TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kinerja
Kinej a adalah catatan output yang dihasilkan dari fungsi suatu pekej a a n atau kegiatan tertentu dalarn suatu periode tertentu (Bemandin dan Russel, 1993). Penilaian kine j a kej a m e ~ p d c a nsuatu cara untuk mengukur kontribusi individu anggota organisasi terhadap organisasinya. Gruneberg (1979) menyatakan bahwa kineja adalah perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respon terhadap pekej a a n yang diberikan kepadanya. Kinej a kej a dapat ditihat atas dasar hasil kej a , derajat kecepatan k e j a dan kualitas k e j a . Pekej a a n (jobs) tidak lain sebagai m g k a i a n &ri sejumlah tugas spesifik >-angdikejakan petugas, di mana rincian tugas peke jaan satu dan lainnya sangat
luas dan bervariasi. Agar seseorang &pat mengejakan peke jaannya dengan baik diperlukan pengetahuan, sikap mental clan ketrarnpilan yang berkaitan dengan pekejaan tersebut. Dengan demikian kinej a Oxrfomance) petugas menunjuk kepada tingkat seseorang marnpu melaksanakan tugas-tugasnya berkaitan dengan pekejaannya. Seseorang dikatakan memililu kineja yang bagus bila berkaitan
dan memenuhi standar tertentu (Hickerson dan Middleton, 1975). Apabila terpenuhi, maka seseorang tersebut dikatakan telah profesional &lam bidangnya. Dalam kamus Webster Arnerika (Puspadi, 2000) dinyatakan bahwa profesionaI adalah suatu tingkah 1-
suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang
menandai atau rnelukiskan coraknya suatu "profesi", sedangkan menurut Gilley
dan EggIand (1989) konsep profesional identik dengan kornpetensi. Kornpetensi itu sendiri dikatalcan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga yang
bersangkutan dapat melaksanakan didefinisikan
sebagai
ciri-ciri
perannya,
khas
atau
secara sederhana kompetensi kemampuan
seseorang
untuk
menunjukkan kegiatan-kegiatan spesifik yang menghasilkan sesuatu yang spesifik dalam suatu lingkungan k e j a secara efektif Tindakan atau perilaku spesifik merupakan penwjudan kompetensi k e j a yang diperlukan dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu atau spesifik dan dalarn lingkungan organisasi tertentu. Jadi pendefinisian kompetensi kerja berdimensi waktu, tempat (organisasi) dan jenis peke rjaan. Lebih jauh dikatakan bahwa terdapat dua ha1 dalam kompetensi yaitu kompetensi dalam ha1 kemarnpuan (abilily) dan kompetensi &lam ketrampilan (skill). Konsep kemampuan menggambarkan suatu sifat (bawaan a b u dipeiajari) yang memunglunkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik, sedangkan ketrampilan (skiiT) adalah kompetensi yang berkaitan dengan tugas dimana melaksanakan suatu sistem dan perilaku sistematis yang relevan
u n a mencapai tujuan. Menurut Imran dan Ganang dafum Puspadi (2000) profesionat adalah pedoman moral yang menuntun dan mengontrol manusia agar selalu bertanggung jawab, jujur, proporsional, loyal, tegas, konsisten. komitmen, berani, heatif, inovatif, waspada, efektif, etis, estetis, efisien, kredibititas, dan integritas. Selanjutnya
dikatakan
profesionalisme
dicirikan
oteh
adanya
keahlian,
pertanggungjawaban, dan kejasarna, yang terwujud dalam perilaku kemauan kuat untuk
selalu
menampilkan
perilaku
ideal,
dorongan
yang
kuat
untuk
meningkatkan citra profesi, kecendrungan u n d memaaf2iatkan setiap kesempatan
guna mengembangkan profesionalisme, rasa bangga te-p
profesi clan motivasi
dan motivasi yang
kuat
untuk
mewujudkan
tujuan.
