MAKALAH PADA SEMINAR NASIONAL
TOKSISITAS EKSTRAK BUAH BRUCEA JAVANICA (L.) MERR. TERHADAP ULAT DAUN GAHARU HEORTIA VITESSOIDES MOORE * a) Agus M. Hariri Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas ekstrak buah Brucea javanica terhadap hama ulat daun gaharu Heortia vitessoides. Buah Brucea yang telah tua di pohon diekstrak secara sederhana dengan maserasi dalam akuades selama 24 jam. Enam taraf konsentrasi ekstrak yaitu: 0 g/l (kontrol), 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l, 40 g/l, dan 50 g/l diujikan - dengan metode residu pakan pada potongan daun - terhadap ulat Heortia instar-3 dalam Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak buah Brucea javanica pada konsentrasi 10 – 50 g/l sejak 3 hari setelah aplikasi telah mengindikasikan sifat toksik terhadap ulat daun gaharu Heortia vitessoides dan menyebabkan mortalitas 17 – 62% serangga uji tersebut. Bahkan pada 7 hari setelah aplikasi, taraf konsentrasi 20 g/l – 50 g/l telah menimbulkan kematian di atas 50% dari ulat tersebut. Nilai LC50 ekstrak buah Brucea pada pengamatan 7 hari setelah aplikasi adalah 19,9 g/l. Selanjutnya juga diketahui bahwa aplikasi ekstrak buah Brucea pada konsentrasi 50 g/l, mengakibatkan ulat Heortia yang dapat berkembang menjadi pupa tinggal 12%, dan yang dapat menjadi ngengat hanya 9%.
Kata kunci: toksisitas, insektisida botani, Brucea javanica, Heortia vitessoides
PENDAHULUAN Gaharu merupakan salah satu komoditas hasil hutan non kayu - selain rotan, bambu, madu lebah, dan sutera - yang mendapat prioritas pengembangan oleh pemerintah (Forda, 2014). Gaharu merupakan produk resin, yang di Indonesia dihasilkan oleh tidak kurang dari 26 spesies tumbuhan famili Thymelaeaceae, yang termasuk dalam dua genus yang paling banyak dikenal yaitu genus Aquilaria dan Gyrinops. Kegunaan gaharu yang telah dikenal luas untuk kosmetika, parfum, dan obat-obatan, telah menempatkannya sebagai salah satu mata dagangan bernilai ekonomi tinggi yang memiliki potensi besar bagi peningkatan pendapatan masyarakat maupun devisa negara (Siran & Turjaman, 2010). _____________________________________ 1 *) Disampaikan pada Seminar Nasional, dalam rangka Semirata BKS PTN Wilayah Barat Tahun 2014, Bandar Lampung 19-21 Agustus 2014. a) Prosiding selengkapnya sedang dalam proses penerbitan.
Jenis-jenis tumbuhan penghasil gaharu tersebut berupa semak hingga pohon, diameternya bisa mencapai 0,6 meter dengan tinggi hingga 6–21 meter. Tumbuhan tersebut banyak tersebar di hutan-hutan pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (Irianto et al., 2010). Akibat perdagangan dan pemanenan gaharu yang intensif dari hutan alami yang telah berlangsung sejak lama menyebabkan banyak spesies gaharu kian langka.
