Prosiding Seminar Nasional
Menggagas Pendidikan Transformatif Berbasis Kearifan Lokal (Sebuah Ekspektasi Pada Kurikulum 2013)
Muhamad Rozikan Email :
[email protected]
18
Abstrak Perubahan paradigma kurikulum tahun 2013 menjadi bahan pembicaraan di kalangan pelaku pendidikan, kesiapan menghadapi kurikulum yang baru, menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi dan diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 mendatang, gagasan pendidikan transformatif menjadi salah satu ikhtiyar untuk menyelesaikan persoalan pendidikan yang di nilai sarat pragmatis, sehingga output pendidikan yang ada di Indonesia jauh dari nilai-nilai luhur bangsa. Pendidikan transformatif yang menekankan pada prinsip dialogis, inovatif, kreatif, kritis dan partisipatif dalam pembelajarannya, dinilai lebih memanusiakan manusia dengan system pembelajarannya terpusat pada peserta didik. Sumber kearifan lokal yang meliputi potensi agama, manusia, alam, dan budaya yang sebelumnya sering termarginalkan dalam pembelajaran, merupakan nilai luhur yang harus termanifestasikan dalam pembelajaran transformatif, karena melalui kearifan lokal dapat dikembangkan karakter dan kepribadian peserta didik, dengan harapan melalui pendidikan transformatif yang berbasis kearifan lokal, generasi bangsa kedepan tercipta generasi yang mampu menjawab tantangan masa depan, cerdas, berkarakter dan beradab. Kata Kunci : Pendidikan Tranformatif, Kearifan Lokal
1. PENDAHULUAN Pendidikan kita terjangkit penyakit formalisme, pragmatisme dan transaksionalisme. Nilai-nilai moral, akhlak, budaya dan idealisme menjadi nilai pinggiran. Sopan santun (etiket) kepada kedua orang tua, guru dan orang yang lebih tua kurang lagi diperhatikan. Tujuan belajar adalah mendapatkan ilmu dan ilmu adalah untuk mendapatkan pekerjaan dan pekerjaan untuk mendapatkan kekayaan dan kekayaan untuk simbol kesuksesan. Atau belajar untuk mendapatkan posisi/jabatan, jabatan untuk mendapatkan kekuasaan dan kekuasaan simbol kePeranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
161
Prosiding Seminar Nasional
jayaan. Tujuan akhir pendidikan tidak lain adalah untuk menggapai harta, tahta, dll. Tentang bagaimana mendapatkannya seringkali kurang memperhatikan moral, etika, kepatutan, kepantasan, tepo seliro, rasa malu dan bahkan lupa dengan yang namanya halal, haram, dosa, dan kehidupan akhirat. Akibatnya korupsi, kolusi, pemerasan, manipulasi, suap-menyuap, tipumenipu, sikat-menyikat, dan bahkan bunuh-membunuh dianggap sesuatu yang wajar demi suatu kepentingan. Kalau yang halal tidak bisa didapat maka yang harampun dilahap. Kalau dengan cara yang halus dan sukarela tidak dapat dicapai, maka cara paksaan dan kekerasanpun dijalani. Akibat dari pola pendidikan yang pragmatis itu, melahirkan banyak siswa yang pintar, tetapi yang mengerti sedikit. Bangsa Indonesia ini bukan kekurangan orang pandai tetapi terlalu sedikit orang yang baik. Bangsa Indonesia itu bukan miskin harta, tetapi miskin jiwa (rasa dan karsa). Persoalan Bangsa Indonesia sebenarnya bukan semata-mata persoalan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, tetapi yang utama adalah krisis moral, akhlak, budaya dan kemanusiaan. Karena itu suasana gelap pendidikan kita itu harus dicerahkan kembali dengan memperkokoh dimensi moral, akhlak dan budaya. Atas dasar itulah memperkokoh muatan etika, moral, akhlak dan budaya bangsa menjadi salah satu jawaban untuk mengatasi kegelapan dunia pendidikan kita di satu sisi dan sebagai landasan moral, motivasional, dan landasan operasional pembangunan karakter dan budaya bangsa. Pendidikan kita mengalami krisis identitas, kehilangan paradigma, ketidakjelasan orientasi, dan berada di persimpangan jalan. Pendidikan kita menganut paradigma dikotomik. Dunia pendidikan sudah seharusnya selalu menggelorakan semangat pembaharuan dan perubahan, tetapi arah pembaharuan dan perubahannya harus memiliki paradigma yang jelas di satu sisi dan juga harus berpijak pada nilai-nilai fundamental agama dan budaya bangsa. Dengan semangat reformasi menjadikan nilai-nilai lama yang selama ini dijadikan sebagai pedoman dianggap tidak lagi relevan, sementara nilai-nilai baru belum terbentuk atau belum bisa diterima dengan