Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENJELASAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG INDUSTRI GULA TEBU, KEK, MEA, INVESTASI DAN STANDARISASI DALAM RAPAT KERJA DENGAN KOMISI VI DPR-RI TANGGAL 6 APRIL 2015 Yth. : 1. Bapak Ketua dan Wakil Ketua Komisi VI DPR-RI; 2. Bapak/Ibu Anggota Komisi VI DPR-RI; Assalamu’alaikum Wr. Wb., Selamat Pagi, dan Salam Sejahtera, Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada para Pimpinan dan Anggota Komisi VI DPR-RI atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami untuk menyampaikan Penguatan Industri Gula Berbasis Tebu, Pembangunan KEK, Kebijakan Dalam Menghadapi MEA terutama Kebijakan UMKM dan Kebijakan Penanaman Modal, Peningkatan Investasi di Dalam Negeri, Investasi Untuk Pengembangan Industri Maritim, dan Percepatan Pembuatan Standarisasi.
Kami sangat menghargai dan menyampaikan terima kasih kepada para Pimpinan dan Anggota Komisi VI DPR-RI atas kesempatan
yang
diberikan
kepada
kami
untuk
menyampaikan penjelasan tersebut. Jawaban yang lengkap sudah kami berikan dalam buku yang telah dibagikan kepada Bapak/Ibu, sedangkan yang akan kami sampaikan pada kesempatan ini adalah pokok-pokok penting/ringkasannya. Bapak/Ibu Anggota Komisi VI DPR-RI yang terhormat, Berikut adalah jawaban kami atas 6 (enam) pokok bahasan yang disampaikan untuk Rapat Kerja pada hari ini. Untuk Topik Nomor 1, mengenai Penguatan Industri Gula Berbasis Tebu, dapat disampaikan sebagai berikut. Kebutuhan gula nasional pada saat ini diperkirakan mencapai 5,7 juta ton terdiri dari 2,8 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,9 juta ton Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk memenuhi kebutuhan industri. Saat ini di Indonesia GKP diproduksi oleh 62 PG (terdiri dari 50 PG BUMN dan 12 PG swasta), menggunakan bahan baku tebu. Pabrik GKP, terutama PG BUMN pada umumnya berkapasitas kecil yaitu 69,4% < 4000 ton tebu per hari, 2
mesin/peralatannya sudah sangat tua, dimana 64,5% PG telah berumur lebih dari 100 tahun, jumlah karyawannya sangat banyak yaitu 1 PG lebih dari 1000 orang dan setahun hanya beroperasi sekitar 150 hari, sehingga efisiensi dan mutu gulanya relatif rendah. Oleh sebab itu perlu segera dikembangkan perkebunan tebu baru (ekstensifikasi) dan dibangun PG baru yang diarahkan di luar Pulau Jawa dengan kapasitas yang besar minimal 10.000 ton tebu per hari. Kebijakan yang perlu dilakukan untuk pembangunan PG baru dan ekstensifikasi lahan yaitu: 1) Penyediaan lahan yang clear & clean dan sesuai dengan agroklimat tebu sehingga investor tinggal masuk. 2) Investor yang akan membangun perkebunan tebu dan PG baru diutamakan adalah pemilik pabrik gula rafinasi, agar dapat memproduksi kebutuhan RS di dalam negeri, sehingga impor RS dari waktu ke waktu dapat dikurangi yang pada saatnya kalau sudah siap dapat ditutup sama sekali. 3) Pemerintah
harus
menyediakan
infrastruktur
yang
dibutuhkan di daerah lokasi pengembangan industri gula baru, misalnya: di Pulau Aru, Pulau Seram, Pulau Halmahera, Merauke (Papua), Pulau Rote, dll.
3
4) Pemberian insentif berupa tax allowance/tax holiday. Kementerian
Perindustrian
mengalokasikan
anggaran
pada untuk
tahun
2015
melanjutkan
telah
program
revitalisasi industri gula nasional (khususnya PG BUMN), namun PTPN III (sebagai holding BUMN perkebunan) melalui surat No. 300/hold/X/85/2015 menolak bantuan Kementerian Perindustrian, dengan alasan PTPN III dan anak perusahaan BUMN Gula saat ini telah mendapatkan alokasi PMN berupa dana segar(fresh money) dari Kementerian BUMN, sehingga program revitalisasi industri gula nasional dari Kementerian Perindustrian tidak jadi dilaksanakan.
