PROCEEDING SIMPOSIUM NASIONAL IATMI 2001 Yogyakarta, 3-5 Oktober 2001
MENGUBAH POLA ALIRAN PENYALURAN MIGAS LAPANGAN SINDANGSARI DAN TANJUNGSARI KE STASIUN PENGUMPUL PEGADEN DARI SATU PHASA MENJADI DUA PHASA Ekariza Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon
Kata Kunci : Pemanfaatan aset, efisiensi dan kwalitas ABSTRAK Lapangan Sindangsari (SDS), Tanjungsari (TJS) dan Pegaden (PGD) merupakan lapangan penghasil gas dan minyak/kondensat yang berada di Kabupaten Subang Jawa Barat termasuk dalam wilayah Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon. Di Lapangan SDS dan TJS tersedia fasilitas produksi stasiun pengumpul (SP) untuk memproses fluida yang berasal dari sumur sekitarnya, sehingga antara gas dan kondensat terpisah. Pengaliran hasil proses gas dan kondensat ke konsumen saat ini dialirkan dengan sistem satu pahasa, yaitu gas disalurkan melalui pipa ke Stasiun Pengumpul PGD, kemudian bergabung dengan gas hasil pemprosesan di Stasiun Pengumpul PGD dialirkan ke Stasiun Kompresor Cilamaya melalui pipa 10”. Kondensat dari SP. SDS dan TJS diangkut dengan mobil tanki ke SP. PGD yang jaraknya sekitar 60 km dari SP. SDS/TJS. Di SP. PGD kondensat yang berasal dari SP. SDS/TJS ditampung di tanki, kemudian bersama-sama minyak mentah/kondensat dari Lapangan Pegaden dipompakan melalui pipa ke Pusat Penampungan Produksi (PPP) Terminal Balongan yang jaraknya 80 km. Pengangkutan kondensat dengan mobil tanki banyak mengandung resiko yang harus ditanggung, seperti selalu adanya perawatan jalan, kemacetan lalulintas, tabrakan/kecelakaan di jalan raya, protes masyarakat akibat debu, bising lalulintas mobil tanki, pencurian kondensat oleh sopir dan selalu adanya biaya yang dikeluarkan setiap saat untuk sewa mobil tanki. Biaya yang dibutuhkan untuk sewa mobil tanki selama perkiraan produksi Lapangan SDS/TJS sampai Tahun 2015 sebesar Rp. 3.167.428.096,35. Untuk menghindari resiko dilakukan cara lain untuk menyalurkan kondensat, yaitu menggunakan pipa dengan alternatif memasang pipa baru lengkap dengan pompa penyalunrya yang memerlukan biaya sebesar Rp. 7.190.000.000,00 atau memanfaatkan pipa gas yang sudah ada dari SP. SDS dan TJS sepanjang 19 km dengan mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan). Konsep dasar pengubahan pola aliran ini adalah bahwa tekanan di kepala sumur SDS dan TJS tinggi antara 52 ksc sampai dengan 99 ksc, sedangkan di SP. PGD hanya dibutuhkan tekanan sekitar 26 ksc. Dengan penerapan aliran dua phasa, maka aliran sumur dari SDS/TJS langsung disalurkan ke SP. Pegaden dimasukkan ke HP. Separator Produksi sehingga proses pemisahan antara gas dan kondensat sumur SDS/TJS dilakukan di SP. Pegaden. Untuk melakukan penerapan aliran dua phasa ini perlu dilakukan modifikasi sistim perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD serta peningkatan kapasitas HP. Separator Produksi SP. PGD dari 24 mmscfd menjadi 55 mmscfd yang memerlukan biaya sebesar Rp. 585.849.870,00. Keuntungan perubahan pola aliran dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD dari satu phasa menjadi dua phasa dengan memanfaatkan pipa gas yang ada adalah : 1. Tidak perlu memasang pipa dan pompa khusus untuk menyalurkan kondensat sehingga secara langsung akan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan. 2. Mobil tanki untuk mengangkut kondensat tidak diperlukan lagi sehingga mengurangi lalulintas mobil tanki yang berdampak besar dalam menghindari resiko yang timbul akibat pengangkutan dengan mobil tanki.
