11. TINJAUAN PUSTAKA
A. Minyak atau Lemak Rendah Kalori 1, Strategi Sintesis Minyak a t a u Lemak Rendah Kalori
Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang paling besar dalam makanan yaitu sekitar 9 kkavgram,
lebih dari dua kali energi yang diberikan oleh
protein dan patifgula (Dziezak, 1989). Lemak dan minyak terutama terdii atas molekul gliserol yang berikatan ester dengan tiga molekul asam lemak rantai lurus yang dikenal sebagai trigliserida. Oleh karena lemak memberikan 9 MraVgram sedangkan pati/gula atau protein hanya memberikan 4 kkaVgram maka kebpnyakan upaya penelitian untuk menurunkan kalori di dalam makanan ditujukan pada pengembangan substitut lemak yang berkaitan dengan modifikasi trigliserida. Telah ditelaah sejumlah substitut iemak potensial yang non-lemak untuk menggantikan sebagian atau seluruh minyak atau lemak dalarn makanan. Kebanyakan lemak rendah kalori yang akhir-akhir ini diteliti meliputi modifikasi trigliserida dan karena itu membentuk senyawa-senyawa baru yang relatif tidak rentan terhadap hidrolisis oieh enzim lipolitik. Strategi yang &pat dilakukan untuk memodifikasi trigliserida seperti dikemukakan oleh Hamm (1984) adalah: 1. Mengganti bagian gliserol dari trigliserida konvensional dengan alkohol
atau polio1 alternatif seperti glukosa dan sukrosa. 2. Mengganti asam lemak dari trigliserida dengan asam lemak alternatif
misalnya asam karboksilat bercabang.
3. Membalikkan ikatan ester, yaitu mengganti bagian gIiserol dengan asarn
polikarboksilat, asam amino atau asam yang mempunyai beberapa gugus fungsional lainnya. 4. Mereduksi ikatan ester bagian gliserol menjadi ikatan eter.
Suatu pendekatan yang menjanjikan pengembangan lemak yang dapat menggantikan lemak atau minyak rnakan adalah poliester asam iemak dasarkarbohidrat
dan dasar-alkil glikosida. Poliester asam lemak karbohidrat dan
allcilglikosida mempunyai sifat-sifat firngsional dan fisika mirip dengan trigliserida konvensional serta tanpa atau memberi hanya sedikit kalori pada makanan (Akoh dan Swanson, 1987a; 1987b; 1989a; 1989b; 1990). Beberapa istilah dipergunakan dalam kaitannya dengan lemak dan minyak rendah kalori seperti istilah pengganti lemak vat repZacers), mimetics)
dan substitut lemak
vat
substitutes) yang
mimetik lemak Vat
sering penggunaannya
dipertukarkan. Pengganti lemak adalah suatu istilah umum untuk ingredient pengganti lemak. Mimetik lemak adalah pengganti lemak yang memerlukan kandungan air tinggi untuk mendapatkan fbngsionalitasnya, sedangkan substitut lemak merupakan senyawa sintetik yang dirancang untuk menggantikan lemak secara total. Biasanya substitut atau pengganti lemak mempunyai s t r u b kimia yang rnirip dengan lemak tetapi tahan terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan. Beberapa istilah lain yang juga digunakan adalah lemak rendah-kalori y
h trigliserida sintetik
yang menggabungkan asam lemak yang tidak konvensional dengan rangka gliserol yang menghasilkan nilai kalori rendah. Selain itu ada istilah fat extenrier yaitu suatu
sistem pangan yang mengandung proporsi lemak atau minyak standar yang digabungkan dengan ingredient lainnya (Jones, 1996). B. Beberapa Minyak atau Lemak Rendah Kalori 1. Polidekstrosa
Polidekstrosa adalah lemak artifisial dasar-karbohidrat yang telah beredar di pasar. Polidektrosa yang diproduksi oleh Pfier, Inc.. disetujui penggunaannya oleh
FDA pada tahun 1981 setelah mengalami penelitian selama kurang lebih enam belas tahun (Mitchell, 1996). Polidekstrosa merupakan zat padat amorf larut air yang mempunyai nilai kaIori 1 kkaVgram dan dibuat melalui polimerisasi termal glukosa dengan adanya asam yang berfungsi sebagai katalis dan sejumlah kecil polio1 yang beAngsi sebagai plasticizer (Torres dan Thomas, 1981). Strukur polidektrosa tersusun dari hampir
seluruhnya polimer glukosa ikatan-silang dengan ikatan yang dominan adalah a-1,6 dan mengandung beberapa gugus ujung sorbitol dan ikatan monoester dengan asam sitrat (Haumann, 1980; Rennhard, 1981). Polidekstrosa adalah suatu karbohidrat yang digunakan
sebagai
pengganti
sukrosa d m pengganti
sebagian
lemak untuk
menghasiikan rnakanan rendah-kalori dan kalori tereduksi, berfbngsi terutama sebagai bulking dan texturizing agent dan sebagai humektan. Narnun, polidektrosa memberikan tekstur dan mouthfeel gula dan lemak (Haumann, 1986). Faktor yang membatasi penggunaan polidekstrosa adalah efek laksatif yang berkaitan dengan pemakaian yang berlebihan, dikarenakan beban osmotik dalam usus bagian bawah
(LaBarge, 1988). Dosis ambang laksatif rata-rata 90g/hari. Meskipun polidekstrosa bukan pengganti lemak per se, namun mempunyai viskositas yang relatif tinggi di dalam larutan dan karena itu dapat memberikan mouthfeel dan creaminess di dalam makanan dengan formulasi lemak tereduksi. Oleh karena itu polidekstrosa dapat dipandang sebagai mimetik lemak di dalam beberapa apfikasinya (Mitchell, 1996).
Senyawa mimetik lemak dasar-karbohidrat berikutnya yang telah beredar di pasar adalah minyak-N yang diproduksi oleh NatiomI Starch and Chemical
Corporation (Artz dan Hansen, 1996). Empat bagian minyak dapat digantikan oleh satu bagian minyak-N dan tiga bagian air. Minyak-N atau dekstrin .tapioka sesungguhnya memberikan 4 kkavgram; tetapi bila digunakan pada konsentrasi 25% minyak-N hanya memberikan 1/9 kalori lemak yang digantikan (Haumann, 1986; LaBarge, 1988). Konsentrasi lebih dari 20% akan menghasilkan tekstur yang mirip dengan shortening terhidrogenasi (Artz dan Hansen, 1996). Minyak-N mempunyai
mouthfeel lemak dan dapat meningkatkan tekstur produk pangan. Minyak-N cocok untuk digunakan dalam dessert beku, dressing, clan telah digunakan di Eropa untuk menggantikan lemak dalam sosis untuk sarapan.@uman, 1986). 3. Maltodekstrin
MaItrin M040, maltodekstrin dengan dextrose equivalent
WE) rendah,
yang
diproduksi oleh Grain Processing Corporation adalah suatu karbohidrat yang dibuat dengan menghidrolisis pati jagung sampai DE sekitar 5 (Anon, 1990, Klis, 1984;
LaBarge, 1988; Summerkamp dan Hesser, 1990). DE merupakan ukuran kandungan gula reduksi yang dihitung sebagai persen dektrosa berdasarkan berat kering. DE pati adalah 0, sedangkan DE dekstrosa 100. Maltodekstrin adalah karbohidrat yang dibuat dengan cara pengeringan semprot (spruy-akied), mengandung harnpir 98% sakarida yang mengandung lima atau lebih gugus glukosa, tidak mempunyai rasa manis serta dapat menggantikan sebagian minyak salad dressing, dessert beku, dan margarin. Maltodekstrin dapat menggantikan lemak dan minyak dengan berat yang sama dalam beberapa aplikasi. Senyawa ini aman untuk digunakan sebagai ingredient langsung makanan dan memberikan 4 W g r a m .
