9
Makalah I
EKOLOGI PENELURAN Carettochelys insculpta (Ramsay 1886) DI SUNGAI VRIENDSCHAP KABUPATEN ASMAT, PAPUA (Nesting Ecology of Carettochelys insculpta (Ramsay 1886) at Vriendschap River Asmat Regency, Papua) Richard Gatot Nugroho Triantoro Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika Pascasarjana IPB Email :
[email protected]
ABSTRACT Carettochelys insculpta (pig-nosed turtle) is one of the soft shelled turtle of southern Papua. Land clearing for human development affect the condition of forest ecosystems and put pressure on C. insculpta, while the scientific information in Indonesia is still lacking. In effort to obtain information of C. insculpta in Indonesia, the study was conducted to determine the nesting ecology of C. insculpta in Vriendschap River Asmat Regency, Papua. Survey was carried out in 8 – 25 November 2011 during nesting season by transect methods. Results showed that distribution pattern of nests and tracks in Vriendschap River region is clumped with most nesting sites located in Obokain area (the middle of the Vriendschap River). Nesting occurred during sunset (night) and in clear weather (no rain). High density of nests were built near vegetation cover compared to area without vegetation. Females prefer the sands with the presence of vegetation cover for nesting habitat. Key Words : Carettochelys insculpta, Papua, pressure, Vriendschap River, nesting ecology
1. PENDAHULUAN
Carettochelys insculpta (Labi-labi moncong babi) merupakan salah satu jenis labi-labi di Indonesia yang hanya didapati hidup di wilayah Selatan Papua, menyebar dari Danau Yamur di Kabupaten Kaimana sampai ke Merauke. Kelangsungan hidupnya di alam tidak terlepas dari tekanan dan ancaman yang dapat terjadi seiring perkembangan pembangunan.
Kebutuhan ruang untuk
pembangunan diberbagai bidang seperti pembukaan lahan untuk perkebunan, pertanian, pemukiman (transmigrasi), pertambangan, pembangunan bendungan,
10
dan sarana transportasi yang berkembang pesat di Papua ikut mempengaruhi kondisi ekosistem hutannya dengan cepat pula. Tekanan pada C. insculpta telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di Papua Barat (Indonesia) dan Papua New Guinea, terutama karena pertumbuhan populasi manusia, kecenderungan yang lebih besar bagi pembangunan desa-desa di tepi sungai setelah penghentian perang suku dan pengenalan teknologi baru (Alvarenga 2010), sedangkan kegiatan pertanian dan drainase pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di Australia Utara potensi memberikan dampak serius bagi populasi Labilabi moncong babi (Georges et al. 2008a).
Tanpa disadari proses degradasi
habitat terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang dapat menyebabkan kehilangan atau kepunahan spesies. Dampak degradasi hutan terhadap hilangnya spesies diungkapkan oleh Arief (2001) yang mengatakan bahwa sepetak hutan kecil yang dirusak dapat mengakibatkan banyak spesies yang hilang sama sekali atau punah secara lokal. Pemanenan, pengurangan habitat alami dan fragmentasi telah menjadi faktor utama pendorong spesies amfibi dan reptil ke jurang kepunahan (Vitt dan Caldwell 2009). Di alam, Labi-labi moncong babi merupakan satwa yang membuat sarang di pasir, meletakkan telurnya pada sarang yang dibangun dan menyerahkan proses penetasan sepenuhnya pada alam. Sarang-sarang C. insculpta umumnya terdapat pada pasir yang bersih, halus, yang tidak tertutup oleh vegetasi dan dekat dengan air (Georges et al. 2008b) dan hanya dapat bertelur pada pasir yang rendah dimana pasir masih dapat saling terikat dengan kelembaban yang rendah, didominasi oleh substrat pasir namun dapat juga bersarang pada berbagai substrat mulai dari pasir lempung sampai mengandung kerikil, sekumpulan pasir dengan sedikit atau tanpa vegetasi penutup yang mempunyai ketinggian pasir 0,25 m di atas air (Doody et al. 2003b), pasir pada tepi sungai atau rawa, substrat pasir halus sampai bercampur kerikil (Triantoro dan Rumawak 2010).
Keberhasilan
penetasan telur-telurnya dapat disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan seperti faktor panas, tekstur pasir, kelembaban pasir, luas pasir, tutupan vegetasi pasir, predator, rusaknya sarang dan telur akibat terendam air saat sungai meluap, dan faktor pemangsa seperti babi hutan (Sus sp) dan biawak (Varanus sp).
11
Informasi terkait spesies C. insculpta di Indonesia sangatlah kurang walau dengan status vulnerable pada daftar merah IUCN. Dengan mengetahui informasi terkait populasi, biologi peneluran, habitat hidup, perilaku bertelur, pemilihan habitat persarangan, dan informasi pendukung lainnya, maka manajemen pengelolaan terhadap kelestarian spesies C. insculpta dapat dilakukan dengan baik.
Dalam upaya mendapatkan informasi terkait C. insculpta maka dalam
penelitian ini dapat diketahui pola sebaran sarang dan biologi penelurannya. Pengujian secara ekologi dilakukan untuk mengetahui informasi terkait pola sebaran sarang dan biologi peneluran yang dapat menjadi indikator dalam upaya pengelolaan dan konservasi C. insculpta kedepannya.
Pertama, survei
dilakukan di sepanjang sungai dan rawa untuk mendapatkan jumlah sarang secara akurat dan jumlah pasir peneluran, baik yang terdapat sarang maupun tidak terdapat sarang. Pengukuran terhadap induk betina, sarang dan telur dilakukan untuk melihat karakteristik morfologi induk, ukuran sarang, ukuran telur dan jumlah telur terkait tingkat kedewasaan induk betina dan mengestimasi calon anakannya. Jumlah sarang digunakan sebagai salah satu cara pendekatan terhadap populasi induk C. insculpta maupun calon regenerasinya (anakan) di alam. Kedua, menguji pola sebaran sarang apakah bersifat acak, homogen atau berkelompok. Kepadatan sarangnya diuji berdasarkan luasan pasir dan perimeter pasir pada pasir peneluran bervegetasi dan tanpa vegetasi. Pola sebaran dan kepadatan sarang dapat memberikan informasi terkait wilayah bersarang potensial. Ketiga, menguji pemilihan habitat bersarang induk betina C. insculpta terhadap pasir peneluran berdasarkan parameter lingkungan yaitu 1) apakah pemilihan didasarkan atas luasan pasir peneluran, 2) apakah pemilihan didasarkan atas perimeter (perimeter) pasir, 3) apakah pemilihan didasarkan atas bentuk bentang (fractal dimension) pasir, 4) apakah pemilihan didasarkan atas bentuk permukaan (shape index) pasir, 5) apakah pemilihan didasarkan atas tekstur pasir (halus, sedang, kasar), dan atau 6) apakah pemilihan didasarkan atas luas tutupan vegetasi pasir peneluran.
Pada penelitian ini ingin diketahui parameter fisik
lingkungan yang paling mempengaruhi induk betina dalam memilih habitat pasir penelurannya.
13
2. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di wilayah Sungai Vriendschap (Gambar I.1) yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Asmat dan Kabupaten Yahukimo, Papua. Pendataan sarang dan pasir peneluran dilakukan di rawa dan sepanjang sungai Vriendschap yang berada pada wilayah adat masyarakat Bor, Obokain, Indama dan Sumo, dan pada rawa yang masuk dalam wilayah adat Betkuar.
Penelitian dilakukan dalam rentang waktu 8 – 25 November 2011
dengan pertimbangan masih berada dalam rentang waktu puncak musim peneluran.
Gambar I.1 Lokasi penelitian sebaran Carettochelys insculpta di wilayah Sungai Vriendschap. 2.2. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan adalah metode survey (perjumpaan) dengan sistem transek. Sebagai transek adalah panjang Sungai Vriendschap. Pendataan dilakukan disepanjang Sungai Vriendschap yang meliputi wilayah Bor (rawa) dilakukan selama 4 hari (terdapat jejak dalam 3 hari dan sarang dalam 2 hari), di
14
wilayah Bor (sungai) dilakukan selama 2 hari (terdapat jejak dan sarang dalam 1 hari), di wilayah Obokain, Indama dan Sumo dilakukan selama 5 hari (terdapat jejak dalam 5 hari dan sarang dalam 3 hari di Obokain, jejak dan sarang dalam 2 hari di Indama, dan jejak dan sarang dalam 3 hari di Sumo).
Data yang
dikumpulkan meliputi sarang peneluran, biologi peneluran, dan habitat persarangan.
Pendataan dilakukan mulai jam 05.00 – 16.00 WIT.
Sarang
peneluran terlebih dahulu di data kemudian dilanjutkan dengan pendataan habitat persarangan. Pengukuran biologi peneluran dilaksanakan saat tidak melakukan pendataan sarang peneluran dan habitat persarangan. Pengambilan data meliputi : 1. Data Sarang Peneluran Jumlah sarang : menghitung jumlah sarang yang ditemui dan mengambil titik-titik koordinat sarang peneluran menggunakan GPS pada setiap pasir peneluran disepanjang Sungai Vriendschap.
Sarang yang telah dihitung
kemudian ditandai untuk menghindari terjadinya penghitungan ganda (double counting). Jejak induk : menghitung jejak induk yang naik pada pasir peneluran baik jejak induk membuat sarang maupun tidak membuat sarang. Induk yang naik ke pasir sering membuat jejak berputar-putar mulai saat naik dari tepi sungai sampai kembali ke sungai, sehingga satu jejak induk dihitung sebagai satu individu induk dengan mengikuti jejak yang dibuat pada saat naik ke pasir sampai kembali ke sungai.
Keterangan :
a. Jejak induk Labi-labi moncong babi; b. Sarang Labi-labi moncong babi
Gambar I.2. Jejak induk dan sarang Labi-labi moncong babi. Jarak sarang : mengukur jarak sarang peneluran dari tepi sungai. Jarak sarang yang diukur adalah jarak sarang yang paling terdekat dari tepi sungai atau air.
Pengukuran dilakukan menggunakan roll meter (50 m) dengan
satuan dalam centimeter dan dua angka dibelakang koma dalam satuan terkecil milimeter.
15
2. Data Biologi Peneluran Data biologi peneluran yang diambil meliputi ukuran karapas induk C. insculpta, ukuran plastron, karakteristik telur, dan karakteristik sarang. Pengukuran karapas induk C. insculpta mengacu pada metode pengukuran karapas penyu menurut Bolten (1999) yang meliputi panjang karapas tegak lurus (SCL : Straight Carapace Length) yang di ukur secara panjang tegak lurus karapas, panjang karapas lengkung (CCL : Curved Carapace Length) yang di ukur mengikuti panjang lengkung karapas, lebar karapas tegak lurus (SCW : Straight Carapace With) yang di ukur mengikuti lebar tegak lurus karapas dan lebar karapas lengkung (CCW : Curved Carapace With) yang di ukur mengikuti lebar lengkung karapas. Plastron di ukur terhadap panjang dan lebarnya. Pengukuran karapas dan plastron menggunakan roll meter (3 m) dengan satuan dalam centimeter dan dua angka dibelakang koma dalam satuan terkecil milimeter. Jumlah individu yang ditangkap dan berhasil diukur sebanyak 14 ekor. Pengukuran SCL, CCL, SCW, CCW, dan plastron Labilabi moncong babi seperti terlihat pada Gambar I.3 dan I.4. a b d
c
a. b. c. d.
Pengukuran SCL Pengukuran CCL Pengukuran SCW Pengukuran CCW
Gambar I.3. Pengukuran karapas induk Labi-labi moncong babi
e
e. Pengukuran panjang plastron f. Pengukuran lebar plastron
f
Gambar I.4. Pengukuran plastron induk Labi-labi moncong babi Karakteristik telur dan sarang C. insculpta yang dikumpulkan meliputi jumlah telur dalam satu sarang, jumlah telur normal dan abnormal dalam satu sarang,
16
diameter telur normal dan abnormal, berat telur normal dan abnormal, diameter sarang dan kedalaman sarang.
Pengukuran diameter telur
menggunakan digital caliper dengan satuan nilai dalam millimeter.
Telur
abnormal berbeda dengan telur normal dimana telur abnormal tidak mempunyai kuning telur dan secara visual telur abnormal mempunyai ukuran lebih kecil (biasanya setengah atau lebih kecil dari ukuran telur normal) bila dibandingkan dengan telur normal, dan semakin kecil mendekati akhir peneluran. 3. Data Habitat Persarangan Habitat sarang peneluran Labi-labi moncong babi yang dimaksudkan adalah sekumpulan pasir di tepi sungai atau rawa yang digunakan oleh Labi-labi moncong babi untuk melakukan aktifitas bertelur. Data yang dikumpulkan meliputi : Luasan pasir : mengingat bentuk luasan pasir di alam tidak beraturan maka luasan pasir dihitung berdasarkan titik-titik koordinat (tracking) terluar. Posisi koordinat diambil menggunakan Global Positioning System (GPS).
Pasir
yang di data adalah pasir yang terdapat sarang, pasir yang terdapat jejak, dan pasir tanpa sarang dan jejak. Luasan masing-masing pasir peneluran akan dihitung dan kemudian diakumulatif untuk mendapatkan luasan pasir peneluran yang terdata disepanjang Sungai Vriendschap. Luasan pasir akan dibedakan antara pasir di wilayah rawa dengan pasir di wilayah sungai. Panjang pasir (Perimeter) : merupakan ukuran panjang pasir dalam meter yang didapatkan dengan nilai indeks > 0 sampai tidak terbatas. Bentuk bentang pasir (Fractal Dimension) : diperoleh dengan mengambil titik koordinat tepi pasir menggunakan GPS untuk mendapatkan dimensi bentuk pasir sarang peneluran. Nilai bentuk bentang pasir berupa nilai indeks tanpa satuan dengan interval nilai indeks 1 ≤ Fract ≤ 2. Nilai 1 menunjukkan bentuk pasir adalah sederhana dan bentuk semakin kompleks mencapai nilai 2. Bentuk permukaan pasir (Shape Index) : diperoleh dalam bentuk nilai indeks tanpa satuan dengan nilai indeks ≥ 1 sampai tidak terbatas. Nilai 1 menunjukkan bahwa bentuk permukaan pasir adalah teratur dan semakin tinggi nilainya dari angka 1 menunjukkan semakin tidak teratur.
17
Tekstur pasir : analisa terhadap tekstur pasir dilakukan dilaboratorium tanah Institut Pertanian Bogor. Analisa tekstur pasir dilakukan dari sampel pasir pada keseluruhan pasir (site) yang di data yaitu sebanyak 48 area pasir peneluran. Pendataan tekstur pasir dilakukan pada pasir yang terdapat sarang, jejak maupun yang tidak terdapat sarang. Sampel diambil pada kedalaman 10 – 25 cm yang didasarkan pada kedalaman sarang labi-labi moncong babi dengan cara mencampurkannya (mix).
Hasil ditunjukkan dalam bentuk
ukuran butiran pasir berdasarkan metode penyaringan. Tekstur butiran pasir diklasifikasikan berdasarkan kelompok yang meliputi pasir sangat halus (very fine sand) 0,05 – 0,1 mm, pasir halus (fine sand) 0,1 – 0,25 mm, pasir sedang (medium sand) 0,25 – 0,5 mm, pasir kasar (coarse sand) 0,5 – 1,0 mm, dan pasir sangat kasar (very coarse sand) 1,0 – 2,0 mm (Gee dan Bauder, 1986). Luas tutupan vegetasi : tutupan vegetasi di lakukan dengan mendata ada tidaknya vegetasi penutup pada habitat peneluran. Luasan vegetasi penutup dihitung pada setiap satu luasan pasir peneluran untuk mendapatkan luasan tutupan vegetasi.
Untuk luasan tutupan vegetasi yang besar atau luas,
pengukuran luas dilakukan dengan mengambil titik-titik koordinat tepi vegetasi terluar menggunakan GPS kemudian dihitung luasnya menggunakan ArcView 3.3, sedangkan untuk luasan tutupan vegetasi yang kecil dapat diukur secara manual menggunakan roll meter (50 m). Untuk memudahkan penghitungan luas tutupan vegetasi ang kecil secara manual, pendekatan penghitungannya disesuaikan dengan bentuk tutupan vegetasi dilapangan, apakah berbentuk lingkaran, persegi panjang, bujur sangkar, dan lain-lain. Jika terdapat lebih dari satu luasan tutupan vegetasi dalam satu pasir peneluran maka luasan tutupan vegetasinya merupakan kumulatif dari lebih dari satu luas tutupan vegetasi yang ada.
2.3. Analisis Data Analisis data secara deskriptif dilakukan untuk mengetahui struktur habitat sarang peneluran Carettochelys insculpta di wilayah Sungai Vriendschap. Variabel-variabel yang di analisis terhadap jumlah sarang peneluran dan jejak induk betina meliputi meliputi luasan pasir, panjang pasir (Perimeter), bentuk
18
bentang pasir (Fractal Dimension), bentuk permukaan pasir (Shape Index), tekstur pasir dan luasan tutupan vegetasi penutup pasir. Nilai Shape Index (SHAPE), Fractal Dimension (FRACT) dan Perimeter (PERIM) dicari dengan menggunakan rumus (McGarigal et al. 1995) sebagai berikut : Shape Index : Vector SHAPE :
pij 2√π ₀ aij
Satuan : tidak ada; Kisaran nilai : SHAPE ≥ 1, sampai tidak terbatas Fractal Dimension : Vector 2 ln pij FRACT : ln aij Satuan : Tidak ada Kisaran nilai : 1 ≤ FRACT ≤ 2 Perimeter : Vector PERIM :
pij
Satuan : Meter Kisaran nilai : PERIM ≥ 0, sampai tidak terbatas Proses mendapatkan nilai luasan pasir, Perimeter (PERIM), Fractal Dimension (FRACT) dan Shape Index (SHAPE), diawali dengan membuat polygon setiap pasir peneluran terlebih dahulu kemudian dianalisis menggunakan ekstension Habitat Analysis dan Patch Analysis pada ArcView 3.3, sedangkan untuk mendapatkan nilai luasan tutupan vegetasi menggunakan ArcView 3.3 dan Microsoft office exel 2007. Nilai tekstur pasir didasarkan pada kelas ukuran tekstur pasir mulai dari pasir sangat kasar sampai sangat halus berdasarkan hasil analisis di laboratorium tanah IPB. Analisis terhadap bentuk sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi dilakukan menggunakan Metode rasio ragam dan Metode indeks (Ludwig dan Reynolds 1988). Peubah yang diukur dalam menggunakan metode rasio
19
ragam adalah nilai tengah dan nilai keragaman.