Upaya konservasi di luar habitat aslinya berupa budidaya tanaman gaharu secara luas dan monokultur, dalam waktu sekitar lima tahun terakhir telah timbul masalah hama yang serius, yaitu serangan ulat daun Heortia vitessoides di sejumlah daerah budidaya gaharu seperti Carita (Banten), Sanggau (Kalimantan Barat), dan Mataram (Nusa Tenggara Barat) (Irianto et al., 2010; Santoso et al., 2011). Bahkan di negara penghasil utama gaharu dunia seperti India, problem ulat tersebut sudah terjadi sejak 1998 (Gurung et al., 2002; Kalita et al., 2002). Ulat tersebut berciri warna kuning muda dan berukuran 3,5 mm saat baru menetas. Selanjutnya pada instar-3 dan 4 panjang mencapai 20,9 mm dan berwarna hijau kekuningan dengan garis hitam yang membujur pada kedua sisi tubuhnya, serta kepalanya mencolok berwarna coklat. Ulat tersebut daya rusaknya terhadap daun gaharu sangat besar (Gurung et al., 2002; Kalita et al., 2002; Evans & Crossley, 2010; Hariri & Indriyati, 2011). Pengembangan strategi pengendalian hama H. vitessoides dipandang sebagai hal yang mendesak, yang antara lain dapat dilakukan dengan pengendalian secara mekanik, penggunaan insektisida kimia, dan insektisida nabati (Irianto et al., 2010). Salah satu jenis tumbuhan yang memiliki potensi sebagai bahan insektisida nabati adalah Brucea javanica (L.) Merr. Tumbuhan tersebut berupa perdu berkayu setinggi 2-3 meter, buahnya majemuk berbentuk bulat kecil-kecil (4-7 mm), berkulit tipis, berwarna hijau ketika muda dan ungu-kehitaman setelah tua. Sebaran tumbuhan tersebut cukup luas, sejak dari Sri Lanka, kawasan Asia Tenggara hingga Cina daratan, bahkan juga dijumpai di New Guinea, sampai Australia dan Kepulauan Fiji (Roberts, 1994).
Di Sri Langka B. javanica sejak lama telah dikenal sebagai tumbuhan yang memiliki berbagai khasiat obat (Jayaweera, 1982). Bagian-bagian tumbuhan tersebut - terutama buahnya memiliki rasa pahit dan telah digunakan untuk mengobati sejumlah penyakit seperti disentri, 2
malaria, cacing gelang dan cacing pita serta trichomoniasis, amoebeasis, dan babesiosis (Roberts, 1994; Nakao et al., 2009). Penelitian lebih lanjut mendapatkan bahwa buah Brucea mengandung sejumlah senyawa bioaktif antara lain bruceantin dan bruceantinol yang memiliki daya kerja anti-leukemia (Roberts, 1994), serta senyawa brusatol yang diketahui sebagai senyawa anti-tumor (Okano et al., 1995; Zhang et al.,2014).
Selain hal itu lebih lanjut B. javanica juga diketahui memiliki daya kerja sebagai insektisida (Liu et al., 1990) serta dapat menghambat aktivitas beberapa jenis virus tumbuhan (Shen et al., 2008). Dari percobaan dengan ulat Pieris rapae telah diketahui bahwa ekstrak buah Brucea secara signifikan menghambat aktivitas makan serta pertumbuhan dan perkembangan serangga itu ( Zeng et al., 2006). Berbagai penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekstrak buah tersebut dapat menghambat peneluruan wereng coklat hingga 70% (Qin et al., 2007), dan juga tampak memiliki toksisitas yang tinggi terhadap kutudaun Myzus persicae (Shang et al., 2008), juga terhadap hama kubis Crocidolomia pavonana (Syahputra, 2008) dan Plutella xylostella (Lina et al., 2010) serta terhadap ulat grayak Spodoptera exigua (Feng et al., 2012). Bahkan ekstrak buah Brucea juga diketahui memiliki efek akarisidal terhadap tungau karat Phyllocoptruta oleivora, dan tungau merah Panonichus citri, keduanya pada tanaman jeruk (Syahputra & Endarto, 2013).
Sebagai upaya untuk mengembangkan potensi dan pemanfaatan tumbuhan B. javanica sebagai salah satu bahan insektisida botani untuk penggunaan secara praktis, penelitian ini bertujuan mengetahui toksisitas ekstrak sederhana buah Brucea terhadap hama ulat daun gaharu H. vitessoides. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung sejak September sampai dengan Desember 2012.
Penyiapan Serangga Uji. Kelompok telur Heortia vitessoides, atau ulat instar-1, diambil dari tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) terserang, yang ada di arboretum kampus Universitas Lampung. Tanaman mahkota dewa adalah sefamili dengan gaharu (famili 3
Thymelaeaceae) dan merupakan inang alternatif hama tersebut, yang jika terserang Heortia gejala dan tingkat keparahannya bisa serupa dengan tanaman gaharu (Hariri & Indriyati, 2011).