Dengan
demiluan
profesionalisme selalu menunjukan kualitas perilaku prima. Seiring dengan pendapat Hubeis Musa (1997) mengemukakan secara rinci profesionalisme dapat dicirikan d m tahapan seperti berpikir sebelum bertindak (memperhatikan kesesuaian antara sumber daya dan program kerja), tinjauan yang menyeluruh, motivasi kerja, tidak terpaku kepada besarnya usaha yang dilakukan, proses rnenuju sasaran bejalan teratur dan terencana, pengambilan keputusan dilakukan secara bersama, dan pembagian tugas sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Kinerja Penyuluh Kehutanan dalam Pelaksaoaan Tugas Pokoknya Pengertian kinerja tidak saja mengacu pada kemampuan individu dalam menjalankan suatu profesi, namun yang lebih penting yaitu penjiwaan terhadap profes~yang ditekuninya. Seseorang penyuluh
dikatakan
memiliki
kinerja
yang
bagus jika
memenuhi berbagai prasyarat, antara lain sebagaimana diungkapkan oleh Berlo
(1960) meliputi : (1) kemampuan untuk berkomunikasi, yang mengandung tidak hanya kemampuan retorika, memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang efektif, memilih dan menerapkan metode penyuluhan yang efektif, tetapi yang Iebih penting kemampuan dan kewampilan penyuluh untuk berempati dan berinteraksi dengan masyarakat sekitar, (2) sikap penyuluh, yang antara lain terdiri dari atas : sikap penghayatan dan bangga dengan profesinya, sikap bahwa inovasi yang dilakukan bermanfaat bagi kelompok sasaran serta sikap mencintai
kelompok sasaram, (3) kemarnpuan pengetahuan penyuluh, yang mengandung unsur, antara lain : isi, fungsi dan manfaat serta nilai-nilai yang terkandung dapat disampaikan baik secara ilmiah maupun praktis. Kemampuan membaca peta clan latar beIakang masyarakat yang menjadi sasaran maupun watak masyarakat sasaran (hal-ha1 yang disukai dan tidak disukai masyarakat).
Pada hakekatnya, kinerja terkait erat dengan pelaksanaan peranan. Menurut Levin (1941), ada tiga peran utama penyuluh yang terdiri dari kegiatankegiatan : peleburan din dengan masyarakat sasaran, menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan berencana dan memantapkan hubungan sosial dengan masyarakat sasaran. Lebih terinci Lippitt et.al (1958) menyatakan bahwa peranan penyuluh adalah sebagai berikut : (1) Mengembangkan kebutuhan untuk melakukan perubahan berencana meIalui
tahap-tahap : (a) mengenal masalah dan kebutuhan sistem sosial klien dengan jelas, (b) Menilai motivasi dan kapasitas yang dimiliki sistem klien untuk mengadakan pernbaharuan, (c) menilai motivasi clan sumber daya agen pembaharuan, (d) menyeleksi tujuan-tujuan pembaharuan dengan tepat, dan (e) memilih tipe peran bantuan yang akan dimainkan dengan tepat. (2) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan dengan melakukan
tindakan : (a) membina dan mengembangkan hubungan akrab dengan sistem klien, (b) memperiihatkan pada masyamkat tentang pentingnya mengikuti fase-fase perubahan berencana, (c) memitih secara lebih spesifik teknik dan metode perilaku sesuai dengan pembangunan progresif. (3) Memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran melalui upaya-upaya :
(a) membina hubungan baik dan kerjasama t e a menerus dengan masyarakat
sasaran dan tokoh formal serta tokoh informal, (b) dengan tokoh masyarakat bersama-sama merencanakan upaya perubahan sesuai dengan tahaptahap pembangunan kehutanan jangka panjang, (c) mampu menyumbangkan pengetahuan dan keahlian sebagai tenaga profesional dalarn membangun khalayak sasaran di wilayahnya. Menurut Rogers (1983), keberhasilan penyuluh memiliki kinerja yang bagus tergambar dari pekkaman rangkaian tugasnya yang mencakup : (1) Kemauan dan kernampuan penyuIuh untuk menjalin hubungan secara Iangsung maupun tak langsung dengan para tokoh masyarakat, pemuka penclapat, lembaga swadaya masyarakat, (2) Kemauan dan kernampuan penyuluh untuk menjadi
