MANUSIA MEMILIH GENERASI PENERUS(NYA) (Refleksi Moral-Etis atas Amniocentesis Eugenik)
“Apa gunanya untuk kemanusiaan bila orang-orang yang menderita keterbelakangan mental, tuli, bisu, dan idiot dibiarkan hidup? Bukankah lebih baik dan lebih rasional untuk mencabut pertama kalinya penderitaan tak terhindar ini, di mana hidup sengsara mereka akan menyelubungi hidup mereka sendiri dan keluarga mereka?” Dr. Ernst Haeckel (1834-1919), Profesor perbandingan anatomi Pengantar Anugerah kehidupan, yang dipercayakan Allah sebagai Pencipta dan Bapa kepada manusia, menuntut agar manusia menyadari nilai luhur hidup itu dan mengemban tanggung jawab atasnya (Donum Vitae. Pengantar, par.1). Kehidupan manusia sungguh mengagumkan. Cinta kasih dan hubungan seksual suami istri merupakan cara Allah untuk melibatkan manusia dalam karya keselamatan. Allah mencintai kehidupan. Ia memberikan kepercayaan kepada manusia untuk turut serta memelihara kehidupan itu. Kepercayaan itu nyata saat manusia mampu untuk “menghadirkan kehidupan baru” melalui hubungan sanggama suami istri. Dalam hubungan sanggama suami istri inilah tanggung jawab yang diberikan Allah kepada manusia mencapai titik tertingginya, yakni dalam pemberian hidup melalui pengadaan keturunan (prokreasi).1 Prokreasi melalui hubungan sanggama suami istri melahirkan pembuahan; di mana sel telur yang dibuahi oleh sperma menciptakan kehidupan baru; “yang bukan hidup ayah dan bukan hidup ibu, melainkan hidup manusia baru, yang berkembang secara mandiri.”2 1 2
30
Bdk “Evangelium Vitae” (EV), no 43, dalam Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiyana, Jakarta: Dokementasi dan Penerangan KWI- Obor, 1993. Bdk. “Donum Vitae” (DV), no I.1.
Jurnal Ilmiah Filsafat Teologi
Kehidupan baru ini adalah embrio. Embrio adalah bayi yang berumur nol sampai delapan minggu. Setelah fase ini, bayi disebut fetus. Fetus adalah bayi dalam kandungan yang berusia lebih dari delapan minggu setelah pembuahan. Masa fetal ini ditandai dengan terjadinya secara signifikan bentuk manusia dari embrio dan mulai pada saat ini perkembangan organ-organ tubuhnya menjadi begitu cepat. Fetus yang hidup dan berkembang dalam kandungan dikelilingi oleh membran amnion (selaput ari-ari). Di dalamnya terdapat cairan amniotik (air ketuban) yang berfungsi sebagai peredam benturan; cairan inilah yang melindungi fetus. Dulu manusia tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam kandungan. Semua adalah sebuah misteri yang mengagumkan. Namun seiring berkembang dan majunya teknologi medis, hal yang tersembunyi tersebut sekarang mampu untuk dilihat dan dianalisa. Amniocentesis adalah salah satu perkembangan dari kemajuan teknologi medis tersebut. Amniocentesis 1.