baik. Produk pendidikan kita dalam satu dasawarsa terakhir juga belum membuahkan lulusan-lulusan yang reformis, modernis dan idealis. Tetapi di sisi lain rasa keIndonesiaannya dan kemodernannya juga tidak semakin baik. orang Indonesia hilang keindonesiaannya, guru yang tidak lagi bisa digugu dan ditiru, pemimpin hilang jiwa kepemimpinannya, tokoh masyarakat hilang keteladanannya, tontonan yang tidak mendidik menjadi tuntunan. Arah pendidikan kita tampaknya terlanjur membuang nilai, norma, etos, budaya yang lama baik yang baik dan tidak mengambil yang baru yang lebih baik. Belum terbentuk sikap hidup baru, budaya kerja baru, budaya belajar baru, nilai dan norma serta perilaku baru yang lebih baik. Dalam budaya keberagamaanpun belum menunjukkan pola kehidupan keagamaan yang lebih baik. Bila sebelum reformasi bangsa Indonesia dikenal ramah dan halus budi bahasanya, sekarang justru dikenal beringas dan suka melakukan amuk massa. Dalam suasana krisis identitas seperti ini, reformasi pendidikan harus tetap digelorakan dengan tetap berparadigma pada 162
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
Prosiding Seminar Nasional
identitas bangsa. Identitas bangsa Indonesia adalah berbudaya bangsa dan religius. Artinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dan sekaligus beragama. Bukan hanya akan membawa ketenangan dan kesejahteraan bangsa secara moril dan spirituil tetapi juga akan mendatangkan kemakmuran ekonomi dan menyumbang peradaban dan perdamaian dunia. Melihat hal tersebut, perlu adanya perubahan dan ekspektasi pada kurikulum 2013, penekanan pembelajaran terletak pada kreativitas, inovasi, partisipasi dan karakter, serta dapat mentrasformasikan pada pendidikan nasional. Ikhtiyar gagasan tentang pendidikan transformatif berbasis kearifan lokal merupakan salah satu alternatif untuk menawarkan kepada pelaku pendidikan agar pendidikan ke depan lebih baik sesuai cita-cita luhur bangsa Indonesia. 2. PEMBAHASAN Pendidikan Transformatif Proses Pendidikan adalah proses pembebasan dan sekaligus proses untuk mengakui akan keterbatasan manusia. Dengan demikian manusia diarahkan pada norma-norma untuk menghayati eksistensinya yang serba terbatas. Pendidikan transformatif menekankan kepada pentingnya partisipasi dengan sesama manusia. Partisipasi dengan sesama manusia menuntut tindakan-tindakan atau kelakuan yang mau menerima sesama manusia sebagai mana adanya. Tanggung jawab, toleransi, kerjasama, saling membantu, saling menghormati sesama orang lain, dan berbagi sikap dan kelakuan manusia yang membuat kerja sama manusia, merupakan nilai-nilai yang mendapatkan prioriotas didalam proses pendidikan transformatif. Dengan demikian, pendidikan transformatif adalah pendidikan yang menempatkan penghormatan kepada hak asasi manusia, yang berarti pula pengakuan terhadap kewajiban asasi manusia untuk saling menghormati manusia dan masyarakat yang berbeda dengan kita. Pendidikan transformatif merupakan pendidikan humanistis dan sekaligus pendidikan anti kekerasan. Pendidikan transformatif merupakan salah satu entitas sosial yang terelasi dengan teks sosial yang melingkupinya. Artinya, konstruksi pendidikan suatu bangsa merupakan salah satu metafor kebudayaannya, yang merefleksikan ideologi dan filsafat pendidikannya. Karena itu, persoalan sosial suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari konstruksi pendidikannya yang menjadi kerangka kerja proses sosial. Istilah transformasi berasal dari kata transformation yang artinya perubahan, sedangkan transformasi sosial berarti perubahan menyeluruh dalam bentuk, rupa, sifat, watak dan sebagainya dalam hubungan timbal balik antar manusia, baik sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok. Banyak orang menyebut bahwa antara pendidikan dan perubahan sosial adalah dua hal yang saling terkait dan mempengaruhi. Suatu perubahan kiranya sulit akan terjadi tanpa diawali pendidikan, begitu pula pendidikan yang transformatif tak akan pula terwujud bila tidak diPeranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
163
Prosiding Seminar Nasional