perantara
sumber-sumber
inovasi
dengan
pemerintaMembaga
penyuluhan d m masyarakat p e t . sasarmnya, (3) Kemauan dan kemampuan penyuluh
untuk
menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan dengan
kebuth-kebutuhan yang &pat dirasakan oleh pemerintaldlembaga pen-duhan
dan masyarakat sasarannya. Untuk menjadi penyuluh kehutanan yang memiliki kinerja bagus yang berarti rnenuju pada profesional, ada bebentpa ha1 yang harm dipahami oleh
seorang penyuluh, yaitu (Departemen Kehutanan, 2000) : (1) Sifat &n perasaan organisasi penyuluh yang meliputi : (a) Ruang lingkup (cakupan
tugas),
filosofi dan tujuan pembangunan
masyadcatnya,
(b) Organisasi dan adrninistrasi penyuluhan,
(c)
Tanggung jawab
dan kesempatan-kesempatan yang dimiliki
dalam
pembangunan nasional pada umumnya dan khususnya pembangunan kehutanan. ( 2 ) Pengertian clan pengetah-
tentang teknologi yang berkaitan dengan materi
penyuluhan yang diprogramkan. (3) Kemampuan untuk rnenjelaskitn program yang disampaikan, antara Lain :
tujuan dan kegunaan dari program, cara-cara mencapai tujuan. (4) Kemampuan untuk mengorganisasikan masyarakat dan sumber daya yang
tersedia, terutama yang berkaitan dengan : sifat dan fungsi organisasi, prinsip prinsip organisasi, teknik-teknik berorganisasi, koordinasi dan integrasi kegiatan. (5) Ketrampilan untuk melihat/menelaah hubungan antara prinsipprinsip kegiatan
penyuluhan dengan kenyataan yang dihadapi dalam praktek dan rnampu rnenentukan pilihan penyesuaiannya. (6) Ketrampilan meneliti, terutama dalam mengidentifikasi masalah yang
dihadapi, rnenentukan titik-titik pusat masalah, mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah dan mernilih alternatif pcmecahan yang paling tepat. (7) Kemampuan dalam hubungan kemanusian, terutama dengan para pemimpin-
pemimpin
lokal
untuk
menggerdckan partisipasi masyarakat melalui
kegiatan-kegiatan kelornpok
Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Men&
Kehutanan Nomor
603Kpts-IW1996 tentang penyelenggaraan penyuluhan kehutanan Dephut dan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 375Kpts-I1 tentang kedudukan dan tata kej a penyuluh.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Dumasari (1995) &lam
hasil penelitiannya mengemukakan bahwa faktor
internal (karakteristik individu) dan faktor eksternal (iklim atau lingkungan) yang memungkinkan untuk berperilaku tertentu mempengaruhi kernampuan individu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sujadi (1987) dalam penelitiannya di
Jawa Barat. Berkaitan dengan kinerja penyuluh &lam
pelaksanaan tugas
pokoknya di kabupaten Cianjur kedua faktor ini diduga berhubungan dengan kinerja penyuluh &lam pelaksanaan tugas pokoknya tersebut. Faktor internal yang diduga berhubungan dengan kinej a penyuluh antara Iain : tingkat pendidikan, pengalaman kej a , tingkat kebutuhan, persepsi terhadap tugas pokok dan sikap terhadap tanggung jawab, sedangkan faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan kineja penyuluh antara lain : jumlah kompensasi, pengakuan keberhilan,
hubungan
interpersonal, intensitas supervisi dan
ketersedian sarana dan prasarana penyuluhan. Pendidikan mempakan suatu proses pembentukan watak seseorang sehingga memperoleh pengetah-
pemahaman, dan cam bertingkah laku. proses
pembentukan watak terjadi karena adanya interaksi antara potensi yang dimiliki seseorang (intelegensi, bakat), lingkungan dan pendidikadpengajaran (Winkel, 1990). Melalui pendidikan seseorang dapat dibina dan dikembangkan potensinya agar menjadi rnanusia yang marnpu berfikir, bersikap dan bertindak atas kekuatan
sendiri dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, mampu memelibara harga die, mampu bertanggung jawab atas wa ia bereksistensi di dunk (Padmowihajo. 1994).