Kelompok telur atau kelompok ulat-ulat instar awal, diambil dari pohon selanjutnya dipelihara di laboratorium di dalam stoples plastik bertutup kain kasa dan diberi pakan daun mahkota dewa segar hingga menjadi ngengat. Selanjutnya ngengat dipelihara di dalam kurungan (40x40x60 cm) yang berdinding kain kasa dan diberi pakan larutan madu 25% sampai bertelur. Kemudian kelompok-kelompok telur dipisahkan dan ditempatkan pada sejumlah stoples plastik yang lain, bertutup kain kasa, sampai menetas menjadi larva. Berikutnya larva dipilah ke stoples-stoples agar seragam berdasarkan waktu menetas, diberi pakan daun mahkota dewa segar, dan siap digunakan sebagai serangga uji ketika memasuki instar-3.
Penyiapan Ekstrak Buah Brucea. Pada penelitian ini digunakan buah Brucea tua yang berwarna hitam, karena berdasarkan Hariri (2012) buah tua lebih efektif menimbulkan mortalitas terhadap serangga uji daripada buah muda (berwarna hijau), dan efikasinya secara signifikan tidak lebih rendah dibandingkan buah tua yang dikeringkan selama 7 hari.
Ekstrak buah Brucea yang diujikan adalah hasil ekstraksi sederhana dengan maserasi (perendaman) dalam akuades. Proses ekstraksi diawali dengan penghalusan buah Brucea menggunakan penumbuk mortar selama 30 menit hingga halus, kemudian diayak dengan pengayak kasa bermata 1 mm. Selanjutnya, sesuai dengan taraf konsentrasi ekstrak yang hendak diuji, ditimbang 10 gam, 20 gram, 30 gram, 40 gram, dan 50 gram bahan tersebut, maing-masing pada cawan yang berbeda dicampur dengan 1 liter akuades dan direndam selama 24 jam, kemudian disaring dengan kertas saring, maka ekstrak buah Brucea tersebut telah siap digunakan.
Pengujian Ekstrak Buah Brucea terhadap H. vitessoides. Pada percobaan ini diuji enam taraf konsentrasi, yaitu 0 g/l (kontrol, hanya akuades), 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l, 40 g/l, dan 50 g/l. Konsentrasi tertinggi yang diujikan adalah 50 g/l, sesuai dengan Prijono (2005) yang
4
menyatakan bahwa jika ekstraksi dilakukan dengan pelarut organik konsentrasi yang digunakan pada pengujian awal hendaknya tidak lebih dari 0,5%, sedangkan jika ekstraksi dilakukan dengan air konsentrasi pengujian hendaknya tidak melebihi 50 g/l untuk bahan tumbuhan berupa biji dan tidak melebihi 100 g/l untuk bahan selain biji.
Pada masing-masing sediaan perlakuan tersebut ditambahkan surfactant berupa 2 ml Tween 80 dan 1 ml alkohol 96%. Selanjutnya daun mahkota dewa segar dipotong-potong berukuran seragam 4x4 cm, lalu dicelupkan ke dalam sediaan masing-masing perlakuan taraf konsentrasi ekstrak buah Brucea tersebut selama 10 detik. Sedangkan untuk kontrol, potongan-potongan daun mahkota dewa dicelup ke dalam akuades. Kemudian daun-daun tersebut diangkat dan dikeringanginkan selama 10 menit. Pemberian perlakuan taraf konsentrasi ekstrak Brucea ini dilakukan dalam Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan.
Kemudian sesuai dengan masing-masing perlakuan, daun-daun tersebut dimasukkan ke dalam stoples-stoples plastik (diameter 15 cm, tinggi 8 cm) sebanyak 10 potong daun per stoples. Setelah itu 15 ekor ulat (larva) H. vitessoides instar-3 dimasukkan ke dalam stoples tersebut. Setelah 24 jam larva H. vitessoides dipindahkan ke dalam stoples lain (yang bersih) dan diberi pakan daun mahkota dewa baru yang diberi perlakuan.