Oleh karena itu maltodekstrin M-040
mengurangi sedikit kalori dalam makanan (Altschul, 1989; LaBarge,
1988).
Maltodekstrin M-040 dapat dicemakan secara sempurna sehingga tidak mempunyai dampak laksatif (Haumann, 1986). Maltodekstrin terfosforilasi yang disintesis dari pati sagu (Metroxyionsagus) dapat digunakan sebagai pengganti lemak dalam produk bakeri dan mempunyai nilai kalori rendah 3,56 k k d g (Anwar, 1997). 4. Minyak Silikon
Fenilmetilpolisiloksan (PS) atau minyak silikon merupakan minyak cair polimerik baru yang tidak dapat diserap dan menunjukkan sifat-sifat fisik yang mirip dengan minyak makan (I3racco et al., 1987). P S adalah turunan organik dari silika yang sifat-sifat kimianya inert, nontoksik, tidak dapat dicerna, stabil, tahan terhadap oksidasi, hidrolisis atau degradasi. Bracco et ai. (1987) melaporkan dampak pemberian pakan fenilmetilpolisiloksan pada komposisi tubuh tikus Zucker gemuk sebagai substitut lemak. Menurut hasil penelitian mereka tikus yang diberi pakan PS
(32% w/w) yang diformulasikan W/W
ke dalam makanan kontrol rendah-lemak (4,9%
total lemak) ternyata menunjukkan pertambahan berat. T i s yang dibeii pakan
PS mengabsorbsi lebih sedikit lemak daripada tikus yang diberi pakan rendah-lemak.
Sjmplesse, substitut lemak yang seluruhnya protein, dikembangkan oleh NutraSweet Co., cabang Monsanto, telah menariic perhatian akhir-akhir ini. Oleh karena suatu protein, simplesse tidak sesuai untuk digunakan sebagai minyak goreng atau produk-produk makanan yang memerlukan penggorengan atau pemanggangan. Level panas pada penggorengan atau pemanggangan dapat menyebabkan inbedieni tersebut terkoagulasi dan kehilangan mouth-feel-nya yang seperti lemak (Dziezak, 1989; Summerkamp dan Hesser, 1990). Simplesse dibuat dari protein susu dan albumin telur melalui proses pemanasan
dan
pencampuran
(blending)
yang
dinamakan
mikropartikulasi
(pembentukan partikel-partikel seperti bola). Pemanasan menyebabkan protein mengkoagulasi. Melalui blending atau shearing yang tepat di dalam proses mikropartikulasi,
gel
protein
dibentuk menjadi partikel-parikel
sferoid
yang
sedemikian kecil (0,l sampai 0,2p) (Altschul, 1989), sehingga lidah merasakannya sebagai fluida bukan sebagai partikel-partikel individu. Oleh karena protein dibentuk menjadi partikel-partikel yang sangat kecil dibawah ambang persepsi lidah, simplesse mempunyai richness dan creaminess karakteristik lemak (Anon., 1990; Dziezak, 1989; Harrigan dan Breene, 1989).
SimpIesse tersusun dari dua bagian air dan satu bagian protein, sehingga 1 gram simplesse hanya mengandung 1,33 kkal dan dapat digunakan dalam dessert beku dan produk-produk susu seperti es krim, yoghurt, dan produk dengan dasar minyak seperti salad dressing, mayonnaise dart margarin. Oleh karena dapat dicerna secara sempurna di dalam tubuh, simplesse tidak menimbulkan efek laksatif yang berkaitan dengan lemak-lemak artifial lainnya
(Anon.,
1990; Dziezak,
1989;
Hanigan dan Breene, 1989). 6. Poliester Gliserin
Absorbsi ester gliserin dengan long chain fatty acid (LCFA) oleh tubuh manusia, 31-39%, lebih rendah daripada absorbsi minyak jagung, 98% GaBarge, 1988; Hashim dan Babayan, 1978). Ester poligliserol adalah satu-satunya lemak artifisial dasar-minyak yang sudah dipasarkan. Molekulnya terdiri atas. rangka poligliserol dengan rantai samping asam lemak. Oleh karena mempunyai struktur yang mirip dengan minyak aiami, ester poligliserol mempunyai karakteristik yang serupa dengan minyak alami. Beberapa sifat kngsional ester poligliserol meliputi kemampuan mengemulsi, menggantikan lemak dan kemampuan sebagai pelembab. Proses pembuatan dan pemurnian poligliserol dan ester poligliserol diuraikan oleh Babayan (1972). Ester poligliserol digunakan antara lain sebagai emulsifier, substitut lemak, surfaktan dalam dessert beku zat antibloom dalam cokelat, antispattering
agent di dalam minyak goreng, flavor d~spersantdan stabilizer dalam beverages. Babayan dan McIntyre (1968) melaporkan bahwa semakin tinggi berat molekul bagian poligliserol, semakin tinggi hidrofilisitas molekul. Namun sebaliknya
semakin
panjang rantai asam lemak sernakin rendah hidrofi~isitasn~a.Ester
poligliserol dapat digunakan dalam es h i m , margarin, shortening, mentega kacang,
dessert beku dan produk-produk bakery. Ester poligliserol dapat mengandung 2
- 6,5
kalori per gram tergantung pada cara molekul itu dicerna di d d a m tubuh. Babayan et
al. (1964) melaporkan bahwa konsumsi 1 gram ester poligliserol per hari oleh tikus jantan menyebabkan kenaikan berat yang dapat dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan minyak babi dan tidak terdapat keabnormalan, kecuali diarrhea yang diamati pada tikus yang diberi pakan poligliserol. 7. Ester-ester Asam Karboksilat
Asam-asam polikarboksilat yang mengandung 2-4 gugus nonkarboksil yang diesterkan dengan alkohol jenuh atau tak jenuh yang mempunyai rantai karbon lums atau bercabang yang terdiri atas 8-30 atom C telah diusulkan sebagai minyak makan rendah kalori (Dziezak, 1989; Hamm, 1984). Beberapa asam karboksilat yang dapat digunakan misalnya asam difungsional seperti asarn oksalat, malonat, oksaloasetat; asam trifungsional seperti asam carballylic dan asam sitrat serta asam tetrafbngsional (Hamm, 1985).Beberapa contoh ester polikarboksilat misalnya fria~kuxyifricarba&dat (TATCA), trialkoksisitrat (TAC), trialkoksigliserileter (TGE).
