THE CSR-MDGs COIN SEBAGAI MEKANISME PEMBIAYAAN MDGs INDONESIA GUNA MENCAPAI TARGET PADA TAHUN 2015
MAEMAR CHADAVID SYAMTAR Paramadina-Garmoen Soetjipto Memorial Fellow 2009 Mahasiswa Manajemen dan Bisnis Universitas Paramadina
Disampaikan Pada:
1
THE CSR-MDGs COIN SEBAGAI MEKANISME PEMBIAYAAN MDGs INDONESIA GUNA MENCAPAI TARGET PADA TAHUN 2015
MAEMAR CHADAVID SYAMTAR1 (209000036)
Abstrak This paper discusses the financing of the MDGs by 2015. Through a literature study, the authors put forward the theory of CSR and the MDGs and outlines the problems faced by the MDGs in Indonesia. One of the problems faced by the MDGs in Indonesia is in need of financing large enough quantities, so need to think about alternative financing schemes. There are several ways of financing the MDGs one of which is to synergize the CSR and the MDGs. This paper offers a model of CSR as a mechanism for financing the MDGs coin Indonesia in order to achieve the MDG targets by 2015. The model is not in the real sense by creating a financing tool in the form of coins, just to make the parable makes the CSR and the MDGs as a coin with two sides where one side and others do not join each other but stand alone on their own. However, it is useful and worth more when they put together a synergy of sustainable preformance. This model does not incorporate CSR into the MDGs, or vice versa, just that the MDGs can be a goal of a CSR program. Keep the important role of all parties, especially governments that coordinate to achieve the MDGs by 2015 is sustainable. Keywords: Financing the MDGs, CSR, MDGs, The CSR-MDGs Coin, Achieving the MDGs in 2015, CSR-MDGs Sustainability.
I.
Latar Belakang Tahun 2015 akan menjadi tahun yang sangat fenomenal bagi 189 negara di dunia yang hadir pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan ikut andil dalam mengadopsi Deklarasi Millenium. Sebanyak 189 negara sepakat untuk melaksanakan isi Deklarasi Milenium yang diwujudkan dalam pelaksanaan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs). Pada tahun tersebut, semua negara pengadopsi Deklarasi Milenium akan
1
Paramadina-Garmoen Soetjipto Memorial Fellow 2009 pada program studi manajemen Universitas Paramadina.
2
secara bersama-sama melaporkan pencapaian pelaksanaan MDGs yang dilaksanakan di negara masing-masing, tidak terkecuali bagi Indonesia. Sejak resmi ditawarkan sebagai salah satu alternatif pembangunan di seluruh dunia, program MDGs yang dideklarasikan pada september 2000 telah mengalami pasang surut. Hal tersebut juga menjadi tantangan yang sedang dihadapi oleh Indonesia. Sebagai negara yang berkomitmen menyelenggarakan MDGs secara berkelanjutan, Indonesia tengah berbenah mewujudkan tujuan mulia dari Deklarasi Milenium. Tahun 2011 adalah tahun pertama pada dekade terakhir pelaksanaan program MDGs. Berbagai upaya masih terus diupayakan untuk mencapai target pada tahun 2015. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan terus mengupayakan pembiayaan MDGs di Indonesia. Dalam laporan pertama tentang pelaksanaan MDGs di Indonesia, pemerintah mengakui bahwa salah satu permasalahan yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian adalah pembiayaan untuk pencapaian MDGs2. Masalah pembiayaan MDGs sebenarnya sudah ada solusinya. Berdasarkan Millenium Declaration, negara-negara maju harusnya patuh pada komitmen awal memberikan 0,7 % dari GNP negara masing-masing bagi pembiayaan MDGs di negara miskin dan berkembang. Namun, sampai sekarang komitmen tersebut menjadi hutang yang tidak pernah dilunasi. Pemerintah Indonesia kemudian berinisiatif untuk mandiri dalam pencapaian tujuan MDGs pada tahun 2015 dengan tidak menggantungkan sepenuhnya harapan kepada negara maju untuk membantu pembiayaan MDGs, sehingga pemerintah melalui Inpres nomor 3 tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan merumuskan beberapa hal tentang kemungkinan sumber pembiayaan MDGs di Indonesia antara lain: meningkatkan pengalokasian dana pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mendukung intensifikasi dan perluasan program-program pencapaian MDGs, mengembangkan Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS atau Public Private Partnership/PPP) di sektor sosial, khususnya pendidikan dan kesehatan, mekanisme untuk perluasan inisiatif CSR (Corporate Social Responsibility), dan peningkatan kerjasama terkait konversi utang (debt swap) dengan negara-negara kreditor. Ketiga skema pembiayaan di atas berkaitan dengan pemerintah, dunia usaha, dan manusia sebagai sumber kekayaan terbesar sebuah bangsa. Disadari atau tidak, pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan industri saja, tetapi setiap manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat (Chairil, 2007 hal. 285). Pemerintah memang telah melakukan upaya pertama dengan meningkatkan pengalokasian dana dalam postur APBN atau APBD. Namun, pengalokasin tersebut belum sepenuhnya mampu menutupi pembiayaan MDGs sehingga harapan lain dapat ditempuh melalui PPP dan CSR. PPP berpotensi untuk diwujudkan salah satunya dengan CSR. Langkah yang dilakukan adalah 2
Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Millenium Development Goals yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia pada Februari 2004 dan dikutip kembali dalam Laporan Kajian Bappenas: Pembiayaan Pencapaian MDGs di Indonesia, 2007:1).
