MEMBENTUK KARAKTER ANAK MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERMAIN (ditinjau dari karakteristik jenis permainan dan perkembangan anak) Oleh : Agus Supriyoko, S.Pd, M.Or PKOR FKIP UTP Surakarta
Abstrak Karakter merupakan perpaduan dari segala tabiat manusia yang bersifat permanen yang merupakan ciri khusus untuk membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Membentuk karakater anak yang baik bukanlah hal yang mudah dilakukan, karena harus melibatkan sinkronisasi seluruh aspek lingkungan pendidikan anak baik di sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Bentuk pendekatan pembelajaran bermain yang dapat digunakan untuk membentuk karakter anak diantaranya adalah pendekatan pembelajaran bermain individual games dan groups game. Bermain merupakan wahana yang baik bagi anak untuk menyalurkan ketegangan yang disebabkan lingkungan terhadap aktivitas anak. Melalui bermain anak terbiasa dengan aturan-aturan yang lebih disepakati dalam bermain, seperti larangan-larangan yang harus ditaati, disiplin sportivitas, kerjasama, menghargai teman lain, jujur dan lain-lain, secara tidak langsung kondisi tersebut membentuk kepribadian anak. Penampilan seorang anak dipengaruhi oleh faktor umur. Faktor umur memiliki tingkat perkembangan yang berbeda secara kapasitas. Setiap kelompok umur berbeda kapasitas fisik, mental dan sosial yang disebabkan faktor individu dan lingkungan. Perbedaan ini memiliki implikasi terhadap proses pembelajaran. Kata kunci : pendidikan karakter, pendekatan pembelajaran bermain, usia
PENDAHULUAN Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian missal, contek ujian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah, masyarakat luas. Oleh karena itu, perlu menyambung kembali hubungan dan educational networks yang mulai terputus tersebut. Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut, tidak akan berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.
Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku anak sehari-hari melalui proses pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan anak menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan anak mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilainilai dan menjadikannya perilaku. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan karakter tersebut, salah satu upaya yang hendaknya dilakukan adalah melaui permainan. The ACC/NCAS dalam Dwi Hatmisari A, dkk (2009:133) mengemukakan bahwa ”anak bermain untuk (1) memperoleh kesenganan; (2) Persahabatan atau memperoleh teman baru; (3) merasa enak; (4) belajar ketrampilan baru”. Tujuan seperti ini dapat dicapai, jika aktifitas bermain sesuai dengan anak dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya. Permainan merupakan salah satu jenis olahraga yang sangat digemari oleh anak-anak dan permainan memberikan kesenangan yang lebih besar bagi anak. Penampilan seorang anak dipengaruhi oleh faktor umur. Faktor umur memiliki tingkat perkembangan yang berbeda secara kapasitas. Setiap kelompok umur berbeda kapasitas fisik, mental dan sosial yang disebabkan faktor individu dan lingkungan. Perbedaan ini memiliki implikasi terhadap proses pembelajaran. Anak yang memiliki tahapan umur lebih tinggi memiliki aspek kognisi yang lebih tinggi pula. Aspek kognisi mempengaruhi penerimaan informasi; makin tinggi tingkat kognisi makin mudah menerima informasi. PERMASALAHAN Permasalahan yang akan diungkap dalam kajian ini adalah membentuk karakter anak melalui pendekatan pembelajaran bermain ditinjau dari kesesuian karakteristik jenis permainan dan perkembangan anak. PEMBAHASAN Pendidikan karakter Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada seseorang yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate
use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Keluarga merupakan lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama yang harus lebih diberdayakan. Keluarga hendaklah kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang (keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah). Sedangkan pendidikan karakter melalui sekolah, tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan semata, tatapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain sebagainya. Pemberian penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, dan hukuman kepada yang melanggar, menumbuhsuburkan (cherising) nilai-nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Di samping itu tidak kalah pentingnya pendidikan di masyarakat. Lingkungan masyarakat juga sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak seseorang. Lingkungan masyarakat luas sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai etika, estetika untuk pembentukan karakter. Apabila kita cermati bersama, bahwa desain pendidikan yang mengacu pada pembebasan, penyadaran dan kreativitas sesungguhnya sejak masa kemerdekaan sudah digagas oleh para pendidik kita, seperti Ki Hajar Dewantara, KH. Ahmad Dahlan, Prof. HA. Mukti Ali, Ki Hajar Dewantara misalnya, mengajarkan praktek pendidikan yang mengusung kompetensi/kodrat alam anak didik, bukan dengan perintah paksaan, tetapi dengan “tuntunan” bukan “tontonan”. Sangat jelas cara mendidik seperti ini dikenal dengan pendekatan “among”‘ yang lebih menyentuh langsung pada tataran etika, perilaku yang tidak terlepas dengan karakter atau watak seseorang. KH. Ahmad Dahlan berusaha “mengadaptasi” pendidikan modern Barat sejauh untuk kemajuan umat Islam, sedangkan Mukti Ali mendesain integrasi kurikulum dengan penambahan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun mengapa dunia pendidikan kita yang masih berkutat
dengan problem internalnya, seperti penyakit dikotomi, profesionalitas pendidiknya, sistem pendidikan yang masih lemah, perilaku pendidiknya dan lain sebagainya.
