samples of ginger and twenty four samples of kunyit spectra were used to verify equivalency of FTIR spectra. Principal component analysis can identify spectra that close based on taxonomy, but it can’t identify with similarity visual, meanwhile revese point method vise versa, it has ability to identify spectra with that similar visually, but it can’t identify that close taxonomy. Discriminant analysis has ability to identify all spectra. Keywords : Fourier Transform Infra Red, wavelets discrete transformation, reverse point, principal component analysis, discriminant analysis.
RINGKASAN EKO WAHYU WIBOWO. Metode Eksploratif Untuk Menguji Kesamaan Spektrum FTIR Temulawak. Dibawah bimbingan ERFIANI dan AGUS M. SOLEH Saat ini pengobatan dengan menggunakan obat bahan alam semakin banyak digunakan. Tidak hanya di Indonesia, di seluruh dunia dalam 20 tahun terakhir ini penggunaan obat bahan alam semakin meningkat. Sebagaimana obatobat sintesis, obat bahan alam seringkali disalahgunakan oleh pihak tertentu, salah satunya adalah adulterasi (pemalsuan obat). Salah satu metode untuk mendeteksi pemalsuan obat adalah dengan menganalisis kesamaan pola spektrum FTIR (Fourier Transform Infra Red). Pada penelitian ini dilakukan beberapa metode yang bersifat eksploratif untuk menguji kesamaan spektrum FTIR khususnya temulawak. Metode eksploratif tersebut adalah kombinasi transformasi Wavelet diskret dengan analisis komponen utama, metode titik balik dan analisis diskriminan. Sampel spektrum yang digunakan pada penelitian ini adalah spektrum temulawak, sedangkan spektrum jahe dan kunyit digunakan sebagai pembanding. Pemilihan spektrum jahe dan kunyit sebagai pembanding karena spektrum jahe memiliki kemiripan dengan spektrum temulawak, sedangkan kunyit memiliki kedekatan secara taksonomi dengan temulawak. Kombinasi transformasi wavelet diskret dengan analisis komponen utama memperoleh pola tebaran masing-masing sampel spektrum berdasarkan skor-skor komponen utama pertama dan komponen utama kedua dengan persentase kumulatif keragaman sebesar 91.1%. Dari pola tebaran tersebut diketahui bahwa antara temulawak dan jahe posisinya berdekatan. Untuk kombinasi transformasi wavelet diskret dan metode titik balik diperoleh bahwa spektrum temulawak teridentifikasi 100% pada reduksi titik minimal 128. Sementara, untuk kombinasi trasformasi wavelet diskret dan analisis diskriminan diperoleh pengklasifikasian yang baik untuk semua sampel spektrum pada berbagai reduksi titik.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENERAPAN METODE EKSPLORATIF UNTUK MENGUJI KESAMAAN SPEKTRUM FTIR
EKO WAHYU WIBOWO
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Mohammad Rafi, S.Si, M.Si
Judul Tesis Nama NRP Program Studi
: Metode Eksploratif untuk Menguji Kesamaan Spektrum FTIR Temulawak : Eko Wahyu Wibowo : G151060081 : Statistika
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Erfiani, MS Ketua
Agus M Soleh, S.Si, MT Anggota
Diketahui, . Ketua Program Studi Statistika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, MSc.
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, MS
Tanggal Ujian : 29 Juli 2009
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilakhirkan di Jakarta, pada tanggal 14 April 1975 dari ayah Wartono dan Ibu Mudjiati. Tahun 1993 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Ciruas Serang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Brawijaya melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Statistika, FMIPA Universitas Brawijaya, lulus pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis diterima di program Pascasarjana, jurusan Manajemen Sistem Informasi Universitas Budi Luhur Jakarta, lulus tahun 2004. Tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan program Magister Sains di Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor yang di biayai oleh BPPS.
PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Metode Eksploratif untuk Menguji Kesamaan Spektrum FTIR Temulawak” Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Erfiani, MS dan Bapak Agus M Soleh, S.Si, MT selaku ketua komisi pembimbing dan anggota, yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran dalam upaya penyusunan tesis ini. 2. Bapak Mohammad Rafi, M.Si selaku penguji luar komisi atas saran dan masukannya. 3. Tim Hibah Pascasarjana DIKTI tahun 2007 – 2010 dengan judul “Pengembangan Model Kalibrasi Multirespon dan Teknik Adulsterasi Obat Bahan Alam”. 4. Ibu Utami Dyah Safitri, M.Si atas bantuan datanya dan rekan rekan jurusan Kimia IPB atas masukannya 5. Ibunda, Ayahanda, Abah, Mamah, istriku sayang (Titiek Atiqoh), anakku sayang (M. Luthfan) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya 6. Rekan-rekan angkatan 2006, 2007 khususnya Bertho dan Mas Mukid yang telah banyak memberikan masukan dan semua pihak telah membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Tak lepas dari kekurangan yang ada, semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2009
Eko Wahyu Wibowo
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ..................................................................................................... vii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii DAFTAR TABEL .......................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Senyawa Aktif Pada Rimpang Temulawak ........................................... Teknik Spektrofotometri ....................................................................... Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red (FTIR) ........................ Pereduksian dan Pemulusan Data dengan Transformasi Wavelet Diskret ................................................................................................... Analisis Komponen Utama ................................................................... Analisis Diskriminan ............................................................................. Metode Titik Balik ................................................................................
3 3 4 4 7 9 11 12
DATA DAN METODE ................................................................................. 13 Data ....................................................................................................... 13 Metode ................................................................................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... Eksplorasi .............................................................................................. Pemulusan dan Pereduksian Data dengan Transformasi Wavelet Diskret ................................................................................................... Analisis Komponen Utama ................................................................... Analisis Diskriminan ............................................................................. Pendeteksian Titik Balik .......................................................................