1. PENDAHULUAN Lapangan Sindangsari (SDS) dan Tanjungsari (TJS) merupakan lapangan penghasil gas yang mulai beroperasi sejak Bulan September 1999 sejalan dengan selesainya pembangunan stasiun pengumpul di kedua lapangan tersebut yang terletak di Kabupaten Subang Jawa Barat. Potensi produksi gas saat ini di Sindangsari 7.5 mmscfd (2 sumur produksi) dan Tanjungsari 15 mmscfd (3 sumur produksi) dengan perkiraan kemampuan produksi di SDS sampai dengan Tahun 2004 dan di TJS sampai dengan Tahun 2015. Aliran fluida dari sumur produksi diproses di stasiun pengumpul, hasil proses selain gas adalah kondensat yang ditampung di tanki masing-masing stasiun pengumpul.
IATMI 2001-39
Semua hasil proses baik gas maupun kondensat dikirim ke konsumen dengan sistim aliran satu phasa, yaitu gas dikirim melalui pipa ke Stasiun Kompresor Cilamaya dan kondensat dikirim ke stasiun pengumpul (SP) Pegaden menggunakan mobil tanki yang berjarak kurang lebih 60 km dari kedua Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari. Kondensat yang dikirim ke SP. Pegaden ditampung di tanki kemudian bersama-sama minyak mentah/kondensat dari Lapangan Pegaden dipompakan melalui pipa 4” bergabung dengan minyak mentah dari SP. Cilamaya Utara pada pipa 6” ke Pusat Penampungan Produksi (PPP) Terminal Balongan. Pengiriman kondensat dengan mobil tanki banyak mengandung resiko, sehingga perlu direncanakan penyaluran kondensat dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari dengan cara lain yaitu memasang pipa khusus kondensat lengkap dengan pompa penyalurnya dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke SP. Pegaden yang panjangnya 19 km atau
Mengubah Pola Aliran Penyaluran Migas Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke Stasiun Pengumpul Pegaden dari Satu Phasa Menjadi Dua Phasa
memanfaatkan pipa gas 6” dari SDS dan 8” dari TJS yang ada sekarang dengan cara mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan) yaitu fluida dari sumur produksi langsung dialirkan melalui pipa gas ke SP. Pegaden kemudian diproses di SP. Pegaden untuk dipisahkan antara gas dan cairan.
Ekariza
• •
2. PENYALURAN GAS KE SP. PEGADEN SP. Pegaden yang terletak di Kabupaten Subang Jawa Barat merupakan stasiun pengumpul utama di wilayah distrik-1 Aset-II Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon. Gas hasil proses di SP. Sindangsari dan Tanjungsari dikirim ke SP. Pegaden melalui pipa yang terdiri dari : • Pipa gas 6” dari SP. SDS ke SP. TJS sepanjang 7.35 km. • Pipa gas dari SP. TJS ke SP. PGD sepanjang 11.5 km. Pola penyaluran dari SP. SDS dengan tekanan rata-rata 40 ksc disalurkan melalui pipa 6” ke SP. TJS kemudian bergabung bersama-sama gas dari SP. TJS dengan tekanan rata-rata 38 ksc ke SP. Pegaden dan dari SP. Pegaden dengan gas dari Lapangan Pegaden dikirim ke stasiun Kompresor Cilamaya melalui pipa 10” dan 18” dengan tekanan rata-rata 26 ksc sepanjang kurang lebih 40 km. Tekanan kepala sumur di Lapangan Sindangsari yaitu SDS-01 (jepitan 19 mm) 52 ksc dan SDS-03 (jepitan 10 mm) 99 ksc, sedangkan di Lapangan Tanjungsari yaitu TJS-01 (jepitan 10 mm) 58 ksc, TJS-02 (jepitan 16 mm) 95 ksc dan TJS-03 (jepitan 13 mm) 87 ksc. 3. PERMASALAHAN PENYALURAN KONDENSAT Kondensat yang dihasilkan dari hasil proses di SP. SDS dan TJS ditampung di tanki yang berkapasitas masing-masing sebagai berikut : a. Di SP. Tanjungsari 2 tanki @ 20 m3 (126 barel) b. Di SP. Sindangsari 2 tanki @ 30 m3 (189 barel)
•
•
mobil tanki, sehingga sumur tidak dapat beroproduksi (tutup sumur). Keselamatan mobil tanki di jalan raya yang cukup rawan dan padat dengan kendaraan sehingga resiko tabrakan/kecelakaan cukup besar. Pengawasan terhadap sopir mobil tanki harus ketat karena kadangkala di jalan sopir mencuri kondensat diganti dengan minyak lain. Dilihat dari sisi pengeluaran keuangan harus ada biaya yang disisihkan setiap saat untuk menyewa atau membiayai mobil tanki agar kondensat sampai tempat tujuan. Banyaknya protes masyarakat akibat debu, bising lalulintas mobil tanki.
