LOMBA KARYA TULIS ILMIAH GANESA 2013 JUDUL LKTI AKBID (AKTUALISASI KARAKTER BUDAYA INDONESIA): PUNAKAWAN SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK TINGKAT SEKOLAH DASAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TERPADU
Diusulkan oleh : Mega Ariyanti
(NIM. 13010112130052 / Angkatan 2012)
Arief Sugeng Fuadi
(NIM. 21070111140105 / Angkatan 2011)
Faiz Balya Marwan
(NIM. 14010412130105 / Angkatan 2012)
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah menuntun manusia dengan Al Qur’an dan Sunnah. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Unit Aktifitas Forum Studi Mahasiswa Pengembang Penalaran (Fordi Mapelar) Universitas Brawijaya dengan judul “Akbid (Aktualisasi Karakter Budaya Indonesia): Punakawan sebagai Media Pendidikan Karakter Melalui Model Pembelajaran Terpadu pada Anak Tingkat Sekolah Dasar”. Penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Moh. Muzakka, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan, dan masukan selama penyusunan karya ilmiah ini. 2. Teman-teman dan keluarga yang telah banyak memberikan kritik, saran, dukungan, doa, dan semangat. 3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu selama penyusunan karya ilmiah ini. Penyusun menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharap kritik dan saran dari pembaca. Semoga karya ilmiah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bermanfaat bagi pembaca semua.
Semarang, 1 Oktober 2013
Penyusun iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul Lembar Pengesahan .................................................................................................... i Lembar Orisinalitas ................................................................................................... ii Kata Pengantar .......................................................................................................... iii Daftar Isi ................................................................................................................... iv Daftar Gambar .......................................................................................................... vi Ringkasan ................................................................................................................ vii BAB I: Pendahuluan .................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................. 2 1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................................. 3 BAB II: Tinjauan Pustaka.......................................................................................... 4 2.1 Wayang ................................................................................................................ 4 2.2 Punakawan ........................................................................................................... 4 2.3 Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini dan Tingkat Sekolah Dasar ............. 7 BAB III: Metode Penulisan ....................................................................................... 8 3.1 Metode Penulisan ................................................................................................ 8 3.2 Sifat Penelitian ..................................................................................................... 8 3.3 Jenis dan Sumber Data ........................................................................................ 8 3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................................. 9 BAB IV: Pembahasan .............................................................................................. 10 4.1 Tahap Identifikasi .............................................................................................. 10 4.2 Tahap Perencanaan ............................................................................................ 10 4.3 Tahap Pelaksanaan ............................................................................................ 12 4.3.1 Tahap Pengenalan Wayang dan Tokoh Punakawan ....................................... 12 4.3.2 Tahap Pementasan Wayang ............................................................................ 13 4.3.3 Tahap Edu-games ........................................................................................... 13 iv
4.4 Tahap Pembiasaan ............................................................................................. 14 4.5 Tahap Evaluasi .................................................................................................. 17 BAB V: Penutup ...................................................................................................... 18 5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 18 5.2 Saran .................................................................................................................. 18 Daftar Pustaka Lampiran
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Semar ....................................................................................................... 5 Gambar 2. Nala Gareng ............................................................................................. 5 Gambar 3. Petruk ....................................................................................................... 6 Gambar 4. Bagong ..................................................................................................... 6
vi
RINGKASAN
Wayang dapat diartikan sebagai salah satu kekayaan budaya yang bernilai seni tinggi. Dua arti penting yang akhirnya mengantarkan wayang Indonesia diakui UNESCO pada tahun 2003 sebagai warisan luhur budaya dunia dan menjadi salah satu dari sekian banyak kekayaan elemen budaya Indonesia yang digunakan sebagai identitas kebangsaan generasi muda Indonesia saat ini. Secara filosofi wayang merupakan bentuk pencerminan karakter manusia, tingkah laku, dan kehidupannya. Menurut Dr. Marwah Daud Ibrahim, kemajuan suatu bangsa tergantung pada pembentukan karakter generasi mudanya. Setidaknya ada 18 nilai karakter yang harus dimiliki, yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Wayang Punakawan mengandung nilai-nilai yang dipandang penting untuk membangun pertumbuhan kepribadian anak karena di dalamnya mengandung simbol-simbol ketauladanan yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan bagi kehidupan. Dalam pendidikan karakter pada anak tingkat sekolah dasar diterapkan beberapa tahapan yang mendukung terlaksananya program tersebut, di antaranya adalah tahap identifikasi; tahap perencanaan; tahap pelaksanaan; tahap pembiasaan; dan tahap evaluasi. Dalam tahap pelaksanaan program terbagi lagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap pengenalan wayang dan tokoh Punakawan, tahap pementasan wayang, dan tahap edu-games atau permainan edukasi. Siswa sekolah dasar dikenalkan dengan wayang dan tokoh Punakawan yang disajikan dalam bentuk video semenarik mungkin dan buku paduan wayang. Kemudian, mengaplikasikan wayang dan tokoh Punakawan yang telah dikenalkan sebelumnya melalui sebuah pementasan atau pertunjukan wayang dengan memainkan tokoh Punakawan. Dalam pementasan tersebut jga disuguhkan lagulagu dolanan Jawa yang sesuai dengan tema cerita yang dipentaskan, lalu siswa diajak untuk aktif dalam edu-games yang mengandung nilai-nilai karakter. Metode pembiasaan juga diterapkan agar nilai karakter tersebut dapat tertanam dalam diri siswa.