Pengamatan kematian (mortalitas) larva serangga uji dilakukan terhadap jumlah larva yang mati pada 12 jam setelah aplikasi, dan kemudian pengamatan dilanjutkan setiap hari sampai dengan 7 hari setelah aplikasi. Analisis probit (Thomas & Sparks, 1987) dilakukan dengan menghitung korelasi antara taraf konsentrasi ekstrak dan mortalitas serangga uji. Selain itu dihitung persentase serangga uji yang berkembang menjadi pupa dan juga yang kemudian menjadi imago (ngengat). HASIL DAN PEMBAHASAN
Mortalitas Ulat Heortia vitessoides dan Tingkat Toksisitas Ekstrak Buah Brucea javanica. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan ekstrak buah Brucea javanica mengindikasikan sifat daya racun dan berpengaruh nyata menimbulkan kematian terhadap ulat 5
gaharu Heortia vitessoides. Pada penelitian yang lain (Lina et al., 2010), diketahui bahwa ekstrak buah Brucea memiliki daya kerja yang lebih tinggi dari pada ekstrak daun atau ranting dalam menimbulkan pengaruh mortalitas terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana. Pengaruh ekstrak buah Brucea tersebut memang belum tampak dalam waktu 12 jam pertama sejak pemberian perlakuan, dan baru pada konsentrasi tertinggi (50 g/l) yang dalam waktu 24 jam telah mengakibatkan mortalitas serangga uji yang secara signifikan berbeda dengan kontrol. Beberapa taraf konsentrasi di bawah 50 g/l pengaruhnya belum terlihat nyata (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh taraf konsentrasi ekstrak buah Brucea terhadap mortalitas H. vitessoides Konsentrasi ( g/l )
% Mortalitas larva H. vitessoides pada : 12 jsa
1 hsa
3 hsa
5 hsa
7 hsa
0 (Kontrol)
0,00
0,00 b
0,00 d
0,00 d
0,00 d
10
0,00
2,21 b
17,76 c
31,12 c
35,57 c
20
0,00
2, 21 b
26,68 bc
46,69 b
51,12 b
30
0,00
2, 21 b
35,58 b
48,90 b
53,31 b
40
0,00
2, 21 b
33,31 bc
53,31 b
61,12 b
50
0,00
13,33 a
62,21 a
75,60 a
80,12 a
F-hitung
0,00tn
6,08**
14,27**
32,72**
32,88**
Keterangan : jsa = jam setelah aplikasi; hsa = hari setelah aplikasi; tn = tidak berbeda nyata; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; nilai-nilai dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNT (p> 0,05). Selanjutnya pada pengamatan 3 hari setelah aplikasi, seluruh taraf konsentrasi ekstrak Brucea yang diuji telah menimbulkan tingkat mortalitas Heortia yang berbeda dengan kontrol. Bahkan pada taraf konsentrasi tertinggi (50 g/l), lebih dari separuh (62,2%) serangga uji telah mengalami kematian (Tabel 1). Penelitian yang serupa (Hariri, 2012), menunjukkan bahwa pada konsentrasi dan waktu pengamatan seperti tersebut, mortalitas ulat Heortia telah mencapai 93%. Percobaan yang dilakukan oleh Syahputra (2008) yang menguji ekstrak metanol buah tersebut pada kisaran kosentrasi 0,06–0,25% menunjukkan daya racun yang tinggi yaitu menimbulkan 6
mortalitas ulat krop kubis Crocidolomia pavonana sebanyak 8,3–86,7%. Bahkan aplikasi secara kontak ekstrak metanol biji Brucea terhadap kutudaun Myzus persicae mengakibatkan kematian 98,8% kutu tersebut pada hari ke-2 setelah diaplikasikan, sedangkan ekstrak daunnya menunjukkan indikasi daya kerja sebagai racun perut yang dalam waktu 2 hari setelah perelakuan menimbulkan mortalitas 87,8% kutudaun persik tersebut (Shang et al., 2008).
