TESIS
HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES MELLITUS (KOMPONEN SINDROM METABOLIK) SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK KECAMATAN BLAHBATUH GIANYAR BALI
LINDA FEBRYANA DWI PANGASTUTY HERNANINGTYAS
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
i
TESIS
HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES MELLITUS (KOMPONEN SINDROM METABOLIK) SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK KECAMATAN BLAHBATUH GIANYAR BALI
LINDA FEBRYANA DWI PANGASTUTY HERNANINGTYAS NIM 0914048106
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 2i
3
HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES MELLITUS (KOMPONEN SINDROM METABOLIK) SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK KECAMATAN BLAHBATUH GIANYAR BALI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
LINDA FEBRYANA DWI PANGASTUTY HERNANINGTYAS NIM 0914048106
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
ii
4
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 21 SEPTEMBER 2012
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, SpPD- KGH NIP.19560707 198211 1 001
Dr.dr. I Wayan Sudhana, SpPD-KGH NIP.19550509 198311 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kedokteran Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And.FAACS NIP. 19461213 197107 1 001
Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP.19590215 198510 2 001
iii
5
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 21 September 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 1562/UN14.4/HK/2012 Tanggal 12 September 2012
Ketua ( Pembimbing I)
: Prof. Dr.dr I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH
Sekretaris (Pembimbing II ) : Dr. dr. I Wayan Sudhana, SpPD-KGH
Anggota : 1. Prof. Dr . dr. N. Adiputra, MOH 2.Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D 3.dr. Wiragotera, SpPD-KEMD
iv
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kehadapan Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya karya tulis ini dapat saya selesaikan. Karya tulis akhir ini merupakan tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Magister
pada Program Magister, Program Studi Bio-Medik,
Kekhususan Kedokteran Klinik ( Combined Degree ) Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar Saya menyadari sepenuhnya bahwa penelitian karya akhir ini terlaksana dengan baik berkat adanya bimbingan, arahan, dorongan semangat, sumbangan pikiran serta bantuan lainnya yang sangat berharga dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa hormat dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : 1. Prof Dr.dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS selaku ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana yang telah memberikan banyak masukan 2. Prof. Dr. dr. I Gde Raka Widiana, SpPD-KGH selaku pembimbing I, yang telah begitu banyak memberikan bimbingan yang sangat berharga 3. Dr.dr. I Wayan Sudhana, SpPD-KGH selaku pembimbing II, yang dengan penuh kesabaran , memberikan bimbingan dan dorongan terhadap penulis.
v
7
4. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan di Universitas Udayana 5. Prof. Dr.dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan PPDS-I Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 6. Prof. Dr. dr. Tjokorda Raka Putra, SpPD-KR, selaku Kepala Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah yang telah memberikan kesempatan, petunjuk dan bimbingan dan arahan sejak awal pendidikan 7. dr. Wayan Sutarga, MPHM selaku Direktur RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di RSUP Sanglah Denpasar. 8. Prof. Dr. dr N. Adiputra, MOH, selaku penguji yang telah begitu sabar memberikan masukan dan saran yang sangat berguna bagi penyusunan tesis ini 9. Prof. Dr. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph. D , selaku penguji yang telah begitu sabar memberikan masukan dan saran yang sangat berguna bagi penyusunan tesis ini 10. Dr. Wiragotera, SpPD-KEMD, selaku penguji yang telah begitu sabar memberikan masukan dan saran yang sangat berguna bagi penyusunan tesis ini
vi
8
11. Prof. Dr.dr . J Alex Pangkahila, M.Sc, SpAnd selaku dosen mata kuliah metodologi penelitian yang dengan penuh kesabaran telah memberikan ilmu yang sangat berguna bagi penyusunan tesis ini 12. Prof. Dr.dr. Ketut Suwitra, SpPD-KGH, selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah dan Kepala Divisi Ginjal dan Hipertensi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah yang telah memberikan kesempatan, petunjuk dan bimbingan dan arahan sejak awal pendidikan 13. dr. Gede Kambayana, SpPD, kesabaran, dorongan semangat dan kebaikan yang diberikan kepada penulis. 14. Bapak Camat Kecamatan Blahbatuh Gianyar atas ijin yang telah diberikan untuk melaksanakan penelitian di wilayahnya, dan koordinasi sampai ke tingkat desa serta kemudahan yang telah diberikan untuk terlaksananya penelitian ini 15. Bapak Kepala Desa Blahbatuh, Kepala Desa Buruan, Kepala Desa Saba dan
Kepala
Desa
Bedulu
Kecamatan
Blahbatuh
Gianyar
atas
partisipasinya dan dukungannya untuk membantu memotivasi warga desanya untuk ikut serta dalam penelitian Blahbatuh 16. Bapak Kepala Dusun se-kecamatan Blahbatuh atas partisipasi dan dukungannya dalam mengerahkan warga masing masing dusun yang disertakan dalam penelitian ini
vii
9
17. Masyarakat sekecamatan Blahbatuh Gianyar atas respon positif yang diberikan dan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini 18. Ayah dan ibu tercinta : Drs. H. Achmad Wiherno Susanto dan Hj. Namiratul Liana Slamet, atas semua hal sangat berharga yang penulis terima 19. Ananda tersayang : I Gede Ghefiro Nawwaf Pradnya, atas semua pengorbanan dan pengertian selama penulis menjalani pendidikan 20. dr. I Gede Pradnya Krisnan, yang membuka jalan pada awalnya, dan mendorong mimpi untuk menjadi kenyataan 21. dr. Sabrina C Smit, dr Sinarty Hartanto, SpPD dan, rekan sejawat sesama peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam, atas semua bantuan kepada penulis Kepada teman-teman dan semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT membalas budi baik serta senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat Nya. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi umat manusia secara keseluruhan.
Denpasar, Juli 2012 Penulis, Linda Febryana Dwi Pangastuty Hernaningtyas
viii
10
ABSTRAK HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES MELLITUS (KOMPONEN SINDROM METABOLIK) SEBAGAI PREDIKTOR KEJADIAN PENYAKIT GINJAL KRONIK : STUDI KOHORT RETROSPEKTIF PADA PENDUDUK KECAMATAN BLAHBATUH GIANYAR BALI
Penyakit ginjal kronis merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit ginjal tahap terminal. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pembiayaan penyakit ginjal terminal masih merupakan masalah besar. Umumnya penderita PGK datang dalam keadaan stadium tidak dapat pulih kembali, karena pada stadium awal, sering tanpa gejala. Penapisan terhadap penderita dengan faktor resiko PGK untuk mencegah penderita masuk dalam stadium terminal, masih jarang dilakukan terhadap populasi umum.Salah satu faktor resiko PGK dewasa ini adalah Sindrom Metabolik. Sindrom metabolik (SM ) adalah sindrom klinis yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan hiperglikemia. SM merupakan independent risk factor terhadap kejadian PGK, baik komponennya secara tunggal maupun berkelompok. Hal ini sudah dibuktikan pada beberapa study. Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan dengan hipotesis Hipertensi dan/atau Obesitas Sentral dan/atau Diabetes Mellitus merupakan suatu faktor prediktor kejadian Penyakit Ginjal Kronis pada penduduk Kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali Penelitian kohort retrosptektif yang dilakukan selama 6 tahun ini, menilai hubungan antara hipertensi, obesitas sentral dan diabetes mellitus dengan kejadian PGK pada sampel yang pada penelitian 2005 belum menjadi PGK, di Kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali. Analisis data dilakukan dengan uji Fischer. Relative Risk (RR) dikalkulasi dengan 95% Interval Kepercayaan. Dari 120 sampel yang diperiksa didapatkan Insiden PGK secara keseluruhan pertahunnya di Kecamatan Blahbatuh Gianyar sebesar 4,16%. Insiden PGK pada kelompok dengan komponen sindrom metabolik sebesar 4.89% pertahunnya dan pada kelompok tanpa komponen sindrom metabolik sebesar 1.66%. RR untuk masing masing komponen sindroma metabolik secara tunggal dan berkelompok sebesar , RR DM dengan PGK: 2.074( CI 0.409 – 10.522; p: 0.57).RR HT dengan PGK : 3.733 (CI 0.820 – 16.987; p : 0.08) .RR OS dengan PGK : 3.733 ( CI 0.820 – 16.987; p : 15) . RR DM + OS dengan PGK : 3.500 ( Cl 95% 0.868-14.110 ; p : 0.10); RR DM + HT dengan PGK : 4.667 ( Cl 95% 0.811-26.866; p : 0,25 ); RR antara HT + OS dengan PGK : 2.240 ( Cl 95% 0.625-8.030; p : 0,27 ).
ix
11
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus secara statistik tidak bermakna sebagai prediktor kejadian penyakit ginjal kronis, tetapi karena semua RR > 2 maka didapatkan kecenderungan yang kuat bahwa komponen sindrom metabolik (hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus) sebagai faktor prediktor kejadian penyakit ginjal kronis. Kata kunci : penyakit ginjal kronik, prediktor
komponen sindrom metabolik, faktor
x
12
ABSTRACT HYPERTENSION, CENTRAL OBESITY, AND DIABETES MELLITUS (COMPONENTS OF METABOLIC SYNDROME) AS PREDICTORS FOR CHRONIC KIDNEY DISEASE: A RETROSPECTIVE COHORT STUDY IN RESIDENTS OF BLAHBATUH SUB-DISTRICT GIANYAR BALI Chronic kidney disease (CKD) is a main risk factor for end stage renal disease (ESRD). Cost for ESRD is still a big problem in developing countries, including Indonesia. In general, CKD patients come in end stage which therefore usually irreversible, where as in early stages is usually asymptomatic . Screening in patients with risk for CKD to prevent them from ESRD is still rare in general population. One of risk factors for CKD in adults is metabolic syndrome (MS). MS is clinical syndrome consisting of central obesity, dyslipidemia, hypertension, and hyperglycemia. MS is an independent risk factor for CKD, whether as single risk factor or multiple risk factors. This has been proven through several studies. Based on the phenomenon, this study was held with hypothesis of hypertension (HT) and/or central obesity (CO) and/or diabetes mellitus (DM) is/are predictor factor(s) for CKD in residents of Blahbatuh Sub-District Gianyar Bali. This retrospective cohort study was held during six years to determine association between HT, CO, and DM with CKD in samples whose in 2005 were not yet suffered from CKD, in Blahbatuh Sub-District Gianyar Bali. Data analysis was performed with Fisher’s exact test. Relative Risk was calculated with 95% Confidence Interval. Of 120 samples, we found that overall incidence of CKD in Blahbatuh Sub-District Gianyar Bali was 4.16%. Incidence of CKD in group with MS component(s) was 4.89% annually and in group with no MS component(s) was 1.66%. RR for each component of MS as a single risk factor or multiple risk factors were: RR for DM with CKD was 2.074 (CI 0.409 – 10.522; p = 0.57), RR for HT with CKD was 2.822 (CI 0.883 – 9.016; p = 0.81). RR for CO with CKD was 3.733 (CI 0.820 – 16.987; p = 0.155), RR for DM and CO with CKD: 3.500 (95%Cl 0.868 – 14.110; p = 0.10), RR for DM and HT with CKD was 4.667 (95%Cl 0.811 – 26.866; p = 0.25), RR for HT and CO with CKD was 2.240 (95%Cl 0.625 – 8.030; p = 0.27). From the study results, we concluded that HT and/or CO and/or DM is/are not statistically significant as predictor(s) for CKD, but because all RR >2, we found strong possibility for component(s) of MS (HT and/or OC and/or DM) as predictor factors for CKD. Keywords: chronic kidney disease, component(s) of metabolic syndrome, predictor factor(s)
xi
13
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM .......................................................................................... i PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ v ABSTRAK ....................................................................................................... ix ABSTRACT ..................................................................................................... xi DAFTAR ISI .................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ...................... xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1
Latar Belakang ...............................................................................................
1
1.2 1.3 1.3.1 1.3.2
Rumusan Masalah ................................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................. Tujuan Umum ...................................................................................... Tujuan Khusus ......................................................................................
6 6 6 7
1.4
Manfaat Penelitian .........................................................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1 Penyakit Ginjal Kronis .......................................................................... 2.2 Sindrom Metabolik ............................................................................... 2.3 Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit Ginjal Kronik ........... 2.4 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik denga PGK........................ 2.4.1 Diabetes Mellitus dan Penyakit Ginjal Kronik ..................................... 2.4.2 Hipertensi dan Penyakit Ginjal Kronik ................................................. 2.4.3 Obesitas Sentral dan Penyakit Ginjal Kronik .......................................
8 8 16 22 28 28 32 34
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................................................
38
3.1 3.2 3.3
38 39 39
Kerangka Berpikir ............................................................................... Kerangka Konsep .................................................................................. Hipotesis Penelitian...............................................................................
xii
14
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4.4 Penentuan Sumber Data ....................................................................... 4.5 Variabel Penelitian ............................................................................... 4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian ........................................................... 4.7 Prosedur Penelitian ............................................................................... 4.8 Analisis Data ........................................................................................
40 40 40 40 40 42 49 50 52
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ............................... 5.1 Gambaran Umum .................................................................................. 5.2 Analisis Deskriptif ................................................................................ 5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data ................................................. 5.4 Analisis Inferensial................................................................................
53 53 54 57 57
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 6.1 Karateristik Subyek dalam Penelitian .................................................. 6.2 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik dengan PGK...................... 6.3 Keterbatasan Penelitian .........................................................................
60 60 62 68
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 7.1 Simpulan ............................................................................................... 7.2 Saran ......................................................................................................
69 69 69
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
70
LAMPIRAN .....................................................................................................
76
xiii
15
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajad penyakit ..........
9
Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi .........
9
Table 2.3 Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal sesuai dengan derajadnya .. 13 Tabel 5.1 Karateristik Sampel Penelitian ........................................................... 56 Tabel 5.2 Diabetes Mellitus sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis .............
58
Table 5.3 Hipertensi sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis .........................
58
Tabel 5.4 Obesitas sentral sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ................ 58 Tabel 5.5 DM + OS sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ..........................
59
Table 5.6 DM + Hipertensi sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ..............
59
Table 5.7 HT + OS sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis ...........................
67
xiv
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Patogenesis dari Hipertensi Nefrosklerosis ................................
34
Gambar 2.2 Mekanisme dari disfungsi ginjal pada obesitas dan obesitas inisiasi sindrom metabolik ..........................................................
37
xv
17
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN , DAN ISTILAH PGK
: Penyakit ginjal kronik
SM
: Sindrom Metabolik
C-G
: Cockcroft-Gault
MDRD
: Modification of Diet in Renal Disease
LFG
: Laju Filtrasi Glomerulus
TGF-B
: Transforming growth factor beta
LES
: Lupus eritematosus sistemik
WHO
: World Health Organisation
EGIR
: European group for the study of insulin resistance
NCEP
: ATP III : National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel III
AACE
: American Association of Clinical Endocrinologist
IDF
: International Diabetes Federation
BMI
: Body mass index
FFA
: Free fatty acid
VLDL
: Very Low Density Lipoproteins
ESDR
: End stage renal disease
RAA
: rennin-angiostensin-aldosteron
SSS
: System saraf simpatis
IGF-1
: Insulin like growth factor-1
NO
: Nitrit oxide
AGEs
: Advanced glycation end-product
MAPKS : Mitogen activated protein kinase ERK
: Extracelluler regulated protein kinase
GLUT
: Glucose transporter
PKC
: Protein Kinase C
IMT
: Index Massa Tubuh
DM
: Diabetes Mellitus
xvi
18
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan........................................................................
76
Lampiran 2 : Rincian Biaya ...........................................................................
77
Lampiran 3 : Informasi Penelitian..................................................................
78
Lampiran 4 : Informed consent ......................................................................
80
Lampiran 5 : Formulir pengumpulan data .....................................................
81
Lampiran 6 : Prosedur Pemeriksaan Kreatinin Serum ...................................
86
Lampiran 7 : Keterangan Kelaikan Etik ........................................................