vii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Wayang merupakan bentuk kesenian Jawa yang masih hidup, masih dihidupi, dan menghidupi. Wayang juga dapat diartikan sebagai salah satu kekayaan budaya yang bernilai seni tinggi. Dua arti penting yang akhirnya mengantarkan wayang Indonesia diakui UNESCO pada tahun 2003 sebagai warisan luhur budaya dunia dan menjadi salah satu dari sekian banyak kekayaan elemen budaya Indonesia yang digunakan sebagai identitas kebangsaan generasi muda Indonesia saat ini. Kehadiran wayang ditengah-tengah masyarakat sejatinya mampu memberikan peranan penting dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia baik sebagai penyedap pertunjukan maupun sebagai prasarana dalam penyampaian pesan-pesan moral yang bermanfaat. Secara filosofi wayang merupakan bentuk pencerminan karakter manusia, tingkah laku, dan kehidupannya. Salah satu contoh wayang yang sampai saat ini masih hidup dan oleh masyarakat Indonesia dijadikan sebagai suri tauladan dan panutan hidup adalah Punakawan. Merupakan dunia wayang asli Indonesia yang terdiri atas tokoh Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong yang dibuat sedemikian rupa mendekati kondisi masyarakat Jawa yang beraneka ragam karakternya yang mengindikasikan sumber kebenaran dan kebajikan. Menurut Dr. Marwah Daud Ibrahim, kemajuan suatu bangsa tergantung pada pembentukan karakter generasi mudanya. Di era globalisasi sekarang ini, dimana kemajuan teknologi berkembang pesat, mengakibatkan kemudahankemudahan dalam mengakses peristiwa yang terjadi di benua lain membuat masyarakat Indonesia khususnya generasi muda lebih dekat dengan kebudayaan asing dibanding kebudayaannya sendiri. Hal seperti inilah yang nantinya dapat melunturkan budaya lokal termasuk budaya kesenian wayang serta lebih memprihatinkan jika kebudayaan asing merasuk dalam jiwa generasi muda Indonesia. Hilangnya karakter dan identitas kebangsaan generasi muda Indonesia akibat pengaruh kebudayaan asing saat ini perlu mendapatkan perhatian khusus.
2
Mengingat anak adalah calon generasi penerus yang merupakan aset utama dalam pelestarian dan pengembangan budaya bangsa ini. Namun, tingginya pengaruh budaya global tidak perlu lagi menjadi alasan tergesernya kebudayaan lokal, karena sumua itu bergantung pada usaha dan kemampuan kita untuk mengelola. Sehingga melalui karya tulis ilmiah ini, kami berusaha mengoptimalkan budaya asli Indonesia yaitu wayang sebagai media menuju Indonesia berkarakter kepada anakanak usia sekolah dasar. Anak-anak usia sekolah dasar adalah usia dini yang kemungkinan besar relatif mudah dididik dan diarahkan kepada suatu objek yang dipandang menarik. Anak-anak seusia ini belum banyak mengenal apa yang ada di sekitarnya. Mereka akan mudah tertarik pada sesuatu yang dirasa lebih dekat dengan dunia mereka, baik bentuk, karakter maupun nilai yang dikandung oleh suatu objek tertentu. Punakawan yang terdiri atas tokoh Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong memiliki karakter yang khas dan penuh makna. Karakter dan suri tauladan yang baik dalam Punakawan memiliki kesamaan dengan nilai-nilai dalam pendidikan karakter yang telah ditetapkan oleh DIKNAS. Wayang Punakawan juga mengandung nilai-nilai yang dipandang penting untuk membangun pertumbuhan kepribadian anak karena di dalamnya mengandung simbol-simbol ketauladanan yang mencerminkan nilai-nilai kebaikan bagi kehidupan. Nilai-nilai inilah yang perlu dilestarikan dan dikenalkan sejak dini kepada siswa sekolah dasar dalam rangka membentuk kepribadiannya. 1.2 Perumusan Masalah Pendidikan karakter sangat diperlukan agar generasi penerus bangsa khususnya anak sekolah dasar memiliki karakter, moral, dan tingkah laku yang baik dalam kehidupannya. Dalam dunia pewayangan, Punakawan yang terdiri atas tokoh Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong memiliki karakter yang khas dan penuh makna. Karakter yang dapat dijadikan sebagai suri tauladan dan panutan yang baik bagi anak sekolah dasar. Anak akan mudah tertarik pada sesuatu yang dirasa lebih dekat dengan dunia mereka, sehingga melalui wayang Punakawan sebagai media pendidikan karakter diharapkan dapat membentuk karakter dan kepribadian anak agar menjadi generasi muda yang bermoral untuk membangun Bangsa Indonesia lebih baik.
