1
LASER VIBROMETER BASED ON THE MICHELSON INTERFEROMETER FOR NON DISTRUCTIVE MEASUREMENT OF VIBRATION Agus Rubiyanto* ABSTRAK Telah dilakukan pengukuran frekuensi suatu getaran tanpa merusak yang berbasis pada interferometer Michelson. Sistem ini terdiri dari sumber laser, komponen optik (lensa positif), interferometer Michelson (terdiri dari cermin pemisah dan cermin tetap), fotodetektor, perangkat elektronik, dan pengukur frekuensi (penganalisa spektrum). Seberkas sinar dari sumber laser dipisah menjadi dua dengan menggunakan cermin pemisah (beam splitter). Berkas pertama dikenakan pada cermin tetap. Berkas kedua dikenakan pada cermin yang digetarkan dengan sumber tegangan dari osilator (function generator) yang diperkuat oleh rangkaian penguat daya menggunakan IC LM 386. Sumber getaran frekuensinya dapat diatur. Pantulan berkas dari cermin tetap dan cermin bergetar disuperposisikan, kemudian intensitasnya ditangkap dengan menggunakan fotodetektor yang dihubungkan dengan perangkat elektronik dan penganalisa spektrum. Berkas hasil superposisi yang tertangkap oleh fotodetektor mempunyai spektrum frekuensi ωp, 2 ωp, 3 ωp, dan seterusnya (ωp adalah frekuensi sudut cermin bergetar). Sinyal dengan spektrum tersebut diperkuat dan difilter dengan filter lolos rendah untuk meloloskan sinyal dengan frekuensi sudut ωp saja untuk diteruskan ke penganalisa spektrum. Pengukuran dilakukan dengan frekuensi getaran fp (=ωp/2π) mulai dari 1 hingga 10 kHz. Hasil pengukuran frekuensi getaran cermin oleh laser vibrometer memberikan harga kesalahan rata-rata pengukuran sebesar 1,4%. Sedangkan dari hasil penggunaan alat untuk mengukur amplitudo getaran dari frekuensi 1 hingga 10 kHz menunjukkan harga rata-rata pengukuran sebesar 4,2 volt untuk tiap amplitudo simpangan getaran cermin 0,1 mm, dengan nilai kesalahan rata-rata 50% untuk frekuensi 1 hingga 2 kHz dan 8% untuk frekuensi 3 hingga 10 kHz. Pada pengukuran nisbah sinyal-derau menunjukkan harga rata-rata 3,4 dB dengan harga terkecil terjadi pada frekuensi 1 hingga 2 kHz yaitu sebesar 1,7 dB. Kata kunci: pengukuran, frekuensi interferometer Michelson. ABSTRACT Vibration measurement based on the Michelson interferometer has been developed. The system consist of a laser source, two positive lenses, a Michelson interferometer, a photodetector, an electronic preamplifier and filter, and a spectrum analyzer. A laser beam is divided into two parts by a beam splitter. The first beam is reflected by a fixed mirror. The second beam is directly reflected from measured target (moving mirror) which is vibrated by oscillator voltage and amplified by IC LM 386. The reflected beam from a fixed mirror and from moving mirror are combined after passing the beam splitter will be formed interference pattern. The interfering light is detected by a photodetector linked into a preamplifier to converting voltage. The signal has a spectrum frequency of ω p, 2 ωp, 3 ωp, and so on (ωp is moving mirror anguler frequency). The output signal is amplified and filtered by low pass filter that passed only ωp signal. After that the signal is analyzed by a spectrum analyzer. The measurements have been conducted at the frequency fp (=ωp/2π) starting from 1 to 10 kHz. The result showed that the frequency measurement has average error of 1,4 %, the amplitudo measurement has average error of 50 % for frequency from 1 to 2 kHz, and 8 % for frequency from 3 to 10 kHz. The final measurement showed that the signal-to-noise (S/N) has 3,4 dB for frequency of 3 to 10 kHz and 1,7 dB for frequency from 1 to 2 kHz. Keywords: measurement, Michelson interferometer, frequency, amplitudo, signal-to-noise.