dahului dengan perubahan, utamanya, paradigma yang mendasarinya. Bahkan, ada pula yang berpendapat bahwa menyebut perubahan sosial dan pendidikan yang transformatif ibarat menyebut sesuatu dalam satu tarikan nafas. Maka dikatakan bahwa pendidikan transformatif adalah perubahan sosial, dan perubahan sosial adalah pendidikan transformatif. Perubahan sosial tentu membutuhkan aktor-aktor yang mempunyai pengetahuan, kemampuan, komitmen, serta kesadaran akan diri dan posisi strukturalnya. Untuk itu perlu tersedianya suatu media dimana ide-ide, nilai-nilai maupun ideologi, yang tentunya kontra ideologi hegemonik, ditransmisikan kepada para pelaku perubahan sosial. Pendidikan dan aksi-aksi budaya yang membebaskan bukanlah proses transformasi yang mengasingkan ilmu pengetahuan, namun merupakan proses yang otentik untuk mencari ilmu pengetahuan guna memenuhi hasrat keinginan peserta didik dan guru dengan kesadaran untuk menciptakan ilmu pengetahuan baru. Konsepsi pendidikan semacam itu, dapat dikategorikan sebagai pendidikan transformatif, yaitu model pendidikan yang bersifat kooperatif terhadap segenap kemampuan anak untuk menuju proses berpikir yang lebih bebas dan kreatif, model pendidikan ini menghargai potensi yang ada pada setiap individu, artinya potensi-potensi individual itu tidak diartikan dengan berbagai bentuk penyeragaman dan sanksi-sanksi, tapi dibiarkan tumbuh dan berkembang secara wajar dan manusiawi. Pendidikan seperti ini, tidak mengenal kata penindasan, ketimpangan, dominasi, atau eksplorasi. Yang ada adalah kesetaraan, saling memahami, memiliki kepekaan dan pembebasan Pendidikan transformatif yaitu pendidikan yang mengakses perubahan dengan tetap berpijak pada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pandangan hidup tersebut. Dari berbagai uraian di atas dapat ditarik kesimpulan awal bahwa pendidikan transformatif adalah pendidikan yang berorientasi pada kemandirian siswa dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya baik di dalam kelas maupun dalam lingkungannya, adanya kebiasaan siswa untuk belajar kelompok, kebiasaan mandiri, berinisiatif, kreatif produktif, mempunyai planning kedepan dalam kehidupannya. Dasar Pendidikan Transformatif Strategi pembaharuan pendidikan merupakan perspektif baru dalam dunia pendidikan yang mulai dirintis sebagai alternatif untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang belum diatasi secara tuntas. Jadi pembaharuan pendidikan dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan dan menyongsong arah perkembangan dunia pendidikan yang lebih memberikan harapan kemajuan kedepan. Strategi pembaharuan 164
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
Prosiding Seminar Nasional
pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien untuk mencapi tujuan pendidikan. Dalam proses perubahan pendidikan paling tidak pendidikan memiliki dua peran, yang harus diperhatikan yaitu: pertama, Pendidikan akan Berpengaruh terhadap perubahan masyarakat, dan kedua, Pendidikan harus memberikan sumbangan optimal terhadap proses transformasi menuju terwujudnya masyarakat madani. Pada dasarnya pendidikan di dasarkan pada filsafat, khususnya filsafat manusia. Dari filsafat manusia inilah dapat disimak orientasi terhadap kebudayaan, terhadap pendidikan dan khususnya terhadap proses belajar dan perkembangan individu. Matrik dibawah ini menunjukkan perkembangan pedagogik transformatif. Sudah tentu matrik tersebut tidak mengambarkan suatu matrik yang rinci mengenai perkembagan pedagogik transformatif. Selain itu, pedagogik transformatif sendiri merupakan suatu introduksi. Table 1.1 Perkembangan Pendidikan Transformatif FILSAFAT
ORIENTASI BUDAYA
ORIENTASI KEPENDIDIKAN
ORIENTASI PROSES BELAJAR
ORIENTASI INDIVIDU
Idealisme skolastisime
Revitalisasi Budaya
Perenialiesme Esensialisme Eksistensilisme
Transfer nilai
Pengembangan potensi individu
Positivisme Realisme Pragmatisme Eksperimentalisme
Sumber daya manusia
Progrevisme Liberalisme strukturalisme
Aktif kreatif
Kebebasan individu
Pragmatisme
Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
Interaktif, kreatif, kritis
Kebebasan individu dalam lingkungan social budaya
Kontemporer
Kritisme perubahan social
Transformative
Interaktif, kreatif, kritis, partisipatif
Interaksi kebebasan individu untuk mengembangkan potensinya dan untuk perubahan sosial.