Rumus yang digunakan
berdasarkan metode rasio ragam adalah :
xi . f i
x =
Dimana :
2
n = N
fi
dan
S² =
( xi . f i ) x.n N 1
x = nilai tengah atau rata-rata
S2 = varians/keragaman xi = jumlah individu fi = frekuensi banyaknya jumlah individu ditemukan n
= jumlah total individu (jumlah sarang/jejak induk)
N = jumlah plot (jumlah pasir peneluran) Hipotesis yang dapat dibuat dalam melihat sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi berdasarkan metode rasio ragam adalah :
Jika S² = X, maka sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi adalah acak (randomly disperse)
Jika S² < X, maka sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi adalah homogen/teratur (regularly disperse)
Jika S² > X, maka sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi adalah mengelompok/agregat (contagiously disperse) Dari nilai tengah dan nilai keragaman kemudian dilanjutkan dengan melihat
pola sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi menggunakan Metode indeks yang meliputi Index of Dispertion (ID), Index of Clumping (IC) dan Green’s Index (GI) (Ludwig dan Reynolds 1988). Index of Dispertion (ID) : Untuk menghitung nilai Index of Dispertion (ID) dan nilai Chi-square (X2) menggunakan rumus : ID = S2 / x Dimana :
x =
dan
xi . f i fi
X2 = ID (N - 1)
n = N
2
dan
2
S =
( xi . f i ) x.n N 1
Hipotesis yang dapat dibuat dalam melihat sebaran sarang dan jejak induk Labilabi moncong babi berdasarkan Index of Dispertion (ID) adalah jika :
20
ID = 1, maka sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi menyebar secara acak (randomly disperse)
ID < 1, maka sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi menyebar secara homogen (regularly disperse)
ID > 1, maka sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi menyebar secara mengelompok (contagiously disperse)
Index of Clumping (IC) : Untuk menghitung nilai Index of Clumping (IC) digunakan rumus : IC = (S2 / x) – 1 = ID – 1
dimana : IC = Index of Clumping ID = Index of Dispertion
Green’s Index (GI) : Untuk menghitung nilai Green’s Index (GI) digunakan rumus : GI = [(S2 / x) – 1] / n-1 = IC / n-1
dimana : GI = Green’s Index IC = Index of Clumping
Hipotesis yang dapat dibuat dalam melihat sebaran sarang dan jejak induk Labilabi moncong babi berdasarkan Index of Clumping (IC) dan Green’s Index (GI) adalah jika :
IC atau GI = 0 maka pola sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi adalah acak (randomly disperse)
IC atau GI < 0 maka pola sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi adalah seragam (regularly disperse)
IC atau GI > 0 maka pola sebaran sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi adalah mengelompok (contagiously disperse) Untuk mengetahui nilai dari masing-masing variabel, dilakukan analisis
statistik Regresi Linier menggunakan software Minitab 16.
Dari persamaan
regresi yang diperoleh kemudian dilakukan prosedur stepwise pada statistik regresi agar diperoleh variabel mana yang paling memberikan pengaruh terhadap jumlah sarang peneluran dan jejak induk Carettochelys insculpta.
21
Adapun persamaan regresi linier yang digunakan adalah sebagai berikut : Y1 = a + bV1 + cV2 + dV3 + eV4 + fV5 + gV6 Y2 = a + bV1 + cV2 + dV3 + eV4 + fV5 + gV6 Dimana :
Y1 Y2 a b-g V1 V2 V3 V4 V5 V6
= Jumlah sarang Carettochelys insculpta = Jumlah jejak induk Carettochelys insculpta di pasir = Nilai konstanta = Nilai setiap variabel = Variabel luasan pasir = Variabel panjang pasir (Perimeter) = Variabel bentuk bentang pasir (Fractal Dimension) = Variabel bentuk permukaan pasir (Shape Index) = Variabel tekstur pasir = Variabel luasan tutupan vegetasi
Untuk mengetahui validitas data yang diperoleh maka dilakukan tahapan-tahapan pengecekan menggunakan minitab 16 sebagai berikut : Analisis regresi linier awalnya dilakukan terhadap data yang diperoleh langsung dari lapangan sehingga belum diketahui apakah data yang diperoleh menyebar normal atau tidak. Setelah didapat persamaan regresi dari data lapangan kemudian dilakukan pengecekan kenormalan data menggunakan Kolmogorov-Smirnov pada software minitab 16. Jika nilai P-value belum melebihi dari 0.05 (P-value ≤ 0.05) maka data yang diperoleh belum menyebar normal dan apabila P-value sudah melebihi dari 0.05 (P-value ≥ 0.05) maka data yang diperoleh sudah menyebar normal Apabila diperoleh data lapangan tidak menyebar normal maka dilakukan transformasi data agar mendapatkan sebaran data yang normal. Setelah proses transformasi data selesai dilakukan general regression dengan menggunakan box-cox power transformation pada use optimal lambda dan pengecekan kenormalan sebaran datanya kembali menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Jika setelah proses transformasi sebaran datanya menyebar normal maka digunakan persamaan hasil regresi setelah transformasi tersebut, namun jika setelah proses transformasi peyebaran datanya tetap belum normal dan persamaan regresi yang dihasilkan ternyata kurang baik dibanding sebelum
22
transformasi maka digunakan persamaan model regresi dari data awal (sebelum transformasi). Tahap berikutnya yaitu mencari parameter terbaik yang mempengaruhi jumlah sarang dan jejak induk betina dengan menggunakan metode stepwise. Hasil yang diperoleh kemudian di cek kembali sebaran datanya normal atau tidak. Apabila belum normal digunakan data transformasi dan melakukan general regression menggunakan box-cox power transformation pada use optimal lambda lalu diteruskan pengecekan kenormalan sebaran data transformasi menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Jika setelah proses transformasi sebaran datanya menyebar normal maka digunakan persamaan hasil regresi dengan metode stepwise setelah transformasi tersebut, namun jika setelah proses transformasi peyebaran datanya tetap belum normal dan persamaan regresi yang dihasilkan ternyata kurang baik dibanding sebelum transformasi maka digunakan persamaan model regresi hasil metode stepwise dari data awal (sebelum transformasi). Pada persamaan regresi ini dapat diketahui kontribusi variabel luasan pasir, panjang pasir (Perimeter), bentuk bentang pasir (Fractal Dimension), bentuk permukaan pasir (Shape Index), tekstur pasir dan luasan tutupan vegetasi penutup pasir, sehingga dapat ditentukan total kontribusi setiap faktor terhadap jumlah sarang peneluran dan jarak sarang Labi-labi moncong babi dari air/sungai. Sebaran sarang peneluran Carettochelys insculpta di sungai dan rawa Vriendschap dilakukan berdasarkan titik-titik koordinat sarang yang di dapat. Data titik-titik koordinat sarang peneluran kemudian digabungkan dengan data koordinat kampung, distrik atau kabupaten yang diambil pula. Sebaran sarang peneluran Labi-labi moncong babi dan wilayah administrasi (pemukiman) kemudian diolah menggunakan perangkat lunak (software) ArcView 3.3.
23
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil 3.1.1. Jumlah Jejak Induk dan Sarang Peneluran Total jejak C. insculpta berjumlah 543 jejak dengan rincian 19 jejak terdapat di wilayah Bor (rawa) sedangkan 524 jejak terdapat di sepanjang sungai yang meliputi wilayah Bor, Obokain, Indama dan Sumo (rata-rata = 11.44 ± 34.11; kisaran = 0 – 201). Sedangkan total sarang yang terdata berjumlah 131 sarang dengan rincian 7 sarang terdapat di wilayah rawa (Bor) dan 124 sarang terdapat di sepanjang sungai yang meliputi wilayah Bor (sungai), Obokain, Indama dan Sumo (rata-rata = 2.75 ± 15.26; kisaran = 0 – 106). Sebaran sarang sarang Labi-labi moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap disajikan pada Gambar I.5 dibawah ini.
Gambar I.5 Sebaran sarang Vriendschap
Carettochelys
insculpta
di
wilayah
Sungai
Total jumlah jejak dan sarang C. insculpta pada keseluruhan pasir peneluran yang berhasil di data pada wilayah Bor (Rawa), Bor (Sungai), Obokain, Indama, dan Sumo disepanjang wilayah Sungai Vriendschap disajikan pada
24
Gambar I.6, sedangkan jumlah sarang dan jejak induk harian dapat dilihat pada Gambar I.7. 400 350 300 250 200 150 100 50 0
373
Jejak Sarang
109
80
65 19
7
Bor (Rawa)
6
8
1
Bor (Sungai)
Obokain
6
Indama
Sumo
Gambar I.6 Sebaran jumlah jejak induk dan sarang Carettochelys insculpta di sepanjang Sungai Vriendschap 280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
271 195
Jumlah sarang Jumlah jejak
102 56
40 38 44 07
11 0 0
13
21 1
17
Gambar I.7 Sebaran harian jumlah jejak induk dan sarang Carettochelys insculpta pada bulan November 2011 di wilayah Sungai Vriendschap Hasil analisis terhadap pola sebaran sarang dan jejak induk C. insculpta menunjukkan bahwa pola sebaran sarang dan jejak C. insculpta di Sungai Vriendschap adalah berkelompok seperti yang terlihat pada Tabel I.1 dan Tabel I.2. Tabel I.1 Pola sebaran sarang Carettochelys insculpta di Sungai Vriendschap.
25
Metode x S²
Ratio ragam
Dispersi Indeks
Hipotesis S² = x acak S² < x homogen/teratur S² > x berkelompok ID = 1 acak 84.712 ID < 1 homogen/terarur ID > 1 berkelompok 83.712 IC/GI = 0 acak 0.639 IC/GI < 0 homogen/teratur IC/GI > 0 berkelompok
Nilai 2.75 232.957
Clumping Green
Tabel I.2 Pola sebaran Vriendschap.
jejak
Metode
Nilai 11.438 1163.31
induk
Carettochelys
Pola sebaran sarang Berkelompok
Berkelompok
Berkelompok
insculpta
Hipotesis x S² = x acak Ratio ragam S² S² < x homogen/teratur S² > x berkelompok ID = 1 acak Dispersi 101.706 ID < 1 homogen/terarur ID > 1 berkelompok Indeks Clumping 100.706 IC/GI = 0 acak Green 0.184 IC/GI < 0 homogen/teratur IC/GI > 0 berkelompok
di
Sungai
Pola sebaran Jejak Berkelompok
Berkelompok
Berkelompok
3.1.2. Biologi Peneluran Diameter rata-rata sarang yang dibangun adalah 11.91 ± 1.73 cm (n = 62, kisaran = 8 – 17.5) dengan kedalaman rata-rata sarang adalah 17.38 ± 1.86 cm (n = 70, kisaran = 13 – 22). Jumlah telur rata-rata dalam satu sarang adalah 20.05 ± 5.60 butir (n = 79, kisaran = 7 – 34) dengan diameter rata-rata adalah 41.33 ± 1.54 mm (n = 400, kisaran = 35.25 – 46.49) dan berat telur rata-rata 37.98 ± 6.30 gr (n = 400, kisaran = 30 – 50). Telur yang sehat berwarna putih, cangkang yang keras dan terdapat titik embrio. Dalam satu sarang belum ditemukan telur Labilabi moncong babi yang tidak normal (abnormal). Telur normal adalah telur yang ukurannya relatif seragam dan mengandung kuning telur sedangkan telur abnormal adalah telur yang tidak mengandung kuning telur dengan ukuran yang lebih kecil dari rata-rata ukuran normal.
Rata-rata jarak sarang Labi-labi
moncong babi dari tepi sungai atau air di wilayah Sungai Vriendschap adalah 22.13 ± 12.79 m (n = 116, kisaran = 4.10 – 49.70). Induk betina yang melakukan proses peneluran bervariasi dalam berat dan ukuran. Karakteristik ukuran morfologi dari induk betina C. insculpta meliputi
26
rata-rata berat induk adalah 11.63 ± 1.02 Kg (n = 14, kisaran = 10.43 – 13.38), rata-rata panjang plastron adalah 36.96 ± 1.41 cm (n = 14, kisaran = 35 – 39), rata-rata lebar plastron adalah 29.07 ± 1.40 cm (n = 14, kisaran = 27 - 31), ratarata panjang lengkung kerapas (CCL) adalah 48.06 ± 0.93 cm (n = 14, kisaran = 46.4 – 49.5), rata-rata panjang tegak lurus kerapas (SCL) adalah 44.14 ± 2.91 cm (n = 14, kisaran = 35 - 47), rata-rata lebar lengkung kerapas (CCW) adalah 48.16 ± 1.68 cm (n = 14, kisaran = 45.6 – 51.5), dan rata-rata lebar tegak lurus kerapas (SCW) adalah 34.21 ± 1.66 cm (n = 14, kisaran = 30 - 36).
3.1.3. Habitat Peneluran (Bersarang) di Sungai Vriendschap A. Panjang Pasir (Perimeter), Bentuk Bentang Pasir (Fractal Dimension) dan Bentuk Permukaan Pasir (Shape Index) Perimeter pasir yang didapat berkisar 0,099 – 2,281 km atau 99 – 2.281 m ( rata-rata = 0.74 ± 0.42 km), fractal dimension berkisar 0.991 – 1.243 (rata-rata = 1.073 ± 0.047) dan shape index berkisar 0.964 – 2.061 (rata-rata = 1.405 ± 0.253) dari 48 pasir peneluran yang berhasil terdata di wilayah Sungai Vriendschap.
B. Tekstur Pasir Dari 15 pasir di wilayah Bor (Rawa) dan 33 pasir di tepi sungai yang meliputi wilayah Bor (Sungai), Obokain, Indama dan Sumo, didapati sebaran tekstur pasir peneluran sarang di wilayah Sungai Vriendschap seperti tersaji pada Gambar I.8. 12 10 8 6 Σ 4 p 2 a 0 s i r
11 6 4 0
1
2
1
2 0
0
3
2 0
4
Bor (Rawa)
3
1
3 0
1
0
1
3 0000
00
00
Bor (Sungai) Obokain
I (2 - 1)
II (1 - 0.5) III (0.5 0.25)
IV (0.25 0.1)
V (0.1 0.05)
VI (0.05 0.02)
Indama Sumo
Tekstur pasir (mm)
Gambar I.8 Sebaran tekstur pasir peneluran sarang Carettochelys insculpta di wilayah Sungai Vriendschap
27
Mengacu pada penggolongan tekstur pasir menurut Gee dan Bauder (1986) maka fraksi I adalah golongan pasir sangat kasar dengan ukuran butir pasir berkisar 2 – 1 mm, fraksi II adalah golongan pasir kasar dengan ukuran butir pasir berkisar 1 – 0.5 mm, fraksi III adalah golongan pasir sedang dengan ukuran butir pasir berkisar 0.5 – 0.25 mm, fraksi IV adalah golongan pasir halus dengan ukuran butir pasir berkisar 0.25 – 0.1 mm, fraksi V adalah golongan pasir sangat halus dengan ukuran butir pasir berkisar 0.1 – 0.05 mm, fraksi VI adalah golongan debu kasar dengan ukuran butir pasir berkisar 0.05 – 0.02 mm, fraksi VII adalah golongan debu sedang dengan ukuran butir pasir berkisar 0.02 – 0.005 mm, fraksi VIII adalah golongan debu halus dengan ukuran butir pasir berkisar 0.005 – 0.002 mm, fraksi IX adalah golongan liat kasar dengan ukuran butir pasir berkisar 0.002 – 0.0005 mm dan fraksi X adalah golongan liat halus dengan ukuran butir pasir berkisar < 0.0005 mm. Persentase tekstur pasir pada setiap pasir peneluran yang di data di wilayah Sungai Vriendschap dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambar I.8 memperlihatkan sebaran tekstur pasir di sepanjang Sungai Vriendschap yang meliputi wilayah adat Bor (rawa dan sungai), Obokain, Indama dan Sumo, didominasi oleh tekstur pasir sedang (fraksi III) sebanyak 18 area pasir peneluran, dikuti tekstur pasir halus (fraksi IV) sebanyak 13 area pasir peneluran, tekstur pasir kasar (fraksi II) sebanyak 8 area pasir peneluran, tekstur pasir sangat kasar (fraksi I) sebanyak 4 area pasir peneluran, tekstur debu kasar (fraksi VI) sebanyak 3 area pasir peneluran dan fraksi tekstur pasir sangat halus (fraksi V) sebanyak 2 area pasir peneluran.