Pendekatan Pembelajaran Bermain Pembelajaran merupakan usaha untuk merubah perilaku anak, proses perubahan perilaku sebagai akibat anak mampu menerima informasi, meniru dan menguasai keterampilan yang diajarkan. Anak yang semula belum mampu melakukan gerak keterampilan dapat melukukan secara baik. Pendekatan pembelajaran merupakan aset yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Model pendekatan pembelajaran ditinjau dari sisi interaksi guru/orang tua dan anak terdiri dari beberapa gaya mengajar maupun pendekatan pembelajaran berdasakan materi yang menjadi bahan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, menurut Wina Senjaya (http://smacepiring.wordpress.com/ 2008) ”Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran”, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Ada empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu : 1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. 2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 2) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. 4) Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu Wina Senjaya (http://smacepiring.wordpress.com/ 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”. Jadi,
metode
pembelajaran
dapat
diartikan
sebagai
cara
yang
digunakan
untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bermain (play) adalah suatu kegiatan yang bentuknya sederhana dan menyenangkan. Kegiatan bermain sangat disukai oleh anak-anak (siswa). Hal ini dapat dilihat pada waktu bel istirahat berbunyi atau bel berakhirnya pelajaran, para siswa langsung berebut keluar kelas untuk bermain di halaman sekolah, mereka berlari berkejar-kejaran, berjingkrak-jingkrak, melompatlompat, melempar-lempar, dan lain-lain. Bermain yang dilakukan tertata, mempunyai manfaat yang besar bagi siswa. Bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga
untuk siswa. Pengalaman itu bisa berupa membina hubungan sesama teman dan menyalurkan perasaan yang tertekan. Bermain adalah kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau menirukan peran. Dengan kata lain aktifitas bermain dalam nuansa keriangan itu memiliki tujuan yang melekat di dalamnya. Menurut Rusli Lutan (2001: 31) Memaparkan karakteristik “ bermain sebagai aktivitas yang dilakukan secara bebas dan sukarela ”. Bermain itu sendiri hakikatnya bukanlah suatu kesungguhan tetapi bersamaan dengan itu pula, kita melihat kesanggupan yang menyerap konsentrasi dan tenaga mereka ketika sedang bermain. Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam bermain merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh tetapi bermain bukan suatu kesungguhan. Rasa senang bermain itu harus disebabkan karena bermain itu sendiri, bukan suatu yang terdapat di luar bermain. Permainan adalah bagian dari bermain yang mempunyai metode atau cara tertentu sesuai situasi, dan memiliki peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar. Dalam permainan terdapat semangat keberanian, ketangguhan dan kejujuran pemain. Menurut Huizinga, Roger Caillois dalam Rusli Lutan (2001: 33) membagi permainan (games) secara umum menjadi 4 kategori utama yaitu : a) Agon – permainan yang bersifat pertandingan, perlawanan kedua belah pihak dengan kesempatan yang sama untuk mencapai kemenangan sehingga dibutuhkan perjuangan fisik yang keras. b) Alea – permainan yang mengandalkan hasil secara untung-untungan, atau hukum peluang seperti dadu, kartu, rolet, dan lain-lain. Sementara kemampuan otot tidak diperlukan. c) Mimikri – permainan fantasi yang memerlukan kebebasan, dan bukan kesungguhan. d) Illinx – mencakup permainan yang mencerminkan untuk melampiaskan kebutuhan untuk bergerak, berpetualang, dan dinamis, lawan dari keadaan diam, seperti berolahraga di alam terbuka, mendaki gunung. Anak dapat menciptakan dan memodifikasi permainan untuk memenuhi kebutuhannya. Melalui pengalaman-pengalaman ini anak dapat belajar tentang komponen permainan dan cara mengubah serta memodifikasi komponen-komponen tersebut dengan cara-cara tertentu. Guru harus memandang permainan sebagai sesuatu yang dapat memberikan kontribusi yang berharga pada perkembangan total anak. Melalui permainan, anak dapat memiliki pengalaman sukses dan berprestasi. Di samping itu, beberapa tujuan sosial dapat dicapai melalui permainan, seperti