1. PENDAHULUAN Metode pengukuran secara optik untuk pengukuran getaran suatu obyek dapat memberikan keuntungan yang signifikan di atas metode-metode pengukuran secara konvensional elektromekanis (Vairac dan Cretin 1996). Diantaranya, karena detektor-detektor optik dapat beroperasi dengan tanpa merusak dari obyek yang bergetar, untuk mengeliminasi distorsi dari obyek getaran yang disebabkan oleh pembebanan secara mekanik dari detektordetektor yang dipasang. Diantara teknik-teknik pengukuran secara optik yang ada, intensitas cahaya yang diteruskan menuju detektor sering
menjadi pilihan yang diinginkan karena dari informasi yang dibawa oleh intensitas tersebut mengandung parameter-parameter fisis dari obyek pengukuran yang sedang diamati, misalnya pergeseran, frekuensi, dan amplitudo dengan interferometer berdimensi besar (Koch 1999; Wang dkk. 2000) sedangkan interferometer optika terpadu yang memiliki dimensi milimeter dikembangkan oleh (Rubiyanto dkk. 2001) dengan memanfaatkan sifat kristal Lithium Niobate. Pada paper ini dibahas laser vibrometer yang telah dirancang dan merupakan sebuah perangkat pengukur getaran secara optik.
* Jurusan Fisika, FMIPA ITS, Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya (60111) E-mail:
[email protected]
Vol. 17, No. 1, Februari 2006 - Majalah IPTEK
2 Instrumen ini terdiri dari sebuah interferometer Michelson, sumber laser, cermin bergetar, lensa, dan perangkat elektronik. Dengan rangkaian yang sederhana dibandingkan peneliti yang lain, laser vibrometer ini dapat digunakan untuk mengukur getaran dari frekuensi 1 hingga 10 kHz. 2. TEORI Konfigurasi dasar Interferometer Michelson diperlihatkan pada Gambar 1. Prinsip kerja dari interferometer ini menggunakan intensitas cahaya dari sumber S yang tidak dipusatkan (broad source) dibagi dua oleh pemecah berkas (beam splitter, BS), sehingga terjadi dua berkas cahaya yang menempuh lintasan rambat terpisah. Kedua berkas cahaya tersebut dipertemukan kembali dengan pemantulan cermin M1 dan M2 (Tjia 1992).
Kemudian kedua medan listrik tersebut berinterferen pada cermin pembagi dapat diperoleh intensitasnya sebagai: * .......(5) I E1 r, t E 2 r, t E1 r, t E 2 r, t 1 Eo2 2 exp 2
L L 2 X j 1 2 exp c
L L 2 X j 1 2 c
.......(6) X = a Sin pt, a dan p masing-masing menyatakan amplitudo dan frekuensi anguler dari getaran cermin bergetar. Misal ( L1-L2) = Lo, maka 1 I Eo2 2 exp 2
L 2 X j o exp c
L 2 X j o c
L 2 X 1 .......(7) Eo2 2 2Cos o 2 c dimana 2 k , maka c 1 2 I Eo 1 CoskLo Cos 2kaSin pt SinkLo Sin2kaSin pt 2
1 Eo2 1 Cos(kLo ) J o (2ka) 2 J 2 2ka Cos 2 pt ............ 2
SinkLo 2J1 2kaSin p t 2J 3 2kaSin3 p t .........