3
1.3 Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah: 1. Memperkenalkan karakter dan sifat-sifat baik tokoh wayang Punakawan kepada siswa sekolah dasar dalam rangka membentuk karakter dan kepribadiannya 2. Menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam tokoh wayang Punakawan 3. Membimbing siswa sekolah dasar agar menerapkan nilai karakter dan sifat-sifat baik tokoh Punakawan dalam kehidupan sehari-hari 4. Membentuk generasi muda yang berkarakter dan bermoral kuat melalui tokoh wayang Punakawan 5. Melestarikan serta meningkatkan kecintaan para siswa sekolah dasar terhadap budaya asli Indonesia yaitu wayang 6. Membantu upaya pemerintah dalam menyukseskan program pembentukan karakter
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wayang Wayang adalah salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Wayang kulit adalah salah satu jenis wayang yang ada di Indonesia, yang berarti gambar atau tiruan orang dan sebagainya yang terbuat dari kulit, kayu dan lain-lain untuk mempertunjukkan suatu lakon (cahcepu.com). Wayang kulit dalam bentuk aslinya dipergunakan untuk upacara agama. Pada abad ke-11 sudah mulai populer di kalangan rakyat. Sejak tahun 1058, bahkan sejak tahun 778 atau lebih tua lagi, sudah ada wayang atau ringgit. Angka tahun 1058 disalin oleh Brandes berdasarkan angka tahun dalam prasasti di Bali yang memberikan bukti adanya pertunjukan wayang ( www.tuanguru.com). Pertujukan wayang terdiri atas berbagai unsur, baik bersifat fisik maupun non-fisik. Unsur-unsur fisik berupa wayang, gawang dan kelir, bléncong, debog, tapak dara, kothak, gamelan, cempala, keprak, serta lain-lainya. Unsur non fisik yaitu perabot garap pakeliran yang berupa lakon, catur atau wacana, gerak wayang atau sabet, suluk, dodogan dan keprakan, serta karawitan pakeliran. Semua unsur tadi dalam pertunjukan disajikan secara serentak bersama dalam satu kesatuan sistem jalinan yang harmonis, tertib dan teratur, sehingga menghasilkan kesan estetik yang sungguh manakjubkan (Dr. Sayanto, S.Kar., MA). 2.2 Punakawan Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacammacam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter Punakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk.
5
1. Semar
Gambar 1. Semar Semar berasal dari kata Samara (bergegas). Semar merupakan pusat dari Punakawan sendiri dan asal usul dari keseluruhan Punakawan itu sendiri. Semar disegani oleh kawan maupun lawan. Semar menjadi tokoh yang dihormati, namun tetap rendah hati, tidak sombong, jujur, dan tetap mengasihi sesama. Penuh kelebihan tetapi tidak lupa diri karena kelebihan yang dimiliki. 2. Nala Gareng
Gambar 2. Nala Gareng Nala Gareng berasal dari kata nala khairan (memperoleh kebaikan). Nala gareng adalah seorang yang tak pandai bicara. Karakter yang disimbolkan adalah cacat kaki menggambarkan manusia harus berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Tangan yang cacat menggambarkan manusia bisa berusaha tetapi Tuhan yang menentukan hasil akhirnya. Mata yang cacat menunjukkan manusia harus memahami realitas kehidupan.
6
3. Petruk
Gambar 3. Petruk Petruk berasal dari kata fat ruk (tinggalkanlah). Petruk adalah anak kedua Semar. Tokoh petruk digambarkan dengan bentuk panjang yang menyimbolkan pemikiran harus panjang. Dalam menjalani hidup manusia harus berpikir panjang (tidak grusa-grusu) dan sabar. Bila tidak berpikir panjang, biasanya akan mengalami penyesalan di akhir. 4. Bagong
Gambar 4. Bagong Bagong berasal dari kata al ba gho ya (perkara buruk). Bagong adalah tokoh yang diciptakan dari bayangan Semar. Bagong bertubuh tambun gemuk seperti halnya Semar. Bagong berkarakter suka bercanda bahkan saat menghadapi persoalan yang teramat serius serta memiliki sifat lancang dan suka berlagak bodoh. Karakter yang disimbolkan dari bentuk bagong adalah manusia harus sederhana, sabar, dan tidak terlalu kagum pada kehidupan di dunia (dari berbagai sumber : yokimirantiyo.blogspot.com).