Tekstur pasir peneluran pada wilayah Bor
(rawa) terdiri atas kelompok pasir sedang, halus dan halus sekali dengan sebarannya di dominasi oleh pasir halus, sedangkan pada wilayah Bor (sungai) dan Indama tekstur pasir termasuk dalam kelompok pasir sangat kasar, kasar dan sedang. Sebaran tekstur pasir peneluran di wilayah Obokain terlihat lebih komplit dimana tekstur pasir peneluran termasuk pada kelompok pasir sangat kasar, kasar, sedang, halus dan debu kasar, sementara pada wilayah Sumo hanya terdiri atas dua kelompok pasir yaitu pasir sedang dan halus. Sebaran jumlah jejak dan sarang C. insculpta pada 3 wilayah pemanfaatan di Sungai Vriendschap yang didasarkan pada tekstur pasir, disajikan pada Tabel I.3. Tabel I.3 Sebaran jumlah jejak dan sarang Carettochelys insculpta pada 3 wilayah pemanfaatan di Sungai Vriendschap
28
Sebaran jejak dan sarang berdasarkan tekstur pasir Wilayah
I (2 - 1)
Total
II (1 - 0.5) III (0.5 - 0.25) IV (0.25 - 0.1) V (0.1 - 0.05) VI (0.05 - 0.02)
Jejak S a r a n g Jejak Sarang J e j a k Sa r a n g J e j a k S a r a n g Jejak Sa r a n g J e j a k S a r a n g Jejak Sarang Bor Obokain Sumo
0
0
0
0
4
3
3
0
0
0
0
0
7
3
155
1
7
0
3
1
201
106
0
0
6
0 372 108
0
0
0
0
80
6
0
0
0
0
0
0
80
6
Tabel I.3 memperlihatkan bahwa potensi pasir dengan jejak induk yang cukup banyak terdapat pada pasir sangat kasar (I) dan halus (IV) pada wilayah Obokain dan pasir sedang (III) pada wilayah Sumo, sedangkan jumlah sarang didapati terkonsentrasi lebih tinggi pada kelompok pasir halus (IV) di wilayah pemanfaatan Obokain dibanding wilayah Bor dan Sumo. Potensi jejak induk labilabi yang naik ke pasir untuk bertelur (bersarang) menggambarkan bahwa kelompok tekstur pasir sangat kasar, sedang dan halus berpotensi dijadikan pilihan sebagai habitat pasir peneluran bagi induk labi-labi untuk melakukan aktifitas bertelur. C. Luas Pasir dan Tutupan Vegetasi Total luasan pasir yang terdata dari 48 pasir peneluran adalah 1.156.823 2
m atau seluas 115,68 Ha dan total panjang perimeter adalah 35.518,37 m atau sepanjang 35,52 Km. 15 pasir peneluran diantaranya didapati adanya tutupan vegetasi dengan luas 416.128 m2 atau 41,6 Ha dan panjang perimeternya 12.778 m atau 12,78 Km. Didasarkan pada luasan pasir dan perimeter terdapat vegetasi dan tanpa vegetasi, maka kepadatan sarang dan jejak Labi-labi moncong babi pada pasir peneluran di Sungai Vriendschap dapat dilihat pada Tabel I.4 dan I.5. Tabel I.4 Kepadatan sarang dan jejak Labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap berdasarkan luasan pasir Uraian Luas Total Pasir (Ha) Luas Total Pasir Ada Veg (Ha) Keseluruhan Sarang Pasir bervegetasi Keseluruhan Jejak Pasir bervegetasi
Nilai
Kepadatan
Luas Tot al Pasir (Ha)
115.68
Luas Total Pasir Tdk Ada Veg (Ha)
41.61 132 115 549 239
Uraian
1.14
Keseluruhan Sarang
Nilai
Kepadatan
115.68 74.07 132
1.14
2.76
Pasir tdk bervegetasi
17
0.23
4.75
Keseluruhan
549
4.75
Pasir tdk bervegetasi
310
4.19
5.74
Jejak
29
Tabel I.5 Kepadatan sarang dan jejak Labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap berdasarkan perimeter Uraian
Nilai
Panjang Total Perimeter (Km) Pjg Total Perim Ada veg (Km) Keseluruhan
Kepadatan
Pasir bervegetasi Keseluruhan Pasir bervegetasi
Kepadatan
Panjang Total Perimeter (Km)
35.52
12.78
Pjg Total Perim Tdk Ada veg (Km)
22.74
3.72
115
Keseluruhan Sarang Pasir tdk bervegetasi
9.00
549
Jejak
Nilai
35.52
132
Sarang
Uraian
15.46
239
3.72
17
0.75
Keseluruhan
549
15.46
Pasir tdk bervegetasi
310
13.63
Jejak
18.70
132
Pada habitat pasir peneluran, sebagian terdapat tutupan oleh vegetasi dan sebagian lagi bersih dari tutupan vegetasi. Dari 48 pasir peneluran yang terdata, 15 pasir peneluran (31.25%) diantaranya terdapat tutupan vegetasi sedangkan 33 pasir peneluran lainnya (68.75%) tidak tertutup oleh vegetasi dengan persentase luas tutupan vegetasi pada pasir peneluran berbeda-beda yaitu berkisar 0.2% sampai 49.05%. Sebaran pasir peneluran yang terdapat tutupan vegetasinya dapat dilihat pada Tabel I.6 dan perbandingan luasan pasir peneluran dengan luas tutupan vegetasi di sepanjang Sungai Vriendschap (termasuk rawa) dapat dilihat pada Gambar I.9. Tabel I.6 Sebaran pasir peneluran Carettochelys insculpta yang terdapat tutupan vegetasi. Wilayah
Uraian
Bor (rawa) Pasir
1 MB
Luas Pasir (m2)
3 MB
5 LT
6 LT
7 LT
8 LT
9 LT
89285.88 51871.21 69771.77 14130.35 8267.93 10255.38 19491.86 12548.22 2
Tutupan Vegetasi (m ) % Tutupan Vegetasi
4687.06 5749.87 5313.32 6930.86 5.25
11.08
7.62
Obokain
Pasir
1 SS
2
Luas Pasir (m )
3 SS
339.66
49.05
4.11
Indama 8B
1 MK
633.68 521.226 1019.77 6.18
2.67
8.13
Sumo
5 MK
4 KW
6 KW
7295.95 32180.58 25196.69 17632.66 21333.31 23137.13 13729.40 2
Tutupan Vegetasi (m ) % Tutupan Vegetasi
6 MB
1301.11 9781.92 17.83
30.40
83.79 1907.92 0.33
10.82
276.45
243.67
27.41
1.30
1.05
0.20
Ket : - Kode di bawah wilayah menyatakan nomor urut pasir dan nama responden. Sebagai contoh 1 MB berarti pasir nomor 1 pada wilayah Bor yang merupakan pasir pencarian milik responden MB
30
35.0
30.4
30.0 25.0 22.8
25.0
L u 20.0 a 15.0 s
Luas Pasir (ha)
16.7
5.0
Luas Tutupan Vegetasi (ha)
8.7
10.0 2.52 0.00
1.12
0.22
0.03
0.0 Bor (Rawa)
Bor (Sungai)
Obokain
Indama
Sumo
Gambar I.9 Sebaran luas pasir peneluran dan luas tutupan vegetasi pasir peneluran di sepanjang Sungai Vriendschap 3.2. Pembahasan 3.2.1. Sebaran Jejak Induk dan Sarang Peneluran Carettochelys insculpta Didasarkan pada tingginya jumlah jejak dan sarang pada tiap wilayah peneluran di sungai Vriendschap, Gambar I.6 memperlihatkan pasir peneluran di wilayah Obokain paling dipilih oleh induk Labi-labi moncong babi untuk dijadikan tempat bersarang, sedangkan pasir peneluran pada wilayah Indama dan Sumo juga mempunyai potensi cukup baik untuk dijadikan tempat bersarang oleh induk Labi-labi moncong babi dimana terlihat jumlah jejak induk cukup tinggi. Pada pasir peneluran di wilayah Bor (rawa) dan Bor (sungai) terlihat mempunyai potensi yang kecil untuk dijadikan sarang peneluran yang ditandai dengan rendahnya jumlah jejak maupun sarang yang ditemukan. Gambar I.7 memperlihatkan aktifitas jejak maupun sarang peneluran induk Labi-labi moncong babi cukup bagus terjadi pada tanggal 17 – 23 November 2011 dengan puncak peneluran terjadi pada tanggal 19 November 2011. Namun dalam rentang waktu 8 – 25 November terdapat hari-hari yang tidak ditemukan adanya aktifitas induk naik ke pasir peneluran.
Kegagalan maupun keberhasilan
persarangan kura-kura dapat disebabkan oleh kondisi tertentu yang terjadi pada lingkungannya. Kura-kura menggunakan berbagai petunjuk lingkungan untuk memilih tempat bersarang (Miller dan Dinkelacker 2008) dan perilaku bersarang induk betina (Pike 2008). Kura-kura Dermatemys mawii bersarang dalam musim penghujan (Miller dan Dinkelacker 2008), dan penyu Tempayan (Caretta caretta) serta penyu Hijau (Chelonia mydas) mempunyai keberhasilan bersarang lebih baik pada saat hujan (Pike 2008; Godley et al. 2001). Pike (2008) mendapati
31
penyu tempayan (Caretta caretta) di Pantai Atlantik, Florida mempunyai proporsi induk naik ke pasir dan keberhasilan membuat sarang lebih baik saat ada hujan dibanding malam-malam tanpa hujan.
Godley et al. (2001) mendapati pula
keberhasilan bersarang Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pulau Ascension, Selatan Atlantik, lebih baik di saat cuaca hujan, namun keduanya tidak mendapati korelasi yang signifikan antara keberhasilan bersarang dengan curah hujan. Penyebab keberhasilan peneluran Penyu Tempayan dan Penyu Hijau di saat hujan belum dapat dijelaskan oleh Pike (2008) dan Godley et al. (2001), tetapi keduanya mempunyai kesamaan dalam pendugaan proporsi induk naik ke pasir dan melakukan aktifitas bertelur mengacu pada isyarat lingkungan pada malam-malam dimana tekanan atau suhu udara meningkat atau lebih tinggi.
Kamel dan
Mrosovsky (2005) juga menyadari variasi lingkungan dapat menyebabkan perbedaan dalam pola persarangan pada Eretmochelys imbricata, tetapi mereka tidak menemukan korelasi antara penempatan sarang dengan kondisi cuaca di waktu malam. Pada induk betina Labi-labi moncong babi, kepekaaan terhadap isyarat lingkungan dalam proses peneluran ditunjukkan berbeda dengan yang ditemukan pada proses peneluran penyu. Minimnya aktifitas peneluran oleh induk Labi-labi moncong babi disebabkan adanya gangguan cuaca (hujan) baik yang terjadi pada wilayah Vriendschap maupun pada wilayah pegunungan. Hujan yang turun pada wilayah Sungai Vriendschap menyebabkan basahnya pasir peneluran sedangkan hujan yang turun pada wilayah pegunungan menyebabkan permukaan air sungai meningkat sehingga menutup sebagian atau seluruh pasir peneluran. Tingginya curah hujan memberikan dampak negatif terhadap kegagalan proses peneluran, namun Doody et al. (2003a) mendapati adanya dampak positif akibat gangguan cuaca adalah telur yang dihasilkan menjadi lebih besar dalam dua periode berurutan (tahun).
Diluar faktor curah hujan, isyarat atmosfir terlihat turut
memberikan andil dalam menunjang keberhasilan proses induk labi-labi moncong babi untuk naik ke pasir. Induk Labi-labi moncong babi naik ke pasir saat langit terlihat cerah di malam hari yang ditandai dengan banyaknya bintang yang terlihat. Kilatan-kilatan cahaya maupun bunyi gemuruh dari petir dan guntur akan membuat induk Labi-labi moncong babi mengurungkan niatnya untuk naik ke
32
pasir.
Pada penyu, Pike (2008) mendapati penyu tempayan betina muncul
menggunakan isyarat lingkungan untuk memandu perilaku bersarang, dan dapat menggunakan berbagai proses sensorik untuk menentukan kapan cuaca cocok untuk muncul dari laut dengan kondisi yang kondusif untuk bertelur. Curah hujan dan hari hujan yang meningkat di wilayah Wamena (pegunungan) meningkatkan debit Sungai Baliem dan Sungai Seng yang berdampak langsung terhadap debit Sungai Vriendschap karena bagian hulu Sungai Vriendschap bertemu dengan kedua sungai tersebut. Peningkatan debit air sungai mengakibatkan pasir peneluran tertutup oleh air dan proses surutnya air sungai yang terjadi berangsur-angsur memungkinkan minimnya aktifitas peneluran. Gambaran tingginya curah hujan dan hari hujan tahun 2011 yang mempengaruhi aktifitas peneluran induk Labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap disajikan pada Tabel I.7 dan sebagai pembanding, disajikan pula curah hujan dan hari hujan tahun 2010. Tabel I.7 Sebaran curah hujan dan hari hujan tahun 2010 dan 2011 di wilayah Wamena (Pegunungan). Tek.Udr
Suhu.Udr Suhu.Max Suhu.Min Klmbabn Crh.Hjn H.Hujan
(MB)
('C)
('C)
('C)
(%)
(MM)
(Hari)
Sifat Hujan
Peny. Mthri (%)
1 Agustus
835.5
19.4
27.3
13.7
75.0
178.4
21
111.5
60
2 September
835.3
19.7
27.4
14.3
75.0
74.4
16
46.5
65
3 Oktober
834.6
19.9
27.5
14.8
75.0
150.4
19
94.0
43
4 November
834.2
20.2
27.9
14.8
74.0
119.4
19
74.6
64
Jumlah
3339.6
79.2
110.1
57.6
299.0
522.6
75.0
19.8
27.5
14.4
74.8
130.7
18.8
No Bulan (2010)
Rata-Rata
834.9 Tek.Udr
Suhu.Udr Suhu.Max Suhu.Min Klmbabn Crh.Hjn H.Hujan
626 52
(MB)
('C)
('C)
('C)
(%)
(MM)
(Hari)
Sifat Hujan
1 Agustus
835.1
18.6
25.3
14.0
78.0
122.3
24.0
67.3
48
2 September
835.5
19.0
25.3
14.8
79.6
174.6
22.0
96.1
29
3 Oktober
835.4
19.1
26.3
14.3
77.3
137.1
21.0
75.4
43
4 November
834.2
19.7
26.6
14.8
76.0
180.2
22.0
99.1
42
Jumlah
3340.1
76.3
103.6
58.0
310.9
614.2
89.0
448
Rata-Rata
835.0
19.1
25.9
14.5
77.7
153.6
22.3
45
No Bulan (2011)
Peny. Mthri (%)
Sumber : BMKG Wamena (2011)
Tabel I.7 memperlihatkan rata-rata volume curah hujan selama 4 bulan pada tahun 2011 sebesar 153.6 mm/bulan meningkat dibanding pada tahun 2010 sebesar 130.7 mm/bulan. Demikian pula dengan hari hujan dimana pada tahun 2011 rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 22.3 hari lebih tinggi dari pada rata-rata
33
jumlah hari hujan tahun 2010 sebanyak 18.8 hari. Didasarkan kriteria curah hujan bulanan maka rata-rata curah hujan bulanan pada rentang waktu bulan Agustus – November di tahun 2010 dan 2011 masuk dalam kategori sedang. Kriteria curah hujan bulanan terbagi atas empat kriteria yaitu : 1. 0 - 100 mm/bulan : rendah; 2. 101 – 300 mm/bulan : sedang; 3. 301 – 400 mm/bulan : tinggi; 4. > 400 mm/bulan : sangat tinggi. Sifat hujan pada tahun 2010 di bulan September dan November masuk dalam kategori dibawah normal (46.5% dan 74.6%) sedangkan di bulan Agustus dan Oktober masuk dalam kategori normal (111.5% dan 94.0%). Pada tahun 2011, sifat hujan berbanding terbalik dengan sifat hujan tahun 2010 dimana sifat hujan di bulan September dan November masuk dalam kategori normal (96.1% dan 99.1%) sedangkan di bulan Agustus dan Oktober masuk dalam kategori dibawah normal (67.3% dan 75.4%). Sifat hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normalnya pada bulan tersebut di suatu tempat. Kategori sifat hujan terbagi atas tiga kategori yaitu : 1. di atas Normal (A), jika perbandingan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115%; 2. Normal (N), jika perbandingan terhadap rata-ratanya antara 85%-115%; dan 3. Di bawah Normal (B), jika perbandingan terhadap rata-ratanya lebih kecil dari 85%. Jumlah sarang yang didapati terkonsentrasi lebih tinggi pada wilayah Obokain
dibanding
pada
4
(empat)
wilayah
lainnya
menggambarkan
kecenderungan bersarang C. insculpta yang mengelompok. Hasil perhitungan sebaran sarang berdasarkan metode ratio ragam (Tabel I.1) diperoleh nilai ragamnya (232.957) lebih tinggi dari nilai tengahnya (2.75). Dengan hipotesis jika didapatkan nilai ragam lebih besar dari nilai tengah, maka didapatkan pola sebaran sarang C. insculpta adalah mengelompok.