87
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan yang sangat penting dan luas. Penyakit ginjal kronis juga merupakan faktor resiko terbesar untuk kejadian gagal ginjal kronis yang merupakan masalah medis, sosial dan ekonomis yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara berkembang yang memiliki sumber daya terbatas untuk membiayai pasien dengan gagal ginjal terminal. Indonesia sendiri belum mempunyai sistem register yang lengkap di bidang penyakit ginjal, namun diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau 20.000 kasus baru dalam setahun. Selain itu mahalnya tindakan hemodialisis masih merupakan masalah besar dan diluar jangkauan sistem kesehatan. Pada tahun 1996, pemerintah melalui PT ASKES Indonesia telah membiayai 14 milyar rupiah untuk pasien-pasien dengan hemodialisis kronik, yang berarti hanya 15% dari seluruh pasien gagal ginjal terminal . Sebagian besar pasien penyakit ginjal datang mencari pertolongan dalam keadaan terlambat dan pada stadium tidak dapat pulih. Hal ini disebabkan karena penyakit ginjal pada stadium awal umumnya tidak bergejala. Perawatan ginjal fase pre-dialitik jarang dilakukan (Widiana, 2007). Satu penelitian di Surabaya, menunjukkan bahwa rujukan terlambat kepada ahli ginjal terjadi pada 56% pasien laki-laki dan 26% pasien perempuan (Santosa, 2001). Program deteksi dan prevensi penyakit ginjal kronis telah dilakukan di Indonesia pada tahun 2004 dan melibatkan 9412 subjek, 64,1% di antaranya adalah wanita, dengan hasil persisten proteinuria ditemukan hampir sebanyak 3%. 1
2
Hipertensi sistolik dan diastolik sebesar 10%, hipertensi sistolik terisolasi 4,8% dan hipertensi diastolik terisolasi 4,6%. PGK sebesar 12,5% ( dengan Cockcroft-Gault formula), atau 8,6% (Modification of Diet in Renal Disease/ MDRD formula) atau 7,5% (dengan Chinese MDRD formula) pada subjek dengan salah satu dari hipertensi, proteinuria dan/atau diabetes. Proteinuria, tekanan darah sistolik dan riwayat dari diabetes mellitus merupakan prediktor independent dari penurunan eGFR. Obesitas dan riwayat merokok ditemukan pada 32,5% dan 19.8% subjek. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat prevalensi PGK yang tinggi pada daerah urban dan semi urban (Prodjosudjadi dkk, 2009). Desa Blahbatuh terpilih untuk mewakili propinsi Bali dan mengambil individu usia antara 18 sampai 70 tahun (stratified random dan cluster). Penelitian ini meliputi 3046 subjek terdiri dari 1427 (47%) laki-laki dan 1611 (53%) perempuan. Hasil awal menunjukkan bahwa prevalensi dari merokok 671 (20%) termasuk bekas perokok 152 (5%), diabetes mellitus 88 (3%), hipertensi 344 (11%), obesitas 1478 (49%), obesitas sentral 1478 (30%), persisten proteinuria 119 (4%). Untuk hal tersebut yang dianggap / dipertimbangkan sebagai resiko tinggi (DM, hipertensi dan proteinuria), 485 subjek dan di periksa kadar serum kreatininnya untuk memperkirakan GFR dengan memakai rumus MDRD dan Cockcroft-Gault. Subjek dengan GFR kurang dari 60 ml/menit didefinisikan sebagai PGK. Menggunakan rumus MDRD, prevalensi PGKnya adalah 7,8%. Untuk menentukan prevalensi PGK pada populasi keseluruhan dan menyelidiki faktor resiko yang berkaitan, program penapisan komunitas telah diperkenalkan di antara 301 subjek di desa Ubud Bali dekat desa Blahbatuh, menggunakan multistage (stratified random and cluster). Subjek dengan usia 18 sampai 70 tahun dan terdaftar sebagai penduduk desa. 301 subjek penapisan terdiri dari 160 (53,2%) laki-laki dan 141 (46,8%) perempuan dengan mean umur 41 tahun,
3
mean tekanan darah sistolik 117 mmhg dan mean tekanan darah diastolik 76 mmhg, mean berat badan 58 kg, mean tinggi badan 159 cm, masing-masing mean lingkar pinggul 90 cm dan lingkar pinggang 79 cm. Prevalensi PGK menggunakan GFR dengan rumus Cockcroft Gault, kurang dari 60 ml/menit adalah 51 (17%), proteinuria (2+ atau lebih pada satu kesempatan) 9 (3%), hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah di atas 140/90 mmHg (16,7%), diabetes mellitus 13 (4,3%), tipe android 148 (49,2%). Hubungan antara variable tersebut dengan PGK menunjukkan bahwa hanya hipertensi OR 2,5 dan proteinuria OR 19,4 yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi dari PGK. Penelitian di Blahbatuh bertujuan untuk menentukan prevalensi PGK pada kelompok yang spesifik, dengan hipertensi dan/atau diabetes mellitus dan/atau proteinuria menetap dianggap sebagai kelompok resiko tinggi. Dalam hal ini, prevalensi PGK hanya bisa diperkirakan dari kelompok resiko tingga daripada populasi keseluruhan. Dimana , penelitian di Ubud memperlihatkan bahwa hipertensi dan proteinuria menentukan kejadian PGK. Penelitian tersebut di desain sebagai penelitian cross-sectional dimana tidak bisa menentukan hasil akhir dari faktor resiko terhadap keadaan ginjal ginjal. (Widiana, 2009). Di Bali sendiri telah dilakukan penelitian tentang LFG pada 826 sampel yang terdiri dari 219 sampel daerah dataran tinggi, 302 sampel daerah urban dan 305 sampel daerah pantai pulau terpencil dan dengan menggunakan rumus C-G didapatkan hasil prevalensi PGK adalah 56,0% terdiri dari 69,9% daerah dataran tinggi, 61,9% di daerah urban dan 42,3% di daerah pulau terpencil (Widiana, 2007). Menurut Studi yang dilakukan NHANES, prevalensi dari albuminuria dan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) di Amerika Serikat meningkat dari 19881994, yaitu prevalensi penyakit ginjal kronis stadium 1-4 meningkat dari 10.0% pada
4
1988-1994 menjadi 13,1% pada 1999-2004. Peningkatan ini, sebagian bisa dijelaskan oleh adanya peningkatan prevalensi dari diabetes dan hipertensi (Coresh dkk, 2007). Di wilayah Asia, 26 Studi yang dilakukan di China dengan jumlah subjek antara 237 sampai 65181 memperoleh rata-rata prevalensi PGK adalah 7,2% pada subjek dengan usia di atas 30 tahun dan 23,4%-35,8% pada subjek dengan usia lebih dari 64 tahun ( Zhang dkk, 2007). PGK merupakan faktor resiko mayor untuk terjadinya End Stage Renal Disease (ESRD), penyakit kardiovaskular dan kematian dini. Identifikasi dan penatalaksanaan faktor resiko PGK secara dini, merupakan pendekatan yang terbaik untuk menunda hasil keluaran yang tidak diinginkan. Faktor resiko PGK sendiri menurut berbagai penelitian di Asia adalah hipertensi sistolik, peningkatan IMT (index masa tubuh) hiperurikemia, hiperkholesterolemia merupakan faktor resiko PGK di Thailand (Domrongkitchiporn dkk, 2005). Usia, hiperlipidemia, jenis kelamin pria, hipertensi merupakan faktor resiko di Jepang (Takamatsu, 2009 ). Usia tua, riwayat keluarga, etnis, jenis kelamin, diabetes mellitus, sindrom metabolik, status hiperfiltrasi (tekanan darah > 125/75 mmHg, obesitas, diet tinggi protein, anemia), dislipidemia, nefrotoxin, penyakit ginjal primer, kelainan urologis (obstruksi dan infeksi saluran kencing berulang) dan penyakit kardiovaskular merupakan faktor prediktor inisiasi PGK (Taal dan Brenner 2006). Sindrom
Metabolik
(SM),
yang dikarasteristikkan
sebagai
obesitas
abdominal, hipertriglisemia, rendahnya kadar High Density Lipoprotein (HDL), tekanan darah yang tinggi dan kadar gula darah puasa yang tinggi, merupakan kelainan yang umum terjadi di USA dan dengan adanya epidemi obesitas di dunia,
5
sindrom metabolik sekarang sudah merupakan masalah kesehatan yang luas. Menurut NHANES III, terdapat 47 juta (23,7%) penduduk USA dengan usia di atas 20 tahun yang mempunyai sindrom metabolik. Dari studi didapatkan OR dari PGK adalah 3,95 untuk peningkatan tekanan darah, 2,45 untuk kadar HDL kolesterol yang rendah, 2,10 untuk kadar trigleseride yang tinggi dan 1,99 untuk obesitas abdominal. OR dari PGK yang didefinisikan sebagai peningkatan serum kreatinin yang dihubungkan dengan sindrom metabolik adalah 2,60. Perbandingan antara subjek dengan 0-1 komponen sindrom metabolik dan 2,3,4,dan 5 komponen terhadap kejadian PGK adalah OR 2,21, 3,38, 4,23 dan 5,85. Dari Studi ini didapatkan hubungan yang sangat kuat, positif dan signifikan antara Sindrom Metabolik (SM) dan PGK ( Chen dkk, 2004). Sebuah studi di Iran (Tehran Lipid and Glucose Study) yang melibatkan 4607 subjek usia di atas 18 tahun yang pada awalnya tidak mempunyai diabetes maupun PGK dan diikuti selama 3 tahun, dan dibandingkan antara individu dengan sindrom metabolik dan tanpa sindrom metabolik terhadap kejadian PGK. Hasilnya, total 1010 (21.9%) individu dengan baseline sindrom metabolik, selama follow up, 38 (3,4%) individu dari grup SM menjadi PGK dan 73 individu (2,0%) dari 3590 individu dari grup non MS menjadi PGK OR = 1,88. Kemudian dilakukan eksklusi individu dengan baseline hipertensi (n=798) dan didapatkan subjek dengan SM sebanyak 406 (10,7%). Setelah follow up, 62 (1,82%) individu pada grup SM dan 8 (1,98%) individu pada grup non SM, menjadi PGK. Dari studi tersebut dapat disimpulkan bahwa SM merupakan faktor resiko yang signifikan dari kejadian PGK. Dan faktor resiko SM untuk kejadian PGK tetap tinggi walaupun tidak ada komponen Diabetes dan hipertensi (Rashidi dkk, 2007).
6
Sebuah studi kohort 5 tahun di Hongkong yang meneliti tentang sindrom metabolik pada individu dengan diabetes tipe 2, untuk memprediksi kejadian PGK mendapatkan hasil hazzard ratio dari PGK adalah 1,31 untuk subjek dengan SM dibandingkan dengan non SM. Hubungan subjek dengan tanpa komponen SM kecuali Diabetes Mellitus, yaitu dengan 2,3,4,5 komponen SM mempunyai hazzard ratio untuk peningkatan risiko PGK sebesar : 1,15, 1,32 , 1,64 dan 2,34 . Sindrom metabolik yaitu obesitas, hipertriglisemia, hipertensi,dan peningkatan IMT merupakan independent prediktor untuk kejadian PGK. Studi tersebut menyimpulkan bahwa sindrom metabolik merupakan prediktor independen untuk kejadian PGK pada individu dengan DM tipe 2 (Lux dkk, 2008).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : -
Apakah komponen sindroma metabolik yaitu hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus merupakan suatu prediktor kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka dapat disusun tujuan penelitian adalah : 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui prediktor kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali.
7
1.3.2 Tujuan khusus Untuk membuktikan bahwa komponen sindrom metabolik yaitu hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus merupakan suatu prediktor terhadap kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Penelitian ini secara akademik bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai apakah hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus yang merupakan suatu prediktor terhadap kejadian penyakit ginjal kronis Di Indonesia pada umumnya dan pada komunitas lokal Bali pada khususnya. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut demi perkembangan ilmu pengetahuan.
1.4.2 Manfaat Klinik Praktis Dengan mengetahui bahwa hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus merupakan prediktor terhadap kejadian penyakit ginjal kronis maka diharapkan, setiap individu yang menderita hipertensi, obesitas sentral dan diabetes mellitus bisa melakukan pencegahan untuk mencegah terjadinya penyakit ginjal kronis.
B A B II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Ginjal Kronis Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal kronik. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratoris yang terjadi pada semua organ dan akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik Kriteria Penyakit Ginjal Kronik 1. Kerusakan Ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktur atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi : -
Kelainan patologis
-
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urine, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1.73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1.73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronis.
8
9
Klasifikasi Klasifikasi penyakit ginjal kronis didasarkan pada dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronis atas dasar derajat penyakit Derajat Penjelasan 1
LFG ≥ 90
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat
2
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun berat
15-29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialysis
(Dikutip tanpa modifikasi dari Sudoyo dkk, 2007) Epidemiologi Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi Penyakit
Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal Diabetes
Diabetes Tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal Non
-
Diabetes
Penyakit Glomerular (penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)
-
Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hiopertensi, mikroangiopati)
-
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronok, batu, obstruksi, keracunan obat)
-
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada
-
Rejeksi kronik
transplantasi
-
Keracunan obat ( siklosporin/ takrolimus)
-
Penyakit recurrent ( glomerular)
-
Transplant glomerulopathy
(Dikutip tanpa modifikasi dari Sudoyo dkk, 2007).
10
Patofisiologi Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons), sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai, oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan, tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat dan akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas
aksis
memberikan
konstribusi
rennin-angiotensin-aldosteron
terhadap
terjadinya
hiperfiltrasi,
intrarenal,
ikut
sklerosis
dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron sebagian diperantarai oleh growth faktor seperti transforming growth factor B (TGF-B). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresivitas.
Penyakit
ginjal
kronis
adalah
albuminuria,
hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
11
keluhan ( asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% , pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruitus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi, seperti infeksi saluran kemih, saluran napas dan saluran cerna.Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement theraphy) antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada stadium ini pasien sudah dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. Pendekatan Diagnostik Gambaran Klinis Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi 1) sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurukemi, lupus eritematosus sistemik (LES) dan lain sebagainya. 2) sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruitus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma 3) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)
12
Gambaran Laboratoris Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronis meliputi : 1) sesuai dengan penyakit yang mendasarinya; 2) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, penurunan LFG yang dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal; 3) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik; 4) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isosteinuria. Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronis meliputi : 1) foto polos abdomen, bisa nampak batu radioopaque; 2) pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak dapat melintasi filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan; 3) pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi; 4) ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis dan batu ginjal, kista, massa atau kalsifikasi; 5) pemeriksaan pemindai ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak dapat ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi , menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah
13
diberikan. Biopsi ginjal diindikasikontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas. Penatalaksanaan Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi : -
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
-
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi premorbid
-
Memperlambat perburukan fungsi ginjal
-
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
-
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
-
Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau tranplantasi ginjal.
Tabel 2.3 Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal sesuai dengan derajatnya Derajat
LFG
Rencana Tatalaksana
1
≥90
Terapi penyakit dasar, kondisi premorbid, evaluasi perburukan
fungsi
ginjal,
memperkecil
kardiovaskular 2
60-89
Menghambat perburukan fungsi ginjal
3
30-59
Evaluasi dan terapi komplikasi
4
15-29
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5
15
Terapi pengganti ginjal
(Dikutip tanpa modifikasi dari Sudoyo dkk, 2007)
resiko
14
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadi penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20-30 % dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi premorbid Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi premorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya. Menghambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah ; -
Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dilakukan.