Biaya angkut kondensat dengan mobil tanki ke SP. Pegaden berdasarkan data dari Bagian Logistik/Angkutan Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon, sebagai berikut : a. Dari SP. Sindangsari Rp. 27.48/liter. b. Dari SP. Tanjungsari Rp. 28.24/liter. Jika diasumsikan biaya angkut naik 10 % setiap tahunnya maka total biaya angkut dengan mobil tanki ke SP. Pegaden dari SP Tanjungsari dan Sindangsari selama kurun waktu perkiraan produksi Lapangan SDS sampai dengan Tahun 2004 dan Tanjungsari sampai dengan Tahun 2015 adalah Rp. 3.167.428.096,35 (lihat Tabel-1). 4. PENYALURAN KONDENSAT DENGAN MENGGUNAKAN PIPA Alternatif lain penyaluran kondensat dari TJS dan SDS selain menggunakan mobil tanki adalah dengan cara menyalurkannya melalui pipa dengan pilihan sebagai berikut : 1. Memasang pipa baru lengkap dengan pompa penyalurannya dari SP. SDS ke SP. TJS menuju SP. Pegaden sepanjang 19 km. 2. Menyalurkan fluida langsung dari sumur produksi dengan memanfaatkan pipa gas yang sudah tersedia.
Dengan kemampuan tanki penampung kecil maka kondensat yang dihasilkan harus segera disalurkan/dikirim ke Pusat Penampungan Produksi Terminal Balongan Daerah Operasi Hulu Cirebon yang letaknya kurang lebih 150 km dari SP. SDS dan TJS agar tanki tidak penuh, sehingga tidak perlu menutup atau memperkecil aliran dari sumur produksi.
4.1. Pemasangan Pipa
Saat ini kondensat dikirim ke SP. Pegaden dengan mobil tanki yang jaraknya kurang lebih 60 km dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari. Di SP. Pegaden kondensat tersebut ditampung di tanki kemudian bersama-sama minyak mentah dari lapangan Pegaden dipompakan ke PPP Terminal Balongan melalui pipa.
Rencana pipa yang akan di pasang adalah pipa 4” lengkap dengan pompa penyalurnya sepanjang 19 km dari SP. SDS/TJS ke SP. Pegaden. Biaya pemasangan pipa tersebut adalah sebesar Rp. 7.190.000.000,00 (lihat Tabel-2).
Pemasangan pipa untuk menyalurkan kondensat yang terproduksi dari hasil proses di SP. SDS dan TJS memanfaatkan ROW Pipa gas yang sudah ada sehingga tidak perlu pembebasan tanah lagi.
4.2. Memanfaatkan Pipa Gas Pengangkutan kondensat dengan mobil tanki mengandung banyak resiko sehingga dapat menghambat kegiatan operasi. Adapun resiko-resiko yang harus ditanggung sebagai berikut : • Perlu perawatan jalan/jembatan pada ruas jalan yang dilalui rutin dan hal ini langsung menambah biaya operasi lapangan. • Kemungkinan terjadinya kemacetan lalulintas di jalan raya atau kerusakan mobil tanki pada saat beroperasi sehingga mobil tanki terlambat kembali ke Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari yang mengakibatkan stock kondensat di tanki penuh karena belum diambil oleh
IATMI 2001-39
Penyaluran fluida langsung dari sumur dengan memanfaatkan pipa gas 6” dari SP. SDS ke TJS dan pipa gas dari SP. TJS ke SP. PGD. Konsep dasar pemikiran penyaluran dengan cara langsung dari sumur adalah tekanan-tekanan di kepala sumur cukup tinggi antara 52 ksc sampai dengan 99 ksc, sehingga dimungkinkan untuk menyalurkan aliran fluida ke SP. Pegaden sepanjang 19 km.
Mengubah Pola Aliran Penyaluran Migas Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke Stasiun Pengumpul Pegaden dari Satu Phasa Menjadi Dua Phasa
Dengan cara ini akan mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan), sehingga fluida dari sumur produksi baik di SDS maupun di TJS akan langsung dialirkan melalui pipa yang sudah tersedia ke SP. Pegaden, kemudian diproses bersama-sama fluida dari sumur Lapangan Pegaden untuk dipisahkan antara gas dan kondensat.