ketrampilan sosial, menerima aturan, dan pemahaman yang lebih baik pada dirinya dalam situasi kompetitif dan kooperatif. Anak dapat dibantu mempelajari banyak hal melaui bermain (play) dan permainan (game), tetapi jika anak tidak merasa senang melakukannya, maka permainan tersebut tidak banyak artinya. Semua anak harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai permainan. Permainan memiliki nilai rekreatif yang baik, memberikan kesempatan jasmani, dan memberikan jalan keluar yang diperlukan untuk kegembiraan yang alami. Permainan merupakan alat yang sangat baik untuk mengembangkan aspek sosial dan moral anak, karena ada aturanaturan tertentu yang harus diikuti oleh semua anak. Jika permainan menjadi lebih terorganisasi dan aturan-aturan dapat diterapkan, maka anak belajar memodifikasi perilakunya untuk menghormati yang lain dan mematuhi batas-batas sosial. Jika anak matang, ia makin sadar mengenai kebutuhan kerja tim. Beberapa permainan yang lebih kompleks memerlukan kerja secara kognitif untuk mengembangkan strategi yang sederhana. Permainan tidak secara inherent (melekat) suatu kesenangan. Permainan harus diajarkan dalam suasana yang membuat anak percaya bahwa dengan partisipasi penuh anak sangat diperlukan dalam permainan tersebut, jika anak tersisih karena ketrampilannya jelek maka permainan akan menjadi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan. Anak sangat menyenangi permainan jika anak telah menguasai ketrampilan permainan dan mempelajari aturan-aturan yang penting. Oleh karena itu, tiap permainan yang diajarkan harus memberikan sumbangan pada beberapa tujuan. Permainan dapat memainkan peran yang penting dalam mengembangkan dan memperhalus berbagai kemampuan gerak dasar, jika permainan secara tepat dimasukkan ke dalam program pengembangan gerak. Seringkali guna memberikan permainan untuk menumbuhkan kesenangan anak atau menguatkan ketrampilan sosial tertentu. Meskipun hal ini memiliki tujuan yang bermanfaat, maka permainan harus tidak dipandang sebagai tujuan utama, melainkan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Jika permainan memiliki berbagai nilai yang nyata, maka juga harus ditinjau dari perspektif perkembangan anak. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa anak usia sekolah dasar dalam taraf pengembangan gerak dasar. Oleh karena itu, permainan harus secara berhati-hati dipilih dan diimplementasikan dengan mengkaitkan kemampuan gerak lokomotor, manipulasi dan stabilitas. a. Pendekatan pembelajaran bermain Individual games.
Permainan perorangan adalah permainan yang lebih menonjolkan kegiatan individu atau perorangan. Individu berasal dari kata latin individuum yang artinya tidak terbagi. Permainan perorangan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu permainan perorangan sendirian dan permainan perorangan yang berhubungan. Permainan perorangan sendirian, seorang pemain hanya bermain seorang diri saja (sendirian) ia aktif, ia bergerak sendiri, ia tidak membutuhkan pemain lain, ia tidak mempunyai kaitan apa-apa dengannya. Sebaliknya permainan perorangan yang berhubungan, pemain satu dengan pemain lain saling berhubungan, dan saling berkaitan. Para pemain diikat oleh jenis permainan yang memaksa mereka bersaing, berkompetisi, dalam permainan ini pemain saling membutuhkan. Akan tetapi bukan untuk kerjasama melainkan untuk menjadi lawan yang harus dikalahkan atau ditaklukkan. Oleh karena itu jenis permainan ini membutuhkan pemain lebih dari satu orang. Dalam permainan perorangan tidak terlepas dari karateristik individu pemain karena dalam permainan tersebut pelaku melakukannya tanpa bantuan orang lain. Setiap individu memiliki kualitas diri dan sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa setiap individu memiliki potensi yang berbeda untuk berhasil dalam mempelajari keterampilan gerak tertentu. Namun sebenarnya bahwa pencapaian hasil prestasi belajar bukan karena dipengaruhi oleh sifat bawaan seperti di atas, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perbedaan kemampuan terjadi terutama karena kualitas fisik yang berbeda-beda. Perbedaan kualitas fisik terjadi karena pengalaman setiap orang berbeda-beda. Pada dasarnya permainan perorangan merupakan jenis permainan yang menonjolkan kegiatan individu. Anak diberi kebebasan untuk melakukan gerakan tanpa bantuan dari teman atau orang lain. Berdasarkan hal tersebut maka permainan perorangan memiliki kelebihan diantaranya : a) Dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar berasal dari diri sendiri bukan bantuan yang lain. b) Meningkatkan kemandirian siswa. c) Kondisi fisik anak lebih baik, karena kesempatan mengulang aktivitas lebih banyak. d) Terjadinya kompetisi yang lebih ketat dan seimbang, karena pemain satu melawan satu pemain yang lain. Disamping kelebihan di atas permainan perorangan juga memiliki kelemahan yaitu : a) Siswa kurang memiliki semangat dalam melakukan permainan.