-
Terapi farmakologis : untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. (Suwitra, 2007)
15
Faktor Resiko Penyakit Ginjal Kronis Untuk wilayah Asia, sebuah studi di Tibet mendapatkan hasil : bahwa hipertensi, sindrom metabolik, hiperlipidemia dan usia tua merupakan independent risk faktor untuk kejadian PGK, di populasi dataran tinggi (Chen dkk, 2010). Sedangkan penelitian di China mendapatkan hasil faktor resiko untuk PGK adalah (1) usia OR = 1,062, (2) obesitas sentral OR = 1,631, (3) anemia OR = 2,745, (4) hipertensi OR= 1,463, (5) diabetes OR = 1,970, (6) hiperurisemia OR=3,084, dan (7) nefrolitiasis OR = 2.922, (Chen dkk, 2009). Penelitian di Jepang yang meneliti tentang faktor resiko PGK pada komunitas berbasis populasi, setelah 10 tahun di follow up mendapatkan hasil bahwa faktor resiko PGK adalah usia, LFG, hematuria, hipertensi, diabetes, serum lipid, obesitas, status merokok dan konsumsi alkohol (Yamagata dkk,2007). Usia tua, ras dan etnis, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, status ekonomi yang rendah, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan analgetik merupakan faktor resiko PGK (McClelland dan Flanders, 2003). Usia tua, riwayat keluarga, etnis, jenis kelamin, diabetes mellitus, sindrom metabolik, status hiperfiltrasi (tekanan darah > 125/75 mmHg, obesitas, diet tinggi protein, anemia), dislipidemia, nefrotoxin, penyakit ginjal primer, kelainan urologis ( obstruksi dan infeksi saluran kencing berulang) dan penyakit kardiovaskular merupakan faktor prediktor inisiasi PGK (Taal dan Brenner 2006). Sedangkan KDOQI 2000 membagi faktor resiko PGK menjadi susceptible factor atau faktor yang meningkatkan kecurigaan akan adanya kerusakan ginjal yaitu usia tua dan riwayat keluarga,
initiation
factors
atau
faktor
yang
secara
langsung
memulai/menyebabkan kerusakan ginjal yaitu diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit autoimun, penyakit sistemik, infeksi saluran kencing, batu saluran kencing, obstruksi saluran kencing bagian bawah, toksisitas obat, progession
16
factors atau penyebab perburukan kerusakan ginjal dan mempercepat penurunan dari fungsi ginjal setelah dimulainya kerusakan ginjal yaitu level proteinuria yang tinggi, level tekanan darah yang tinggi, kontrol glukosa darah yang tinggi pada diabetes, dan merokok. 2.2 Sindrom Metabolik Sindrom metabolik merupakan gabungan dari abnormalitas yang saling berhubungan (obesitas, dislipidemia, hiperglikemia dan hipertensi). Kelainan metabolik ini semakin meningkat prevalensinya, pada populasi yang semakin obese. Kelainan ini bisa didefinisikan dengan berbagai cara. Diagnosa dari sindrom metabolik ini telah didefinisikan oleh World Health Organisation (WHO) pada 1998, oleh European group for the study of insulin resistance (GIR) 1999, oleh National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel III (NCEP:ATP
III)
pada
2001,
oleh
American
Association
of
Clinical
Endocrinologist (AACE) 2003 dan yang terbaru oleh International Diabetes Federation (IDF) 2005 Definisi metabolik sindrom menurut WHO, 1998 a. Diabates atau gangguan gula darah puasa atau gangguan toleransi glukosa atau insulin resisten ( hiperinsulinemik, euglikemik clamp-glucose uptake in lowest 25%) b. Ditambah dengan 2 hal dibawah ini : c. Obesitas : BMI > 30 atau waist-to-hip rasio > 90 (pria) atau > 0.85 (wanita) d. Dislipidemia : Trigliserida ≥ 1.7 mmol/L atau HDL kolesterol < 0.9 (pria) atau < 1.0 (wanita) mmol/L e. Hipertensi : Tekanan darah > 140/90 mmHg f. Mikroalbuminuria : ekskresi albumin > 20 ug/menit
17
Definisi Sindrom Metabolik menurut EGIR 1999 a. Hiperinsulinemia didefinisikan sebagai nilai 25% tertinggi dari nilai insulin plasma puasa pada populasi non obesitas, ditambah 2 dari : b. Lingkar pinggang ≥ 94 cm ( pria) atau 80 cm ( wanita ) c. Trigliserida plasma ≥ 2.0 mmol/L atau kolesterol HDL < 1.0 mmol/L d. Tekanan Darah ≥ 140/90 mmHg e. Gula darah ≥ 6.1 mmol/L Definisi Sindrom Metabolik menurut NCEP:ATP III 2001 a. Terdapat 3 dari hal di abawah ini b. Obesitas Sentral : lingkar pinggang > 102 (pria) dan > 88 cm (wanita) c. Hipertrigelisemia : trigliserida ≥ 1.7 mmol/L d. HDL kolesterol yang rendah : <1.0 mmol/L (pria), < 1.3 mmol/L (wanita) e. Hipertensi : tekanan darrah ≥ 135/85 mmHg atau dengan pengobatan antihipertensi f. Glukosa darah puasa ≥ 6.1 mmol/L Definisi Sindrom Metabolik menurut AACE 2003 Diagnosis tergantung pada penilaian klinis : -
Gangguan gula darah puasa ( 100-126 mg/dl atau 5.55-7.0 mmol/L) atau gula darah 2 jam pp ( ≥140 mg/dL atau 7.77 mmol/L)
-
Tekanan darah ≥130/85 mmHg
-
Indeks massa tubuh ≥25 kg/m2 atau obesitas abdominal : lingkar pinggang > 102 cm (pria) atau 88 cm (wanita)
-
Kolesterol HDL , 40 mg/dL atau 1.03 mmol/L ( pria), < 50 mg/dL atau 1.29 mmol/L (wanita)
18
-
Faktor resiko lainnya : riwayat keluarga dengan DM tipe 2, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, sindroma ovarium polikistik, usia lanjut, kurang aktifitas fisik, kerentanan etnis terhadap DM tipe 2 atau penyakit kardiovaskular.
Definisi Sindrom Metabolik Menurut IDF, 2005 -
Obesitas sentral (didefinisikan sebagai lingkar pinggang ≥ 94 cm untuk pria Europoid dan ≥ 80 untuk wanita Europoid)
-
Ditambah dengan 2 hal dibawah ini :
-
Peningkatan Trigliserida > 1.7 mmol/L atau pengobatan spesifik untuk abnormalitas lemak
-
Berkurangnya HDL kolesterol : < 1.03 mmol/L pada pria dan 1.29 mmol/L pada wanita, atau terapi spesifik untuk abnormalitas lemak
-
Peningkatan tekanan darah : tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 85 mmHg
-
Peningkatan plasma glukosa puasa ≥ 5.6 mmol/L, atau sebelumnya sudah didiagnosis sebagai diabates mellitus
Patogenesis dari Sindrom Metabolik Resistensi Insulin Hipotesis yang paling dapat diterima untuk menggambarkan patofisiologi dari metabolik sindrom adalah resistensi Insulin. Itulah kenapa metabolik sindrom juga sering disebut sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai kurangnya aktivitas insulin yang hasilnya adalah hiperinsulinemia, penting untuk mempertahankan kondisi euglikemik.
19
Hal terbesar yang berkostribusi untuk terjadinya resistensi insulin adalah adanya asam lemak disirkulasi yang sangat banyak, hasil dari rilis massa jaringan lemak.yang luas. FFA mengurangi sensitifitas insulin diotot dengan menghambat insulin mediated glucose uptake. Peningkatan dari kadar glukosa di sirkulasi meningkatkan sekresi insulin di pankreas dengan hasil hiperinsulinemia. Di hati FFA meningkatkan produksi dari glukosa, trigliserida dan sekresi dari Very Low Density Lipoproteins (VLDL). Sebagai konsekwensi adalah menurunnya perubahan glukosa ke glikogen dan meningkatnya akumulasi lemak pada trigliserida (TG). Insulin adalah hormone antilipolitik yang sangat penting. Pada kasus resistensi Insulin, peningkatan jumlah dari lipolisis dari molekul TG yang tersimpan pada jaringan lemak akan menghasilkan lebih banyak asam lemak, dimana lebih lanjut akan menghambat efek antilipolitik dari insulin dan menghasilkan lipolisis tambahan.
Obesitas dan peningkatan lingkar pinggang Definisi sindrom metabolik oleh WHO dan ATP III, keduanya memasukkan obesitas abdominal dalam definisinya, tapi IDF mengharuskan adanya obesitas abdominal dalam definisinya. Jadi menurut IDF, walaupun pathogenesis dari sindrom metabolik dan komponen–komponennya sangat rumit, obesitas sentral merupakan kunci penyebabnya. Walaupun obesitas merupakan contoh yang sangat penting, tapi kita harus ingat bahwa pasien dengan berat badan normal juga bisa terjadi resistensi insulin. Hal ini disebut metabolik obese, yaitu individu dengan berat badan normal, dengan tipikal yang mempunyai peningkatan jumlah jaringan lemak visceral. Menurut beberapa teori, meningkatnya jaringan
20
lemak visceral, menyebabkan terjadi nya peningkatan kecepatan aliran dari jaringan lemak yang berasal dari asam lemak bebas ke hati sampai ke sirkulasi splanik,
dimana
peningkatan
dari
lemak
abdominal
subkutaneus
akan
mengeluarkan produk lipolisis ke sirkulasi sistemik.
Dislipidemia Secara umum, peningkatan aliran dari asam lemak bebas ke hati, meningkatkan produksi dari VLDL. Pada kondisi yang fisiologis, insulin akan menghambat sekresi VLDL ke dalam sirkulasi sistemik. Pada keadaan resistensi insulin, peningkatan aliran asam lemak bebas ke hati akan meningkatkan sintesis trigleserida hati. Dimana hipertrigliserinemia merupakan cerminan yang sangat bagus untuk terjadinya kondisi resistensi insulin, dan merupakan salah satu kriteria dari diagnosis metabolik sindrom. Salah satu gangguan lipoprotein mayor pada sindrom metabolik adalah berkurangnya HDL kolesterol. Berkurangnya HDL ini adalah merupakan akibat dari perubahan pada komposisi dan metabolisme HDL. Pada keadaan hipertrigliseridemia, penurunan jumlah HDL kolesterol merupakan hasil dari penurunan dari jumlah cholesteryl ester dari inti lipoprotein dengan perubahan peningkatan trigliserida. Sebagai tambahan pada HDL, komposisi LDL juga termodifikasi dengan cara yang sama. Buktinya, dengan puasa serum TG > 2 mmol/L, hampir semua pasien mempunyai predominan dari small dense LDL. Perubahan komposisi LDL ini dapat dianggap berhubungan dengan deplesi dari kolesterol teresterasi dan tak teresterasi dan fosfolipid, dengan tanpa perubahan atau peningkatan pada LDL TG.
21
Intoleransi Glukosa Cacat pada kerja insulin pada metabolisme glukosa termasuk gagal untuk menekan glukoneogenesis di hati dan mediasi glukosa uptake pada insulin sensitive tissue (misalnya otot dan jaringan lemak). Untuk mengkompensasi cacat pada kerja insulin maka sekresi insulin harus ditingkatkan untuk mempertahankan kondisi euglikemia. Jika kompensasi ini gagal, maka cacat pada sekresi insulin lebih berpengaruh dan akan terjadi hiperglikemia. Walaupun asam lemak bebas dapat menstimulasi sekresi insulin, paparan terdapat konsentrasi FFA yang lama dan berlebihan akan membuat berkurangnya sekresi insulin. Mekanisme dari perubahan ini dianggap disebabkan oleh lipotoksisitas. Hipertensi Hubungan antara resistensi insulin dengan hipertensi sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Beberapa mekanisme bisa dipertimbangkan. Pertama, insulin merupakan venodilator jika diberikan secara intravena pada orang dengan berat badan normal, dengan efek sekunder pada reabsobsi natrium pada ginjal. Pada keadaan resistensi insulin, efek vasodilator pada insulin hilang, tapi efek ginjal untuk reabsobsi natrium tetap ada. Asam lemak sendiri bisa memediasi vasokonstriksi relatif. Hiperinsulinemia mungkin akan menghasilkan peningkatan aktifitas system saraf simpatik dan berkonstribusi untuk terjadinya hipertensi. Manifestasi lainnya Resistensi insulin ditandai banyak perubahan yang tidak termasuk dalam kriteria diagnostik sindrom metabolik. Peningkatan pada apo B dan C-III, asam
22
urat, faktor prothrombotik (fibrinogen, plasminogen activator inhibitor 1), viskositas serum, asimetris dimethylarginin, homosistein, jumlah sel darah putih, sitokin pro inflamasi, adanya mikroalbuminuria, non-alcoholic fatty liver disease, sleep apneu obstruktif dan penyakit polikistik ovarium, semua berhubungan dengan resistensi insulin (Eckel dkk, 2005 ).
2.3 Hubungan Sindrom Metabolik dengan Penyakit Ginjal Kronis Semua komponen sindrom metabolik secara individual berhubungan dengan insiden dan progresi dari PGK. Mekanisme dan dampak dari hipertensi dan diabetes, sebagai dua etiologi mayor dari PGK di seluruh dunia, sudah banyak dideskripsikan dan diteliti. Obesitas juga berhubungan dengan peningkatan resiko ESDR pada banyak penelitian epidemiologi (Iseki dkk, 2004). Dislipidemia, khususnya atherogenik dislipidemia (low HDL kolesterol dan high TG) juga menunjukkan suatu faktor resiko independen terhadap kejadian dan progresi PGK pada studi observasional (Muntner dkk, 2000) dan metaanalisis (Fried dkk, 2001). Hubungan antara sindrom metabolik dengan PGK pada beberapa studi terbaru adalah : NHANES III study, suatu studi cross-sectional yang meneliti hubungan SM dengan CKD dan melibatkan 6.217 pasien mendapatkan hasil adalah OR 2,6. Tanaka dkk, studi cross-sectional yang meneliti hubungan SM dengan PGK dan melibatkan 6.980 partisipan dengan usia 30-79 tahun, mendapatkan hasil OR 1,53, pada partisipan dengan usia kurang dari 60 tahun didapatkan OR 1,68 dan pada usia lebih dari 60 tahun didapatkan hasil OR 1,25. Chen dkk, studi cross-sectional dengan 15.160 partisipan yang meneliti hubungan antara SM denganPGK mendapatkan hasil OR 1,64. ARIC Study, suatu studi
23
kohort prospektif 9 tahun follow up dengan 10.096 partisipan yang meneliti tentang kejadian PGK pada partisipan dengan SM dan tanpa SM mendapatkan hasil OR 1,43 dan SM secara independent berhubungan dengan peningkatan insiden dari PGK. Luk dkk, suatu studi follow up 4,6 tahun yang meneliti kejadian PGK pada partisipan dengan dan tanpa SM dengan melibatkan 5.929 partisipan dengan diabetes tipe 2 mendapatkan hasil HR 1,31, SM adalah independent prediktor untuk kejadian PGK pada partisipan dengan DM tipe 2. Hysayama study, suatu follow up studi 5 tahun yang melibatkan 1.440 partisipan dan meneliti kejadian PGK pada partisipan dengan dan tanpa SM mendapatkan hasil OR 2,08 setelah penyesuaian, dan SM merupakan faktor resiko yang bermakna untuk kejadian PGK pada populasi umum. Tozawa dkk, suatu follow up study 5 tahun dengan 6.371 partisipan dan meneliti kejadian PGK pada partisipan dengan dan tanpa SM mendapatkan hasil RR 1,86 setelah penyesuaian, dan SM merupakan faktor resiko yang bermakna untuk kejadian PGK pada populasi Jepang. Rashidi dkk, suatu follow up study 3 tahun dengan 3.195 dan 2.067, masing-masing dan meneliti prevalensi dari PGK dan hubungan antara SM dan PGK dan mendapatkan hasil : dengan definisi NCEP prevalensi 1,6%, insiden untuk PGK baru 6,3%, OR 2,48 kejadian PGK OR 1,62, SM (definisi IDF )berhubungan denganPGK. Dan SM tidak berhubungan dengan progresifitas PGK. Ryu dkk, suatu kohort prospektif studi dengan 10.685 partisipan yang meneliti hubungan antara SM dan PGK, juga insiden dari kasus kejadian PGK, mendapatkan hasil SM berhubungan dengan PGK, HR 1,99, SM merupakan prediktor untuk kejadian PGK HR 1,83, SM merupakan faktor resiko independent untuk kejadian PGK,
24
walaupun dengan perubahan pada status SM. The Strong Heart Study, suatu studi kohort prospektif dengan 2.380 partisipan dengan rentang usia 45-74 tahun dan meneliti tentang hubungan antar SM dan PGK, dan insiden kasus kejadian PGK mendapatkan hasil : prevalensi PGK 7,8% , 189 kasus baru/insiden, 138/10.000 orang pertahun, PGK berhubungan dengan SM ,HR 1,3, SM berhubungan dengan peningkatan resiko kejadian PGK.
Patofisiologi dan Patologi Penyakit Ginjal pada Sindrom Metabolik Banyak penelitian mengevaluasi mekanisme faktor yang mana pada sindrom metabolik yang memediasi patologi dan perubahan patofisiologi pada ginjal. Mekanisme dasar tidak sepenuhnya di mengerti, tapi termasuk pada resistensi insulin itu sendiri, inflamasi, disfungsi endotel ginjal, stress oksidatif, perubahan hemodinamik ginjal, aktivasi dari system renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dan system saraf simpatik (SSS) dan faktor diet.
Inflamasi dan Resistensi Insulin Pada ginjal, resistensi insulin dan hiperinsulinemia berhubungan dengan SM terlihat pada adanya inflamasi lokal yang merupakan jalur patofisiologi yang penting untuk PGK. Insulin mungkin menyebabkan renal fibrosis melalui stimulasi dari sel mesangial dan sel tubulus proximal untuk memproduksi TGF-b (Perlstein dkk, 2007). Juga, insulin menstimulasi produksi dari IGF-1 oleh sel otot polos pembuluh darah dan sel tipe lainnya, dimana hal tersebut berimplikasi pada terjadinya penyakit Ginjal Diabetik (Khaimisi dkk, 2002). IGF-1 akan meningkatkan aktivitas connective tissue growth factor, sitokin tersebut mempunyai pro-fibrogenic action pada sel tubular ginjal dan fibroblast interstitial.
