Kearifan Lokal: Bahan Pembelaiaran Sebagal Upaya Meniaga Nilai Budaya
dai
Modernisasi
.Gerusan Arus lnralr Abbas dan Umar
Raj ab .....................
Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling Berbasrs Kearifan Lokal Etnik Banjar untuk Membentuk Karalder Bangu pada Jalur
Pendidikan Formal
Jarkawi
237
Melestaikan Budaya Lokal Baniar melalui Mata Pelaiaran Muatan Lokal
di
Sekolah
Karunia Puji Hastuti & Parida Angriani
..........
..'..'."... 253
Nilai-Nilai Permainan Tradisional Masyarakat Baniar
MelisaPrawitasari...........
...... 263
Pengembangan Karakter Berbasrs Keaifan Lokal Haram Manyarah Waia Sampai Kaputing
MellyAgustina Permatasari
................
.'..
277
Kearifan Lokal sebagai Sumber Pembelaiaran IPS
Misnah
.............. 285
Undang-lJndang Suftan sebagai Budaya Tandingan (Praktik Undang-Undang Sultan Adam
diTanah Ke$ltanan Baniar)
Mohammad ZaenalArifin Anis
.............
..........'.""":"'.... 293
Pengembangan Ekonomi Kreatl Berbasis Kearifan Lokal melalui
.Tanggui"
Topi Khas Banjar Kalimantan Selatan Monry Fraick Nicky G.R.
.............
.............. 301
Pengembangan Pembelaiaran IPA Terintegrasi Lahan Gambut Muhammad Fuad Sya'ban
...................
Penggunaan Media Bahan Kmia Zat Aditif Alami
...." 307
pda Pewarnaan Kain
Sasrrangan sebagai Kaiian Pembelaiaran Berbasis Kearifan Lokal
Sfrafegi Pemberdayaan Masyarakat Penambang lntan melalui Pendidikan Berbasrs Komunitas Muhammad
Rahmattullah
Entrepreneurship Education Based
........................ 321
on LocalWisdom Values
of Bugis Community Muhammad
Da/toc t?u
Rakib...........
...... 333
I PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF BERBASIS KEARIFAN LOKAL MELALUI "TANGGUI" TOPI KHAS BANJAR KALIMANTAN SELATAN Monry Fraick NickY G.R'
[email protected]
I. PENDAHULUAN Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat di suatu tempat atau daerah, Merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu. Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007) kearifan lokal
merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan darigenerasi ke generasi sekaligus membentuk
pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib. Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang meneladani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.
* Makalah
dipresentasikan pada Seminar lnternasional Pendidikan Berbasis Etnopedagogi di HotelAria Barito Banjarmasin, 14 November 2015.
** Dosen Pendidikan Ekonomi FKIP Unlam,
?ladry 7aa*lfut&q
q.R
L
Wilayah Kuin, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan adalah wilayah yang memiliki ciri asli khaqBanjar dan memiliki kearifan budaya lokal yang masih kental, Berbagai
kerajinan khas Banjdrqlasih sangat mudah ditemui di daerah tersebut. Rumah-rumah panggung khas Banjar yang menjulang tinggi pun masih sangat mudah ditemui.Akan tetapi,
secara kualitatif wilayah ini termasuk dalam wilayah termiskin di Kota Banjarmasin. Hal ini disebabkan karena masyarakatnya berpendidikan rendah dan kurang memiliki keterampilan serta keahlian selain keterampilan yang telah diturunkan oleh orang tua mereka. Merosotnya kesejahteraan masyarakat disinitidak lepas dari hilangnya lahan pekerjaan
mereka yang semula bekerja di bidang perairan, seperti penyeberangan feri dan gefek serta pasar terapung. Sekarang, mereka hanya bisa mengerjakan apa yang dapat mereka kerjakan dengan'kedua tangan dan kerja keras mereka. Selain itu, masyarakat setempat hanya dapat menjadi buruh kasarnya sebagai pembuat tanggui dengan upah yang sangat murah, yakni sebesar Rp 1.000/buah. Upah tersebut sangat murah karena tidak sebanding dengan usaha dan kerja keras yang mereka lakukan untuk membuat sebuah tanggui. Dari pukul 07.00 WITA
s/d 17.00 WITA, maksimal mereka hanya dapat membuat 50 buah tanggui. Hasil tersebut, mereka hanya mendapat upah maksimal Rp 50.000 dengan waktu kerja 10 jam. Mereka pun hanya dapat berusaha di bidang perairan (seperti menyewakan perahu, mengantar turis-turis ke daerah Kuin) dan kerajinan tradisional (seperti menanggui, membuat kerupuk ikan gabus). Akan tetapi belum dapat mengembangkan produk yang khas berasal dari
wilayah mereka sendiri berupa tangguimenjadi produk unggulan wilayah mereka. Mereka juga belum terlatih untuk mengembangkan tangguimenjadi produk kerajinan yang lain. Keahlian dan keterampilan mereka tidak berkembang, padahal mereka memiliki potensi yang sangat bagus. Oleh karena itu diperlukan pelatihan yang dapat membuat mereka menghasilkan prOduk
yang inovatif dan kreatif sehingga dapat menambah nilai dan pemasukan mereka. Tangguiatau caping dalam Bahasa lndonesia merupakan topi tradisional di negeri ini. Terutama di daerah asalnya, tangguibiasanya digunakan para petani, peladang atau pedagang yang memasarkan dagangannya di atas sungai, Fungsi dari tanggui adalah untuk melindungi kepala dari sinar panas matahari. Namun saat ini sangat sulit mencari pengrajin
tanggui. Biasanya pengrajin tanggui sering dijumpai di kawasan kuin. Tapi saat ini hanya beberapa orang saja yang masih menggeluti kerajinan
ini.