1 Eo2 1 J o 2ka CoskLo 2 J 2 2ka CoskLo Sin2 pt ........ 2 2J 1 2kaSinkLo Sinω p t 2J 3 2kaSinkLo Sin3ω p t ......
.......(8) dimana I o E o 2 adalah intensitas dari sumber laser, J n adalah fungsi Bessel orde ke-n. Gambar 1. Konfigurasi dasar interferometer Michelson. Apabila sumber cahaya menggunakan sumber sinar laser yang terkolimasi (dengan lensa positif) dan dilewatkan beam splitter, medan listrik E1 (r,t) dan E2 (r,t) dari cahaya setelah melewati cermin pembagi (beam splitter) dapat diungkapkan sebagai berikut. 1 .......(1) E1 r , t E0 exp j 2ft E 2 r , t
2 1
2
E0 exp j 2ft
.......(2)
dengan E0 dan ω (=2πf) adalah amplitudo dan frekuensi sudut dari sumber cahaya. Berkas sinar laser dari medan listrik E1(r,t) berfungsi sebagai referensi dan E2 (r,t) digunakan sebagai target pengukuran. Berkas cahaya yang dipantulkan kembali cermin referensi (M1) dan cermin target pengukuran (M2) mempunyai panjang lintasan optik L1 dan L2, medan-medan listriknya dapat dituliskan kembali sebagai 1 .......(3) E1 r , t E0 exp j 2f t L1 / c 2
E 2 r , t
1 2
L 2X E 0 exp j 2f t 2 c
.......(4)
Majalah IPTEK - Vol. 17, No. 1, Februari 2006
3. EKSPERIMEN Aspek teoritis interferometer Michelson diterangkan dengan jelas pada bab di atas. Berkas cahaya dari sumber cahaya laser He-Ne (=632,8 nm) hasil interferensi dipusatkan oleh lensa positif Lensa 2 ke fotodetektor (Gambar 1) yang merubah berkas cahaya dari mode frinji ke moda titik (spot), sehingga fluks cahaya yang tertangkap oleh fotodetektor cukup besar. Perangkat elektronik yang telah direncanakan terdiri dari detektor fotodioda, penguat, filter, penganalisa spektrum. Sebagai sumber getaran mekanik digunakan speaker yang ditempeli cermin. Sumber getaran mekanik cermin tersebut dari speaker 0,5W yang ditempeli sebuah cermin berdiameter 1 cm. Speaker diberi tegangan dari frekuensi generator yang frekuensinya dapat diatur dari 1 hingga 10 kHz. Untuk mengetahui frekuensi dari cermin bergetar yang diberi sumber tegangan dari frekuensi generator dapat dilakukan dengan susunan alat seperti pada Gambar 2. Speaker diberi tegangan sinusoidal dari frekuensi generator melalui sebuah penguat daya IC LM 386, kemudian getaran dari cermin mengakibatkan cahaya yang mengenai fotodioda (PD) berubah-ubah arahnya. Perubahan ini
3
mengakibatkan tegangan yang terbentuk pada prapenguat juga berubah-ubah secara periodik. Frekuensi dari perubahan tersebut dapat teramati pada osiloskop.
Gambar 2. Penguat frekuensi cermin bergetar. Pola pergeseran secara periodik dari sinar laser yang mengarah ini mengakibatkan sinyal yang ditimbulkan oleh rangkaian fotodioda (PD) dan prapenguat berubah-ubah secara periodik juga. Frekuensi perubahan sinyal ini dapat diamati dengan osiloskop. Frekuensi yang teramati oleh osiloskop ini adalah frekuensi aktual dari cermin bergetar. Frekuensi aktual dari cermin bergetar digunakan sebagai acuan frekuensi sumber getaran mekanik. Perangkat elektronik terdiri dari detektor fotodioda dan prapenguat, penguat, filter dan penganalisa spektrum. Rangkaian perangkat elektronik yang telah dibuat seperti tampak pada Gambar 3. Sebagai alat ukur frekuensi getaran mekanik yang diamati dengan laser vibrometer pada penelitian ini digunakan penganalisa spektrum. Untuk mendeteksi sinyal optik dengan intensitas I digunakan fotodetektor. Kuat arus iS yang dibangkitkan fotodetektor dari cahaya sinyal yang mengenainya adalah (Singh 1996): Pe o .......(9) iS hc
dengan P I A = daya cahaya sinyal (W) = efisiensi kuantum fotodetektor gelombang cahaya o = panjang optik (m) h = konstanta Plank
sinyal