Pola sebaran yang
mengelompok juga didapati dengan menggunakan metode indeks dimana jika
34
nilai indeks dispersi (84.712) lebih besar dari 1, nilai indeks clumping (83.712) lebih besar dari 0, dan nilai indeks green (0.639) juga lebih besar dari 0. Tabel I.2 menunjukkan pola sebaran jejak induk C. insculpta di Sungai Vriendschap juga mengelompok seperti pola sebaran sarang pada Tabel I.1. Pola sebaran sarang dan jejak induk yang mengelompok ini diduga disebabkan oleh sifat eco-ethology (sosio-ekologi) dari kelompok kura-kura atau penyu pada umumnya dimana induk ingin kembali pada tempat dilahirkan dengan pergerakan menuju tempat peneluran secara bersama sambil melakukan interaksi sosial. Sebaran mengelompok terjadi ketika individu cenderung tertarik ke (atau lebih mungkin bertahan dalam) bagian tertentu dari lingkungan, atau ketika kehadiran satu individu menarik atau memunculkan individu lainnya mendekat ke lingkungan tersebut (Begon et al. 2006). Di antara gerakan yang paling mencolok pada amfibi dan reptil yang masih ada adalah migrasi penyu dari tempat menetas menuju tempat makan sebagai remaja dan bertahun-tahun kemudian kembali ke pantai peneluran sebagai penyu dewasa (Vitt dan Caldwell 2009). Sifat tersebut juga diperlihatkan oleh Wood Turtles (Glyptemys insculpta) yang menunjukkan keterkaitan erat dengan tempat kelahirannya, dimana 95% betina kembali pada sarang atau tempat yang sama selama dua tahun berturut-turut (Walde et al. 2007). Tingkah laku bersarang yang mengelompok ini di satu sisi menjadi salah satu faktor penentu bagi peletakan dan keberhasilan persarangan, sementara disisi lain dapat memudahkan hilangnya sarang akibat pemanenan oleh manusia dan rusaknya sarang akibat pemangsaan satwa lainnya seperti babi hutan (Sus sp) dan biawak (Varanus sp). Rowe et al. (2005) menyebutkan bahwa lokasi penjelajahan dalam air tampaknya dipengaruhi pemilihan dan kesetiaan penempatan sarang oleh beberapa individu meskipun individu lain bersarang relatif jauh dari daerah jelajah air. Individu-individu dari banyak spesies bergerak secara bersama dari satu habitat ke habitat yang lain dan kembali lagi berulang kali selama hidup mereka dengan skala waktu yang terlibat mungkin dalam hitungan jam, hari, bulan atau tahun (Begon et al. 2006). Doody et al. (2003c) mendapati bahwa induk betina C. insculpta bergerak bersama di sepanjang sungai selama musim peneluran dan induk yang telah naik ke pasir dapat mempengaruhi keputusan bersarang induk
35
lainnya. Lebih lanjut disampaikan bahwa dengan menggunakan informasi sosial yang terkumpul dari induk betina sebelumnya, dapat mempengaruhi jumlah naiknya induk ke pasir untuk menemukan tempat bersarang yang cocok. Kurakura dan penyu menggunakan kombinasi sinyal visual dan kimia selama interaksi sosial dengan melibatkan kepala dan menampilkan pola dan warna pada anggota tubuh bagian depan, leher, dan kepala (Vitt dan Caldwell 2009). Informasi yang terkumpul tersebut mendasari induk melakukan pilihan (1) hanya muncul ke pasir yang diketahui induk betina lainnya telah membuat sarang, dan (2) menghindari pasir dimana induk betina lainnya hanya berhasil naik ke pasir namun tidak membuat sarang. Apabila didapati pada awal proses peneluran terdapat induk betina Labi-labi moncong babi yang terganggu dalam usahanya melakukan aktifitas bertelur (naik maupun bertelur) maka kelompok induk betina lainnya yang belum naik ke pasir berpindah mencari tempat (pasir) peneluran lainnya dan bertelur selama beberapa malam ditempat yang baru tersebut (Doody et al. 2003c). Dua perilaku penting intra spesifik induk kura-kura yang berkumpul di air pada saat hendak naik ke pasir ditunjukkan pula oleh Doody et al. (2009) yaitu perilaku 1) saat 2 individu atau induk bertemu secara berhadapan maka mereka saling menghindar dengan cara saling memutari atau melingkari satu sama lain, dan 2) beberapa kura-kura lebih kecil (kemungkinan betina atau jantan remaja) muncul dan menciumi pasir basah selama 1 – 3 menit kemudian kembali dengan cepat ke air.
Didasari tingkah laku induk betina dalam rangkaian proses
peneluran, Doody et al. (2003c) menyatakan keberhasilan bersarang Labi-labi moncong babi tidak dapat dianggap sama untuk setiap tahunnya di setiap pasir peneluran, dimana pendataan harus dilakukan setiap tahun untuk menganalisa seberapa jauh pengaruh lokasi, pasir, dan tutupan vegetasi terhadap aktifitas peneluran. Jarak sarang yang dibangun oleh induk dapat berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Perbandingan jarak sarang C. insculpta dari air di lokasi Sungai Vriendschap dengan beberapa beberapa sungai lainnya ditampilkan pada Tabel I.8. Tabel I.8 Perbandingan jarak sarang di wilayah Sungai Vriendschap dan beberapa sungai di wilayah PNG dan Utara Australia
36
Sungai Vriendschap 2011 Kikori 2003* Kikori 2006* Daly* Alligator*
Jarak Sarang dari Air (m) 22,13 ± 12,79 (n = 116; 4,10 – 49,70) 11,9 ± 0,59 (n = 58; 1,5 – 25,5) 11,8 ± 2,87 (n = 5, 1 – 17) 2,45 ± 0,094 (n = 180; 0,59 – 9,10) 2,16 ± 0,28 (n = 8; 1,1 – 3,7)
*) Georges et al. (2008b) Tabel I.8 memperlihatkan rata-rata sarang yang dibuat di Sungai Vriendschap mempunyai jarak yang cukup jauh dari tepi sungai dibandingkan jarak sarang dari air yang dibangun pada lokasi di sungai Kikori, Daly dan Alligator.
Sarang yang dibangun jauh dari air dimungkinkan membutuhkan
waktu yang lebih lama dalam sekali proses peneluran. Di lokasi dengan tingkat pemanenan tinggi, lamanya waktu dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan induk yang naik untuk bertelur karena waktu yang dibutuhkan induk untuk kembali ke air cukup panjang sehingga memberikan kesempatan bagi manusia untuk menangkapnya. Rowe et al. (2005), tidak menemukan korelasi diantara rata-rata jarak sarang dari air dan rata-rata panjang kerapas dari setiap Kura-kura Midland Painted (Chrysemys picta marginata) dimana sarang yang diletakkan mengindikasikan kura-kura dengan ukuran besar tidak melakukan perjalanan dari air lebih jauh dibanding kura-kura dengan ukuran lebih kecil selama masa peneluran.
3.2.2. Biologi Peneluran Carettochelys insculpta Proses peneluran oleh induk Labi-labi moncong babi dimulai dengan naik ke pasir, berputar-putar dalam mendapatkan tempat yang cocok, menggali sarang, bertelur, menutup lubang sarang, dan kembali ke sungai dengan cara berputarputar pula. Proses tersebut dilakukan pada saat matahari tenggelam (malam hari) dan saat cuaca cerah (tidak hujan). Doody et al. (2009) mendapati C. insculpta bersarang pada malam hari dengan satu pengecualian satu individu bersarang pada senja hari. Jumlah telur yang dihasilkan bervariasi dalam satu sarang dengan berat dan dimensi yang berbeda antara lokasi satu dengan lokasi lainnya. Sebagai perbandingan diameter dan berat telur C. insculpta di Sungai Vriendschap dengan beberapa sungai lainnya dapat dilihat pada Tabel I.9.
37
Tabel I.9 Perbandingan diameter dan berat telur di wilayah Sungai Vriendschap dengan beberapa sungai di wilayah PNG dan Utara Australia Sungai Vriendschap 2011
Diameter Telur (mm) 41,33 ± 1,54 (n = 400; 35,25 – 46,49)
Kikori 2003*
43,1 ± 0,59 (n = 20; 40,2 – 53,1)
Kikori 2006*
40,9 ± 0,52 (n = 14; 38,0 – 45,1)
Daly* Alligator*
39,6 ± 0,21 (n = 156) 41,8 (n = 1)
Berat Telur (gr) 37,98 ± 6,30 (n = 400, 30 – 50). 48,0 ± 1,29 (n = 20; 39,3 – 66,6) 36,4 ± 0,46 (n = 14; 33,8 – 40,1) 35,2 ± 0,20 (n = 153) 40,2 (n = 1)
*) Georges et al. (2008b) Berat telur Labi-labi moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap terlihat masih lebih tinggi dibandingkan berat telur di Kikori tahun 2006 yang juga telah mengalami penurunan kualitas berat telur dari tahun 2003 dan di Daly (Tabel I.9). Tingginya tingkat pemanfaatan diduga dapat mempengaruhi kualitas telur yang dihasilkan, seperti penurunan berat telur yang terjadi di Kikori, dimana ukuran telur, berat telur dan volume kuning telur dapat berkurang. Wood et al. (2009) mendapati ukuran telur burung Black-Headed Gulls (Larus ridibundus) terbesar berada pada sarang ditengah koloni (sarang kecil kemungkinan dipanen), sedangkan pada sarang yang di panen didapati adanya pengurangan volume telur, kuning telur dan ketebalan cangkang, yang dapat mempengaruhi keberhasilan penetasan dan tingkat keberhasilan hidup anak hasil penetasan. Pada sarang yang dipanen juga ditemui proporsi telur abnormal lebih tinggi dengan kuning telur lebih kecil dan telur tidak berpigmen. Penurunan kualitas telur Larus ridibundus diduga oleh Wood et al. (2009) sebagai pengaruh akibat dari adanya dampak pemanenan. Ukuran kerapas menunjukkan umur dari C. insculpta, dimana semakin panjang atau besar ukuran kerapasnya menunjukkan individu induk semakin dewasa.
Sebagai pembanding, Georges et al. (2008b) mendapatkan panjang
kerapas rata-rata induk betina C. insculpta di aliran Kikori (PNG) adalah 47.7 ± 0.88 cm (n = 12, 40.4 – 52.0) dengan berat 11.2 ± 0.56 Kg (n = 12, 6.9 – 14.3 Kg), mencapai 52,3 cm di Billabong (Australia) dan berkisar 52,4 – 58,6 cm di Taman Nasional Kakadu (Australia) (Georges dan Kennett 1989), dan 45.6 cm di South Alligator River (Australia) (Schodde et al. 1972). Dari perbandingan diatas
38
terlihat panjang kerapas induk betina C. insculpta di Sungai Vriendschap lebih rendah dibanding panjang kerapas induk dari Billabong dan Taman Nasional Kakadu, namun masih lebih panjang dibanding induk dari Kikori dan South Alligator River.
3.2.3. Habitat Peneluran (Bersarang) di Sungai Vriendschap A. Panjang Pasir (Perimeter), Bentuk Bentang Pasir (Fractal Dimension) dan Bentuk Permukaan Pasir (Shape Index) Fractal dimension bernilai 1 menunjukkan dimensi bentuk atau bentuk bentang pasirnya lebih sederhana seperti berbentuk lingkaran atau persegi dan bentuknya semakin kompleks apabila nilainya semakin mendekati nilai 2, sedangkan shape index bernilai 1 menunjukkan patch berbentuk melingkar atau persegi (teratur) dan bentuknya semakin tidak beraturan apabila semakin besar dari nilai 1. Rata-rata nilai fractal dimension dengan nilai 1.073 menunjukkan pasir peneluran Labi-labi moncong babi mempunyai bentuk bentang pasir yang sederhana. Shape index (Si) bernilai 1 didapati pada 1 pasir peneluran di wilayah Obokain dan patch paling tidak teratur didapati pada 1 pasir di wilayah Bor (rawa) dan 1 pasir di wilayah Sumo. Patch pasir peneluran di wilayah Sungai Vriendschap lebih condong kearah yang teratur didasarkan pada persentase nilai Si < 1.5 sebanyak 62.5% (30 site pasir) dan persentase nilai Si ≥ 1.5 sebanyak 37.5% (18 site pasir). Nilai shape index pasir peneluran dan jumlah jejak dan sarang labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap yang terdapat pada masingmasing wilayah adat pemanfaatan disajikan pada Tabel I.10. Tabel I.10 Nilai shape index pasir peneluran dan jumlah jejak dan sarang Labilabi moncong babi di Sungai Vriendschap SI < 1.5 > 1.5 Total Jejak Sarang
Bor (rawa) Σ % 10 5 15
20.83 10.42 31.25 19 7
Bor (Sungai) Σ % 6 0 6
12.50 0 12.50 6 1
Obokain Σ % 10 20.83 4 8.33 14 29.17 379 110
Indama Σ % 3 6.25 3 6.25 6 12.50 65 8
Sumo Σ % 1 6 7
2.08 12.50 14.58 80 6
39
Tabel I.10 memperlihatkan bahwa nilai shape index tidak menunjukkan hubungan antara bentuk patch dengan keberadaan jejak induk dan jumlah sarang. Nilai Si < 1.5 dengan persentase tinggi terdapat pada wilayah Bor (rawa) dan Obokain, namun terdapat perbedaan dari total jejak induk maupun sarang. Demikian pula di wilayah Obokain persentase nilai Si < 1.5 tinggi diikuti total jumlah jejak induk dan sarang yang juga tinggi, namun di wilayah Sumo persentase nilai Si > 1.5 rendah namun total jejak induk tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Labi-labi Moncong Babi dalam proses penelurannya tidak memperhitungkan keteraturan bentuk dari pasir peneluran.
B. Tekstur Pasir Doody et al. (2003b) mendapatkan tempat peneluran C. insculpta umumnya didominasi oleh substrat pasir namun dapat juga bersarang pada berbagai substrat mulai dari pasir lempung sampai mengandung kerikil, dimana dalam memilih pasir potensial sebagai tempat menaruh telurnya C. insculpta menggunakan isyarat-isyarat bawah air, sedangkan Triantoro dan Rumawak (2010) secara visual mendapati sarang-sarang terdapat pada substrat pasir halus sampai bercampur kerikil. Dalam wilayah jelajah C. insculpta, penggunaan pasir persarangan tidak berbeda antara betina bertelur dan tidak bertelur tetapi Carettochelys
insculpta
betina
mempunyai
wilayah
jelajah
lebih
luas
dibandingkan wilayah jelajah jantannya (Doody et al. 2002). Sarang-sarang Labilabi moncong babi umumnya terdapat pada pasir yang bersih, halus, yang tidak tertutup oleh vegetasi dan dekat dengan air (Georges et al. 2008b) dan hanya dapat bertelur pada pasir yang rendah dimana pasir masih dapat saling terikat dengan kelembaban yang rendah, pada pasir dengan sedikit atau tanpa vegetasi penutup yang mempunyai ketinggian pasir 0,25 m di atas air (Doody et al. 2003b), pada pasir di sungai, pasir ditikungan alur sungai, atau di anak sungai kecil yang memasuki aliran utama (Georges et al. 2008b), pasir pada tepi sungai atau rawa.
Di Australia, sarang-sarang berada pada sekumpulan pasir yang
terdapat dekat sungai dan rawa (Georges dan Kennett 1989; Doody et al. 2003b) sementara di New Guinea, sarang-sarang juga terdapat dekat air di pertengahan sampai muara sungai, pada sekumpulan pasir di delta sungai dan pada pasir pantai
40
di pesisir laut (Georges et al. 2008b). Sebagai gambaran pasir peneluran di wilayah Sungai Vriendschap dapat dilihat pada Gambar I.10 di bawah ini.
a
b
Gambar I.10 Pasir peneluran Labi-labi moncong babi di (a) tepi sungai dan (b) rawa Vrienschap Tingginya jumlah jejak namun tidak diikuti oleh keberhasilan dalam proses peneluran atau membuat sarang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti 1) adanya gangguan suara motor perahu saat induk naik ke pasir untuk bertelur, 2) perburuan induk di saat hendak naik ke pasir, 3) kondisi pasir yang masih basah oleh luapan air sungai, 4) turunnya hujan di sore hari sebelum hari gelap, dan 5) gangguan alam (atmosfir) berupa kilatan-kilatan cahaya dilangit yang biasa menandakan hujan akan turun. Umumnya, kura-kura air tawar dalam membuat sarang lebih memilih tempat berpasir, tinggi dan terbuka, namun dapat mencari habitat alternatif seperti tanggul jika habitat bersarang dalam waktu lama tidak tersedia (Bodie 2001). Di daerah tropika, kura-kura air tawar bertelur di musim kemarau pada pasir yang terkumpul (bank sand) atau timbul (Alvarenga 2010) yang tidak tersedia selama musim penghujan (Miller dan Dinkelacker 2008).
Pada kura-kura punggung
lunak (softshell turtles) seperti Charadrius melodus dan Sterna antillarum secara khusus menempati gundukan pasir yang tinggi, Trachemys scripta dan softshell turtles (Apalone mutica dan A. spinifera) menggunakan habitat bersarang pasir yang terbuka, dan Podocnemis unifilis yang menggunakan pasir terbuka dan tinggi sebagai habitat persarangannya (Bodie 2001). Di wilayah Obokain, tekstur pasir halus hanya didapati pada 1 pasir peneluran saja namun pada pasir tersebut didapati jumlah jejak (201) dan sarang (106) terbanyak (Tabel I.3). Jumlah jejak dan sarang yang tinggi pada pasir halus
41
di wilayah Obokain ternyata tidak diikuti tingginya jumlah jejak dan sarang di wilayah Bor (Rawa) yang didominasi tekstur pasir halus (11 site). Sedikitnya jumlah jejak maupun sarang di wilayah Bor (rawa) diduga akibat faktor alam (eksternal) yang meliputi pasir peneluran di wilayah ini belum mencapai kondisi pasir yang cukup ideal untuk adanya aktifitas persarangan akibat endapan lumpur dan basahnya pasir peneluran akibat luapan sungai (banjir), dan akibat faktor individu (internal) yaitu akibat dari tingkah laku bersarang dari labi-labi moncong babi itu sendiri. Pada peneluran penyu di pantai, kepadatan pasir dapat memberikan kontribusi bagi berkurangnya kehadiran jumlah sarang.
Pasir yang padat
umumnya menghasilkan jumlah sarang lebih sedikit dibanding jumlah sarang yang terdapat pada pasir tidak padat. Pasir yang padat umumnya masih terkena dampak hempasan air laut ataupun air sungai saat banjir.