Ekariza
•
Setelah uji coba pelaksanaan aliran dua phasa, produksi rata-rata total gas (SDS+TJS+PGD) 34.86 mmscfd, produksi rata-rata kondensat (SDS+TJS+PGD) 92,79 m3/hari (584 bbl/hari).
5.2. Keuntungan Penerapan Pola Aliran Dua Phasa
Perubahan pola penyaluran akan diikuti dengan modifikasi sisitim perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD (lihat Gambar-1, 2&3). Sebagai akibat dari perubahan sistim aliran fluida dari sumur yang sebelumnya diproses di masing-masing stasiun pengumpul (SDS dan TJS) dimana hasil proses gas dikirim melalui pipa gas 6” dan 8” sedangkan kondensat menggunakan mobil tanki ke SP. PGD menjadi semua aliran fluida dari sumur di proses di SP. Pegaden.
Keuntungan utama dari penerapan pola aliran dua phasa dari SP. SDS dan TJS adalah mobil tanki tidak perlu lagi bolakbalik secara rutin untuk mengangkut kondensat hasil proses di SP. SDS dan TJS ke SP. PGD, sehingga resiko-resiko yang ditanggung mobil tanki dapat dihindari dan secara langsung akan mengurangi biaya operasi. Jika memasang khusus pipa kondensat 4” dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD sepanjang 19 km dibutuhkan biaya sebasar Rp. 7.190.000.000,00 (lihat Tabel-2), hal ini tentunya memerlukan biaya yang cukup besar.
Modifikasi sistim perpipaan ini memerlukan biaya material dan pekerjaan konstruksi yang besarnya di masing-masing SP, sebagai berikut (rincian biaya lihat Tabel 3). a. SP. Sindangsari Rp. 17.896.600,00 b. SP. Tanjungsari Rp. 16.030.100,00 c. SP. Pegaden Rp. 53.243.150,00 d. Pekerjaan konstruksi di SDS, TJS dan PGD Rp. 9.180.020,00 Jumlah Rp. 96.349.870,00
Dengan penerapan pola aliran dua phasa tidak perlu lagi memasang pipa tetapi cukup dengan memanfaatkan pipa gas yang ada untuk difungsikan tidak saja untuk menyalurkan gas hasil proses di SP. SDS dan TJS tetapi mengalirkan seluruh fluida dari sumur, dengan demikian tidak perlu keluar biaya lagi untuk memasang pipa.
Modifikasi sistim perpipaan ini tidak mengubah sistim yang ada di stasiun pengumpul baik SDS, TJS maupun PGD, tetap dapat dilakukan test produksi dari sumur. Jika sewaktu-waktu akan digunakan kembali dengan dengan penyaluran sistim satu phasa tidak akan mengalami kesulitan langsung ditutup saja sistim aliran dari sumur ke pipa gas dengan menutup valve hasil modifikasi di header manifold.
5.3. Kendala Penerapan Pola Aliran Dua Phasa Kendala utama dalam penerapan pola aliran migas dua phasa dari SP. SDS dan TJS adalah bahwa semua proses pemisahan gas dan kondensat yang semula dilakukan di masing-masing SP (SDS dan TJS) dialihkan ke SP. Pegaden, dimana kapasitas HP. Separator Produksi di SP. Pegaden hanya 24 mmscfd saja, jika digabung dengan produksi Lapangan Pegaden sebesar 25 mmscfd maka dibutuhkan separator minimal berkapasitas 50 mmscfd.
5. PENYALURAN MIGAS DUA PHASA 5.1. Uji Coba Penyaluran Untuk melihat keberhasilan hasil modifikasi sistim perpipaan dan perubahan pola aliran satu phasa menjadi dua phasa dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD dilakukan uji coba pada tanggal 29 April sampai dengan 02 Mei 2001. Uji coba ini dilakukan selama 4 hari karena keterbatasan fasilitas produksi di SP. Pegaden dimana kapasitas HP. Separator Produksi gabungan hanya 24 mmscfd dan HP. Separator Test hanaya 12 mmscfd. Dalam pelaksanaan uji coba tersebut produksi gas Lapangan Pegaden yang semula 25 mmscfd diturunkan menjadi 10 mmscfd dialirkan seluruhnya ke HP. Separator Test sedangkan fluida dari sumur SDS dan TJS langsung dialirkan ke Separator HP. Produksi. Hasil uji coba pola pengaliran dengan dua phasa (gas dan cairan) memperlihatkan produksi kondensat tidak mengalami penurunan bahkan menunjukkan tendensi menaiknya penerimaan produksi kondensat secara grup di SP. PGD (lihat Tabel-5), sebagai berikut : • Sebelum pelaksanaan aliran dua phasa (satu phasa) produksi rata-rata total gas (SDS+TJS+PGD) 46,5 mmscfd, produksi rata-rata kondensat (SDS+TJS+PGD) 89,83 m3/hari (565 bbl/hari).