25
Sebagai tambahan, IGF-1 menurunkan aktivitas dari matrix metalloproteinase-2, suatu enzim yang merespon degenerasi matrik ekstraselular, dengan demikian akan mempromosikan ekspansi matrik extraselular dan fibrosis ginjal (Lupia dkk, 1999). Insulin resisten juga meningkatkan reabsobsi natrium dan asam urat, menghasilkan hipertensi dan hiperurisemia. Akhirnya, pada tingkat glomeruler, resistensi insulin akan mengeluarkan sitokin inflamasi menyebabkan ekspansi mesangial, penebalan membrane basemen, podositopati dan hilangnya bagan kesatuan celah pori, selanjutnya disebut “obesity related glomerulopathy” (Sower , 2007). Kondisi tersebut dikarateristikkan oleh gambaran histopatologi yang spesifik dari glomerulomegali (100% kasus), sering kali diiringi oleh fokal segmental glomerulosklerosis (80% kasus) dan telah berulang ulang dijabarkan pada pasien obese tanpa adanya penyakit glomeruler primer maupun sekunder (termasuk nefropati diabetik, hipertensi nefrosklerosis dan glomerulosklerosis fokal segmental sekunder) (Kabham dkk, 2001). Hemodinamik Ginjal Gambaran yang sesuai dengan glomerulomegaly meningkatkan hipotesis bahwa hiperfiltrasi glomerular adalah mekanisme mayor dari pathogenesis dari glomerulopati terkait obesitas. Hal ini pertama kali dijelaskan oleh percobaan pada binatang, yaitu tikus Zucker yang obese dimana terjadi hiperphagia karena defek pada reseptor leptin di otak, hasilnya adalah obesitas dan berhubungan dengan hiperglikemia, hiperinsulinemia, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi, hal ini sangat mirip pada manusia. Contoh ini mempunyai hiperfiltrasi glomerular dan menjadi albuminuria dimana kemudian berlanjut ke gagal ginjal dengan karateristik histopatologinya adalah glomerulomegali dan fokal segmental
26
gromerulosklerosis (Kasiske dkk, 1992). Temuan tersebut sudah dikonfirmasi sama pada manusia oleh Chagnac dkk (Chagnac dkk, 2000, 2003). Stess Oksidatif Tingginya glukosa dan asam lemak bebas akan meningkatkan ROS mitokondria pada endothelial ginjal, dimana berperan pada disfungsi jaringan dengan cara disregulasi dari redox-sensitive signaling pathways atau oleh kerusakan oksidatif pada struktur biologi (DNA, protein, lemak dll) (Nishikawa dan Araki, 2007). Lipid peroksidase, sebagai akibat dari ROS yang berlebihan, adalah hasil oksidasi LDL tahap pertama, yang mana akan menumpuk pada sel mesangial ginjal dan bentukan foam cells. Lipid peroksidase juga akan menyebabkan kerusakan endothelial dan respon inflamasi, kelemahan vasodilatasi dan aktivitas makrofag. Lipid peroksidase sendiri merupakan radikal bebas dan ROS dan dengan demikian akan meningkatkan potensi untuk terjadinya jejas pada ginjal. Sebagai tambahan, hiperfiltrasi glomerular seperti yang telah disebutkan sebelumnya juga dapat disebabkan oleh ROS mitochondria, melalui aktivasi dari cyclooxygenase-2 gene transcription diikuti oleh produksi yang berlebihan dari Prostaglandin E2 dan vasodilatasi pre-glomerular (Nishikawa dan Araki 2007). Kemudiaan stress oksidatif yang berlebihan akan merangsang pembentukan Angiotensin II (melalui nuclear factor-kB pathway), dimana kemudian akan meningkatkan hipertensi glomeruler dan hiperfiltrasi yang disebabkan oleh vasokonstriksi arteriole efferent. Angiotensin II juga merangsang pembentukan TGF-b, yang akan menyebabkan fibrosis glomerular (Chalmers dkk, 2006).
27
Disfungsi Endotel Terdapat bukti bahwa insulin-receptor signaling pathway memediasi uptake glukosa pada endotel pembuluh darah dan membutuhkan stimulasi dari nitrit oxide (NO) sintesa dan produksi NO yang berikutnya (Montagnani dkk, 2003), yang merupakan vasodilator dan substansi antithrombotik yang poten. Pada status resistensi insulin seperti obesitas, sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, insulin (dan adiponektin)-induced produksi NO dan endothelium dependent vasodilatasi terganggu, menampilkan kembali mekanisme yang berhubungan dengan obesitas abdominal / resistensi insulin dan hipertensi (Steiberg dkk, 1996). Ditambah, stress oksidasi yang berlebihan kemudian penurunan produksi dan avaibilitas NO dan dengan demikian berperan dalam disfungsi endotel pada penderita SM dan DM. Produk sel endothelial lainnya adalah endotelin-1, yang terlibat pada penyakit kardiovaskular, hipertensi dan beberapa penyakit ginjal. Insulin merangsang sekresi dari endothelin-1 dari endotel gromerulus, mesangial dan sel pembuluh darah halus sampai reseptor insulin. Endotelin-1 berhubungan dengan vasokonstriksi renal yang berat, penurunan LFG, kontraksi dan proliferasi sel mesangial dan retensi natrium dan air (Marsen dkk , 1994). Pasien dengan SM terjadi hiperinsulinemia, sehingga endotelin-1 mungkin terlibat pada terjadinya nefropati pada pasien ini. Sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron Angiotensin II mempunyai peran untuk kejadian resistensi insulin dengan menginduksi stress oksidatif dan juga kejadian dari hipertensi melalui reabsobsi natrium (Fujita , 2006).
28
2.4 Hubungan komponen sindrom metabolik (diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas sentral) dengan penyakit ginjal kronis 2.4.1
Diabetes mellitus dan penyakit ginjal Sekitar 40% dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal. Pada pasien DM
berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti terjadinya batu saluran kemih, infeksi batu saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik dan juga berbagai bentuk glomerulonefritis yang selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes. Akan tetapi yang terbanyak dan terkait secara pathogenesis dengan diabetesnya adalah penyakit ginjal diabetik, yang secara klasik patologinya
diuraikan
oleh
Kimmelstiehl
Wilson
pada
1936,
berupa
glomerulosklerosis yang noduler dan difus. Patogenesis Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitasi glucose transporter (GLUT), terutama GLUT1, yang mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathway, Protein Kinase C (PKC) pathway dan penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glycation endproduct (AGEs). Beberapa zat biologis aktif ternyata dapat dijumpai pada berbagai percobaan, baik in vitro maupun on vivo, yang dapat berperan penting dalam pertumbuhan sel , diferensiasi sel dan sintesis bahan matriks ekstraseluler . Di antara zat itu ada mitogen activated protein kinase (MAPKs), PKC-Beta isoform dan extracellular regulated protein kinase (ERK). Ditemukannya zat yang mampu menghambat aktivitas zat-zat tersebut telah terbukti mengurangi akibat yang timbul, seperti mencegah peningkatan derajat albuminuria dan derajat
29
kerusakan struktural berupa penumpukan matriks mesangial . Kemungkinan perubahan ini diakibatkan penurunan ekspresi transforming growth factor-Beta ( TGF-Beta) dan penurunan extrasellular matrix (ECM). Peran TGF –Beta dalam perkembangan nefropati diabetik ini telah ditunjukkan oleh beberapa peneliti, bahwa kadar zat ini meningkat pada ginjal pasien diabetes. Berbagai proses di atas dipercaya bukan saja berperan dalam terbentuknya nefropati pada pasien DM, akan tetapi juga dalam progresivitasnya menuju tahap lanjutan. Penelitian dengan menggunakan mikropunktur menunjukkan bahwa tekanan intraglomerulus meningkat pada pasien DM, bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif, seperti angiotensin II (AII) dan endotelin. Genetik adalah faktor penentu lain yang erat kaitannya dengan terjadinya nefropati diabetik. Hanya sekitar 40% pasien DM tipe 1 maupun DM tipe 2 yang jatuh ke dalam nefropati diabetik. Lainnya terbebas dari penyulit diabetes ini. Diagnosis dan Perjalanan Klinis Diagnosis PGD dimulai dari dikenalinya albuminuria pada pasien DM baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein/albumin di dalam urine masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang biasa , akan tetapi sudah > 30 mg/jam ataupun > 20 ug/menit sudah disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap nefropati insipient. Derajat albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin ratio (AKR).
30
Secara tradisional penyakit ginjal diabetik selalu dibagi menjadi tahapan sebagai berikut : -
Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal . Tahap ini masih reversible dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan kembali normal.
-
Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat perubahan struktur ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani , keadaan stress, atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini bisa berlangsung lama . hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya . Progresivitas biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap sepi (silent stage)
-
Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), saat mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis diabetes tegak. Secara histopatologis juga telah jelas penebalan membrane basalis glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresifitasnya masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang ketat
31
-
Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa , tekanan darah sering meningkat serta LFG yang sudah mulai menurun di bawah normal. Ini terjadi 15-20 tahun diabetes tegak. Penyulit diabetes lain sudah mulai dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil lemak dan gangguan vaskular umum. Progresivitas kearah gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan darah.
-
Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga pasien menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialysis maupun cangkok.
Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang mengalami mikro dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya. Lagipula keberadaan albuminuria kurang specifik untuk adanya nefropati diabetik. Tanpa penanganan khusus 20-40 % dari pasien akan melanjut pada nefropati nyata. Setelah terjadi penurunan LFG maka laju penurunan akan bervariasi secara individual akan tetapi 20 tahun setelah keadaan ini hanya sekitar 20% dari mereka yang berlanjut menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada tahap ini sudah tidak ada perbedaan antara DM tipe 1 dan 2 (Lubis, 2007).
32
2.4.2
Hipertensi dan Penyakit Ginjal Penyakit ginjal dapat menyebabkan naik knya tekanan darah dan
sebaliknya hipertensi dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan ginjal. Secara klinis sukar dibedakan kedua keadaan ini, terutama pada keadaan penyakit ginjal menahun. Apakah hipertensi yang menyebabkan penyakit ginjal menahun, atau penyakit ginjal yang menyebabkan naiknya tekanan darah dan untuk mengetahui keadaan ini diperlukan adanya catatan medis yang teratur dalam jangka waktu panjang. Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung pada tingginya tekanan darah dan lamanya penderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dan lamanya penderita hipertensi makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan. Hubungan antara hipertensi dan Ginjal telah lama diketahui sejak Richard Bright pada 1836. Penelitian-penelitian
selama
ini
membuktikan
bahwa
hipertensi
merupakan faktor perburukan fungsi ginjal. Variabelitas tekanan darah berperan penting sebagai penyebab kerusakan target organ. Beberapa komponen variabelitas tekanan darah yang berperan antara lain : perubahan tekanan darah siang dan malam, perubahan tekanan darah setiap hari, kecepatan perubahan tekanan darah dan perubahan tekanan darah jangka panjang. Diagnosis dari nefrosklerosis hipertensi tergantung dari eksklusi dari penyakit ginjal primer lainnya. Riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit keluarga, tanda dari kerusakan target organ, seperti hipertrofi ventrikel kiri, perubahan retina karena hipertensi, urin mikroskopis, pengukuran protein urine 24 jam dan gambaran ultrasonografi akan menegakkan diagnosis. Seperti pada
33
glomeruloskelosis diabetes, Biopsi ginjal untuk diagnose nefrosklerosis hipertensi diindikasikan pada praktek klinis jika secara substansial kita ragu dengan hanya pada bukti klinis. Biopsi hanya perlu dipertimbangkan pada pasien yang tidak mempunyai hipertensi akselerasi atau riwayat hipertensi yang lama, dimana serum kreatinin kurang dari 2,5-3 mg/dl dan pada proteinuria lebih dari 1,5 g/24 jam.
Patogenesis Lesi histologis pada glomerulosklerosis meliputi : hyperplasia myointima dari pembuluh darah interlobular dan arteriolar afferent, hialin arteriosklerosis dan yang paling sering global glomerulosklerosis. Perubahan ini merupakan hasil dari iskemia glomerular karena penyempitan arteriolar afferent. Sebagai respon untuk meningkatkan aliran arteriolar afferent akan terjadi respon kontraktilitas miogenik, di tambah dengan umpan balik dari tubuloglamerular dari signal makula densa. Pada keadaan yang lebih lanjut akan terjadi autoregulasi dari tekanan dan aliran kapiler glomerulus ( Luke 1999 ).
34
Bagan mekanisme hipertensi nefrosklerosis
Intake tinggi garam Vasokonstriksi ginjal
Hipertensi
Renal Susceptibility Genes
Lingkungan ( garam, NSAID, Hantavirus, Merokok, Status sosial ekonomi
Hipertensi Nefrosklerosis
Glomerulus Iskemia
Adaptasi pada nefron utuh yang tertinggal
Atrofi Tubular
Global Sklerosis
Fokal Glomerulonefrosis
ESDR
Atrofi Tubulus
Gambar2.1. Patogenesis dari hipertensi nefrosklerosis ( Luke, 1999) 2.4.3
Obesitas Sentral dan Penyakit Ginjal Kronis Obesitas abdominal atau obesitas sentral adalah komponen kunci dari
sindrom metabolik. Definisi sindrom metabolik menurut IDF, obesitas adalah syarat mutlak. Seiring dengan terjadinya epidemi obesitas, disini juga terjadi peningkatan dari penyakit ginjal tahap akhir pada dewasa, dan di populasi di perkirakan akan terjadi peningkatan kejadian PGK dua kali lipat tiap dekadenya. Obesitas sudah dikenal baik sebagai faktor resiko untuk hipertensi dan diabetes, yang merupakan penyebab tersering dari penyakit ginjal tahap akhir. Sangat penting diketahui, bahwa dari studi observasional jangka panjang bahwa terdapat hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian baru dari penyakit
35
ginjal tahap akhir. Selaras dengan hal tersebut, rasio pinggang ke pinggul (waist to hip ratio) atau lingkar pinggang sudah diterima secara luas sebagai faktor resiko PGK (Elsayed dkk, 2008). Obesitas
menyebabkan
hiperfiltrasi
glomerular,
proteinuria,
gromerulomegaly, podosit hipertropi, peningkatan matriks dan proliferasi mesangial lesi dari sklerosis segmental dan hilangnya proses makanan dengan fibrosis interstitial dan gangguan fungsi ginjal ( Kabham dkk, 2001). Obesitas, khususnya Obesitas abdominal/sentral juga berhubungan dengan resistensi dari efek insulin pada glukosa perifer dan penggunaan asam lemak. Hasil dari hiperinsulinemia dan hiperglikemia adalah keluarnya adiposity sitokin, yang akan menyebabkan inflamasi pembuluh darah, semua itu bersifat atherogenik (DeFronzo dan Ferrannini, 1991).
Struktur Ginjal dan Fungsinya pada Obesitas Beberapa penelitian menemukan hubungan mikroalbuminuria dengan variable derajat dari proteinuria terhadap obesitas. Secara klinis, pasien mungkin memberi gambaran sindroma nefrotik, walaupun lebih seringnya mereka tidak nefrosis. Pada seri kasus 15 pasien dengan obese, Praga dkk melaporkan tidak adanya gambaran sindroma nefrotik walaupun terjadi proteinuria yang berat. 10 tahun renal survival hanya 51 % pada serial kasus ini. Temuan yang sama ditemukan pada serial kasus yang lebih besar oleh D’Agati dkk. Histopatologi dari obese proteinuria terdiri dari glomerulomegali dengan atau tanpa FSGS. Pada pasien ini cenderung mempunyai lesi podocyte yg sedikit dan progresi yang lebih
36
pelan dibandingkan dengan idiopatik FSGS. Perubahan glomerular disini dinamakan Obesity-related glomerulopathy. Selanjutnya hal itu berhubungan dengan perubahan hemodinamik ginjal, yaitu peningkatan aliran darah ginjal, hiperfiltrasi dan peningkatan fraksi filtrasi, hal inilah yang menerangkan tentang paragraph diatas. Namun pemeriksaan diatas biasanya bias karena biopsy ginjal biasanya hanya diperoleh dari pasien proteinuria. Oleh karena itu, “glomerulopaty terkait obesitas” mungkin bukan hanya gambaran histopatologis dari penyakit ginjal terkait obesitas, khususnya pada nonproteinuria obese pasien dengan disfungsi ginjal. Sebagai contoh, mungkin tampak gambaran nefropati tubulointerstitial dan mungkin mendahului proteinuria pada beberapa pasien obese, dimana hal tersebut belum diteliti. Dalam rangka usaha untuk menguji perubahan awal pada histopatologi ginjal yang berhubungan dengan obesitas, Rea dkk menguji specimen biopsy ginjal pada ginjal donor yang obese tanpa gangguan fungsi ginjal dan dibandingkan dengan kontrol dari ginjal non obese. Mereka menemukan peningkatan permukaan area planar glomerular dan lebih banyak dilatasi tubulus pada pasien obese, tanpa adanya perbedaan yang cukup bermakna. Kemaknaan dari penemuan ini tidak jelas tapi mungkin berhubungan dengan ketidakcocokan dari jumlah nefron dengan ukuran tubuh atau hiperfiltrasi pada individu yang obese (Wahba dan Mak, 2007).
37
Gambar 2.2 Mekanisme dari Disfungsi ginjal pada obesitas dan obesitas-inisiasi Sindrom Metabolik (Wahba and Mak 2007).
