Me ray Hendrik Meztik: Pertimran Presiden No. .16 Tahun 2005 Tentang
Pengadaan...
PERATURAN PRESIDEN NO. 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SEBAGAI AKTUALISASI HAK MENGUASAI DARI NEGARA ATAS TANAH DI INDONESIA Meray Hendrik Mezak ABSTRACT As the Presidential Regulation or Peraturan Presiden abbreviated Perpres Number 36 of 2005 on Land Availability for Public Usage came into force many academics, scholars in agrarian law and even public showed a broad resistance and rejection. This is, of course, intersting to study since land is the primary necessity (footstool) of every human being. Such necessity needs government protection. How far the government has already supplied the citizens with adequate (legal) protection and land management is the focus of this study.
Bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan rakyat. Pernyataan ini tidak hanya kita temukan dalam rumusan normative Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), melainkan juga dalam Pasal 33 ayat (3) Undangundang Dasar 1945. Prinsip half menguasai negara yang dianut oleh 40-)
hukum agararia yang berlaku saat ini sangat berbeda dengan prinsip yang dianaut pada masa pemerintahan kolonial (Hindia Belanda) di mana asas Domeinverklaring berlaku sebagaimana yang diatur dalam Agrarische Wet (S.I870-55) dan Agrarische Besinil (S. 1870-118). Di samping itu politik hukum agraria pemerintahan kolonial saat itu mempunyai sifat dualisme, yaitu dengan berlakunya ketenluan-
IMW Review, h'tikultas Hukum Universitas I'elilu lltiriipuii. Vol. V. No.2. November 2005
Mcmy Ht'iidrik Mczak: Peralumn Prcsidcn Nt>. J6 Tahun 20!)5 Tenltutg Pengadaan...
ketentuan yang didasarkan pada prinsip dan hukum barat bagi penduduk golongan Eropa, dan hukum adat bagi penduduk Bumi PutradanTimurAsing. Kehadiran UUPA meninggalkan asas Domeinverklaring dan menghapus sifatdualisme hukum agraria Indonesia, sehingga tercipta unifikasi hukum dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan prinsipprinsip hukum agraria sebagaimana yang terdapat dalam UUPA, negara tidak lagi memposisikan diri sebagai pemilik tanah, melainkan sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa untuk bertindak sebagai Badan Penguasa, pada tingkatan tertinggi untuk: a. mengaturdan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya; b. menentukan dan mengatur hakhak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu; c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Semua hak-hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, akan tetapi bukan berarti mengabaikan hak-hak dan kepentingan pribadi. Hal ini berbedadengan pemahaman hak atas tanah sebagaimana yang dikenal dalam hukum barat di mana pada prinsip hukum barat yang menekankan pada hak-hak individual yang bebas dan mutlak. Dimaksud semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial berarti semua hak atas tanah apabila ada kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan pribadai atau perorangan, maka yang dikedepankan yaitu kepentingan umum. Dengan demikian hak subyek yang melekat pada obyek tanah harus dengan kesadaran untuk meiepaskannya demi untuk kepentingan umum. Rumusan Pasal 18 UUPA berbunyi sebagai berikut: Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dieabut. dengan memberi ganti kerugian yang layak dan men unit cara yang diatur
IMW Review, h'akullas Hukum Vuiversilas Pelita Harapan, Vol. V, No.2, November 2005
47()
Me ray Hendrik Mezuk: Peraturan Presiden No. J6 Tahun 2005 Tentang.