7
2.3 Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini dan Tingkat Sekolah Dasar Ada 18 nilai karakter yang harus dimiliki, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/ komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) dan tanggung Jawab. Paradigma pendidikan karakter, antara lain: 1. Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai dan sikap, bukan pengajaran, sehingga memerlukan pola pembelajaran fungsional. 2. Pendidikan karakter menuntut pelaksanaan oleh tiga pihak secara sinergis, yaitu orang tua, satuan/ lembaga pendidikan, dan masyarakat. 3. Materi dan pola pembelajaran disesuaikan dengan pertumbuhan psikologis peserta didik. 4. Materi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. 5. Materi pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran lain. (Sekretaris Ditjen PAUDNI Kemdikbud)
8
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode deskriptif. Metode tersebut digunakan untuk mengambarkan fakta-fakta yang ada. Pada tahap permulaan tertuju pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap pada aspek yang diselidiki, guna menggambarkan keadaan atau kondisinya. Pada tahap berikutnya meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data tersebut. Oleh karena itu, metode deskriptif dapat diwujudkan sebagai usaha memecahkan masalah dengan membandingkan persamaan dan perbedaan gejala yang ditemukan, mengukur dimensi suatu gejala, mengadakan klasifikasi gejala, menilai gejala, menetapkan standar, menetapkan hubungan antar gejala-gejala yang ditemukan (Nawawi dalam Satria, 2005). 3.2 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat kreatif-inovatif. Yaitu dengan mencoba menyajikan data-data mengenai obyek penelitan yang diharapkan dapat menggambarkan keadaan obyek penelitian yang sebenarnya. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan pendekatan yang dibutuhkan. Setelah itu, membuat suatu ide/ konsep kreatif guna pemecahan permasalahan serta menambahkan sebuah konsep inovatif agar berbeda dengan yang lainnya sehingga memiliki ciri khas tersndiri dari konsep-konsep sebelumnya. 3.3 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan metode pengambilan data, yaitu data sekunder. Data Sekunder ialah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh di luar diri peneliti sendiri, meskipun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah data yang asli (Winarno, 1985). Data sekunder adalah data yang dilakukan dengan cara membaca literatur kepustakaan, internet, media cetak yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Data ini digunakan oleh peneliti sebagai data pelengkap dari data primer.
9
3.4 Metode Pengumpulan Data Berkaitan dengan bagaimana data dalam penelitan ini diperoleh. Metode atau cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Dekstop Research Metode pengumpulan data dengan memanfaatkan media massa internet
untuk mendapatkan data dari artikel-ertikel berita penting terkait, jurnal-jurnal ilmiah, dan hasil penelitian beberapa tokoh yang ahli di bidang terkait atau yang sedang mempelajari bidang terkait. 2.
Studi Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan cara mempelajari atau menggunakan catatan-catatan instansi yang diteliti. 3.
Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan adalah mengutip hasil laporan yang disusun oleh pihak lain (J.Supranto, 2001).
10
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Tahap Identifikasi Ada begitu banyak nilai karakter yang harus dimiliki manusia untuk bekal dalam bermasyarakat, kurang lebih ada sekitar 24 nilai karakter. Namun, ada 18 nilai karakter yang setidaknya harus dimiliki dan hal itu dapat dimulai sejak dini. Seorang anak akan terbiasa dengan karakter luhur jika sudah dibiasakan sejak kecil. Berikut nilai karakter yang akan disampaikan melalui media pewayangan, yaitu: (1) religius,
(7) mandiri,
(13) bersahabat/ komunikatif,
(2) jujur,
(8) demokratis,
(14) cinta damai,
(3) toleransi,
(9) rasa ingin tahu,
(15) gemar membaca,
(4) disiplin,
(10) semangat,
(16) peduli lingkungan,
(5) kerja keras,
(11) cinta tanah air,
(17) peduli sosial, dan
(6) kreatif,
(12) menghargai prestasi,
(18) tanggung Jawab.
Berikut ini beberapa paradigma pendidikan karakter pada PAUDNI, antara lain: 1. Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai dan sikap, bukan pengajaran, sehingga memerlukan pola pembelajaran fungsional. 2. Pendidikan karakter menuntut pelaksanaan oleh tiga pihak secara sinergis, yaitu orang tua, satuan/ lembaga pendidikan, dan masyarakat. 3. Materi dan pola pembelajaran disesuaikan dengan pertumbuhan psikologis peserta didik. 4. Materi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. 5. Materi pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran lain. (Sekretaris Ditjen PAUDNI Kemdikbud) 4.2 Tahap Perencanaan Dalam pendidikan karakter, diperlukan peran serta bebagai pihak baik formal maupun informal. Misalnya saja, sekolah yang meliputi guru pengajar dan kepala sekolah; keluarga di rumah meliputi orang tua dan saudara; dan tempat bimbingan belajar anak (jika anak mengikuti bimbingan belajar) baik privat maupun regular.