Untuk Topik Nomor 2, mengenai Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), dapat disampaikan sebagai berikut. Dalam rangka pengembangan KEK telah dibentuk Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus melalui Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2010. Saat ini terdapat 8 (delapan) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang tersebar diseluruh Indonesia. Sebaran lokasi KEK 2009 – 2014 dan indikasi lokasi KEK 2014 – 2019 ditampilkan pada gambar.
4
Kedelapan Kawasan Ekonomi Khusus tersebut, antara lain: 1) Sei Mangkei di Sumatera Utara dengan fokus Industri Pengolahan Kelapa Sawit, Industri Pengolahan Karet, Pupuk dan Aneka Industri, Logistik, dan Pariwisata; 2) Tanjung Api-Api di Sumatera Selatan dengan fokus Industri Pengolahan Karet, Industri Pengolahan Sawit, dan Industri Petrokimia; 3) Tanjung
Lesung
di
Banten
dengan
fokus
Sektor
Pariwisata; 4) Mandalika di NTB dengan fokus Sektor Pariwisata; 5) Palu di Sulawesi Tengah dengan fokus Industri Manufaktur Industri Agro Berbasis Kakao, Karet, Rumput Laut dan Rotan, Industri Pengolahan Nikel, Biji Besi, Emas dan Logistik; 6) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kalimantan Timur
dengan
fokus
Industri
Kelapa
Sawit
fokus
Industri
dan Logistik; 7) Bitung
di
Sulawesi
Utara
dengan
Pengolahan Perikanan, Industri Berbasis Kelapa dan Tanaman Obat, Aneka Industri, dan Logistik; serta 8) Morotai di Maluku Utara dengan fokus Pariwisata, Industri Pengolahan Perikanan, Bisnis dan Logistik.
5
Bapak/Ibu Anggota Komisi VI DPR RI Yang Terhormat, Untuk Topik Nomor 3, yaitu mengenai Kebijakan dalam menghadapi MEA terutama kebijakan UMKM dan kebijakan penanaman modal, dapat disampaikan sebagai berikut. Langkah-langkah dalam menghadapi AEC 2015 secara umum dapat dibagi kedalam 2 (dua) bidang, yaitu: (1) bidang Trade in Goods (Perdagangan Barang), dan (2) bidang Trade in Services (Perdagangan Jasa). Di bidang perdagangan barang, Kementerian Perindustrian melakukan langkah-langkah berupa: 1. Peningkatan daya saing industri; dan 2. Mendorong investasi di sektor industri. Peningkatan daya saing industri dilakukan melalui: 1. Penguatan struktur industri dengan melengkapi struktur industri yang masih kosong; serta 2. Menyiapkan strategi ofensif dan defensif dalam akses pasar. Strategi defensif dengan cara penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk-produk manufaktur, sedangkan strategi ofensif dilakukan dengan Pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan industri.
6
Fokus Penguatan Sektor IKM melalui Implementasi Strategi Ofensif dilakukan melalui beberapa program pelaksanaan, diantaranya antara lain: 1) Restrukturisasi mesin/peralatan IKM; 2) Penumbuhan pengembangan kewirausahaan IKM melalui pelatihan Wirausaha baru; 3) Program beasiswa dan kontrak kerja TPL IKM D3 bidang IKM dan kewirausahaan; 4) Pengembangan klaster IKM di 43 Kabupaten/Kota; 5) Pembinaan IKM melalui pendekatan OVOP di 62 sentra di 55 Kab/Kota; 6) Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Merek, Desain Industri dan Paten); 7) Fasilitasi penyusunan RSNI, SNI Wajib (Tekstil dan Mainan
Anak)
dan
SNI
Sukarela, serta fasilitasi
penerapan SNI; dan 5) Fasilitasi akses permodalan bagi IKM melalui Kredit Usaha Rakyat, Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), Modal Ventura dan Corporate Service of Responsibility (CSR).