3
harmonisasi pelaksanaan MDGs dengan sumber corporate social responsibility (CSR) (Respatl, 2010). Menurut Bappenas, besarnya kebutuhan pencapaian MDGs di Indonesia sampai dengan tahun 2015 belum dapat dihitung secara rinci, namun beberapa target dalam tujuan tertentu mempunyai indikator yang cukup sulit untuk dinilai pencapaiannya sehingga tidak dapat dihitung kebutuhan biayanya. Walaupun demikian, dengan mempertimbangkan kondisi saat ini dimana Indonesia masih menghadapi banyak kendala terutama dalam hal kemiskinan, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan kondisi infrastruktur yang berada dibawah kondisi kelayakan yang dibutuhkan, maka patut diduga bahwa untuk mencapai MDGs di Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar (Bappenas, 2007). Menghadapi serba ketidakpastian dalam hal pembiayaan MDGs, Forum Ekonomi Dunia melalui Global Govermance Initiative menggelar World Business Council For Sustainable Development di New York pada tahun 2005, salah satu deklarasi penting disepakati bahwa CSR jadi wujud komitmen dunia usaha untuk membantu PBB dalam merealisasikan Millennium Development Goalds (MDGs). Mengingat tujuan utama MDGs adalah mengurangi separuh kemiskinan dan kelaparan ditahun 2015. Pantas untuk dicatat tujuan tersebut jelas sangat berat, mengingat pertumbuhan dunia bisnis terus meningkat, tetapi kemiskinan justru cenderung meningkat (Chairil, 2007 hal. 287). Mensinergikan CSR dan MDGs memang bukan perkara mudah, karena pada hakikatnya CSR dan MDGs merupakan dua hal yang berbeda tujuan dan prosesnya. Sehingga bila sinergitas tersebut dipaksakan dengan cara yang tidak tepat justru akan menimbulkan bias pencapaian tujuan. Namun. Bukan bearti keduanya tidak dapat saling mendukung. Kedua program tersebut memang tidak untuk disatukan atau dilebur menjadi satu akan tetapi CSR dan MDGs harus dijalankan dalam road map yang sama. CSR dapat menjadi cara dan MDGs dapat menjadi tujuan. Melalui sinergi antara CSR dengan MDGs diharapkan akan terjalin PPP yang berkesinambungan antara pemerintah, dunia usaha, dan manusia pendukung sebuah negara sehingga tujuan pembangunan dapat tercapai dengan maksimal dan upaya menjaga keberlangsungan pembangunan pun akan lebih mudah. Namun, memang perlu kearifan dan kesamaan visi antara CSR dan MDGs. Karya tulis ini akan membahas lebih lanjut tentang sinergitas antara CSR dan MDGs dalam hal pembiayaan guna mempercepat pencapaian tujuan MDGs pada tahun 2015.