BAB III KERANGKA BERPIKIR KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Sindrom metabolik merupakan gabungan beberapa abnormalitas yang saling berhubungan, yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan hiperglikemia. Obesitas sentral merupakan kunci terjadinya sindrom metabolik. Penumpukan lemak visceral mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan energy oleh karena terjadinya resistensi insulin. Bila kompensasi ini terlampaui akan terjadi kondisi hiperglikemia. Resistensi insulin juga menyebabkan peningkatan aktivitas sistim saraf simpatik yang berkonstribusi untuk terjadinya hipertensi. Semua komponen sindrom metabolik secara individual, maupun bersama sama berhubungan dengan insiden penyakit ginjal kronis. Mekanisme dasarnya tidak sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa penelitian menunjukkan adanya peranan dari resistensi insulin, inflamasi, disfungsi endotel ginjal, stress oksidatif, perubahan hemodinamik ginjal, aktivitas RAAS, sistim saraf simpatik akan menyebabkan gannguan pada ginjal. Pada penelitian ini, komponen sindrom metabolik (hipertensi, obesitas sentral dan diabetes mellitus) merupakan variabel bebas, sedangkan penyakit ginjal kronis sebagai variabel tergantung. Subjek dengan penyakit kardiovaskular, riwayat batu ginjal, riwayat infeksi saluran kemih berulang, merokok, riwayat keluarga langsung dengan cuci darah atau transplantasi ginjal, hamil, penggunaan 38
39
NSAID jangka panjang dan cacat dikeluarkan cari penelitian. Variabel lain seperti ras dan etnik merupakan variable rambang yang tidak dikontrol pada penelitian ini. 3.2 Kerangka Konsep Faktor Prediktor : 3 komponen Sindrom Metabolik yang diteliti : - Hipertensi - Obesitas Sentral - Hiperglikemia
Penyakit Ginjal Kronis
Usia Ras Etnis
Jenis Kelamin Penyakit urologis Merokok Penggunaan obat nefrotosik Proteinuria Penyakit kardiovaskular Penyakit Ginjal Familial
Gambar Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Komponen sindroma metabolik yaitu hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus merupakan suatu prediktor kejadian penyakit ginjal kronis pada penduduk Kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan Kohort Retrospektif 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar Propinsi Bali
4.2.2
Waktu Penelitian Waktu penelitian : Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2011
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu Penyakit Dalam
4.4 Penentuan Sumber Data 4.4.1
Populasi penelitian
4.4.1.1 Populasi target : Semua subjek dengan yang pada penelitian sebelumnya (tahun 2004) GFRnya > 60ml/mnt (belum terjadi Penyakit Ginjal Kronis) 4.4.1.2 Populasi Terjangkau : Semua subjek yang pada penelitian sebelumnya GFRnya ≥ 60ml/mnt (belum terjadi Penyakit Ginjak Kronis) di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar Propinsi Bali.
40
41
4.4.2
Sampel penelitian Sampel penelitian adalah semua subjek yang pada penelitian sebelumnya
GFRnya ≥ 60ml/mnt (belum terjadi Penyakit Ginjak Kronis) di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar propinsi Bali yang memenuhi kriteria inklusi 4.4.2.1 Kriteria Inklusi : 1. Semua subjek yang pada penelitian sebelumnya belum terjadi Penyakit Ginjal Kronis dan saat ini berusia 18 – 79 tahun di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar Propinsi Bali. 2. Bersedia mengikuti penelitian
4.4.3
Kriteria Eksklusi :
Pada saat penelitian lanjutan ini subjek tidak : 1. Penyakit Kardiovaskular 2. Riwayat Batu Ginjal 3. Riwayat infeksi saluran kemih berulang 4. Merokok 5. Riwayat keluarga langsung dengan cuci darah atau transplantasi ginjal 6. Hamil 7. Pengguna NSAID jangka panjang 8. Cacat
4.4.4
Subjek yang benar-benar diteliti :
Sampel yang mau ikut serta dan mengisi formulir informed consent
42
4.4.5
Perhitungan besar sampel Semua sampel penelitian pada tahun 2005 dengan LFG > dari 60 ml/menit
(belum terjadi PGK) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan bersedia ikut kembali pada penelitian ini akan diambil kembali sebagai sampel pada tahun 2011 4.4.6
Tehnik pengambilan sampel Nama warga di 26 dusun, desa Blahbatuh yang menjadi sampel penelitian
tahun 2005 dengan LFG > 60 ml/menit (belum terjadi PGK) sebanyak 301 orang dibuatkan list perdusun. Data nama warga Blahbatuh tersebut didapatkan dari list data pasien penelitian Blahbatuh tahun 2005. Kemudian dari list nama subjek perdusun dilakukan dilakukan penelusuran kembali, apakah masih hidup, meninggal atau pindah dan dilakukan KIE untuk ikut serta kembali pada penelitian tahun 2011. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut kembali pada panelitian 2011, diikutsertakan dalam penelitian ini. Sampel yang telah diikutsertakan akan dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik umum dan
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar serum kreatinin, Pemeriksaan bahan dilakukan di Balai Penelitian Laboraterium Prodia di jalan Diponegoro no 46 Denpasar. Laboraterium tersebut telah memenuhi standar kualifikasi ISO 9002, dengan nomor sertifikat 403247 4.5 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan karateristik sampel penelitian yang diukur baik secara numeric maupun kategorikal (Sastroasmoro, 2002). Variabel penelitian ini disusun menurut rancangan penelitian kohort retrospektif.
43
Klasifikasi variabel : 4.5.1
Variabel bebas Variable bebas yang diteliti adalah Hipertensi, Obesitas Sentral, Diabetes Mellitus
4.5.2
Variabel tergantung Variabel tergantung : Penyakit Ginjal Kronis
4.5.3
Variabel terkontrol Variabel terkontrol penelitian ini adalah : usia ,jenis kelamin, penyakit urologis (batu saluran kencing dan
infeksi saluran kemih berulang ,
merokok, penggunaan obat nefrotosik (NSAID), proteinuria, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal familial 4.5.4
Variabel rambang Variabel rambang : ras dan etnis
4.5.5
Definisi operasional variable penelitian
4.5.5.1 Penduduk Kecamatan Blahbatuh Gianyar Penduduk Kecamatan Blahbatuh, Gianyar adalah penduduk yang bertempat tinggal di Desa Blahbatuh, berdasarkan bukti kartu tanda penduduk atau surat domisili. Dan berdasarkan data yang tercatat di data penduduk yang diberikan oleh kepala lingkungan di wilayah Desa Blahbatuh. 4.5.5.2 Umur : Umur dinyatakan dalam tahun yang diperoleh dari akte kelahiran atau kartu tanda penduduk, jika tidak ada umur diperkirakan dengan menghubungkan kelahiran dengan kejadian yang bersejarah di lingkungan sekitar. Batasan usia ≥ 18 tahun dan < 80 tahun (NIH/NHLBI, 2004)
44
4.5.5.3 Jenis kelamin Jenis kelamin : ditentukan berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada KTP 4.5.5.4 Pendidikan Pendidikan didefinisikan sebagai pendidikan formal yang diikuti oleh subjek, yaitu taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Sampel yang tidak sekolah didefinisikan sebagai sampel yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal dan tidak bisa baca dan tulis. 4.5.5.4 Pekerjaan Pekerjaan didefinisikan sebagai mata pencaharian yang dilakukan secara rutin setiap harinya. Pekerjaan sampel dikelompokkan menjadi tidak bekerja, petani dan buruh, wiraswasta, pegawai negeri dan TNI/POLRI 4.5.5.5 Perokok Perokok adalah mereka yang merokok secara reguler dan sekarang masih tetap merokok dan dapat dikonfirmasi dengan anamnesis keluarga. Bukan perokok adalah mereka yang tidak pernah merokok, sedangkan bekas perokok adalah sampel yang pernah merokok sebelumnya namun sudah tidak merokok lagi sejak satu tahun (Al Delaemy dkk, 2001). 4.5.5.6 Diabetes Mellitus Diabetes mellitus adalah penderita telah terdiagnosis dengan DM atau penderita dengan gejala klinis khas berupa poliuria, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan disertai salah satu dari kadar gula darah puasa > 126 mg/dL atau gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau gula darah 2 jam
45
postprandial > 200 mg/dl, gula darah 2 jam setelah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) > 200 mg/dl. atau penderita dengan gejala klinis tidak khas disertai dengan 2 kali hasil pemeriksaan gula darah seperti tersebut di atas (Konsensus Perkeni, 2006). Pemeriksaan gula darah dilakukan setelah puasa minimal 8 jam dengan alat Accutrend 4.5.5.7 Lingkar pinggang Lingkar
pinggang
adalah
nilai
yang
didapat
dari
pengukuran
keliling/lingkar pingggng dengan cara ( Mc Carthy dkk, 2005) : 1. Berdiri tegak dengan kaki sedikit terbuka berjarak 25-30 cm 2. Berat badan ditumpukan merata pada kedua kaki 3. Buat titik tengah garis vertikal antara tulang iga terbawah dengan Krista iliaka pada sisi kanan dan kiri 4. Buat lingkaran horizontal melalui kedua titik tengah tersebut 5. Pemeriksa mengukur keliling lingkaran tersebut pada posisi mata sejajar dengan lingkaran tersebut 6. Pengukuran dilakukan tanpa melakukan penekanan pada jaringan lunak pinggang dan dilakukan pada akhir ekspirasi normal 7. Pengukuran dibuat skala mendekati 0,1 cm dengan menggunakan meteran khusus. 4.5.5.8 Sindroma metabolik Sindroma metabolik didefinisikan berdasarkan kriteria dari NCEP-ATP III 2002 yaitu adanya 3 atau lebih faktor resiko :
46
4.5.5.9 Obesitas sentral Obesitas abdominal dalah obesitas berdasarkan hasil pengukuran lingkar pinggang untuk orang Asia, dimana didapatkan hasil ≥ 90 cm pada laki laki dan ≥ 80 pada perempuan (WHO/IASO/OTF, 2000). 4.5.5.10 Hipertensi Hipertensi adalah penderita dengan tekanan darah sesuai dengan klasifikasi dari The Sevent of the Joint National Committee (JNC VII) atau penderita dengan riwayat hipertensi dan sedang minum obat anti hipertensi (Chobanian dkk, 2003). Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan auskultasi dan orang yang akan diukur sebaiknya duduk tenang selama 5 menit, dengan kaki menyentuh tanah dan lengan setinggi jantung. Tidak diperkenankan minum minuman yang mengandung kafein, olahraga dan merokok selama 30 menit. Pengukuran dilakukan dengan lebar manset melingkari minimal 80% lingkar lengan atas, pengukuran sebanyak 2 kali dan dibuat reratanya. Pasien diraba nadi arteri radialis untuk memperkirakan tekanan darah sistolik, kemudian alat dipompa sehingga 20-30 mmHg lebih tinggi. Kemudian tekanan manset diturunkan dengan kecepatan 2 mmHg/dtk. Tekanan darah sistolik adalah titik suara Korotkoff 1 atau 2 mulai terdengar (onset fase 1), dan mulai menghilangnya suara Korotkoff (onset fase 5) merupakan tekanan darah diastolik. Diklasifikasikan sebagai hipertensi bila tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥90 mmHg (NIH/NHLBI, 2004).
47
Tabel 4.1. Klasifikasi hipertensi (NIH/NHLBI, 2004) sesuai JNC VII Klasifikasi
Sistolik(mmHg)
Diastolik(mmHg)
Normal
< 120
dan < 80
Prehipertensi
120-139
atau 80-90
Hipertensi stadium I
140-159
atau 90 -99
Hipertensi stadium II
≥160
atau ≥100
4.5.5.11 Penyakit Ginjal kronik Penyakit Ginjal Kronik adalah Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan. LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stadium penyakit ginjal kronik adalah berdasarkan NKF-K/DOQI yang dikategorikan menjadi stadium IV yang dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft Gault sebagai berikut :
klirenkreatinin(m l / m nt)
(140 um ur) beratbadan( Kg ) 72 serum kreatinin(m g / dl) (Pada perempuan x 0,85)
48
Tabel 4.2. Stadium Penyakit Ginjal Kronik (NKF K/DOQI, 2002) : Stadium I : kerusakan ginjal berupa kelainan patologi atau terdapat tanda kerusakan ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin atau tes pencitraan dengan LFG normal atau > 90 ml/menit/ 1,73m2 Stadium II : LFG = 60-89 ml/menit/1,73 m2 Stadium III: LFG = 30-59 ml/menit/1,73 m2 Stadium IV: LFG = 15-29 ml/menit/1,73 m2 Stadium V : gagal ginjal terminal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2 4.5.5.12 Proteinuria Proteinuria adalah adanya protein serum yang berlebihan dalam urin 4.5.5.13 Penyakit batu ginjal Penyakit batu ginjal : adanya batu pada saluran kemih yang dibuktikan dengan adanya riwayat batu sebelumnya, adanya riwayat kolik renal sebelumnya dan adanya hematuria pada pemeriksaan urinalisis pada studi sebelumnya 4.5.5.14 Obat nefrotoksik Obat nefrotoksik : obat-obatan yang dapat merusak fungsi ginjal, seperti NSAID, antibiotika/antiviral, kontras radiologic ((Taal, 2006). 4.5.5.15 Penyakit ginjal familial Penyakit ginjal familial : penyakit ginjal pada keluarga yang didapatkan dari anamnesa adanya riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, hemodialisis atau transplantasi ginjal. 4.5.5.16 Ras Ras : berhubungan dengan penampilan seseorang seperti warna kulit, warna mata, warna rambut yang ditentukan oleh faktor biologis dan berhubungan dengan genetik.
49
4.5.5.17 Etnis Etnis : berhubungan dengan faktor kultural yaitu kebangsaan, kultur, bahasa, kepercayaan dan keturunan. 4.5.5.18 Penyakit jantung koroner Penyakit jantung koroner yang mengalami serangan akut (acute coroner syndrome) adalah subjek yang pernah didiagnosis menderita penyakit jantung koroner berdasarkan kriteria American Heart Association (AHA) 2003, yaitu meliputi angina pektoris tidak stabil, NSTEMI dan STEMI. 4.5.5.19 Penyakit stroke Penyakit stroke adalah suatu keadaan dimana seseorang dengan sangat mendadak mengalami defisit neurologi seperti hemiplegi dll (tanpa mengalami suatu trauma kapitis) (Ngoerah , 1992). 4.5.5.20 Hamil Hamil : adanya janin dalam rahim, yang dibuktikan dari anamnesis adanya amenorhoe dan tanda tanda kehamilan atau sebelumnya sudah dinyatakan dalam keadaan hamil. 4.6 Bahan Penelitian a. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc, dan dimasukkan ke dalam tabung yang sudah mengandung heparin / EDTA (stabil selama 7 hari pada suhu 2-8oC) b. Bila pemeriksaan ditunda dalam jangka lama sampel bisa disimpan di freeze c. Sampel disentrifuge kemudian diambil supernatan d. Ditambahkan reagen I (larutan sodium hidroksida)
50
e. Kemudian ditambahkan reagen II yang mengandung asam pikrat f. Kadar kreatinin ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terbentuk dengan teknik fotometri.
4.7 Instrumen penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuisioner
mengenai identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, formulir informed consent, tensimeter merk Riester, multi-sample needle, needle holder, heparinized vacuum tube dan pemeriksaan Serum Kreatinin kit.
4.8 Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini akan dianalisis tentang tiga komponen Sindrom Metabolik yaitu Hipertensi, Obesitas Sentral dan Diabetes Mellitus sebagai faktor prediktor kejadian Penyakit Ginjal Kronis pada populasi di Kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali. Semua subjek penelitian diberikan penjelasan ini secara terperinci mengenai maksud dan tujuan penelitian serta diminta menandatangani informed consent. Semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan serum kreatinin Sebelum penelitian ini dilakukan akan terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Komisi Etika Unit Penelitian dan Pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana- RSUP Sanglah Denpasar dan mendapatkan surat keterangan etika.
51
Variabel-variabel yang diukur pada penelitian sebelumnya adalah tekanan darah baseline, gula darah puasa, lingkar pinggang . Subjek dengan riwayat keluarga langsung dengan hemodialisis, atau transplantasi ginjal, merokok, penyakit jantung, hamil, usia lebih dari 80 tahun saat follow up ini, penggunaan NSAID, riwayat batu ginjal atau infeksi saluran kemih berulang, dan pada penelitian sebelumnya terdapat proteinuria
diesklusi dari penelitian ini. Dari
sampel yang dipilih diperiksa darahnya untuk menentukan kadar serum kreatinin dan
diukur eGFRnya dengan menggunakan rumus Cockcroft-Gault
untuk
menentukan apakah subjek sudah menjadi PGK atau belum. Data-data yang didapat diolah dan dianalisis hubungannya.
