LAPORAN PEMANTAUAN KASUS PENGGUSURAN PEDAGANG BUKU BEKAS & BUKU MURAH DI LAPANGAN MERDEKA MEDAN
Tim Pemantauan Komnas HAM pada 18 – 22 Maret 2013
Pemantauan atas penggusuran pedagang buku bekas / buku murah ini dilaksanakan oleh Tim Pemantauan Komnas HAM pada 18 – 22 Maret 2013, dengan Tim yang terdiri dari Rima Purnama Salim (Penyelidik / Koordinator Tim), A.A. Rajab (Penyelidik), dan Bayu Pamungkas (Penyelidik). Sebelumnya pada 29 September 2012, Komnas HAM telah menerima pengaduan ini melalui surat dengan nomor agenda berka 81.343.
TUJUAN PEMANTAUAN Tujuan pemantauan ke lapangan adalah untuk memeriksa pengadu dan pihak teradu, memeriksa lokasi sengketa, dan menghasilkan laporan yang akan dijadikan dasar tindak lanjut atas kasus yang diadukan.
RISALAH KASUS Para pedagang buku bekas di Lapangan Merdeka Medan membentuk Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka (Aspeblam). Awalnya, para pedagang ini berjualan di lokasi Titi Gantung Medan, Jl. Irian Barat, Jl. Jawa, Jl. Veteran, dan Jl. Sutomo – Medan. Kemudian pada 2003 Walikota Medan (Drs. H. Ramli, MM) mengeluarkan Keputusan No.510/1034/K/2003 tanggal 18 Juli 2003 yang memindahkan para pedagang buku bekas yang berlokasi di atas ke jalan sisi Timur Lapangan Merdeka Medan.
Pemindahan para pedagang tersebut ke lokasi sisi Timur Lapangan Merdeka Medan dianggap sudah tepat, karena di sisi Timur tersebut telah lama tidak digunakan sebagaimana peruntukkannya yaitu untuk kegiatan olahraga sepatu roda. Kegiatan pedagang buku di lokasi ini juga merupakan peran serta dalam membantu penyediaan buku murah bagi para pelajar dan mahasiswa serta warga Medan, di tengah-tengah harga buku-buku yang sangat tinggi. Wilayah ini kemudian dikenal sebagai pusat buku bekas dan buku murah di Medan. Namun pada 2012, Pemko Medan merencanakan lokasi pedagang buku bekas dan buku murah di sisi Timur Lapangan Merdeka ini akan digunakan sebagai Sky Bridges dan lahan parkir. Sementara itu, para pedagang dinyatakan akan dipindahkan ke lokasi lainnya. Penggusuran ini menyebabkan para pedagang khawatir akan kehilangan sumber penghasilannya.
Para pedagang menuntut: 1. Menolak penggusuran pedagang buku Lapangan Merdeka secara semena-mena karena keberadaan pedagang adalah sah/legal dengan landasan SK Walikota No.510/ 1034/k/2003 dan telah disetujui oleh DPRD Kota Medan melalui surat No. 646/624 tertanggal 11 Juli 2003 perihal persetujuan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan pemindahan pedagang buku di Lapangan Merdeka; 2. Meminta kepastian hukum kepada Pemerintah Kota Medan jika harus relokasi maka tidak ada lagi penggusuran di masa depan.