11
Pendidikan karakter yang akan diterapkan, sasarannya adalah anak-anak tingkat sekolah dasar. Tim pendidikan karakter media wayang bekerja sama dengan pihak sekolah meliputi guru beserta jajarannya. Tim pendidikan karakter dari mahasiswa berperan sebagai penyampai materi pendidikan karakter melalui pementasan wayang yang berisi drama dan nyanyian lagu-lagu tradisional yang telah diaransemen ulang dengan lirik yang dibuat sendiri disesuaikan engan nilai karakter yang akan disampaikan. Setelah itu, tim dari mahasiswa memberikan edugames yang memiliki nilai karakter yang dapat diterapkan pada anak-anak setingkat sekolah dasar. Tim guru dan orang tua berperan sebagai tim pembiasaan siswa dalam menerapkan nilai karakter luhur yang telah diajarkan oleh tim pendidikan karakter dari tim mahasiswa. Setelah itu, dilakukan evaluasi oleh seluruh tim pendidikan karakter baik dari mahasiswa maupun guru. Evaluasi dibagi menjadi dua macam, yaitu yang pertama, memberikan kuesioner untuk diisi oleh siswa sebelum dan sesudah adanya penerapan pendidikan karakter dengan media pewayangan sebagai pembanding dan yang kedua, evaluasi yang dilakukan dengan berdiskusi antara tim mahasiswa, guru, dan orang tua (hanya perwakilan beberapa). Tokoh pewayangan yang digunakan sebagai ikon utamanya adalah tokoh Punakawan. Tokoh Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong) tersebut karena sebenarnya tokoh tersebut adalah penggambaran karakter masyarakat Indonesia itu sendiri. Tokoh-tokoh Punakawan dengan beragam karakter yang ada, yaitu: Semar yang memiliki karakter rendah hati, tidak sombong, jujur, dan tetap mengasihi sesama; Gareng digambarkan memiliki cacat fisik, yaitu dengan tangan yang cacat, kaki yang pincang, mata yang juling, melambangkan cipta, bahwa menciptakan sesuatu dan tidak sempurna, kita tidak boleh menyerah; Petruk adalah tokoh yang nakal tapi cerdas, pandai berbicara, dan suka menyindir ketidakbenaran dengan lawakan-lawakannya; dan Bagong menunjukkan bagaimana meminimalkan kekurangan kita, dan memaksimalkan kelebihan kita, tetap percaya diri dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
12
4.3 Tahap Pelaksanaan Program pendidikan karakter berbasis wayang ini dilaksanakan di Sekolah Dasar dengan melibatkan siswa siswi sekolah dasar, guru, dan seluruh pihak-pihak terkait penyuksesan program. Program dilaksanakan setiap hari minggu dikarenakan supaya kegiatan belajar mengajar tidak terganggu serta ketercapaian program lebih optimal. Sedangkan untuk waktu pelaksanaan menyesuaikan dengan kebutuhan. Pelaksanaan program terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: tahap pengenalan wayang dan tokoh Punakawan, tahap pementasan wayang, dan tahap edu-games atau permainan edukasi. 4.3.1 Tahap pengenalan wayang dan tokoh Punakawan Tahap ini merupakan tahap awal dimana siswa sekolah dasar dikenalkan lebih dahulu mengenai wayang mulai dari sejarah awal mula wayang masuk ke Indonesia hingga kesuksesan wayang mendapat pengakuan oleh UNESCO sebagai warisan luhur budaya dunia dan menjadi salah satu dari sekian banyak kekayaan elemen budaya Indonesia yang digunakan sebagai identitas kebangsaan generasi muda Indonesia. Lebih penting dari yang telah disebutkan diatas, siswa sekolah dasar harus paham dan mengerti mengenai tokoh wayang Punakawan yang terdiri atas Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong yang memiliki karakter khas dan penuh makna. Pada tahap ini, siswa sekolah dasar juga dikenalkan tentang nilainilai karakter dan sifat-sifat Punakawan yang patut untuk dijadikan sebagai suri tauladan, panutan, dan tuntunan. Sedikit contoh kecil mengenai karakter dan sifat tokoh Punakawan yang dikenalkan dan diajarkan kepada siswa sekolah dasar seperti Semar yang memiliki karakter tidak sombong, jujur, dan tetap mengasihi sesama. Upaya untuk meningkatkan minat siswa sekolah dasar agar tidak merasa bosan dan siswa dapat terus mengikuti seluruh rangkaian kegiatan ini hingga selesai dengan lancar sangat perlu untuk dilakukan. Pada tahap pengenalan wayang ini, kami berusaha untuk mengemasnya semenarik mungkin dengan menyajikannya dalam sebuah video yang menampilkan tokoh wayang Punakawan disertai dengan alunan musik Jawa yang khas. Pembelajaran atau pengenalan sejarah wayang dan tokoh Punakawan melalui perantara video terbukti dapat memudahkan pengetahuan kognitif bagi siswa sekolah dasar. Pada tahap ini disamping kami menyajikan dalam bentuk video
juga memberikan siswa sekolah dasar sebuah buku paduan mengenai wayang dan tokoh Punakawan. Hal ini dikarenakan agar tingkat pemahaman dan ingatan siswa
13