18 18 20 23 25 26
SIMPULAN ................................................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 33 LAMPIRAN ................................................................................................... 34
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1 Daerah identifikasi spektrum IR kurkuminoid ...................................... 6 2 Kode sampel spektrum yang di gunakan ............................................. 13 3 Proporsi pengelompokan pada berbagai titik reduksi .......................... 25 4 Hasil klasifikasi sampel spektrum temulawak, jahe dan kunyit .......... 25 5 Hasil pendeteksian titik balik Spektrum temulawak pada berbagai titik reduksi tranformasi wavelet diskret ............................................... 27 6 Hasil pendeteksian titik balik spektrum jahe pada berbagai titik reduksi tranformasi wavelet diskret ............................................... 29 7 Hasil pendeteksian titik balik spektrum kunyit pada berbagai titik reduksi tranformasi wavelet diskret ............................................... 30
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1 Struktur kurkuminoid ............................................................................ 3 2 Diagram Alir Pendeteksian Titik Balik ................................................. 17 3 Spektrum FTIR Temulawak .................................................................. 18 4 Spektrum FTIR Kunyit ....................................................................... 19 5 Spektrum FTIR Jahe ........................................................................... 19 6 Spektrum FTIR Temulawak pada berbagai titik reduksi ..................... 21 7 Plot skor komponen utama pertama dan kedua sampel asli ................. 23 8 Plot skor komponen utama pertama dan kedua pada berbagai titik reduksi ........................................................................................... 24 9 Persentase ketepatan identifikasi Spektrum FTIR ............................... 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini pengobatan dengan menggunakan obat bahan alam semakin banyak digunakan. Peningkatan penggunaan obat bahan alam dapat disebabkan beberapa hal diantaranya semakin banyaknya orang yang percaya akan keunggulan dan manfaat obat bahan alam, selain itu karena adanya anggapan bahwa penggunaan obat bahan alam atau obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan obat sintesis. Tidak hanya di Indonesia, diseluruh dunia dalam 20 tahun terakhir ini penggunaan obat bahan alam semakin meningkat. Berarti bukan lagi sekedar ”back to nature” tetapi karena obat bahan alam sudah merupakan sumber layanan kesehatan yang mudah diperoleh dan terjangkau oleh masyarakat. Masyarakat menggunakan obat bahan alam dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif terhadap suatu penyakit. Sebagaimana
obat-obat
sintesis,
obat
bahan
alam
seringkali
disalahgunakan oleh pihak tertentu baik untuk pemakaian sendiri maupun ditujukan kepada orang lain. Salah satu penyalahgunaannya adalah adulterasi (pemalsuan obat). Pemalsuan obat dapat terjadi dengan berbagai cara diantaranya pemalsuan dari sisi jumlah bahan penyusun obat, sisi konsentrasi masing-masing bahan dan dari sisi penggantian bahan mahal dengan bahan murah yang memiliki karakteristik kimia sama. Salah satu metode untuk mendeteksi pemalsuan obat adalah dengan menganalisis kesamaan pola spektrum FTIR (Fourier Transform Infra Red). Spektrum FTIR dapat digunakan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa aktif berdasarkan identifikasi gugus fungsinya. Dalam bidang kimia, spektrum FTIR banyak digunakan untuk mengungkap keberadaan suatu senyawa atau golongan senyawa pada suatu tanaman. FTIR merupakan teknik spektroskopi infra merah berupa grafik hubungan antara bilangan gelombang (cm-1) dengan persentase transmitan (Nur & Adijuana 1989). Kajian-kajian
analitik
untuk
melihat
kesamaan
pola
spektrum
perkembangan terakhir adalah dengan pendekatan metode regresi linier sederhana,
1
dan uji ragam (Juwita 2004). Dimana hasil penelitian yang dilakukan Juwita ini memberikan simpulan bahwa pendekatan metode regresi linier dan uji ragam untuk menguji kesamaan pola spektrum masih belum tepat untuk digunakan. Metode pendekatan lain untuk melihat kesamaan pola spektrum FTIR adalah dengan menerapkan metode yang bersifat eksploratif. Metode eksploratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggabungkan metode transformasi wavelet diskret dengan analisis komponen utama, metode titik balik dan analisis diskriminan. Metode titik balik yang dilakukan pada penelitian ini untuk menguji kesamaan pola spektrum FTIR dari sisi gugus fungsinya pada daerah identifikasi tertentu. Penggunaan temulawak dalam penelitian ini dikarenakan temulawak merupakan salah satu tanaman obat bahan alam yang saat ini banyak digunakan. Harganya yang relatif mahal membuat temulawak sering diganti oleh obat bahan alam lain yang memiliki karakteristik yang sama.
Tujuan Penelitian bertujuan untuk menguji kesamaan spektrum FTIR temulawak dengan beberapa metode eksploratif.
2
TINJAUAN PUSTAKA Senyawa Aktif pada Rimpang Temulawak Menurut Sinambela (1985), komposisi rimpang temulawak dapat di bagi menjadi dua fraksi utama yaitu zat warna kurkuminoid dan minyak atsiri. Warna kekuningan pada temulawak disebabkan adanya kurkuminoid. Kandungan utama kurkuminoid
terdiri
dari
senyawa
kurkumin,
desmetoksikurkumin
dan
bisdestoksikurkumin. Struktur kurkuminoid dapat dilihat pada gambar 1. OH
OH
R1
R2 O
OH
Gambar 1. Struktur kurkuminoid Keterangan: R1
R2
-OCH3
-OCH3
= kurkumin
-OCH3
-H
= desmetoksikurkumin
-H
-H
= bis-desmetoksikurkumin
Selain tiga senyawa utama tersebut terdapat senyawa lain yang digolongkan termasuk ke dalam senyawa kurkuminoid yaitu monometoksikurkumin, oktahidrokurkumin, dihidrokurkumin, heksahidroksikurkumin dan senyawa turunan kurkumin. Rimpang temulawak segar, selain terdiri dari senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri juga mengandung lemak, protein, selulosa, pati, dan mineral. Menurut Darwis et al. (1991), kurkuminoid temulawak mempunyai khasiat sebagai antibakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu supaya pencernaan lebih sempurna. Selain itu
3
temulawak digunakan juga sebagai pengobatan gangguan pada hati atau penyakit kuning, batu empedu, memperlancar aliran air empedu, obat demam dan sembelit, memperlancar keluarnya air susu ibu, obat diare, inflamasi pada anus, gangguan perut pada dingin, dan radang pada perut atau kulit.
Teknik Spektrofotometri Teknik spektrofotometri adalah salah satu teknik analisis fisiko-kimia yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Pada prinsipnya interaksi radiasi elektromagnetik dengan molekul akan menghasilkan satu atau dua macam dari tiga kejadian yang mungkin. Ketiga kejadian yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom molekul dengan radiasi elektomagnetik berupa hamburan (scattering), absorpsi (absorption) dan emisi (emission) radiasi elektromagnetik oleh atom atau molekul yang diamati. Terdapat beberapa teknik spektroskopi yang digunakan dalan analisis kimia dan biologi diantaranya: spektroskopi UV-Vis, spektroskopi infra merah, spektroskopi Fotoluminesensi, spektroskopi Raman, spektroskopi emisi nyala, spektroskopi absorbsi atom, spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) dan spektroskopi massa (Muhammad & Suharman 1995).