Gambar 3. Rangkaian Perangkat Elektronik. (a) Sumber getaran cermin (b) fotodetektor dengan rangkaian filter LPF dan HPF. Selanjutnya arus iS dilewatkan pada tahanan beban RL(100kΩ) seperti pada rangkaian pada Gambar 3 (b). Derau yang terjadi pada pengkonversian sinyal optik menjadi arus pada rangkaian detektor dan prapenguat menghasilkan nisbah sinyal-derau (S/N) yang memenuhi persamaan (Ross 1979): .....(10) iS S/N
2eiS B 4kTB / RL
Apabila arus gelap (dark current, iD ) dan arus latar iB diperhitungkan maka persamaan di atas dapat berubah menjadi (Wilson 1998), iS .....(11) S/N 2eBiS iD iB 4kTB / RL dengan iS = arus foto ( photocurrent, A) e = 1,6 x 10-19 B = lebar pita (bandwidth) k = konstanta Boltzmann T = suhu kelvin RL = tahanan beban (Ω) Selanjutnya kuat arus i dikenakan pada tahanan beban RL (100 kΩ) seperti pada Gambar 3(b). RL ditempatkan pada masukan pembalik dan keluaran sumber tegangan. Tegangan yang pada tahanan beban RL adalah .....(12) V iRL yang kemudian diperkuat dengan penguat awal berpenguatan sebelas kali dari penguat dengan rangkaian dengan memberikan harga R4 dan R5 sebesar 10 k. Kembali pada persamaan (8), tampak bahwa intensitas cahaya sinyal mengandung suku-suku yang merupakan fungsi dari ωp, 2ωp, 3ωp, dan seterusnya, yang turut memberikan kontribusi pada spektrum arus dan tegangan pada tahanan beban rangkaian detektor. Sehingga tegangan yang terbentuk pada Vol. 17, No. 1, Februari 2006 - Majalah IPTEK
4
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Linieritas Fotodetektor terhadap Intensitas Cahaya Pada pengujian ini digunakan empat buah filter penggelap yang mempunyai koefisien transmisi masing-masing sebesar 1/10, ¼, ½, dan ¾. Intensitas sumber cahaya laser pada saat tanpa menggunakan filter penggelap dinamakan I0. Hasil pengukuran pengujian linieritas fotodetektor dengan menggunakan filter penggelap seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4.(a). Pengukuran Linearitas fotodetektor; (b) Hubungan antara Intensitas Cahaya (Io) dengan Tegangan Keluaran. Hasil pengujian linieritas fotodetektor seperti menunjukkan bahwa fotodetektor untuk intensitas 0,1 I0 hingga I0 atau tegangan keluaran 0,59 hingga 6,02 Volt memberikan respons yang mendekati linier. Intensitas cahaya yang mengenai fotodetektor kira-kira lebih rendah dari intensitas sinar laser yang besarnya 5 mW. 4.2 Pengujian Linieritas Rangkaian Detektor Penguat terhadap Frekuensi Masukan Untuk menguji linieritas rangkaian detektor dan penguat diperlukan sinyal optik (sinusoidal) yang diperoleh dari LED yang dirangkai dengan Majalah IPTEK - Vol. 17, No. 1, Februari 2006
function generator. Cahaya yang keluar dari LED dijatuhkan pada fotodioda. Kemudian kedua tegangan sinyal masukan (dari function generator) dan tegangan keluaran dari penguat akhir diamati dengan osiloskop. Frekuensi pengamatan dimulai dari frekuensi 1 hingga 20 kHz. Data hasil pengamatan diolah dan dituangkan pada Gambar 5. Frekuensi Tegangan Keluaran (kHz)
penguat akhir juga mempunyai suku-suku yang mengandung ωp, 2ωp, 3ωp, dan seterusnya. Untuk mendapatkan sinyal tunggal dengan frekuensi ωp(=2πfp), diperlukan pemfilteran. Karena sinyal-sinyal yang muncul mempunyai frekuensi ωp, 2ωp, 3ωp, dan seterusnya, sedangkan dalam pengukuran hanya diperlukan sinyal dengan frekuensi ωp saja maka filter yang dibutuhkan adalah filter lolos rendah (lowpass filter, LPF) dengan f-3dB nya disesuaikan dengan fp. Rangkaian LPF yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada Gambar 3(b). Pada rangkaian akhir setelah filter lolos rendah juga ditambahkan filter lolos tinggi (HPF) yang berfungsi untuk menghalangi derau pada frekuensi rendah (kurang dari 100 Hz) masuk ke penganalisa spektrum. Filter HPF yang digunakan mempunyai f-3B sebesar 100 Hz, dengan rangkaian seperti pada Gambar 3(b).