Pengertian amniocentesis
Amniocentesis adalah suatu prosedur diagnosa untuk mengetahui kelainan genetik pada fetus dengan memeriksa cairan amnion (air ketuban) yang diambil dari dalam kandungan. Pemeriksaan cairan amnion ini dilakukan pada fetus yang berumur enam belas sampai dua puluh minggu. Cairan ini mengandung data esensial dari fetus. Cairan inilah yang kemudian menjadi bahan penelitian di laboratorium untuk mengetahui bilamana terjadi kelainan kromosom, genetis ataupun saraf seperti: Down Syndrome, penyakit Tay Sach (adanya pembentukan lemak di dalam sel), sickle cell (penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah berbentuk sabit, oleh sebab bentuknya yang abnormal maka salah satu pengaruh yang bisa terjadi adalah berkurangnya kadar oksigen dalam sel), cystic fibrosis (penyakit keturunan yang mempengaruhi paru-paru, usus, pankreas, hati dan organ seksual) atau kelainan saraf lainnya seperti Hydrochepalus dan Spina Bifida. Jika didapati ada kelainan tersebut, maka akan dilakukan terapi FORUM
31
(sejauh itu memungkinkan) dengan prinsip Primum non Nocere (pertama-tama tidak melukai).3 Amniocentesis dilakukan di bawah panduan ultrasonografi untuk menentukan posisi bayi. Cairan amnion tersebut diambil menggunakan jarum panjang yang dapat menembus kulit ibu dan membran amnion. Ada 200 ml cairan amnion, dalam proses amniocentesis cairan yang diambil sekitar 20-30 ml.4 Kelalaian pengambilan cairan amnion berakibat fatal pada fetus. Oleh karena itulah prosedur ini (oleh kebanyakan ahli) disebut sebagai prosedur pemeriksaan fetus yang paling invansif. Usia dua puluh minggu adalah usia yang tepat untuk mengetahui komposisi genetik fetus dengan lengkap. Jika didapati adanya keabnormalan dalam kromosom, genetik ataupun saraf maka cara yang paling efektif yang dianjurkan dan biasanya diambil oleh dokter (mungkin dengan persetujuan orang tua sang fetus) adalah aborsi. Aborsi yang bersifat “pencegahan” seperti ini adalah aborsi yang bisa diterima di Amerika Serikat. Aborsi semacam ini mensyaratkan kehamilan sementara (tentatif); karena jika sang fetus tidak sesuai dengan design yang diinginkan oleh orang tua maka kehamilan (harus) segera dihentikan.
keterbatasan dari pemeriksaan ini kerap tidak disampaikan dengan baik kepada pasien. 2.
Amniocentesis dapat disarankan bila risiko untuk mendapat anak yang akan mengalami retardasi atau gangguan genetik lainnya sangat tinggi, misalnya: bila sang ibu berumur 35 tahun atau bila anak yang lain dalam keluarga menderita gangguan-gangguan genetik lainnya. Hasil amniocentesis bersama dengan informasi yang diperoleh mengenai sejarah genetik orang tua digunakan untuk bahan diskusi bersama orang tua mengenai kemungkinan akibat kehamilan tersebut. Berbekal pengetahuan ini, calon orang tua dapat segera menyiapkan diri untuk melahirkan seorang anak yang mengalami suatu masalah tertentu. 6 2.1 Tahap-tahap amniocentesis a. Tahap pratest Amniocentesis perlu diawali dengan tahap ini supaya setiap pasien perlu menyiapkan diri sebelum dilakukannya pengambilan aspirasi cairan amnion. b. Tahap konseling genetik di mana pihak keluarga perlu mengetahui informasi amniocentesis tentang prosedur, kelebihan, serta kekurangannya. Mengenai juga kesepakatan dokter dan pasien. c. Tahap Aspirasi Cairan Amnion Prosedur pemeriksaan cairan amnion adalah sebagai berikut:7 · Pasien menggunakan perangkat medis yang telah disediakan dan berbaring dengan posisi telentang sembari memperlihatkan bagian perut. · Perut pasien dibersihkan.
Fakta yang terjadi di lapangan adalah bahwa tidak semua kelainan genetik dapat dideteksi melalui pemeriksaan ini. Kendati sebagian besar masalah genetik dapat diketahui, amniocentesis tidak bisa mengidentifikasi permasalahan kromosom yang begitu kompleks dan halus. Pemeriksaan kelainan genetik lainnya dapat dilakukan melalui prosedur lain yang lebih spesifik. Berkenaan dengan hal ini, dokter atau konsultan genetik harus terbuka terhadap pasien dengan menyampaikan keterbatasan dari amniocentesis. 5 Namun dalam praktiknya, 5 3 4
32
Benny Phang, “Merekayasa Generasi Penerus”, dalam Studia Philosophica et Theologica. Vol.6 No. 2, Oktober 2006, Malang: Litbang Widya Sasana Malang, hlm. 154 Bdk. Departement of Human Genetic Division of Medical Genetic. 2008. About Amniocentesis. Emory University School of Medicine Jurnal Ilmiah Filsafat Teologi
Alasan yang mendasari amniocentesis
6 7
Bdk. Centre for Genetic Education, Prenatal testing – CVS and Amniocentesis, d a l a m h t t p : / / w w w. g e n e t i c s . e d u . a u / I n f o r m a t i o n / G e n e t i c s - F a c t Sheets/FS17C.pdf , diakses 8 Desember 2012. Pukul 21.08. Bdk. Yustinus Semiun, Kesehatan Mental 2, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm 96 Bdk. Victoria Fertility Centre, Amniocentesis, dalam https://www.healthinfotranslations.org/pdfDocs/Amniocentesis.pdf, diakses 8 Desember 2012. Pukul 21.08.