IATMI 2001-39
Untuk melakukan penerapan aliran dua phasa ini perlu ditingkatkan kapasitas HP. Separator Produksi di SP. Pegaden dan modifikasi perpipaan di masing-masing SP tanpa mengubah pola operasi semula (satu phasa) yang mungkin suatu saat nanti akan digunakan kembali. Disamping masalah kapasitas separator dan modifikasi perpipaan kendala lain yang mungkin terjadi adalah : 1. Adanya jebakan-jebakan cairan di pipa akibat pengaliran fluida langsung dari sumur sepanjang 19 km. 2. Korosifitas dari pipa perlu diperhatikan secara ketat karena produksi gas gabungan Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari mengandung CO2 kurang lebih 10 %. Dari hasil monitoring korosifitas pipa gas SDS, TJS ke PGD laju korosi pipa rata-rata 0.45 MPY. Angka tersebut termasuk dalam laju korosi yang kecil. 5.4. Penanggulangan Kendala Untuk menanggulangi kendala untuk penerapan pola aliran dua phasa dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Modifikasi perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD (lihat Gambar-1, 2&3) dan total biaya yang dikeluarkan untuk modifikasi ini sebesar Rp. 96.349.870,00 b. Meningkatkan kapasitas HP. Separator Produksi di SP. Pegaden untuk memproses aliran fluida dari sumur SD, TJS dan PGD dengan kapasitas 55 mmscfd. Biaya yang
Mengubah Pola Aliran Penyaluran Migas Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke Stasiun Pengumpul Pegaden dari Satu Phasa Menjadi Dua Phasa
dibutuhkan untuk modifikasi peningkatan kapasitas separator sebasar Rp. 489.500.000,00 (lihat Tabel-4). c. Untuk mengatasi masalah jebakan cairan yang mungkin terjadi di sepanjang jalur pipa untuk aliran dua phasa agar dilakukan “pigging” pipa secara rutin minimal 2 minggu sekali. d. Untuk menanggulangi kemungkinan proses korosi di jalur pipa, agar dilaksanakan penginjeksian “chemical corrotion inhibitor” yang tepat untuk memperkecil atau menghindari korosi yang terjadi akibat aliran dua phasa.
6. PERBANDINGAN BIAYA PENYALURAN KONDENSAT Dari hasil pembahasan terdahulu untuk menyalurkan kondensat dari SDS dan TJS selama kurun waktu produksi Tahun 2002 sampai dengan 2015 diperlukan biaya. Ada tiga cara untuk mengirim kondensat dari SP. SDS dan TJS, yaitu : 1. Menggunakan mobil tanki dikirim ke SP. Pegaden dengan total biaya Rp. 3.167.428.096,35 (lihat Tabel-1), sistim satu phasa. 2. Memasang pipa baru 4” lengkap dengan pompa penyalurnya dari SP. SDS dan TJS ke SP. PGD sepanjang 19 km dengan total biaya sebesar Rp. 7.190.000.000,00 (lihat Tabel-2), sistim satu phasa. 3. Memanfaatkan pipa gas antara SP. SDS dan SP. TJS ke SP. PGD dengan mengubah pola aliran dari satu phasa (gas saja) menjadi dua phasa (gas dan cairan) dengan memodifikasi sistim perpipaan di SP. SDS, TJS dan PGD serta meningkatkan kapasitas HP. Separator Produksi di SP. PGD dari 24 mmscfd menjadi 55 mmscfd. Total biaya yang dibutuhkan untuk ini adalah Rp. 585.849.870,00 (lihat Tabel-3&4). Bila dibandingkan tiga cara penyaluran kondensat, maka terlihat bahwa dari sisi biaya penyaluran dengan mengubah pola aliran migas SP. SDS dan TJS ke SP. PGD dari satu phasa menjadi dua phasa adalah yang paling kecil. Disamping itu khusus penyaluran dengan pipa akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan mobil tanki, menghindari resiko-resiko yang terjadi seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya. 7. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan penyaluran migas dengan penerapan pola aliran dua phasa dari Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke Lapangan Pegaden di Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon dapat disimpulkan dan disarankan sebagai berikut : 1. Penerapan pola penyaluran migas dua phasa dari SP. Sindangsari dan Tanjungsari ke SP. Pegaden akan mengurangi biaya operasi dan tidak perlu lagi memasang pipa khusus kondensat yang akan memerlukan biaya besar. 2. Sistim penyaluran dua phasa dengan memanfaatkan pipa gas yang ada tidak perlu lagi dibutuhkan secara rutin mengangkut kondensat hanya sewaktu-waktu saja apabila dibutuhkan, hal ini akan menghindari resiko yang timbul akibat pengangkutan dengan mobil tanki. 3. Dilakukan modifikasi perpipaan di SP. Sindangsari, Tanjungsari dan Pegaden serta peningkatan kapasitas HP.