Penyu akan
menghindari pasir yang basah dan padat dan bergerak mencari pasir yang permukaannya gembur. Triantoro dan Kuswandi (2005) mendapati jumlah sarang penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) di Suaka Margasatwa (SM) Jamursba Medi didapati lebih sedikit pada bagian pantai yang padat akibat sering mengalami limpasan atau abrasi air sungai, sementara Karavas et al. (2005) mendapati berkurangnya jumlah sarang jenis penyu tempayan (Caretta caretta) di bagian barat pantai dibandingkan jumlah sarang di bagian timur Pantai Sekania akibat semakin meningkatnya konsentrasi pasir halus dari timur pantai ke barat pantai. Peningkatan konsentrasi pasir halus tersebut mengakibatkan struktur pasir menjadi lebih padat yang dihindari oleh penyu Tempayan.
C. Luas Pasir dan Tutupan Vegetasi Habitat pasir peneluran di Sungai Vriendschap menyebar disepanjang sungai mulai dari hulu sampai dengan hilir termasuk kumpulan pasir yang terdapat di wilayah rawa. Pasir yang terkumpul (sandbank) tersebut terlihat atau muncul saat debit sungai turun, tetapi tertutup atau tenggelam saat debit air sungai meningkat. Peningkatan debit air terutama disebabkan oleh hujan di wilayah pegunungan yang terkumpul pada aliran Sungai Baliem dan Sungai Seng
42
kemudian bersatu pada satu aliran di Sungai Vriendschap.
Sebaran pasir
peneluran yang berhasil terdata selama penelitian dapat dilihat pada Gambar I.11.
Gambar I.11 Sebaran pasir peneluran Labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta) di wilayah Sungai Vriendschap Tabel I.6 memperlihatkan sebaran pasir peneluran di wilayah Bor (rawa) mempunyai tutupan vegetasi yang lebih luas dibandingkan pasir peneluran yang berada di wilayah tepi sungai (Obokain, Indama dan Sumo). Jenis vegetasi yang dominan menutupi pasir peneluran di wilayah rawa terdiri atas beberapa jenis rumput seperti Ludwigia scandens, Scirpus glosus, Ischaemum timoriense dan Pragmintes karka.
Diluar jenis-jenis rumput tersebut, jenis Pandanus
lauterbachii terlihat bersama-sama mendominasi wilayah rawa. Sifat rumput yang ringan memudahkannya terbawa air dan mengendap pada wilayah dengan perairan yang lebih tenang, seperti rawa. Rumput-rumput tersebut kemudian tertahan pada kumpulan pasir yang ada dan tumbuh menyebar cukup cepat saat sungai surut yang dapat mengakibatkan pasir tertutup oleh rumput. Keterikatan antar rumput dalam penyebarannya di pasir peneluran juga menyebabkan mengumpulnya berbagai serasah dan lumpur yang terbawa aliran air saat meluap sehingga ikut mendukung pertumbuhan dan penyebaran terutama jenis Pandanus sp.
Pada proses peneluran labi-labi, lumpur yang terkumpul
43
menyebabkan permukaan pasir menjadi lebih padat (kompak) saat kering sehingga mempengaruhi keberadaan sarang atau pemilihan bersarang labi-labi. Díaz-Zorita dan Grosso (2000), kekompakan tanah menurun sejalan dengan turunnya kandungan lumpur namun turunnya kekompakan tanah menaikkan total kandungan karbon organik.
Roth (1997) juga mendapati pada tekstur tanah
lempung berpasir dan dengan sebagian besar berlumpur, kepadatan menurun bertahap kearah kedalaman sampai pada batas kepadatan permukaan tanah. Tutupan vegetasi pada wilayah tepi sungai lebih banyak di dominasi jenis Casuarina rumphiana (Gymnostoma rumphianum), Sacharum spontaneum dan Cyperus rotundus. Jenis Casuarina rumphiana dapat tumbuh dan menyebar pada pasir peneluran di tepi sungai disebabkan buahnya terbawa air sungai saat meluap. Jenis ini sudah terdapat di wilayah Bor (rawa) namun masih jarang sebarannya. Sementara jenis rumput Sacharum spontaneum tumbuh secara mengelompok pada pasir peneluran dan menyebar mulai dari wilayah Bor (sungai) sampai Sumo namun masih dalam jumlah sedikit di wilayah Bor (rawa).
Jenis Cyperus
rotundus baru ditemui pada wilayah Obokain dengan konsentrasi cukup banyak pada pasir dimana terdapat banyak sarang peneluran (pasir nomor 3 pada wilayah pemanfaatan Obokain).
Beberapa jenis vegetasi yang mendominasi pasir
peneluran di wilayah Sungai Vriendschap dapat dilihat pada Gambar I.12.
(a)
(b)
(c)
44
(d)
(e)
(g)
(h)
(f)
Keterangan : (a) Ludwigia scandens; (b) Scirpus glosus; (c) Ischaemum timoriense; (d) Pragmintes karka; (e) Sacharum spontaneum; (f) Cyperus rotundus; (g) Casuarina rumphiana; dan (h) Pandanus lauterbachii.
Gambar I.12 Beberapa jenis vegetasi dominan penutup pasir peneluran Labi-labi moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap Triantoro dan Rumawak (2010) mengidentifikasi beberapa jenis vegetasi yang terdapat di sekitar pasir peneluran di wilayah Bor (rawa) meliputi Intsia bijuga ok., Heritiera littoralis, Campnosperma auriculata, Trevesia sundaica Miquel, Hibiscus tiliaceus L., Elaeocarpus spaericus K., Gymnacranthera paniculata, Myristica fatua Houtt, Schefflera lucescens, Alstonia sp, Pandanus lauterbachii K.Sch & Warb., Pandanus polycephalus Lamk., Pandanus tectorius Sol. dan Freycinetia funicularis Mar. Sedangkan Jenis vegetasi yang terdapat di sekitar muara Sungai Baliem dan hulu Sungai Vriendschap meliputi Casuarina rumphiana,
Duabanga
moluccana
Blume,
Anthocephalus
cadamba,
Campnosperma auriculata, Ficus globosa, Ficus variagata, Premna corymbosa, Dysoxylum moltissimum, Timonius timons, Canarium indicum, Pandanus polycephalus Lamk., Pandanus tectorius Sol., Daemonorops melanochaetes Blume dan Calamus scipionum Lour.
45
Diantara tumbuhan di tepi Sungai atau Rawa Vriendschap yang diperkirakan menjadi sumber makanannya adalah Pandanaceae (Pandanus polycephalus Lamk., Pandanus tectorius Sol. dan Pandanus lauterbachii), Sagu (Metroxylon sp), Premna corymbosa, Dysoxylum moltissimum, Syzygium verstegi, Ipomoea aquatica (kangkung air) dan Pragmintes karka (rumput air) (Triantoro dan Rumawak 2010). Hasil analisa makanan dari perut Labi-labi moncong babi di Australia, ditemukan remah-remah buah pandan batu, daun Melaleuca spp, biji, akar, batang tanaman Aerenchymatous, dan materi hewan yang meliputi siput air tawar (Thiaridae sp), Water boatmen (Corixidae sp), kumbang air (Homeodytes scutellaris Germ.), Hydrophilus latipalpus Cast. (Hydrophilidae), dan semutsemut (Iridomyrmex sp) (Schodde et al. 1972), buah-buahan dan dedaunan dari pohon Pandanus aquaticus, buah-buahan dan dedaunan dari pohon Ficus racemosa, algae, ikan, buah-buahan dan dedaunan dari jambu-jambuan (Syzygium cf forte), dan Nimpha (Najas tenuifolia) (Georges dan Kennett 1989). Buah pandan dari beberapa jenis, setelah tua jatuh dan masuk kedalam sungai yang akan menjadi makanan bagi labi-labi. Tabel I.4 memperlihatkan kepadatan sarang sebesar 2.76 sarang/Ha dan kepadatan jejak sebesar 5.74 jejak/Ha pada pasir peneluran yang terdapat vegetasi, lebih tinggi dibandingkan kepadatan sarang sebesar 0.23/Ha dan jejak sebesar 4.19/Ha pada pasir yang tidak terdapat vegetasi.
Demikian pula apabila
didasarkan pada perimeter (Tabel I.5), terlihat kepadatan sarang sebanyak 9.00 sarang/Km dan jejak sebanyak 18.70 jejak/Km pada pasir peneluran yang terdapat vegetasi, lebih tinggi dibandingkan kepadatan sarang sebesar 0.75 sarang/Km dan jejak sebesar 13.63 jejak/Km pada pasir yang tidak terdapat vegetasi. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pasir dengan adanya vegetasi memberikan kontribusi terhadap keberadaan sarang maupun jejak dari Labi-labi moncong babi. Jumlah sarang yang tinggi pada pasir yang mempunyai luas tutupan vegetasi besar bukan menyimpulkan bahwa sarang C. insculpta diletakkan pada pasir yang tertutup oleh vegetasi (dibawah tajuk pohon) tetapi keberadaan sarang-sarang tersebut berada pada pasir peneluran yang terbuka (terkena sinar matahari secara langsung) namun pada wilayah pasir peneluran tersebut terdapat tutupan vegetasi yang cukup luas. Caputo et al. (2005), penutupan vegetasi dan ketinggian di atas
46
permukaan sungai menunjukkan relevansi yang besar dalam menentukan distribusi spasial sarang Podocnemis unifilis, dimana tidak ada sarang yang ditemukan pada daerah yang sangat tertutup, satu sarang ditemukan pada daerah tertutup menengah sedangkan semua sarang lainnya ditemukan pada daerah berpasir yang terbuka. Berbeda dengan sifat bersarang Labi-labi moncong babi yang memilih pasir terbuka, pada jenis Colombian Slider Turtles (Trachemys callirostris callirostris) sarangnya selalu diletakkan dibawah tutupan vegetasi yang diduga untuk mengurangi tekanan suhu udara yang panas saat induk betina bertelur, mengurangi kemungkinan deteksi sarang oleh pemangsa, dan menjaga inkubasi telur-telur dari lingkungan ekstrim (Restrepo et al. 2006), tetapi kurakura tidak selalu menggunakan strategi menempatkan sarang ditengah vegetasi untuk mengurangi deteksi pemangsa (Junior 2009). Jenis vegetasi yang terdapat pada pasir peneluran ikut memberikan sumbangan bagi kehadiran sarang maupun jejak yang ditemukan.
Terdapat
perbedaan sifat penutupan vegetasi antara pasir peneluran di wilayah rawa dengan pasir peneluran di tepi sungai akibat perbedaan jenis vegetasi penyusun. Pada pasir peneluran di wilayah rawa lebih di dominasi oleh rerumputan dengan pertumbuhan yang rapat seperti Scirpus glosus (rumput pisau), Ischaemum timoriense dan Pragmintes karka, sedangkan pada pasir peneluran di wilayah tepi sungai sifat penutupan vegetasi diselingi pepohonan dan rumput. Sifat penutupan rapat yang terjadi pada pasir peneluran yang terdapat di tepi sungai disebabkan telah terjadi pembentukan pulau vegetasi pada pasir peneluran dengan memberikan ruang pasir peneluran di sekeliling vegetasi, sementara sifat penutupan yang tidak rapat terjadi apabila jenis vegetasinya tumbuh secara menyebar dalam kelompok-kelompok (rumpun-rumpun) kecil atau tunggal dengan memberikan ruang pasir peneluran di antara kelompok-kelompok vegetasi atau di celah-celah vegetasi yang ada. Jenis yang mengelompok (berumpun) diisi oleh jenis Sacharum spontaneum (tebu air) sedangkan jenis Cyperus rotundus pertumbuhannya menyebar.
Walaupun pertumbuhannya menyebar namun
batangnya yang kecil dan lemah masih bisa diterobos oleh induk labi-labi untuk melakukan persarangan dicelah-celahnya dan tidak mengurangi tingginya intensitas cahaya matahari.
47
Keberadaan vegetasi juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses kecepatan penguapan air pada pasir peneluran. Keberadaan air terikat pada pasir peneluran berfungsi menjaga kelembaban dari pasir itu sendiri dan kelembaban tersebut tetap diperlukan terkait dengan kebutuhan induk Carettochelys insculpta dalam membuat sarang.
Doody et al. (2003b)
mendapatkan bahwa Carettochelys insculpta memilih pasir persarangan secara acak yang didasarkan pada aspek ketinggian, temperatur dan kedalaman air, dengan pasir terdapat sarang mempunyai kelembaban lebih tinggi dibanding pasir tanpa adanya sarang. Lebih lanjut disampaikan bahwa pasir dimana didapati sarang mempunyai suhu yang sama dengan pasir tanpa sarang tetapi pasir dengan adanya sarang mempunyai kelembaban lebih tinggi dibanding pasir tanpa ada sarang. Pada Taman Nasional Kakadu, sarang-sarang dibangun pada semua pasirpasir permanen maupun yang tidak permanen di Billabong (rawa), yang bersih dan berdekatan dengan air, dan menggunakan semua kumpulan atau gundukan pasir berdekatan dengan air (Georges dan Kennett 1989).
3.2.4. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Peneluran Carettochelys insculpta di Sungai Vriendschap Hasil analisis secara statistik regresi linier untuk melihat sejauh mana pengaruh parameter-parameter lingkungan yang meliputi luasan pasir (V1), panjang pasir (Perimeter) (V2), bentuk bentang pasir (Fractal Dimension) (V3), bentuk permukaan pasir (Shape Index) (V4), tekstur pasir (V5) dan luasan tutupan vegetasi penutup pasir (V6) terhadap keberadaan sarang dan jejak induk pada pasir peneluran di Sungai Vriendschap, memberikan persamaan sebagai berikut : Y1 = – 41 – 3.86 V1 + 24.2 V2 + 31 V3 - 0.9 V4 – 0.04 V5 + 43.5 V6 Y2 = 275 – 3.48 V1 + 0.2 V2 – 297 V3 + 52.4 V4 – 5.52 V5 + 86.6 V6 Dimana :
Y1 = Jumlah Sarang dan Y2 = Jumlah Jejak Induk
Analisis Regresi : Jumlah Sarang vs Area, Perimeter, Fractal Dimensi, Shape Index, Ukuran Butir pasir, dan Luas Tutupan Vegetasi. Predictor
Coef
SE Coef
T-Value
P-Value
Constant
-41.3
142.6
-0.29
0.774
VIF
48
Area (ha)
-3.864
2.665
-1.45
0.155
17.679
24.22
19.86
1.22
0.230
24.062
FD
31.1
168.9
0.18
0.855
21.557
SI
-0.93
33.48
-0.03
0.978
24.474
Ukpasir
-0.038
1.512
-0.02
0.980
1.209
LTupVeg (ha)
43.483
9.113
4.77
0.000
1.221
Perimeter (km)
*). S = 11.7475 R-Sq = 48.3% R-Sq(adj) = 40.8%
Analisis Regresi : Jumlah Jejak Induk vs Area, Perimeter, Fractal Dimensi, Shape Index, Ukuran Butir pasir, dan Luas Tutupan Vegetasi. Predictor
Coef
SE Coef
T-Value
P-Value
Constant
275.3
366.6
0.75
0.457
Area (ha)
-3.479
6.849
-0.51
0.614
17.679
0.25
51.05
0.00
0.996
24.062
FD
-296.8
434.2
-0.68
0.498
21.557
SI
52.43
86.06
0.61
0.546
24.474
-5.516
3.886
-1.42
0.163
1.209
86.55
23.42
3.70
0.001
1.221
Perimeter (km)
Ukpasir LTupVeg (ha)
VIF
*). S = 30.1929 R-Sq = 31.6% R-Sq(adj) = 21.6%
Dari 6 parameter yang diregresikan terhadap jumlah sarang dan jumlah jejak induk terlihat bahwa nilai P-value hanya menunjukkan 1 (satu) parameter yang memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah jejak induk dan sarang yaitu parameter luas tutupan vegetasi (P-value = 0.000; P-value = 0.001; α = 0.05; n = 48). Nilai R-Sq (adj) untuk regresi jumlah sarang sebesar 40.8% dan untuk jumlah jejak induk sebesar 21.6% menunjukkan bahwa model persamaan ini kurang bagus apabila diimplementasikan. Persamaan regresi yang dihasilkan di atas merupakan hasil regresi dengan data yang belum menyebar secara normal, sehingga perlu dilakukan proses normalisasi data (transformasi).
Setelah proses transformasi data dilakukan,
pengecekan kenormalan data hasil regresi dilakukan menggunakan KolmogorovSmirnov dengan hasil menunjukkan sebaran data masih belum menyebar secara normal (Lampiran 6 dan 7), bahkan nilai R-Sq (adj) dari hasil regresi setelah
49
proses normalisasi menunjukkan hasil yang negatif dengan nilai – 4.13% untuk jumlah sarang dan nilai – 2.56% untuk jumlah jejak induk. Proses normalisasi data yang dilakukan ternyata tidak berhasil mendapatkan sebaran data yang normal pula, sehingga dengan pertimbangan kestabilan model dan nilai R-Sq (adj) yang dihasilkan pada persamaan regresi sebelum dilakukan transformasi data lebih baik maka data dan persamaan yang digunakan adalah yang belum mengalami proses normalisasi (transformasi) dengan persamaan regresi seperti diatas. Analisis selanjutnya menggunakan statistik regresi stepwise terhadap keenam parameter tersebut memberikan hasil bahwa parameter yang paling berpengaruh terhadap jumlah sarang dan jejak induk labi-labi moncong babi adalah parameter luas tutupan vegetasi dengan nilai R-Sq (adj) adalah 39.0% untuk jumlah sarang dan 20.3% untuk jumlah jejak induk. Persamaan regresi yang dihasilkan setelah menggunakan statistik regresi stepwise adalah : Y1 = – 1.02 + 46.6 V6
dan
Y2 =
5.21 + 77.1 V6
Proses pengecekan sebaran data dilakukan pula setelah tahapan stepwise, yang dilakukan menggunakan Kolmogorov-Smirnov.