II. Landasan Teori II.1. Corporate Social Responsibility Sejak pertama kali diperkenalkan oleh John Elkington, sudah banyak ahli yang mengemukakan definisi atau garis besar tentang Corporate Social Responsibility, saat itu pula akan ditemukan definisi yang beragam, meskipun pada hakikatnya memiliki pemahaman yang hampir sama. Perusahaan yang melaksanakan CSR dikatakan telah memenuhi triple bottom line: sosial, lingkungan, dan ekonomi (Dawkins, 2004). CSR adalah operasi bisnis yang
4
berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan (Suharto, 2008:2). Wineberg dan Rudolph memberi definisi CSR sebagai: “The contribution that a company makes in society through its core business activities, its social investment and philanthropy programs, and its engagement in public policy” (Wineberg, 2004:72). Sedangkan Schermerhorn (1993) memberi definisi CSR sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal (Schermerhorn, 1993). Ada tiga hal yang memotivasi perusahaan melakukan CSR, penjelasan berikut menggambarkan tiga tahap atau paradigma yang berbeda. 1. Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan. 2. Tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama. 3. Tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial (Saidi, 2004, hal. 69). Program CSR masih menyimpan banyak polemik di kalangan departemen Hukum dan HAM yang berusaha mewajibkan CSR bagi perusahaan, sedangkan Departemen perindustrian tidak mewajibkan perusahaan memiliki program CSR. Hal ini merupakan Full Anomali (terbalik-balik). Departemen Hukum dan HAM yang seharusnya mendukung pengusaha karena azas kebebasan, malah mewajibkan CSR sedangkan Departemen Perindustrian yang mestinya mewajibkan CSR justru membebaskan perusahaan dari tuntutan kewajiban CSR (Siregar, 2007, hal. 287). Tiga lembaga internasional independen, Environics International (Kanada), Conference Board (AS), dan Prince of Wales Business Leader Forum (Inggris) melakukan survey tentang hubungan antara CSR dan citra perusahaan. Survey dilakukan terhadap 25 ribu konsumen di 23 negara yang dituangkan dalam The Millenium Poll on CSR pada tahun 1999 (lihat Bisnis dan CSR, 2007: 88-90). Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden (60%) menyatakan bahwa CSR seperti etika bisnis, praktik sehat terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, merupakan unsur utama mereka dalam menilai baik atau tidaknya suatu perusahaan. Sedangkan faktor fundamental bisnis, seperti kinerja keuangan, ukuran perusahaan, strategi perusahaan atau manajemen, hanya dipilih oleh 30% responden. Sebanyak 40% responden bahkan mengancam akan ”menghukum” perusahaan yang tidak melakukan CSR. Separuh responden berjanji tidak akan mau membeli produk perusahaan yang mengabaikan CSR. Lebih jauh, mereka akan merekomendasikan hal ini kepada konsumen lain (Chairil, 2007, hal. 287). CSR yang baik memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan mendasar diantara keempat prinsip tersebut (Supomo, 2004).
5
II.2. Millenium Development Goals MDGs merupakan tujuan pembangunan yang terdiri atas delapan aspek yaitu: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan angka kematian anak; (5) meningkatkan kesehatan ibu; (6) memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; (7) memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan (8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan3 (Bappenas, 2007). Menurut Laporan Kajian BAPPENAS: Pembiayaan Pencapaian MDGs di Indonesia, delapan tujuan MDGs dijabarkan ke dalam target-terget yang dapat diukur dan progresnya dapat dipantau serta dilaporkan dengan menggunakan indikator-indikator yang dapat diverifikasi dan diperbandingkan secara internasional4. Tujuan dan target MDGs lebih lanjut dipaparkan dalam tabel di bawah ini: Tabel Tujuan dan Target MDGs Logo Tujuan Target 1. Menanggulangi a. Menurunkan proporsi penduduk yang kemiskinan tingkat pendapatannya di bawah $1 PPP per dan kelaparan hari menjadi setengahnya antara 1990-2015. b. Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015. 2. Pendidikan c. Memastikan pada 2015 semua anak-anak di dasar untuk mana pun, laki-laki maupun perempuan, semua dapat menyelesaikan pendidikan dasar. 3. Mendorong d. Menghilangkan ketimpangan gender di kesetaran tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada gender dan tahun 2005 dan disemua jenjang pendidikan pemberdayaan tidak lebih dari tahun 2015. perempuan 4. Menurunkan e. Menurunkan angka kematian balita sebesar angka dua pertiganya, antara tahun 1990 dan 2015. kematian anak 5. Meningkatkan kesehatan ibu
f. Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990 dan 2015.
3
Dimuat dalam United Nations Millenium Declaration. Indikator-indikator penilaian MDGs termuat dalam dokumen United Nations dengan nomor ST/ESA/STAT/SER.F/95, United Nations Publication, Sales No. E.03.XVII. 18 yang disusun oleh Department of Economic and Social Affairs–Statistics Division, UNDP. 4
6
6. Memerangi g. Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan HIV/AIDS, mulai menurunya jumlah kasus baru pada malaria, dan tahun 2015. penyakit h. Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menular menurunnya jumlah kasus malaria dan lainnya penyakit lainnya pada tahun 2015. 7. Memastikan i. Memadukan prinsip-prinsip pembangunan keberlanjutan berkelanjutan dengan kebijakan dan lingkungan program nasional serta mengembalikan hidup sumber daya lingkungan yang hilang. j. Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber daya air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015. k. Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020. 8. Membangun l. Melakukan pembangunan lebih lanjut kemitraan sistem keuangan dan perdagangan yang global untuk terbuka, berbasis peraturan, dapat pembangunan diprediksi, dan tidak diskriminatif. m. Penanggulangan masalah pinjaman luar negeri melalui upaya nasional maupun internasional dalam rangka pengelolaan pinjaman luar negeri yang berkesinambungan dalam jangka panjang. n. Bekerja sama dengan negara-negara berkembang dalam mengembangkan dan menerapkan strategi untuk menciptakan lapangan kerja yang layak dan produktif bagi penduduk usia muda. o. Bekerja sama dengan sektor swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Sumber: Laporan Kajian Bappenas: Pembiayaan Pencapaian MDGs di Indonesia, logo diambil dari Ringkasan Peta Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia yang diterbitkan oleh Bappenas. Pencapaian MDGs di Indonesia Setiap negara pelaksana MDGs, Indonesia harus membuat laporan pencapaian MDGs di negara masing-masing yang digunakan sebagai barometer tentang kinerja pemerintah menjadi motor penggerak pelaksana program MDGs. Pemerintah Indonesia pertama kali menerbitkan laporan MDGs pada Februari 2004 dan dilaporkan pada sidang umum PBB pada September 2005 dalam bentuk summary report. Laporan pertama tersebut memuat tentang pencapaian MDGs di
7
Indonesia yang disusun dengan mengacu pada Indicators for Monitoring the Millenium Development Goals.