b) Beban tugas yang harus ditanggung sendiri setiap individu terkadang dirasa memberatkan. c) Peningkatan hasil permainan perorangan terhadap tingkat kemampuan gerak dasar dirasa tidak merata tergantung daripada individu sendiri. b. Pendekatan pembelajaran bermain Groups games Permainan beregu adalah permainan yang dimana setiap pesertanya harus menjadi bagian sebuah regu. Jumlah anggota regu tergantung dari jenis permainan yang hendak dimainkan. Permainan beregu sangat mengutamakan kekompakan dan kerja sama antara anggota regu atau kelompok. Oleh karena itu tujuan utama permainan beregu selain untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan gerak dasar tetapi juga untuk memupuk rasa kebersamaan dan keakraban itu akan menjadi bagian hidup yang dapat diterapkan sehari-hari. Tujuan lain dari permainan ini yaitu untuk mengakrabkan suasana, menumbuhkan persaingan yang sehat dan memupuk semangat perjuangan. Khusus yang bagian terakhir ini sangat penting, karena bagi setiap orang khususnya anak-anak dan pemuda kegembiraan hidup dan kedewasaan diperoleh justru melalui perjuangan. Hidup berarti siap untuk menghadapi berbagai tantangan. Oleh karena itu hidup adalah proses perjuangan yang membutuhkan berbagai keputusan yang cepat, cermat dan akurat. Permainan beregu erat kaitannya dengan karakteristik kelompok karena dalam bermain secara beregu membutuhkan kerjasama antar anggota kelompok. Manusia di dunia tidak ada satupun yang dalam melaksanakan tugas sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Tidak hanya itu saja bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari pun perlu mengadakan hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu manusia harus berkelompok yang pada akhirnya berorganisasi dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karena pada hakekatnya menusia mempunyai kemampuan yang terbatas. Suatu kelompok didefinisikan sebagai dua orang atau lebih yang saling berinteraksi sedemikian rupa dimana setiap orang mempengaruhi dan terpengaruh oleh lainnya. Perlu disadari, bahwa setiap permainan itu memiliki kelebihan dan kelemahan. Berdasarkan pengertian permainan beregu dan karakteristik kelompok, maka dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahan permainan beregu. Permainan beregu memiliki kelebihan antara lain :
a) Untuk membangkitkan kepekaan diri seorang anggota kelompok terhadap anggota lainnya dalam kelompok, sehingga timbul rasa saling menghargai, saling keterbukaan dan saling toleransi. b) Untuk menimbulkan rasa solidaritas dari seluruh anggota kelompok sehingga timbul partisipasi yang spontan dalam rangka mencapai tujuan bersama. c) Memberi motivasi kepada siswa untuk melakukan gerakan yang benar dan sungguhsungguh. d) Peningkatan hasil belajar dapat dirasakan serempak, sehingga anak-anak dapat merasakan bersama dampak permainan beregu terhadap peningkatan kemampuan gerak dasar. Disamping kelebihan di atas, permainan beregu juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya : a) Apabila anak masuk kelompok yang kurang disukainya maka akan timbul perpecahan, sehingga tidak terjadi kekompakan. b) Beban kekuatan tergantung kekompakan dari kelompoknya. c) Apabila ada salah satu anak melakukan kesalahan maka semua anggota kelompoknya juga akan mendapatkan hukuman. d) Anak yang memiliki sifat introfet akan kesulitan dalam bermain secara beregu Karakteristik perkembangan anak Siswa hendaknya dipandang sebagai suatu individu yang unik, bukan orang dewasa dalam format kecil. Dalam diri siswa itu terdapat potensi untuk tumbuh dan berkembang, ada daya pengendalian dan pengarahan dirinya siswa itu mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai dirinya. Dengan sendirinya ia mengetahui kebutuhan belajarnya. Dengan demikian, siswa inilah yang berwenang mengambil keputusan dalam segala hal yang bersangkutan dengan proses belajar-mengajar. Siswalah yang seharusnya menetapkan cara, bahan, tempat dan tingkat hasil belajarnya. Prinsip ini juga berlandaskan pada kenyataan bahwa anak sebagai individu di samping mempunyai sifat yang universal, terdapat juga perbedaan yang berarti. Drowatzky (1975 : 53), menyatakan bahwa : “ Perbedaan individu itu dipengaruhi oleh bentuk badan dan watak, pola pertumbuhan, latar belakang pengalaman dan prestasi serta kapasitas fisik ”. Bentuk badan dan watak setiap anak mempunyai bentuk badan dan watak yang lebih cocok untuk suatu cabang olahraga dari pada cabang olahraga yang lain. Setiap bentuk badan mempunyai suatu karakteristik yang mempermudah keikutsertaannya dalam suatu cabang
olahraga tertentu. Watak seseorang akan lebih cocok untuk suatu kedudukan dalam tim atau olahraga dari pada tim atau olahraga lain. Sifat pasif, agresif, keras dan sosialitas seseorang menentukan kedudukannya dan peranannya dalam kegiatan olahraga atau program pendidikan jasmani. Menurut Piaget dalam Husdarta, Yudha M Saputra (2000 : 29-31) membagi kelompok umur menjadi empat fase berdasarkan perkembangan perilaku kognitif secara kualitatif yaitu :” fase sensori motor (0,0 – 2,0 tahun), fase preoperational (2,0 – 7,0 tahun), fase concrete operational (7,0 – 11,0/12,0 tahun) dan fase formal operational (11,0/12,0 – 14,0/15,0) ”. Anakanak adalah anak yang berusia 2 – 6 tahun dan anak yang berusia 6 sampai dengan 12 tahun (Gallahue dan Ozmun 1998:189). Selain itu menurut (Sugiyanto, 1998:8) anak-anak dapat dibagi menjadi dua bagian yakni masa anak kecil dan masa anak besar. Masa