7
Untuk Topik Nomor 4, yaitu mengenai Peningkatan Investasi di Dalam Negeri, dapat disampaikan sebagai berikut. Nilai investasi PMDN pada tahun 2014 sebesar Rp 59,03 triliun atau meningkat 15,37% dari periode yang sama tahun 2013 dan memberikan kontribusi sebesar 37,8% dari total investasi PMDN tahun 2014. Nilai investasi PMA mencapai USD 13,02 milyar atau menurun 18,3% dan memberikan kontribusi sebesar 45,63% dari total investasi PMA. Guna meningkatkan investasi
di sektor industri diberikan
beberapa fasilitas, antara lain: 1) Tax Holiday; 2) Tax Allowance; dan 3) Pembebasan Bea Masuk Penanaman Modal. Tax Holiday diberikan kepada industri pionir dengan jumlah minimal investasi sebesar Rp. 1 Triliun dan berstatus sebagai badan hukum Indonesia. Bentuk fasilitas yang diberikan: a) Pembebasan PPh Badan. b) Pengurangan PPh Badan. Fasilitas Tax Allowance diberikan kepada investasi baru atau perluasan di sektor industri yang memenuhi syarat tertentu.
8
Bentuk fasilitas yang diberikan: a) Pengurangan penghasilan neto; b) Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; c) Pengenaan
Pajak
Penghasilan
atas
dividen
yang
dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri, atau tarif yang lebih rendah; dan d) Kompensasi kerugian. Pembebasan Bea Masuk Penanaman Modal berlaku bagi investasi asing maupun investasi dalam negeri
untuk
investasi baru atau perluasan sebesar 30% atau lebih. Bentuk Fasilitas Bea Masuk Penanaman Modal: a) Guna
pembangunan,
pengembangan,
keperluan
produksi, ataupun penambahan produksi dapat diberikan pembebasan bea masuk impor mesin/peralatan produksi selama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun; b) Atas pembangunan atau pengembangan industri yang minimal 30% mesin produksinya buatan dalam negeri.
9
Bapak/Ibu Anggota Komisi VI DPR RI Yang Terhormat, Untuk Topik Nomor 5, yaitu mengenai Investasi Untuk Pengembangan Industri Maritim, dapat disampaikan sebagai berikut. Pada umumnya galangan kapal melakukan 2 (dua) aktivitas utama yaitu pembangunan kapal baru dan reparasi kapal. Namun ada beberapa galangan hanya melakukan 1 (satu) aktivitas antara pembangunan kapal baru atau reparasi kapal. Berdasarkan tabel yang ditampilkan dapat diketahui bahwa sebagian besar galangan kapal nasional dikategorikan kedalam galangan kapal kecil dan menengah. Jenis investasi luar negeri yang diharapkan: 1) Investasi galangan kapal baru diatas 30,000 DWT dalam rangka peningkatan kapasitas terpasang nasional. 2) Investasi dibidang komponen kapal berupa pembangunan fasilitas produksi baru maupun joint – investment dengan industri komponen dalam negeri. 3) Kerjasama teknis (technical cooperation) pembangunan kapal – kapal diatas 50,000 DWT.
10
Fasilitas fiskal yang dapat dimanfaatkan oleh investor: 1) Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor komponen kapal. 2) Fasilitas fiskal untuk impor dan/atau penyerahan kapal laut, pesawat udara, kereta api dan suku cadangnya. Saat ini sedang diproses pembentukan RPP pengganti PP 38/2003 yang akan merubah fasilitas PPN dari dibebaskan menjadi tidak dipunggut. Meskipun fasilitas tetap diberikan hanya kepada pengguna armada kapal, namun galangan kapal
dapat
menikmati
fasilitas
ini
dengan
dapat
mengkreditkan pajak masukan. 3) Fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang –bidang usaha tertentu dan/atau di daerah – daerah tertentu.
Untuk
Topik
Nomor
6,
yaitu
mengenai
Percepatan
Pembuatan Standarisasi, dapat disampaikan sebagai berikut. Pengembangan standardisasi industri dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Tahun 2015 adalah sebagai berikut: 1) Penyusunan 100 Rancangan SNI sesuai arah kebijakan industri.
11
2) Pemberlakuan SNI secara wajib direncanakan untuk 63 SNI antara lain: handphone, lampu LED, mie instan, dan komponen otomotif. 3) Proses penunjukan LPK terhadap 26 LSPro dan 38 Laboratorium penguji dalam mendukung pemberlakuan 26 SNI secara wajib. 4) Peningkatan kemampuan SDM penilaian kesesesuaian dan pengawas untuk 200 orang.
Bapak/Ibu Anggota Komisi VI DPR-RI yang terhormat, Demikianlah penjelasan kami pada Rapat Kerja hari ini. Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu anggota dewan yang terhormat, kami sampaikan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
SALEH HUSIN
12