[110] Mesir Mau ke Mana?
Wednesday, 18 September 2013 18:00
Mempertahankan sistem militer dan sistem demokrasi sama saja memperpanjang kolonialisme. Pilihan satu-satunya adalah khilafah.
Luka itu belum sembuh. Mesin perang tentara dan polisi Mesir mengoyak-ngoyak kedamaian Bumi Kinanah. Mereka yang dulu bersaudara, kini saling berhadapan. Tentara yang sempat dipuja saat Mubarak terguling, kini menjadi monster yang menakutkan.
Rakyat Mesir terkotak-kotak. Paling tidak ada dua golongan besar. Yang pro terhadap militer. Mereka inilah kalangan liberal dan keluarga polisi dan tentara. Termasuk di dalamnya Partai An Nur dari kalangan Salafy—dulunya pendukung Mursi. Di pihak lain ada kalangan yang pro terhadap Presiden Mohamad Mursi yang terguling. Sebagian besar mereka adalah kalangan Ikhwanul Muslimin. Mereka menuntut agar kekuasaan yang demokratis dikembalikan.
Di luar itu sebenarnya masih ada lagi yang tidak pro pada keduanya. Mereka adalah kalangan yang menginginkan Mesir menerapkan syariah Islam secara kaffah dan tidak ingin Mesir ada di bawah kekuasaan Amerika. Ada pada kalangan ini adalah Hizbut Tahrir Mesir.
Pasca kudeta militer yang dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Mesir terhadap Mursi dan kemudian dilanjutkan dengan pembantaian terhadap rakyat Mesir, pemerintah Adly Mansur telah mengumumkan keadaan darurat selama satu bulan. Dalam situasi seperti itu, militer Mesir memegang kendali utama.
Ini berarti Mesir kembali ke era sebelumnya yakni era militer. Jenderal Abdul Fattah al-Sisi sebagai representasi militer tidak akan pernah rela menyerahkan kekuasaan kepada pihak lain pasca penggulingan diktator Husni Mubarak. Al-Sisi menginginkan Mesir tetap dalam sistem lama yang melayani kepentingan Amerika dan Israel.
1/5
[110] Mesir Mau ke Mana?
Wednesday, 18 September 2013 18:00
Namun demikian, di tengah hegemoni militer, rakyat Mesir masih memiliki pilihan-pilihan terhadap nasib dan masa depannya sendiri.
Pilihan pertama adalah melegitimasi kepemimpinan militer yang ada. Ini berarti sebuah bencana sebab militerlah yang selama ini telah mempurukkan rakyat Mesir menjadi seperti sekarang. Dan di balik militer ini berdiri kalangan liberal yang berusaha mencerabut akar budaya Islam dari Mesir dan menggantikannya dengan peradaban Barat.
Pilihan kedua adalah mengembalikan kekuasaan Presiden Mohamad Mursi karena Mursi telah terpilih secara demokratis. Sepertinya pilihan ini adalah logis, tapi mengandung sandiwara di dalamnya. Demokrasi ala Mesir ini seolah melegitimasi pemerintahan Islam padahal sistem yang berlaku sama sekali tidak islami. Orang-orang duduk di kekuasaan tapi Islam sendiri tidak memperoleh kekuasaan. Bahkan sistem Islam dikebiri dan dilarang untuk ambil bagian dalam pengaturan sistem secara utuh.
Pilihan kedua ini sudah dipraktekkan selama satu tahun pemerintahan Mursi. Ia tak berkutik di ketiak militer. Mursi yang hafal Alquran itu tak berani melepaskan diri dari cengkeraman Amerika. Ia memilih kompromi dan mengikuti kemauan Obama. Bahkan ia bermanis muka dengan para pemimpin Israel.
Pilihan pertama dan kedua ini secara efektif akan melegitimasi sistem yang mengamankan dominasi AS atas rakyat Mesir—sebuah sistem sekuler yang menghambat lahirnya sistem Islam dan menjadikan kepentingan AS di atas segalanya.
Pilihan berikutnya adalah pilihan ala Aljazair. Benturan antara dua kubu yang berhadapan berlanjut. Rakyat melawan penguasa militer dan pendukungnya dengan senjata. Pilihan ini akan menumpahkan darah dan menimbulkan kekacauan. Ini bukan cara syar’i untuk membawa perubahan dan hanya akan melahirkan kesengsaraan rakyat serta menyenangkan musuh-musuh Islam.
Nah, pilihan lainnya dan satu-satunya pilihan yang dapat menyelamatkan umat adalah mengikuti metode Nabi dalam melakukan perubahan yakni membangun masyarakat Islam yang di dalamnya diterapkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
2/5
[110] Mesir Mau ke Mana?
Wednesday, 18 September 2013 18:00
Cara ini mengharuskan upaya serius untuk menyerukan Islam secara komprehensif, tanpa tede ng aling-aling (ditutup-tutupi), tanpa kompromi dengan demokrasi/Barat, dan tidak mencoba menerapkan Islam sedikit demi sedikit melainkan sekaligus secara revolusioner.