Total populasi pada penelitian Blahbatuh sebelumnya ( 3038 subjek ) tahun 2005, 549 subjek diperiksa kadar serum kreatinin untuk menentukan eGFR
Subjek yang pada penelitian terdahulu tidak PGK , 301 subjek ( data penelitian tahun 2004 )
Kriteria Eksklusi
Kriteria Inklusi
Subjek yang bersedia kembali ikut dalam penelitian follow up ini dihitung GFRnya setelah 6 tahun( tahun 2011)
Analisis Data
Hasil penelitian
Gambar alur penelitian digambarkan pada skema di atas
52
4.9 Analisis data Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan pemeriksaan data. Setelah data yang terkumpul lengkap maka dilakukan serangkaian tahapan analisis data sebagai berikut : 1. Data penelitian dilakukan uji normalitas : tes Kolmogorov – Smirnov dengan nilai kemaknaannnya p > 0,05 2. Analisis Statistik Deskriptif 3. Relative Risk (RR) dikalkulasi dengan 95% Interval Kepercayaan 4. Tabel 2 x2 digunakan untuk menganalisis Relative Risk yang berhubungan antara Hipertensi dan PGK, Obesitas Sentral dan PGK, Diabetes Mellitus dan PGK 5. Analisis data dilakukan dengan program perangkat lunak komputer
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Gambaran Umum Blahbatuh adalah salah satu kecamatan dari 7 kecamatan di Kabupaten Gianyar, Bali. Kecamatan Blahbatuh adalah daerah semiurban, daerah transisi dari daerah pantai dan daerah non pantai, juga merupakan daerah transisi dari pedesaan dan perkotaan. Data geografi yang didapatkan dari Kantor Kecamatan Blahbatuh pada tahun 2010 adalah total luas wilayah 39,70 km2 , yang terdiri dari 9 desa yang diwilayahi oleh 2 puskesmas yaitu Puskesmas Blahbatuh I dan Puskesmas Blahbatuh II. Kecamatan Blahbatuh terletak pada ketinggian ± 300 m dari permukaaan laut, berbatasan dengan Desa Pejeng ( Kecamatan Tampak Siring ) di utara, Desa Lebih di timur, Desa Kemenuh ( kecamatan Sukawati ) di barat dan Desa Masceti di selatan Puskesmas Blahbatuh I mewilayahi 5 desa dengan total luas wilayah kerja 20,2 km2 yaitu Desa Medahan ( 4 dusun ), Desa Belega ( 6 dusun ) dan Desa Bona ( 6 dusun ) sedangkan Puskesmas Blahbatuh II mewilayahi 4 desa yaitu : Desa Blahbatuh ( 13 dusun ) Desa Saba ( 8 dusun ) Desa Buruan ( 8 dusun ) dan Desa Bedulu ( 12 dusun ) . Total jumlah penduduk Kecamatan Blahbatuh tahun 2010 adalah 62.796 jiwa., total jumlah kepala keluarga ( KK ) 12.205 dengan kepadatan penduduk/km2 1.372 jiwa/km2. Distribusi penduduk berdasarkan, jenis kelamin laki-laki 30.255 jiwa dan 32.541 jiwa perempuan. Blahbatuh sebagai daerah transisi sekaligus merupakan salah satu daerah pariwisata di Bali, dengan komposisi penduduk sangat heterogen baik penduduk asli Blahbatuh maupun pendatang dengan mobilitas yang cukup tinggi karena didukung adanya sarana transportasi yang sangat baik sampai ke pelosok desa. Perekonomian penduduk didominasi oleh sektor pertanian dan
53
54
peternakan, tetapi juga perdagangan, perindustrian, pariwisata dan perikanan. Hal tersebut menjadikan Blahbatuh mengalami perkembangan perekonomian yang pesat, mendorong terjadinya perubahan pola hidup masyarakat. 5.2 Analisis Deskriptif Penelitian tahun 2011 di mulai pada awal Juni 2011 dengan melakukan survey pendahuluan di Kecamatan Blahbatuh untuk mencari nama nama warga yang belum menderita PGK ( LFG > 60 ml/menit/1,73 m3 ) sebanyak 301 orang, yang terdapat pada sample frame penelitian tahun 2005 yang tersebar pada 31 dusun dari 70 dusun yang ada di Kecamatan Blahbatuh. Dua belas orang di antaranya ( 3,98 %) pindah domisili, 29 orang ( 9,6% ) meninggal dengan didominasi pada subjek dengan faktor resiko sebesar 22 orang , dan sisanya 260 ( 86,3%) masih tercatat sebagai warga Kecamatan Blahbatuh yang tersebar pada 31 dusun. Data nama warga Kecamatan Blahbatuh yang tersebar di 4 desa dan 31 dusun dibuatkan list perdusun. Semua sampel yang masih tercatat sebagai warga Kecamatan Blahbatuh dimasukkan sebagai daftar populasi target. Selanjutnya dilakukan sosialisai tentang maksud, tujuan dan tata cara pelaksanaan penelitian dengan mengumpulkan kelian- kelian
dusun yang nama-nama penduduknya
masuk ke dalam daftar populasi target yang dilakukan di kantor Kepala Desa Bedulu, Blahbatuh, Buruan dan Saba . Daftar nama populasi target, dilakukan pendataan ulang oleh masing masing klian dusun dan diminta kesediaannya warganya untuk ikut kembali
dalam penelitian tahun 2011. Penduduk yang
meninggal, pindah domisili dan menolak ikut serta dalam penelitian dikeluarkan dari penelitian ini. Distribusi sampel tahun 20011 dapat dilihat pada gambar 5.1
55
Distribusi Sampel Non PGK penelitian Blahbatuh 2011 32
27
18
13
24
21 15
9
15 13 7
1 3
6
2
3
9 3
12 6
2
6 5
10 3 2
7
11 2
7 7
Gambar 5.1 Distribusi Sampel Penelitian Seratus duapuluh orang dari penelitian 6 tahun yang lalu di Kecamatan Blahbatuh, bersedia ikut kembali dan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikut sertakan pada penelitian ini. Terhadap sampel yang diikut sertakan dalam penelitian ini dilakukan anamnesis, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan fisik umum dan pengambilan sampel darah untuk diperiksa kadar serum kreatininnya . Dari 120 orang sampel didapatkan rata-rata umur 53,7 ± 8,8 tahun , sampel termuda berusia 29 tahun dan tertua berusia 74 tahun yang terdiri dari 98 sampel ( 81,7%) laki-laki dan 22 sampel (18,3%) perempuan.
Pada penelitian ini
didapatkan , jumlah sampel yang menjadi PGK sebesar 30 orang dan yang tidak menjadi PGK sebesar 90 orang , sehingga didapatkan , insiden PGK dengan rumus C-G sebesar 25 % selama 6 tahun, dan hasil insiden pertahunnya adalah 4,89 %. Karateristik sampel pada pada populasi penelitian tahun 2005 dan 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1. Median umur, tekanan darah sistolik dan diastolik, serum kreatinin lebih tinggi pada penelitian tahun 2011, tetapi median untuk lingkar pinggang dan berat badan menurun pada penelitian tahun 2011. Sedangkan eGFR didapatkan penurunan pada tahun 2011
56
Tabel 5.1 Karateristik Sampel Penelitian Rerata ± SB tahun 2005
Variabel Umur ( tahun )
47,52 ± 8,86
Rerata ± SB tahun 2011 53,70 ± 8.,3
Jenis Kelamin, N (%) Laki-laki
98 ( 81,7%)
Perempuan
22 ( 18,3%)
Berat Badan ( kg )
66,04 ± 0,635
62,85 ± 12,36
Lingkar pinggang ( cm )
86.,45 ± 11,37
84,85 ± 11,59
Tekanan darah sistolik ( mmhg )
129,92 ± 21,78
134,62 ± 29,64
Tekanan darah diastolik ( mmhg)
83,15 ± 13,09
83,33 ± 14,98
Serum creatinin ( mg/dl )
1,05 ± 0,18
2,12 ± 11,44
86,35 ± 13,09
83,77 ± 75,27
2
eGFR ( mL/min per 1.73 m ) Pendidikan , N (%) Tidak Tamat SD
15 ( 12,5%)
SD
55 ( 45,8%)
SMP
16 ( 13,3%)
SMA
25 ( 20,8%)
Akademi
2 ( 1,6%)
Perguruan Tinggi
7( 5,8%)
Pekerjaan , N (%) Tidak bekerja PNS Swasta Pensiun Pedagang Buruh Lain-lain Suku , N (%) Bali Jawa
10 ( 8,3%) 6 ( 5%) 12 (10%) 4 ( 3,3%) 23 ( 19,16%) 52 ( 43,3%) 13 ( 10,8%)
116 ( 96,6%) 4 ( 3,33%)
57
5.3 Uji Normalitas dan Homogenitas Data Pada penelitian ini data berdistribusi tidak normal maka dilakukan analisis komparatif dengan uji non parametrik yaitu dengan uji Chi Square dan jika tidak memenuhi syarat menggunakan uji Fisher. Pada penelitian ini semua data berdistribusi tidak normal sehingga menggunakan uji Fisher.
5.4 Uji Inferensial Dari uji analisis dengan menggunakan
Tabel 2 x2 digunakan untuk
menganalisis Relative Risk yang berhubungan antara Hipertensi dan PGK, Obesitas Sentral dan PGK, Diabetes Mellitus dan PGK didapatkan RR untuk masing masing komponen sindrom metabolik dan gabungan antara 2 komponen sindroma metabolik adalah RR antara DM dengan PGK sebesar 2.074 (Cl 95% 0.409-10.522 ; p : 0.57 ); RR antara HT murni dengan PGK sebesar 2.822 ( Cl 95% 0.883-9.016; p : 0,081 ); RR antara Obesitas Sentral dengan PGK sebesar 3.733( Cl 95% 0.820-16.987; p: 0,155 ); . RR antara DM + OS dengan PGK sebesar 3.500 ( Cl 95% 0.868-14.110 ; p : 0.109); RR antara DM + HT dengan PGK sebesar 4.667 ( Cl 95% 0.811-26.866; p : 0,253 ); RR antara HT + OS dengan PGK sebesar 2.240 ( Cl 95% 0.625-8.030; p : 0,278 ) Hasil uji analisis Tabel 2x2 untuk masing–masing komponen sindrom metabolik bai secara tunggal maupun berkelompok dapat dilihat pada Tabel 5.2 sampai dengan 5.7
58
Tabel 5.2 Diabetes Mellitus sebagai preditor Penyakit Ginjal Kronis Penyakit Ginjal Kronis Total Ya
Tidak
DM
2
7
9
Tanpa faktor resiko
3
25
28
Total
5
32
37
RR antara DM dengan PGK sebesar 2.074 ( Cl 95% 0.409-10.522 ; p : 0.57 ) Tabel 5.3 Hipertensi sebagai prediktor Penyakit Ginjal Kronis Penyakit Ginjal Kronis Total Ya
Tidak
Hipertensi
13
30
43
Tanpa faktor resiko
3
25
28
Total
16
55
71
RR antara HT murni dengan PGK sebesar 2.822 ( Cl 95% 0.883-9.016; p : 0,081) Tabel 5.4 Obesitas sentral sebagai prediktor penyakit ginjal kronik Penyakit Ginjal Kronis Total Ya
Tidak
Obesitas Sentral
2
3
5
Tanpa faktor resiko
3
25
28
Total
5
28
33
RR antara Obesitas Sentral murni dengan PGK sebesar 3,733( Cl 95% 0.82016.987; p: 0,155 )
59
Tabel 5.5 Diabetes mellitus + obesitas sentral sebagai prediktor penyakit ginjal kronik Penyakit Ginjal Kronis Total Ya
Tidak
DM + OS
3
5
8
Tanpa faktor resiko
3
25
28
Total
6
30
36
RR antara DM + OS dengan PGK sebesar 3.500 ( Cl 95% 0.868-14.110 ; p : 0.109) Tabel 5.6 Diabetes mellitus + hipertensi sebagai prediktor penyakit ginjal kronik Penyakit Ginjal Kronis Total Ya
Tidak
1
1
2
Tanpa faktor resiko
3
25
28
Total
4
26
30
DM
+ HT
RR antara DM + HT dengan PGK sebesar 4.667 ( Cl 95% 0.811-26.866; p: 0,253) Tabel 5.7 Hipertensi + obesitas sentral sebagai prediktor penyakit ginjal kronis Penyakit Ginjal Kronis Total Ya
Tidak
HT + OS
6
19
25
Tanpa faktor resiko
3
25
28
Total
9
44
53
RR antara HT + OS dengan PGK sebesar 2.240 ( Cl 95% 0.625-8.030; p : 0,278 )
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Karateristik Subjek dalam Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 dan tahun 2011, peneliti menilai fungsi ginjal penduduk kecamatan Blahbatuh Gianyar Bali, dalam suatu penelitian kohort selama 6 tahun. Penelitian pertama pada tahun 2005 menilai prevalensi PGK, dan mendapatkan hasil 7,8% (MDRD).
Penelitian
pertama ini juga mengidentifikasi beberapa faktor resiko PGK yaitu merokok, diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, obesitas sentral dan persisten proteinuria. Sebagai perbandingan, prevalensi PGK di Indonesia adalah 12,5% ( C-G) dan 8,6% ( MDRD). Variasi mungkin disebabkan oleh karateristik sampel yang berbeda, terutama usia, faktor resiko yang terkait, metode penelitian untuk mengestimasi GFR atau definisi dari PGK. Pada penelitian lanjutan tahun 2011, estimasi GFR menggunakan rumus C-G dan bukan dengan rumus MDRD karena pemeriksaan albumin dan Blood urea nitrogen tidak dilakukan pada penelitian tahun 2011, di samping itu terdapat beberapa keterbatasan pada penggunaan MDRD formula yaitu , MDRD formula dibuat lebih untuk pasien dengan PGK sedang sampai berat tetapi tidak untuk community-based sampel yang masih relatif bagus fungsi ginjalnya. Dari hasil penelitian Tahun 2011 didapatkan Insiden PGK diukur dengan rumus C-G pada penduduk Desa Blahbatuh Gianyar Bali selama 6 tahun , sebesar 25%, atau pertahunnya sebesar 4,16%, dengan demikian dapat di gambarkan bahwa pertahunnya didapatkan kasus baru PGK pada masyarakat sebesar 4, 16%.
60
61
Sepengetahuan peneliti, sampai saat ini belum ada data pembanding Insiden PGK di Bali maupun di Indonesia. Di sini juga ditemukan bahwa insiden PGK pada kelompok yang mempunyai resiko yaitu mempunyai salah satu atau lebih komponen sindrom metabolik adalah sebesar : 29,34% selama 6 tahun atau sebesar 4,89% pertahun, sedang kan yang tidak mempunyai faktor resiko insiden PGK sebesar 10% selama 6 tahun, atau sebesar 1,66% pertahun. Sebagai perbandingan, study NHANES III yang meneliti tentang hubungan PGK dengan Sindrom metabolik menghasilkan angka prevalensi untuk PGK sebesar 1,2% pada sampel tanpa SM dan 6,0% pada sampel dengan SM (Chen dkk, 2004). Suatu penelitian di Korea didapatkan hasil prevalensi PGK dengan MS sebesar 9,0%, sedangkan prevalensi PGK secara umum sebesar 6.8% (Jang dkk, 2010). Dengan menggunakan tabel 2 x 2 untuk menilai relative risk , penelitian ini meneliti tentang 3 komponen sindrom metabolik yaitu hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas sentral sebagai prediktor kejadian penyakit ginjal kronis di masyarakat. Dengan menggunakan tabel 2 x 2 untuk menilai relative risk pada penelitian ini didapatkan hasil relative risk untuk diabetes mellitus murni adalah sebesar 2,07, hipertensi murni adalah sebesar 2,822, Obesitas sentral murni adalah sebesar 3,73, Diabetes mellitus + Obesitas sentral sebesar : 3,5, Diabetes mellitus + Hipertensi sebesar 4,6 dan Hipertensi + Obesitas Sentral sebesar 2,24.
62
6.2 Hubungan Komponen Sindrom Metabolik dengan Penyakit Ginjal Kronik 6.2.1 Hubungan hipertensi dengan PGK Pada penelitian ini didapatkan sampel dengan hipertensi murni 43 orang dan yang menjadi PGK sebesar 13 orang ( 30,2%) dan tidak menjadi PGK sebesar 30 orang (69,8% ). Analisis statistik fisher menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara hipertensi murni dengan terjadinya PGK, p : 0,081 (p > 0,05) .Relative risk didapatkan sebesar 2,822 dengan confidence interval 0,883 – 9,016 yang menunjukkan bahwa orang yang mengalami Hipertensi mempunyai risiko 2,822 kali lebih tinggi untuk kemungkinan terjadinya PGK dibandingkan orang yang tanpa faktor resiko. Dari hasil tersebut maka interpretasi hasil penelitian ini dengan batas kemaknaan 5% dan efek size minimal :2 ,adalah p : 0,081 ( p > 0,05) interprestasi secara statistik tidak bermakna, dan RR ( IK 95%) sebesar 2,822 ( > 2 ) maka interprestasi klinisnya adalah mempunyai kecenderungan sebagai faktor resiko. Hipertensi sudah diketahui sebagai faktor resiko terhadap perburukan fungsi ginjal dan terjadinya penyakit ginjal kronis fase terminal. Sebelumnya, tekanan darah sistolik juga menjadi prediktor yang sangat kuat terhadap Penyakit Ginjal Tahap Akhir pada penelitian kohort MRFIT, sedangkan tekanan darah diastolik lebih kurang memegang peranan secara independen. Penelitian terbaru di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa hipertensi secara independen juga berhubungan dengan kejadian PGK baru. Pada penelitian ini didapatkan relative risk untuk Hipertensi murni sebesar 2,822 yang berarti penderita hipertensi mempunyai resiko terjadi PGK 2,822 lebih besar dari pada tanpa resiko ( Haroun dkk, 2003).