20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
Frekuensi Tegangan Masukan (kHZ)
Gambar 5. Frekuensi Tegangan Masukan (modulasi) dan Frekuensi Tegangan Keluaran. Kemudian dari hasil pengujian frekuensi keluaran terhadap frekuensi masukan dari rangkaian fotodetektor dan penguat seperti yang terlihat pada Gambar 5. Dari Gambar tersebut ditunjukkan bahwa rangkaian detektor dan penguat akan meneruskan sinyal elektronik dengan frekuensi sesuai dengan frekuensi masukan (untuk masukan frekuensi tinggi 20 kHz). Apabila sinyal masukan sinyal hasil superposisi (termodulasi) yang mengandung beberapa macam frekuensi maka semua frekuensi sinyal akan diteruskan melalui penguat yang ada. Karena penguat yang digunakan terbuat dari op amp yang mempunyai lebar pita lebih kurang 1 MHz maka frekuensi sebesar kurang dari 1 MHz dari masukannya akan diteruskan ke keluarannya. Sedang alat ukur frekuensi penganalisa spektrum yang digunakan buatan Stanford Research tipe SR 760 yang mempunyai batas ukur maksimum frekuensi pada 100 kHz. 4.3 Hasil Pengukuran Frekuensi Getaran (Vibrasi) oleh Rangkaian Laser Vibrometer Setelah sederet pengujian mulai dari pengujian detektor, rangkaian, dan penentuan f3dB filter, rangkaian laser vibrometer digunakan untuk mengukur frekuensi getaran. Sebagai sumber getaran adalah cermin bergetar, diberi sumber tegangan sinusoidal dengan frekuensi dapat diubah dari frekuensi generator yang diperkuat dayanya sebelumnya. Frekuensi aktual dari cermin bergetar digunakan sebagai acuan frekuensi getaran. Sinyal dalam bentuk optik dirubah menjadi sinyal listrik, diperkuat dan difilter. Frekuensi getaran cermin diatur mulai dari 1 hingga 10 kHz. Signal keluaran dan
5
Frekuensi Terukur (kHz)
12 10 8 6 4 2 0 0
2
4
6
8
10
12
Frekuensi Cermin Bergetar (kHz)
Gambar 6. Hubungan Frekuensi Intensitas Cahaya Terukur dan Cermin Bergetar. 4.4 Pengukuran Amplitudo Getaran Amplitudo intensitas ini dikonversi menjadi arus oleh detektor (diasumsikan responsivitas fotodetektor pada = 632,8 nm sebesar 0,50 A ) menjadi i = 6 x 10-6A. Kuat arus sebesar 6 W
x 10-6 A dikonversi ke tegangan oleh pra penguat transresistansi (V = i .R, R = 100 k) diperoleh V = 0,6 volt, dan diperkuat lagi dengan penguatan 11 kali, diperoleh 6,6 volt. Tabel 1. Amplitudo sinyal dari suku berfrekuensi p untuk simpangan getaran a = 0,1 mm. Amplitudo sinyal dari Frekuensi suku berfrekuensi p (kHz) Teori Pengukuran (V) (V) 1 6.6 3.52 2 6.6 3.00 3 6.6 5.76 4 6.6 5.57 5 6.6 4.67 6 6.6 5.48 7 6.6 5.21 8 6.6 5.71 9 6.6 5.00 10 6.6 5.19 Sedangkan hasil pengukuran amplitudo sinyal dari suku berfrekuensi p yang diteruskan ke penganalisa spektrum seperti pada Tabel 1. Pada penentuan frekuensi f3dB dari LPF dibuat sesuai dengan frekuensi getarannya. Dengan mengatur besarnya tahanan dari potensiometer kembar LPF hingga didapatkan frekuensi spektrum yang tampak pada layar penganalisa spektrum menjadi tunggal (dengan mengatur derau yang mengikutinya sekecil mungkin). Apabila frekuensi getaran dari cermin bergetar adalah fp maka cahaya tersuperposisi yang mengenai fotodetektor mengandung komponen frekuensi