Spektrofotometri Fourier Transformation Infrared (FTIR) Pada spektroskopi ini, spektrum infra merah terletak pada daerah dengan panjang gelombang dari 0.78 sampai 1000 μm atau bilangan gelombang dari 12800 sampai 1 cm-1. Aplikasi teknik spekstroskopi infra merah sangat luas, baik untuk tujuan analisis kuantitatif maupun kualitatif. Untuk analisis kualitatif dan kuantitatif maka pola spektrum FTIR suatu senyawa perlu dilakukan analisis referensi sebagai pembanding. Instrumentasi spektrum inframerah dibagi kedalam tiga jenis radiasi, yaitu: inframerah dekat (bilangan gelombang 1280 – 4000
4
cm-1), inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–200 cm-1), dan inframerah jauh (bilangan gelombang 200–10cm-1) (Nur & Adijuana 1989). Spektrofotometri FTIR termasuk dalam kategori radiasi inframerah pertengahan (bilangan gelombang 4000–200 cm-1). Dengan membandingkan spektrum infra merah dari dua senyawa yang diperkirakan identik maka seorang dapat menyatakan apakah kedua senyawa tersebut identik atau tidak. Pelacakan tersebut lazim disebut dengan bentuk sidik jari (finger print) dari dua spektrum infra merah. Jika puncak spektrum infra merah kedua senyawa pada bilangan gelombang tertentu sama maka dalam banyak hal dua senyawa tersebut adalah identik. Spektrum inframerah tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometri inframerah yang merekam secara otomatis dalam bentuk larutan (dalam kloroform, karbontetraklorida, 1-5%), bentuk gerusan dalam minyak nujol, atau bentuk padat yang dicampur dengan kalium bromida. Daerah pada spektrum inframerah di atas 1200 cm-1 menunjukkan pita spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang ditelaah (Harborne 1996). Kegunaan lain yang penting dari spektrum infra merah adalah memberikan keterangan tentang gugus fungsi pada suatu molekul. Gugus fungsi ini dapat dibedakan antara daerah identifikasi dan daerah sidik jari. Serapan tiap tipe akan mencerminkan gugus fungsi dan hanya diperoleh dalam bagian-bagian kecil tertentu dari daerah vibrasi infra merah. Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan setiap ikatan. Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elekromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda, dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa yang berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak aka nada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah atau spektrum inframerah yang tepat sama.
5
Jika Io adalah intensitas IR yang masuk kedalam contoh dan I adalah intensitas IR yang diteruskan (transmitted) oleh contoh, maka: Absorban (A) = Log (Io / I) dan % transmitan (%T) = 100 (I/Io). Sehingga hubungan absorban dengan % transmitan adalah : A = - Log (%T/100). Karena kekuatan serapan proporsional terhadap konsentrasi, maka FTIR dapat digunakan untuk analisis kuantitatif yang menghubungkan konsentrasi dengan absorban atau persen transmitan. Untuk menduga konsentrasi suatu senyawa tertentu dalam contoh, diperlukan pengukuran nilai- nilai absorban dari contoh
pada
berbagai
bilangan
gelombang.
Pembuatan
model
yang
menghubungkan konsentrasi dengan nilai–nilai absorban dapat digunakan untuk menduga konsentrasi senyawa tertentu yang tidak diketahui dalam contoh. Kegunaan penting dari spektrum inframerah adalah untuk mendeteksi tentang gugus fungsi dari suatu molekul. Dari struktur kurkuminoid yang khas, maka spektrum yang dihasilkan dengan FTIR juga khas pula. Daerah indentifikasi spektrum inframerah (IR) untuk kurkuminoid adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Socrates 1994). Jika untuk analisis lanjutan perlu dilakukan pengambilan beberapa data % transmitan hasil pengukuran dengan FTIR, maka daerah identifikasi IR suatu senyawa sangat perlu diperhatikan, pemotongan yang tidak memperhatikan daerah identifikasi bisa mengarah ke pemodelan yang hasilnya kurang baik. Tabel 1. Daerah identifikasi spektrum IR kurkuminoid No Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang cm-1 1 Ikatan hydrogen OH 3600 – 3300 2 C-H alkana 3000 – 2850 3 Karbonil 1820 – 1660 4 Aromatic –C=C- rentangan 1660 – 1450 5 R – O-Ar 1300 – 1000 6 Sidik jari 900 – 700 Keterangan: (s) kuat; (m) medium; (vs) sangat kuat
6
intensitas m-s s vs s m
Pereduksian dan Pemulusan Data dengan Tranformasi Wavelet Diskret Wavelet merupakan sebuah basis pada sebuah ruang vektor. Basis wavelet berasal dari sebuah fungsi penskalaan atau dikatakan juga sebuah scaling function. Wavelet merupakan sebuah fungsi variabel real t, diberi notasi ψ(t) dalam ruang fungsi L2(R). Fungsi ini dihasilkan oleh parameter dilatasi dan translasi, yang dinyatakan dalam persamaan: ;
,
2
,
2
0,
(1)
; ,
(2)
Fungsi wavelet pada persamaan (1) diperkenalkan pertama kali oleh Grossman dan Morlet, sedangkan persamaan (2.) oleh Daubechies. Pada fungsi Grossman Morlet, a adalah parameter dilatasi dan b adalah parameter translasi, sedangkan pada fungsi Daubechies, parameter dilatasi diberikan oleh 2j dan parameter translasi oleh k. (Krismawan 2008) Wavelet berarti gelombang–gelombang kecil (small waves), sedangkan sinus dan kosinus adalah gelombang – gelombang besar (Percival 2005). Suatu fungsi ψ(.) bernilai real, disebut wavelet jika memenuhi : ∞
1.
∫ψ (u )du 2
=1
−∞ ∞
2.
∫ψ (u )du
=0
−∞
Sehingga secara umum Wavelet adalah fungsi – fungsi yang mempunyai sifat - sifat tertentu, seperti jika diintegralkan pada (-∞, ∞) hasilnya nol, grafik fungsi ada yang di atas dan di bawah sumbu X (Vidacovic & Meuller, 1991). Ada banyak jenis fungsi Wavelet, seperti wavelet yang mulus, wavelet yang nilainya tidak nol secara terbatas (compact support), wavelet yang ekspresi matematikanya sederhana, wavelet yang dihasilkan dari filter – filter yang sederhana, dan lain – lain. Fungsi wavelet yang paling sederhana dan yang paling tua adalah wavelet
7
Haar, yang ditemukan oleh Albert Haar tahun 1909 (Vidacovic & Meuller, 1991). Di dalam statistika biasanya ingin diperoleh dekomposisi wavelet dari suatu fungsi yang diamati oleh sekumpulan data. Misalnya x = (x0, xi,….,x2M-1)T adalah vektor data berukuran 2M, M bilangan bulat positif. Maka vektor data tersebut dapat dihubungkan dengan potongan–potongan fungsi konstan pada interval (0,1) yang biasa disebut fungsi tangga, dengan persamaan :
f (t ) =
2 M −1
∑x I k =0
Fungsi tangga
(3)
k ⎧ k k +1 ⎫ ⎨ M ≤t ≤ M ⎬ 2 ⎭ ⎩2
f(t) pada persamaan (3) termasuk dalam L2([0,1]), sehingga
dekomposisi wavelet dari f(t) adalah (Vidacovic & Meuller 1991) : M −1 2 j −1
f (t ) = c0, 0φ (t ) + ∑ ∑ d j , kψ j , k (t )
(4)
j =0 k =0
Persamaan (4) disebut transformasi wavelet diskret, karena nilai j hanya diambil pada bilangan bulat positif saja. Bilangan j pada pada persamaaan (4) disebut level resolusi, dan f(t) dapat diperoleh sangat tepat, jika diambil semua level resolusi untuk dekomposisi, yaitu level resolusi 0 sampai dengan (M - 1). Koefisien c0,0 disebut koefisien pemulusan atau bagian pendekatan dari suatu fungsi, sedang d j,k disebut koefisien wavelet atau juga disebut bagian detail suatu fungsi. Dengan mengambil nilai ψ
j,k
(t) dt dan φ (t) untuk berbagai t, maka
persamaan (2) dapat dituliskan dengan notasi matriks, x=WTd
(5)
dan karena W ortonormal maka d=Wx dimana d = (c0,0 , d0,0 , d1,1 , d1,0, …., dn-1,0)T dan WT adalah matriks yang elemen – elemen kolomnya adalah nilai dari φ (t) dan ψ
j,k
(t) untuk berbagai t ε [0,1].