IATMI 2001-39
Ekariza
Separator Produksi di SP. Pegaden untuk melakukan perubahan pola penyaluran dari satu phasa menjadi dua phasa. 4. Untuk menanggulangi kemungkinan adanya jebakan cairan dan korosi di jalur pipa dalam penerapan aliran dua phasa agar dilakukan penginjeksian “chemical corroton inhibitor” yang tepat dan pigging rutin 2 minggu sekali. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih Kepada Manajemen Pertamina Daerah Operasi Hulu Cirebon yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan tulisan ini, khususnya kepada Manajer Aset-II dan Kepala Produksi AsetII serta Panitia Simposium IATMI 2001 yang telah memberi kesempatan untuk mempresentasikan pada forum Simposium IATMI di Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA 1. Adler, Hans. A, (1983), Evaluasi Ekonomi Proyek-Proyek Pengangkutan, Universitas Indonesia, Jakarta. 2. Keteknikan Produksi DOH. Cirebon, (2001), Perkiraan Produksi Gas Pertamina DO. Hulu Cirebon. 3. Pertamina EP Karangampel, (2001), Daftar Harga Satuan Material (Sipil, Mekanik, Listrik, Komlek dan Infokom). 4. Raswari, (1987), Sistem Perpipaan, Universitas Indonesia, Jakarta. 5. Rubiandini, Rudi, (1994), “Transportation of Oil and Ga"s”, PT. Loka Datamas Indah, Bandung. 6. Stewart Maurice, (1996), “Piping and Pipeline Technology”, PT. Loka Datamas Indah, Jakarta. 7. Thretewey. KR, Chamberlian, (1991), Korosi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tabel-1 Biaya Angkut Kondensat Dari SP Sindangasri & Tanjungsari Ke SP Pegaden Menggunakan Mobil Tanki
Mengubah Pola Aliran Penyaluran Migas Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke Stasiun Pengumpul Pegaden dari Satu Phasa Menjadi Dua Phasa
Tabel-2 Rincian Biaya Pemasangan Pipa 4” Lengkap Dengan Pompa Penyalurnya Dengan SP SDS – SP TJS Ke SP PGD Sepanjang 19 Km
Tabel-3 Rincian Biaya Modifikasi Sistem Perpipaan di SP SDS, TJS dan PGD Untuk Melakukan Penyaluran Sistem Dua Phasa
Ekariza
Tabel-4 Rincian Biaya Peningkatan Kapasitas HP Separator SP Pegaden Dari 25 mmscfd Menjadi 55 mmscfd
Tabel-5 Perbandingan Produksi Gas dan Kondensat Sebelum dan Sesudah Uji Coba Aliran Dua Phasa
Gambar-1 Diagram Alir Stasiun Pengumpul Sindangsari
IATMI 2001-39
Mengubah Pola Aliran Penyaluran Migas Lapangan Sindangsari dan Tanjungsari ke Stasiun Pengumpul Pegaden dari Satu Phasa Menjadi Dua Phasa
Ekariza
Gambar-2 Diagram Alir Stasiun Pengumpul Tanjungan Gambar-4 Diagram Alir Kondensat Dari SP SDS, TJS, ke SP PGD Sistem Satu Phasa (Menggunakan Mobil Tangki)
Gambar-3 Diagram Alir Stasiun Pengumpul Pegaden Gambar-5 Pola Penyaluran Gas Dari SP SDS, TJS ke SP PGD dan SK Cimalaya (Sistem Satu Phasa)
IATMI 2001-39