fp, 2fp, 3fp, dan seterusnya. Untuk selanjutnya frekuensi f3dB dari LPF disesuaikan sebesar fp, komponen-komponen yang mempunyai frekuensi 2fp, 3fp, dan seterusnya akan ditindas, sehingga sinyal yang diteruskan ke penganalisa spektrum adalah sinyal yang hanya mempunyai frekuensi fp. Pada percobaan pengukuran frekuensi getaran cermin, perangkat laser vibro meter ini memberikan harga kesalahan rata-rata yang cukup kecil yaitu sebesar 1,4%, untuk pengukuran frekuensi dari 1 hingga 10 kHz. Sedangkan dari hasil percobaan penggunaan alat untuk pengukuran amplitudo getaran dari frekuensi 1 hingga 10 kHz menunjukkan harga rata-rata 4,9 volt untuk tiap amplitudo simpangan getaran cermin sebesar 0.1 mm dan daya cahaya 2.5 mW, dengan nilai kesalahan ratarata 50 % untuk frekuensi 1 hingga 2 kHz dan 8% untuk frekuensi 3 hingga 10 kHz. Kesalahan sebesar 50 % ini kemungkinan disebabkan oleh adanya derau dari jaringan frekuensi/daya (dan harmonisanya) yang terjadi pada frekuensi 10 Hz hingga 1 kHz (Kalvoda 1975). Sedangkan ketidaksesuaian antara menurut teori (hasil perhitungan) pada perhitungan amplitudo, mungkin disebabkan oleh asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan tidak diketahui dengan pasti. 4.5 Pengukuran Nisbah Sinyal-derau (S/N) Nisbah sinyal-derau yang terjadi pada rangkaian fotodetektor dan prapenguat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (11) menghasilkan 54dB. Sedang harga S/N dari sinyal yang diteruskan ke penganalisa spektrum ditentukan melalui analisa hasil spektrum dengan bantuan persamaan (8), hasilnya seperti pada Gambar 7. 5 4
S/N (dB)
interferensi antara cahaya dari cermin yang bergetar dengan cahaya referensi ditunjukan pada Gambar 6.
3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
Frekuensi (kHz)
Gambar 7. S/N dari sinyal yang diteruskan ke penganalisa spektrum. Pada pengukuran nisbah sinyal-derau dari frekuensi 1 hingga 10 kHz menunjukkan harga rata-rata 3,4 dB, dengan harga terkecil terjadi pada frekuensi 1 hingga 2 kHz yaitu sekitar 1,7 dB. Hal ini mungkin disebabkan karena derau Vol. 17, No. 1, Februari 2006 - Majalah IPTEK
6 yang diungkapkan pada Persamaan 10, dan juga oleh faktor kestabilan dinamik getaran oleh pembebanan cermin pada frekuensi rendah (Mitsui dan Yamashita 1997). Cermin sebagai obyek bergetar dimodulasi dengan oscilator pada frekuensi 1 kHz sampai dengan 10 kHz. Hasil pengukuran cahaya hasil interferensi yang ditangkap oleh fotodetektor dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini. Frekuensi Getaran (data 01, fp=1 kHz)) 9.00E+02
1.00E+03
1.10E+03
1.20E+03
1.30E+03
Amplitudo (dBV)
0.0E+00
-5.0E+01
fft -1.0E+02
-1.5E+02
Frekuensi (Hz)
(a) Frekuensi Getaran (data 02, fp=2kHz)) 1.5E+03
1.7E+03
1.9E+03
2.1E+03
2.3E+03
2.5E+03
Amplitudo (dBV)
0.0E+00
-5.0E+01
fft -1.0E+02
-1.5E+02
Frekuensi (Hz)
(b) Gambar 8. Signal pada penganalisa spektrum bila cermin digetarkan (a) 1kHz dan (b) 2 kHz. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa puncak signal memiliki frekuensi sama dengan frekuensi modulasi yang diberikan pada cermin. 5. SIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: eksperimen laser vibrometer untuk mengukur getaran tak merusak dapat dibuat dari sumber cahaya (laser), perangkat optik (lensa), interferometer Michelson dan perangkat elektronik yang terdiri dari fotodetektor, penguat, filter dan pengukur frekuensi (penganalisa spektrum). Pada percobaan pengukuran frekuensi getaran cermin dari frekuensi 1 hingga 10 kHz, perangkat laser vibrometer ini memberikan harga kesalahan ratarata pengukuran sebesar 1,4 %. Sedangkan dari hasil penggunaan alat untuk mengukur amplitudo getaran dari frekuensi 1 hingga 10 kHz, menunjukkan harga rata-rata pengukuran Majalah IPTEK - Vol. 17, No. 1, Februari 2006