Sifat-sifat menarik dari matriks WT, selain ortonormal, adalah kolom pertama bernilai sama, jumlah unsur tiap kolom yang lain sama dengan nol.
8
Jika ukuran vektor data x sangat besar, maka perhitungan dengan cara matriks akan memerlukan komputasi yang tinggi, sehingga menjadi kurang praktis. Mallat (1989) menemukan algoritma cepat untuk menghitung koefisien wavelet dan koefisien pemulusan pada persamaan (4), yaitu melalui analisis multiresolusi. Algoritmanya disebut algoritma piramida. Dalam analisis multiresolusi hubungan antara φ (t) dan ψ(t) dapat dinyatakan sebagai :
φ (t) =
2
∑ h k φ (2t - k) dan
2
ψ(t) =
k
∑ g k φ (2t - k)
(6)
k
hk dan gk disebut filter low-pass dan high pass, hubungannya untuk k = 0,1,….., L-1 adalah gk = (-1)k hL-1-k (Percival 2005). Sebagai misal untuk Haar wavelet dapat ditunjukkan bahwa : 1
φ (t) = φ (2t) + φ (2t - 1) =
2 1
ψ(t) = φ (2t) - φ (2t - 1) = sehingga h (0) = h (1) =
2
1 2
1
2 φ (2t) + 2 φ (2t) -
2 φ (2t - 1)
2 1 2
2 φ (2t - 1)
dan g (0) = - g (1) =
1 2
.
Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama merupakan suatu teknik analisis statistik untuk mentransformasi peubah-peubah asli yang masih saling berkorelasi satu dengan yang lain menjadi satu set peubah baru yang tidak berkorelasi lagi. Peubah peubah baru itu disebut sebagai komponen utama (Johnson & Wichern 1982). Secara aljabar linier, komponen utama merupakan kombinasi linier dari p peubah acak x1, x2, x3,...,xp. Secara geometris kombinasi linier ini merupakan sistem koordinat baru yang di dapat dari rotasi sistem semula dengan x1, x2, x3,...,xp sebagai sumbu koordinat. Sumbu baru tersebut merupakan arah dengan variabilitas maksimum dan memberikan kovariansi yang lebih sederhana.
9
Komponen utama tergantung kepada matriks ragam peragam Σ dan matriks korelasi ρ dari x1, x2, x3,..., xp, dimana pada analisisnya tidak memerlukan asumsi populasi harus berdistibusi normal peubah ganda. Apabila komponen utama diturunkan dari populasi normal peubah ganda, interpretasi dan inferensi dapat dibuat dari komponen sampel. Melalui matriks ragam peragam bisa diturunkan akar ciri-akar ciri (eigen values) yaitu λ1 ≥ λ2 ≥ ...≥ λp ≥ 0 dan vektorvektor cirinya yaitu α1, α2, ..., αp. Untuk menguji asumsi distribusi normal peubah ganda dapat dilakukan dengan mencari jarak kuadrat untuk setiap observasi (Johnson & Wichern 1982). Hipotesis untuk uji ini adalah: H0 : Peubah-peubah berdistribusi normal. H1 : Peubah-peubah tidak berdistribusi normal. Jarak kuadrat dihitung dengan rumus:
Σ dimana:
(7)
= jarak kuadrat observasi ke-j terhadap nilai rataan Xj = nilai observasi ke-j, dimana:
dan Secara umum pembentukan komponen utama disusun sebagai berikut : Y1 = a1' X = a11X1 + a21X2 + ...+ apXp Y2 = a2' X = a12X1 + a22X2 + ...+ ap2Xp .
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yp = ap' X = a1pX1 + a2pX1 + ...+ appXp
(8)
dengan keragaman masing-masing adalah Var(Yi) = a'i Σ ai = λi. dimana: i = 1,2,...,p dan λi = akar ciri dari komponen utama ke-i dan keragaman totalnya adalah: Var(Y) = α11+α22+...+αpp = λ1+λ2+...+λp
(9)
10
dimana: λ1+λ2+...+λp adalah akar ciri dari komponen utama. Besarnya proporsi dari keragaman total populasi yang dapat diterangkan oleh komponen utama ke-i adalah: ;
.
1, 2, … ,
(10)
sehingga nilai proporsi dari keragaman total yang dapat diterangkan oleh komponen utama, kedua atau sampai sejumlah komponen utama secara bersamasama adalah semaksimal mungkin dengan meminimalisasi informasi yang hilang. Meskipun jumlah komponen utama berkurang dari peubah asal tetapi informasi yang diberikan tidak berubah. Menurut Hair et al (1998), pemilihan komponen utama yang digunakan adalah jika nilai akar cirinya lebih dari 1(λi>1) dan proporsi keragaman dianggap cukup mewakili total keragaman data jika keragaman kumulatif mencapai 70%-80%.
Analisis Diskriminan
Diskriminan merupakan metode analisis multivariat yang bertujuan untuk memisahkan objek pengamatan yang berbeda dan mengalokasikan objek pengamatan baru ke dalam kelompok yang telah didefinisikan (Johnson & Wichern 1982). Untuk sekumpulan pengamatan yang terdiri satu atau lebih peubah-peubah kuantitatif atau kualitatif dan satu peubah klasifikasi yang mendefinisikan grupgrup
pengamatan,
diskriminan
mengembangkan
suatu
model
untuk
mengklasifikasikan setiap pengamatan ke dalam salah satu grup. Misal sebuah populasi Ω terdiri dari l kelompok π1, π2,…. ,πl dengan masing-masing wilayah (region) R1, R2, . . . ,Rl . Suatu pengukuran terdiri dari p variabel prediktor, dilakukan pada l kelompok sebanyak n pengamatan, menghasilkan matrik data ,
,…..,
dengan
,
,….,
; i = 1,….,n. Perbedaan l
kelompok dapat diketahui dari bentuk densitasnya, fj(x) bila pengamatan berasal dari πj dengan probabilitas prior pj. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan bila
11
objek pengamatan yang berasal dari πj dinyatakan sebagai πk di mana |
1,2, … . ,
|
dinotasikan oleh
dengan probabilitas,
|
(11)
Ekspektasi biaya salah pengelompokkan sebuah objek pengamatan x dari πj dinyatakan sebagai πk (expected cost of misclassification) disingkat ECM adalah: ∑
∑
|
|
(12)
Metode Titik Balik
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk melihat kesamaan pola spektrum FTIR adalah dengan metode titik balik. Titik balik merupakan titik kritis suatu kurva. Titik kritis dari suatu fungsi f dimana turunan pertamanya sama dengan nol f’(x) = 0 atau f tidak dapat diturunkan. Untuk melihat kesamaan pola spektrum FTIR, titik balik yang digunakan merupakan titik perpindahan tanda dari negatif ke positif.