Tindakan yang dilakukan sebagaimana pernah dicontohkan Nabi SAW, terbatas pada tindakan politik dan intelektual yakni dengan meyakinkan kaum Muslim terhadap kewajiban menerapkan Islam secara kaffah dan menyodorkan Islam sebagai solusi kehidupan di segala bidang.
Metode ini juga mencoba meyakinkan para broker kekuasaan dalam masyarakat—dalam kasus Mesir, unsur-unsur yang tulus di tentara—untuk mendukung perubahan tersebut. Mereka tidak boleh tinggal diam terhadap kejahatan dan konspirasi yang dilakukan terhadap agama mereka hanya karena mereka mereka 'mengikuti perintah'.
Pilihan terakhir ini akan melahirkan keselamatan, tidak hanya di dunia tapi di akhirat. Mereka yang mengembannya akan mendapatkan kemuliaan dan kekuasaan sebagaimana Allah janjikan [An Nur: 55]. Sebaliknya pilihan lain berarti menghamba kepada kekuasaan kolonial dan memperpanjang penderitaan kaum Muslimin.
Maka, orang cerdas akan memilih pilihan terakhir meski berat dan menghadapi karang yang terjal. Tapi inilah jalan Rasulullah. [] Taji Mustofa/Mujiyanto
BOKS
Pertarungan Antar Apa?
Konflik di Mesir memunculkan berbagai kerancuan anggapan. Ada yang menganggap sedang terjadi pertarungan antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan militer yang didukung kaum sekuler. Menentang militer dianggap membela Ikhwan. Mendukung Ikhwan dianggap membela demokrasi.
3/5
[110] Mesir Mau ke Mana?
Wednesday, 18 September 2013 18:00
Bagaimana sebenarnya? Ahmad al Qashash, Kepala Kantor Penerangan Hizbut Tahrir wilayah Lebanon menjelaskan duduk persoalannya. Menurutnya, pendirian/sikap terhadap jalan yang ditempuh (manhaj) Ikhwanul Muslimin sebenarnya merupakan satu hal, sementara pendirian/sikap terhadap permusuhan pihak militer bersama kaum sekuler terhadap Islam merupakan perkara lain. Ia menjelaskan, sebagian besar orang yang keluar menuju berbagai lapangan dalam rangka menolak kudeta sebenarnya semata-mata keluar untuk memperjuangkan Islam, disebabkan karena mereka melihat adanya permusuhan yang nyata terhadap Islam dari orang-orang yang melakukan kudeta tersebut. “Orang yang menghendaki al-Haq tapi mengalami kekeliruan, itu berbeda dengan orang yang menghendaki kebatilan kemudian (kebetulan) ia benar. Kita menyokong perjuangan demi Diin kita, darah saudara-saudara kita dan kehormatan kita. Wajib bagi kita untuk mengobarkan api di seluruh Mesir agar ia membakar seluruh kaum sekuler seluruhnya. Dengan demikian, Mesir dan Syam akan berada dalam satu peperangan, menuju titik akhir yang satu, dan pertolongan yang satu. Barangsiapa yang di dalam nadinya tidak ada kobaran api yang menyala oleh panasnya Mesir dan Syam, maka perut bumi lebih baik baginya daripada punggungnya, atau api lebih layak baginya. Mata para penakut tidaklah tidur,” begitu tulis al Qashash dalam akun facebooknya.
Syeikh Isaam Amirah, anggota Hizbut Tahrir Palestina yang juga Imam Masjid Al Aqsha, membuat pernyataan tentang Ikhwanul Muslimin dan Mohamad Mursi. Mereka, kata Syeikh Isaam, adalah saudara-saudara karena Allah. Kewajiban terhadap saudara adalah memberikan nasihat karena diin adalah nasihat.
Ia mengutip sabda Rasulullah SAW: "Jangan menertawakan saudaramu, karena Allah akan mengampuni dia dan menempatkan Anda melalui percobaan/ujian".
“Hati kami bersama dengan Anda, Dr Mursi, dengan Anda dan dengan saudara-saudara kita yang ditahan, pemimpin Ikhwanul Muslimin dan anggotanya. Hati dan pikiran kita menentang al-Sisi dan Amerika, dan terhadap presiden sementara, dan melawan presiden sekuler berikutnya,” kata Syeikh Isaam.
Kami, katanya, menunggu kejatuhan mereka, pertolongan Allah dan tegaknya Islam di reruntuhan mereka, untuk kembalinya Mesir al-Kinanah sebagai bagian dari Dar al-Islam, anak
4/5
[110] Mesir Mau ke Mana?
Wednesday, 18 September 2013 18:00
sungai dari Khilafah dengan sumber daya alam dan manusia seperti di masa lalu, dan itu adalah masalah tidak sulit bagi Allah! [] emje
5/5