sebesar 4,2 volt untuk tiap amplitudo simpangan getaran cermin sebesar 0,1 mm dengan nilai kesalahan rata-rata 50 % untuk frekuensi 1 hingga 2 kHz dan 8 % untuk frekuensi 3 hingga 10 kHz. Sedangkan pada pengukuran nisbah sinyal-derau yang terjadi pada spektrum sinyal getaran yang terukur pada penganalisa spektrum dari frekuensi 1 hingga 10 kHz menunjukkan harga rata-rata 3,4 dB dengan harga terkecil terjadi pada frekuensi 1 hingga 2 kHz yaitu sebesar 1,7 dB. Dengan rangkaian eksperimen sederhana dan memanfaatkan interferometer Michelson, frekuensi benda bergetar dapat dilihat langsung berdasarkan signal hasil interferensi yang ditunjukkan pada penganalisa spektrum. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menambahkan modulator akustooptik sebagai modulator eksternal, agar dapat mengukur getaran dengan frekuensi lebih tinggi dari 10 kHz. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima-kasih kepada Gatut Yudoyono, MT yang telah memberikan saran dan kritik dan juga Misto yang telah membantu percobaan ini di Laboratorium Optik dan Optoelektronika, Jurusan Fisika-FMIPA ITS. DAFTAR ACUAN Das, P.K. (1991), Optical Signal Processing, Springer-Verlag, Berlin. Denton, J.D. (1989), Operational Amplifier and Linear Integrated Circuits:Theory and Applications, McGraw-Hill, Inc, New York. Durand, M. dkk. (1977), Interferometric Laser Technique for Accurate Velocity Measurement in Shock Wave, Physics.Rev.Sci.Instrum.48,3, pp. 275-278. Ghatak, K. dan Thyagarajan, K. (1989), Optical Electronics, Cambridge University Press, New York. Hund, E.(1989), Microwave Communications: Componen and Circuits:Formerly of Pierce College, Los Angelos, California. Kalvoda, R. (1975), Operational Amplifier in Chemical Instrumention, John Wiley & Son Inc, New York. Keiser, G. (1983), Optical Fiber Communication, McGraw-Hill Book, New York. Koch, C. (1999), Measurement of Ultrasonic Pressure by Heterodyne Interferometry with a Fiber-tip Sensor, Applied Optics, 38(13), pp. 2812-2819.
7
Mitsui, T. dan Yamashita, K. (1997), Diode Laser-frequency Stabilization by Use of Frequency Modulation by a Vibrating Mirror, Applied Optics,36,22, pp. 5494-5497. Ross, A.D. (1979), Optoelectronics Devices and Optical Imaging Techniques, Queen Mary College, London. Rubiyanto, A., Ricken, R., Herrmann, H., dan Sohler, W. (2001), Integrated Optical Heterodyne Interferometer in Lithium Niobate, Journal Non Linear Optic, pp. 201-206. Sasaki, O. dkk. (2000), Sinusoidal WavelengthScanning Interferometer with a Superluminescent Diode for Step-profile Measurement, Applied Optics, 39, 25, pp. 4589-4592. Singh, J. (1996), Optoelectronics, McGraw-Hill. inc, New York. Smith, R.G. (1980), ‘Photodetector for Fiber Transmission Systems’, Proc.of The IEEE, October, 68, 10, pp. 1247-1252. Smith, W.J. (1991), Modern Optical Engineering, McGraw-Hill, New York.
Tischler, M. (1992), Optoelectronics: Fiber Optics and Laser, second edition, McGrawHill, Singapore. Tjia, M. O. (1992), Gelombang, Penerbit ITB, Bandung. Vairac, P. dan Cretin, B. (1996), New Structures for Heterodyne Interferometric Probes using Double-pass, Optics Communications, 132, pp. 19-32. Vanderlinde, J. (1993), Classical Electromagnetic Theory, John Wiley & Sons, Inc, New York. Wang, X. dkk. (2000), Measurement of Small Vibration Amplitudes of Rough Surface by an Interferometer with a Self-pumped phase-conjugate Mirror, Applied Optics, 39, 25, pp. 4593-4597. Wilson, J. (1998), Optoelectronics, third edition, Prentice Hall, New York. Zeng, X. dkk. (1998), Pose Estimation of a Scanning Laser Doppler Vibrometer with Applications to the Automotive Industry, Optical Engineering, 37(5), pp. 1442-1444. Diterima: 02 Maret 2005 Disetujui untuk diterbitkan: 23 Februari 2006
Vol. 17, No. 1, Februari 2006 - Majalah IPTEK