12
DATA DAN METODE Data Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan oleh tim Hibah Pascasarjana tahun 2003 - 2005 kerjasama Departemen Statistika dengan Pusat Studi Biofarmaka, dengan judul penelitian : “Pengembangan Model Kalibrasi Pendugaan kandungan senyawa bioaktif atau senyawa penciri beberapa tanaman obat” dan tim Hibah Fundamental Pusat Studi Biofarmaka tahun 2007. Data merupakan hasil pengukuran FTIR (Fourier Transformation Infrared) pada ekstrak rimpang temulawak, jahe dan kunyit. Hasil pengukuran FTIR berupa persentase transmitan dari ekstrak rimpang temulawak, jahe dan kunyit pada interval bilangan gelombang tertentu. Penggunaan data FTIR ekstrak jahe dan kunyit pada penelitian ini sebagai pembanding dari data FTIR ekstrak temulawak. Banyak sampel spektrum FTIR ekstrak temulawak, jahe dan kunyit berturut-turut adalah 18, 20 dan 24 sampel. Data sampel spektrum disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kode sampel spektum yang digunakan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Temulawak Kode Keterangan Suharsono 1 TL1 Suharsono 2 TL2 Sri S 1 TL3 Sri S 2 TL4 Mulyono 1 TL5 Mulyono 2 TL6 Dp butri 1 TL7 Dp butri 2 TL8 Karso 1 TL9 Karso 2 TL10 Balitro 1 TL11 Balitro 2 TL12 Cianjur 1 TL13 Bogor 1 TL14 Kuningan 1 TL15 Kuningan 2 TL16 Sukabumi 1 TL17 Sukabumi 2 TL18 -
Kode Jh1 Jh2 Jh3 Jh4 Jh5 Jh6 Jh7 Jh8 Jh9 Jh10 Jh11 Jh12 Jh13 Jh14 Jh15 Jh16 Jh17 Jh18 Jh19 Jh20 -
Jahe Keterangan Dukuh 1 Dukuh 2 Dukuh 3 Haryono 1 Haryono 2 Haryono 3 Karyo 1 Karyo 2 Karyo 3 Mulyono 1 Mulyono 2 Mulyono 3 Sugandi 1 Sugandi 2 Sugandi 3 Suharsono 1 Suharsono 2 Suharsono 3 Suparno 1 Suparno 2 -
13
Kode CL1 CL2 CL3 CL4 CL5 CL6 CL7 CL8 CL9 CL10 CL11 CL12 CL13 CL14 CL15 CL16 CL17 CL18 CL19 CL20 CL21 CL22 CL23 CL24
Kunyit Keterangan Wonogiri 1 Wonogiri 2 Wonogiri 3 Semarang 1 Semarang 2 Karanganyar 1 Karanganyar 2 Pacitan 1 Pacitan 2 Kediri 1 Kediri 2 Kediri 3 Ponorogo 1 Ponorogo 2 Ponorogo 3 Sumedang 1 Sumedang 2 Sumedang 3 Sukabumi 1 Sukabumi 2 Sukabumi 3 Bogor 1 Bogor 2 Bogor 3
Metode Tahapan Eksplorasi Langkah awal dilakukan eksplorasi data dengan membuat plot persen transmitan (%T) dan bilangan gelombang untuk masing-masing spektrum sampel temulawak. Penyajian grafik spektrum IR (grafik hubungan persen transmisi dan bilangan gelombang) disesuaikan dengan spektrum aslinya dimana sumbu vertikal untuk persen transmitan dan sumbu horizontal untuk bilangan gelombang. Nilai persen transmitan (%T) dari bawah ke atas untuk nilai dari kecil ke besar, sementara pada sumbu horizontal yakni bilangan gelombang (cm-1) dari kiri ke kanan adalah untuk bilangan dari besar ke kecil.
Tahapan Analisis Data Pemulusan dan pereduksian dengan Transformasi Wavelet Diskret Pada tahap ini data pengamatan direduksi dan dimuluskan dengan transformasi Wavelet. Metode wavelet mensyaratkan bahwa jumlah titik harus 2M, untuk M bilangan bulat positif, maka dari 1866 titik pada data spektrum IR temulawak di ambil 1024 titik dengan memperhatikan daerah identifikasi (tabel 1). Dari 1024 titik yang terpilih dilakukan transformasi wavelet diskret (TWD). Perhitungan matriks wavelet pada penelitian ini menggunakan software R dengan “Wavelets” Package yang di tulis oleh Eric Aldrich. Pemulusan dan pereduksian titik pada penelitian ini dari 1024 titik menjadi 512, 256, 128, 64 dan 32 titik. Setelah dilakukan pereduksian dan pemulusan dengan transformasi wavelet, selanjutnya membuat plot hasil pemulusan dan pereduksian tersebut. Transformasi wavelet diskret pada penelitian ini menggunakan bantuan software R, di mana untuk memperoleh titik-titik reduksi dilakukan dengan langkah-langkah berikut : 1. Membaca data spektrum Pada penelitian ini data dikonversi dari format xls menjadi format csv, kemudian di baca di R dengan perintah :
14
Temulawak <- read.csv(“file data csv”) 2. Melakukan Transformasi Wavelet Transformasi wavelet dilakukan dengan perintah : t1 <- dwt(temulawak[,2]) t1 merupakan file yang berisi transformasi wavelet untuk sampel yang pertama. 3. Menampilkan reduksi titik Untuk mendapatkan titik-titik hasil transformasi dilakukan dengan perintah : t1@V[[1]] untuk reduksi hingga 512 titik,
t1@V[[2]] untuk
reduksi titik hingga 256, t1@V[[3]] untuk reduksi titik 128 dan seterusnya.
Analisis Komponen Utama (AKU) Pada tahap ini data pengamatan baik yang asli maupun yang telah direduksi dengan transformasi Wavelet, dilihat pola tebarannya berdasarkan skorskor yang diperoleh pada komponen utama pertama dan komponen utama kedua. Analisis komponen utama pada penelitian ini menggunakan bantuan software SAS (proc PRINCOMP).
Analisis Diskriminan Pada tahap ini data pengamatan yang baik yang asli maupun yang telah direduksi
dengan
transformasi
Wavelet,
dikelompokan
dengan
analisis
diskriminan untuk setiap sampel spektrum FTIR temulawak, jahe dan kunyit. Pengelompokan dengan analisis diskriminan pada penelitian ini menggunakan bantuan software SAS (proc DISCRIM).