anak kecil adalah anak yang ber usia 1 atau 2 tahun sampai dengan 6 tahun. Sedangkan masa anak besar adalah anak yang berusia 6-10 tahun untuk anak perempuan dan antara 6 sampai dengan 12 tahun untuk anak laki-laki. a. Pertumbuhan pada Masa Kanak-kanak Awal Selama masa kanak-kanak awal, pertumbuhan tinggi dan berat tidak secepat pada masa kecil. Tingkat pertumbuhan melambat secara perlahan. Pada usia 4 tahun, anak-anak memiliki ukuran panjang tubuh 2 kali panjang tubuh sewaktu kelahirannya. Peningkatan jumlah total berat tubuh pada usia 2 sampai 5 tahun lebih rendah dari peningkatan pada tahun pertama. Proses pertumbuhan melambat setelah 2 tahun pertama, tapi tetap konstan sampai usia remaja. Peningkatan tinggi tahunan dari periode masa kanak-kanak awal sampai usia remaja adalah sekitar 2 inchi (5,1 cm) per tahun. Peningkatan berat rata-rata 5 pound (2,3 kg) per tahun. Masa kanak-kanak
awal,
oleh
karena itu,
menggambarkan
masa ideal
anak-anak
untuk
mengembangkan dan memperbaiki berbagai macam gerakan mulai dari gerakan dasar pada masa kanak-kanak awal sampai pada kemampuan olahraga pada pertengahan masa kanak-kanak. Karakteristik perkembangan berikut menggambarkan sebuah pembentukan penemuan dari berbagai macam sumber dan dihadirkan disini untuk memberikan pandangan yang lebih lengkap dari seluruh anak selama tahun-tahun masa kanak-kanak awal. 1. Karakteristik Perkembangan Fisik dan Motorik. a) Anak laki-laki dan perempuan dengan range dari sekitar 33 sampai 47 inchi (83,8-119,4 cm) dalam tinggi dan dari 25 sampai 53 pound (11,3-24,0 kg) dalam berat.
b) kemampuan perseptual motorik berkembang secara cepat, tetapi kebingungan sering terdapat pada tubuh, arah, waktu dan kesadaran akan tempat. c) Pengendalian buang air kecil dan buang air besar yang baik pada umumnya terbangun pada berakhirnya periode ini, tetapi hal-hal yang tak terduga tetap terjadi. d) Anak kecil selama periode ini secara cepat mengembangkan kemampuan gerakan mendasar dalam berbagai kemampuan motorik. Gerakan bilateral seperti loncat-loncatan, bagaimanapun, seringkali menunjukkan kesulitan yang lebih daripada gerakan unilateral. e) Anak kecil aktif dan energetik dan biasanya lebih memilih berlari daripada berjalan, tetapi mereka tetap memerlukan sedikit waktu untuk beristirahat. f) Kemampuan motorik dikembangkan dengan tujuan agar anak-anak mulai belajar bagaimana mereka berpakaian, walaupun mereka mungkin memerlukan bantuan meluruskan dan mengencangkan bagian-bagian dari pakaian. g) Fungsi tubuh dan proses menjadi lebih teratur. Sebuah tingkat keseimbangan (physiological homeostatis) terbangun dengan baik. h) Perkembangan tubuh anak laki-laki dan perempuan dapat dikatakan sama. i) Kontrol motorik yang baik tidak dibangun secara penuh, walaupun kontrol motorik yang kurang baik (gross) dibangun dengan cepat. j) Mata pada umumnya tidak siap untuk menutup dalam waktu lama karena penglihatan jauhnya. 2. Karakteristik Pengembangan Kognitif a) Selama fase ini anak-anak bersifat egosentrik dan beranggapan bahwa semua orang berpikir seperti mereka. Hasilnya, mereka kelihatannya sering bertengkar dan enggan untuk berbagi dengan yang lain. b) Mereka seringkali sangat ketakutan akan situasi yang baru, malu, sadar diri, dan tidak mempunyai keinginan untuk meninggalkan pengamanan yang kelihatannya telah biasa dikenal. c) Mereka belajar untuk membedakan benar dan salah dan mulai menuruti kata hati nurani. d) anak usia 2 dan 4 tahun seringkali terlihat aneh dan tidak seperti biasanya dalam perilaku mereka, dimana anak dengan usia 3 dan 5 seringkali digambarkan sebagai anak yang stabil dan sesuai dengan perilaku anak seusianya.
e) Konsep-diri secara cepat berkembang. Bimbingan yang bijaksana, pengalaman yang berorientasi pada keberhasilan, dan bantuan yang positif adalah hal-hal penting selama tahun-tahun ini. 3. Karakteristik Perkembangan Afektif a) Kesukaan anak laki-laki dan perempuan dapat dikatakan sama. b) Anak-anak cenderung egosentris, ingin selalu aktif bergerak dan umumnya menyenangi gerak berirama. c) Selalu ingin tahu, imajinatif/meniru-niru gerakan serta bersifat individualistik dan egosentrik dalam beraktifitas. d) Suka menjelajah dan mencoba-coba dalam beraktifitas serta suka gaduh dalam bermain. 4. Implikasi untuk Program Pengembangan Gerak a) Kesempatan yang banyak untuk permainan motorik gross harus diberikan dalam bentuk langsung adan tidak langsung. b) Pengalaman gerak seharusnya menekan eksplorasi gerak dan aktifitas penyelesaian masalah untuk memaksimalkan kreatifitas anak dan keinginan untuk mengeksplorasi sesuatu. c) Tekanan harus di tempatkan pada pengembangan sebuah jenis locomotor dasar, manipulatifdan kemampuan yang seimbang, kemajuan dari sederhana menuju kompleks/rumit sehingga anak menjadi ”siap”. d) Minat dan kemampuan anak laki-laki dan perempuan adalah sama, tidak memerlukan pemisahan aktifitas selama periode/masa ini. e) Aktifitas yang banyak yang didesain khususnya untuk meningkatkan perseptual motorik adalah diperlukan. f) keuntungan harus diambil dari anak yang mempunyai imaginasi yang hebat melalui susunan aktifitas seperti drama dan perumpamaan. g) Karena gerakan anak seringkali kaku dan tidak efisien, maka pastikan untuk mencocokksn pengalaman gerak sesuai dengan tingkat kematangannya. h) Karena anak-anak seringkali melakukan gerakan yang janggal dan tidak efisien, maka pastikan untuk memberikan latihan gerak yang sesuai dengan tingkat kematangan mereka.