8
Sumber: Indicators for Monitoring the Millenium Development Goals yang diterbitkan Department of Economic and Social Affairs-Statistic Division, UNDP, 2003. Selanjutnya pada tahun 2007, pemerintah menerbitkan laporan MDGs kedua. Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS memetakan kondisi pencapaian MDGs Indonesia yang dikelompokkan menjadi tiga kategori meliputi: (a) target yang telah dicapai; (b) target yang telah menunjukkan kemajuan signifikan; dan (c) target yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya. Target MDGs yang telah dicapai, mencakup: a. MDG 1: Tingkat kemiskinan ekstrem, yaitu proporsi penduduk yang hidup dengan pendapatan per kapita kurang dari USD 1 per hari, telah menurun dari 20,6 persen pada tahun 1990 menjadi 5,9 persen pada tahun 2008. b. MDG 3: Target untuk kesetaraan gender dalam semua jenis dan pendidikan diperkirakan akan tercapai. Rasio APM perempuan terhadap laki-laki di SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket B berturut-turut sebesar 99,73 persen dan 101,99 persen pada tahun 2009, dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15-24 tahun telah mencapai 99,85 persen. c. MDG 6: Terjadi peningkatan penemuan kasus tuberkulosis dari 20,0 persen pada tahun 2000 menjadi 73,1 persen pada tahun 2009, dari target 9
70,0 persen; dan penurunan prevalensi tuberkulosis dari 443 kasus pada 1990 menjadi 244 kasus per 100.000 penduduk pada tahun tahun 2009. Target MDGs yang telah menunjukkan kemajuan signifikan mencakup: a. MDG 1: Prevalensi balita kekurangan gizi telah berkurang hampir setengahnya, dari 31 persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007. Target 2015 sebesar 15,5 persen diperkirakan akan tercapai. b. MDG 2: Angka partisipasi murni untuk pendidikan dasar mendekati 100 persen dan angka melek huruf penduduk melebihi 99,47 persen pada 2009. c. MDG 3: Rasio APM perempuan terhadap laki-laki di SM/MA/Paket C dan pendidikan nggi pada tahun 2009 adalah 96,16 dan 102,95. Dengan demikian maka target 2015 sebesar 100 diperkirakan akan tercapai. d. MDG 4: Angka kematian balita telah menurun dari 97 per 1.000 kelahiran pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007 dan diperkirakan target 32 per 1.000 kelahiran pada tahun 2015 dapat tercapai. e. MDG 8: Indonesia telah berhasil mengembangkan perdagangan serta sistem keuangan yang terbuka, berdasarkan aturan, bisa diprediksi dan non-diskriminatif terbukti dengan adanya kecenderungan postif dalam indikator yang berhubungan dengan perdagangan dan sistem perbankan nasional. Pada saat yang sama, kemajuan signifikan telah dicapai dalam mengurangi rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dari 24,6 persen pada 1996 menjadi 10,9 persen pada 2009. Debt Service Ratio juga telah dikurangi dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen pada tahun 2009. Target MDGs yang telah menunjukkan kecenderungan pencapaian yang baik namun masih memerlukan kerja keras untuk pencapaian target pada tahun 2015, mencakup: a. MDG 1: Indonesia telah menaikkan ukuran untuk target pengurangan kemiskinan dan akan memberikan perhatian khusus untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang diukur terhadap garis kemiskinan nasional dari 13,33 persen (2010) menjadi 8-10 persen pada tahun 2014. b. MDG 5: Angka kematian ibu menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Diperlukan upaya keras untuk mencapai target pada tahun 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. c. MDG 6: Jumlah penderita HIV/AIDS meningkat, khususnya di antara kelompok risiko tinggi pengguna narkoba suntik dan pekerja seks. Tingkat kenaikan juga sangat tinggi di beberapa daerah di mana kesadaran tentang penyakit ini rendah. d. MDG 7: Indonesia memiliki tingkat emisi gas rumah kaca yang tinggi, namun tetap berkomitmen untuk meningkatkan tutupan hutan, memberantas pembalakan liar dan mengimplementasikan kerangka kerja kebijakan untuk mengurangi emisi karbondioksida paling sedikit 26 persen selama 20 tahun ke depan. Saat ini hanya 47,73 persen rumah tangga yang memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan 51,19 persen yang memiliki akses sanitasi yang layak. Diperlukan perhatian khusus,