FORUM
33
· Dokter akan melihat keadaan bayi menggunakan ultrasonografi dan menemukan posisi yang tepat untuk mengambil contoh cairan amnion. Ultrasonograf akan memperlihatkan keadaan dalam rahim melalui gelombang suara. · Setelah ditemukan tempat yang tepat untuk mengambil cairan amnion tersebut, dokter akan mulai menusukkan jarum; kemungkinan pasien akan merasa nyeri. Setelah jarum tersebut sampai pada uterus, pasien akan merasakan kram. Dalam kurun waktu kurang dari satu menit (setelah jarum mendapatkan cairan amnion) dokter akan menarik kembali jarum tersebut. · Monitor akan ditempatkan pada perut pasien sekitar 15 sampai 30 menit untuk memeriksa detak jantung bayi yang sedang dikandung. · Dokter akan menganalisa cairan amnion tersebut dan setelah dua minggu setelah pengambilan cairan, dokter akan menjelaskan kondisi bayi yang sedang dikandung. 2.2 Risiko amniocentesis8 Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan saat memutuskan untuk melakukan amniocentesis yakni: · Kebocoran atau infeksi pada air ketuban · Jarum menyentuh bayi · Kelahiran prematur · Keguguran Pandangan Moral Katolik Terhadap Amniocentesis Eugenik 1. Amniocentesis dan prinsip hormat terhadap hidup manusia tahap dini Pertanyaan mendasar berkenaan dengan hidup manusia adalah “Kapan manusia bisa disebut sebagai manusia?” terkait dengan hal ini, 8
34
Centre for Genetic Education, Prenatal testing – CVS and Amniocentesis. dalam http://www.genetics.edu.au/Information/Genetics-Fact-Sheets/FS17C.pdf, diakses 8 Desember 2012. Pukul 21.08. Jurnal Ilmiah Filsafat Teologi
dalam dokumen Gereja Donum Vitae I, 1 dijelaskan sebagai berikut: Sejak saat sel telur dibuahi, mulailah hidup baru, yang bukan hidup ayah dan bukan hidup ibu, melainkan hidup manusia baru, yang berkembang secara mandiri. Ia tak akan menjadi manusia, kalau belum manusia saat ini. Genetika modern secara mengagumkan meneguhkan perkara ini yang selalu jelas. Daripadanya jelas bahwa sejak saat pertama ada struktur tetap makhluk hidup ini: manusia!, manusia individual ini yang sudah dibekali dengan ciri khas yang tepat. Dengan pembuahan mulailah petualangan hidup manusia yang cikal bakalnya membutuhkan waktu untuk berkembang dan mampu bertindak.
Hal ini juga dijelaskan dalam Katekismus Gereja Katolik pada artikel 2270, yakni: Kehidupan manusia harus dihormati dan dilindungi secara absolut sejak saat pembuahannya. Sudah saat pertama keberadaannya, satu makhluk manusia harus dihargai karena ia mempunyai hak-hak pribadi, diantaranya hak atas kehidupan dari makhluk yang tidak bersalah yang tidak dapat diganggu gugat.
Setelah diketahui bahwa manusia harus dihargai sejak awal mula kehidupannya, muncul sebuah pertanyaan mengenai campur tangan manusia yakni, “Apakah diagnosis prakelahiran secara moral dibenarkan?” secara tegas Donum Vitae I, 2 menjawab pertanyaan ini, “Bila diagnosis prakelahiran menghormati hidup dan integritas embrio serta fetus manusia, dan diarahkan untuk perlindungan atau penyembuhan individualnya, maka jawabannya positif.” Paus Yohanes Paulus II baru-baru ini menulis dalam Injil kehidupan ( EV n. 63, 1995) sebagai berikut: Perhatian khusus harus diberikan untuk mengevaluasi moralitas teknik diagnostik prenatal yang memungkinkan deteksi dini anomali mungkin dalam janin. Mengingat kompleksitas teknik ini, sebuah pertimbangan moral yang akurat dan sistematis diperlukan. Ketika mereka tidak melibatkan risiko yang tidak proporsional untuk anak dan ibu, dan dimaksudkan untuk membuat terapi sedini mungkin atau bahkan untuk mendukung penerimaan tenang dan informasi dari anak yang belum lahir, teknik ini secara moral sah. Tapi karena kemungkinan terapi prenatal (melahirkan) yang saat
FORUM
35
ini masih terbatas, tidak jarang terjadi bahwa teknik ini digunakan dengan niat eugenik yang menerima aborsi selektif untuk mencegah kelahiran anak-anak dipengaruhi oleh berbagai jenis anomali.