63
6.2.2 Hubungan Obesitas Sentral dengan PGK Pada penelitian ini didapatkan sampel dengan obesitas sentral murni 5 orang dan yang menjadi CKD sebesar 2 orang ( 40 %) dan tidak menjadi CKD sebesar 3 orang (60 %). Analisis statistik fisher menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara obesitas sentral murni dengan terjadinya PGK, p : 0,15 (p > 0,05) .Relative risk didapatkan sebesar 3,733 dengan confidence interval 0,820 – 16,987 yang menunjukkan bahwa orang yang mengalami obesitas sentral mempunyai risiko 3,733 kali lebih tinggi untuk kemungkinan terjadinya PGK dibandingkan orang yang tanpa faktor resiko. Dari hasil tersebut maka interpretasi hasil penelitian ini dengan batas kemaknaan 5% dan efek size minimal :2 ,adalah p : 0,15 ( p > 0,05) interprestasi secara statistik tidak bermakna, dan RR ( IK 95%) sebesar 3,733 ( > 2 ) maka interprestasi klinisnya , mempunyai kecenderungan sebagai faktor resiko. Obesitas merupakan salah satu prediktor dari PGK dan telah diteliti dalam penelitian Framingham dan didukung oleh penelitian Ishizaka dkk di Jepang dan penelitian Fok dkk.
Lingkar pinggang dan rasio pinggang-pinggul yang
mengidentifikasikan adanya obesitas visceral, merupakan prediktor yang lebih sensitif dibandingkan IMT. Mekanisme dari fungsi ginjal yang abnormal pada obesitas adalah : 1. Aktifasi dari system saraf simpatis, 2. Aktifasi dari system rennin angiotensin (RAS), 3. Adypocyte-derived sitokin, misalnya leptin, 4. Kompresi secara fisik pada ginjal karena akumulasi dari lemak intrarenal dan matrix ekstraselular, 5. Perubahan hemodinamik-hiperfiltrasi, karena peningkatan tekanan intraglomerular. 6. Gangguan dari renal-pressure natriuresis ( tekanan tinggi diperlukan untuk ekskresi dari sodium ) ( Naumik dan Mysliwiec , 2010 ).
64
6.2.3 Hubungan diabetes mellitus dan PGK Pada penelitian ini didapatkan
sampel dengan diabetes mellitus murni
sebesar 9 orang dan yang menjadi PGK sebesar 2 orang ( 22,2%) dan tidak menjadi PGK sebesar 7 orang (77,8% ). Analisis statistik fischer menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara DM murni dengan terjadinya PGK , p : 0,57 (p > 0,05) .Relative risk didapatkan sebesar 2,074 dengan confidence interval 0,409 – 10,522 yang menunjukkan bahwa orang yang mengalami DM mempunyai risiko 2,074 kali lebih tinggi untuk kemungkinan terjadinya PGK dibandingkan orang yang tanpa faktor resiko. Dari hasil tersebut makan interpretasi hasil penelitian ini dengan batas kemaknaan 5% dan efek size minimal :2 ,adalah p : 0,57 ( p > 0,05) interprestasi secara statistik tidak bermakna, dan RR ( IK 95%) sebesar 2,074 ( > 2 ) maka mempunyai kecenderungan sebagai faktor resiko yang penting. Nefropati diabetik merupakan penyebab tertinggi dari Penyakit Ginjal Tahap Akhir di beberapa Negara. Diabetes merupakan prediktor independen untuk kejadian PGK baru pada Framingham kohort dan penelitian kohort di Maryland. Pada penelitian selanjutnya , yang teridentifikasi hanya pasien dengan PGK yang berat. Kebalikannya, suatu penelitian crossectional dari Australia menemukan bahwa diabetes berhubungan dengan proteinuria, teteapi tidak menurunkan GFR. Diabetes tidak secara independen menyebabkan penurunan GFR secara moderat pada penelitian kohort lainnya dengan sample kebanyakan laki-laki kulit putih pada penelitian Physician’s Heath study.
Dan tidak berhubungan dengan
penurunan GFR pada penelitian kohort di Jepang. Walaupun
Diabetes
65
berhubungan dengan peningkatan
kejadian penurunan fungsi ginjal pada
penelitian tersebut, peningkatan resiko secara statistik tidak bermakna. Tingginya angka kematian pada individu dengan diabetes , yang mungkin juga mempunyai kerusakan pada ginjal, mungkin merupakan penyebab utama dari underestimasi tentang peranan diabetes untuk memprediksi penurunan fungsi ginjal (Ramirez dkk, 2002).
6.2.4 Hubungan antara gabungan komponen sindrom metabolik dengan PGK Semua komponen sindrom metabolik, baik secara individual maupun bersama sama menpunyai hubungan dengan insiden dan terjadinya penyakit ginjal kronis. Walaupun mekanisme dasarnya masih belum sepenuhnya dapat dimengerti, tetapi mungkin berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin, gangguan metabolisme lemak ( lipotoksisitas ), peranan sitokin proinflamasi (CRP, IL6, TNF α, Resistin), disfungsi endotel ginjal , stress oksidatif, perubahan hemodinamik ginjal , aktivasi dari sistim rennin-angiotensin-aldosteron (RAA), aktivasi sistim saraf simpatik dan faktor diet dalam menyebabkan perburukan fungsi ginjal. Sebuah penelitian cross-sectional pada 6217 sampel di Amerika menunjukkan Odd Ratio untuk sindrom metabolik didapatkan sebesar 2,6 , yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara sindrom metabolik dengan PGK ( Chen dkk, 2004). Sebuah penelitian kohort yang dilakukan oleh Hongkong Diabetes Registry terhadap 5.829 penderita DM tipe 2 terhadap new onset PGK menunjukkan Hazzard Ratio sebesar 1,31, dan hubungan antara komponen SM dengan DM dan
66
satu , dua , tiga, empat lagi komponen SM terhadap PGK adalah masing-masing sebesar 1,15, 1,32, 1,64 dan 2,34. Dengan obesitas sentral, hipertrigelisemia, hipertensi dan index masa tubuh yang rendah sebagai independen prediktor untuk PGK ( Luk dkk, 2008). Sedangkan penelitian hubungan antara sindrom metabolik dengan PGK pada populasi dewasa non diabetik pada 10.096 subjek, dan dilakukan follow up setelah 9 tahun, didapatkan OR sebesar 1,43. Dibandingkan dengan individu tanpa SM, didapatkan OR terhadap SM sebesar masing-masing satu komponen sebesar 1,13, dua komponen : 1,53, tiga komponen : 1,75, empat komponen : 1,84 dan lima komponen : 2,45 ( Kurella dkk, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh KNHANES III di Korea yang melibatkan 5136 partisipan menunjukkan hasil bahwa partisipan dengan MS mempunyai resiko ,.77 kali lebih tinggi untuk menjadi PGK, dibandingkan dengan partisipan tanpa MS. ( Jang dkk, 2010). Sebuah study kohort prospektif yang dilakukan di Cina terhadap 5829 sampel selama 5 tahun yang meneliti hubungan SM sesuai dengan kriteria NCEP-ATP III dengan PGK didapatkan HR untuk 2 komponen sindrom metaboli sebesar 1,15 (95% CI 0,83-1,60 ; p : 0,407 ), 3 komponen sindrom metabolik sebesar 1,32 ( 95% CI 0,94-1,86; p : 0,112 ), 4 komponen sindrom metabolik sebesar 1,64 ( 95% CI 1,17-2,32 ; p: 0,004 ), 5 komponen sindrom metabolik sebesar 2,34 ( 95% CI 1,54-3,54 ; p : 0,001). Dan dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa sindrom metabolik merupakan faktor resiko progresivitas PGK ( Andrea dkk, 2008 ).
67
Pada penelitian ini kami hanya dapat menganalisis hubungan anatara 1 dan 2 komponen gabungan sindroma metabolik, dan tidak didapatkan sampel dengan 3 komponen sindrom metabolik. Hasil analisis untuk satu komponen sindrom metabolik sudah dibahas sebelumnya, dan hasil dari analisis data terhadap 2 komponen sindrom metabolik adalah sebesar : RR antara DM + OS dengan PGK sebesar 3,500 ( Cl 95% 0,868-14,110 ; p : 0,1); RR antara DM + HT dengan PGK sebesar 4,667 ( Cl 95% 0,811-26,866; p : 0,25 ); RR antara HT + OS dengan PGK sebesar 2,240 ( Cl 95% 0,625-8,030; p : 0,27 ). Dari analisis data tersebut, secara statistik didapatkan semua
p > 0,05 dan
interprestasi secara statistik tidak
bermakna, tetapi semua dan RR ( IK 95%) sebesar
> 2 maka interprestasi
klinisnya adalah semua mempunyai kecenderungan sebagai faktor prediktor PGK. Dimana RR yang paling tinggi didapatkan pada sampel dengan kombinasi faktor resiko Diabetes mellitus + Hipertensi diikuti dengan Diabetes mellitus+Obesitas sentral dan Hipertensi +Obesitas sentral. Hal tersebut di atas, kemungkinan disebabkan karena besar sampel yang berhasil kami dapatkan kembali sangat kecil, waktu sehingga mempengaruhi kemaknaan
statistik,
sebagai
perbandingan,
penelitian-penelitian
tentang
hubungan antara sindroma metabolik dengan penyakit ginjal kronis yang mendapatkan hasil yang bermakna mempunyai jumlah sampel yang sangat besar, sebagai contoh yaitu Chen dkk, (2004) dengan N : 6217, Kurella dkk, (2005) N : 10.096, Rashidi dkk, (2007) N :4,607 dan Zhang dkk, (2007) dengan N : 2310. Disamping itu, rentang waktu follow up yang pendek, sehingga terdapat kemungkinan belum terjadi PGK pada individu dengan faktor resiko. Beberapa
68
penelitian dengan hasil yang bermakna mempunya rentang follow up yang lebih lama, sebagai contoh Kurella 2005, follow-up dilakukan selama 9 tahun, Kitiyakara (2007), follow-up selama 12 tahun.Tingginya angka mortalitas pada kelompok dengan faktor resiko yang diprediksi
mungkin juga mempunyai
kerusakan pada ginjal, mungkin merupakan penyebab dari under estimate tentang peranan faktor resiko tersebut untuk memprediksi penurunan fungsi ginjal, hal serupa ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Ramirez dkk , (2002).
6.3 Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini didapatkan beberapa keterbatasan yaitu : 1. Pada penelitian ini kami tidak mencari sampel yang sudah pindah domisili; 2. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kohort retrospektif yang sangat tergantung pada data sekunder yang ada sebelumnya; 3. Pada penelitian ini kami mencari kembali sampel yang sama seperti yang diteliti pada tahun 2005, untuk menemukan orang yang sama dan meyakinkan kembali untuk ikut dalam penelitian ini kembali, bukanlah hal yang mudah; dan 4. Kami hanya dapat meneliti sebagian dari komponen sindrom metabolik pada penelitian ini , karena data dari tahun 2005 tidak lengkap semua komponen yang diperiksa, sehingga tidak memungkinkan untuk diteliti kembali saat ini.
69
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 1. Insiden PGK secara keseluruhan pertahunnya di Kecamatan Blahbatuh Gianyar sebesar 4,16%. 2. Insiden PGK pada kelompok dengan komponen sindrom metabolik sebesar 4,89% pertahunnya dan pada kelompok tanpa komponen sindrom metabolik sebesar 1,66%. 3. Hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus secara statistik tidak bermakna sebagai prediktor kejadian penyakit ginjal kronis , tetapi karena semua RR > 2 maka didapatkan kecenderungan yang kuat bahwa komponen sindrom metabolik ( hipertensi dan/atau obesitas sentral dan/atau diabetes mellitus ) sebagai faktor resiko kejadian penyakit ginjal kronis.
7.2 Saran 1. Penapisan untuk mendeteksi penurunan fungsi ginjal dan intervensi yang lebih awal untuk memodifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan faktor resiko kejadian penyakit ginjal kronis harus dipertimbangkan dilakukan pada individu yang masih belum terjadi PGK 2. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menilai apakah implementasi dari hasil penelitian ini dapat menurunkan insiden PGK di masyarakat.
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Al Daleamy WK, Willet DC, Manson JE, Spelzer FE, HU FE. Soking and mortality among women with type2 diabetes. Diabetes care 2001; 24 (12) : 2043-2048 Andrea OY , Wing Yee So. Smith CA. Flemming Y. Metabolic syndrome predicts new onset of CKD. Diabetes Care 2008;31: 2357-2361 Chagnac A, Wemstem T, Korzets A, Ramadan E, Hirsch J, Gafter U. Glomerular hemodynamics in severe obesity. Am J Physiol Renal Physiol 2000; 278: F817-822 Chagnac A, Weisten T, Herman M, Hirsch J, Gaffer U, Yaacov O. The effect of weight loss on renal function in patient with severe obesity. J Am soc Nephrol. 2003; 14:1480-6 Chalmers L, Kaskel FJ, Bamgbola O. The role of obesity and its biochnical correlate in the progression of chronic kidney disease. Adv Chornic Kidney Dis 2006;13: 352-364 Chen J, Mutner P, Hamm L. Jones DW, Batuman V, Fonseca V, Whelton PK, He J . The Metabolic Syndrome and Chronic Kidney Disease in US Adults. Ann Intern Med 2004: 140: 167-174 Chen Nan, Wang W , Huang Y, Shen P, Pei D, Yu H, Shi H, Zhang Q, Xu J, Fan Q. Community-based study on CKD subjects and the associated risk factors. Nephrol Dial Transplant (2009) 24: 2117-2123 Chen Wei, Lm Q, Wang H, Chen Weiqmg, Johnson RJ, Dong X, Li H, Ba S, Tan J, Luo N. He H, Yu H. Prevalence and risk faktor of chronic kidney disease : a population study in the Tibetan population. Nephrol dial transplant, October 12, 2010 Chobanian AV, Bakris GL, Cushman WS, Green LA, Izzo Jr JL , Rocella TJ. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report, JAMA 2003 May 21, 289(19) 2560-72
71
Coresh J, Selvin E, Stevens LA, Manzi J, Kusek JW, Eggers P, Van Lente F, Levey AS Prevalence of Chronic Kidney Disease in the United States. JAMA, Nov 7, 2007 vol 298 no 17 DeFronzo RA, Ferrannini E. Insulin resistance. A Multifaceted syndrome responsible for NIDDM, obesity, hypertension, dyslipidemia and atherosclerotic cardiovaskylar disease. Diabetes care 1991;14:173-194 Domrongkitchaiporn S, Sritara P, Kitiyakara C, Stitchantrakul W, Krittaphol V, Lolekha P, Cheepudomwit S, Yipintsoi T. Risk factor for development of decreased kidney function in a southeast Asia population : A 12-year cohort study. J Am Soc Nephrol 16:791-799, 2005 Eckel RH, Grundy SM, Zirhmet PZ. The metabolic syndrome. Lancet 2005; 365: 1415-28 Elsayed K. Obesity and Chronic Kidney Disease. Arch Item Med 2008; 164 : 249258 Fried LF, Orchard TJ, Kasiske BL. Effect of lipid reduction on the progession of renal disease: A meta-analysis. Kidney Int 2001 ; 59: 260-269 Excecutive Summary of The Third Report of the national Cholesterol Education Program (NCEP) Expert panel on Detection , Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults ( Adult treatment Panael III), JAMA 2001; 285: 2486-97 Fujita T. Spotlight on rennin. The rennin system, salt-sensitivity and metabolic syndrome. J Renin Angiotensin Aldosterone Syst 2006;7:181-183 Haroun MK, Jaar BG, Hoffmann SC, Comstock GW, Klag MJ, Coresh J. Risk Factor for Chronic Kidney Disease : A Prospective Study of 23.534 Men and Women in Washington County Maryland. J Am Soc Nephrol 14: 2934-2941, 2003 Iseki K. Ikemiya Y, Kinjo K, Inoue T, Iseki C, Takashita S. Body mass index and the risk of development of end-stage renal disease in a screened cohort. Kidney Int 2004;65: 1870-1876 Jang SY, Kirn IL, Ju EY, Ahn SJ, Kirn DY, Lee SW. Chronic Kidney Disease and Metabolic Syndrome in a general Korean populatin : the Third Korea National
72
health and Nutrition Examination Survey (KNHANES III) Study. Journal of public health januari 8, 2010 Kambham N, Markowitz GS, Valen AM, Lm J, D'Agati VD. Obesity-related glomerulopathy: an emerging epidemic. Kidney int 2001; 59 : 1498-1509 Kasiske BL, O'Donnell MP, Keane WF. The Zucker rat model of obesity, insulin resistance, hyperlipidemia and renal injury. Hypertension 1992;19:1110-] 115 Khaimisi M, Flyvbjerg A, Haramati Z . Effect of mild hypoinsulinemia on renal hypertrophy: Growth hormone/insulin-like growth factor I system in mild streptozotocin diabetes. Int J Exp Diabates Res 2002; 257-264 Kitiyakara C, Yamwong S, Cheepudomwit S, Domrongkitchaiporn S, Unkurapinum N, Pakpeankitvatana V, Sritiara P. The metabolic syndrome and chronic kidney disease in Southeast Asian cohort Metabolic syndrome and CKD. Kidney Int 2007; 693-700 Kurella M, Lo JC, Chertow GM. Metabolic syndrome and the risk for chronic kidney disease among nondiabetic adults. J Am Soc Nephrol 16: ???-???, 2005 Lubis HR. Penyakit Ginjal Diabetik. In Sudoyo AW, Setyohadi B, Idrus A Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: 2007. p. 534-536 Luke RG. Hypertensive nephrosclerosis : pathogenesis and prevalence. Essential hypertension is an important cause of end-stage renal disease. Nephrol Dial Transplant (1999) 14 : 2271-2278 Lupia E, Elliot SJ, Lenz O et al. IGF -1 decreases collagen degradation in diabetic NOD mesangial cells : Omplication for diabetic nepropathy. Diabetes 1999:48 : 1638-1644 Lux OYA, So WY, Ma RCW, Kong APS, Ozaki R, Ng VSW, Yu LWL, Lau WWY, Yang X, Chow FCC, Chan JCN, Tong PCY. Metabolic syndrome predict new onset of chronic kidney disease in 5829 patients with tipe 2 Diabates. A 5year prospective analysis of the HongKong Diabates Registry. Diabetes care 31: 2357-2361.2008