10
untuk mencapai target MDG pada tahun 2015 (Bappenas, 2010a, hal. 12)5. III. Metodologi Pendekatan pada penulisan karya tulis ini adalah studi pustaka. Penulis menguraikan masalah yang ada secara langsung, membahas, dan menghubungkan dengan teori yang pernah ada, kemudian menyimpulkannya, dan memberikan alternatif pemecahan masalah. Dengan menggunakan pendekatan ini, penulis mengumpulkan data dari berbagai buku dan referensi untuk mendukung pemecahan masalah yang penulis tawarkan agar relevan dan sejalan dengan pembahasan yang penulis angkat. Selanjutnya teori dan data yang didapatkan dianalisis sebagai alternatif pemecahan masalah yang penulis tawarkan agar dapat diimplementasikan pada pencapaian tujuan pembangunan Millenium Development Goals di Indonesia pada tahun 2015. IV. Analisis IV.1. The CSR-MDGs Coin Beragam cara dilakukan perusahaan untuk menjalankan CSR. Ada perusahaan yang melaksanakan CSR sendiri, mulai dari perencanaan hingga implementasinya. Ada pula perusahaan yang mendirikan yayasan, bermitra dengan pihak lain atau bergabung dalam konsorsium (Suharto, 2008:2). Pelaksanaan CSR bergantung sepenuhnya kepada manajemen perusahaan temasuk dalam hal jangka waktu program dan pembiayaan termasuk sasaran dan tujuan penyelenggaraannya. Pada umunya CSR dilaksanakan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, menyasar beberapa populasi sekaligus atau satu populasi kecil dan besar pada sebuah wilayah dan pembiayaannya sepenuhnya menjadi beban perusahaan sebagai wujud kepedulian terhadap sosial. Bentuk program CSR tersebut juga tergantung keinginan perusahaan. Sedangkan MDGs dimotori pelaksanaannya oleh pemerintah Indonesia di bawah koordinasi Kementrian Perencanaan Pembangunan/BAPPENAS. Pelaksanaannya MDGs sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah untuk dilaporkan kepada PBB dalam sidang umum. Meskipun, pada hakikatnya dalam pelaksanaan MDGs pemerintah tidak akan sendirian. Semua pihak terkait harus bahu membahu mewujudkan tujuan pembangunan milenium yang bertumpu pada manusia sebagai sumber kekayaan dunia. Pelaksanaan kedua program tersebut (CSR dan MDGs) selama ini menemui banyak kendala. Pada program CSR, banyak perusahaan yang belum mampu sepenuhnya membedakan tentang tujuan utama CSR dengan politik pencitraan perusahaan kepada masyarakat. Masih banyak pula perusahaan yang menganggap bahwa CSR adalah peningkatan biaya. Sementara pada program MDGs yang menjadi kendala tentunya dalam hal pembiayaan dan pengawasan program. Banyak perusahaan yang mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membiayai program CSR mereka dan melaksanakannya secara berkelanjutan dan 5
Lihat juga Ringkasan Peta Jalan Pencapaian Target MDGs di Indonesia, Bappenas, 2010.
11
bersifat masif dalam perkembangan sosial masyarakat. Namun, disisi lain, pencapaian tujuan MDGs pada target-target tertentu justru lambat tercapai karena alasan sumber daya baik manusia maupun modal. Pada hakikatnya kedua program tersebut dapat dijalankan secara bersamaan (sinergi) tanpa harus melebur CSR menjadi MDGs atau MDGs menjadi CSR. Keduanya tetap bisa dijalankan secara independen namun, diarahkan pada tujuan yang sama. MDGs adalah kumpulan tujuan pembangunan sementara CSR adalah cara. Sehingga CSR dapat dijalankan untuk mewujudkan tujuan MDGs dan secara bersamaan tujuan CSR juga dapat terwujud tanpa harus mengeluarkan biaya lebih.