bersalah ketika ikut serta memberi bantuan yang tak dibenarkan, bila ia dalam menjalankan diagnosis itu dan memberitahukan hasilnya dengan sengaja menyebabkan orang itu mengadakan hubungan antara diagnosis prakelahiran dan aborsi. Akhirnya kebijakan atau program otoritas sipil dan kesehatan dan organisasi ilmiaah yang dengan suatu cara mendukung hubungan antara diagnosis prakelahiran dan aborsi, bahkan mendesak perempuan yang hamil untuk menjalani diagnosis prakelahiran dengan maksud untuk menghancurkan fetus yang terkena cacat atau penyakit turunan, harus ditolak sebagai pelanggaran atas hidup yang dipunyai anak yang akan lahir, dan sebagai pemerkosaan hak dan kewajiban orang tua (Donum Vitae I,2).
Sikap seperti itu benar-benar memalukan dan tercela, karena menganggap untuk mengukur nilai kehidupan manusia hanya dengan mengukur "normalitas" dan kesejahteraan fisik, sehingga membuka jalan untuk melegitimasi infactide dan euthanasia juga.
Amniocentesis diperbolehkan jika dilakukan untuk tujuan terapeutik dan persiapan orang tua untuk menerima anaknya. Namun, jika amniocentesis dilakukan dalam hubungan dengan aborsi eugenik, maka Gereja melarangnya. Hal ini dinyatakan Gereja karena melihat kemungkinan terapeutis prenatal yang saat ini masih sangat terbatas.9 Argumen Gereja katolik terkait dengan diagnosis prakelahiran dengan tujuan aborsi eugenik secara khusus dibahas dalam dokumen Donum Vitae dan Evagelium Vitae. Dokumen Donum Vitae (I, 2) memandang aborsi eugenik sebagai tindakan yang salah secara berat. Maka dari itu diagnosis yang mengindikasi adanya cacat atau penyakit keturunan, tak boleh sama dengan penjatuhan hukuman mati. Dengan demikian, adalah tindakan salah secara berat bila perempuan mengingini diagnosis dengan maksud melaksanakan aborsi bila hasilnya menunjukan adanya cacat atau anomali. Lebih lanjut lagi, dokumen Donum Vitae tidak hanya memberi penilaain moral kepada perempuan yang melakukan aborsi eugenik. Penilaian moral juga diberikan kepada mereka yang menghanjurkan aborsi eugenik kepada para ibu hamil. Demikian pula pasangan, orang tua atau siapa pun yang bertindak melawan moral, bila mereka ini menganjurkan atau memerintahkan diagnosis itu kepada orang yang hamil dengan maksud melanjutkannya dengan aborsi. Demikian pula spesialis ikut
Dalam dokumen Evangelium Vitae art 14 dijelaskan sebagai berikut: Diagnosis prakelahiran tiada keberatan morilnya bila dijalankan untuk menentukan perawatan medis yang barangkali dibutuhkan oleh anak dalam rahim. Tetapi sering sekali menjadi peluang untuk mengusulkan dan melakukan pengguguran. Pengguguran 'eugenis' itu oleh pendapat umum dibenarkan berdasarkan mentalitas, yang disalah artikan seolah-olah konsisten dengan tuntutan 'campurtangan terapeutis', dan hanya menerima kehidupan dengan syarat-syarat tertentu, tetapi menolak kehidupan bila itu terkena oleh keterbatasan, cacat atau penyakit.