Oleh karena gugus
ester dari ester-ester bersangkutan yang terdapat dalam trigliserida dibalikkan (alkohol lemak diesterkan pada kerangka asam polikarboksilat), ester-ester asam polikarboksilat tidak rentan terhadap hidrolisis oleh lipase (Hamm, 1984; 1985). Hamm (1984) juga melaporkan bahwa TATCA, TAC, TGE dan minyak jojoba dapat
digunakan sebagai pengganti lemak dan minyak makan konvensional. Tetapi, dalam percobaan dengan menggunakan tikus terjadi kebocoran anal, depresi dan kematian bilamana TATCA dan minyak jojoba diberikan pada taraf sedang sampai tinggi (1-3 gram) (Hamm, 1984; 1985; LaBarge, 1988). Data pertambahan berat badan pada tikus menunjukkan bahwa baik minyak jojoba maupun TATCA memberikan nilai kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak jagung. TATCA merupakan senyawa nonkalori menyerupai minyak yang talc dapat dihidrolisis oleh enzirn pencemaan (Hamm, 1984, 1985; Hauman, 1986; LaBarge, 1988, stabil terhadap pemanasan dan berfungsi sebagai substitut lemak (Anon., 1990; Dziezak, 1989; Gillis, 1988). Ingredient ini dilaporkan telah digunakan untuk membuat margarin dan produk jenis mayonnaise yang acceptable dan potensial untuk diaplikasikan dalam formula yang menggunakan minyak nabati. TAC sesungguhnya potensial untuk digunakan sebagai substitut lernak karena kemampuannya untuk tidak terhidrolisis namun sukar diproduksi dalam skala besar (rendemen hanya 20%) karena terjadinya dekomposisi termal ester-ester sitrat W m m , 1984; LaBarge, 1988). Berbeda dengan TATCA dan TAC, TGE tidak memperlihatkan adanya polimorfisme.(Hamm, 1984). Produksi TGE dalam skala besar sulit dilalcukan dan memakan waktu karena dibutuhkan pemurnian untuk memisahkan xilena, dietil eter, sejumIah besar bahan polar seperti mono- dan digliserileter, alkohol lemak dan mesilat lemak (Hamm, 1984, LaBarge, 1988)
8. Trigliserida Berikatan Eter
Trost (1981) melaporkan penggunaan dialkil eter sebagai substitut lemak berkalori rendah dan Hamm (1984) melaporkan sintesis trioleilgliserileter (trioleyl
glyceryl ether). Menurut Hamm (1984) disamping kesulitan dalam sintesis, pemurnian trioleilgliserileter ternyata memakan waktu serta biaya yang mahal. Oleh karena itu tidak diadakan penelaahan lebih lanjut ke arah ini. Sintesis 1,3-dieter pada kerangka gliserol relatif mudah, namun substitusi kedudukan sekunder jauh lebih sulit. Kebanyakan trieter mudah larut dalam minyak dan sedikit atau tidak mempunyai rasa, bau atau warna. Tetapi trieter rentan terhadap oksidasi dikarenakan adanya atom hidrogen alfa. Eter terhidrolisis lebih lambat daripada ester dan absorbsinya berkaitan langsung dengan panjang bagian alkil (LaBarge, 1988). Penelahaan dengan tikus percobaan menunjukkan bahwa trieter sedikit diabsorbsi, tidak terdapat efek samping dan terjadi kehilangan berat (Spiner et
al., 1968).
C. Medium Chain Triglyceride (MCT) MCT mengandung asam-asam lemak
C6-C10
dan dapat digunakan untuk
memasak (Bach dan Babayan, 1982). Selain itu MCT dapat digunakan untuk pembawa flavor, ingredient kembang gula, makanan kalori-rendah, nutrisi khusus dan makanan padat, tetapi tidak dianjurkan untuk orang yang diabetik karena dapat menimbulkan penumpukan badan-badan keton (keton bodies) dan menurunkan massa sel hati (Banzon, 1990; Megremis, 1991). MCT biasanya tersusun dari asam lemak
kaprilat (delapan karbon) dan kaprat (sepuluh karbon) (Megremis, 1991). Sumber utama asam-asam ini adalah minyak kelapa yang mempunyai konsentrasi asam lemak C6-C10 yang reIatif tinggi (Babayan dan Rosenau, 1991; LaBarge, 1988). Produksi MCT meliputi hidrolisis minyak kelapa kuafitas tinggi, fraksinasi asam-asam lemak yang dihasilkan untuk mengkonsentrasikan
asam lemak C8 dan C10, dan
reesterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida (Anon., 1991; LaBarge, 1988; Megremis, 1991). Oleh karena ukuran molekulnya
yang lebih kecil dibandingkan dengan
trigliserida rantai panjang, MCT s e d i i t larut dalam air sehingga lebih mudah diserap kedalam sistem portal daripada sistem limpatik (Babayan, 1974; LaBarge, 1988). MCT terhidrolisis di dalam usus kecil dan kemudian melalui portal vein menuju ke hati kemudian dioksidasi dan dimetabolisme (Babayan, 1974; LaBarge,
1988;
Megremis, 1991). MCT memberikan 8,3 kkal/gram, lebih dari dua kali energi yang diberikan oleh karbohidrat tetapi tidak didepositkan sebagai lemak seperti halnya asam-asam lemak rantai panjang (Anon., 1991; Babayan, 1974; LaBarge, 1988; Megremis, 1991). MCT tidak diperpanjang atau didesaturasi untuk memasuki skema prostaglandin (I3abayan dan Rosenau. 1991). Juga dilaporkan bahwa MCT dapat menurunkan konsentrasi kolesterol serum (Arciszewski, 1991; LaBarge, 1988). Oleh karena asam lemaknya jenuh, MCT stabil pada suhu tinggi (Babayan dan Rosenau, 1991)
D. Penelitian in vifro dan in vivo dengan Minyak Rendah Kalori
Penelitian terdahulu yang ditujukan pada pengembangan substitut lemak potensial yang tidak dicerna ataupun diabsosbsi, pengencer (diluent) lemak,
dan
lemak yang diabsorbsi sebagian telah dievaluasi oleh Hamm (1984). Daya cerna dan daya serap poliester karbohidrat di dalam tubuh tikus dan manusia dipostulatkan berkaitan secara terbalik dengan derajat substitusi (Fallat et al.. 1976; Mattson dan Nolen, 1972; Mattson dan Volpenhein, 1972a; 1972b). Mattson dan Nollen (1972) melaporkan bahwa absorbsi alkohol teresterifikasi sempurna yang mengandung satu sampai delapan gugus ester oleh tikus menurun bilamana jumlah esternya meningkat. ' Wei et a
(1984) melaporkan bahwa ayam yang diberi pakan dominan monoester
SFE pada 5% diet memberikan penurunan berat badan yang berarti daripada ayam diberi makan karbohidrat eksperimental lainnya. Hamm (1984) melaporkan bahwa substitut lemak rendah kalori seperti pialbxyD*icarballilate, trialkoksisitrat dan minyak jojoba tahan terhadap hidrolisis enzim in vitro oleh lipase juga tahan terhadap pencemaan in vivo. Bracco et al. (1987) melaporkan bahwa fenil metil polisiloksan