sekolah dasar terhadap tokoh beserta karakter Punakawan tetap tertanam dalam jiwa dan pikiran mereka. 4.3.2 Tahap pementasan wayang Setelah siswa sekolah dasar dikenalkan dengan wayang dan tokoh Punakawan yang disajikan dalam bentuk video semenarik mungkin dan buku paduan wayang, maka langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan wayang dan tokoh Punakawan yang telah dikenalkan sebelumnya melalui sebuah pementasan atau pertunjukan wayang dengan memainkan tokoh Punakawan. Pada tahap pementasan ini, siswa sekolah dasar akan dipertunjukan sebuah pementasan drama yang secara langsung dimainkan oleh tim relawan mahasiswa. Tema yang diangkat dalam pementasan adalah tema tentang kehidupan sehari-hari yang dialami anak pada umumnya. Seperti persahabatan, kejujuran, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Dalam pementasan drama wayang ini juga sarat akan nilai-nilai dan karakter tokoh Punakawan yang dapat dijadikan sebagai teladan bagi siswa sekolah dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari serta dalam setiap dialognya mengandung pesan-pesan positif dan mendidik. Untuk meningkatkan semangat siswa, dalam pementasan drama ini kami juga menyajikan lagu-lagu daerah yang lirik lagunya dirubah dengan lirik atau kalimat yang mendidik serta diiringi dengan musik gamelan asli budaya Indonesia. Sehingga bukan hanya dari segi tontonan yang menghibur siswa tetapi juga mengandung tuntunan agar siswa menjadi generasi muda yang bermoral dan berkarakter baik. Dalam dialog cerita yang dipentaskan juga diselingi dengan dialog interaktif dengan siswa agar siswa lebih aktif dengan memberikan respon pada cerita. 4.3.3 Tahap edu-games Pada tahap ini merupakan tahap implementasi setelah siswa sekolah dasar dibekali pengetahuan tentang wayang dan tokoh punakawan serta pementasan drama wayang yang sarat akan makna dan tuntunan. Sehingga seluruh siswa sekolah dasar harus berperan aktif dalam mengikuti permainan edukasi. Konsep dari permainan ini adalah siswa sekolah dasar akan dibagi menjadi beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 6-7 siswa. Dari kelompok yang sudah dibentuk kemudian diberikan nama kelompok berdasarkan nama tokoh pewayangan dengan tujuan agar siswa lebih mengenal tokoh pewayangan. Tokoh
14
pewayangan juga dapat berupa nama tokoh-tokoh sejarah Indonesia yang sengaja dimasukkan dalam cerita pewayangan. Karena tokoh pewayangan beragam sesuai dengan kebutuhan cerita. Setelah
masing-masing
kelompok
mendapatkan
nama,
tiap
kelompokdiberikan permainan puzzle. Puzzle tersebut berisikan cerita-cerita pewayangan yang telah disesuaikan dengan kesukaan anak-anak, yaitu tokoh pewayangan dibuat seperti gambar animasi kartun wayang yang terlihat lucu sehingga siswa pun juga terasa nyaman dengan gambar yang disuguhkan. Ketika setiap kelompok mulai menyatukan puzzle, siswa juga diajak untuk bernyanyi bersama dengan lagu-lagu dolanan yang telah diaransemen ulang diliriknya oleh tim relawan mahasiswa. Dari permainan ini, siswa diharapkan tidak hanya mengenal karakter tokoh tapi juga menerapkan dalam kesehariannya, tentu saja karakter yang baik. Adanya lagu dolanan, sebagai penunjang penanaman nilai karakter serta siswa juga mengakrabkan siswa dengan lagu dan musik tradisional. Sedangkan, permainan dikemas berupa puzzle mengembangkan ketangkasan siswa dalam merangkai pola-pola puzzle serta melatih kesabaran siswa dalam mencapai suatu tujuan. Bagi kelompok yang paling cepat menyelesaikan puzzle dengan baik dan mengikuti aturan main yang telah dibuat, maka kelompok tersebut berhak mendapatkan hadiah berupa miniatur tokoh pewayangan dengan berbagai karakter dan siswa berhak memilih sendiri tokoh mana ynag diinginkan. 4.4 Tahap Pembiasaan Pembiasaan (habituation) merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang dan konsisten dalam waktu yang cukup lama dengan harapan perilaku dan keterampilan yang diulang-ulang itu benar-benar masuk dalam benak dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Dalam istilah psikologi, proses pembiasaan disebut “conditioning”. Proses ini akan mewujudkan suatu kebiasaan (habit) dan kemampuan (ability), yang akhirnya akan menjadi sifat-sifat pribadi (personal habits) yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Ketika telah menjadi kebiasaan, sikap atau perilaku itu seperti sudah otomatis dan spontan dilakukan serta tidak memerlukan fungsi berpikir yang cukup tinggi, misalnya jika seorang anak telah
15
dibiasakan di sekolahan untuk membereskan mainan setelah bermain usai, maka ketika dia rumahpun biasanya akan melakukan hal yang sama. Edward lee Thoorndike, salah seorang tokoh psikologi yang memberi pengaruh terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan teori pembiasaan yang lebih dikenal dengan teori connectionism (koneksionisme) yaitu belajar terjadi akibat adanya asosiasi antara stimulus dengan respon, stimulus akan memberi kesan pada panca indra, sedangkan respon akan mendorong seseorang untuk bertindak (Wiji Suwarno, 2006: 59). Sebagai contoh yang dapat kita lihat pada seorang anak didik yang terbiasa jujur dalam setiap berkata, pada saat ditanya oleh orang walaupun seseorang yang tidak dikenalpun akan tetap berkata jujur. Bahkan, walaupun sifat atau tingkah laku tertentu yang pada awalnya sangat sulit untuk melakukannya, namun karena sering dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama akhirnya ia terbiasa dan menguasai tingkah laku tersebut. Di sinilah pentingnya proses pembiasaan bagi anak untuk menerapkannya dalam belajar, sebab