Pendidikan
&pat
diklasifikasikan
&lam
pendidikan
formal
dan
pendidikan non formal, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang akan memiliki pemahaman tentang
pengetahuan, keterampilan yang
tinga
pula.
Pendidkan baik formal maupun non formal adalah suatu proses belajar mengajar yang mengusahakan suatu perubahan perilaku bagi sasarannya berdasarkan ikmuilmu
dan
pengalaman
yang
sudah
diakui
dan
direstui
masyarakatnya
(Wiraatmadja, 1977). Pendidikan tiada lain adalah suatu proses pengembangan kepribadian seseorang yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab
untuk dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, clan sikap serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya Cropley (1986) mengemukakan bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup, jenisnya dikenal dengan pendidikan formal d m non formal. Pendidikan formal dikenal dengan sistem sekolah yang mempunyai struktur dan jenjang yang lebih jelas menurut umur, pengetahuan maupun ketrampilan, seperti SD, SLTP, SLTA, dan PT, sedangkan pendidikan non formal kebalikan dari pendidikan formal, jenisnya adalab kursus-kursus dan pelatihan Pengalaman seseorang mempengaruhi produktifitas kejanya, semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi produktifitasnya, seperti yang dikemukakan oleh Kuntjoro dalarn Kartosaputra (1988) bahwa petani yang telah berpengalaman dalam usahatan1 akan memiliki kemampuan dan ketrampilan t e U produksi yang tinggi. Disamping itu petani yang telah lama berpengalaman
dalam berusahatani akan lebih pandai dalam mernilih caracaca berusahatani yang paling menguntungkan baginya, terutarna daiam memilih jenis varitas yang akan
digunakan dalam usahataminya Pendapat lain dikemukakan oleh Havelock (1983)
bahwa pengalaman masa I d u yang telah dimiliki seseorang akan mempengaruhi kecenderungan untuk merasa memerlukan dan siap menerima pengetahuanpengetahuan baru. Jadi dapat dikatakan pengalaman merupakan interaksi yang dialami seseorang selama hidupnya dengan lingkungannya sehingga ia mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan permhaman tentang sesuatu kejadian. Semakin sesuai pengalaman seseorang dengan suatu kejadian yang dialami di masa lalu, maka akan semakin mudah baginya untuk memahami atau rnengerti tentang stimulus tersebut. Setiap tindakan manusia pasti memiliki motif atau dorongan, sedangkan tindakan itu sendiri diiatar belakangi oleh adanya suatu kebutuhan. Apabila kebutuhan merupakan faktor penyebab yang mendasari lahirnya perilaku seseorang, maka kebutuhan yang paling kuat pada saat tertentu akan merupakan daya dorong yang menggerakkan (memotivasi) seseorang untuk berperilaku ke arah tercapainya tujuan tersebut. (Hasibuan, 1999). Menurut Duncan dalam Sumidjo (1986) motivasi addah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang supaya mengarah kepada tercapainya tujuan yang diinginkan. Lebih jauh dikatakan motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi clan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh fhktor di &lam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik clan faktor di luar diri yang disebut ekstrinsik. Padmowihaj o (1994) menegaskan, motivasi bukan hanya terdapat pada kegiatan belajar, namun semua kegiatan manusia seIalu berkaitan dengan