dengan undang-undang. Penerapan Pasal 18 UUPA ini, bukanlah suatu hal yang serta merta dan arogansi negara terhadap hak-hak rakyat atas tanah, melainkan justru jaminan dari negara bahwa pencabutan hak-hak rakyat atas tanah harus diikuti dengan syarat ganti rugi yang layak artinya nilai dari obyek (tanah) yang diambil alih untuk kepentingan umum tidak akan surut atau hilang. Pengaturan lebih lanjut mengenai pencabutan hak atas tanah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan hak-hak atas Tanah dan Bendabenda yang Ada di Atasnya. Dalam ketentuan tersebut memberikan kewenangan kepada Presiden untuk mencabut hak atas tanah dari seseorang/subyek hukum setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Hukum dan HAM (dahulu kehakiman) dan Menteri terkait dengan pencabutan hak atas tanah yang dimaksud. Hal ini merupakan tindakan yang sangat penting, karena mengurangi hak seseorang. Oleh sebab itu yang mempunyai kewenangan memutus yaitu Presiden. Pengadaan tanah bagi kepentingan umum telah bcberapa 471
kali diatur dengan aturan pelaksana antara lain Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Keppres No. 55 Tahun 1993). Ketentuan pelaksana Keppres ini diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994. Terakhir dengan Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 ada 3 cara mengalihkan hak rakyat atas tanah yaitu: a. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah kepada negara; b. Jual beli atau menukar secara langsung dengan Instansi Pemerintah atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak untuk luasnya tidak lebih dari I (satu)hektar(lihat Pasal 21) c. Pencabutan hak atas tanah. apabila pemegang hak, apabila pemegang hak atas tanah tidak menerima pelepasan hak atas tanah (lihat Pasal 21).
IMW Review, l-'akullas Hukum llniversilus I'elila Harapuii. Vol. V. No.2. November 21)1)5
Me ray Hendrik Mezuk: Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tenlang Pengadaan...
Carapengalihan hak atas tanah rakyat sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum, sebetulnya tidak mempunyai perbedaan yang prinsipil dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum, hanya saja item pembangunan untuk kepentingan umumdiperluasdari 14itemmenjadi 21 item. Sebagai gambaran dalam Pasal 5 Keppres No. 55 Tahun 1993 berbunyi sebagai berikut: Pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan Keputusan Presiden ini dibatasi pada: 1. Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnyadimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan, dalam bidang-bidang antara lain sebagai berikut: a. Jalan umum, saluran pembuangan air; b. Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya tennaukirigasi; c. Rumah Sakit Umum dan Pusat-pusat Kesehatan Masyarakat:
d. Pelabuhan atau Bandar udara atau Terminal; e. Peribadatan; f. Pendidikanatausekolahan; g. Pasar Umum atau Pasar Inpres; h. FasilitasPemakamanumum; i. Fasilitaskeselamatanumum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan Iain-lain bencana; j . PosdanTelekomunikasi; k. Sarana olah raga; 1. Stasiun penyiaran Radio, Televisi beserta sarana pendukungnya; m. Kantor Pemerintah; n. FasilitasAngkatanBersenjata Republik Indonesia. 2. Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain yang dimaksud dalam angka I, ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Substansi yang sama diatur dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam pengaturan baru ini lebih diperjclas dan menamhah lujuh
IJIW Review, Fakullas Hiikiim VniversiUis I'elila flurapan, Vol. V, No.2, November 2005
472
Me ray Hciulnk Mc7.uk: I'craluran Presiden No. J6 Tahun 2005 TenUing Pengadaan...