Mentalitas yang terungkap dalam Evangelium Vitae art. 14 adalah menerima kehidupan dengan syarat-syarat tertentu dan menolak janin yang memiliki keterbatasan, cacat atau penyakit. Mentalitas semacam ini sejalan dengan mentalitas eugenik yang melihat martabat manusia sebatas pada penampilan fisik. 2.
9
36
Bdk. Benny Phang, “Embrio Manusia: Sesuatu Atau Seseorang? Identitas Dan Status Embrio Dalam Ajaran Gereja Katolik Dari Donum Vitae Sampai Dignitas Personae”, dalam Yustinus dan Marianta, Wayan (eds.), Embrio: Ciptaan Tuhan atau Produk Manusia?, Vol. 22 No. Seri 21, 2012, Malang : STFT Widya Sasana, hlm. 127 Jurnal Ilmiah Filsafat Teologi
Mentalitas dan kecenderungan manusia terhadap amniocentesis eugenik
Gilbert Meilaender seorang ahli etika terkenal di Amerika, melihat kenyataan manusia modern yang mau merancang keturunannya sesuai dengan kehendaknya. Ia menyatakan bahwa kenyataan semacam ini dipengaruhi oleh keutamaan belas kasih (compassion) dan kompromi FORUM
37
(consent).10 Keutamaan belas kasih yang palsu menggerakkan kita untuk melenyapkan segala macam penderitaan sebisa mungkin, dan dengan keutamaan kompromi, yakni menuntut agar tindakan belas kasih manusia diprivatkan.11 Pola pikir semacam itu – merancang keturunan berlandaskan keutamaan belas kasih dan kompromi – merupakan pola pikir yang salah. Adakah manusia adalah Allah? Sehingga dengan mudahnya dapat memutuskan mana yang baik dan mana yang tidak pantas untuk hidup? Bagaimanapun manusia adalah ciptaan. Secanggih apapun penemuan teknologi medis, tidak akan dapat menjadikannya Allah. Keutamaan yang ditawarkan berkenaan dengan aborsi eugenik tersebut adalah keutamaan palsu yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Senada dengan keutamaan palsu tersebut, di dunia saat ini dikenal istilah eugenika. Eugenika adalah adalah metode perbaikan genetik manusia melalui mekanisme seleksi buatan. Salah satu aplikasi dari eugenika adalah sterilisasi terhadap kelompok penderita kelainan genetik. Sterilisasi dilakukan untuk mencegah mereka memiliki keturunan yang terbelakang; amniocentesis adalah salah satu versi eugenika tersebut. Profesor Jacqueline Kasun, ekonom pro-life, mengatakan bahwa eugenika telah menumbuhkan sifat khas “memandang manusia tidak sebagai makhluk dengan hak-hak maupun martabatnya – terlepas dari kondisi duniawi mereka – namun hanya sebagai faktor dalam skala nilai sosial”. Prinsip Eugenika menegaskan bahwa tidak semua manusia memiliki nilai yang sama; mentalitas eugenika menghakimi orang tertentu sebagai inferior karena ras, fisik, mental atau kondisi sosial mereka. Mereka menghakimi kelompok inferior sebagai yang pantas diperlakukan lebih rendah daripada manusia. Eugenika mengambil teori dari Charles Darwin (1809-1882) mengenai evolusi dan ”survival of the
fittest”, dan mengaplikasikannya pada manusia. Ini dikenal sebagai Darwinisme sosial. Francis Galton (1822- 1911), saudara sepupu Darwin dan pendiri dari komunitas eugenika pada 1907, menganjurkan “Ilmu untuk meningkatkan kualitas stok, untuk memberikan ras yang superior, suatu kesempatan yang lebih baik untuk mengungguli ras yang inferior.”12 Pakar eugenika telah mengetahui bahwa untuk mendapatkan penerimaan publik, kebijakan mereka harus disajikan dalam bentuk belas kasih sosial. Galton yakin bahwa prinsip eugenik “harus menjadi salah satu motif dominan pada bangsa yang berbudaya, sama seperti bila 13 ia dianggap sebagai salah satu dogma agama.” Keutamaan belas kasih palsu merupakan prinsip yang menjadi pegangan bagi kelompok pro-aborsi. Pernyataan mereka adalah, “Suatu fetus abnormal tidak diaborsi karena ia akan meninggal, namun sebaliknya karena ia bisa cukup sehat untuk hidup sebagai makhluk setengah manusia.” Pernyataan yang lebih ekstrem muncul dari Dr. Ernst Haeckel (1834-1919), seorang profesor perbandingan anatomi yang menyatakan, “Apa gunanya untuk kemanusiaan bila orang-orang yang keterbelakang mental, tuli, bisu, dan idiot dibiarkan hidup? Bukankah lebih baik dan lebih rasional untuk mencabut pertama kalinya penderitaan tak terhidar ini, dimana hidup sengsara mereka akan menyelubungi hidup mereka sendiri dan keluarga mereka?” Pilihan tindakan untuk aborsi telah dibalut dengan pernyataan yang sangat halus dan “logis”. Manusia modern perlahan dituntun untuk berkompromi dengan eugenika. Lantas apakah ukuran seorang manusia dapat dikatakan sebagai manusia normal? Kiranya keutamaan belas kasih palsu ini telah menjadi sinomim dari sikap rasis dan eliminasi kehidupan. Penutup Teknik amniocentesis dapat membantu manusia sekaligus memiliki manfaat yang bersifat negatif, yakni penyalahgunaan teknik ini sebagai