Pemberian perlakuan ekstrak buah Brucea pada beberapa taraf konsentrasi yang diujikan tampak menimbulkan efek mortalitas terhadap larva H. vitessoides dengan pola yang konsisten sejak hari ke-1 hingga ke-7, yaitu persentase kematian serangga uji yang semakin meningkat dengan makin tingginya taraf konsentrasi. Dalam waktu 5 hari setelah perlakuan, tingkat konsentrasi 40 g/l dan 50 g/l telah mematikan lebih dari 50% serangga uji, bahkan dalam waktu 7 hari tingkat kematian lebih dari separuh serangga uji tersebut telah terlihat pada taraf konsentrasi 20 g/l , 30 g/l, 40 g/l, dan 50 g/l (Tabel 1; Gambar 1). Pada penelitian Lina et al. (2010) yang menggunakan ekstrak metanol buah Brucea terhadap Crocidolomia pavonana, kematian lebih dari 50% serangga uji pada hari ke-5 setelah aplikasi terjadi pada taraf konsentrasi 0,45% dan 0,55%, dan pada konsentrasi kurang dari itu mortalitas C. pavonana masih di bawah 30%.
Gambar 1. Pengaruh taraf konsentrasi ekstrak buah Brucea javanica terhadap mortalitas H. vitessoides pada beberapa hari pengamatan pascaaplikasi (jsa = jam setelah aplikasi; hsa = hari setelah aplikasi). 7
Tingkat toksisitas ekstrak buah Brucea terhadap ulat H. vitessoides, berdasarkan analisis probit (Thomas & Sparks, 1987) diperoleh nilai LC50 sebesar 19,9 g/l pada 7 hari setelah aplikasi. Sebagai pembanding, Lina et al. (2010) yang menguji beberapa bentuk hasil ekstraksi buah Brucea terhadap dua jenis hama kubis mendapatkan hasil bahwa ekstrak kasar, serta ekstrak metanol buah tersebut dalam bentuk formulasi EC dan formulasi WP diketahui bahwa nilai LC50 terhadap ulat C. pavonana berturut-turut adalah sebesar 0,25%, 0,39%, dan 0,21%; sedangkan formulasi EC tersebut terhadap ulat Plutella xylostella nilai LC50 sebesar 0,31%.
Persentase Pembentukan Pupa dan Imago Heortia vitessoides Akibat Perlakuan Ekstrak Buah Brucea javanica Selain mengakibatkan kematian terhadap ulat H. vitessoides aplikasi ekstrak buah Brucea tampak nyata menghambat pertumbuhan dan perkembangan serangga tersebut. Pengaruh letal dan penghambatan tersebut tampak sejak proses ganti kulit larva dari instar-3 ke instar-4, selanjutnya pada proses pupasi, hingga ke munculnya serangga dewasa yang terlihat cacat (Gambar 2).