Metode Pendeteksian Titik Balik Berdasarkan daerah identifikasi, dideteksi satu persatu apakah pada daerah-daerah yang telah ditetapkan terdapat titik balik atau tidak. Jika dari semua
15
daerah identifikasi yang telah di tetapkan terdapat titik balik maka dapat disimpulkan bahwa pola spektrum FTIR sama. Tetapi, jika ada satu atau lebih daerah identifikasi yang telah ditetapkan tidak terdapat titik balik maka dapat disimpulkan pola spektrumnya tidak sama. Untuk melakukan pendeteksian titik balik digunakan makro program R. Adapun diagram alir pendeteksian titik balik disajikan pada Gambar 2.
16
Start
Data Wavelet
Banyak Daerah Identifikasi (n)
i=1
Cek Titik Balik
Ada titik balik ?
T
Spektrum FTIR tidak sama dengan standar
Y i := i + 1
Y i <= n
T Spektrum FTIR sama dengan standar
End
Gambar 2. Diagram Alir Pendeteksian Titik Balik
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Pada tahapan ini dilakukan plot persen transmitan (%T) dan bilangan gelombang untuk masing-masing spektrum dari 18 sampel temulawak dengan tujuan untuk mengetahui pola data. Pola spektrum untuk masing-masing sampel temulawak disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Spektrum FTIR Temulawak Dari gambar grafik spektrum FTIR senyawa aktif temulawak di atas memperlihatkan pola yang relatif sama untuk puncak-puncak/lembah yang terjadi setiap spektrum pada selang tertentu. Puncak-puncak/lembah yang cukup jelas terjadi pada selang 3600-3300 cm-1, 3000-2850 cm-1, 1820-1660 cm-1, 1660-1450 cm-1 dan 1300-1000 cm-1. Sesuai dengan tabel 1, puncak-puncak/lembah tersebut merupakan daerah identifikasi yang terdapat ikatan-ikatan kimia yaitu ikatan hidrogen O-H, C-H alkana, aromatik –C=C-, R-O-Ar, dan Karbonil.
18
Gambar 4. Spektrum FTIR Kunyit
Gambar 5. Spektrum FTIR Jahe.
19
Gambar 4 merupakan gambar sampel spektrum kunyit dan Gambar 5 merupakan gambar spectrum FTIR jahe. Jika gambar sampel spektrum kunyit (Gambar 4) dibandingkan dengan gambar sampel spektrum temulawak (Gambar 3) secara kasat mata dapat dilihat perbedaannya, tetapi jika gambar spektrum jahe (Gambar 5) dibandingkan dengan gambar spektrum temulawak (Gambar 3) secara kasat mata sulit untuk dibedakan, karena spektrum jahe dan spektrum temulawak terlihat mirip antara satu dengan yang lain. Jika ada satu sampel spektrum jahe masuk dalam kelompok sampel spektrum temulawak maka akan sulit untuk mengidentifikasi mana spektrum jahenya, begitupun sebaliknya jika ada satu sampel spektrum temulawak yang masuk dalam kelompok spektrum jahe akan kesulitan juga mengidentifikasi yang mana spektrum temulawaknya. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan suatu metode klasifikasi tertentu untuk mengurangi kesalahan identifikasi spektrum secara visual.
Pemulusan dan Pereduksian data dengan Transformasi Wavelet Diskret Pada tahapan ini dilakukan pereduksian awal jumlah titik spektrum FTIR dari 1866 titik menjadi 1024 titik dengan memperhatikan daerah identifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat metode Wavelet yaitu 2M titik, berarti dalam hal ini jumlah titik yang digunakan adalah 210. Titik-titik yang telah terpilih kemudian ditransformasi dengan metode wavelet diskret. Transformasi wavelet diskret tidak hanya membuat spektrum sampel lebih halus/mulus tetapi juga mereduksi dimensi datanya. Pada penelitian ini jumlah titik awal sebanyak 1024 titik kemudian direduksi menjadi beberapa titik yaitu 512 , 256, 128, 64 dan 32 titik. Adapun gambar spektrum temulawak hasil transformasi wavelet diskret pada berbagai reduksi titik disajikan pada Gambar 6.
20
(a) Reduksi 1024 titik
(b) Reduksi 512 titik
(c) Reduksi 256 titik
(d) Reduksi 128 titik
(e) Reduksi 64 titik
(f) Reduksi 32 titik
Gambar 6. Spektrum FTIR Temulawak pada berbagai titik reduksi
21
Gambar 6a merupakan gambar spektrum temulawak untuk 1024 titik. Pemilihan titik-titik pada Gambar 6a berdasarkan daerah identifikasi IR kurkuminoid (Tabel 1). Jika dibandingkan dengan Gambar 3, dapat di lihat perbedaannya pada ujung kanan dan kiri masing-masing spektrum. Bilangan gelombang pada Gambar 5 dimulai dari 3600 cm-1 sampai 1000 cm-1, sementara pada Gambar 3 bilangan gelombang di mulai dari 4000 cm-1 sampai 400 cm-1. Secara umum pola spektrum temulawak pada Gambar 6 sebelum dan setelah transformasi wavelet diskret masih sama dengan pola spektrum asalnya pada Gambar 3. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan transformasi wavelet diskret untuk memuluskan dan mereduksi data tidak mengubah pola asalnya.
22
Analisis Komponen Utama Pada tahap ini data pengamatan asli baik untuk sampel spektrum temulawak, jahe dan kunyit maupun, dilihat plot tebarannya berdasarkan skorskor yang diperoleh pada komponen utama pertama dan komponen utama kedua dengan persentase kumulatif keragaman sebesar 91.1%. Plot skor komponen utama pertama dan kedua disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Plot Skor komponen utama pertama dan kedua sampel asli Gambar 7 adalah tebaran data berdasarkan skor komponen utama pertama dan skor komponen utama kedua. Tampak bahwa sampel-sampel spektrum temulawak, jahe dan kunyit membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Dari Gambar 7 diketahui pula bahwa kelompok antara temulawak dan jahe posisinya berdekatan, bahkan terdapat sampel temulawak (TL2) masuk dalam kelompok jahe dan beberapa sampel jahe (Jh8, Jh14 dan Jh17) masuk dalam kelompok temulawak, sedangkan sampel kunyit membentuk kelompok yang posisinya relatif jauh dari kelompok lain.
23
Kedekatan posisi kelompok sampel temulawak dan jahe mengindikasikan adanya kemiripan spektrum, oleh sebab itu dimungkinkan pada suatu saat terjadi kesalahan identifikasi yaitu spekrum temulawak teridentifikasi sebagai spektrum jahe atau sebaliknya spektrum jahe teridentifikasi sebagai spektrum temulawak. Oleh karena itu perlu adanya metode klasifikasi tertentu untuk mengurangi kesalahan idenifikasi spektrum secara visual.