12 10
Benny Phang, “Merekayasa Generasi Penerus,” hlm. 152 13
11 Ibid.
38
Jurnal Ilmiah Filsafat Teologi
Bdk. Arli Aditya Parikesit, 2007, Aborsi dari Kacamata Filsafat Sains, dalam http://netsains.net/2007/11/aborsi-dari-kacamata-filsafat-sains/, diakses 24 Februari 2013. Pukul 20.19. Ibid.
FORUM
39
teknik aborsi yang menghandalkan tujuan atau hasil. Teknik ini menjadi bagian dari teknologi reproduksi yang memanjakan manusia dengan pelbagai aspek kemungkinan. Lalu apakah kehadiran teknik ini sudah 100 persen membantu atau merugikan kehidupan manusia? Kalau belum mengapa teknik ini masih saja mendapat perhatian oleh gereja pada umumnya dan manusia secara universal? Pemikiran yang menarik muncul dari Hans Jonas, salah satu tokoh etika abad 20. Ia melihat bahwa belakangan ini manusia telah masuk di jalan buntu, di mana untuk mengatasi masalah-masalah dalam hidupnya, manusia mengembangkan teknologi yang karena dinamikanya sendiri mengancam dan menghancurkan kondisi-kondisi alami kehidupannya. Menyikapi situasi ini, manusia membutuhkan etika baru. Etika baru yang dirancang Jonas berfokus pada tanggungjawab. Inti pemikirannya adalah kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan manusia di masa depan.14 Hal ini berlaku juga dalam teknik amniocentesis; hendaknya teknik amniocentesis yang berujung pada aborsi eugenik tidak dilakukan lagi.
ini tidak dimaksudkan untuk menghentikan upaya refleksi yang lebih mendalam melainkan memberikan impuls baru dalam kesetiaan teguh pada ajaran Gereja. Ajakan bagi kita semua adalah ikut bertanggungjawab terhadap anugerah kehidupan ini. Hendaknya kita meneladan orang Samaria yang baik, mengenal kembali sesama, juga yang terkecil dan tak berdaya di antara kita.15 Maka dalam hal ini Sabda Kristus mendapatkan gema baru dan khusus, “Apa yang kamu lakukan bagi yang terkecil dari saudaraKu, kamu lakukan bagi-Ku” (Mat 25:40).