(PS), minyak cair non kalori menyebabkan kehilangan berat bdan jika dirnakankan in vivo pada tikus Zucker gemuk memberikan indikasi bahwa minyak tersebut tidak
diserap. E. Pembuatan Ester Metil Asam Lemak Trnnsesterifikasi
Kebanyakan sintesis poliester karboksilat memerlukan pemakaian ester metil asam lemak (ALM) sebagai pereaksi untuk interesterifikasi optimum. Sintesis SPE
menggunakan ester metil asam lemak homogen sebagai bahan dasar (h4ieth et al.. 1983; Rizzi dan Taylor, 1978), kecuali Mieth et al.(1989) telah meneliti sintesis ester total asam lemak sukrosa (STE) melalui interesterifikasi sukrosaoktaasetat dengan trigliserida. Akhir-akhir ini FDA menyetujui penggunaan ester metil
(ALh4) rninyak
tumbuhan dalam pembuatan ester-ester sukrosa. Ester metil dapat disintesis baik melalui esterifikasi asam-asam lemak bebas atau transesterifikasi trigliserida. ALM dibuat melalui reaksi transesterifikasi yang dikatalisis baik oleh asam maupun basa. Metode asam sulfat-metanoi (AOAC, 1965), metode asam klorida-metanol (Stoffel et
aL, 1959) dan metode borontrifluorida (AOAC, 1975) baik untuk pembuatan ester metil asam lemak. Transesterifikasi dengan metanol yang menggunakan basa, yang dinamakan juga alkoholisis atau transmetilasi, merupakan prosedur yang banyak digunakan untuk preparasi ester metil asam lemak minyak, lemak dan lipida laimya (Akoh dan Swanson, 1988). Katalis basa yang digunakan pada transesterifikasi meliputi: natrium metoksida atau kalium hidroksida daiam metanol (Christopherson d m Glass, 1969); natrium metoksida dalam metarioVmetil asetat (Christie, 1982); logam
natrium
dalam
metanolhenzena-fenolfhlein adydrms, atau
natrium
hidroksida dalam metanolhenzena-fenolftalein anhydrous (Glass, 1971). Natrium hidroksida atau natrium metoksida dalam metan01 pada 60°C (Freedman et al., 1984) merupakan katalis alkalis untuk transesterifikasi minyak sayuran. Saponifikasi yang diikuti dengan reesterifikasi dengan menggunakan natrium hidroksida metanolik untuk preparasi ester metil (Metcalfe et al., 1966) memerlukan pemanasan dan
penarnbahan borontrifluorida metanolik atau HCI untuk mendorong esterifikasi agar berlangsung sempurna. Banyak metode transesterifikasi menggunakan pereaksi dan pelarut yang potensial berbahaya seperti benzena (Glass, 1971), dan ALM yang dihasilkan tidak sesuai untuk digunakan daiam makanan seperti preparasi poliester sukrosa. Akoh dan Swanson (1988) berhasil mensintesis ester metil melalui transesterifikasi -minyak sayuran dengan katalis
basa. Mereka melaporkan bahwa natrium hidroksida
metanolik anhydrous mengkatalisis transesterifikasi minyak sayuran yang dilarutkan dalam dietil eter atau pentana menghasilkan metil ester murni dengan persentase yang tinggi (97-99%) hanya dalam beberapa menit pada suhu kamar di bawah gas nitrogen. Prosedur ini menghindari penggunaan pelarut dan pereaksi yang potensial berbahaya. P. Poliester Karbohidrat d a n Poliester Alkil Glikosida 1. Ester d a n Poliester Asam Lemak Karbohidrat
Poliester karbohidrat yang paling banyak diteliti adalah poliester sukrosa (SPE) dan poliester sorbitol. Poliester sukrosa merupakan bahan yang menyerupai lemak yang terdiri atas campuran heksa-, hepta-, dan oktaester asarn lemak yang teresterkan pada gugus hidroksil sukrosa. Sukrosa rnempunyai delapan gugus hidroksil yang tersedia untuk esterifikasi. Jumlah gugus hidroksil dari sukrosa yang teresterkan dengan asam lemak rantai panjang dinamakan derajat esterifikasi @E) sedangkan gugus asetil dari sukrosaoktaasetat yang disubstitusi dengan gugus asil dari asam lemak rantai panjang dinamakan derajat substitusi @S)
(Swanson dan
Akoh, 1994). Seringkali istilah derajat esterifikasi dipertukarkan pemakaiannya dengan derajat substitusi. Ester asam lemak sukrosa (SFE) dengan DS 1-3 merupakan emulsfier nonionik, yang dapat dicerna dan diserap dengan tingkat toksisitas yang rendah serta
biodegradable. Penggunaan lain dari SFE adalah sebagai solubiliz~ngagent, zat pembasah, pendispersi, dan penstabil (Ryoto, 1987). Di dalam perdagangan SFE diperoleh baik dalam bentuk serbuk maupun dalam bentuk m u l a r . Dalam SFE hanya gugus hidroksil primer reaktif pada C6 glukosa, dan C1' dan ~ 6 fiuktosa ' yang dapat disubstitusi menghasilkan mono-, di-, dan triester dimana gugus hidroksil primer sekitar sepuluh kali lebih reaktif daripada gugus hidroksil sekunder (Hamgan dan Breene. 1989). Karena adanya pengaruh steric
hindrance, substitusi pada ~ 1 frulctosa ' berlangsung lebih lambat (Akoh dan Swanson, 1994a; Chung el al., 1980; Harrigan dan Breene, 1989; Hough, 1977). Ester asam lemak sukrosa dengan DS lebih dari 3 @S 4-8) biasanya dinamakan poliester sukrosa (SPE) dan bersifat sangat lipofilik. Makin tinggi derajat esterifikasi makin bersifat lipofilik (Hough, 1977). Disamping itu, sifat ester sukrosa juga tergantung pada konstituen asam lemaknya: makin pendek dan m a e n tidak jenuh asam lemak maka SPE makin bersifat hidroiilik. Jadi kedua variabel ini, derajat esterifikasi dan jenis asam lemak, akan mempengaruhi sifat fisiko-kimia dan fbngsional ester sukrosa yang dihasilkan (Hamgan dan Breene, 1989). SPE mempunyai penampakan dan sifat-sifat fisika lemak dan minyak makan konvensional. Tetapi, oleh karena tahan terhadap hidrolisis oleh enzirn pankreas dan mikroba, SPE tidak dicerna maupun diabsorbsi di dalam tubuh. Daya cerna dan daya
serap poliester sukrosa yang rendah menunjukkan bahwa SPE mensuplai sangat sedikit kalori dan karena itu diusulkan
untuk digunakan sebagai substitut lemak
rendah kalori. Mattson dan Volpenhein (1972~;1972b) melaporkan bahwa apabila jumlah gugus ester dalam SPE meningkat dari 3-8, faju hidrolisis oleh lipase (ELC.3.1.1.3) menurun. Sorbitol dan sukrosa yang teresterkan secara sempurna (mengandung enam dan delapan ester) tidak terhidrolisis oleh lipase non-spesifik (Mattson dan Volpenhein, 1972). Mattson et al. (1971) mengeluarkan paten untuk sintesis eritritol, xilitol, sorbitol, dan sukrosa teresterifikasi seluruhnya dengan menggunakan
dimetilformamida
(Dm) sebagai pelamt.