HASIL PEMANTAUAN Jumlah pedagang buku yang dipindahkan ke Lapangan Merdeka pada 2003 yang lalu adalah 180 orang, namun saat ini telah berkembang menjadi 200 pedagang karena ada 20 pedagang baru yang bergabung setelah 2003. Namun pada awal 2012 para pedagang mendapatkan pemberitahuan bahwa mereka akan kembali dipindahkan ke lokasi lain, karena lokasi akan digunakan sebagai sarana umum yaitu pembangunan lahan parkir dan skybridge. Proyek ini dilaksanakan dengan adanya proyek pembangunan jalur Kereta Api dari Bandara Kuala Namo (bandara baru), termasuk adanya proyek jalan tol. Oleh karena sisi Timur Lapangan Merdeka tersebut dekat dengan lokasi stasiun KA Medan maka sudah dipastikan dibutuhkan lahan parkir yang luas. Awalnya para pedagang menolak relokasi, namun akhirnya setuju dengan syarat (i) Biaya relokasi dan pembangunan kios di lokasi baru ditanggung oleh Pemko Medan atau pihak yang ditunjuk Pemko; (ii) Perpindahan dilaksanakan secara bersamaan; (iii) Lokasi baru bagi pedagang harus sah secara hukum. Maka di lokasi baru yaitu di Jl. Pegadaian Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun milik PT KAI, dibangun kios yang jumlahnya sesuai dengan jumlah pedagang yang akan direlokasi. Pelaksana proyek tersebut adalah PT. Inti Persadaraya Lestari. Namun faktanya kios-kios baru kondisinya tidak layak pakai, yaitu: 1. Penutup kios ada seng yang mudah dicongkel dan juga tajam sehingga dikhawatirkan akan melukai para pedagang dan pembeli; 2. Di depan beberapa kios terdapat tiang listrik yang menghalangi, bahkan menyebabkan penutup kios tidak dapat dibuka; 3. Hak para pedagang atas kios belum jelas Sementara itu Pemko Medan (terlihat dari kehadiran Satpol PP Pemko Medan) telah menghancurkan 20 kios buku yang lama sebelum melaksanakan pemindahan secara bersama-sama dengan alasan lahan 20 kios ini adalah untuk pondasi, akibatnya pedagang dari 20 kios ini mau tidak mau harus pindah dari Lapangan Merdeka ke lokasi baru, namun para pedagang ini jelas tidak mendapatkan pembeli, karena sebagian besar pedagang masih di Lapangan Merdeka. Perusahaan kontraktor menyatakan membayar ganti rugi biaya harian yaitu sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah) perhari kepada 20 pedagang yang kiosnya sudah dirusak, dan apabila pada tanggal tersebut pelaksanaan pembangunan 180 kios belum selesai maka perusahaan akan memberikan tambahan biaya harian tersebut sebanyak 10 kali lipat dari biaya harian yang telah disepakati. Namun faktanya, para pedagang 20 kios tersebut hanya menerima biaya harian selama 21 hari sebanyak Rp.700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) yaitu 19 Desember 2012 s/d 10 Januari 2013., selebihnya yaitu sampai dengan Maret 2013 para pedagang ini tidak lagi menerima uang harian tersebut. Sampai dengan 18 Maret 2013, sebanyak 90% pedagang masih berlokasi di sisi Timur Lapangan Merdeka Medan, karena ketidak jelasan biaya pindah dan hak atas kios yang baru. DPRD Kota Medan tidak menyetujui memberikan hak yang tegas dalam hukum atas kios di lokasi yang baru karena lahannya adalah milik BUMD yaitu PT. KAI Medan. Tetapi Pemko Medan masih memaksa agar para pedagang segera pindah ke lokasi baru, bahkan disertai dengan ancaman yang disampaikan melalui telepon atau secara langsung. Oleh karena itu para Pedagang menuntut agar mereka dikembalikan saja ke lokasi Lapangan Merdeka.
Dalam pemantauan ke lapangan tersebut, Tim tidak dapat menemui Pemko Medan karena menurut pegawai yang ditemui Walikota belum memberikan disposisi kepada siapapun.
Kesimpulan Sementara Sebanyak 20 (dua puluh) orang pedagang telah kehilangan mata pencahariannya yang sebenarnya dijamin Pasal 36 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, akibatnya 20 pedagang ini mengalami kesulitan ekonomi.
Pengadaan kios baru tidak memadai dan tidak sesuai dengan perjanjian antara
Pemko Medan dan Pedagang Buku Lapangan Merdeka Medan, sementara itu relokasi dengan lokasi baru yang tidak sesuai dengan kesepakatan dan rawan penggusuran menyebabkan tidak adanya jaminan hak meningkatkan taraf kehidupan dan hak atas rasa aman dalam melakukan kegiatan bagi para pedagang.
Adanya individu lain yang tidak mempunyai hak atas lahan di lokasi baru namun
tidak diperintahkan pindah dari lokasi tersebut merupakan masalah yang cukup penting bagi pedagang yang akan dipindahkan ke lokasi baru.
Rekomendasi Pedagang
Meminta kelengkapan berkas dan data yaitu: - Data 20 orang pedagang yang direlokasi - Data 180 pedagang lama yang dipindahkan ke sisi Timur Lapangan Merdeka - Data 20 pedagang baru yang ikut bergabung di sisi Timur Lapangan Merdeka - Notulen rapat antara pedagang dengan Pemko Medan
Pemko Medan dan Pengembang
- Dilakukan pemanggilan atas Walikota Medan dan Pengembang - Memerintah Pemko untuk mengeluarkan Kepala Kampung yang tidak mempunyai alas hak namun berada di lokasi baru
PT. KAI
Mempertanyakan kemungkinan diterbitkannya hak atas kios bagi para pedagang di lokasi Jl. Pegadaian milik PT. KAI
Tindak Lanjut
Komnas HAM telah memanggil Walikota Medan untuk hadir dalam pemeriksaan pada 6 Mei 2013, namun Walikota tidak hadir tanpa pemberitahuan yang jelas.