Gambar 2. Larva H. vitessoides instar-3 sehat, serta yang mati dan cacat (atas); serta ngengatnya yang sehat dan cacat (bawah) akibat perlakuan ekstrak buah Brucea javanica. Mortalitas yang dialami oleh serangga uji terlihat terjadi pada fase larva maupun pupa. Pada seluruh taraf konsentrasi yang diuji, nyata tampak bahwa ulat yang dapat berkembang 8
menjadi pupa tidak sampai 50% (pada konsentrasi 20–40 g/l), bahkan pada konsentrasi 50 g/l pupa yang terbentuk tinggal 12%. Demikian pula pada perkembangan dari fase pupa ke fase dewasa, pada seluruh taraf konsentrasi yang diuji, nyata tampak bahwa pupa yang berkembang menjadi ngengat adalah kurang dari 50% (pada konsentrasi 10–40 g/l), dan bahkan pada konsentrasi 50 g/l ngengat yang muncul dari pupa hanya 9% (Tabel 2). Penelitian Zeng et al. (2006) dengan ulat Pieris rapae yang diberi perlakuan ekstrak buah Brucea hasil ekstraksi dengan kloroform dan etilasetat pada hari ke-5 setelah perlakuan, tampak tingkat kematian larva mencapai 100% dan tidak satu pun serangga uji yang menjadi pupa. Tabel 2. Pengaruh taraf konsentrasi ekstrak buah Brucea terhadap persentase pembentukan pupa dan imago Heortia vitessoides Konsentrasi ( g/l )
Pupa yang terbentuk (%)
Imago yang terbentuk (%)
0 (Kontrol)
100,00 a
100,00 a
10
58,12 b
45,61 b
20
47,41 bc
43,12 b
30
41,10 c
36,17 b
40
37,61 c
32,90 b
50
12,41 d
9,11 c
F-hitung
25,85**
30,32**
Keterangan : ** = berbeda nyata pada taraf 1%; nilai-nilai dalam kolom yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda menurut uji BNT (p> 0,05). SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak buah Brucea javanica pada konsentrasi 10 – 50 g/l sejak 3 hari setelah aplikasi telah mengindikasikan sifat toksik terhadap ulat daun gaharu Heortia vitessoides dan menyebabkan mortalitas 17 – 62% serangga uji tersebut. Bahkan pada 7 hari setelah aplikasi, taraf konsentrasi 20 g/l – 50 g/l telah menimbulkan kematian di atas 50% dari ulat tersebut. Nilai LC50 ekstrak buah Brucea pada pengamatan 7 hari setelah aplikasi adalah 19,9 g/l. Selanjutnya juga diketahui bahwa aplikasi ekstrak buah Brucea 9
pada konsentrasi 50 g/l, telah mengakibatkan ulat Heortia yang dapat berkembang menjadi pupa tinggal 12%, dan yang dapat menjadi imago hanya 9%.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Sdr. Tria Agustina, Riska Febriani, dan Giwantoro, atas bantuan teknis yang sangat berarti dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Evans, D.H. & S. Crossley. 2010. Heortia vitessoides (Moore, 1885). http://lepidoptera butterflyhouse. com.au/odon/vitessoides.html. Diakses 22 Februari 2011. Feng, X., H. Jiang, Y. Zhang, W. He & L. Zhang. 2012. Insecticidal activities of ethanol extracts from thirty Chinese medicinal plants against Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae). Journal of Medicinal Plants Research 6(7): 1263-1267. Forda, 2014. Budidaya Gaharu: Peluang bisnis untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Forestry Research and Development Agency. http://www.forda-mof.org/index.php/berita/ post/1702. Diakses 11 Agustus 2014. Gurung, D., N. Dutta & P.C. Sharma. 2002. On the Insect Pests of Aquilaria agallocha (Roxb.). Rain Forest Research Institute Report. http:// rfri.icfre.gov.in/rpap13.htm. Diakses 22 Februari 2011. Hariri A.M. & Indriyati. 2011. Karakterisasi Hama Pemakan Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.). dalam: Ginting C & Hendri J. (Eds). Prosiding Seminar Hasilhasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Hlm. I-64 – I-70. Hariri, A.M. 2012. Mortalitas, penghambatan makan dan pertumbuhan hama daun gaharu Heortia vitessoides Moore oleh ekstrak buah Brucea javanica (L.) Merr. J. HPT Tropika 12 (2): 119 – 128. Irianto R.S.B, E. Santoso, M. Turjaman & I.R. Sitepu. 2010. Hama pada Pohon Penghasil Gaharu dan Teknik Pengendaliannya. Info Hutan 7 (2): 225-228. Jayaweera, D.M.A. 1982. Medicinal Plants, Part V Rutaceae-Zygophyllaceae. The National Science Council of Sri Lanka. Colombo. Kalita J., P.R. Bhattacharyya & S.C. Nath. 2002. Heortia vitessoides Moore: A Serious Pest of Agarwod Plant (Aquilaria malaccensis Lamk). Geobios 29: 13-16. 10