Hasil pengecekan
menunjukkan sebaran data menyebar tidak normal dan perlu dilakukan transformasi data. Proses transformasi dan dan pengecekan sebaran data hasil transformasi menunjukkan sebaran datanya tidak menyebar normal pula dengan nilai R-Sq (adj) adalah – 0.47% untuk jumlah sarang dan – 0.78% untuk jumlah jejak induk. Dengan pertimbangan kestabilan model dan nilai R-Sq (adj) yang dihasilkan pada persamaan regresi sebelum dilakukan transformasi data lebih baik, maka data dan persamaan yang digunakan adalah yang belum mengalami proses normalisasi (transformasi) dengan persamaan regresi setelah tahapan stepwise seperti diatas. Nilai R-Sq (adj) sebesar 40.8% untuk jumlah sarang dan 21.6% untuk jumlah jejak induk menginformasikan bahwa masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keberadaan jumlah sarang maupun jejak induk. Analisis regresi dari enam parameter di uji memberikan gambaran bahwa pasir peneluran dengan adanya tutupan vegetasi memberikan pengaruh sangat nyata, yang berarti pasir peneluran dengan adanya tutupan vegetasi memberikan
50
kontribusi lebih baik bagi keberadaan sarang dan jejak induk Labi-labi moncong babi dibandingkan pasir peneluran tanpa vegetasi. Berbeda dengan induk betina jenis Spotted turtle (Clemmys guttata) yang menunjukkan mereka lebih memilih kondisi substrat untuk sarang dibandingkan lokasi untuk bersarang (Rasmussen dan Litzgus 2010b), induk betina Labi-labi moncong babi dalam membuat sarang dipengaruhi oleh adanya tutupan vegetasi pada pasir peneluran.
51
4. SIMPULAN Pola sebaran sarang dan jejak induk Carettochelys insculpta di wilayah Sungai Vriendschap adalah mengelompok dengan lokasi pasir peneluran yang paling dipilih berada pada wilayah adat Obokain (bagian tengah sungai Vriendschap). Dengan kondisi pemanfaatan C. insculpta yang tinggi di Sungai Vriendschap (Indonesia) dan Sungai Kikori (PNG), didapati ukuran induk betina dewasa, diameter telur dan berat telur di Sungai Vriendschap (Indonesia) masih lebih baik dibandingkan ukuran induk betina dewasa, diameter telur dan berat telur di Sungai Kikori (PNG). Faktor luas tutupan vegetasi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap keberadaan jumlah sarang dan jejak induk betina, yang tergambarkan dari kepadatan jumlah sarang dan jejak induk betina lebih tinggi pada pasir peneluran bervegetasi dibanding pasir peneluran tanpa vegetasi.
53
Daftar Pustaka Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Bogor. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Alvarenga CCED. 2010. Nesting Ecology, Harvest and Conservation of the Pignosed Turtle (Carettochelys insculpta) in the Kikori Region, Papua New Guinea [disertasi]. Canberra : Institute for Applied Ecology University of Canberra Australia. Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta. Kanisius. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Data Rata-rata Bulanan Curah Hujan dan Hari Hujan 2010 dan 2011 [laporan]. Wamena : Stasiun Meteorologi Wamena. Begon M, Towsend CR, Harper JL. 2006. Ecology from Individuals to Ecosystem. fourth edition. United Kingdom. Blackwell Publising. Bodie JR. 2001. Stream and Riparian Management for Freshwater Turtles. Journal of Environmental Management 62, 000 – 000. Bolten AB. 1999. Research and Management Techniques for the Conservation of Sea Turtles. Di dalam Eckert KL, Bjorndal KA, Abreu-Grobois FA, Donnelly M, editors. IUCN/SSC Marine Turtle Specialist Group Publication No. 4. Pp 110 – 114. Caputo FP, Canestrelli D, Boitani L. 2005. Conserving The Terecay (Podocnemis unifilis, Testudines: Pelomedusidae) Through A Communitybased Sustainable Harvest of Its Eggs. Biological Conservation 126 : 84 – 92. Carriére MA, Bulté G, Blouin-Demers G. 2009. Spatial Ecology of Northern Map Turtles (Graptemys geographica) in a Lotic and a Letic Habitat. Journal of Herpetology, Vol. 43, No. 4, pp. 597 – 604. Díaz-Zorita M, Grosso GA. 2000. Effect of Soil Texture, Organic Carbon And Water Retention on The Compactability of Soils From The Argentinean Pampas. Soil & Tillage Research 54 : 121 – 126. Doody JS, Georges A, Young JE. 2000. Monitoring Plan for the Pig-nosed Turtle in the Daly River, Northern Territory. Applied Ecology Research Group and CRC for Freshwater Ecology [laporan]. University of Canberra. Doody JS, Young JE, Georges A. 2002. Sex Differences in Activity and Movements in the Pig-Nosed Turtle, Carettochelys insculpta, in the WetDry Tropics of Australia. Copeia 1 : 93 – 103. Doody JS, Georges A, Young JE. 2003a. Twice Every Second Year : Reproduction in The Pig-Nosed Turle, Carettochelys insculpta, in the Wet Dry Tropics of Australia. Journal Zoology London 259 : 179 – 188. Doody JS, West P, Georges A. 2003b. Beach Selection in Nesting Pig-Nosed Turtles, Carettochelys insculpta. Shorter Communications. Journal of Herpetology 37 : 178 – 182.
54
Doody JS, Sims RA, Georges A. 2003c. Gregarious Behavior of Nesting Turtles (Carettochelys insculpta) Does Not Reduce Nest Predation Risk. Copeia 4 : 894–898. Doody JS, Pauza M, Stewart B, Camacho C. 2009. Nesting Behaviour of the Pig-Nosed Turtle, Carettochelys insculpta, in Australia. Chelonian Conservation and Biology 8 : 185 – 191. Gee GW, Bauder JW. 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1. Physical and Mineralogical Methods. Second Edition. Di dalam : Klute A, editor. American Society of Agronomy, Inc and Soil Society of America, Inc. Madison, Wisconsin USA. Georges A, Kennett R. 1989. Dry-season Distribution and Ecology of Carettochelys insculpta (Chelonia : Carettochelydidae) in Kakadu National Park, Northern Australia. Aust. Wildl. Res. 16 : 323 – 335. Georges A, Guarino F, Bito B. 2006. Freshwater Turtles of The TransFly Region of Papua New Guinea. Notes on Diversity, Distribution, Reproduction, Harvest and Trade. Wildlife Research 33 : 373 – 384. Georges A, Doody JS, Eisemberg C, Alacs EA, Rose M. 2008a. Carettochelys insculpta Ramsay 1886 – Pig-Nosed Turtle, Fly River Turtle. Di dalam : Rhodin AGJ, Pritchard PCH, Van Dijk PP, Saumure RA, Buhlmann KA, Iverson JB, editors. Conservation Biology of Freshwater Turtles and Tortoise : A Compilation Project of the IUCN/SSC Tortoise and Freshwater Turtle Specialist Group. Chelonian Research Monographs No. 5, pp. 009.1 – 009.17, doi : 10.3854/crm.5.009.insculpta.v1.2008, http://www.iucn-tftsg.org/cbftt. Georges A, Alacs E, Pauza M, Kinginapi F, Ona A, Eisemberg C. 2008b. Freshwater Turtles of the Kikori Drainage, Papua New Guinea, with Special Reference to the Pig-Nosed Turtle, Carettochelys insculpta. Wildlife Research 35 : 700 – 711. Godley BJ, Broderick AC, Hays GC. 2001. Nesting of Green Turtles (Chelonia mydas) at Ascension Island, South Atlantic. Biological Conservation 97 : 151-158. Google Earth. 2011. Google Earth. http://www.google.com/earth/index.html [17 Agustus 2011]. IUCN. 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.4. <www.iucnredlist.org>. [01 April 2011]. Junior PDF. 2009. Environmental Factors Effects in Turtles Reproduction. Acta Amazonica 39 : 319 – 334. Karavas N, Georghiou K, Arianoutsou M, Dimopoulos D. 2005. Vegetation and Sand Characteristics Influencing Nesting Activity of Caretta caretta on Sekania Beach. Biological Conservation 121 : 177 – 188. Kamel SJ dan Mrosovsky N. 2005. Repeatability of Nesting Preferences in The Hawksbill Sea Turtle, Eretmochelys imbricata, and Their Fitness Consequences. Animal Behaviour 70 : 819–828.
55
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology, a primer on Methods and Computing. Canada. A Wiley-Interscience Publication. Magnino S, Colin P, Dei-Cas E, Madsen M, McLauchlin J, Nöckler K, Maradona MP, Tsigarida E, Vanopdenbosch E, Peteghem CV. 2009. Biological Risks Associated With Consumption of Reptile Products. International Journal of Food Microbiology 134 : 163 – 175. McGarigal K, Marks BJ. 1995. FRAGSTATS : Spatial Pattern Analysis Program for Quantifying Landscape Structure. Portland : U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Pacific Northwest Research Station. 122 p. Miller JD, Dinkelacker SA. 2008. Reproductive Structures and Strategies of Turtles. Di dalam : Wyneken J, Godfrey MH, Bels V, editors. Biology of Turtles. Boca Raton. CRC Press. Pike DA. 2008. Environmental Correlates of Nesting in Loggerhead Turtles, Caretta caretta. Animal Behaviour 76 : 603 – 61. Rasmussen ML, Litzgus JD. 2010a. Habitat Selection and Movement Patterns of Spotted Turtles (Clemmys guttata) : Effects of Spatial and Temporal Scales of Analyses. Copeia 1 : 86 – 96. Rasmussen ML, Litzgus JD. 2010b. Patterns of Maternal Investment in Spotted Turtles (Clemmys gluttata) : Implications of Trade Offs, Scales of Analyses, and Incubation Substrates. Ecoscience 17 : 47 – 58. Restrepo A, Pineros VJ, Paez VP. 2006. Nest Site Selection by Colombian Slider Turtles, Trachemys callirostris callirostris (Testudines : Emydidae), in the Mompos Depression, Colombia. Chelonian Conservation and Biology 5 : 249 – 254. Roe JH, Brinton AC, Georges A. 2009. Temporal and Spatial Variation in Landscape Connectivity for a Freshwater Turtle in a Temporarally Dynamic Wetland System. Ecological application, 19(5), pp. 1288 – 1299. Roth CH. 1997. Bulk Density of Surface Crusts : Depth Functions and Relationship to Texture. Catena 29 : 223 – 237. Rowe JW, Koval KA, Dugan MR. 2005. Nest Placement, Nest-site Fidelity and Nesting Movements in Midland Painted Turtles (Chrysemys picta marginata) on Beaver Island, Michigan. The American Midland Naturalist 154 : 383 – 397. Schodde R, Mason I, Wolfe TO. 1972. Further Records of the Pitted-Shelled Turtle (Carettochelys insculpta) from Australia. Trans. R. Soc. S. Aust. Vol. 96, Part 2. Triantoro RGN, Kuswandi R. 2005. Faktor yang Berpengaruh Pada Kualitas Habitat Peneluran Penyu Di Suaka Margasatwa Jamursba Medi. Info Hutan Vol. II No. 2.
56
Triantoro RGN, Rumawak ZL. 2010. Populasi dan Habitat Labi-Labi Moncong Babi Carettochelys insculpta Ramsay (1886) Di Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat [laporan]. Manokwari : Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. UNEP-WCMC. 2011. UNEP-WCMC Species Database: CITES-Listed Species. [27 January 2011]. Vitt LJ, Caldwell JP. 2009. Herpetology. An Introductory Biology of Amphibians and Reptiles. Third Edition. Oklahoma. Elsevier Academic Press. Walde AD, Bider JR, Masse D, Saumure RA, Titman RD. 2007. Nesting Ecology and Hatching Success of the Wood Turtle, Glyptemys insculpta, in Québec. Herpetological Conservation and Biology 2 : 49 – 60. Wood PJ, Hudson MD, Doncaster CP. 2009. Impact of Egg Harvesting on Breeding Success of Black-Headed Gulls, Larus ridibundus. Acta Oecologica 35 : 83 – 93.
57
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Persentase tekstur pasir pada setiap pasir peneluran Labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta) di wilayah Sungai Vriendschap Tekstur No. Lab
No. Lapang
Fr. I
Fr. II
Fr. III
Fr. IV
Fr. V
Fr. VI
Fr. VII
Fr. VIII Fr. IX
Fr. X
………………………(%)…………………… E.1
Wil P1 MB Pasir 1
-
0.30
43.79
42.61
4.14
3.27
1.03
0.87
0.32
3.67
E.2
Wil P1 MB Pasir 2
-
-
3.78
55.82
21.06
10.99
1.55
1.10
1.04
4.66
E.3
Wil P1 MB Pasir 3
-
0.11
1.86
35.84
29.48
11.22
15.61
0.37
0.60
4.91
E.4
Wil P1 MB Pasir 4
-
0.10
9.82
39.72
22.05
12.04
10.74
0.79
0.89
3.85
E.5
Wil P1 MB Pasir 5
-
-
0.63
46.53
26.45
18.44
3.39
1.32
1.70
1.54
E.6
Wil P1 MB Pasir 6
-
-
6.34
63.47
12.78
9.06
0.54
1.37
1.04
5.40
E.7
Wil P1 MB Pasir 7
-
-
15.16
69.33
3.49
1.64
2.95
1.56
2.04
3.83
E.8
Pasir 1 BOR
2.30
34.91
51.27
1.84
0.09
0.69
2.02
1.32
2.44
3.12
E.9
Pasir 2 BOR
17.67
49.39
22.71
0.35
0.08
2.40
2.26
1.17
2.28
1.69
E.10 Pasir 3 BOR
-
0.83
59.78
27.04
3.49
2.02
2.57
0.44
0.23
3.60
E.11 Pasir 4 BOR
39.98
37.20
11.68
2.88
0.27
1.11
1.53
0.34
2.46
2.55
E.12 Pasir 5 BOR
4.95
38.19
25.64
21.39
2.12
1.02
2.62
0.42
2.13
1.52
E.13 Pasir 6 BOR
1.41
23.89
55.56
10.59
1.22
1.39
0.84
0.89
0.28
3.93
E.14 Pasir 1 Indama
26.79
18.03
14.65
16.75
3.77
9.78
3.58
2.71
2.13
1.81
E.15 Pasir 2 Indama
7.55
33.54
34.53
14.48
1.26
4.03
0.79
0.76
0.51
2.55
E.16 Pasir 3 Indama
32.31
35.99
7.27
8.56
2.13
6.29
2.14
1.03
0.93
3.35
E.17 Pasir 4 Indama
14.14
19.39
40.46
17.23
1.40
2.23
1.96
0.28
0.85
2.06
E.18 Pasir 5 Indama
18.80
45.58
23.57
5.23
0.37
1.72
0.29
1.03
0.95
2.46
E.19 Pasir 6 Indama
4.76
34.39
46.83
6.79
0.26
2.29
1.48
0.88
0.47
1.85
E.20 Wil P1 LT Pasir 1
-
-
1.32
69.18
15.67
4.88
0.77
1.46
0.86
5.86
E.21 Wil P1 LT Pasir 2
-
-
1.51
58.35
21.43
10.46
0.48
0.68
0.37
6.72
E.22 Wil P1 LT Pasir 3
-
-
0.54
15.55
45.25
25.05
1.76
2.40
3.53
5.92
E.23 Wil P1 LT Pasir 4
-
-
0.84
11.21
50.35
25.15
3.53
1.02
1.22
6.68
E.24 Wil P1 LT Pasir 5
-
-
0.73
60.68
21.05
10.76
0.62
2.96
1.33
1.87
E.25 Wil P1 LT Pasir 6
-
-
2.06
65.88
16.32
9.28
0.98
1.14
2.02
2.32
E.26 Wil P1 LT Pasir 7
-
-
0.68
52.63
28.76
11.94
1.53