motivasi, misalnya bekerja Motivasi diartikan sebagai setiap usaha yang dilakukan untuk menimbulkan dorongan atau motif seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Timbutnya motivasi dapat berasal dari dorongan dalam diri orang tersebut (motivasi intrinsik) dan dorongan dari luar orang tersebut (motivasi ekstrinsik). Dorongan untuk melakukan tindakan &pat berasal dari luar maupun dalam yang bersifat mendorong, menarik, melibatkan diri ataupun merangsang sehingga seseorang akan melakukan kegiatan. Pengertian motivasi sebagai konsep manajernen dalam kaitannya dengan kehidupan organisasi dan kepemimpinan menurut Berelson &Iam Sumidjo (1986) adalah dorongan kej a yang timbul pa& din seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila dalarn diri seseorang timbul suatu k e b u t u h tertenty kebutuhan tersebut akan
menyebabkan lahirnya daya dorong (motivasi) tertentu. Akibat daya dorong, lahirlah keinginan &lam din seseorang, lahimya keinginan &lam diri seseorang
akan menyebabkan timbulnya suatu sebab, akibat sebab yang timbul Iahirlah ketegangan dan ketegangan itu sendiri juga akan menjadi sebab timbulnya sesuatu. Sesuatu yang timbul akibat adanya ketegangan &lam din seseorang disebut perilaku atau perbuatan. Perilaku yang ditampilkan seseorang timbul karena mengttarapkan adanya kepuasan yang dapat dinikmati. Dalam teori-tori motivasi dikelompokkan atas teon kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan
dan kepuasan individu yang menyebabkamya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu Teori ini mencoba menjawab pertanyaan "apa" yang memuaskan
dan mendorong semangat bekeja seseorang. Hal. yang memotivasi semangat bekeja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiif maupun nonrnateriil yang diperoleh dari hasil pekerjaannya. Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi, maka semangat bekerjanyapun akan semakin baik pula. Tinggi atau rendahnya tingkat kebutuhan
dan kepuasan seseorang mencerminkan semangat bekej a orang tersebut. Pada Teori Kepuasan (conrent theory) meliputi (Hasibuan, 1999) :
Motivasi Klasik Teori motivasi kiasik (teori kebutuhan tunggal) ini dikemukakan oleh Frederick Winslow Taylor. Menurut teori ini motivasi para pekeja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologik saja. Kebutuhan biologik adalah kebutuhan yang diperlukrtn untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi, jika gaji atau upah (uang atau barang) yang diberikan mencukupi. Jadi jika gaji atau upah karyawan dinaikkan maka semangat bekeja mereka akan rneningkat.
MasIuw s ' Need Hierarchy Teori ini dikemukakan oleh Maslow, yang menyatakan bahwa kebutuhan
dan kepuasan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologik dan psikologis berupa materiil dan non materiil. Dasar dari teori ini adalah :1) manusia adalah makhluk
sosial yang berkeinginan, ia selalu berkeinginan lebih banyak. Keinginan ini tens menerus, baru berhenti jika akhir hanyamya tiba, 2) suatu kebutuhan yang teIah
dipuaskan tidak menjadi alat motivasi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum
terpenuhi yang menjadi alat motivasi, dan 3) kebutuhan rnanusia itu bertin&attingkat,
yaitu
: a)
kebutuhan
yang
diperlukan
untuk
memperlahankan
kelangsungan hidup seseorang seperti makan, rninum, udara, dan perumahan, yang disebut kebutuhan Physiological
Needs
(kebutuhan
fisik=biologik).