item tentang obyek kepentingan umum yaitu: o.Lembaga Pemasyarakatan dan RumahTahanan; p. Rumah Susun Sederhana; q. Tempat Pembuangan Sampan; r. Cagar Alam dan Cagar Budaya; s. Pertamanan; t. Panti sosial; u.Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. Jika dibandingkan dengan antara Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan pembangunan untuk Kepentingan Umum (Perpres No. 36 Tahun 2005) dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 (Keppres No. 55 Tahun 1993) tentang hal yang sama, sebetulnya tidak mengalami perubahan yang berarti, bahkan dalam aturan peralihan PERPRES No. 36Tahun 2005 tidak serta merta mencabut Keppres No. 55 Tahun 1993 sepanjang tidak bertentangan dengan peipres tersebut (lihat 21 Peipres No. 36 tahun 2005). Menjadi pertanyaan mengapa Perpres No. 36 Tahun 2005 tersebut mendapat respon yang negatif atau penolakan yang luas dari 473
masyarakat?. Berikut ini beberapa potongan beritayang menolak: Harian Kompas, 20 Juni 2005:17 memuat berita "Ratusan Orang Berunjuk Rasa di Istana-Tolak Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005". Komisi II DPR Tetap Ingatkan soal Revisi Perpres No. 36 Tahun 2005 (Kompas, 28/09/2005:39). Pemerintah saat ini seperti "tidak memiliki, telingadan hati" menyikapi soal pertanahan ini. "Perpres No. 36/ 2005 bisa menjadi bentuk baru pemaksaan pemerintah terhadap rakyatnya". (Suara Pembaharuan Daily). Banyak lagi berita-berita penolakan terhadap Perpres tersebut bahkan para pakar hukum agararia bernada tendensius negeatif dengan hal ini. Boedi Hartono dan Arie S. Hutagalung, masing-masing sebagai guru besar Fakultas Hukum UniversitasTri Sakti dan Universitas Indonesia dalam Seminar 45 tahun UUPA (Pusat Studi Hukum Agraria FH USAKTI Jakarta, 21 September 2005), menyimpulkan antara lain: I. Perpres 36/2005 dibuat untuk mengatasi berbagai kesulitan yang muncul dalam penyediaan tanah untuk berbagai keperluan
IMW Review, inkiilius Hukum lliiiversilas I'elilu Harupun. Vol. V, No.2, November 2005
Meray Hcndrik Mczak: Peruluran Presiden No. if> Tahun 2005 Tenlang Pengadaan...
termasuk pembangunan infra struktur. 2. Perpres ini memang banyak mengandung kelemahan,akan tetapi dari sisi positif, menunjukkan adanya keinginan Presiden mengatur Pengadaan tanah tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Hal ini sekaligus merupakan pencerminan keinginan pemerintah mensejahterakan rakyatnya. 3. Tetapi sanagat disayangkan maksud tersebut memperoleh tantangan bahkan kecaman dari berbagai pihak, karena apa yang ditulis dalam perpres tersebut terdapat beberapa hal yang jelasjelas melanggar prinsip-prinsip dasar atau asas-asas pengadaan tanah. 4. Bahwa Perpres ini sama sekali tidak mengikat rakyat. Sehingga tidak perlu ada kekuatiran atau kepanikan yang berlebihan tentang pemberlakuan Perpres ini. Perpres 36 tahun 2005 pada hakekatnya merupakan instruksi kepada pelaksana pengadaan tanah uiituk kepentingan umum
tentang tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum. 5. Hanya ada ada satu cara agar pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum ini dapat berjalan dengan baik, yaitu kembali pada asas-asas pengadaan tanah, dan pemerintah dengan lapang dada dan bijak, bersedia menerima masukan yang positif untuk menyempurnakan Perpres ini, atau membuat undang-undang tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dari kesimpulan seminar tersebut dapat ditarik intinya pada prinsipnya Perpres 36 Tahun 2005 melanggar prinsip-prinsip dasar atau asas-asas pengadaan tanah dan dan tidak mengikat rakyat. Arie S. Hutagalung pada intinya merumuskan antara lain; penguasaan tanah dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun, harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah nasional... dalam arti kata harus ada jaminan dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah (Hutagalung, 2005:3,5).