Ester-ester
sukrosa
digunakan dalam shortening, margarin dan carnpuran cake. SPE yang disintesis dari asam lemak jenuh mempunyai mouthfeel dan rasa Lilin atau greasy. Namun, SPE yang dibuat dari minyak saflower cair dan SPE yang terbentuk kernudian dicampur dengan minyak kelapa sawit terhidrogenasi tidak mempunyai rasa g r e q dan menurunkan efek laksatif. 2. Efek Menurunkan Kolesterol dari
SPE
Poliester karbohidrat seperti poliester sukrosa adalah bahan menyerupai lemak yang tak dapat diabsorbsi dengan sifat-sifat fhngsional dan organoleptik seperti lemak makan konvensional. SPE talc terhidrolisis oleh lipase pankreas, dan akibatnya tidak diambil
oleh mukosa usus dan tidak diabsorbsi (Mattson dan Nollen, 1972).
Disamping itu, SPE mengurangi absorbsi dan meningkatkan ekskresi asam-asam empedu yang mengandung 1976). Crouse dan Grundy
kolesterol (Crouse dan Grundy,1979; Mattson er al., (1979) selanjutnya melaporkan bahwa SPE dapat
digunakan untuk menurunkan berat badan. Grundy et al. (1986) melaporkan bahwa pasien nondiabetes pada diet kalori terbatas plus SPE menunjukkan suatu penurunan kolesterol
total
sebanyak
hipertrigliseridemia
yang
20%
dan LDL
sebanyak
26%.
Pasien
diabetes
&beri
konsumsi
dengan
jumlah
kalori
terbatas
menunjukkan reduksi trigliserida plasma secara nyata dengan atau tanpa SPE. Menurut Grundy et al. (1986) pernbatasan kalori menyebabkan penurunan kolesterol dengan mengurangi sintesis kolesterol. Pasien-pasien yang mempunyai kadar kolesterol darah tinggi biasanya disarankan untuk mengurangi berat badan atau mengurangi
konsumsi
kolesterol
untuk
menurunkan
kadar
kolesterolnya.
Karbohidrat poliester dapat mengurangi berat badan dan membantu menurunkan kadar kolesterol. Menurut dugaan, ketika kolesterol memasuki saluran pencernaan, kolesterol itu terlanrt di dalam fase minyak SPE dan diekskresikan bersama-sama dengan SPE. Glueck e f al. (1983) menemukan bahwa substitusi lemak rnakan dengan SPE
dalarn
diet
hipokalori
pada
wanita
heterozygas
gemuk
untuk
hiperkolesterolemia familial menyebabkan reduksi kolesterol L D L sebesar 23% dan mengalami penurunan berat badan. SPE mempunyai efek kecil pada konsentrasi kolesterol high density lipoprotein @DL) (Mellies et al., 1985). Mellies el al. (1985) juga melaporkan bahwa pada pasien rawat jalan gernuk hiperkolesterolemik, SPE menyebabkan reduksi kolesterol dan
LDL yang berarti melalui efek penurunan berat badan.
Kolesterol low density lipoprotein (LDL)berkaitan dengan pengembangan plaque aterosklerosis sedangkan kolesterol high density lipoprotein (HDL) berhubungan
dengan pencegahan plaque aterosklerosis. Mekanisme intervensi absorbsi kolesterol oleh SPE telah dipostulatkan oleh Mattson et al. (1976). Makanan mernbawa kolesterol eksogen ke lumen usus
sebagai ernulsi dalam lemak makanan. Ketika
lemak dihidrolisis, monogliserida dan asam lemak bebas yang dihasilkan bercampur dengan garam-garam empedu mernbentuk misel. Selagi yang
fase minyak trigliserida
talc terhidrolisis masih terdapat di dalam saluran usus, kolesterol akan
terdistribusi
di
antara fase minyak
dan fase misel.
Pencemaan trigliserida
menyebabkan hilangnya fase minyak. Bilamana pengambilan kolesterol tidak berlebihan, kolesterol makanan ditransfer ke fase misel dan diabsorbsi. Tetapi bila dikonsumsi SPE, maka akan terdapat fase minyak yang kontinu karena SPE tidak dicerna ataupun diabsorbsi. Kolesterol larut di dalam SPE dan karena itu tidak akan diserap oleh usus Masalah
terbesar
pensubstitusian
minyak buatan
seperti
SPE adalah
kebocoran anal. Kebocoran melalui anal mungkin disebabkan oleh konsurnsi sejumlah besar SPE cair. Simpton gastrointestinal lainnya adalah flafulence, tinja berlemak, diarrhea, dan meningkatnya buang air besar W a r g e , 1988; Mellies et
ai., 1983; 1985). Terjadinya kebocoran melalui anal dikarenakan SPE melewati saluran pencemaan secara tak berubah dan mencapai sphincter anal sebagai masa A i r dan
sphincter tidak dapat mengandung masa cair ini. Efek laksatif ini dapat dicegah dengan menggunakan SPE yang disintesis dari asarn lemak jenuh rantai panjang seperti asam palmitat (Giese, 1996a; 1996b; Jandacek, 1977). Hal yang menarik
adalah beberapa peneliti dari Procter dan Gamble menyatakan bahwa efek laksatif yang ditimbulkan oleh SPE membantu penyernbuhan konstipasi yang kronis (Giese, 1996b). 3. SPE dan Vitamin Larut Lemak
Mellies
et
al.
(1983)
melaporkan
bahwa
jika
pasien
rawat
jalan
hiperkolesterolemik mengkonsumsi SPE sebanyak 40 gramlhari, vitamin E berkurang secara berarti bila dibandingkan dengan pasien-pasien yang mengkonsumsi placebo. Crouse dan Grundy (1979) melaporkan bahwa konsentrasi vitamin E menurun sebesar 24% tetapi vitamin A tidak dipengaruhi oleh konsumsi poliester sukrosa. Fallat et al. (1976) melaporkan bahwa baik vitamin A maupun vitamin E berlcurang secara berarti jika SPE ditambahkan pada level 50 gramhari pada diet pasien. Tetapi, Mellies et al. (1985) rnelaporkan bahwa pada pemberian SPE sebanyak 27 gram/hari tidak terjadi penurunan vitamin A, namun terjadi penurunan vitamin E sebanyak 23%. Vitamin D menurun di dalam pasien rawat jalan gemuk hiperkolesteroIemik yang diberi komsumsi makanan rendah lemak dengan atau SPE atau placebo lemak konvensional (Mellies et al., 1985). Vitamin K tidak dipengaruhi oleh konsumsi SPE (Mellies et al., 1983), ha1 ini bertentangan dengan apa yang diiemukakan oleh FDA. Menurut FDA poliester sukrosa mempunyai darnpak pada absorbsi vitamin A,
D, E, dan K tetapi poliester sukrosa dapat disuplementasi dengan keempat vitamin tersebut untuk mengkompensasi jumlah yang tidak diabsorbsi (Giese, 1996b).