sesuatu pengetahuan, sifat atau tingkah laku yang diperoleh dengan pembiasaan, maka apa yang diperoleh itu akan sangat sulit untuk mengubah atau menghilangkannya, sehingga cara ini sangat berguna dalam mendidik anak. Hal ini disebabkan karena kebiasaan itu merupakan perilaku yang sifatnya otomatis, tanpa direncanaknan terlebih dahulu, berlangsung begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Proses pembiasaan ini berawal dari peniruan, selanjutnya dilakukan pembiasaan yang dibimbingan oleh orang yang lebih dewasa seperti orang tua dan guru, peserta didik akan semakin terbiasa. Jadi peran guru atau orang tua dalam proses ini sangat penting. Setelah memahami apa itu pembiasaan dan teori pembiasaan, sekarang akan kami paparkan tentang konsep dalam tahapan ini. Pada tahapan ini yang memerankan langsung adalah guru kelas. Guru kelas dituntut untuk menanamkam nilai-nilai karakter Punakawan yang telah disampaikan dalam tahapan pelaksanaan (pementasan dan edu-games). Penanaman karakter ini dapat dilakukan dengan cara mengaplikasikan karakter dengan wujud yang riil (real) secara berulang-ulang. Contoh wujud pengaplikasian karakter dalam kelas seperti berikut: Ketika guru mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tentang penemu bohlam lampu misalnya. Disamping guru menjelaskan tentang bagaimana cara
16
kerja dari bohlam lampu sederhana dan nama penemunya, juga dijelaskan karakter yang dimiliki sang peneliti/ penemu khususnya Thomas Alva Edison, penemu bohlam lampu. Guru menceritakan bahwa Thomas mempunyai karakter pekerja keras dan pantang menyerah (tidak mudah putus asa), walaupun beberapa kali gagal dalam melakukan percobaan tapi dia tetap mengulanginya sampai berhasil. Contoh yang lain, ketika dilaksanakan ulangan harian, siswa dididik agar bersifat percaya diri dan jujur. Siswa diberi sugesti agar mereka yakin akan kemampuannya sendiri. Selain itu lakukan percobaan dengan cara membiarkan siswa dalam kelas untuk mengerjakan soal ulangan tanpa pengawasan(guru keluar dari ruang kelas). Sebelum guru meninggalkan siswa, sebaiknya guru memberikan keyakinan bahwa jujur merupakan sifat/ karakter yang terpuji, guru berkata bahwa nilai sebagus apapun kalau tidak jujur (mencontek) akan tidak dihargai, tetapi kalau jujur dalam mengerjakan walaupun nilainya kurang baik akan lebih dihargai (diapresiasi). Dalam tahapan pembiasaan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu: 1. Pembiasaan hendaknya dilakukan secara berulang-ulang (terus-menerus). 2. Pembiasaan harus bersifat konsekuen, tegas, dan tetap teguh terhadap pendirian atau aturan yang telah disepakati. Jangan member kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan itu. (Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, hlm. 185) Selain melaksanakan tugas melakukan pembiasaan, guru juga berperan sebagai pengamat dan penilai secara langsung seberapa progress (kemajuan) penanaman karakter setiap hari. Dalam evaluasi yang dilaksanankan dua minggu sekali guru diharapkan dapat memaparkan kemajuan penanaman karakter pada siswa sekaligus memberikan masukan kepada tim relawan pendidikan karakter dari mahasiswa sehingga nantinya dapat didiskusikan dan digodog (direncanakan) ulang sehingga dalam pementasan selanjutnya dapat lebih mengena kepada siswa. 4.5 Tahap Evaluasi Dalam setiap kegiatan yang dilakukan pasti perlu adanya evaluasi. Evaluasi diharapkan dapat menunjukkan pencapaian keberhasilan atau ketidakberhasilan
17
dalam pelaksanaan tersebut. Dalam pembelajaran, evaluasi diperlukan untuk mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang dilakukan. Apakah pembelajaran yang dilakukan dapat dikatakan berhasil atau tidak? Apakah metode yang dilakukan lebih efektif dan efisien daripada metode yang lama atau sebaliknya? Evaluasi juga diharapkan dapat memaparkan kekurangan dari sebuah metode agar nantinya dapat dicari solusi guna penyempurnaan metode tersebut. Tahapan evaluasi dibagi menjadi 2, yaitu evaluasi berkala dan evaluasi akhir. Evaluasi berkala dilaksanakan setiap seminggu sekali. Evaluasi berkala dilakukan dengan cara mempertemukan tim relawan mahasiswa (Akbid) dan para guru kelas. Guru akan menceritakan perkembangan dari target yang telah direncanakan serta mengungkapkan kekurangan dari kegiatan yang telah dilakukan sekaligus memberi masukan kepada tim Akbid sehingga selanjutnya dapat diterapkan dalam pemetasan pada minggu selanjutnya agar lebih baik. Evaluasi akhir merupakan tahapan terakhir dari kegiatan ini yang dilaksanakan satu bulan sekali. Evaluasi akhir dilakukan dengan cara membuat lembararan penilaian yang berisi petanyaan sederhana dan studi kasus. Hal ini dilakukan agar siswa dapat menyampaikan pendapatnya mengenai program pendidikan karakter yang diterapkan. Evaluasi akhir diharapkan akan memberikan
kesimpulan
akhir
dari
hasil
baik
keberhasilan
maupun
ketidakberhasilan metode yang dilaksanakan selama satu bulan. Data dari hasil evaluasi ini akan dibuat laporan sehingga harapannya dapat menjadikan acuan dan bermanfaat dalam kegiatan selanjutnya yang sejenis.