CSR
MDGs
CSR-MDGs
COIN
Waktu Tidak Ditentukan
Pencapaian Tujuan Bersama
2015
CSR-MDGs Berkelanjutan The CSR-MDGs Coin Model’s The CSR-MDGs coin bukan berbentuk koin yang ditujukan untuk alat pembayaran, model ini dikembangkan sebagai maksud menunjukkan hubungan yang erat antara CSR dan MDGs. Ibarat sebuah koin, satu sisi dengan sisi yang lain berbeda dan berdiri sendiri-sendiri. Namun, keduanya tidak akan berarti tanpa sinergi. Dua sisi pada sebuah koin akan berlaku sebagai alat pembayaran. Sama halnya dengan ide menempatkan CSR dan MDGs sebagai sebuah koin dimana sisi yang satau akan bermanfaat apabaila sisi yang lain juga mendukung sehingga CSR dan MDGs dapat tercapai secara bersamaan dengan biaya yang tentunya tidak sebanyak apabila keduanya dipaksakan untuk dilaksanakan secara terpisah. Pemerintah dalam hal ini sebagai pemegang birokrasi negara sekaligus mengatur dunia usaha harus mampu menjadi koordinator yang baik. Pemerintah harus mampu mendorong lapisan dunia usaha untuk memaksimalkan program CSR perusahaan masing-masing. Namun, sebenarnya pemerintah juga dapat
12
memaksimalkan keberadaan CSR dari banyak perusahaan untuk bersama-sama menjadikan tujuan CSR sebagai jalan mencapai tujuan MDGs. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengarahkan perusahaan untuk membuat program CSR yang tujuannya adalah mencapai 8 tujuan pembanguan millenium atau lebih mengkhususkan pada butir-butir pencapaian target. Apabila hal tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka pemerintah dapat menurunkan biaya pelaksanaan MDGs yang diambil dari postur APBN dan APBD. Dana awal untuk pelaksanaan MDGs yang diambil dari APBN atau APBD dapat dialihkan kepada pencapaian target MDGs yang kemungkinan tidak terlalu dilirik oleh perusahaan. Selan itu, melalui kekuasaan yang ada, pemerintah dapat mengkoordinir perusahaan-perusahaan yang konsern terhadap CSR agar dapat membagi-bagi tujuan MDGs yang dilaksanakan melalui CSR dan ditentukan berdasarkan daya dan keinginan perusahaan. Hal lain yang lebih masif dan mampu dilakukan adalah dengan mengundang beberapa perusahaan yang memiliki dana cukup besar untuk secara bersama-sama melaksanakan satu atau beberapa tujuan MDGs yang dikoordinir oleh pemerintah sehingga pada akhirnya bukan lagi tujuan independen CSR masing-masing perusahaan yang diketengahkan akan tetapi tujuan MDGs dalam rangka pembangunan manusia Indonesia yang berkelanjutan. Skema CSR bersama untuk satu tujuan MDGs di atas, dapat dilakukan apabila pemerintah dan pihak perusahaan mau secara bersama-sama menjadikan CSR sebagai sebuah bentuk tanggung jawab sosial seutuhnya demi pencapaian MDGs pada tahun 2015. Namun, tidak dapat ditutupi bahwa pelaksanaan CSR sarat akan peningkatan citra perusahaan dalam persepsi publik dan juga tetap mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Kasus di atas dapat diolah pemerintah menjadi sebuah tantangan. Terlepas dari apa tujuan dari CSR sebuah perusahaan, yang jelas adalah perusahaan tersebut mau membantu pembiayaan bersama MDGs. Pemerintah harus mampu mendorong dan memotivasi pihak perusahaan untuk mau bekerja sama mensinergikan CSR dan MDGs. Pemerintah dalam hal ini dapat juga memberikan value bagi perusahaan yang mau bersama-sama mewujudkan MDGs misalnya mempermudah pengurusan izin usaha perusahaan atau pengurangan pajak perusahaan dan berbagai kemudahan lain yang memang dibutuhkan perusahaan kepada pemerintah. Sehingga perusahaan merasa bahwa pelaksanaan CSR bersama dalam tujuan pencapain MDGs tidak hanya sekedar mengeluarkan biaya yang besar saja akan tetapi ada barter value to value kepada setiap komponen yang berperan. Posisi masyarakat pun dinilai sangat krusial dalam hal ini. Pelaksanaan CSR dan MDGs secara bersamaan perlu melibatkan masyarakat sebagai subjek tujuan pelaksanaan CSR dan MDGs. Masyarakat dalam hal ini dapat ikut andil dalam menyukseskan kedua program tersebut meliputi pelaksanaan dilapangan, pengawasan, serta pemeliharaan secara berkelanjutan. Ketiga unsur tadi (pemerintah, perusahaan, dan masyarakat) juga harus ikut bersinergi satu sama lain tidak hanya menuntut sinergitas antara CSR dan MDGs. Melalui pelaksana bersama CSR-MDGs, maka tujuan pembanguan manusia seutuhnya pada tahun 2015 akan tercapai dengan mudah. Apalagi Perusahaan pelaksana CSR mau
13