0.35
1.92
2.19
E.27 Wil P1 LT Pasir 8
-
-
0.45
51.29
29.21
13.11
0.36
0.89
1.03
3.66
E.28 Wil P1 LT Pasir 9
-
0.42
0.84
29.54
42.43
17.43
2.47
2.47
0.92
3.48
60
Tekstur No. Lab
No. Lapang
Fr. I
Fr. II
Fr. III
Fr. IV
Fr. V
Fr. VI
Fr. VII
Fr. VIII Fr. IX
Fr. X
………………………(%)…………………… E.29 Wil P2 S. Pasir 1
22.82
42.01
17.66
2.73
0.76
11.28
0.22
0.86
0.48
1.18
E.30 Wil P2 SS. Pasir 2
47.79
15.18
9.08
13.16
5.14
5.52
0.52
1.49
1.21
0.91
E.31 Wil P2 SS. Pasir 3
3.46
3.68
17.76
52.29
10.34
7.28
1.78
1.19
1.01
1.21
E.32 Wil P2 SS. Pasir 4
39.56
23.16
13.48
14.84
2.29
3.95
1.01
0.27
0.78
0.66
E.33 Wil P2 SS. Pasir 5
24.77
28.93
32.75
6.85
1.65
0.86
1.04
0.81
0.41
1.93
E.34 Wil P2 SS. Pasir 6
-
0.18
2.14
9.81
15.34
57.32
5.21
5.31
2.31
2.38
E.35 Wil P2 SS. Pasir 7
-
0.06
0.49
9.96
36.60
40.64
5.62
2.52
2.07
2.04
E.36 Wil P2 Bak. Pasir 8
-
0.81
0.91
12.98
30.43
45.36
2.19
2.35
0.95
4.02
E.37 Wil P2 An. Pasir 9
20.63
36.39
28.19
7.81
0.98
2.07
0.72
0.85
1.10
1.26
E.38 Wil P2 BU. Pasir 10
5.66
18.63
64.19
6.41
0.69
1.65
0.46
0.18
0.32
1.81
E.39 Wil P2 BU. Pasir 11
19.77
53.70
19.72
2.44
0.38
1.24
0.26
1.11
0.44
0.94
E.40 Wil P2 BU. Pasir 12
2.95
36.55
52.82
3.29
0.34
1.03
1.10
0.46
10.63
0.83
E.41 Wil P2 BU. Pasir 13
20.22
32.16
23.73
19.56
1.42
0.85
0.08
0.56
0.44
0.98
E.42 Wil P2 BU. Pasir 14
0.19
21.38
68.49
6.01
0.34
0.21
0.78
1.14
0.76
0.70
E.43 Wil P3 KW Pasir 1
1.63
19.97
58.79
13.49
1.12
1.21
2.04
0.49
0.42
0.84
E.44 Wil P3 KW Pasir 2
4.29
29.87
44.07
10.79
4.66
3.04
1.01
0.38
1.14
0.75
E.45 Wil P3 KW Pasir 3
16.03
17.24
35.17
21.95
4.26
2.91
0.60
0.33
0.95
0.56
E.46 Wil P3 KW Pasir 4
6.85
7.52
43.93
28.29
7.13
0.86
2.72
0.57
0.99
1.14
E.47 Wil P3 KW Pasir 5
0.24
4.13
65.62
19.69
1.44
5.11
1.02
1.34
0.47
0.94
E.48 Wil P3 KW Pasir 6
4.51
20.78
58.34
8.39
1.39
2.76
1.62
0.61
0.86
0.74
E.49 Wil P3 KW Pasir 7
-
0.12
4.46
37.36
24.98
21.57
7.06
1.17
1.52
1.76
Keterangan : Fr I Fr II Fr III Fr IV Fr V Fr VI Fr VII Fr VIII Fr IX Fr X
: Pasir Sangat Kasar (2 – 1 mm) : Pasir kasar (1 – 0.5 mm) : Pasir Sedang (0.5 – 0.25 mm) : Pasir Halus ( 0.25 – 0.1 mm) : Pasir Sangat Halus (0.1 – 0.05 mm) : Debu Kasar (0.05 – 0.025 mm) : Debu Sedang (0.025 – 0.005 mm) : Debu Halus (0.005 – 0.002 mm) : Liat Kasar (0.002 – 0.0005 mm) : Liat Halus (≥ 0.0005 mm)
61
Lampiran 2 Suhu lingkungan di wilayah Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat Suhu Lingkungan Tanggal (2011)
Pagi
Siang
Lokasi
Malam
Keterangan
T (°C) RH (%) T (°C) RH (%) T (°C) RH (%) Suhu 8-Nov
59
31,5
85
S. Vriendschap (Muara Demi)
86
hujan malam di daerah S. Vriendschap gunung, sungai banjir, pasir terendam
19.00 25,8
14.00 93
24,3
20.30 64
25,1
12.00 92
36,2
06.15 24,8
88 20.00
47
24,9
13.00 83
27,9
06.00 23,7
86
96
23,7
24,2
-
86
30,0
25,5
89
34,1
23,6
50
24,5
13.10
39,4
84 20.05
13.05 96
83 20.50
73
93 20.35
41
pagi hari sungai kembali banjir
96 21.00
-
06.03 24,0
65
-
06.15 24,3
19.50
13.00
06.00
05.58 24,2
waktu :
26,3
13.10 91
41,4
06.05 -
S. Vriendschap sampai malam sungai belum surut sungai surut di pagi hari, S. Vriendschap pasir peneluran mulai terlihat, hujan deras 19.00 - 24.00 sungai kembali banjir, pagi S. Vriendschap siang mendung, sore - malam cerah pagi-malam cerah, S. Vriendschap permukaan sungai mulai turun
89 20.15
52
27,0
13.30 -
32,9
83 20.10
60
26,2
permukaan sungai S. Vriendschap meningkat, hujan sebabkan tidak ada peneluran
95 S. Vriendschap
waktu :
25,3
13.10 98
33,0
20.00 56
24,8
96 S. Vriendschap
waktu :
06.00 25,8
13.00 92
-
20.00 -
26,2
hujan subuh, tidak deras ± 30 menit
97 S. Vriendschap cerah
waktu :
06.00 24,7
90
31,5
20.00 66
25,1
88 S. Vriendschap hujan jam 02.00 - 08.00
waktu :
06.00 25,2
13.35 98
42,1
20.05 41
28,6
79 S. Vriendschap malam hujan ringan
waktu : Suhu
26-Nov
26,1
S. Vriendschap hujan lebat di daerah Sumo
Suhu 25-Nov
92 20.00
-
31,9
06.00
waktu :
Suhu 24-Nov
26,2
87
23,5
waktu :
Suhu 23-Nov
95 20.00
35
-
06.00
waktu :
Suhu 22-Nov
25,9
13.00 -
24,3
waktu :
Suhu 21-Nov
38,0
-
waktu :
Suhu 20-Nov
54
S. Vriendschap
Suhu 19-Nov
Tanggal 7 malam hujan
20.00
13.30 99
-
waktu :
Suhu 18-Nov
92
S. Vriendschap hujan lebat jam 18.00
Suhu 17-Nov
30,4
06.00
waktu :
Suhu 16-Nov
96
24,0
waktu :
Suhu 15-Nov
13.00
06.00
waktu :
Suhu 14-Nov
25,4
Rawa Bor
Suhu 13-Nov
24,9
waktu :
Suhu 12-Nov
63
Rawa Bor
Suhu 11-Nov
30,6
06.00
waktu : Suhu
10-Nov
86
Rawa Bor waktu : Suhu
9-Nov
25,5
06.00 26,2
13.00 92
34,9
20.10 55
-
S. Vriendschap
waktu :
06.00
13.00
-
62
Lampiran 3 Jumlah sarang, jumlah jejak, luas pasir (area), perimeter, shape index, fractal dimension, tekstur pasir dan luas tutupan vegetasi. ΣSarang ΣJejak Area (m2) 0 0 12548.22 0 1 14130.35 1 6 14520.07 3 4 19491.86 1 1 25196.69 0 0 2160.33 0 0 10255.38 0 0 4293.202 0 1 54140.11 0 6 1358.792 0 4 4420.239 1 8 8267.925 1 8 13729.4 1 4 25244.37 1 3 13736.82 0 4 21333.31 0 2 174.477 0 0 69771.77 0 0 6223.008 0 1 26245.57 1 50 11365.72 6 50 34339.75 0 0 4160.981 0 0 5916.274 0 1 23137.13 0 0 17480.59 106 201 32180.58 0 0 4176.701 0 0 51871.21 0 0 3831.029 3 64 7202.527 0 0 60810.52 0 105 4283.409 2 7 5450.278 0 0 785.006 0 0 12230.35 1 1 143288.4 0 0 43889.68 0 7 7295.947 0 0 17632.66 3 4 89285.88
Perim (m) 614.494 615.833 606.736 678.611 848.145 254.943 467.471 404.609 973.986 194.731 384.667 447.616 806.429 759.796 537.154 706.796 98.998 1504.735 645.716 711.184 545.727 917.017 337.074 634.23 879.805 643.013 1298.58 360.992 1035.987 386.349 446.494 1162.477 252.237 552.054 191.248 701.751 2281.197 1062.68 527.959 865.184 1480.186
SI 1.37141 1.29517 1.25880 1.21516 1.33579 1.37127 1.15403 1.54378 1.04649 1.32068 1.44645 1.23069 1.7206 1.19551 1.14577 1.20978 1.87369 1.42416 2.04636 1.09747 1.27973 1.23714 1.30637 2.0614 1.44601 1.21585 1.80972 1.39644 1.13719 1.56049 1.31526 1.17851 0.96351 1.86944 1.70648 1.58637 1.5066 1.26812 1.54525 1.62888 1.23841
FD Ukpasir Ltupveg Pasir 1.06693 5 1019.77 Psr 9 LT 1.05413 4 6930.86 Psr 6 MB 1.04803 2 0 Psr 9 An 1.03946 4 521.226 Psr 8 LT 1.05714 6 83.789 Psr 8 Bak 1.08224 6 0 Psr 7 SS 1.03102 4 633.678 Psr 7 LT 1.10382 4 0 Psr 7 KW 1.00834 3 0 Psr 6 S.Bor 1.07711 6 0 Psr 6 SS 1.08795 3 0 Psr 6 MK 1.04602 4 339.658 Psr 6 LT 1.11392 3 27.406 Psr 6 KW 1.03523 2 0 Psr 5 S.Bor 1.02856 3 0 Psr 5 SS 1.03821 2 276.446 Psr 5 MK 1.24329 4 0 Psr 5 MB 1.06341 4 5313.317 Psr 5 LT 1.16393 3 0 Psr 5 KW 1.01828 1 0 Psr 4 S.Bor 1.05282 1 0 Psr 4 SS 1.04075 3 0 Psr 4 MK 1.06414 4 0 Psr 4 MB 1.16657 5 0 Psr 4 LT 1.07340 3 243.673 Psr 4 KW 1.04001 3 0 Psr 3 S.Bor 1.11430 4 9781.921 Psr 3 SS 1.08010 2 0 Psr 3 MK 1.02368 4 5749.874 Psr 3 MB 1.10787 5 0 Psr 3 LT 1.06171 3 0 Psr 3 KW 1.02982 2 0 Psr 2 S.Bor 0.99111 1 0 Psr 2 SS 1.14544 3 0 Psr 2 MK 1.16035 4 0 Psr 2 MB 1.09806 4 0 Psr 2 LT 1.06904 3 0 Psr 2 KW 1.04444 3 0 Psr 1 S.Bor 1.09785 2 1301.109 Psr 1 SS 1.09980 1 1907.922 Psr 1 MK 1.03752 3 4687.057 Psr 1 MB
63
ΣSarang ΣJejak Area (m2) 0 0 1129.206 1 6 51764.07 0 0 14901.22 0 0 39724.05 0 0 30837.34 0 0 55301.09 0 0 35309.91
Perim (m) 191.146 1475.924 643.612 1309.876 1051.652 1125.655 895.613
SI 1.42206 1.62177 1.31811 1.64302 1.49718 1.19668 1.19155
FD Ukpasir Ltupveg Pasir 1.10018 4 0 Psr 1 LT 1.08909 3 0 Psr 1 KW 1.05749 3 0 Psr 14 BU 1.09378 2 0 Psr 13 BU 1.07809 3 0 Psr 12 BU 1.03288 2 0 Psr 11 BU 1.03347 3 0 Psr 10 BU
64
Lampiran 4
Pola sebaran sarang Labi-labi moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap
A. Tabel sebaran frekuensi sarang Labi-labi moncong babi xi² No xi fi (N) xi.fi (n) xi².fi 1 0 0 33 0 0 2 1 1 9 9 9 3 2 4 1 2 4 4 3 9 3 9 27 5 4 16 0 0 0 6 5 25 0 0 0 7 6 36 1 6 36 107 106 11236 1 106 11236 JUMLAH 48 132 11312
B. Metode Ratio Ragam Nilai Tengah ( x ) :
x =
xi . f i = fi
n N
= 132/48 = 2.75 Keragaman (S2) :
S2 =
2
( xi . f i ) x.n N 1
= [11312 – (2.75)(132)] / 48 – 1 = 10949 / 47 = 232.957 C. Metode Indeks Index of Dispertion (ID) : ID = Index of Clumping (IC) : IC = Green index (GI) : GI = =
S2 / x = 232.957 / 2.75 = 84.712 ID – 1 = 84.712 – 1 = 83.712 IC / (n – 1) = 83.712 / (132-1) 83.712 / 131 = 0.639
65
Lampiran 5
Pola sebaran jejak induk Labi-labi moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap
A. Tabel sebaran frekuensi sarang Labi-labi moncong babi xi² xi².fi No xi fi (N) xi.fi (n) 1 0 0 23 0 0 2 1 1 6 6 6 3 2 4 1 2 4 4 3 9 1 3 9 5 4 16 5 20 80 6 5 25 0 0 0 7 6 36 3 18 108 8 7 49 2 14 98 9 8 64 2 16 128 51 50 2500 2 100 5000 65 64 4096 1 64 4096 106 105 11025 1 105 11025 202 201 40401 1 201 40401 JUMLAH 48 549 60955
B. Metode Ratio Ragam Nilai Tengah ( x ) :
x =
xi . f i = fi
n N
= 549 / 48 = 11.438 Keragaman (S2)
: S2 =
2
( xi . f i ) x.n N 1
= [60955 – (11.438)(549)] / 48 – 1 = 54675.538 / 47 = 1163.309 C. Metode Indeks Index of Dispertion (ID) Index of Clumping (IC) Green index (GI)
: ID = S2 / x = 1163.309 / 11.438 = 101.706 : IC = ID – 1 = 101.706 – 1 = 100.706 : GI = IC / (n – 1) = 100.706 / (549-1) = 83.712 / 548 = 0.184
66
Lampiran 6 Analisis regresi jumlah sarang terhadap parameter luas pasir, perimeter, shape index, fractal dimension, tekstur pasir, dan luas tutupan vegetasi. Regression Analysis: Jmlh Srg versus Area (ha), Perimeter (km), Shape Index, Fractal Dimension, Tekstur Pasir, Luas Tutupan Vegetasi (ha) The regression equation is Jmlh Srg = - 41 - 3.86 Area (ha) + 24.2 Perimeter (km) - 0.9 SI + 31 FD - 0.04 Ukpasir + 43.5 Ltupveg (ha) Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -41.3 142.6 -0.29 0.774 Area (ha) -3.864 2.665 -1.45 0.155 17.679 Perimeter (km) 24.22 19.86 1.22 0.230 24.062 SI -0.93 33.48 -0.03 0.978 24.474 FD 31.1 168.9 0.18 0.855 21.557 Ukpasir -0.038 1.512 -0.02 0.980 1.209 Ltupveg (ha) 43.483 9.113 4.77 0.000 1.221 S = 11.7475 R-Sq = 48.3% Analysis of Variance Source DF Regression 6 Residual Error 41 Total 47 Source DF Area (ha) 1 Perimeter (km) 1 SI 1 FD 1 Ukpasir 1 Ltupveg (ha) 1
R-Sq(adj) = 40.8% SS MS 5290.9 881.8 5658.1 138.0 10949.0 Seq SS 35.3 1850.5 37.4 39.6 185.8 3142.2
F 6.39
P 0.000
Unusual Observations Obs Area (ha) 2 1.4 17 0.0 18 7.0 27 3.2 37 14.3
Jmlh Srg 0.00 0.00 0.00 106.00 1.00
Fit 5.88 10.49 4.79 8.30 9.14
SE Fit -29.71 2.21 -22.88 52.94 10.69
29.71 -2.21 22.88 53.06 -9.69
Residual St Resid -2.92R 0.42 X -2.13R 6.37RX 1.45 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-30
-20
-10
0
10 20 RESI1
30
40
50
60
2.405483E-15 10.97 48 0.197 <0.010
67
Transformasi data : General Regression Analysis: Jmlh Srg+1 versus Area (ha), Perimeter (km), Shape Index, Fractal Dimension, Tekstur Pasir, Luas Tutupan Vegetasi (ha) Box-Cox transformation of the response with rounded lambda = -2 The 95% CI for lambda is (*, -1.065) Regression Equation Jmlh Srg+1^-2 = -0.0727689 - 0.0410059 Area (ha) + 0.471659 Perimeter (km) + 0.0684055 SI - 0.972892 FD + 0.00784339 Ukpasir + 0.044390 Ltupveg (ha) Coefficients Term Constant Area (ha) Perimeter (km) SI FD Ukpasir Ltupveg (ha)
Coef -0.072769 -0.041006 0.471659 0.068405 -0.972892 0.007843 0.044391
SE Coef 4.85905 0.09079 0.67662 1.14075 5.75506 0.05151 0.31045
T -0.014976 -0.451680 0.697080 0.059965 -0.169050 0.152268 0.142990
P 0.988 0.654 0.490 0.952 0.867 0.880 0.887
Summary of Model S = 0.400208
R-Sq = 9.17%
R-Sq(adj) = -4.13%
PRESS = 9.41960 R-Sq(pred) = -30.29% Analysis of Variance Source DF Regression 6 Area (ha) 1 Perimeter (km) 1 SI 1 FD 1 Ukpasir 1 Ltupveg (ha) 1 Error 41 Total 47
Seq SS 0.66263 0.35308 0.27011 0.02648 0.00375 0.00593 0.00327 6.56683 7.22945
Adj SS 0.66263 0.03268 0.07783 0.00058 0.00458 0.00371 0.00327 6.56683
Adj MS 0.110438 0.032676 0.077828 0.000576 0.004577 0.003714 0.003275 0.160167
F 0.689518 0.204014 0.485921 0.003596 0.028578 0.023186 0.020446
P 0.659200 0.653880 0.489686 0.952475 0.866589 0.879722 0.886999
Fits and Diagnostics for Unusual Observations for Transformed Response Obs Jmlh Srg+1^-2 Fit SE Fit Residual 17 -1.00000 -1.07683 0.357402 0.076834 27 -0.00009 -0.47774 0.282859 0.477657 37 -0.25000 -0.49786 0.311469 0.247860 Fits for Unusual Observations for Original Response Obs Jmlh Srg+1 Fit 17 1 0.96366 X 27 107 1.44678 X 37 2 1.41725 X X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Probability Plot of RESI2 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1.0
-0.5
0.0 RESI2
0.5
1.0
-1.64220E-16 0.3738 48 0.237 <0.010
St Resid 0.42666 X 1.68712 X 0.98630 X
68
Stepwise Regression : Jmlh Srg versus Area (ha), Perimeter (km), Shape Index, Fractal Dimension, Tekstur Pasir, Luas Tutupan Vegetasi (ha) Alpha-to-Enter: 0.05 Alpha-to-Remove: 0.05 Response is Jmlh Srg on 6 predictors, with N = 48 Step Constant Ltupveg (ha) T-Value P-Value S R-Sq R-Sq(adj) Mallows Cp
1 -1.021 46.6 5.57 0.000 11.9 40.30 39.00 3.4
Regression Analysis: Jmlh Srg versus Ltupveg (ha) The regression equation is Jmlh Srg = - 1.02 + 46.6 Ltupveg (ha) Predictor Constant Ltupveg (ha)
Coef -1.021 46.635
SE Coef 1.849 8.369
T -0.55 5.57
P 0.583 0.000
VIF 1.000
S = 11.9203 R-Sq = 40.3% R-Sq(adj) = 39.0% Analysis of Variance Source DF Regression 1 Residual Error 46 Total 47