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
165
Prosiding Seminar Nasional
Dengan demikian pendidikan harus dinamis dan menjadi obor dalam berpacu dan menghadapi perubahan sosial. Konservasi budaya yang selektif mengharuskan pendidikan untuk menumbuhkan pemahaman yang benar tentang kebutuhan dan tantangan masa depan manusia. Pendidikan disetting untuk memenuhi salah satu aspek dalam kehidupan manusia yakni kepentingan pasar, maka pendidikan tidak dapat responsif menghadapi dinamika dan perubahan sosial yang kompleks. Pendidikan yang tidak dirancang untuk menjawab tantangan secara komprehensif tantangan masa depan ini, menjadikannya mengalami stagnasi bahkan involutif karena gagal mengakomodasi transformasi sosial yang ada. Perlu adanya pendidikan transformatif adalah dengan dasar pendidikan yang ada sekarang ini kita masih membutuhkan berbagai acuan dan pedoman agar pendidikan di Indonesia berjalan sebagai mana mestinya. Tidak terombang-ambingkan oleh keadaan sekitar. Paradigma Pendidikan Transformatif Pendidikan dapat dan sering dipergunakan sebagai alat untuk melegitimasi ataupun melanggengkan sistem dan struktur sosial politik yang ada Namun sebaliknya pendidikan juga memainkan peran. Paradigma merupakan suatu skema konseptual yang dengannya seorang ilmuan memandang persoalan yang diteliti dan metode yang digunakan untuk memecahkan persoalan itu terutama ditentukan oleh paradigma yang relevan. Paradigma itu secara historis selalu berubah-ubah dan berubahnya kadang sangat tiba-tiba serta mencolok, dalam hal ini (paradigma) membagi dua kegiatan penemuan ilmiah puzzle solving dan penemuan paradigma baru. Dalam puzzle solving para ilmuan mengadakan penelitian dan observasi. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah menimbulkan konflik suatu paradigma baru harus ditemukan. Paradigma baru inilah yang pada nantinya yang akan mencetuskan perubahan besar dalam ilmu pengetahuan. Ciri khas pendidikan yang membebaskan adalah menghilangkan dikotomi kaum tertindas dan kaum penindas. Dengan paradigma radikalnya paradigma ini penting untuk suatu perubahan atau transformasi sosial politik menuju ke sistem yang lebih demokratis dan adil. Dengan demikian posisi peran pendidikan sangat bergantung pada paradigma ataupun idiologi pendidikan yang dianut dan mendasari suatu kegiatan pendidikan. Potret pendidikan di Indonesia makin hari makin buram, disebabkan karena pendidikan di Indonesia menganut paradigma liberal. Dalam koridor paradigma ini pendidikan diabdikan bagi kepentingan ekonomi semata. Pendidikan tidak bertujuan untuk pembebasan kemanusiaan. Maka perlu dipahami bahwa pendidikan transformatif disini masih membutuhkan paradigma yang sesuai dalam pelaksanaanya.
166
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
Prosiding Seminar Nasional
Tujuan Pendidikan Transformatif Gagasan paradigma di atas dimulai dengan melakukan dekonstruksi total terhadap konstruksi ideologi pendidikan Indonesia sekarang. Tugas dekonstruksi ini diarahkan untuk membebaskan pendidikan dari berbagai belenggu ideologis dan politik yang menyelubunginya. Proses dekonstruksi di atas dilanjutkan dengan rekonstruksi pendidikan. Rekonstruksi menuju pendidikan transformatif yang di dasarkan atas kondisi objektif dan proyeksi masa depan yang hendak dicapai. Pada titik ini, pendidikan Indonesia menghadapi tantangan internal dan eksternal yang berat. Problem internal terkait dengan dunia pendidikan sendiri seperti infrastruktur, sumberdaya manusia, dana dan kelembagaan dalam kebijakan politik pendidikan. Pendidikan harus dibebaskan dari proyek hegemoni penyebarluasan teori modernisasi. Transformasi sosial berarti perubahan menyeluruh dalam bentuk, rupa, sifat, watak dan sebagainya dalam hubungan timbal balik antar manusia, baik sebagai individu-individu maupun kelompok-kelompok. Sering kali istilah transformasi sosial diartikan sebagai sama dengan perubahan sosial. penciptaan jaringan kerja yang luas (dari organisasi internasional dan universitas hingga pelaku pembangunan tingkat lokal) yang menjamin pefungsian aparat ini secara efisien. Sekali dikonsolidasikan, sistem ini menentukan apa yang dapat dikatakan, dipikirkan, dibayangkan. Singkatnya, sistem itu mendefinisikan bidang perseptual, ruang pembangunan. Karena pendidikan merupakan hal yang penting bagi setiap individu dan masyarakat. Pentingnya pendidikan ini tidak hanya terbatas pada suatu umat, bangsa, masyarakat atau pada masa tertentu, tetapi pendidikan mencakup seluruh umat dan masyarakat pada setiap masa dan termasuk umat dan masyarakat dewasa ini. Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban dan beban yang di pundakkan setiap pemimpin dan reformer dalam masyarakat untuk berusaha keras dalam menyebarluaskan peluang dan kesempatan kita setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang baik berarti pendidikan yang dapat membawa kepada pertumbuhan individu dan masyarakat yang menyeluruh. Walaupun ukuran baik berbeda antara satu budaya dengan budaya yang lain, antara sekelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya, tetapi terdapat satu ukuran yang disepakati oleh semua. Di antaranya adalah pendidikan itu harus mempunyai falsafah dan tujuan-tujuan tertentu yang jelas. Pendidikan diperlukan manusia, agar secara fungsional manusia diharapkan mampu memiliki kecerdasan, (intelegence, spiritual, emosional) untuk menjalani kehidupannya dengan bertanggung jawab, baik secara pribadi, sosial, maupun profesional. Dalam bahasa pedagogie, pendidikan bertujuan untuk memenuhi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dari sini manusia diharapkan mampu memenuhi kehidupan secara bahagia dan sejahtera. Melihat keberagaman potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta kebhinekaan bangsa kita, pendidikan yang mematikan kreativitas memenjarakan peserta didik untuk sePeranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
167
Prosiding Seminar Nasional
laku patuh dan mengikuti aturan-aturan yang diterapkan oleh penguasa tanpa memberikan kebebasan sedikit pun kepada peserta didik untuk bersikap kritis dan rasional adalah bentukbentuk pendidikan yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sistem pendidikan yang dibutuhkan pada saat ini adalah sistem pendidikan yang berorientasi pada kemandirian siswa. Dari berbagai uraian di atas dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan transformatif adalah sebagai berikut : a. Peserta didik mampu memiliki kecerdasan untuk menjalani kehidupannya dengan bertanggung jawab secara pribadi, sosial maupun profesional. b. Terciptanya proses belajar yang didasarkan pada prinsip dialogis, kreatif, kritis dan partisipatif terhadap permasalahan yang ada. Kearifan lokal Tuhan menciptakan kehidupan ini begitu sempurna dan menjadi sumber belajar dan sekaligus proses pendewasaan bagi yang mau memikirkannya. Melalui ciptaan-Nya, perbuatan-Nya dan ketetapan-Nya Allah memberikan pendidikan (pengajaran, bimbingan, pelatihan, ganjaran dan hukuman) kepada hamba-Nya agar menjadi dewasa dan menjadi saksi bagi dunia dengan amal-amal salehnya. Ciptaan, perbuatan dan ketetapan Allah dengan sangat jelas juga menjadi sumber kearifan yang seharusnya dijadikan basis pengembangan pendidikan karakter. Sumber-sumber kearifan itu antara lain adalah: 1. Potensi manusiawi Pendidikan karakter harus berbasis potensi manusiawi anak didik. Manusia diciptakan Tuhan dengan fitrah. Potensi manusia itu ada 4 komponen yang merupakan sistem kepribadian manusia yaitu: ruh, kalbu, akal dan nafsu. Hampir senada dengan al-Ghazali, membagi komponen sistem kepribadian manusia meliputi: id, ego dan super ego. Sementara itu Bloommembagi struktur kepribadian manusia menjadi tiga komponen: kognitif, afektif dan psikomotor. Pengembangan program pendidikan yang meliputi tujuan, kurikulum, metode pembelajaran, dan lingkungan pendidikan haruslah berbasis pada potensi manusiawi anak didik. 2. Potensi agama Hampir tidak ada pendidikan di berbagai belahan dunia ini yang lepas sama sekali dari pengaruh agama, baik untuk pendidikan formal dan terlebih lagi pendidikan informal. Agama adalah sumber nilai yang paling fundamental dalam kehidupan manusia karena menyangkut keyakinan akan keselamatan, kedamaian dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, nilai baik-buruk, hukum halal-haram, pahala dan dosa, rahmat dan laknat, serta surga dan neraka. Melaksanakan petunjuk agama diyakini 168
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
Prosiding Seminar Nasional
dan bahkan telah dibuktikan bukan hanya akan membentuk pribadi yang berkarakter tetapi juga selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Kehidupan manusia sangat sensitif apabila menyangkut persoalan agama karena begitu pentingnya isu yang dibawa agama itu bagi kehidupan manusia sebagai individu maupun kehidupan bersama. Karenanya pendidikan agama menjadi isu yang fundamental dalam program pendidikan di berbagai Negara. Persoalannya adalah bagaimana agama dapat menjadi sumber kearifan lokal dan bagaimana pendidikan agama berperan sebagai pembentuk karakter suatu bangsa? Pertanyaan ini penting karena apabila agama difahami secara serampangan apalagi bila di belakangnya ada agenda politik, justru menjadi kekuatan pembunuh kearifan lokal dan penghancur karakter bangsa. Agama dapat menjadi sumber kearifan lokal dan pembangun karakter bangsa yang kokoh apabila agama itu didakwahkan dengan menggunakan pendekatan hikmah, Pendek kata, dakwah harus dilakukan dengan kelembutan dan penuh keadaban. Sebaliknya dakwah yang dilakukan dengan kekerasan akan melukai dan bahkan menghancurkan kearifan lokal dan menggores luka dalam batin si penerima dakwah. Ketika agama yang normatif idealistik itu difahami dan dibudayakan oleh suatu komunitas atau suatu bangsa akan melahirkan little tradition. 