MERK SEBAGAI KEKUATAN PERUSAHAAN DALAM PERSAINGAN GLOBAL DENGAN PENDEKATAN THREE LENSES Evo S. Hariandja1
ABSTRACT Brand function as company’s strengh in the global competition needs a different approach by reffering to the three lenses: strategic design lens, political design lens, and cultural design lens. The three lenses have component that become a key of a brand. The lader role as interest builder, supporter, and pioneer of brand component is very important thing to be notice. Keywords: brand, company, global competition
ABSTRAK Merk sebagai kekuatan perusahaan dalam persaingan global memerlukan pendekatan yang sangat berbeda dengan mengacu pada 3 lensa, yaitu; lensa desain strategis, politik, dan bayar. Ketiga lensa itu memiliki unsur yang menjadi penggerak kunci suatu brand. Peran pemimpin sebagai pembangun minat, pendukung, dan perintis unsur merk merupakan hal penting untuk diperhatikan. Kata kunci: brand, perusahaan, persaingan global
1
Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, UBiNus, Jakarta
Merk sebagai Kekuatan Perusahaan… (Evo S. Hariandja)
149
PENDAHULUAN Siapa yang tidak kenal dengan CocaCola, Microsoft, IBM, GE, Intel, Nokia, Disney, McDonald‟s, Marlboro, Mercedes, Toyota, Citibank. Nama-nama tersebut sangat akrab di telinga yang kehidupannya sudah linking dengan gaya hidup global. Mulai dari apa yang diminum dan makan, alat komunikasi selular apa yang dipakai, software, komputer dan prosesor apa yang digunakan, peralatan rumah tangga yang dipakai, mobil yang digunakan dalam keseharian dan untuk lingkungan pergaulan kelas atas, kartu kredit yang ada di dompet, sampai dengan yang mungkin diisap pada waktu merokok. Hal itu membuktikan betapa brand yang global sudah menjadi semacam simbol yang menembus batas wilayah ketika brand tersebut pertama kali diciptakan dan dirancang. Survei majalah Business Week edisi International 4 Agustus 2003 bersama Interbrand menunjukkan dari 100 merek yang tergolong Top 100 Brand, 62 brand dimiliki oleh Amerika Serikat. Selebihnya sebesar 38 brand kepemilikannya tersebar di Jepang, Jerman, Inggris, Korea Selatan, Belanda, Swedia, Finlandia, Swiss, Perancis, Itali, dan bahkan Bermuda. Inilah saatnya untuk berpikir global branding. Demikian Holt, Quelch, dan Taylor dalam artikel terbarunya di Harvard Business Review edisi September 2004. Makna yang dapat dipelajari dari pernyataan tersebut adalah bukan lagi saatnya brand dipandang hanya sebagai pemain di level lokal atau domestik. Brand sebagai mesin inti pertumbuhan perusahaan adalah aset yang penting, signifikan, strategis, dan perlu dikelola dengan cara yang khusus. Peran strategisnya itulah yang membuat brand menjadi kunci bagi kinerja pertumbuhan jangka panjang. Sebagaimana organisasi bertumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya maka brand juga mengalami fase pertumbuhan dan adaptasi yang memungkinkan brand dapat hidup dan mempertahankan jati dirinya di kancah persaingan bisnis dari tingkat domestik sampai pada tingkat global. Kekuatan inti brand sebagai penentu pertumbuhan perusahaan membawa konsekuensi logis yang harus dijawab oleh setiap personal yang ada di perusahaan: Apakah brand yang ada dan dimiliki saat ini mampu berbicara dan menghasilkan profit di tingkat persaingan global? Bagaimana cara membuat brand dikenal oleh dunia, memiliki bahasa yang sama, dan dapat masuk ke dalam kultur global? Dunia memiliki dua sisi perspektif dalam memandang suatu obyek, yaitu sisi optimis dan sisi pesimis. Paparan yang ada dalam artikel ini memandang brand sebagai kekuatan perusahaan dalam persaingan global dari perspektif sederhana, optimis, sekaligus dinamis. Pendekatan yang akan dilakukan dalam menganalisis brand dalam artikel ini menggunakan 3 (tiga) lensa, yaitu lensa desain strategik, lensa politikal, dan lensa kultural, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini.