IJIW Review, h'akulUts Hukum (JuivemiUis I'eliln Hurupan, Vol. V. No.2. November 2005
474
Me ray Hemlrik Mezuk: Peraluran Presiden No. J6 Tahun 2005 Tentung
Sebaliknya dari pihak Pemerintah tetap pada pendiriaannya. Gubernur DKI Jakarta misalnya berketetapan akan menerapkan Perpres No. 36 tahun 2005 (Investor Daily, 21/06/2005:11), "BPN Siapkan Aturan Pelaksana Perpes No. 36 tahun 2005" (Kompas, 27/ 09/2005:3). Dari materi yang diatur dalam Perpres No. 36 tahun 2005, bagian mana yang dapat disebut bertentangan dengan prinsip dasar atau asas-asas pengadaan tanah? Arte S. Hutagalung tidak secara tegas merinci bagian mana yang bertentangan. Hanya saja Penulis dapat menangkap yang dipermasalahkan yaitu mengenai penafsiran kepentingan umum dan prosedur pembebasan tanah yang terkesan musyawarah yang dipaksakan. Perpres No. 36 tahun 2005 merumuskan kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat (Pasal I angka5). Dari rumusan ini dapat dimengerti kalau banyak pihak masih mempersoalkan batasannya. Dikuatirkan pemahamannya bias, melebar pada kepentingankepentingan yang mempunyai muatan 47S
Pengadaan...
komersial yang pada akhirnya tidak menguntungkan rakyat banyak, melainkan pada orang atau kelompok tertentu. Akan tetapi kalau kita perhatikan yang dimaksud pembangunan untuk kepentingan umum, Pasal 5 Perpres No. 36 tahun 2005 telah merinci dengan jelas itemitemnya. Kemudian dalam bagian menimbang konsideran peraturan presiden tersebut menyebutkan: "bahwa dengan meningkatnya pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlikan tanah, maka pengadaannyaperlu dilakukan secara cepat dan transparan dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah". Mengenai prosedur pengadaan tanah dalam Perpres No. 36 tahun 2005, bisa dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; atau pencabutan hak atas tanah. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan dengan berbagai alternatif yaitu: carajual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara suka rela olch pihak-pihak yang bersangkutan lihat Pasal 2). Pelaksanaannya hams memperhatikan prinsip penghormatan
IAIW Review, F'akulUis llukinii Universitus I'elila Harapan, Vol. V, No.2. November 2005
Me ray Hendrik Mezak: Peraluran Presiden No. 36 Tahun 2005 Tenia tig
tehadap hak atas tanah artinya kompensasi dengan cara apapun tidak sampai mengurangi nilai yang melekat pada obyek tanah yang dilepas atau diserahkan oleh subyek yang mempunyai hak atas obyek tanah tersebut. Kecuali rakyat menyerahkan secara suka rela atau menghibahkan kepada negara. Musyawarah dapat dikatakan sebagai suatu cara yang dapat memuaskan semua pihak dalam proses pembebasan hak atas tanah. Perpres No. 26 tahun 2005 merumuskan pengertian "musyawarah adalah kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat, serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak-pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan lanah (Pasal 1 angka 10). Pihak-pihak yang diikut sertakan dalam proses musyawarah yakni subyek pemegang hak atas
Pengadaan...
obyek yang akan dibebaskan, panitia pengadaan tanah, dan instansi Pemerintah atau pemerintah daerah yang memerlukan tanah (lihat Pasal 9 ayat (1). Batas waktu yang ditentukan paling lama 90 hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama (lihat Pasal 10 ayat (1). Tujuan dari penetapan jangka waktu musyawarah yaitu untuk kepastian hukum mengingat dasar pertimbangan dalam rangka pengadaan tanah bagi kepentingan umum dilakukan secara cepat dan transparan. Namun demikian tanpa harus mengorbankan hak-hak dari subyek yang melekat pada obyek yang akan dibebaskan. Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas: a. Nilai jual Obyek Pajak atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia; b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanseungdi bidantj bangunan. c. Nilai jual tanaman yangditaksir oleh perangkat daerah yang
I JIM- Review, l-'akiiltas Hukum Viiiverxitas I'elila Harapan, Vol. V, No.2, November 2005
47ft
Meruy Hcndrik Mez.uk: Peraturan Presiden No. .16 Tahuii 2005 Tentang PengiuhuiH...