i) menyediakan berbagai macam kegiatan yang melibatkan perlakuan objek dan koordinasi mata-tangan. j) mulai memasukkan aktivitas bilateral dan cross-lateral, seperti berlari cepat, skipping, setelah gerak unilateral seperti melompat telah dapat dilakukan dengan baik. k) memberi semangat pada anak-anak membantu dalam mengatasi kecenderungan untuk malu dan percaya diri untuk aktif dalam program pendidikan gerak dengan “menunjukkan” dan “memberi tahu” anak-anak lain apa yang dapat mereka lakukan. l) aktivitas harus melibatkan penekanan tangan, bahu dan badan bagian atas. m) tanpa penekanan, penyelesaian mekanik dengan benar dalam gerak dasar yang luas adalah tujuan pertama. n) jangan memaksa koordinasi pada persendian dengan kecepatan dan kegesitan. o) kebiasaan buruk dari postur dimulai. Perkuat postur yang baik dengan pernyataan yang positif. p) menyediakan akses yang nyaman ke fasilitas toilet dan menyarankan anak-anak untuk mengemban tanggung jawab. q) memberikan perbedaan individu dan memperbolehkan mereka untuk meningkatkan sesuai dengan tingkat mereka. r) membuat standar untuk sikap yang dapat diterima dan dipatuhi oleh mereka. Memberikan bimbingan yang bijaksana dalam membangun rasa akan melakukan hal yang benar dan tepat dan melakukan hal yang salah dan tidak dapat diterima. s) program pengembangan gerak harus menentu dan berdasar akan level perkembangan masing-masing individu. t) Pendekatan multisensory harus digunakan, yaitu, suatu pengalaman yang berbagai macam dimasukkan, menggunakan beberapa sensory modalities. b. Pertumbuhan pada Masa Kanak-kanak Akhir Periode dari usia 6 sampai 10 tahun dari masa kanak-kanak termasuk dalam peningkatan yang lambat tetapi konstan, baik itu dalam hal tinggi badan, berat dan kemajuan system motorik dan sensorik. Perubahan dalam pembangunan tubuh hanya terjadi sedikit saja dalam tahun-tahun ini. Masa kanak-kanak adalah lebih pada perpanjangan dan pengisian sebelum pertumbuhan prapubertal yang terjadi secara tiba-tiba pada usia sekitar 11 tahun (untuk anak perempuan) dan 13 tahun (untuk anak laki-laki). Walaupun tahun-tahun ini ditandai dengan pertumbuhan fisik yang
bertahap, anak kecil tetap melakukan peningkatan yang cepat dalam mempelajari dan fungsinya pada tingkat kematangan yang lebih dalam kemampuannya berolahraga dan bermain. Masa pertumbuhan yang relatif lambat ini memberi anak-anak tersebut untuk membiasakan diri terhadap pertumbuhan yag dialaminya, dan merupakan faktor penting juga pada perbaikan dramatik tertentu yang terlihat dalam koordinasi dan control motorik selama masa kanak-kanak. Perubahan secara gradual dalam ukuran dan terjalinnya hubungan tertutup antara perkembangan tulang dan jaringan dapat dijadikan faktor penting dalam meningkatnya tingkat fungsi. 1. Karakteristik Perkembangan Fisik dan Motorik a) Anak laki laki dan perempuan mempunyai tinggi sekitar 44 - 60 inchi (111.8 - 152.4 cm), memiliki berat sekitar 44 - 90 pound (20.0 - 40.8 kg). b) Pertumbuhannya lambat, khususnya dari usia 8 sampai akhir periode ini. Walaupun lambat tetapi kenaikannya teratur, tidak seperti pertambahan tinggi dan berat selama tahun-tahun pra-sekolah. c) Tubuh mulai memanjang, dengan pertambahan tinggi tahunan hanya 2 - 3 inchi (5.1 7.6 cm) dan pertambahan berat tahunan hanya 3 - 6 pound (1.4 - 2.7 kg). d) Chepalocaudal (dari kepala hingga jari kaki) dan pronsip perkembangan proximodistal (pusat keliling tubuh), yang mana otot yang lebih besar dalam tubuh akan lebih berkembang daripada otot kecil, dan ini sangat jelas. e) Anak perembuan pada umumnya setahun lebih depan dari pada laki laki dalam hal perkembangan psikologi, dan minat yang berbeda mulai timbul pada akhir periode ini. f) Preferensi/pilihan tangan terbangun dengan 85 persen memilih tangan kanan dan 15 persen tangan kiri. g) Waktu reaksi lambat, disebabkan oleh sulitnya koordinasi antara mata-tangan dan matakaki yang berada pada awal periode. Setelah berakhirnya periode ini, hal tersebut pada umumnya telah berhasil dibangun. h) Anak laki-laki dan perempuan sangat berenergi tapi seringkali memiliki daya tahan yang rendah dan mudah lelah. Walau bagaimanapun ketanggapan dalam latihan sangat hebat. i) Mekanisme pandangan perceptual telah terbangun sepenuhnya pada akhir periode ini. j) Anak-anak biasanya memiliki pandangan jauh selama periode ini dan tidak siap untuk bekerja dengan penglihatan dekat dalam waktu lama.