\r*
Secara fisik, wilayah Kuin sangat strategis untuk dijadikan pangsa pusat kerajinan tanggui dengan berbagai macam bentuk karena letaknya yang menjadi pusat penyeberangan
wisata air di Banjarryrasin. Secara sosial, wilayah Kuin juga sangat bagus untuk menjadi pengembangan usaha tanggui desa karena sifat kekeluargaannya yang sangat kental membuat
pekerjaan bersama terasa menyenangkan. Secara ekonomi, wilayah Kuin sangat bagus untuk dikembangkan secara kreatif agar ekonomi di wilayah tersebut yang tergolong wilayah miskin menjadl wilayah sejahtera. Hal ini dapat dikembangkan dengan cara pengembangan usaha tangguiyang kreatif, inovatif dan berbasis kearifan lokal.
Tlrdry /,at$?/r?@ E.R
II. PEMBAHASAN
\
:
2.1 Kerajinan Tanggui Kalimantan Selatan yang merupakan daerah sentra pertanian, membuat pangsa pasar
tangguimasih tetap befuhan. Bahkan, topi khas suku banjar yang berbentuk parabola atau saji ini, diabadikan menjadi kubah Masjid Raya Sabilal Muhtadin, Banjarmasin. Tangguimerupakan
hasil kerajinan anyaman dari daun nipah berupa topi besar bundar (caping) yang berfungsi untuk melindungi diri dari panas dan hujan. Pangsa tangguimulai ramai terutama saat musim panen padi. Selain banyak digunakan para buruh sawah ketika panen, tanggui banyak digunakan dan menjadi ciri khas pada pedagang di pasar terapung. Kerajinan tanggui dibuat menggunakan
bahan baku nipah.
2.2 Nipah Namun dengan bahan baku daun nipah, semakin sulit dicari untuk mencukupi pesanan dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan tidak adanya budidaya pohon nipah, kecuali mengandalkan pohon nipah liar yang tumbuh di sepanjang aliran sungai. Sementara kerusakan
DAS ikut mengancam keberadaan pohon nipah. Cara membuat tanggui relatif sederhana. Bahan baku yang berasal dari daun nipah muda di jemur di bawah terik matahari hingga layu agar kuat. Kemudian di bentuk menjadi parabola dan diberi bingkat di tepinya. Pada bagian tengah di beri selupu (topi purun) ukuran kecil sebagai pelapis. Setelah selesai tinggal di keringkan dengan cara di jemur. Dikarenakan terbuat dari daun nipah, tanggui tak tahan air dan cepat rusak. Umumnya harya bisa bertahan satu sampai dua kali musim panen saja. Bagi sebagian suku Banjar, daun nipah juga banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan atap
dan dinding rumah seperti daun rumbia. Daun nipah dapat dibuat pembungkus makanan ketupat dan sebagainya.
2.3 Kondisi Masyarakat
Sasaran
t
Kelompok masyarakat wilayah Kuin tergolong ke dalam wilayah dengan masyarakat termiskin diwilayah Kota Banjarmasin (Dinas Sosialdan BPS 2014). Kesejahteraan masyarakat
sangat rendah, hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat tinggal tidak layak yang menjadi hunian masyarakat. Pendapatan masyarakat di wilayah Kuin rata-rata berkisar antara Rp 750.000-Rp '1.500.000, tergolong sebagai tingka* pendapatan yang rendah. Pendidikan masyarakat disini pun masih tergolong rendah. Rata+ata hanya menjadi lulusan Sekolah Dasar
dan yang menjadi lulusan perguruan tinggi dapat dihitung dengan jari.