3. Potensi Budaya Budaya adalah nilai, proses dan hasil dari cipta rasa dan karsa manusia, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta itu yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Kebudayaan nasional adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Kebudayaan adalah puncak prestasi suatu masyarakat dan bangsa dan sekaligus menjadi identitas, harga diri dan kebanggaan nasyarakat/ bangsa yang bersangkutan. Budaya atau kebudayaan nasional memiliki kedudukan sangat penting dalam program pengembangan pendidikan nasional suatu bangsa atau muatan lokal suatu daerah. Bangsa yang berbudaya dan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai, mengembangkan dan mewariskan budayanya kepada generasi muda dan dengan bangga menunjukkan kepada bangsa lain sebagai identitas dan harga diri bangsa yang bersangkutan. Kekayaan budaya nasional atau daerah dalam bentuk norma, bahasa, seni, tradisi, institusi, artifak, simbol-simbol dan pemikiran dapat memberikan inspirasi pengembangan model-model pendidikan yang dapat ditaPeranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
169
Prosiding Seminar Nasional
warkan kepada masyarakat. Di berbagai negara seperti China, Jepang, dan Malaysia, fenomena globalisasi atau era kesejagatan tidak lantas menggusur apalagi menghilangkan identitas budaya nasionalnya, melainkan justru dijadikan filter terhadap penetrasi budaya asing dan sekaligus sebagai identitas nasionalnya. Globalisasi justru membangkitkan nasionalisme, jati diri dan harga diri bangsa melalui khazanah budaya yang dimilikinya. Kekayaan budaya bahkan menjadi komoditi bukan hanya dapat menghasilkan uang dan mengatasi pengangguran melalui program pariwisata, melainkan dapat meningkatkan net working, harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan internasional sebagai bangsa yang berbudaya dan berkeadaban, memperhalus budi bahasa bangsa, dan dapat mengatasi berbagai problem sosial seperti kemiskinan, konlik sosial, terorisme dan subversif. Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, bahkan merupakan mozaik peradaban dunia. Berbagai jenis pakaian, kuliner, musik, tarian, peralatan seperti keris, ukiran, lukisan, adat, sistem sosial seperti kerajaan-kerajaan dan berbagai artifak merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya dan bahkan yang terkaya di dunia. Kekayaan budaya bangsa seharusnya dirawat, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk membangun kepribadian bangsa, bahkan menaikkan taraf hidup dan kesejahteraan bangsa dan martabat bangsa dalam pergaulan internasional. Di sinilah peran pendidikan sangat penting. Budaya dalam konteks pendidikan memiliki dua fungsi: pertama, sebagai konten (isi) pendidikan yang yang tujuannya agar budaya bangsa dapat lestari dan berkembang, kedua, sebagai alat untuk membangun karakter dan budaya bangsa dalam diri anak didik. Agar orang Jawa tetap “Jawa” dan bahkan semakin “Jawa”, bukan sebaliknya orang “Jawa” hilang “Jawa”nya dan menjadi tidak “Jawa”. Atas dasar itu antara pendidikan dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan, Percuma saja kita mempromosikan budaya kita dalam berbagai even di luar negeri apabila kekerasan, terorisme, pungli, dan birokrasi yang bobrok masih saja menjadi konsumsi pers sehari-hari. Kalau kita mengamati arus wisatawan asing, yang ramai adalah jalur antara Hongkong-Bangkok-Kuala Lumpur-Singapura dan sebagian langsung ke Bali. Hanya sedikit sekali yang ke Sumatera, Jawa dan wilayah Indonesia lainnya. Para wisatawan itu mungkin tahu bahwa Indonesia itu sejatinya adalah indah, tetapi mungkin takut. Melalui kekayaan budaya yang dimiliki bangsa ini seharusnya kita bisa menyusun berbagai model dan program pendidikan dan pembelajaran, bisa dalam bentuk program studi, intra kurikuler, ekstra kurikuler maupun dalam bentuk budaya sekolah. Kalau ada rumah makan dan hotel yang bernuansa budaya, mengapa hal itu tidak dikembangkan di lembaga-lembaga pendidikan kita (sekolah, madrasah) 170
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