Lina, E.C., Arneti, D. Prijono, & Dadang. 2010. Potensi Insektisida Melur (Brucea javanica L. Merr.) dalam Mengendalikan Hama Kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) dan Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae). Jurnal Natur Indonesia 12(2): 109-116. Liu, K.C.S., S.L.Yang, M.F. Roberts & J.D. Phillipson. 1990. Canthin-6-one alkaloids from cell suspension cultures of Brucea javanica. Phytochemistry 29 (1): 141-143. Nakao, R., C. Mizukami, Y. Kawamura, Subeki, S. Bawm, M. Yamasaki, Y. Maede, H. Matsumura, K. Nabeta, N. Nonaka, Y. Oku & K. Katakura. 2009. Evaluation of efficacy of bruceine A, a natural quassinoid compound extracted from a medicinal plant Brucea javanica for canine babesiosis. J. Vet. Med. Sci. 71(1): 33-41. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 19194074. Diakses 2 Juni 2011. Okano, M., N. Fukamiya, K. Tagahara, H. Tokuda, A. Iwashima, H. Nishino & K.H. Lee. 1995. Inhibitory effects of quassinoids on Epstein-Barr virus activation. Cancer Letters 94 (2): 139146. Prijono D. 2005. Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Botani (Bahan Pelatihan). Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Qin, L.Y., C.L. Guo, T. Zeng, J.H. Miao, H.S. Chen & L.F. Li. 2007. Effects of 19 plant extracts and their activecomponents against Nilaparvata lugens Stal. oviposition deterrent activity. Guangxi Agricultural Sciences 2007-06. On-line Abstract. http://en.cnki.com.cn/Article_en/. Diakses 2 Juni 2011. Roberts, M.F. 1994. Brucea spp.: In vitro culture and production of canthinone alkaloids and other secondary metabolites. In Bajaj YPS. (Ed.) Medicinal and Aromatic Plants. SpringerVerlag, Berlin, Heidelberg. p. 21-45. Santoso E, Irianto RSB, Sitepu IR & Turjaman M. 2011. Penanggulangan Hama dan Penyakit Tanaman Penghasil Gaharu. Presentasi pada Badan Litbang Kehutanan. Jakarta, 25 Mei 2011. Shang, X.K., D.W. Wei, X.H. Zhou, T. Zeng, X.R. Zeng, & Z.Y. Wang. 2008. Biological activity of Brucea javanica (L.) Merr. extracts against Myzus persicae (Sulzer). Southwest China J. of Agric.Sci. 21(6): 1591-1594. Shen, G.S., Z.K. Zhang, Z.J. Wu, M.A. Ouyang, L.H. Xie & Y.L. Lin. 2008. Antiphytoviral activity of bruceine-D from Brucea javanica seeds. J. Pest Management Science 64 (2): 191– 196. Online abstract. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ps.1465/abstract. Diakses 5 Mei 2011. Siran SA, & Turjaman M. 2010. Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 11
Syahputra, E. 2008. Bioaktivitas sediaan buah Brucea javanica sebagai insektisida nabati untuk serangga hama pertanian. Bul. Littro. 19 (1): 57–67. Syahputra, E. & O. Endarto. 2013. Acaricidal activity of tropical plant extracts against citrus mites and their effect on predator and citrus plants. International Research Journal of Agricultural Science and Soil Science. 3(4): 99-106, Thomas C. & A. Sparks, 1987. Probit Analysis for IBM PC and Compatible. Software Microprobit 3. Zeng, T., L.F. Li, D.W. Wei, H.S. Chen & Y. Liu. 2006. Effect of Brucea javanica extracts on feeding and growth and development of Pieris rapae larvae. J. Agrochemicals 2006-03. Online abstract. http://en.cnki.com.cn/Article_en/. Diakses 5 Mei 2011. Zhang, L., X. Feng, D. Ma, J. Yang, H. Jiang, Y. Zhang, W. He. 2014. Brusatol isolated from Brucea javanica (L.) Merr. induces apoptotic death of insect cell lines. Apoptosis Research Library. On-line abstract. http://www.apoptosis-research.com/?a=BPN132124. Diakses 11 Agustus 2014.
12