k) Sebagian besar kemampuan gerak dasar mempunyai potensi untuk diperbaiki selama periode ini. l) Keterampilan dasar diperlukan untuk permainan yang baik sebelum hal ini dikembangkan dengan baik. m) Aktivitas yang melibatkan mata, lengan dan kaki berkembang lambat. Seperti aktifitas bermain volley atau melempar bola dan melempar apapun membutuhkan latihan yang banyak untuk menjadi ahli. n) Periode ini menandai peralihan dari kemampuan gerak yang diperbaiki menuju pembentukan
keterampilan
gerak
transisi
dalam
menjalankan
permainan
dan
keterampilan atletik. 2. Karakteristik Perkembangan Kognitif a) Masa perhatian pada umumnya pendek pada awal periode ini tapi secara bertahap bertambah. Bagaimanapun, anak laki-laki dan perempuan pada usia ini akan lebih sering menghabiskan waktu untuk kegiatan yang menyenangkan begi mereka. b) Mereka sangat suka belajar dan menyenangkan hati orang dewasa tetapi masih memerlukan bantuan dan tuntunan dalam membuat keputusan. c) Anak-anak memiliki imaginasi yang bagus dan menunjukkan pikiran yang sangat kreatif; tapi bagaimanapun, kesadaran diri kelihatannya menjadi sebuah faktor pada akhir periode ini. d) Mereka biasanya menyukai televisi, computer, video game, dan membaca. e) Mereka tidak mempunyai kemampuan dalam berpikiran ringkas dan menghadapi contoh dan situasi nyata selama awal periode. f) Anak-anak secara intelektual sangat ingin tahu dan ingin selalu tahu “kenapa”. 1. Karakteristik Perkembangan Afektif a) Kesukaan anak laki-laki dan perempuan adalah sama pada awal periode, tetapi segera setelah itu mulai terdapat perbedaan. b) Anak cenderung egosentris dan tidak suka bermain dalam kelompok besar pada awal tahun ini, mereka lebih suka bermain dalam kelompok kecil . c) Anak-anak biasanya agresif, sombong, kritis, over-aktif, dan tidak dapat menerima kekalahan ataupun kemenangan dengan baik.
d) Terdapat ketidaksesuaian dalam kedewasaan; anak-anak biasanya lebih cepat dewasa di sekolah daripada di rumah. e) Anak-anak tanggap terhadap kekuasaan, hukuman “yang adil, disiplin, dan pemaksaan. f) Anak-anak suka berpetualang dan sangat ingin terlibat dengan teman dalam kelompok anak-anak yang melakukan kegiatan yang “berbahaya” atau “rahasia”. g) Konsep diri anak-anak tetap terbentuk. 2. Implikasi Program Pengembangan Gerak a) Harus tersedia kesempatan bagi anak-anak untuk memperbaiki kemampuan gerak dasar yaitu dalam daya gerak, manipulasi, dan ketetapan akan sebuah tujuan pada saat mereka labil. b) Anak-anak memerlukan bantuan dalam peralihan dari fase gerak dasar menuju fase gerak khusus. c) Penerimaan dan penegasan memberi tahu anak-anak bahwa mereka memiliki tempat yang aman dan tetap di sekolah dan rumah. d) Kesempatan yang berlimpah dalam pemberian semangat dan pemaksaan yang positif dari orang dewasa sangat diperlukan untuk meningkatkan pengembangan konsep diri. e) Kesempatan dan pemberian dorongan untuk mengeksplorasi dan mencoba melalui gerakan dengan tubuh mereka dan benda di lingkungan dapat meningkatkan efisiensi perceptual-motor. f) Harus terdapat pengalaman-pengalaman yang terbuka untuk mengenalkan akan tanggung jawab dan untuk menumbuhkan rasa percaya diri. g) Anak-anak belajar menyesuaikan diri terhadap permainan yang kasar dalam sebuah kelompok tanpa mereka menjadi kasar atau kacau. h) Kesempatan untuk memperkenalkan kerja tim harus diberikan pada saat yang tepat. i) Aktivitas yang melibatkan imajinasi dan kelucuan dapat dimasukkan dalam program selama tahun-tahun awal karena imajinasi anak masih tinggi/sangat baik. j) Aktivitas yang berkaitan dengan musik dan ritmik dapat dinikmati dalam tingkat ini dan sangat penting dalam meningkatkan kemampuan gerak dasar, kreativitas, dan pemahaman mendasar akan musik dan ritme. k) Anak-anak pada tingkat ini belajar dengan sangat baik melalui partisipasi aktif.