18
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Dalam kebudayaan, selain tersimpan nilai estetik dan artistik yang tinggi juga terdapat nilai karakter yang menjadi jatidiri bangsa Indonesia dan sebagai motor penggerak agar Indonesia menjadi negara yang besar di mata dunia Internasional. Salah satu warisan kebudayaan yang bisa kita sarikan karakternya adalah Punakawan. Tokoh wayang asli Indonesia yang merupakan representasi dari karakter masyarakat Indonesia (khususnya Jawa) yang sesungguhnya. Karakter masyarakat Indonesia yang diwujudkan dalam Punakawan antara lain: rendah hati, tidak sombong, jujur, mengasihi sesama, pantang menyerah, cerdas, pandai berbicara, dan percaya diri. Karakter ini bisa ditanamkan kepada calon penerus bangsa dengan berbagai metode, metode yang kita tawarkan adalah memanfaatkan sarana wayang. Tahapan dalam metode yang kami tawarkan meliputi identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, pembiasaan, dan evaluasi. Tahapan pokok dalam metode ini dipusatkan dalam tahapan pelaksanaan dan pembiasaan. Tahapan pelaksanaan diwujudkan dengan pementasan wayang yang menampilkan karakter dari tokoh Punakawan yang diselingi lagu dolanan agar siswa tidak jenuh dan tertarik dan dilanjutkan edugames untuk merangsang siswa aktif. Tahapan pembiasaan diarahkan dan diaplikasikan langsung oleh guru dalam setiap pengajaran secara terus-menerus agar karakter Punakawan terpatri dalam benak siswa. 5.2 Saran Memadukan kebudayaan dan pendidikan perlu dilakukan mengingat kebudayaan bersifat fungsional dalam upaya meningkatkan pendidikan karakter bangsa. Gagasan ini mulai disadari dan direspon oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui penanaman nilai kebudayaan yang dilakukan melalui pendidikan karakter yang diterapkan secara berjenjang pada semua tingkat pendidikan mulai tahun ajaran 2011/2012.
19
Kemudian dalam kurikulum pendidikan tahun 2013 penanaman nilai kebudayaan lebih ditekankan pada cakupan seni dan budaya nasional. Harapannya, selain dimasukkan dalam mata pelajaran kesenian dan kebudayaan, pendidikan karakter juga dapat diwujudkan dalam kegiatan ekstrakurikuler sebagai penunjang pendidikan karakter pada siswa sehingga dibutuhkan dukungan dan peran serta pemerintah secara langsung. Wujud peran serta pemerintah dapat berupa kebijakan yang menunjang kegiatan ini dan bekerjasama dengan institusi tertentu seperti perguruan tinggi atau beberapa kelompok penggiat pendidikan dan kebudayaan dari masyarakat.
20
DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama RI. 2001. Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Departemen Pendidikan Nasional RI. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Pembiasaan Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak Dan Sekolah Dasar. Hasyim Umar. 1998. Cara Mendidik Anak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. 2010. Pedoman Pewayangan Berperspektif Perlindungan Saksi dan Korban. Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Prodibpi.wordpress.com. 2010. Teori Keteladanan dan Pembiasaan Dalam Pendidikan. Diakses bulan September 2013. Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. yokimirantiyo.blogspot.com. 2013. Mengenal karakter tokoh Punakawan. Diakses bulan September 2013. www.cahcepu.com. 2013. Sejarah Pewayangan. Diakses bulan September 2013. www.referensimakalah.com. 2012. Pendidikan Melalui Proses Pembiasaan. Diakses bulan september 2013. www.tuanguru.com. 2013. Sejarah Wayang. Diakses bulan September 2013.
21
LAMPIRAN Scan Bukti Pembayaran
Scan KTM