4. Sintesis Poliester Karbohidrat d a n Poliester Alkil Glikosida
Tampaknya poliester asam lemak karbohidrat difokuskan pada
poliester
sorbitol dan poliester alkohol gula, sedikit atau tidak ada upaya untuk mensintesis poliester karbohidrat yang lain seperti trisakarida, tetrasakarida, pentasakarida, pati atau poliester alkil glikosida. Sintesis SPE telah diuraikan oleh beberapa kelompok peneliti (Feuge et al., 1970; Ham% 1984; Hess dan Messmer, 1921; Jandacek dan Webb, 1978; Mattson el al., 1971; Mieth et al.. 1983; Rizzi dan Taylor, 1976, 1978). Poliester karbohidrat dapat disintesis melalui transesterifikasi, tetapi sering pada sintesis itu diperlukan suhu tinggi dan pelarut toksik seperti dimetilasetamida, dimetilformamida, atau dimetilsulfoksida sehingga membatasi penggunaan proses semacam itu dalam pembuatan poliester karbohidrat untuk pangan Wobalek, 1977; Mattson ef aC., 1971; Weiss et al., 1972). Pelarut-pelarut toksik tersebut digunakan didalam upaya untuk membentuk leburan atau lelehan
yang homogen yang akan
meningkatkan rendemen produk. Poliester asam lemak sukrosa, DS 5-8, dapat dibuat dengan zat pengasilasi yang sangat reaktif seperti klorida asam, anhidrida asam atau ester aril (Hess dan Messmer, 1921; Rizzi dan Taylor, 1978). Poliester sukrosa sangat
cocok untuk digunakan sebagai substitut lemak rendah kalori. Apabila. derajat substitusi meningkat diatas DS 3,0, laju lipolisis menurun. SPE dengan DS 8,O tidak terhidrolisis oleh lipase mattson dan Volpenhein, 1972a; 1972b). Mattson et al. (1971) mensintesis sorbitol heksaoleat dengan memanaskan sorbitol dan etil oleat berlebihan, sebanyak lima kali lipat sorbitol, di dalam dimetilasetamida dengan natrium metoksida sebagai katalis. Mereka menggunakan
waktu reaksi 5 jam dan suhu reaksi 180°C dan oleh karena itu proses tersebut tidak ekonomis. Poliester karbohidrat, DS>4, sangat sukar disintesis secara enzimatik disebabkan oleh sferic hindrance dan belum berhasil dikerjakan (Akoh, 1994). Dalam upayanya untuk mensintesis ester sorbitol secara enzimatik Seino et al. (1984) tidak berhasil mensintesis sorbitol poliester, tetapi berhasil membuat
ester asam lemak
sorbitol dengan DS kurang dari 4. Ester sorbitol dengan DS kurang dari 4 berguna sebagai emulsifier (Akoh, 1994a). Namun demikian, Akoh dan Swanson (1990) menyatakan bahwa di suatu saat dengan rekayasa genetik mungkin dapat mengubah enzim secara genetik yang dapat mensintesis poliester dan dapat diperoleh enzim lipase hipertermostabil yang dapat mensintesis karbohidrat poliester. Diester asarn lemak metilglukosida disintesis oleh Gibbons dan Swanson (1959) dengan menggunakan xyZene sebagai mutual solvent untuk membentuk suatu leburan dan natrium hidroksida sebagai katalis. Suhu yang digunakan adalah 180°C. Oleh karena dua gugus bebas tak teresterifikasi, ester metil glukosida tersebut dapat digunakan sebagai emuls19er. 5. Sintesis Bebas-Pelarut Poliester Karbohidrat d a n Poliester Alkilglikosida
Poliester sukrosa yang mempunyai DS 5-8 dapat disintesis melalui proses transesterifikasi bebas pelarut. Feuge et al. (1970) membuat polierster asam lemak karbohidrat yang mempunyai DS>4 dengan metode transestrifikasi langsung bebas pelarut, mereaksikan sukrosa leburan dengan ALM asam lemak rantai panjang pada suhu antara 170-187°C dan dikatalisis oleh sabun litium, natrium atau kalium. Tetapi,
esterifikasi langsung sukrosa dengan asam lemak terbatas karena kecenderungan sukrosa membentuk karamel pada suhu tinggi (diatas 185 OC) Runtunan reaksi multitahap bebas pelarut untuk mensintesis poliester karbohidrat dan menghindarkan pelarut toksik yang biasa digunakan diuraikan oleh
Rizzi dan Taylor (1976;
1978). Pada tahap pertarna, direaksikan ALM dengan
sukrosa dalam rasio mol 3:l dengan adanya garam kalium dan alkil hidrida logam atau paduan logam Na-K pada suhu 130-150°C untuk membentuk lelehan satu fase yang menghasilkan ester sukrosa yang dominan dengan DS lebih kecil dari 4. Pada tahap kedua ditambahkan lagi ester metil asam lemak secara berlebihan dan'namum hidrida, NaH. Selanjutnya direaksikan selama 6 jam pada suhu 130-150 OC untuk mendapatkan rendemen SPE sampai 90% didasarkan pada berat sukrosa. Spesies yang reaktif pada metanolisis sukrosa dengan ALM dan katalis CH30Na adalah ion sukrat yang terbentuk melalui reaksi CH30Na dengan sukrosa Cimieaux dan McInnes, 1962; Rizzi dan Taylor, 1978). CH30-+ S
1 CH30H
+ S-
Selanjutnya Rizzi dan Taylor (1978) mengemukakan bahwa mekanisme reaksi untuk interesterifikasi sukrosa adalah:
CH30- + S
-% , CH3OH +
S-, dst
dimana kl adalan tetapan laju reaksi kekanan dan kl adalah tetapan laju reaksi kekiri Dan laju reaksi total pembentukan poliester sukrosa adalah
Sintesis menurut metode Rizzi dan Taylor (1976; 1978) mempunyai kendalakendala tertentu. Reaksi dua-tahap tersebut memerlukan waktu reaksi panjang, 8-9 jam dan rasio mol ALM:sukrosa 16:l sehingga tidak ekonomis untuk dilakukan. Hamm (1 984) memodifikasi metode Rizzi dan Taylor (1 978) dengan menambahkan metil oleat pada awal reaksi dan sukrosa serta natrium hidrida diambahan sedikit demi sedikit. Hamm (1 984) memperoleh rendemen SPE 42% dengan DS 4-8. Volpenhein (1985) memperbaiki metode transesterifikasi bebas pelarut untuk sintesis poliester sukrosa dengan mempergunakan rasio mol ALM terhadap sukrosa
12:l pada rasio mol sabun terhadap sukrosa yang lebih tinggi (0,75:1). d i dalam proses ini dipanaskan suatu campuran sukrosa, sabun logam alkali asam lemak dan kalium karbonat atau
barium karbonat sebagai katalis untuk membentuk suatu
leburan yang homogen. Pada leburan ini ditambahkan ester metil asam lemak, ester etil 2-metoksi atau ester benzil pada suhu dari 110 sampai 180°C dan tekanan 0,1 sampai 760 mm Hg. Katalis yang baik menurut Volpenhein (1985) adalah kalium karbonat dan waktu reaksi untuk kedua tahap antara 2-8jam. Produk yang dihasilkan merupakan campuran poliester dengan kandungan oktaester 3645% didasarkan pada sukrosa. Sintesis Volpenhein (1985) memerlukan destilasi uap pada 205°C atau distilasi molekular pada 60-150°Cuntuk menghilangkan ALM yang berlebihan.