bergabung untuk membantu kesulitan pembiyaan MDGs di Indonesia. Ketika perusahaan-perusahaan yang mau secara sadar mensinergikan CSR ke dalam MDGs maka hal tersebut akan membantu meningkatkan citra perusahaan dimata masyarakat. Sehingga secara tidak langsung masyaraka tentu akan merespon baik produk perusahaan tersebut. Pada akhirnya perputaran nilai akan semakin cepat dan membantu Indonesai menghadapi keterbelakangan dari negara lain di dunia. Terutama dalam hal pencapaian tujuan MDGs. Melalui CSR-MDGs coin, pemerintah akan dituntut untuk bijak mengalokasikan anggaran negara dan daerah untuk pembangunan lain yang tidak masuk dalam daftar MDGs agar mempercepat pencapaian kesejahteraan menyeluruh. Pada paparan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa hingga saat ini MDGs masih terkendala terhadap biaya dan rendahnya kulitas SDM Indonesia. Namun, ditengah keterbatasan yang ada, Indonesia telah melaksanakan MDGs dengan sungguh-sungguh, hal tersebut dapat kita lihat dari pencapaian beberapa indikator. Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa pemerintah membagi 3 fase pencapain MDGs yaitu target yang telah tercapai, telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, dan masih perlu kerja keras. Kita akan membahas bagaimana tujuan-tujuan yang telah menujukkan kemajuan signifikan dan yang sedang membutuhkan kerjas keras yang lebih dalam hal pembiyaan. Kedua kategori di atas masih sangat perlu untuk mendapatkan perhatian tidak hanya oleh pemerintah tapi juga dari kalangan dunia usaha dan masyarakat umum. Mengingat pembangunan MDGs bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah akan tetapi peran perusahaan yang juga memperoleh keuntungan dari keberadaan mereka di Indonesia. Perusahaan juga tidak dapat tutup mata atas upaya pencapaian MDGs karena perusahaan juga telah menyumbang permasalahan-permasalahan kemanusiaan yang dihadapi oleh sebuah negara seperti pencemaran lingkungan oleh limbah pabrik, pemutusan hubungan kerja yang berdampak pada peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan, sumbangan polusi industri, serta berbagai permasalahan lain yang sebenarnya sedang ditangani dalam pelaksanaan MDGs. Kalau dipikir lebih lanjut sebenarnya tujuan MDGs juga harus dibebankan kepada perusahaan bukan hanya kepada negara mengingat masalah-masalah dalam pembanguan milenium sebagian besar disumbang oleh dunia usaha. Namun, pemerintah pun bertanggung jawab atas hal tersebut mengingat perusahaan kerap dibuat kelabakan oleh pemerintah dalam pelaksanaan usaha. Namun, masyarakat juga harus berusahan mandiri dan lebih bijak dalam pengelolaan sumber-sumber kehidupan yang ada sehingga ketiga populasi tadi dapat mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab, bermartabat, dan sejahtera. Skema CSR-MDGs coin mengisyaratkan agar ketika tewujudnya sinergi antara CSR dan MDGs, semua pihak harus bersama-sama mewujudkan pencapaian kedua tujuan program. CSR dapat mewujudkan tujuan yang dibuat perusahan dengan berpedoman pada tujuan MDGs dan dilain sisi pembanguan milenium di Indonesia dapat terwujud pula. Namun, yang menjadi masalah adalah CSR dibuat oleh perusahaan dalam tempo yang ditentukan oleh kebijakan perusahaan. Sementara MDGs dibuat hingga tahun 2015. Keduanya tidak akan
14
bertemu waktu pencapaiannya. Sehingga dibutuhkan kebijaksanaan dari pemerintah dan perusahaan untuk dapat mensinergikan keduanya. Pemerintah dapat mengarahkan perusahaan yang melaksanakan program CSR mendekati waktu pencapaian MDGs sehingga pencapain MDGs dapat dengan mudah diwujudkan. Setelah itu, yang terpenting adalah membuat kedua program tersebut terlaksana secara berkelanjutan. MDGs boleh saja tercapai pada tahun 2015, namun, dunia, melalui PBB dapat melaksanakan MDGs tahap kedua, mengganti program pembangunan kesejahteraan dunia tadi dengan nama lain, atau bahkan menaikan standar MDGs sehingga program tersebut tidak hanya berlangsung dalam kurun waktu sekarang atau 5 tahun lagi. Namun dapat dilaksanakan dengan mekanisme pembangunan berkelanjutan yang berwawasan global. V. Kesimpulan Dan Rekomendasi Kebijakan V.1. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan pada karya tulis ini, maka dapat disimpulkan bahwa CSR dan MDGs sebenarnya memiliki tujuan yang hampir sama yaitu menyejahterakan manusia di seluruh dunia. Meskipun CSR dan MDGs dilaksanakan oleh pelaku yang berbeda. CSR dan MDGs pada umunya memang berbeda, namun, CSR dan MDGs dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Bukan untuk menyatukan CSR dan MDGs akan tetapi menjadikan CSR sebagai cara mencapai target MDGs pada tahun 2015. Keberadaan CSR akan sangat membantu menghadapi masalah-masalah pencapaian MDGs pada tahun 2015 mendatang salah satunya adalah pembiyaan. Sinergi antara CSR dan MDGs sangat dibutuhkan dalam menjawab tantang global mewujdkan kesejahteraan untuk semua dan berkelanjutan. CSR-MDGs coin merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan sebagai mekanisme pembiayaan alternatif pencapaian MDGs Indonesia pada tahun 2015. Tentunya dibutuhkan peran pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam mewujudkan sinergi antara CSR dan MDGs sebagai dua sisi yang tidak terpisahkan seperti koin. Satu sisi yang lain saling berkaitan erat dan akan lebih bernilai dan bermanfaat apabila keduanya ada dalam satu wadah dari pada harus berdiri sendiri-sendiri. Pada akhirnya setelah pencapaian tujuan pelaksanaan CSR dan target pencapaian MDGs pada tahun 2015, dunia menantikan MDGs dan CSR yang baru dengan standar yang lebih tinggi dengan nama yang sama atau melanjutkan MDGs bagian kedua. Semua itu hanya dapat dilaksanakan dengan mekanisme mensinergikan CSR dan MDGs yang berkelanjutan. V.2. Rekomendasi Kebijakan Pemerintah harus mempu mendorong dunia usaha untuk dapat mensinergikan antara CSR dengan pencapaian MDGs pada tahun 2015. Pemerintah harus memfasilitasi perusahaan-perusahaan dengan CSR yang tujuannnya senada dengan MDGs agar dapat bahu membahu mewujudkan kepentingan perusahaan demi kelangsungan manusia secara masif. Perusahaanperusahaan dengan ide CSR yang sama dan masuk dalam target MDGs dapat didorong untuk melakukan CSR bersama dengan menggabungkan pembiayaan mereka menjadi upaya mencapai MDGs. Tentunya pemerintah harus mampu
15
memberikan apresiasi dan barter value to value kepada perusahaan yang secara baik dapat sukses mewujudkan CSR yang menuju pada target pencapaian tujuan MDGs pada tahun 2015 misalnya dengan mempermudah perizinan perusahaan, regulasi, atau pengurangan pajak atau insentif lain yang dapat menstimulus perusahaan agar mau menjalankan CSR yang mengarah pada target MDGs yang berkelanjutan. Pada akhirnya peran masyarakat juga harus terlihat dengan ikut andil dalam pelaksanaan dan monitoring pelaksanaan program CSR dan pencapaian tujuan MDGs pada tahun 2015 dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka Alisjahbana, Armida, dkk. (2010). Laporan Pencapaian MDGs Tahun 2010. Bappenas. Laporan. Alisjahbana, Armida, dkk. (2010a). Ringkasan Peta Jalan Pencapaian Target MDGs di Indonesia. Bappenas. Laporan. Bappenas. (2007). Laporan Pencapaian MDGs Tahun 2007. Bappenas. Laporan. Dawkins, J.. (2004). The Public’s Viewof Corporate Responsibility 2003. White Paper Series. MORI. http.www.ipsosmori.com/publications/whitepapers/index.html. Respatl, Yogte. 15 November 2010. Pemerintah Harmonisasi CSR dan MDGs. Republika. Riyadi, Dedi M. Masykur, dkk. (2007). Pembiayaan Pencapaian MDGs di Indonesia. Kertas Kerja. Bappenas. Saidi, Zaim dan Hamid Abidin. (2004). Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia. Jakarta: Piramedia. Schemervern, John, R.. (1993) Management for Productivity. New York: John Willey & Sons. Siregar, Chairil. N.. (2007). Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi CSR Pada Masyarakat Indonesia. Jurnal Sosioteknologi, Edisi 12 Tahun 6, hal. 285-288. Suhartono, Edi. (2008). Corporate Social Responsibility What is and Benefits for Corporate. Disampaikan pada seminar dua hari Corporate Social Responsibility: Strategy, Management, and Leadership, Inti Pesan, Hotel Aryadhuta, Jakarta, 13-14 Februari.
16
Suhartono, Edi. (2008a). Menggagas Standar Audit Program CSR. Disampaikan pada 6th Round Table Discussion Menggagas Standar Audit Program CSR: Implementasi UU Perseroan Terbatas, Asosiasi Auditor Internal (AAI), Financial Club Jakarta, 27 Maret. Supomo, Sita. 20 Oktober, 2004. Coorporate Social Responsibility dalam Prinsip GCG. Republika. Widjojo, Loetan, dan Delthy S. Simatupang. (2004). Indonesia: Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Bappenas. Laporan. Winneberg, Denette dan Phillip, H. Rudolph. (2004) Corporate Social Reponsibility-What Every in House Counsel Should Know- dalam Acc Docekt.
17