Yohanes Ignasius Setyawan Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang Semester VI
Penyebarluasan teknologi intervensi dalam seluk-beluk prokreasi menimbulkan masalah-masalah moral yang amat berat terkait dengan hormat terhadap hakikat manusia sejak pembuahan, martabat pribadi manusia, seksualitasnya dan penerusan hidup. Dalam hal ini diharapkan agar manusia semakin memahami kontradiksi antara pengakuan martabat pribadi manusia dan pelecehan hidup dan kasih antara iman kepada Allah yang hidup dan rencana yang dengan sesuka hati memutuskan asal-usul dan nasib manusia. Situasi dunia yang kondusif ditentukan oleh manusia-manusia yang bijak. Kongregasi Ajaran Iman mengajak dengan penuh harapan dan keberanian agar para teolog dan terutama pengajar moral semakin mendalami pokok-pokok ajaran magisterium dan meneruskannya kepada masyarakat luas. Dengan demikian, masyarakat semakin menyadari bahwa hidup adalah anugerah yang harus disyukuri dan dipertanggungjawabkan. Petunjuk-petunjuk yang tepat dalam instruksi 14
40
Bdk. Frans Magnis-Suseno, Etika Abad ke-20, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm. 185-187 Jurnal Ilmiah Filsafat Teologi
15
Bdk. Benny Phang, “Embrio Manusia …,” hlm. 137
FORUM
41
ABORTION
DAFTAR PUSTAKA
The Catholic Church Teaching and Our Reflection Sumber Buku: Herman Emburiu, 1998, Katekismus Gereja Katolik, Ende: Percetakan Arnoldus Departement of Human Genetic Division of Medical Genetic, 2008, About Amniocentesis, Emory University School of Medicine Piet Go, (penerj.), 2006, Hormat Terhadap Hidup Manusia Usia Dini, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konfrensi Waligereja Indonesia Franz Magnis-Suseno, 2006, Etika Abad ke-20, Yogyakarta: Kanisius Benny
Phang, Merekayasa Generasi Penerus, dalam Studia Philosophica et Theologica, Vol.6 No. 2 Oktober 2006, Malang: Litbang Widya Sasana Malang
Benny Phang, Embrio Manusia: Sesuatu Atau Seseorang? Identitas Dan Status Embrio Dalam Ajaran Gereja Katolik Dari Donum Vitae Sampai Dignitas Personae. dalam Yustinus dan Marianta, Wayan (eds.), 2012, Embrio: Ciptaan Tuhan atau Produk Manusia?, Vol. 22 No. Seri 21, 2012, Malang : STFT Widya Sasana Yustinus Semiun, 2006, Kesehatan Mental 2, Yogyakarta: Kanisius Sumber Internet: Vi c t o r i a F e r t i l i t y C e n t r e , A m n i o c e n t e s i s . d a l a m h t t p s : / / w w w. h e a l t h i n f o t r a n s l a t i o n s . o rg / p d f D o c s/Amniocentesis.pdf (diakses 8 Desember 2012. Pukul 21.08) Centre for Genetic Education, Prenatal testing – CVS and A m n i o c e n t e s i s , d a l a m h t t p : / / w w w. g e n e t i c s.edu.au/Information /Genetics-Fact-Sheets/FS17C.pdf (diakses 8 Desember 2012. Pukul 21.08) Arli Aditya Parikesit, 2007, Aborsi dari Kacamata Filsafat Sains, dalam http://netsains.net/2007/11/aborsi-dari-kacamata-filsafatsains/ (diakses 24 Februari 2013. Pukul 20.19)
Introduction Abortion is an intended act to abort a foetus in a woman's womb since the first phase of its life, i.e. the conception when the sperm enters the ovum and forms a zygote until the phase when it forms a baby. Intended act hereby means intentionally terminating human life, a murder of the powerless and innocent human being. No one could dominate the rights of the human embryo with the rights of its mother who conceived it since both of them have the same right to have a proper life. The Church and those who join the Pro-Life Alliance reject the abortion. The Catechism of Catholic Church said, “Human life must be respected and protected absolutely from the moment of conception. From the first moment of his existence, a human being must be recognized as having the rights of a person - among which is the inviolable right of every innocent being to life.” (CCC 2270). From the moment of conception, foetus already has right to life, respect and protection as a person. Nobody has the right to abort the life of foetus or baby in its mother's womb. We, however, should pay attention seriously on the abortion while it is a controversy in daily life. Many people consider that abortion is illegal and forbidden by religious. Therefore, people who have done an abortion conceal their act. Yet abortion happens regularly all over the world. We realize this from the media such as newspapers, television, etc. Traditional herbs or drugs and medical malpractice by doctors and witchdoctors could easily do abortion. Indirect Abortion1 In some cases, abortion can caused deliberately. This is an induced or procured abortion. The Catholic theologians permit in direct abortion 1
42
Jurnal Ilmiah Filsafat Teologi
cf. Benedict M. Ashley OP & Kevin D. O'Rourke OP, Health Care Ethics, Washington, D.C.: Georgetown University Press, 1997, pp. 253.
FORUM
43