SS MS 4412.7 4412.7 6536.3 142.1 10949.0
F 31.05
P 0.000
Unusual Observations Obs Ltupveg (ha) 2 0.693 18 0.531 27 0.978 29 0.575
Jmlh Srg 0.00 0.00 106.00 0.00
Fit 31.30 23.76 44.60 25.79
SE Fit 5.40 4.14 7.70 4.48
Residual -31.30 -23.76 61.40 -25.79
St Resid -2.95RX -2.13R 6.75RX -2.33RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Probability Plot of RESI3 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-40
-20
0
20 RESI3
40
60
-4.07082E-16 11.79 48 0.349 <0.010
69
Transformasi Data : General Regression Analysis: Jmlh Srg+1 versus Ltupveg (ha) Box-Cox transformation of the response with rounded lambda = -2 The 95% CI for lambda is (*, -1.045) Regression Equation Jmlh Srg+1^-2 = -0.760749 + 0.243921 Ltupveg (ha) Coefficients Term Constant Ltupveg (ha)
Coef -0.760749 0.243921
SE Coef 0.060973 0.275981
T -12.4769 0.8838
P 0.000 0.381
Summary of Model S = 0.393113 R-Sq = 1.67% R-Sq(adj) = -0.47% PRESS = 8.20012 R-Sq(pred) = -13.43% Analysis of Variance Source DF Regression 1 Ltupveg (ha) 1 Error 46 Lack-of-Fit 14 Pure Error 32 Total 47
Seq SS 0.12072 0.12072 7.10873 2.72260 4.38613 7.22945
Adj SS 0.12072 0.12072 7.10873 2.72260 4.38613
Adj MS 0.120718 0.120718 0.154538 0.194471 0.137067
F P 0.78116 0.381383 0.78116 0.381383 1.41881 0.200895
Fits and Diagnostics for Unusual Observations for Transformed Response Obs Jmlh Srg+1^-2 Fit SE Fit Residual 2 -1.00000 -0.591691 0.178233 -0.408309 27 -0.00009 -0.522147 0.254061 0.522060 29 -1.00000 -0.620497 0.147701 -0.379503
St Resid -1.16531 X 1.74029 X -1.04170 X
Fits for Unusual Observations for Original Response Obs 2 27 29
Jmlh Srg+1 1 107 1
Fit 1.30003 X 1.38390 X 1.26949 X
X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Probability Plot of RESI4 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1.0
-0.5
0.0 RESI4
0.5
1.0
1.734723E-16 0.3889 48 0.418 <0.010
70
Lampiran 7 Analisis regresi jumlah jejak induk terhadap parameter luas pasir, perimeter, shape index, fractal dimension, tekstur pasir, dan luas tutupan vegetasi. Regression Analysis: Jmlh Jejak versus Area (ha), Perimeter (km), Shape Index, Fractal Dimension, Tekstur Pasir, Luas Tutupan Vegetasi (ha) The regression equation is Jmlh Jejak = 275 - 3.48 Area (ha) + 0.2 Perimeter (km) + 52.4 SI - 297 FD - 5.52 Ukpasir + 86.6 Ltupveg(ha) Predictor Constant Area (ha) Perimeter (km) SI FD Ukpasir Ltupveg (ha)
Coef 275.3 -3.479 0.25 52.43 -296.8 -5.516 86.55
SE Coef 366.6 6.849 51.05 86.06 434.2 3.886 23.42
T 0.75 0.51 0.00 0.61 -0.68 -1.42 3.70
P 0.457 0.614 0.996 0.546 0.498 0.163 0.001
VIF 17.679 24.062 24.474 21.557 1.209 1.221
F 3.16
P 0.012
SE Fit 15.11 26.96 21.34 15.30 23.50
Residual -62.47 19.60 109.84 80.31 29.86
S = 30.1929 R-Sq = 31.6% R-Sq(adj) = 21.6% Analysis of Variance Source DF Regression 6 Residual Error 41 Total 47 Source DF Area (ha) 1 Perimeter (km) 1 SI 1 FD 1 Ukpasir 1 Ltupveg (ha) 1
SS MS 17299.8 2883.3 37376.0 911.6 54675.8 Seq SS 108.3 3738.0 535.2 199.4 270.0 12448.9
Unusual Observations Obs Area (ha) Jmlh Jejak 2 1.4 1.00 17 0.0 2.00 27 3.2 201.00 33 0.4 105.00 37 14.3 1.00
Fit 63.47 -17.60 91.16 24.69 -28.86
St Resid -2.39R 1.44 X 5.14RX 3.09R 1.57 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-50
0
50 RESI1
100
-7.33487E-14 28.20 48 0.227 <0.010
71
Transformasi Data : General Regression Analysis: Jmlh Jejak+1 versus Area (ha), Perimeter (km), Shape Index, Fractal Dimension, Tekstur Pasir, Luas Tutupan Vegetasi (ha) Box-Cox transformation of the response with rounded The 95% CI for lambda is (-0.825, -0.275)
lambda = -0.5
Regression Equation Jmlh Jejak+1^-0.5 = -0.25145 - 0.0216933 Area (ha) + 0.00943328 Perimeter (km) - 0.10662 SI 0.0471626 FD - 0.0703477 Ukpasir + 0.30992 Ltupveg (ha) Coefficients Term Constant Area (ha) Perimeter (km) SI FD Ukpasir Ltupveg (ha)
Coef -0.251450 -0.021693 0.009433 -0.106620 -0.047163 -0.070348 0.309920
SE Coef 4.00382 0.07481 0.55753 0.93997 4.74213 0.04244 0.25581
T -0.06280 -0.28999 0.01692 -0.11343 -0.00995 -1.65742 1.21154
P 0.950 0.773 0.987 0.910 0.992 0.105 0.233
Summary of Model S = 0.329769 R-Sq = 10.53% R-Sq(adj) = -2.56% PRESS = 7.70469 R-Sq(pred) = -54.60% Analysis of Variance Source DF Regression 6 Area (ha) 1 Perimeter (km) 1 SI 1 FD 1 Ukpasir 1 Ltupveg (ha) 1 Error 41 Total 47
Seq SS 0.52502 0.01506 0.01043 0.12469 0.00003 0.21519 0.15962 4.45864 4.98366
Adj SS 0.52502 0.00915 0.00003 0.00140 0.00001 0.29873 0.15962 4.45864
Adj MS F 0.087503 0.80465 0.009145 0.08410 0.000031 0.00029 0.001399 0.01287 0.000011 0.00010 0.298732 2.74703 0.159621 1.46782 0.108747
P 0.572159 0.773284 0.986583 0.910244 0.992113 0.105069 0.232627
Fits and Diagnostics for Unusual Observations for Transformed Response Obs Jmlh Jejak+1^-0.5 Fit SE Fit Residual 17 -0.577350 -0.790695 0.294497 0.213345 27 -0.070360 -0.532746 0.233074 0.462386 37 -0.707107 -0.962867 0.256649 0.255760 Fits for Unusual Observations for Original Response Obs Jmlh Jejak+1 Fit 17 3 1.59949 X 27 202 3.52338 X 37 2 1.07862 X X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Probability Plot of RESI2 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0 RESI2
0.2
0.4
0.6
0.8
-1.29526E-16 0.3080 48 0.189 <0.010
St Resid 1.43775 X 1.98203 X 1.23512 X
72
Stepwise Regression : Jmlh Jejak versus Area (ha), Perimeter (km), Shape Index, Fractal Dimension, Tekstur Pasir, Luas Tutupan Vegetasi (ha) Alpha-to-Enter: 0.05 Alpha-to-Remove: 0.05 Response is Jmlh Jejak on 6 predictors, with N = 48 Step 1 Constant 5.206 Ltupveg (ha) 77 T-Value 3.61 P-Value 0.001 S 30.4 R-Sq 22.03 R-Sq(adj) 20.34 Mallows Cp 2.8 Regression Analysis: Jmlh Jejak versus Ltupveg (ha) The regression equation is Jmlh Jejak = 5.21 + 77.1 Ltupveg (ha) Predictor Coef SE Coef T Constant 5.206 4.722 1.10 Ltupveg (ha) 77.06 21.37 3.61
P 0.276 0.001
VIF 1.000
F 13.00
P 0.001
Fit 58.61 80.58 49.51 5.21
SE Fit 13.80 19.67 11.44 4.72
S = 30.4419 R-Sq = 22.0% R-Sq(adj) = 20.3% Analysis of Variance Source DF Regression 1 Residual Error 46 Total 47
SS 12047 42629 54676
Unusual Observations Obs Ltupveg (ha) 2 0.693 27 0.978 29 0.575 33 0.000
Jmlh Jejak 1.00 201.00 0.00 105.00
MS 12047 927
Residual -57.61 120.42 -49.51 99.79
St Resid -2.12RX 5.18RX -1.76 X 3.32R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Probability Plot of RESI3 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-50
0
50 RESI3
100
-5.66214E-15 30.12 48 0.362 <0.010
73
Transformasi Data : General Regression Analysis : Jmlh Jejak+1 versus Ltupveg (ha) Box-Cox transformation of the response with rounded lambda = -0.5 The 95% CI for lambda is (-0.855, -0.295) Regression Equation Jmlh Jejak+1^-0.5 = -0.715565 + 0.18337 Ltupveg (ha) Coefficients Term Constant Ltupveg (ha)
Coef -0.715565 0.183370
SE Coef 0.050701 0.229490
T -14.1133 0.7990
P 0.000 0.428
Summary of Model S = 0.326890 R-Sq = 1.37% R-Sq(adj) = -0.78% PRESS = 5.66567 R-Sq(pred) = -13.68% Analysis of Variance Source DF Seq SS Adj SS Adj MS Regression 1 0.06822 0.06822 0.068223 Ltupveg (ha) 1 0.06822 0.06822 0.068223 Error 46 4.91544 4.91544 0.106857 Lack-of-Fit 14 1.38817 1.38817 0.099155 Pure Error 32 3.52726 3.52726 0.110227 Total 47 4.98366
F 0.638448 0.638448
P 0.428380 0.428380
0.899556
0.567393
Fits and Diagnostics for Unusual Observations for Transformed Response Obs Jmlh Jejak+1^-0.5 Fit SE Fit Residual 2 -0.70711 -0.588474 0.148209 -0.118633 27 -0.07036 -0.536194 0.211263 0.465834 29 -1.00000 -0.610129 0.122820 -0.389871 Fits for Unusual Observations for Original Response Obs Jmlh Jejak+1 Fit 2 2 2.88766 X 27 202 3.47821 X 29 1 2.68631 X X denotes an observation whose X value gives it large leverage. Probability Plot of RESI4 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0 RESI4
0.2
0.4
0.6
0.8
-3.70074E-17 0.3234 48 0.290 <0.010
St Resid -0.40717 X 1.86745 X -1.28696 X
74
Lampiran 8 Titik sebaran sarang Labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT
610 923 699 698 697 696 695 694 693 692 691 609 690 689 688 687 686 685 684 683 682 681 608 680 679 678 677 676 675 674 673 672 671 922 607 670 669 668 667 666 665 664 663 662 661 921 606 660 659 658 657 656 655 654 653 652 651
Latitude -4.95543572 -4.95494320 -4.95185120 -4.95221162 -4.95341417 -4.95342289 -4.95342876 -4.95344946 -4.95342792 -4.95398456 -4.95377661 -4.95545777 -4.95371441 -4.95349565 -4.95362489 -4.95377820 -4.95382338 -4.95382187 -4.95387367 -4.95390586 -4.95392011 -4.95392882 -4.95553178 -4.95394265 -4.95379765 -4.95382070 -4.95390083 -4.95398842 -4.95397601 -4.95394978 -4.95402798 -4.95403921 -4.95400443 -4.93435582 -4.95556950 -4.95405522 -4.95405271 -4.95412773 -4.95412052 -4.95414072 -4.95420517 -4.95417760 -4.95417726 -4.95416712 -4.95415019 -4.93428734 -4.95508703 -4.95415480 -4.95415295 -4.95415346 -4.95402555 -4.95410199 -4.95410342 -4.95404801 -4.95411322 -4.95418212 -4.95425421
Longitudinal 139.30648204 139.30607082 139.30485670 139.30515435 139.30534235 139.30534336 139.30535057 139.30536398 139.30539407 139.30616789 139.30577972 139.30650224 139.30562046 139.30548476 139.30537848 139.30528116 139.30540161 139.30540228 139.30531830 139.30532785 139.30542206 139.30536171 139.30656712 139.30537948 139.30565986 139.30559758 139.30556598 139.30552382 139.30554318 139.30566589 139.30558124 139.30565106 139.30559666 139.30386211 139.30659520 139.30555307 139.30535769 139.30545006 139.30545299 139.30545215 139.30546967 139.30542843 139.30542885 139.30547738 139.30558174 139.30364862 139.30608088 139.30558409 139.30558870 139.30559062 139.30567947 139.30570613 139.30571157 139.30578014 139.30574611 139.30573848 139.30575290
Altitude 34.00 44.00 29.00 29.00 30.00 30.00 30.00 30.00 30.00 31.00 32.00 34.00 32.00 32.00 32.00 31.00 32.00 32.00 32.00 33.00 33.00 33.00 34.00 33.00 32.00 34.00 33.00 33.00 33.00 34.00 34.00 33.00 34.00 42.00 34.00 34.00 33.00 34.00 34.00 34.00 34.00 35.00 34.00 35.00 35.00 42.00 34.00 36.00 36.00 36.00 36.00 36.00 36.00 36.00 36.00 36.00 36.00
75
No. 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 91 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117
WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT
920 605 650 649 648 647 646 645 644 643 642 641 919 604 907 378 640 639 638 637 636 635 634 633 632 631 701 918 603 906 916 058 630 629 628 627 626 625 624 623 622 621 955 944 403 911 169 700 917 602 905 865 865 057 702 620 619 618 617 616
Latitude -4.93399825 -4.95509039 -4.95420484 -4.95431447 -4.95434096 -4.95439880 -4.95455554 -4.95455462 -4.95463676 -4.95463282 -4.95465998 -4.95471681 -4.93414803 -4.95493180 -4.86581985 -5.12615087 -4.95471739 -4.95475427 -4.95479132 -4.95478973 -4.95466618 -4.95474514 -4.95476106 -4.95482175 -4.95482150 -4.95494052 -4.95600603 -4.93393471 -4.95493147 -4.86573930 -4.93247626 -5.12595473 -4.95499676 -4.95506164 -4.95511302 -4.95513028 -4.95515618 -4.95520539 -4.95529155 -4.95529172 -4.95537680 -4.95537428 -5.03084259 -5.02499261 -5.15051479 -4.88585377 -5.11996184 -4.95688939 -4.93396380 -4.95523280 -4.86508735 -4.93255413 -4.93255413 -5.12654674 -4.83270806 -4.95542197 -4.95538191 -4.95538962 -4.95539985 -4.95539742
Longitudinal 139.30356313 139.30609169 139.30577947 139.30569322 139.30569666 139.30580160 139.30578827 139.30578953 139.30589262 139.30591869 139.30588097 139.30578123 139.30340203 139.30607527 139.33179782 139.08790539 139.30578316 139.30578425 139.30580168 139.30580629 139.30611500 139.30602464 139.30608935 139.30600301 139.30600285 139.30602749 139.30761695 139.30327236 139.30605716 139.33190737 139.31306602 139.08681180 139.30604459 139.30607828 139.30610904 139.30610485 139.30614743 139.30616420 139.30626721 139.30626813 139.30631490 139.30631960 139.29502297 139.29445543 139.05679135 139.33201524 139.21141852 139.30765953 139.30236326 139.30618440 139.33167561 139.31296972 139.31296972 139.08667887 139.33922670 139.30637249 139.30643736 139.30644977 139.30644650 139.30645823
Altitude 41.00 34.00 36.00 37.00 36.00 37.00 37.00 37.00 38.00 38.00 38.00 38.00 40.00 34.00 48.00 9.00 38.00 38.00 38.00 38.00 38.00 38.00 38.00 37.00 37.00 36.00 28.00 38.00 34.00 48.00 49.00 14.00 35.00 35.00 36.00 35.00 35.00 35.00 35.00 35.00 35.00 35.00 28.00 32.00 16.00 47.00 21.00 28.00 37.00 34.00 46.00 40.00 40.00 14.00 55.00 35.00 34.00 35.00 34.00 35.00
76
No. 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129
WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT WAYPOINT
615 614 613 612 611 930 929 928 927 926 925 924
Latitude -4.95543648 -4.95544586 -4.95543840 -4.95546439 -4.95551191 -4.95560361 -4.95540823 -4.95544209 -4.95523439 -4.95523129 -4.95499768 -4.95501654
Longitudinal 139.30644264 139.30644038 139.30639872 139.30639520 139.30644248 139.30651431 139.30655454 139.30637567 139.30629445 139.30621466 139.30618750 139.30610594
Altitude 34.00 34.00 34.00 34.00 34.00 45.00 45.00 44.00 45.00 45.00 45.00 44.00