Keinginan untuk memenuhi kebutuhaa fisik ini merangsang seseorang berperilaku
clan bekeja giat. Kebutdan fisik ini merupakan kebutuhan utarna, tetapi merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah, b) kebutuhan akan kearnanan dari ancarnan yakni rnerasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan &lam melakukan pekerjaan, disebut dengan Safety and Security Needs. Bentuk dari kebutuhan ini ada dua yaitu kebutuhan akan keamanan dan
keselamatan jiwa diternapt kerja dan kebutuhan akan kearnanan dan keselamatan harta di ternpat kerja, c) kebutuhan sosial, ternaq dicintai clan rnencintai serta
diterima dalam pergaulan kelornpok karyawan dan lingkungannya, disebut dengan Afiiiafion o r Acceptance Needs. Kebutuhan ini terdiri dari empat kelompok,
yakni : 1) kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia hidup dan bekeja, 2) kebutuhan akan perasaan dihormati, 3) kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan, dan 4) kebutuhan akan perasaan ikut serta, d) kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan
serta
penghargaan
prestise
dari
karyawan
clan
masyarakat
lingkungannya, disebut dengan Esteem or Status o r Needs, e ) kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapaq kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimaluntuk rnencapai prestasi kej a yang sangat memuaskan. Kebaikan dari teori ini adalah : 1)memberikan informasi bahwa kebutuhan manusia itu jamak (materid dan nonmateriil) d m bobotnya bertingkat-tingkat
pula, 2) pimpinan mengetahui bahwa seseorang berperilakukke j a adalah untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan
(materiil
dan non materiil) yang akan
mernberikan kepuasan baginya, 3) kebutuhan rnanusia itu bejenjang sesuai dengan kedudukan atau sosial ekonominya, clan 4) pimpinan akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling sesuai untuk merangsang semangat beke j a bawahannya, sedangkan kelemahannya adalah menurut twri ini kebutuhan manusia
itu
bertingkat-tingkat,
tetapi
&lam
kenyataannya
manusia
menginginkamya sekaligus dan kebutuhan manusia ini merupakan siklus, seperti lapar-makan-lapar lagi makan lagi dan setemsnya.
H e r z b e' ~s Two Factors Motivation
Menzlrut teori ini rnotivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk rnelaksanakan tugas yang lebih rnembutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemarnpuan. Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan peke jaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang mempakan kebutuhan,
yaitu
:
1) Maintenance Factors, adalah
faktor-faktor
yang
berhubungan dengaa hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah (kesehtan) dimana kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang terus menerus. Faktor-faktor pemeliharaan ini meiiputi gaji, kondisi k e j a fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, fasilitas pekejaan dll. Faktorfaktor ini periu mendapatkan perhatian agar kepuasan dan kegairahan bekeja bawahan &pat ditingkatkan, 2) Motivation Factors adalah
mar motivasi
yang
menyangkut kebutuhan psikologis yaitu perasaan sempurna dalam melakukan
pekejaan. Hal ini dipenga.ruhi oleh pengakuan, pekejaan itu sendiri, tanggung jawab, kebijaksanaan dan administrasi kantor, dan hubungan antar pribadi.
McClelCand's Achievement Moti~atwn Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana enegri ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan sikuasi serta peluang yang tersedia. Energi i~akan dirndaatkan oleh karyawan karena didorong oleh : I ) kekuatan motif clan kebutuhan dasar yang terlibat, 2) harapan keberhasilannya, dan 3) nilai insentif yang terlekaf pada tujuamya. Mc.Clelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang &pat memotivasi gairah bekeja yaitu : I ) kebutuhan akan prestasi, karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asallcan kemunglanan untuk ha1 itu diberikan kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi k e j a yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhimya ia &pat memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, 2) kebutuhan akan afiliasi, yaitu kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, kebutuhan akan perasaan dihormati, kebutuhan akan rnaju clan tidak gaga1 dan kebutuhan akan perasaan ikut serta, 3) kebutuhan akan kekuasaan.