bertanggung jawab di bidang pertanian. Dari jenis nilai jual sebagai dasar perhitungan besarnyaganti rugi, rumusan nilai nyata bisa mempunyai tafsiran yang berbeda-beda. Perpres No 39 tahun 2005.tidak memberikan pengertian secara rinci apa yang dimaksud dengan nilai nyata apakah pemahaman itu dimaksudkan nilai kuantitatf atau kualitatif. Nilai kuantitatif selalu dikaitkan dengan perhitungan harga (mata uang). Nilai Kualitatif mengacu dan melekat pada obyek dan letaknya. Tampaknya, yang dimaksud dengan nilai yang nyata adalah market value atau harga pasar yang wajar, yaitu harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli untuk sebidang tanah dalam keadaan yang wajar, tanpa ada unsur paksaan untuk menjual atau membeli (Sumardjono, 2005:76). Tidak dicantumkannya pemahaman yang jelas tentang nilai nyata tentang pembebasan tanah berikut benda-benda yang terkait dengan tanah dalam Perpres No. 36 tahun 2005 mendapat kecurigaan dan penolakan yang meluas di tengahtengah masyarakat mengingat Negara dalam hal ini penyelenggura negaia 477
melalui Panitia Pembebasan Tanah dapat menetapkan nilai ganti rugi secara sepihak apabila tidak terjadi kesepakatan dengan pemegang hak atas obyek tanah berikut benda yang ada di atasnya. Dalam hal subyek yang mempunyai hak terhadap obyek tersebut tidak bersedia menerima ganti rugi atau kepada subyek yang tidak dapat ditentukan, maka ganti rugi tersebut dititpkan di pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan (lihat Pasal 16).Bahkan Pasal 18UUPA merumuskan "Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undangundang. Pencabutan hak atas tanah menjadi kewenangan Presiden dengan perantaraan Menteri Agraria melalui Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan (lihat Pasal 2 auat (1) UU No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya). Berdasarkan rumusan normative sebagaimana isi Perpres No. 36 tahun 2005 sebagaimana
IMW Review, l-'akultas Hukum Universalis I'elitu liarapan. Vol. V, No.2, November 2005
Meray Hcndrik Mezak: Peraturan Pre.siden No. if) Tahun 2005 Tentang Pengudaun...
dikemukakan sebelumnya, Penulis berpendapat bahwa peraturan presiden tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar atau asas-asas pengadaan tanah. Bahkan tidak sekedar Instruksi Presiden kepada aparat pertanahan sebab kedudukan Peraturan Preseiden merupakan salah satu bentuk sumber hukum formil dan tata urutan perundang-undangan sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 10 Tahun2004Tentang (lihatPasal...) baik itu sebagai penerapan asas atribusi, delegasi ataupun sebagai kebijakan pemerintah. Hak-hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 UUPA mempunyai fungsi sosial. Prinsip ini sangat berbeda dengan prinsip yang ada pada konsep hukum barat (Buku IIBW) di mana hak atas tanah (barat) khususnya hak eigendom bersifat absolut. Pemahaman semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial dalam UUPA tidak dimaksudkan hak-hak individual diabaikan atau mengabaikan hak asasi manusia. Akan tetapi dimaksudkan manakala kepentingan yang lebih besar(rakyat dan negara) menghendaki,maka
kepentingan perorangan atau kelompok harus mengalah dari kepentingan yang lebih besar itu. Namun demikian nilai-nilai dari subyek yang melekat pada obyek tetap dihargai sehingga orang-orang atau kelompok yang melepaskan hak atas tanah berikut benda yang ada di atasnya tidak mengalami kerugian atau nilai kekayaan mereka berkurang dari segiekonomi. Disadari ketentuan hukum normatif tidak akan selalu seiring dengan aplikasi di lapangan oleh sebab itu peran pengawasan sangat menentukan dalam pelaksanaan suatu pengaturan dan kebijakan pemerintah. Atas dasar prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang salah satu prinsip yaitu kecermatan, kehatihatian dalam penerapan suatu pengaturan/kebijakan merupakan kunci mengatasi permasalahan pembebasan tanah bagi kepentingan umum di samping penegakan hukum berupa pengenaan sanksi yang tegas tanpa terkecuali bagi aparat penyelenggara negara tanpa terkecuali, dengan mengacu pada hukum yang berlaku. Dengan demikian diharapkan tindakan-
IAIW Review, Fakultas Hukum Vniversilas I'elila llarapan. Vol. V, No.2, November 2005
47X
Meruy Hendrik Mez.uk: Peruturan Presiden No. J6 Tafiun 2005 Tettlang Pengadaan...