(a) Reduksi 1024 titik
(c) Reduksi 256 titik
(b) Reduksi 512 titik
(d) Reduksi 128 titik
(e) Reduksi 64 titik
(f) Reduksi 32 titik
Gambar 8. Plot skor komponen utama pertama dan kedua pada berbagai titik reduksi
24
Berdasarkan Gambar 8 dari poin a sampai f, terlihat bahwa pengelompokan sampel spektrum dengan menggunakan jumlah titik reduksi yang berbeda-beda menunjukan adanya pola yang cenderung sama. Jika diperhatikan lebih jauh sampel jahe Jh8, Jh14 dan Jh17 selalu berada di kelompok temulawak untuk berbagai titik reduksi. Demikian juga halnya dengan sampel temulawak TL2 selalu berada di kelompok jahe. Hal ini mengindikasikan bahwa pereduksian titik menggunakan transformasi wavelet diskret tidak merubah stabilitas pengelompokan.
Analisis Diskriminan Pada tahap ini baik data pengamatan asli maupun data yang telah ditransformasi wavelet diskret untuk semua sampel spektrum temulawak, jahe dan kunyit, dilihat pengelompokannya menggunakan analisis diskriminan. Hasil analisis diskriminan disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Proporsi pengelompokan pada berbagai titik reduksi Spektrum Temulawak Jahe Kunyit
1866 0.290323 0.322581 0.387097
1024 0.290323 0.322581 0.387097
512 0.290323 0.322581 0.387097
Reduksi titik 256 128 0.290323 0.290323 0.322581 0.322581 0.387097 0.387097
64 0.290323 0.322581 0.387097
32 0.290323 0.322581 0.387097
Tabel 4. Hasil klasifikasi sampel spektrum temulawak, jahe dan kunyit. Populasi Temulawak Seharusnya
Hasil Klasifikasi Temulawak Jahe Kunyit 0 0 18
% Salah Klasifikasi 0%
Jahe
0
20
0
0%
Kunyit
0
0
24
0%
Total
0%
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa besarnya proporsi pengelompokan pada berbagai titik reduksi menghasilkan proporsi yang sama. Besarnya proporsi
25
ini sebanding dengan jumlah sampel pada masing-masing spektrum. Proporsi spektrum temulawak sebesar 0.290323, sedangkan spektrum jahe 0.322581 dan spektrum kunyit 0.387097. Tabel 4 adalah hasil klasifikasi sampel spektrum temulawak, jahe dan kunyit dengan menggunakan analisis diskriminan. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh bahwa dengan menggunakan analisis diskriminan tidak ditemukan adanya kesalahan klasifikasi untuk berbagai titik reduksi. Semua sampel spektrum temulawak teridentifikasi sebagai spektrum temulawak, begitupun dengan sampel spektrum jahe dan kunyit masing-masing teridentifikasi sebagai spektrum jahe dan kunyit. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa spektrum FTIR besifat unik, sehingga dapat digunakan untuk pengklasifikasian.
Pendeteksian Titik Balik Pada tahapan ini, data yang telah di transformasi wavelet diskret di deteksi titik balik antara satu dan yang lainnya. Pendeteksian titik balik dilakukan dengan bantuan makro program R, dimana listing program selengkapnya dapat di lihat pada lampiran. Pendeteksian titik balik pada penelitian ini dengan memisalkan satu sampel spektrum sebagai spektrum standar temulawak, kemudian dengan sampel standar ini menguji sampel lain apakah sama atau tidak dengan sampel standar. Hasil pendeteksian titik balik dari masing-masing sampel temulawak dapat dilihat pada Tabel 5.
26
Tabel 5. Hasil pendeteksian titik balik spektrum temulawak pada berbagai titik reduksi transformasi wavelet diskret Kode Sampel
32
Jumlah titik reduksi transformasi wavelet diskret 64 128 256
512
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
TL-1 TL-2 TL-3 TL-4
83.33 83.33 83.33 83.33
94.44 94.44 94.44 94.44
100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
TL-5 TL-6 TL-7 TL-8 TL-9
83.33 83.33 0.00 83.33 83.33
94.44 94.44 94.44 94.44 94.44
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
TL-10 TL-11 TL-12 TL-13
83.33 0.00 0.00 83.33
94.44 0.00 94.44 94.44
100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
TL-14 TL-15 TL-16 TL-17 TL-18
83.33 83.33 83.33 83.33 83.33
94.44 94.44 94.44 94.44 94.44
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Rata-rata
83.33
94.44
100.00
100.00
100.00
Keterangan : persentase 0.00 tidak dilibatkan dalam penghitungan rata-rata. Tabel 5 merupakan persentase sampel temulawak yang teridentifikasi sebagai temulawak berdasarkan data spektrumnya untuk berbagai macam titik reduksi. Dari tabel tersebut angka 0.00 menunjukan bahwa sampel temulawak yang bersesuaian tidak digunakan sebagai sampel standar. Hal ini dikarenakan pada sampel tersebut ada daerah identifikasi yang tidak memiliki titik balik. Dari Tabel 5 dapat diketahui pula bahwa dengan menjadikan masingmasing sampel temulawak sebagai standar maka diperoleh rata-rata persentase sebagai berikut : pada reduksi hingga 32 titik diperoleh persentase sampel temulawak teridentifikasi sebesar 83.33%, sedangkan pada reduksi hingga 64 titik diperoleh persentase sampel temulawak teridentifikasi sebesar 94.44% dan pada reduksi hingga 128, 256 dan 512 diperoleh persentase sampel temulawak 27
teridentifikasi sebesar 100%. Hal ini menunjukan bahwa agar metode titik balik dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel temulawak maka jumlah reduksi titik dengan menggunakan metode wavelet diskret minimal 128 titik. Dari beberapa ulasan di atas diperoleh bahwa pereduksian data hingga minimal 128 titik memberikan persentase ketepatan identifikasi spektrum FTIR yang maksimal. Persentase ketepatan identifikasi spektrum FTIR dapat disajikan
Perentase
pada Gambar 9.
Jumlah Titik Reduksi
Gambar 9. Persentase ketepatan identifikasi spektrum FTIR
Selain
mendeteksi
sampel
spektrum
temulawak,
dilakukan
pula
pendeteksian untuk sampel spektrum lain. Dalam hal ini digunakan sampel spektrum jahe. Digunakannnya sampel spektrum jahe dengan alasan karena berdasarkan plot komponen utama posisi populasi jahe dan temulawak berdekatan. Hasil pendeteksian titik balik spektrum jahe disajikan pada Tabel 6.