Prosiding Seminar Nasional
yang juga menampakkan budaya lokal atau kearifan lokalnya. 4. Potensi alam Koes Plus dalam sebuah lagunya menggambarkan kesuburan, keelokan, dan kenyamanan tanah air kita yang digambarkan sebagai “Kolam Susu” atau “Tanah Surga”. Potensi alam Indonesia antara lain: sumber daya alam sangat melimpah, keluasan dan kesuburan tanahnya, kekayaan laut yang seakan tak terbatas, aneka macam satwa dan tanaman hayati, serta keindahan alamnya dalam bentuk pantai, gunung, goa, dan iklim sera cuacanya yang sangat indah. Kekayaan alam sebagai anugerah Tuhan itu selama ini tampaknya kurang disyukuri, kurang dijaga kelestariannya, kurang dimanfaatkan potensinya dan bahkan ada kecenderungan di rusak. Maknanya kurang adanya kearifan terhadap potensi alam kita. Terdapat banyak keanehan bangsa ini dalam hubungannya dengan potensi alam yang dimiliki. Indonesia sebagai negara agraris tetapi pengimpor hasil tanaman terbesar. Kita memiliki tanah yang sangat luas dan subur tetapi banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terampil bertani tetapi menjadi buruh tani di negara orang, kita mengatakan bahwa nenek moyang kita orang pelaut tetapi kekayaan laut kita menjadi tenpat jarahan pelaut asing; banyak sarjana pertanian yang menganggur di tengah hamparan tanah pertanian yang subur. Bangsa kita seperti pepatah: angsa mati kehausan di kolam dan tikus mati kelaparan di lumbung padi. Pertanyaan besarnya adalah, mengapa hal itu terjadi? Apa yang salah dengan pendidikan kita? Pendidikan kita selama ini justru merusak moral dan karakter kita sebagai bangsa agraris dan bangsa pelaut. Anak petani yang kuliah di perguruan tinggi pertanian atau fakultas pertanian justru moral dan karakter petani, nelayan dan peternaknya hancur. Lewat program pendidikan berbasis potensi lingkungan, diharapkan tumbuh kearifan lokal dan karakter yang peduli lingkungan dan sebaliknya dapat memanfaatkan potensi lingkungan untuk kepentingan hidupnya. Manusia itu memiliki dua posisi yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan bagai dua sisi mata uang, yaitu sebagai pemimpin dan hamba. Sebagai pemimpin, manusia adalah mandataris Tuhan di muka bumi yang bertugas memakmurkan bumi, dan pemimpin yang baik adalah seorang hamba yang sejati. Dalam konteks ini, orang yang arif adalah orang hidupnya harmoni dengan lingkungan seraya dapat memanfaatkan lingkungan untuk kepentingan hidupnya, dan orang yang berkarakter akan marah apabila lingkungan eko sistemnya dirusak. Karena itu melalui pendidikan transformatif berbasis kearifan lokal bukan hanya akan menjadikan anak didik harmoni dan peduli menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga memiliki kreatifitas untuk mendayagunakannya. Kearifan bangsa Indonesia terhadap lingkungan berada dalam kondisi mengkhawatir-kan, baik terhadap Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
171
Prosiding Seminar Nasional
lingkungan alam sekitar maupun lingkungan sosial. Fenomena ketidak pedulian terhadap lingkungan ditandai dengan kerusakan lingkungan beserta akibat-akibat yang ditimbulkannya, seperti banjir, kekeringan, hilangnya sumber air bersih, punahnya berbagai jenis satwa, meningkatnya suhu dan ketidakstabilan musim, kerusakan eko sistem, air tanah sudah terkontaminasi dengan air laut serta menurunnya permukaan daratan sehingga menjadi lebih rendah dari lautan, dan secara umum terjadinya global worming. Fenomena ketidak pedulian terhadap lingkungan sosial juga tidak kalah hebatnya yang ditandai dengan lemahnya kepercayaan, rasa persaudaraan, toleransi, kepedulian kepada sesama, kepada pemerintah, kepada organisasi dan pemimpin keagamaan; dan sebaliknya terus meningkatnya rasa sentimen, curiga, konlik, dan kekerasan sebagai bahasa untuk memaksakan kepentingan, bahasa kekuasaan, dan bahasa ketertindasan. Yang paling mengerikan adalah apabila rasa aman yang merupakan kebutuhan fundamental manusia sudah semakin terancam: di rumah, di jalan, di tempat keramaian, dan bahkan di tempat peribadatan. Rasa kepercayaan dan persaudaraan sesama penganut suatu agamapun sudah semakin terkikis. Apabila di tempat ibadah sudah tidak merasa aman, bukan saja akan berakibat orang semakin enggan datang ke tempat ibadah, melainkan akan menganggu kekhusukan dalam beribadah. Misalnya ketika sedang beribadah atau berdoa bukan ingat Tuhan melainkan ingat dan takut bom. Dari berbagai keprihatinan semakin terkikisnya kearifan lokal berbasis potensi alam dan lingkungan sosial tersebut, pendidikan termasuk pendidikan agama harus melakukan reorientasi dan rekonstruksi tujuan, kurikulum, dan program-programnya.