Dalam
upaya
untuk
memperbaiki metode yang
diiembangkan
oleh
Volpenhein, Yamamoto dan Kinami (1986) menggunakan campuran sukrosa oleat (DS 1,5), ieburan sukrosa, metil oleat, dan katalis basa (1-100/0) seperti natrium dan kalium katrbonat atau hidroksida untuk membentuk leburan yang homogen pada 120180°C pada tekanan di bawah 10 mm Hg dan waktu reaksi di antara 1-3 jam. Rendemen SPE yang dihasilkan sekitar 70% dengan DS 5,6-8,O. Namun pada metode inipun masih diperlukan distilasi molekular energi tinggi. Mieth et al. (1983)
menguraikan sintesis poliester
sukrosa
melalui
interesterifikasi bebas pelarut sukrosaoktaasetat (SOAC) dengan ester metil asam lemak, metil palmitat, dengan adanya katalis logam alkali. Rendemen SPE yang dilaporkan, dihitung relatif terhadap jumlah SOAC awal, adalah 80-90%
pada
kondisi rasio mol ester metil terhadap sukrosaoktaasetat paling sedikit 8: 1, suhu reaksi antara 110 dan 120°C, waktu reaksi 3 jam dan konsentrasi katalis logam Na atau K 2%. Dalam proses ini, penambahan katalis dilakukan setelah terbentuk leburan SOAC dan ester metil palmitat. Akoh dan Swanson (1990) melaporkan optimasi sintesis poliester sukrosa dengan rendemen 99,6-99,8% SPE mumi didasarkan pada berat awal SOAC. Sintesis ini
merupakan
proses
bebas
pelarut
satu
tahap
dengan
mencampurkan
sukrosaoktaasetat, logam natrium 1-2% sebagai katalis, dan ester metil asam lemak minyak sayuran dalam labu reaksi leher tiga sebelum pemanasan. Pembentukan leburan satu fase dicapai dalam waktu 20-30 menit setelah pemanasan pada kecepatan pemanasan sekitar 3"C/menit. Rendemen optimum SPE dicapai pada suhu serendah
105 O
dan waktu reaksi sesingkat 2 jam dengan kondisi vakum 0-5 mm Hg. Metil
C
asetat volatil sebagai hasil interesterifikasi ditangkap dalam trap dingin yang berisi nitrogen cair (-196 OC), dan karena itu mendorong reaksi kearah pembentukan produk. Keuntungan dari proses Akoh dan Swanson (1990) serta proses yang dilaporkan oleh Mieth et aZ. (1983) adalah gugus asetat dalam SOAC merupakan
leaving dan protecting group yang baik terhadap degradasi dan karamelisasi sukrosa selama sintesis SPE, oleh karena itu rendemen SPE meningkat, dan isoiasi serta rekoveri SPE dapat dilakukan dengan lebih mudah. ALM dan ester asam lemak sukrosa rantai panjang yang mempunyai DS 1-3 dihilangkan dengan mencucinya dengan metanol dan heksana (Akoh dan Swanson, 1987a; 1990). Hasil optimasi menunjukkan bahwa rasio optimum antara ALM terhadap SOAC terletak di antara 6: 1 dan 12:1. Untuk mendapatkan rendemen yang maksimum pada metode Akoh dan
Swanson (1990) diperhkan rasio mol ALM:SOAC paling sedikit 8:l. Sukrosa polioleat sebagai oktaester terbentuk dengan rendemen sekitar 99,8OA ketika rasio mol ALM:SOAC yang digunakan adalah 8:l. Rendemen yang dilaporkan oleh Akoh dan Swanson (1990) lebih besar daripada yang dilaporkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Feuge et al.. 1970; Hamm, 1984; Rizzi dan Taylor, 1978). ~ e n u n r t Chung et al. (1996) metode ini merupakan suatu metode yang berhasil dikarenakan rendemen
produknya
yang
tinggi
dengan
suhu yang
relatif
rendah
tanpa
menggunakan pelarut yang toksik. Metode sintesis tanpa pelarut untuk ester metil glukosida dan sorbitol dilaporkan oleh Albano-Garcia et al. (1980). Mereka melaporkan sintesis bebas-
pelarut ester metil glukosida asam lemak rninyak keiapa dengan mereaksikan metil glukosida : metil ester dalam rasio mol 1 : 1 sampai 1:3 dengan adanya katalis sabun kalium anhydrous 5% dan logam natrium 0,5% pada suhu 140-148°C dan tekanan 20 mm Hg selama 3-5 jam. Metil glukosida digunakan sebagai emulsifier d m detejen dan bukan sebagai substitut lemak yang takterabsorbsikan dalam makanan. Penggunaan gula asetat tak mereduksi untuk sintesis poliester sakarida telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Akoh dan Swanson, 1987a; 1987b; 1990; h4ieth et al., 1983). Akoh dan Swanson (1987a) menggunakan proses ini untuk mensintesis
poliester alkil glikosida seperti poliester metil glukosida, poliester metil galaktosida, d m poliester oktil glukosida melalui interesterifikasi bebas-pelarut alkil glikosida tetraasetat dengan ALM asam lemak rantai panjang d m minyak sayuran. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, gugus hidroksil bebas alkil glikosida pertamatama dilindungi dengan asetilasi (Linstead et al.. 1940) sebelum interesterifikasi. Diperoleh rendemen sebesar 9 9 3 % pada rasio mol dkil glikosida asetat:ALM 1 5 , katalis Na 2% dan dipanaskan pada 98-105 "C . Pengujian dengan tikus percobaan menunjukkan bahwa poliester metil glukosida tidak dapat dicerna dan diabsorbsi atau dapat dicerna dan diabsorbsi sebagian bergantung pa& jenis asam lemak yang terikat dan dapat mengurangi berat tubuh (Akoh dan Swanson 198%; 1991). Potensi untuk sintesis dan penggunaan poliester alkil glukosida inovatif yang sangat tersubstitusi @S4) sebagai substitut lemak taktercemakan, takterabsorbsikan tampaknya sangat besar dan dapat berkompetisi dengan poliester asam lemak karbohidrat (&oh dan Swanson, 1991).