Motivasi Claude S. George Teori ini menyatakan bahwa m r a n g mempunyai kebutuhan yang
berhubungan dengan iempat dan suasana di lingkungan ia bekeja, yaitu : upah yang layak, kesempatan untuk maju, pen-
sebagai individu, keamanan keja,
tempat k e j a yang baik, penerimaan oleh kelompok, perlakuan yang wajar, dan pengakuan atas prestasi. Twri motivasi proses berbicara mengenai proses sebab-akibat, karena "ego" manusia yang selalu r n e n g i n g i b hasil yang baik-baik saja, maka daya penggerak yang memotivasi semangat k e j a seseorang terkandung dari harapan yang akan diperoleh pada masa depan, sehingga salah satu yang dikenal pada teori ini adalah teori harapan. Tennasuk juga dalam teori ini adalah teori keadilan, karena keadilan merupakan daya penggerak yang rnemotivasi semangat k e j a seseorang, dirnana ego rnanusia selalu mendarnbakan keadilan dalam pernberian
hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Mengacu pada teuri-teori tersebut, maka dalam penelitian ini tingkat kebutuhan hidup dari seorang penyuluh diduga rnempengaruhi tingkat kineja penyuluh dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Persepsi, menurut Rakhmat (1989), adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Ruch (1967) persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk indrawi (sensoryl dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk mernberilcan kepada kita gambaran yang terstruktur d m bermakna pada situasi tertentu. Senada dengan ha1 tersebut Atkinson dan Hilgard (1990) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus &lam lingkungan. Gibson dan Donely (1994) rnenjelaskan bahwa persepsi adalah proses pernberian arti terhadap Iingkungan oleh seorang individu.
Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahun
khusus tentang obyek atau kejadian pada saat tertentu, maka persepsi tejadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek d m kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989). Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respons terhadap stimulus yang diterima seseorang sangat kornpleks, stimulus mas& ke dalam otak, kemudian Aartikan &n ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson, 1991). Persepsi
mencakup
penerimaan
stimulus
(inpul),
pengorganisasian
stimulus clan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang &pat rnempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang sesuai den-rn keadaannya sendiri (Gibson dan Donely, 1994). Oleh karena itu persepsi penyuluh terhadap tugas pokok diduga rnempengaruhi hngkat kinejanya &lam pelaIcsanaan tugas pokok. Sikap terhadap tanggung jawab rnenrpakan salah satu faktor yang mempenganrhi kineja seseorang dalam melaksanakan profesinya, karena seperti yang dikernukakan oleh Ryan dan Couper dalam Puspadi (2000) organisasi profesi diartikan sebagai lebih dari sekelompok individu yang tergabung dalam pekerjaan yang sama dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) profesi memiliki ciri
unik dan penting &am
pelayanan sosial, (2) profesi ada berdasarkan ketrampilan
i n t e l e k t d dalam menampilkan pelayanan, (3) profesi rnembutuhkan ketrarnpilan yang memakan waktu cukup banyak, (4) baik anggota dati prof& dan kelompok profesional memiliki derajat otonomi d m otoritas untuk mengambi1 k e p u t u s q
(5) anggota dari suatu profesi hams memiliki tanggung jawab untuk tindakan-
tindakan dan keputusan-keputusannya,(6) profesi mengatur dirinya sendiri clan bertanggung jawab
untuk
meningkatkan
derajatnya
sendiri,
(7)
profesi
menekankan pelayanan daripada balas jasa finansialnya dan (8) profesi memiiiki kode etik yang rnengatur perilaku yang dapat diterima dari anggota-anggotanya. Seiring dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Forgerson dalam Sumidjo (1987), bahwa suatu pekejaan itu dapat disebut sebagai profesi, apabila pekejaan itu sendiri mencenninkan adanya dorongan keterpaduan berbagai