Pendidikan Transformatif Berbasis Kearifan Lokal Pendidikan Transformatif berbasis kearifan lokal merupakan pendidikan yang dalam proses belajarnya didasarkan pada prinsip dialogis, kreatif, kritis dan partisipatif terhadap permasalahan yang ada, di samping juga mengajarkan peserta didik untuk selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Model pendidikan ini merupakan sebuah contoh pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi kecakapan pengembangan hidup, dengan berpijak pada pemberdayaan ketrampilan serta potensi lokal pada tiap-tiap daerah. Para siswa yang datang ke sekolah tidak bisa diibaratkan sebagai sebuah gelas kosong, yang bisa diisi dengan mudah. Siswa tidak seperti plastisin yang bisa dibentuk sesuai keinginan guru. Mereka sudah membawa nilai-nilai budaya yang dibawa dari lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Guru yang bijaksana harus dapat menyelipkan nila-nilai kearifan lokal meraka dalam proses pembelajaran. Metode lain yang dapat dipraktekkan adalah lewat kegiatan bercerita atau mendon172
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
Prosiding Seminar Nasional
geng, dengan menyertakan gambar, foto, boneka, iringan musik, miniatur rumah adat, gestik dan pembawaan guru yang menarik. Cara semacam ini sangat efektif untuk mendidik siswa di sekolah. Pendidikan tersebut tentu akan berhasil apabila guru memahami wawasan kearifan lokal itu sendiri. Guru yang kurang memahami makna kearifan lokal, cenderung kurang sensitif terhadap kemajemukan budaya setempat. Hambatan lain yang biasanya muncul adalah guru yang mengalami lack of skill. Akibatnya, mereka kurang mampu menciptakan pembelajaran yang menghargai keragaman budaya daerah. Solusi yang paling tepat, tentu saja dengan memudahkan para guru untuk memperoleh informasi akurat dari media cetak dan media elektronik. Sekolah dapat melakukannya dengan menyediakan buku-buku rujukan, kaset VCD edukatif, majalah, tabloid dan surat kabar terbaru secara rutin di perpustakaan. Sekolah juga dapat menugaskan guru untuk berpartisipasi aktif sebagai peserta dalam pelatihan, seminar dan lokakarya tentang kearifan lokal. Para guru yang sudah mampu mendapatkan informasi secara cepat dari internet, pasti lebih aktif dalam penanaman kearifan lokal di ruang kelas. Akan lebih baik apabila guru menyebarkan “virus-virus cinta kearifan lokal” dengan rajin berbagi pengalaman, misalnya menulis di majalah, koran, maupun blog milik unit kerja masing-masing. Bahkan jika kemampuan sudah memungkinkan, guru dapat berbicara dalam seminar-seminar skala lokal maupun tingkat nasional. Peran aktif guru semacam itu bakan sanggup memotivasi rekan-rekan sekerja untuk mempraktekkannya. C. PENUTUP Pendidikan transformatif berbasis kearifan lokal merupakan ikhtiyar gagasan untuk mewujudkan generasi bangsa cerdas, berkarakter dan beradab, sebagai ekspektasi pada perubahan kurikulum 2013, diharapkan muncul pembelajaran yang kreatif, kritis, inovatif dan partisipatif serta tetap menjunjung nilai-nilai karakter siswa dan kearifan lokal yang menjadi salah satu nilai karakter budaya bangsa. Orangtua, kampung halaman dan tanah air, bahasa, agama, budaya, sistem sosial, bangsa dan negara adalah sumber kearifan lokal dan harus dijadikan dasar dalam pembentukan kepribadian anak. Pendidikan harus mengajarkan anak untuk hormat dan berbakti kepada orangtua, mencintai kampung halaman dan tanah airnya, mencintai bahasa, agama, budaya, masyarakat, bangsa dan negaranya. Inilah dasar pembentukan kepribadian anak. Di sisi lain, pendidikan juga harus menjadi jendela dunia.
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan
173
Prosiding Seminar Nasional
DAFTAR PUSTAKA Armstrong, Homas. 2002. Setiap Anak Cerdas. Jakarta: Gramedia H.A.R Tilaar. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan : Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Gramedia. Hujair AH Sanaky. 2003. Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania. Jamali. 2002. Pendidikan Partisipatoris: Arah Baru Menuju Paradigma Pembebasan,dalam Jurnal Lektur. Cirebon: STAIN Pers Koesoema, Doni. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh.Yogyakarta: Kanisius Madjid, Nurcholis. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan. Jakarta: Yayasan Waqaf Paramadina Mas’ud, Abdurrahman. 2002. Menggagas Format Pendidikan Non dikotomik. Yogyakarta: Gamma Media Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Tobroni. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial dalam Ke hidupan Berbangsa dan Bernegara. Malang: UMM Press
174
Peranan Kepala Sekolah, Guru, dan Guru Pembimbing dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Peningkatan Mutu Pendidikan