28
Tabel 6. Hasil pendeteksian titik balik spektrum Jahe pada berbagai titik reduksi transformasi wavelet diskret Jumlah titik reduksi transformasi wavelet diskret 32
64
128
256
512
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
JH-1
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
JH-2 JH-3 JH-4 JH-5 JH-6
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
JH-7 JH-8 JH-9 JH-10 JH-11
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
JH-12 JH-13 JH-14 JH-15 JH-16
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
JH-17 JH-18 JH-19 JH-20
0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00
Rata-rata
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Kode Sampel
Tabel 6 merupakan persentase sampel jahe yang teridentifikasi sebagai sampel temulawak berdasarkan data spektrumnya pada berbagai macam titik reduksi. Dari tabel tersebut diketahui bahwa tidak ada satupun sampel jahe yang teridentifikasi sebagai sampel temulawak. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan metode titik balik yang dikombinasikan dengan transformasi wavelet diskret dapat digunakan untuk menguji kesamaan spektrum FTIR. Selain mendeteksi sampel spektrum jahe, pada penelitian ini dilakukan juga pendeteksian titik balik pada sampel spektrum kunyit. Digunakannya sampel spektrum kunyit karena secara taksonomi antara kunyit dan temulawak saling
29
berdekatan. Adapun hasil pendeteksian titik balik spektrum kunyit disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil pendeteksian titik balik spektrum Kunyit pada berbagai titik reduksi transformasi wavelet diskret Jumlah titik reduksi transformasi wavelet diskret 32
64
128
256
512
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
Persentase Identifikasi
CL-1 CL-2 CL-3 CL-4
100.00 100.00 0.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00
CL-5 CL-6 CL-7 CL-8 CL-9
100.00 0.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
CL-10 CL-11 CL-12 CL-13 CL-14
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
CL-15 CL-16 CL-17 CL-18 CL-19
100.00 100.00 0.00 100.00 0.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
CL-20 CL-21 CL-22 CL-23 CL-24
100.00 100.00 100.00 100.00 0.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Rata-rata
0.00
100.00
100.00
100.00
100.00
Kode Sampel
Tabel 7 merupakan persentase sampel kunyit yang teridentifikasi sebagai sampel temulawak berdasarkan data spektrumnya pada berbagai titik reduksi. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada titik reduksi 64, 128, 256 dan 512 semua sampel spektrum kunyit teridentifikasi sebagai sampel temulawak, sedangkan
30
pada titik reduksi 32 ada beberapa sampel kunyit yang tidak teridentifikasi sebagai sampel temulawak. Banyaknya sampel kunyit yang teridentifikasi sebagai sampel temulawak dikarenakan kunyit dan temulawak sama-sama mengandung senyawa kurkuminoid. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengujian kesamaan spektrum dengan menggunakan metode titik balik yang dikombinasikan transformasi wavelet diskret dapat digunakan pada sampel spektrum yang dari sisi taksonominya tidak berdekatan (genus).
31
SIMPULAN
Kesamaan spektrum FTIR dapat diketahui dengan metode yang bersifat eksploratif. Metode eksploratif yang digunakan untuk menguji kesamaan spektrum FTIR ini berupa kombinasi transformasi wavelets diskret dengan analisis komponen utama, pendeteksian titik balik dan analisis diskriminan. Analisis komponen utama mampu mengidentifikasi spektrum yang dekat secara taksonomi, tetapi belum mampu mengidentifikasi spektrum yang mirip secara visual. Sementara pendeteksian titik balik mampu mengidentifikasi spektrum yang mirip secara visual, tetapi tidak mampu mengidentifikasi spektrum yang memiliki kedekatan secara taksonomi. Lain halnya dengan analisis komponen utama dan pendeteksia titik balik, analisis diskriminan mampu mengklasifiksi kedua tipe spektrum baik yang dekat secara taksonomi maupun mirip secara visual.
32
DAFTAR PUSTAKA Darwis SN, Hiyah S, Madjo ABD. 1991. Tumbuhan Obat Family Zingeberaceae. Bogor: Pusat Pengembangan Tanaman Industri. Hair A, Tatham B. 1998. Multivariate Data Analysis Fifth Edition, Prentice Hall International. New Jersey. Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia. Edisi ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB. Johnson RA, Wichern DW. 1982. Applied Multivariate Statistical Analysis, second edition. Prentice-Hall International, Inc. New Jersey. Juwita IR. 2004. Uji kesamaan Pola dan pereduksian Data Keluaran Fourier Transform Infrared (FTIR). [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Krismawan. 2008. Denoising Pada Sinyal Bicara Menggunakan Wavelet Packet Transform dan Teager Energy Operator. [terhubung berkala] http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article&cati d=11%3Asistemkomunikasi&id=311%3Awavelet&option=com_content &Itemid=15. [1 Agustus 2009] Mallat SG. 1989. Multiresolution Approximations and Wavelet Orthogonal bases of L2(R). Transact Amer math Soc 315:69-87. Muhammad M, Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya. Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Percival DB. 2005. Wavelets : Data Analysis, Algorithms and Theory. University Washington. Sinambela JM. 1985. Fitoterapi, Fitostandar, dan Temulawak. Prosiding Simposium Nasional Temulawak. Bandung, 17 September 1985. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran . Socrates G. 1994. Infared Characteristic Group Frequencies Tables and Charts. Edisi Ke-2. England : John Wiley and Sons Vidakovic B, Meuller P. 1991. Wavelets for Kids. A Tutorial Introduction. AMS Subject Classification, Duke University.
33
Lampiran 1. Listing Program Makro R untuk mendeteksi titik balik cek1 <- function(x,y) { n <- length(y) d1 <<-NULL d2 <<-NULL d3 <<-NULL d4 <<-NULL d5 <<-NULL m <- n-1 for(i in 1:m) { if (y[i]>3300 && y[i]<3601) d1 <<- c(d1,(x[i+1]-x[i])) else if (y[i]>2850 && y[i]<3000) d2 <<- c(d2,(x[i+1]-x[i])) else if (y[i]>1660 && y[i]<2000) d3 <<- c(d3,(x[i+1]-x[i])) else if (y[i]>1450 && y[i]<1660) d4 <<- c(d4,(x[i+1]-x[i])) else if (y[i]>1000 && y[i]<1300) d5 <<- c(d5,(x[i+1]-x[i])) } #daerah identifikasi 1 k1 <- length(d1) for (i in 2:k1){ if (d1[i]>0 && d1[i-1]<0) print("Daerah identifikasi 1 = yes") else print("no")} #daerah identifikasi 2 k2 <- length(d2) for (i in 2:k2) { if (d2[i]>0 && d2[i-1]<0) print("Daerah identifikasi 2 = yes") else print("no")} #daerah identifikasi 3 k3 <- length(d3) for (i in 2:k3) { if (d3[i]>0 && d3[i-1]<0) print("Daerah identifikasi 3 = yes") else print("no")} #daerah identifikasi 4 k4 <- length(d4) for (i in 2:k4) { if (d4[i]>0 && d4[i-1]<0) print("Daerah identifikasi 4 = yes") else print("no")} #daerah identifikasi 5 k5 <- length(d5) for (i in 2:k5) { if (d5[i]>0 && d5[i-1]<0) print("Daerah identifikasi 5 = yes") else print("no")} }
34