2.4 Hubungan Antara Kearifan Lokal dengan Ekonomi Kreatif dan Tanggui Kearifan lokal, yang biasa terbungkus dalam bentuk adat istiadat, mitos, simbolisme,
kepercayaan, dan lain-lain, perlu dieksplorasi lebih jauh, untuk menjadi inspirasi bagi pembangunan dan pengelolaan lingkungan binaan masa kini dan masa depan. Di sisi lain, sangat menarik untuk mengkaji bagaimana pola pembelajaran pewarisan tradisi antar generasi yang terjadi, sehingga karakteristik suatu kampung adat memiliki daya tahan yang relatif cukup
terhadap desakan berbagai perubahan. Pendidikan kearifan lokal ini terkait dengan bagaimana
pengetahuan dihasilkan, disimpan, diterapkan, dikelola dan diwariskan, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (Barliana dkk, 2012: 119).
??/a'oul Taarkl
?lrrlq E. R
Perwujudah kearifan lokal yang termasuk dalam subsektor ekonomi kreatif menjadi
sebuah peluang ekonqmi kreatif yang menjanjikan, maka di sinilah letaknya added value, Added value yang berfungsi sebagai pemberi nilai tambah pada sebuah" produk atau hasil karya menjadikan produk atau hasil karya yang sebetulnya telah lazim ditemukan mampu menjelma menjadi produk atau hasil karya bernilai lebih dibandingkan hasil karya sejenis bagaimana menciptakan nilai ganda dari sebuah usaha dan atau produk atau hasil dari suatu karya. Bahkan secara statistik pula, ekonomi kreatif di lndonesia dianggap memiliki kontribusi yang cukup positif terhadap pembangunan ekonomi. Bukti nyata itu tercatat bahwa sumbangan ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya pada tahun 2010 (Rp 240,78 Miliar), tahun 2011 (Rp. 263,88 Miliar), tahun 2012 (Rp. 285,88 Miliar). Sementara sumbangan konomi kreatif berbasis media ddsain dan lptek pada tahun 2010 (Rp. 231,998 miliar), 2011 (Rp. 261,03), tahun 2012 (Rp. 288,007 miliar). Ekonomi kreatif memiliki manfaat bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
lndonesia, yakni pertambahan nilai suatu barang/jasa, dapat menciptakan lapangan kerja, memberi kontribusi bagi PDB nasional, memberi dampak sosial yang positif, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai budaya, serta meningkatkan inovasi. Dengan melihat potensi tersebut di atas, maka sasaran, arah, dan strategi diwujudkan dalam bentuk lnstruksi Presiden No, 6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif. Semakin digaungkannya ekonomi kreatif, sebagian besar wilayah lndonesia mulai menggiatkan ekonomi kreatif berbasis potensi daerah dan kearifan lokal yang dimiliki. Peran Pemerintah Daerah dalam membentuk ekosistem ekonomi kreatif sangat penting, terutama dalam hal menentukan produk yang akan dikedepankan untuk menjadi ciri khas daerahnya Tanggui merupakan warisan budaya dan ciri khas daerah suku Banjar, Kalimantan Selatan. Banyak sekali nilai-nilai yang dapat diangkat dari tanOAuitersebut, antara lain kerja keras, ketekunan dan sabar, Pembuatan tanggui pun menggambarkan bagaimana sebuah
hasil memerlukan proses yang lama sebelum dapat dinikmati dengan sempurna sehingga hasilnya dapat bermanfaat bagisi pembuat dan bagi si pemakai. Sebagaimana warisan budaya
yang lain, pembuatan tanggui pun dapat mengalami kepunahan dikarenakan sedikitnya minat masyarakat, khususnya kaum muda untuk mempelajariwarisan budaya ini. Padahal pembuatan tanggui sangatlah rumit dan memerlukan ketelitian. Pandangan kaum mudf,untuk meneruskan
usaha fanggul sangatlah dilematis. Diantara gempuran era globalisasi, dimana para kaum muda lebih memilih menjadi pegawai, khususnya pegawai negeri sipil, dibandingkan berusaha sendiri untuk mengembangkan ekonomi kreatif di daerahnya. Tangguiapabila dikelola dengan baik dan ditambahkan nilai-nilai inovasi didalamnya (added va!ue), maka akan menambahkan pula keuntungan berkali-kali lipat. Produk Tanggui ditangan yang tepat nantinya tidak akan berupa penutup kepala lagi, akan tetapi akan mempunyai daya tari[ tersendiri, yaitu dapat dibuat menjadi souvenir sebagai cenderamata khas Kalimantan
Selatan, souvenir perkawinan, dan lain sebagainya. Selama ini, tangguihanya digunakan sebagai penutup kepala dan tempat persemaian bibit semangka. Tangguihanya dijual seharga Rp.4.000,00 kepada pengepuldan dijual kembaliseharga Rp. 10.000 oleh mereka. Pengerajin tanggui hanya akan mendapatkan bayaran sebesar Rp. 1.000,00 perbuah. Hal ini sangat tidak
dan perlengkapan spbanding dengan resiko yang dihadapi mereka. Dengan alat seadanya pada saat pembuatan tanggui keselamatan seadanya, tidak jarang mereka mengalami kecelakaan
terslbut.