ukuran atau kriteria yaitu, ciri-ciri pengetahtian, keahliankemahiran, rnengabdi kepada kepentingan orang banyak sebagai cerminan tanggung j a m b sosial, adanya organisasi atau asosiasi profesi, pengakuan dari masyarakat, ti& mengutamakan keuntungan finansial, dan memiiiki kode etik. Berdasarkan uraian tentang konsepkonsep profesi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa pekejaan penyuluhan kehutanan merupakan profesi. Jadi sikap terhadap tanggung jawab
sangat mempengaruhi kineja
penyuluk Hal tersebut juga tertuang dalam kode etik penyuluh kehutanan yaitu sebagai berikut (Padmanagam h i a m DPKT Cianjur, 2000) : (1) Perilaku sebagai manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman kepada Tuhan YME, j u j u dan disiplin, (2) perilaku sebagai anggota masyarakat, yaitu mau menghormati adatkebiasaan rnasyarakatnya, menghormati petani dan keluarganya (apapun keadaan dan status sosial ekonominya) dan menghonnati sesarna penyuluh, (3) perilaku yang menunjukan penampiIan yang andal yaitu berkeyakinan kuat atas manfaat tugasnya, memiliki jiwa kejasama yang tinggi dan kemampuan unfuk bekerja teratur, dan (4) perilaku yang mence
'
dinamika, yaitu ulet, daya
mental dan semangat kerja yang tinggi, selalu berusaha mencerdaskan diri dan selalu meningkatkan kemampuannya. Sebagai individu yang memiliki profesi, dimana profesi memang sebuah pekejaan, tetapi sekaligus tidak sama dengan pekejaan pada umumnya, maka seorang penyuluh dituntut untuk profesional dalam melaksanakan profesinya, bukan saja dari luar melainkan terutama dari dalam din individu itu sendiri. Tuntutan ini menyangkut tidak saja keahlian, meIainkan juga komitmen moral, tanggung jawab, keseriusan, kedisiplinan dan integritas pribadi. Diantara profesi-profesi pada umumnya, masih dibedakan lagi profesi khusus yang disebut sebagai profesi luhur. Disebut profesi luhur, karena menekankan pada pengabdian atau pelayanan kepada masyarakat umumnya melebihi hal-ha1 lain Pertarna profesi ini lahir bukan semata-rnata karena dorongan untuk mempunyai pekejaan dan nafkah hidup tertentu melainkan pertama-tama untuk melayani masyarakat. Dalam kaitannya dengan profesi pa& umumnya, lama-kelamaan hubungan antara pengabdian kepada masyarakat dan naflcah hidup berkembang menjadi saling mengisi dan mengkondisikan. Artinya semakin baik dan profesional ia menangani masyarakat, semakin banyak pula orang yang menjadi langganannya dan karena itu ia akan memperoleh imbalan yang semakin baik. Istilah profesional hampir identik dengan mutu, komitmen, tanggung jawab, dan bayaran yang tinggi. Hal tersebut yang rnelatarbelakangi faktor jumlah kompensasi diduga mempengaruhi kinerja penyuluh. Sama halnya dengan pengakuan keberhasilan yang merupakan wujud
nyata dari pengakuan individu terhadap eksistensi individu Lain, dimana ha1 tersebut juga m e r u e suatu kebutuhan dari manusia Ini berarti juga &pat
meningkatkan prestasi
individu yang
bersangkutan
yang
pada
akhimya
menimbulkan sikap profesional, maka faktor tersebut diduga mempengaruhi kinerja penyduh. Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan dari setiap individu, karena pada dasamya manusia merniIiki naIuriah untuk berkelompok dengan manusia lainnya (Padrnowiharjo, 1994) dan melalui interaksi dengan individu lain seseorang akan dapat berkembang untuk dapat mewujudkan eksistensi dirinya, dengan demikian faktor tersebut diduga mempengaruhi kinerja penyuluh. Seseorang yang melaksanakan profesinya membutuhkan penilaian atas hasil kerjanya apakah sesuai dengan tujuan atau tidak, jika tidak sesuai dengan
tujuan maka diadakan perbaikan dari hasil kerjanya yang disebut dengan pernbinaan. Pembinaan dapat mendorong peningkatan yang lebih baik atas hasil kerjanya, maka faktor intensitas supervisi diduga
mempengaruhi kinerja
penyuluh. Ketersediaan sarana dan prasarana penyuluhan merupakan faktor yang mendukung kegiatan penyuluhan atau merupakan perangsang guna meningkatkan prestasi penyuluh sehingga menjadi profesional. Ketersediaan dan kemudahan memperoleh sarana penyuluhan dan transportasi akan meningkatkan kemampuan penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan yang selanjutnya akan meningkatkan pula kinerja penyuluh.