150
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 149-156
Lensa Desain Strategik
Lensa Politikal
Brand
Lensa Kultural
Gambar 1 The Three Lenses of a Brand
PEMBAHASAN 1. Lensa Desain Strategis Dalam memandang brand lensa desain strategis, melibatkan apa yang menjadi penggerak kunci brand itu sendiri, yaitu orang, infrastruktur yang dimiliki oleh perusahaan, sampai playing field dan brand tersebut akan diposisikan seperti pada Gambar 2 di bawah ini. Brand yang berhasil menembus batas wilayah suatu negara sangat memerlukan energi kreatif dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Sangat aneh jika membicarakan brand yang gaungnya sudah dikenal di seluruh dunia tetapi miskin dengan orang-orang kreatifnya. Ambil contoh Nokia, sang raksasa Finlandia yang menguasai pasar telepon selular. Nokia mampu bertahan hidup hingga saat ini oleh karena kemampuan inovasi yang tidak kenal henti. Kemampuan inovasi seperti itu diperoleh dari kapabilitas dan kompetensi orang-orangnya yang setiap saat berpikir bagaimana menciptakan produk yang dapat connecting peoples.
Peoples
Infrastruktur
Desain Strategik
Playing Field
Gambar 2 Unsur Segitiga Desain Strategis
Merk sebagai Kekuatan Perusahaan… (Evo S. Hariandja)
151
Kemampuan menempatkan orang-orang dengan energi kreatif yang berlebih itu merupakan desain strategik yang utama. Brand dapat hidup di antara sekeping kavling yang ada di pikiran. Hal itu disebabkan oleh orang-orang yang terlibat di dalam perusahaan dan brand tersebut didesain dengan pertimbangan mampu menancap dan memberikan kesan yang mendalam yang diciptakan oleh kreativitas orang-orangnya. Positioning orang-orang menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu „membaca‟ capability dan competency coverage manusianya. Kemampuan „membaca‟ itu merupakan entry point desain strategik dari suatu brand. Peran pemimpin sebagai arsitek dan perancang perusahaan sangat dibutuhkan dalam memberikan tuntunan dan arahan strategik. Aspek kedua setelah positioning orang-orang kreatif di dalam perusahaan adalah kesiapan infrastruktur, termasuk di dalamnya lingkungan internal perusahaan tempat orang-orang terlibat secara intens. Infrastruktur yang memadai akan menciptakan suasana yang mampu menimbulkan aura keunggulan suatu brand. Pandangan terhadap infrastruktur dan lingkungan internal suatu brand dapat dilihat dari aliran sistem Input – Proses – Output. Input inti berupa resources, sistem, dan kesesuaian terhadap kondisi lingkungan merupakan aspek penting dalam desain strategik brand. Proses inti berupa diferensiasi, integrasi, dan penyesuaian input yang masuk. Proses inti merupakan pemilahan aktivitas sesuai dengan kompetensi manusianya dan pada saatnya dengan cepat mampu melakukan penggabungan aktivitas sambil menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang akan dihadapi. Brand bagus dan memancarkan aura global merupakan brand yang setiap saat beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Dengan perkembangan teknologi yang semakin hari semakin membuat dibanjiri informasi dan terkepung di dalamnya, meminjam istilah dari Al Ries dan Jack Trout sebagai „overcommunicated society‟, dibutuhkan kemampuan yang cerdik dan kerja keras untuk dapat menciptakan aura sebagai pemenang. Menyusul infrastruktur dari suatu brand adalah playing field. Untuk dapat bersaing dalam percaturan global dan dibangun sesuai dengan karakteristik pelanggan globalnya adalah brand positioning. Playing field yang ada berupa aktivitas untuk membangun brand itu sendiri di wilayah asalnya dan mengalirkannya ke wilayah regional dan seterusnya global. Proses membangun brand itu sendiri melibatkan konsumen kepada siapa brand akan ditujukan, pusat pengenalan terhadap brand tersebut sampai barisan pendukungnya. Semua brand memiliki komponen tetapi yang menjadi intinya adalah esensi brand itu sendiri. Hal itu merupakan hal yang sederhana, yaitu apa yang mewakili yang membuat brand yang didesain itu menjadi berbeda dan unik dibandingkan dengan para kerumunan. Seperti penegasan Al Ries dan Jack Trout bahwa “Positioning is not what you do to a product. Positioning is what you do to the mind of the prospect”. Faktor kedua setelah inti suatu brand adalah elemen identitas yang diusung oleh brand tersebut. Hal itu meliputi nama, desain, dan struktur brand tersebut. Setelah itu, elemen komunikasi merupakan faktor berikutnya yang harus diperhatikan. Termasuk di dalamnya bagaimana
152
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 149-156
cara mengomunikasikan brand tersebut. Brand yang bersifat global harus dirancang sedemikian rupa supaya tidak terjadi over promise under delive. Banyak kasus yang terjadi suatu brand global berjaya di suatu negara tetapi mengalami kelumpuhan di negara lain karena ketidakmampuan dalam memenuhi janji yang sudah terlanjur diberikan pada pelanggannya.