73
Marsen TA, Schramek H, Dunn MJ. Renal actions of endothelin : Lingking cellular signaling pathways ti kidney disease. Kidney Int 1994:45:336-344 Mac Carthy HD, Jarrett KV, Emmet PM, Rogers I. Trends in waist circumferences in young Brithish children : a comparative study. Int J Obesity 2005, 29:157-162 McClellan William, Flanders WD. Risk Factors of Progressive Chronic Kidney Disease. J Am Soc Nephrol 14: S65-70. 2003 Montagnam M, Ravichandran LV. Chen H. Esposito DL. Quon MJ Insulin receptor substrate-1 and phosphomositide-dependent kinase-1 are reguired for insulin stimulated production of nitric oxide in vascular endothelial cells J Biol Chem 2003:278: 45021-45026 Muntner P, Coresh J, Smith JC Plasma lipids and risk of developing renal dysfunction The atherosclerosis risk in communities study Kidney Int 2000: 58.293-301 Naumik Beata, Mysliwiec Michal. Renal Consequences of Obesity Med Schi Momt, 2010, 16 (8) RA 163-170 NIH/NHLBI ( National Institutes of Health/National Heart Lung and Blood Institites, 2004 http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf Ngoerah IGN. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf, Airlangga University Press 1992 Nishikawa T, Araki E. Impact of mitochondnal ROS production in the pathogenesis of diabetes mellitus and its complications Antioxid Redox Signal 2007:9: 343-353 NKF K/DOQI Guideline. K/DOQI clinical practice guidelines for chronic idney disease : evaluation, classification and stratification. 2002 Perkeni 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2006 Perlstem TS. Gerhard-Herman M. Hollenberg NK Insulin induces renal vasodilatation. increases plasma rennin activity and sensiti/.es the renal
74
vasculatures to angiotensin receptor blocade in healthy subject J Am Soc Nephrol 2007:18: 944-951 Prodjosudjadi W. Suhardjono. Suwitra K. Pranawa. Widiana IG. Loekman .IS, Prasanto H. Wijayanti Y. Dharmeizar. Sja'bam M, Nasution MY, Basuki W. Aditiawardana, Harris DJ, Pungsley DJ, Working Group of the Indonesian Society of Nephrology Detection and prevention of chronic kidney disease in Indonesia : initial community screening. BMC Nephrol. 2009 jul 21:10 Ramirez SA, Herzog CA. Santini LA. Shilipak K. Kidney Disease and Hiperglicemia. Circulation. 2002: 103: 464-467 Rashidi A, Ghanbanan A. Azizi F : Are Patients Who Have Metabolic Syndrome without Diabetes at Risk for Developing Chronic Kidney Disease Evidence based on Data from a Large Cohort Screening Population. Clin J Am Soc Nephrol 2 : 976-983, 2007 Santoso D, MardianaN. Irwanadi C. Pranawa Yogiantoro M. Soewanto. Referral Pattern in Chronic Dialysis patient ( abstract). Annual meeting nephrology 2001 Medan November 1-3. 2001 Sastroasmoro, S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Dalam Ismail S (ed). Edisi ke 2 Jakarta 2002. Sagung Seto Sowers JR. Metabolic risk factors and renal disease. Kidney Int 2007; 71: 719-720 Steinberg HO, Chaker H, Learning R . Obesity/insulin resistance is associated with endothelial dysfunction. Implications for the syndrome of insulin resistance. J Clm Invest 1996; 97: 2601-2610 Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In Sudoyo AW, Setyohadi B, Idrus A Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: 2007. p. 570-573 Sudoyo AW, Setyohadi B, Idrus A Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2007. Taal MW, Brenner BM : Predicting initiation and progression of chronic kidney disease : Developing renal risk scores. Kidney Int 2006 Nov;70 (10) : 1694705
75
Takamatsu H, Abe H, Tominaga T, Nakahara K, Ito Y, Okumoto Y, Kim J, Kitazake M, Doi T. Risk factors for chronic kidney disease in Japan : a community-based study. BMC Nephrol 2009, 10:34 Wahba IM, Mak RH. Obesity and Obesity-Initiated Metabolic Syndrome: Mechanistic Link to Chronic Kidney Disease. Clin J Am Soc Nephrol 2 : 550562,2007 WHO/IASO/OTF. The Asia pasicif perspective: redefining obesity and its treatment. Health communication. Australia , Merlbourne, 2000 Widiana I Gde Raka. Distribusi geografis penyakit ginjal kronik di bali : Komparasi formula Cockcroft-Gault dan formula Modification of Diet In renal Disease. J Penyakit Dalam, vol 8 nomor 3 September 2007 Widiana IGR. Detection and Prevention of Chronic Kidney Disease in Indonesia : Bali community Screening and Follow up Study. 2009 World Health organization : Burden of disease project. http://wwwf3. who.int/who sis/menu,cfm?=evidence, burden&language=English Yamagata K, Ishida K, Sairenchi T , Takashi H, Ohba S, Shiigai T, NaritaM and Koyama A. Risk factor, for chronic kidney disease in a community-based population : a 10-years follow-up study. Kidney International 71,159-166 ( 1 January 2007) Zhang LX, Zuo L, Wang F, Wang M, Wang SY, Liu LS, Wang HY .Metabolic Syndrome and Chronic Kidney Disease in a Chinese Population Aged 40 years and Older. Mayo Clin Proc. 2007;82(7): 822-827
76
Lampiran 1 JADWAL KEGIATAN Rencana penelitian digambarkan pada tabel di bawah ini :
No
Kegiatan
1
Pembuatan Proposal
2
Presentasi Proposal
3
Pengambilan Sampel
4
Pengolahan Data
5
Presentasi
Januari Februari
2011 Juni
Juli
Agustus
Sept
Rincian Biaya No
Kegiatan
Jumlah
Pembelian kertas dan alat tulis a. Kertas, fotokopi, dan alat lain
Rp 1.000.000,-
b. Tinta printer
Rp
750.000,-
Pembelian bahan dan biaya pemeriksaan penelitian a. Semprit dan jarum 21 G : 84 X Rp 3.500
Rp. 294.000
b. Serum Kreatinin : 84 x Rp. 34.000
Rp. 2.856.000
Perijinan
Rp. 2.000.000
Konsumsi selama penelitian lapangan
Rp. 2.000.000
Transportasi dan akomodasi
Rp. 3.000.000
Analisis Data
Rp. 200.000
Percetakan dan Pengadaan Hasil
Rp. 300.000
Total
Rp 12.400.000
2012 Jan
77
Lampiran 2 RINCIAN BIAYA No
Kegiatan
Jumlah
Pembelian kertas dan alat tulis c. Kertas, fotokopi, dan alat lain
Rp 1.000.000,-
d. Tinta printer
Rp
750.000,-
Pembelian bahan dan biaya pemeriksaan penelitian c. Semprit dan jarum 21 G : 84 X Rp 3.500
Rp. 294.000
d. Serum Kreatinin : 84 x Rp. 34.000
Rp. 2.856.000
Perijinan
Rp. 2.000.000
Konsumsi selama penelitian lapangan
Rp. 2.000.000
Transportasi dan akomodasi
Rp. 3.000.000
Analisis Data
Rp. 200.000
Percetakan dan Pengadaan Hasil
Rp. 300.000
Total
Rp 12.400.000
78
Lampiran 3 INFORMASI PENELITIAN PADA PASIEN Kami mengharapkan partisipasi anda dalam penelitian ilmiah yang akan dilakukan oleh dr. Linda FDPH Secara keseluruhan 200 peserta termasuk anda akan berperan serta. Sebelum memutuskan untuk ikut serta dalam penelitian ini, anda membaca informasi ini dan peneliti akan memberikan informasi yang seluas-luasnya bagi anda yang belum mengerti akan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko penyakit ginjal kronis bagi anda yang mengalami beberapa komponen sindrom metabolic yaitu darah tinggi, obesitas sentral dan kadar gula yang tinggi. Pada penelitian ini akan dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraterium. Bila anda ikut serta dalam penelitian ini maka anda akan diwawancarai dan menjawab beberapa pertanyaan dan dilakukan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan darah. Pada pemeriksaan laboraterium akan diambil darah anda sebanyak 5 cc untuk pemeriksaan kadar kreatinin serum. Pada pemeriksaan laboraterium ini anda tidak akan dipungut biaya dan anda berhak untuk mengetahui hasil pemeriksaan laboraterium tersebut Data-data yang terkumpul nantinya akan dianalisis dan disimpan dalam computer tanpa disertai identitas anda. Hasil dari penelitian ini mungkin nantinya akan dipublikasikan di majalah kesehatan tanpa disertai identitas anda. Petugas yang ditunjuk dari lembaga pemerintahan atau karyawan dari perusahaan tanpa melanggar kerahasiaannya akan menjaga riwayat kesehatan andan dan melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik dan laboraterium secara
79
baik dan benar. Hal ini akan dapat dilakukan atas ijin anda dan anda telah memahami dan menandatangani informasi penelitian ini. Apabila dengan partisipasi anda dalam penelitian ini dirasakan terdapat hal-hal yang merugikan dan terbukti maka peneliti akan mengganti rugi sesuai dengan hokum yang berlaku. Bilamana terdapat informasi yang belum jelas dan menimbulkan pertanyaan bagi anda atau pada kasus yang merugikan anda yang ikut berperan serta maka anda dapat menghubungi peneliti :Dr. Linda Febryana D.P.H ,Telepon : 0811372964 Peneliti juga menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada anda yang berperan serta ataupun yang tidak dalam penelitian ini dan permohonan maaf bila ada yang tidak berkenan bagi anda.
Dr. Linda Febryana DPH
80
Lampiran 4.
Formulir Persetujuan Tertulis
Saya, (nama, huruf cetak) …………………………………………………………….. telah membaca keterangan terlampir dan telah berdiskusi mengenai penelitian ini dengan Dr (nama, huruf cetak) ……………………………………………………….. dan mengerti hal-hal yang menyangkut penelitian ini
Subjek Penelitian
Saya bersedia ikut serta dalam penelitian
…………………….. Tanggal
Peneliti
……………………. Tanda Tangan
Saya telah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada subjek penelitian dengan nama tersebut di atas ……………………… Tanggal
…………………. Tanda Tangan
81
Lampiran 5 FORMULIR PENGUMPULAN DATA
BEBERAPA KOMPONEN SINDROM METABOLIK ( HIPERTENSI, OBESITAS SENTRAL DAN DIABETES MELLITUS ) SEBAGAI PREDIKTOR PENYAKIT GINJAL KRONIK : SUATU FOLLOW UP STUDI PADA PENDUDUK KECAMATAN BLAHBATUH GIANYAR BALI
ANAMNESIS Identitas Responden : 1. Nomor/ Kode penelitian -----------------------2. Tanggal pengambilan data ---------------------3. Nama-----------------------------------------------4. Jenis Kelamin-------------------------------------5. Umur-----------------------------------------------6. Alamat---------------------------------------------7. Suku bangsa---------------------------------------8. Nomor telepon------------------------------------9. Pendidikan----------------------------------------10. Pekerjaan------------------------------------------11. Status perkawinan--------------------------------Kebiasaan responden ( beri tanda rumput dalam kurung untuk jawaban yang sesuai ) Apakah anda merokok ?
ya ( ) tidak ( ) pernah ( )
Bila ya sebutkan, sejak berapa lama ? :
perkirakan jumlah bulan……
82
Berapa batang perhari ?
perkirakan rerata batang perhari ……
Apakah anda biasa minum minuman beralkohol ( minuman keras seperti bir, anggur, tuak dll ) ? Bila ya, sebutkan jenis minumannya, dan berapa botol/cangkir/sloki sehari Jenis minuman dan jumlahnya o Bir ( ) : jumlah : kurang dari satu botol/hari ( ); 1-2 botol/hari ( ); lebih dari 3 botol perhari ( ) o Tuak ( ) jumlah : kurang dari 1 botol/hari ( ); 1-2 botol/hari ( ); lebih dari 3 botol perhari ( ) o Minuman keras ( ) jumlah : kurang dari 1 botol/hari ( ); 1-2 botol/hari ( ); lebih dari 3 botol/hari o Lain-lain, sebutkan : ……….; jumlah : …… Apakah anda biasa minum obat-obatan atau jamu tradisional ? Ya ( ) Tidak ( ) Bila ya, obat/jamu tradisional apa : Obat rematik ( ) Obat anti-flu ( ) Obat lain, sebutkan :………….. Jamu jawa ( ) Jamu cina ( ) Jamu lainnya, sebutkan :……….
Riwayat penyakit responden (beri tanda rumput dalam kurung untuk jawaban sesuai) o Apakah anda menderita penyakit tekanan darah tinggi ? Ya ( ) Tidak ( ) Bila ya, apakah anda sedang mendapatkan pengobatan atau sedang minum obat tekanan darah tinggi ? Ya ( ) Tidak ( )
83
o Apakah anda menderita penyakit kencing manis ? Ya ( ) Tidak ( ) Bila ya, apakah anda sedang mendapatkan pengobatan atau sedang minum obat kencing manis ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah anda menderita penyakit kencing batu atau pernah keluar batu dari saluran kemih ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah anda menderita kencing warna merah, seperti cucian daging atau kencing berdarah ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah anda pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit jantung ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah anda pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit stroke ? Ya ( ) Tidak ( ) o Jika wanita usia subur . Apakah anda sedang dalam keadaan hamil ? Ya ( ) Tidak ( ) Riwayat penyakit keluarga responden o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung) pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit ginjal? Ya ( ) Tidak ( ); sedang menjalani atau pernah menjalani cuci darah ? Ya ( ) Tidak ( ); menjalani transplantasi/cangkok ginjal? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung) pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit kencing batu atau pernah keluar batu saluran kemih ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung) pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit stroke ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung) pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit jantung ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung) pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit darah tinggi ? Ya ( ) Tidak ( ) o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung) pernah dikatakan atau sedang menderita penyakit kencing manis ? Ya ( ) Tidak ( )
84
o Apakah keluarga anda ( ayah dan/atau ibu ibu dan atau saudara kandung) pernah dikatakan atau sedang menderita kencing warna merah seperti cucian daging atau kencing darah ? Ya ( ) Tidak ( )
STATUS FISIK Tinggi Badan : ------------------------Berat Badan : -------------------------Tekanan darah (setelah istirahat 5 menit ) : Sistolik I ------------mmHg
Diastolik I ----------------- mmHg
Sistolik II-------------mmHg
Diastolik II-----------------mmHg
Rasio pinggang : pinggul ( ditentukan dengan mengukur lingkaran perut setinggi umbilicus dan lingkar panggul pada ukuran lingkaran terbesar ) Lingkar pinggul : ---------------- cm Lingkar perut : --------------------cm
STATUS LAB Kreatinin serum acak ( darah diambil saat puasa ) : ------------- mg/dl
I .Keterangan Pewawancara : 1. Nama pewawancara/ surveyor : 2. Nama supervisor : 3. Tanggal wawancara : 4. Editor :
85
II. Pengenalan Tempat : 1. Kecamatan : Blahbatuh 2. Desa : 3. Banjar : 4. RT/RW : 5. No telepon lain yang bisa dihubungi : 6. Nomor responden rumah tangga :
86
Lampiran 6. Prosedur Pemeriksaan Kreatinin Serum Metode kerja : berdasarkan reaksi Jaffe Prinsip kerja : sampel ditambahkan larutan alkali (sodium hidroksida) kemudian ditambahkan asam pikrat sehingga terjadi reaksi berikut :
Creatine + picric acid creatine – picric acid complex Alkaline solution
Intensitas warna komplek di atas mencerminkan konsentrasi kreatinin yang dapat ditentukan dengan teknik foto metri Prosedur kerja : g. Sampel darah diambil sebanyak 5 cc, dan dimasukkan ke dalam tabung yang sudah mengandung heparin / EDTA (stabil selama 7 hari pada suhu 28oC) h. Bila pemeriksaan ditunda dalam jangka lama sampel bisa disimpan di freeze i. Sampel disentrifuge kemudian dimabil supernatan j. Ditambahkan reagen I (larutan sodium hidroksida) k. Kemudian ditambahkan reagen II yang mengandung asam pikrat l. Kadar kreatinin ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terbentuk dengan teknik fotometri