6. AnaIisis Poliester Karbohidrat
Cara-cara yang digunakan pada analisis lipida seperti krornatografi lapis tipis (TLC), kromatografi gas-cair (GLC), kromatografi kolom, high performance liquid
chromatography (HPLC), spektroskopi masa (MS), spektroskopi i n h merah (KR) dan spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) dapat digunakan dalam analisis ester dan poliester karbohidrat (Akoh, 1994a). Estimasi kuantitatif derajat esterifikasi atau derajat substitusi serta banyaknya ester dan poliester karbohidrat yang terbentuk telah dilaporkan oleh beberapa kelompok peneliti. Penentuan derajat esterifikasi atau derajat substitusi dilakukan dengan pengukuran secara polarimetri (Osipow et al., 1956), penentuan bilangan hidroksil (Rizzi dan Taylor, 1978),
dan
c ' NMR ~
(Akoh dan Swanson, 1987a;
1989a; 1989b; 1990). Penentuan kandungan ester total dilakukan dengan TLC-
recording densitometry (Feuge et al., 1970; Weiss et al.. 1971; Zeringue dan Feuge, 1976b) dan GLC (FDA, 1983; Gupta ef al.. 1983a). Analisis poliester karbohidrat seperti SPE teiah didominasi oleh TLC (Mieth
et al., 1983; Wei. 1984; Weiss et aL, 1972; Rizzi dan Taylor, 1978). Noda-noda SPE divisualisasi melalui penyemprotan
dengan HzS04 50% dan naphthoresorcinol
setelah dipanaskan terlebih dahulu pada 150°C selama 10-15 menit (Rizzi dan Taylor, 1978). Kromatografi permeasi gel tekanan tinggi telah digunakan untuk menentukan
SPE dalam feses dengan menggunakan detektor indeks bias @irch dan Crowe, 1976; FDA, 1983; Hamm, 1984).
Spektroskopi infra merah (JR), H' NMR, dan
c ' ~NMR
telah digunakan
secara rutin untuk mengkonfirmasikan atau mengelusidasi struktur ester karbohidrat dan alkil glikosida yang disintesis (Akoh dan Swanson, 1987a; 1989a; 1989b; Albano-Garcia, 1980; Hamm, 1984; Rizzi dan Taylor, 1978; Seino et al,, 1984; Weiss ef al., 1971). Bergantung pada bahan dasar yang digunakan atau produk yang dihasilkan, gugus hngsional karakteristik, pita absorbsi yang dicari di dalam spektrum infra merah adalah: 3420-3500 cm-' (OH), 1740-1750 cm-' (ester C=O), 1460-1470 cm-' (rentangan C-H dalam CH3 danlatau CH2) d m 900-920 cm-' (vibrasi lingkaran). Beberapa spektra mungkin mengandung pita lebar yang intensitasnya rendah pada 3840 cm-I (pita overtone lemah rentangan C---0). Demikian pula signal-signal yang dicari di dalam spektrum cL3 bergantung pada bahan dasar atau produk. Cara lain tetapi jarang diuji untuk elusidasi struktur poliester karbohidrat yaitu kromatograti gas-spektrometer massa (GC-MS). Tetapi, karena poliester karbohidrat itu nonvolatil, mungkin dapat digunakan program suhu tinggi sampai 380°C seperti yang diperikan oleh Gupta ef al. (1983a) asalkan sampelnya disililasi terlebih dahulu. 7. Aplikasi Karbohidrat Poliester dan Karbohidrat Ester
Nama ester karbohidrat biasanya diartikan sebagai ester asam lemak karbohidrat dengan derajat substitusi rendah, DS 1-3, seperti ester asam lemak dari sukrosa (SFE) yang dipasarkan oleh Mitsubishi Kusei Food Coorperation, Tokyo, Jepang. Poliester karbohidrat mengandung derajat substitusi yang lebih tinggi, DS 4 sampai 8. SFE digunakan sebagai emulsi,fier, pelumas, antzcaking, zat antimikroba,
zat penurun viskositas, atau sebagai coating untuk pisang, apel, pear, dan nenas (Marshall dan Bullerman, 1986%;1987%;Ryoto Sugar Ester, 1987; Walker, 1984). Poliester sukrosa mempunyai potensi untuk menurunkan level kolesterol dalam kelainan-kelainan lipida tertentu (Grundy el al., 1986; Mellies el a'.
1983; 1985).
Konsumsi 3 0 gram SPE/hari akan mereduksi jumlah kalori yang dikonsumsi sebesar 270 kalori (Toma et al., 1988). Grundy et al. (1986) melaporkan bahwa SPE
ditoleransi oleh pasien diabetes pada maksimum 90 gramlhari jika jumlah kalori yang dikonsumsi dikurangi sampai 1000 kkavhari. Jadi SPE dan poliester karbohidrat lainnya mempunyai kemungkinan untuk digunakan sebagai terapi penurunan berat badan.
SPE mempunyai
manfaat
menambahkan
makanan
pada
diet
tanpa
menambahkan kalori. Konsumsi poliester karbohidrat baik untuk orang yang mempunyai resiko tinggi untuk penyakit jantung koroner, kanker kolon dan obesitas (Toma et al., 1988). Poliester asam lemak karbohidrat dapat disintesis dari gula atau alkohol gula dengan ester metil asam lemak dari bermacam-macam sumber. Sifat-sifat poliester asam lemak karbohidrat misalnya titik lebur. konsistensi atau sifat fbngsional lainnya yang diinginkan dapat disesuaikan dengan tujuan penggunaan poliester tersebut dengan memilih asam lemak dari trigliserida atau surnber alami lainnya (Swanson, 1992; Wei, 1984). Lemak simulasi sintetik dapat mensubstitusi sebagian atau seluruh
lemak atau minyak dalam cakes, keju, atau sausage serta dapat juga digunakan sebagai minyak goreng untuk menggoreng kentang Vi-enchfries)rnisalnya. Procter & Gamble telah memperkenalkan olestra sebagai substitut lemak nonkalori yang dapat
digunakan untuk menggantikan lernak ddarn bemacam-rnacam makanan yang dimasak, panggang atau goreng (Adams et al., 1990). F D A telah rnenyetujui penggunaan olestra sebagai pengganti lemak dalam ready-to-eat savory snack misalnya kentang goreng. Dalam rnakanan sernacam itu olestra dapat digunakan sebagai pengganti lernak atau minyak untuk rnenggoreng atau rnernanggang, sebagai kondisioner dalam adonan dan sebagai ingredient atau flavor. FDA menuntut agar makanan yang menggunakan olestra mencantumkan statement; "ThisProduct Contains Olestra Olestru may cause a b d o m i d cramping and loose stools. Olestra inhibits the absorbtion of some vitamins and other nutrients. VitaminsA, D, E, and K have been added "(Giese 1996b).