2. Lensa Politikal Dari pengamatan terhadap survey Top 100 Brand 2003 oleh Business Week bersama Interbrand terlihat betapa dominasi Amerika Serikat sangat kuat. Faktor yang sangat berperan penting adalah politikal. Apa yang menjadi derivative lensa politikal suatu brand adalah kekuatan dan pengaruh, kepentingan, koalisi, negosiasi, dan minat yang kokoh, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Power
Politikal
Negosiasi
Koalisi Gambar 3 Unsur Segitiga Politikal
Globalisasi tidak dapat dielak dan brand sudah tidak lagi hanya bermain di negara asalnya tetapi sudah merambah batas wilayah asalnya dan mencoba bertarung. Perusahaan multinasional yang mengusung brand tersebut mulai menunjukkan kekuatannya melebihi kekuatan suatu negara. Untuk sukses di suatu negara, brand global harus mampu membangun kekuatan dan pengaruh. Contoh untuk aspek itu adalah bagaimana industri otomotif dunia yang dikuasai oleh The Big Five masuk ke pasar China. Semua kekuatan dan pengaruh dipertaruhkan agar brand-nya dapat dikenal oleh pasar di China. Jangan mengabaikan besarnya kekuatan dan pengaruh itu. Derivative lain dalam lensa politikal adalah koalisi, negosiasi, dan minat yang kokoh dan kuat. Brand sebagai kekuatan perusahaan dalam lingkungan persaingan global sudah tidak dapat lagi berjalan secara parsial. Akan tetapi, sudah harus bertindak secara integrated dengan melakukan koalisi. Bukan hanya partai politik saja yang dapat membangun koalisi tetapi brand juga harus dapat membangunnya. Koalisi dibangun
Merk sebagai Kekuatan Perusahaan… (Evo S. Hariandja)
153
untuk lebih mendistribusikan aspek kepribadian dari suatu brand. Negosiasi dilakukan untuk membuat brand global tidak mengalami nasib sebagai jago kandang. Peran pemimpin sebagai negosiator dan pembangun minat, kekuatan, dan kepentingan suatu brand pada aspek itu sangat signifikan. Mari lihat contoh negara Singapura yang identik dengan Lee Kuan Yew. Brand negara Singapura dikenal sebagai negara yang sangat stabil pemerintahannya tidak terlepas dari peran Lee Kuan Yew sebagai negosiator dan pembangun minat dan kekuatan. Contoh lain adalah Chrysler dengan Lee Iacocca. Hal itu menunjukkan bahwa jika ingin bersaing dan berhasil menjadi brand global aspek negosiasi, koalisi, kekuatan dan pengaruh sangat diperlukan.
3. Lensa Kultural Brand global sesuai dengan paparan Holt, Quelch, dan Taylor di Harvard Business Review edisi September 2004 memberikan beberapa dimensi dari suatu brand global, yaitu sinyal kualitas, mitos global, dan tanggung jawab sosial. Untuk tumbuh dan membangun identitas yang kuat menjadi brand global, beberapa pijakan yang perlu diperhatikan adalah legitimasi, perbedaan, relevansi, dan konsistensi. Unsur kultural suatu brand ditunjukkan pada Gambar 4 berikut.