"Tangguidapat dikreasikan menjadi sesuatu yang unik dan menarik, maka akan Sasirangan dan akan menambah daftar souvenir khas Kalimantan Selatan selain Kain di sepanjang tepi sungai mempunyai nilai ekspor besar. Sentra pengrajin tanggui tersebar Tapin, serta Hulu sungai Martapura dan DAS Barito di Banjarmasin dan sebagian di Kabupaten
selatan. Namun dari waktu ke waktu, jumlah pengrajin tanggui terus berkurang.Pekerjaan rata-rata sebagai buruh masyarakat disini hanya meliputi pekerjaan kasar. Kaum lakilaki perahu wisata, dan pekerjaan bangunan, bekerja di pelabuhan, mencari ikan, menyewakan kerupuk ikan haruan' kasar lainnya. Sedangkan kaum perempuan bekerja membuat tanggui, membersihkan ikan haruan, dan pekerjaan kasar lainnya' pengrajin bisa membuat 15 Bagi pengerajin tanggui itu sendiri, dalam sehari rata-rata pasar terapung, seharga Rp buah tanggui. Untuk satu ikat daun nipah yang dibeli di kawasan sedang dijual pengralin 1.000 dapat dibuat tiga buah tanggui. Harga sebuah tanggui ukuran untuk tanggui ukuran kepada pedagang pengumpul berkisar antara Rp 2.500 dan Rp 5'000 sendiri, tetapi masyarakat besar. Masyarakat pernah berinisiatif untuk membuka usaha tanggui tidak ada lagijalan Kuin tidak mampu mencari sumber bahan baku dan pemasaran. sehingga, lain' mereka untuk berusaha kecuali menjadi buruh fanggul di tempat orang
!II. SIMPULAN
pantang Kearifan lokal yang dapat ditangkap dari Tanggui ini adalah semangat yang mendasar dari sebuah inti menyerah, kerja keras, ulet. Dimana hal ini menjadi sesuatu yang relatif cukup kuat terhadap dari kearifan lokal dikarenakan karakteristik tersebut daya tahan ekonomi. Walaupun sudah mulai berkurang para
desakan berbagai perubahan dan desakan pengrajin tanggui,diharapkan pemerintah ikut andil dalam memajukan produk ini' Pemerintah penyuluhan-penyuluhan di bisa mengambil langkah aktif seperti mengadakan pameran dan sekolah terkait pelestarian budaya. Upaya pelestarian tanggui antara lain: Tanggui 1. Memperkenalkan kepada masyarakat aktn makna tanggui itu sendiri' adalah ciri khas Kalimantan Selatan dimana budaya memakai tangguisebagai
tutup kepala pada saat melakukan aktivitas sehari-hari. Caranya adalah bekerja pemerintah sama dengan instansi terkait seperti departemen kebudayaan dan luar daerah Oeigan mengadakan pameran-pameran baik itu di daerah ataupun daerah. hal
2. Memperkenalkan kepada generasi muda dengan cara lomba kreativitas dalam menghias tanggui dalam warna-warna menarik' 3. Memasukkan-iangguisebagai salah satu sub tema pembelajaran muatan lokal Pada setiaP jenjang Pendidikan.
?Zar4,ul
/'at$
7/frl4 E,R
Akhmar, Andi M. &an Syarlfuddin. 2007. Mengungkap lGarifan Lingkungmsu/arryesi Setatan. PPLH Regionalsulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negira Lingkungan Hidup
Rl dan Masagen4 Press, Makasar. Keraf, Sony. 20ffi. Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas.
wahono, Francis. 2005. Pangan, Kearifan Lokl dan Keanekangaman Hayati. yogyakarta:
-t
1:
,rSn
3ta&4 V4t?n7A.4
q,R