tindakan yang tidak terpuji oleh semua pihak dapat dihindari. Kekuatiran yang berlebihan terhadap adanya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 menurut pendapat Penulis, tidaklah pada tempatnya karena jelas dasar pijakannya pada konstitusinal dan tidak melanggar prinsip dasar hukum pertanahan nasional sepanjang ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Di samping itu anggota masyarakat yang mengalami kerugian atas hak-hak atas tanah dapat mengajukan keberatan pada Gubernur di mana wilayah obyek tanah itu berada dan bahkan bisa ke pengadilan tinggi di mana letak obyek tanah tersebut, sepanjang menyangkut nilai ganti rugi terhadap tanah yang dicabut haknya (Pasal 8 UU No.20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-hak Atas tanah dan Benda-benda yang ada di Atasnya). Bahkan tanah yang telah dicabut haknya tetapi ternyata tidak dipergunakan sesuai rencana pemntukannya yang seharusnya, maka orang-orang yang semula berhak atasnya diberi prioritas pertama untuk mendapatkan kembali tanah dan/atau benda tersebut (lihat Pasal 11). 471)
Konsep hak menguasai dari negara atas tanah tidak dimaksudkan negara diposisikan sebagai pemilik tanah melainkan mengaturdan menyelengarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya. Dengan melihat materi yang diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 36 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dapat disimpulkan aturan ini tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip dasar hukum tanah nasional serta merupakan tindak lanjut dari aktualisasi hak menguasai dari negara atas tanah di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Arie S. Hulagalung, "Tinjauan Kritis Terhadap Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun
2005
(Khususnya
menyangkut pengerlian Kepentingan Umum)" (Makalah Disampaikan dalam Seminar45 Tahun UUPA Pusal Sludi Hukum Agraria FH-Usakti). Jakarta, 21 September 2(X)5
IJIW Review, h'akullas Hukum Universilas I'elila Harapaii, Vol. V, No.2, November 2005
Mcray Ncnilrik Mezak: Peru.tu.run Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan... "Pcnycrahan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961
Kewcnangan Bidang Pertanahan
Tentang Pencabutan Hak Alas Tanah
Kepada Daerah Olonom" (Makalah
Dan Benda-benda yang Ada di
Disampaikan dalam Seminar 45 Tahun
Atasnya Lembaran Negara 1961 - 288
Bocdi
Harsono,
UUPA Pusat Studi Hukum Agraria FHUsakti), Jakarta 21 September 2005
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Lembaran
Maria S.W. Sumardjono,
Kehijakan
Negara 1992-115
Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi,
Jakarta: Penerbit
Kompas, 2005
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Lembaran
Investor Daily. "Sutiyoso Tetap Terapkan
Negara Tahun 2004-53
Perpres 36/2005", Jakarta, 21 Juni 2005:11 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Kompas. Jakarta, 20 Juni 2005:17, 28
Tentang Pengadaan Tanah Bagi
September 2005:3,39.
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Suara Pembaruan Daily. Perpres "36/2005 Bisa Jadi Alat Paksa Rckonstruksi Daerah
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
Bcncana",
Tentang Pengadaan Tanah Bagi
hltp://w ww.suarapemharuan.com/Ncws/
Pelaksanaan Pembangunan Untuk
2(K)5/()5/l()/Kesra/kcs()l.htm.akscs 11 Mci
Kepentingan Umum.
2(X)5 Undang-undang Nomor 5 Tahun I960 Tcntang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (UUPA) Lembaran Negara I960- 104
IJIW Review, I'tikullus Hukum Utliversitas I'elilu Harapan, Vol. V. No.2. November 2005
4X0