Bahasa
Kualitas
Kultural
Tanggung Jawab Sosial
Gambar 4 Unsur Segitiga Kultural
Legitimasi merupakan konsep kunci kepada siapa brand dikomunikasikan dan harus konsisten dengan apa yang dipikirkan oleh pelanggan. Perbedaan menunjukkan bahwa ada sesuatu yang unik dan lain dari brand global dibandingkan para kerumunan. Tujuan suatu brand adalah bukan untuk mendeskripsikan tetapi untuk membedakan dengan yang lain. Pesan yang disampaikan kepada pelanggan harus relevan, berguna, dan mencapai sasaran yang tepat dan akurat. Aspek konsistensi merupakan hal penting lain yang harus dijaga. Bersaing di dunia global, konsistensi dalam sikap, penyampaian pesan, dan bagaimana memperlakukan pelanggan yang beragam, perlu dimonitor terus-menerus. Aspek itulah yang selalu menjadi kelemahan suatu brand. Masyarakat global memiliki
154
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 149-156
kultur yang beragam. Walaupun beragam, ada perpotongan yang masih dapat dilihat dan diidentifikasi mulai dari kultur lokal, regional, dan global seperti ditunjukkan pada Gambar 5 berikut ini.
Kultur Regional
Kultur Lokal
Kultur Global
Gambar 5 Interseksi Kultur Lokal, Regional, dan Global
Dari Gambar 5 tersebut terlihat ada perpotongan dan menjadi karakteristik yang sama yang terdapat pada ketiga kultur tersebut. Kultur lokal suatu brand sangat dipengaruhi oleh negara, perusahaan, dan perintis tempat brand tersebut berasal. Kemampuan mengidentifikasi ketiga kultur itu menjadi faktor signifikan dari keberhasilan brand dapat diterima di benak pelanggannya. Supaya brand dapat diterima di negara lain dan brand tersebut diperkenalkan, faktor tanggung jawab sosial jangan sampai diabaikan. Apalah artinya brand yang memiliki nama yang hebat dan reputasi besar tetapi melupakan faktor yang sangat krusial sekali. Belajar dari pengalaman global corporate brand yang terjadi di Indonesia yang sangat lemah dalam implementasi tanggung jawab sosialnya, menunjukkan bahwa sudah menjadi kewajiban apabila brand akan mengusung karakteristik global, jangan lupakan apa yang disebut tanggung jawab sosial.
PENUTUP Kualitas kultural suatu brand menunjukkan seberapa besar kekuatan identitas suatu brand dalam memberikan warna dan pengaruhnya. Brand global yang bagus memberikan pengaruh dan warna bagi pelanggannya. Pelanggan akan merasa bangga jika menyebut dan memakai brand tersebut. Itulah yang harus direncanakan dan dipersiapkan dalam membuat brand global. Brand global harus mampu menciptakan bahasa yang sama yang dapat diterima oleh para pelanggannya. Kemampuan menciptakan bahasa yang sama itulah yang dapat memudahkan brand dapat diterima di semua lapisan segmen.
Merk sebagai Kekuatan Perusahaan… (Evo S. Hariandja)
155
Kebanggaan terhadap suatu brand oleh pelanggannya menciptakan kumpulan para maniak yang memiliki karakteristik yang unik, spesifik, dan terkluster. David Aaker (1996) menyatakan untuk membangun brand yang kuat diperlukan sistem identitas brand yang terdiri dari core dan extended. Mulai dari scope, atribut, kualitas, nilai, metaphors. Semua unsur itu dapat dikelompokkan ke dalam lensa kultural suatu brand. Apa yang menjadi brand identity, brand personality, brand equity, sampai dengan brand position sangat memerlukan ketiga lensa tersebut. Hal itu merupakan pendekatan yang lain dan selama ini orang hanya terpaku pada value proposition dan kredibilitas suatu brand. Hal itu memang perlu tetapi kekuatan dan pengaruh, aspek kultural, dan desain strategik dengan peran pemimpin di dalamnya sangat krusial untuk diperhatikan. Untuk itu, peran ketiga lensa tersebut dalam memandang suatu brand untuk bersaing di pasar global sudah saatnya diperhitungkan. Mari tunggu kiprah brand lokal untuk bersaing, tidak hanya di negeri sendiri tetapi mampu menancapkan pengaruhnya di pikiran pelanggan negara lain dengan tetap memperhatikan identitas lokal sembari mendistribusikan identitas global.
DAFTAR PUSTAKA Aaker, David. 1996. Building Strong Brands. Free Press. Anonymous. “The 100 Top Brands.” Business Week. August 4, 2003. Holt, Douglas, John A. Quelch,, and Earl L. Taylor. 2004. Harvard Business Review. September 2004. Ries, Al, and Jack Trout. 2001. Positioning: The Battle for Your Mind. McGraw Hill.
156
INASEA, Vol. 5 No. 2, Oktober 2004: 149-156