l) Aktivitas seperti memanjat dan bergantungan bermanfaat untuk mengembangkan tubuh bagian atas dan seharusnya dimasukkan dalam program ini. m) Situasi permainan diskusi yang melibatkan beberapa topik seperti bergantian (antri), fairplay, tidak mencontek, dan berbagai nilai universal yang mengandung arti pembedaan antara benar dan salah. n) Mulai menitik beratkan pada ketepatan, bentuk, dan keterampilan dalam melakukan gerak. o) Menganjurkan anak untuk berpikir sebelum mereka terikat pada sebuah kegiatan. Membantu mereka dalam mengenal resiko dengan maksud mengurangi sifat mereka yang sering nekat/sembrono. p) Membentuk kegiatan dalam kelompok kecil dilanjutkan ke kelompok yang lebih besar dan pengalaman olahraga team. q) Postur sangat penting, aktivitas memerlukan penekanan pada susunan tubuh yang tepat. r) Penggunaan aktivitas ritmik untuk memperbaiki koordinasi diperlukan. s) Keterampilan gerak khusus dikembangkan dan diperbaiki pada akhir periode. Latihan yang banyak, dorongan semangat, dan perintah selektif itu penting. t) Partisipasi dalam aktivitas olahraga anak-anak yang bila dikembangkan sesuai dan tepat dengan kebutuhan dan minat anak-anak harus di berikan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan dalam kajian ini, memberikan implikasi bahwa dalam merancang program pembelajaran, khususnya dalam menentukan pendekatan pembelajaran bermain yang akan digunakan sebagai wahana pembentukan karakter anak, para guru/orang tua perlu memperhatikan pilihan-pilihan metode, teknik dan strategi secara tepat. Metode atau bentuk permainan yang digunakan dalam proses pembelajaran harus dipertimbangkan efektifitas dan efisiensi dari metode tersebut dalam mencapai hasil pembelajaran yang maksimal. Dalam proses pendekatan pembelajaran bermain, karakteristik anak yang perlu diperhatikan dan menjadi dasar untuk menetukan pendekatan pembelajaran bermain yang digunakan adalah umur. Anak usia 2 – 6 tahun lebih cocok jika diberikan pendekatan pembelajaran bermain individual games sedangkan siswa usia 6 – 12 tahun lebih cocok jika
diberikan pendekatan pembelajaran bermain groups games. Dalam penjelasan diatas maka perbedaan anak dalam hal usia akan membawa implikasi bagi guru/orang tua dalam menentukan metode pendekatan pembelajaran bermain yang tepat dalam upaya pembentukan karakter anak. Saran Kepada guru maupun orang tua hendaknya lebih memilih pendekatan pembelajaran bermain dengan individual games untuk usia 2 – 6 tahun dan groups games untuk usia 6 – 12 tahun dalam upaya membentuk karakter anak, meskipun sebenarnya kedua jenis pendekatan pembelajaran bermain tersebut boleh diberikan untuk anak segala usia. Selain itu guru maupun orang tua juga harus memperhatikan karakteristik perkembangan anak.
Daftar Pustaka A. M. Patty. 1999. Permainan Untuk Segala Usia. Bandung : Gunung Mulia. Annarino, Anathony A., Charles, C. Cowell and Helen, W. Hozelton. 1980. Curriculum Theory and Design in Physical Education. St. Louis, Miss : The C.V. Mosby Company. Dwi Hatmisari. A, et al. 2009. Pelatihan Olahraga Anak Usia Dini. Jakarta. ASDEP. Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga Espenchade, Anna S. And Heler M. Eckert. 1980. Motor Development. Toronto : Charles E. Merill Publishing Company. Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. 3rd Edition. New York : Holt, Rinchart and Winston. Gallahue, David L. and Ozmun, John C. 1998. Understanding Motor Development. Fourth Edition, Indiana State University. The McGraw-Hill Companies, Inc. Hurlock, Elizabeth B. 1991. Perkembangan Anak. (Terjemahan olah Meitasari Tjandrasa dan Mushichah Zarkasih). Edisi ke 6 Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. Husdarta & Yudha M. Saputra. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Depdiknas. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Magill, Richard A. 1980. Motor Learning : Concepts and Applications. IOWA : Wm.C. Brown Company Publishers. M. Furqon H. 2008. Mendidik Anak Dengan Bermain. Buku Panduan Guru SD Bidang Jasmani. Surakarta : UNS Press. Rusli Lutan 2001. Olahraga dan Etika Fair Play. Jakarta : Depdiknas. Direktorat Pemberdayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Olahraga. Direktorat Jenderal Olahraga.
Sugiyanto. 1998. Perkembangan dan Belajar Gerak. Jakarta: Universitas Terbuka Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran http://smacepiring.wordpress.com/, Diakses Selasa, 27 Januari 2011