LAPORAN KASUS ABSES TORAKOABDOMINAL DAN PLEURITIS TB DENGAN PERBEDAAN POLA KEPEKAAN OBAT ANTI TB LINI I Titiek Sulistyowati*, Silvia Sutandhio, Dian Rachmawati, Lindawati Alimsardjono, Ni Made Mertaniasih SMF/Departemen Mikrobiologi Klinik, RSUD Dr.Soetomo Surabaya Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga Surabaya Email:
[email protected] Abstract Extrapulmonary TB accounts 19% of TB cases in the world, mostly affecting lymph nodes, pleura, muscles and bones. Development of patient management and anticipation in difficult cases, especially extrapulmonary TB, is important to decrease morbidity and mortality. Case: A 24 years old male, presented with mass in right flank; periodic shortness of breath, chest pain, decreased appetite, and night sweat. His father (direct contact) treated with TB regimen in 2004 and healed. Patient had decreased movement of right chest, dull to percussion and diminished vesicular breath sounds on 2/3 lower chest region. Flank mass FNAB revealed chronic inflammatory process specific TB; HRCT abdomen: thoracoabdominal abscess, pleural effusion, and atelectasis compression of inferior lobe of right chest. Standard cultures of thoracoabdominal abscess and pleural fluid positive for M. tuberculosis with different susceptibility profile: isolate from pleural fluid is sensitive to Isoniazid, Rifampicin, Ethambutol, Streptomycin, isolate from abscess aspirate is resistant to Isoniazid; Gene Xpert of sputum is positive for Rifampicin-sensitive M. tuberculosis. Conclusion: 1) Extrapulmonary TB patient needs holistic management, including promotion, prevention, and therapy. 2) M. tuberculosis isolates 96
with different susceptibility profile to first-line TB drugs need adequate doses of special first-line TB drugs and surgery to remove microenvironment. Keywords: thoracoabdominal abscess, pleural TB, different susceptibility to INH, extrapulmonary TB case Abstrak Pendahuluan: TB ekstrapulmoner menyumbang 19% dari keseluruhan kasus TB di dunia, terutama infeksi pada kelenjar limfe, pleura, otot dan tulang. Pengembangan metode penanganan pasien dan antisipasi pada kasus TB sulit, terutama TB ekstrapulmoner sangat diperlukan guna menurunkan morbiditas maupun mortalitas. Kasus : Pasien pria, usia 24 tahun, keluhan benjolan di pinggang kanan; disertai keluhan sesak napas, hilang timbul, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan turun, dan keringat malam. Ayah pasien (kontak serumah) pernah diobati TB tahun 2004 dan dinyatakan sembuh. Pemeriksaan fisik : gerak dada kanan tertinggal, perkusi redup dan auskultasi suara napas vesikuler menurun pada 2/3 lapang paru kanan bawah. Pemeriksaan FNAB massa di pinggang: didapatkan proses radang kronik spesifik tuberkulosis; HRCT abdomen: abses torakoabdominal, efusi pleura, dan kompresi atelektasis lobus inferior paru kanan. Hasil pemeriksaan kultur standar aspirat abses torakoabdominal dan cairan pleura didapatkan positif M. tuberculosis dengan pola kepekaan yang berbeda : isolat dari cairan pleura sensitif Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, Streptomisin; isolat dari aspirat abses resisten Isoniazid. Hasil sputum Gene Xpert positif M. tuberculosis dan sensitif Rifampisin. Kesimpulan: Pada kasus ini dapat diidentifikasi permasalahan dan asupan: 1) Pada pasien TB ekstrapulmoner ini diperlukan penanganan mulai dari promosi, prevensi dan terapi. 2) Ditemukan isolat M. tuberculosis dari spesimen aspirat abses dan cairan pleura, dengan
97
karakter pola kepekaan OAT lini I berbeda, sehingga diperlukan terapi OAT kategori I khusus secara adekuat, serta perbedaan karakter galur M. tuberculosis juga diatasi dengan tindakan operasi untuk membuang micro-environment. Kata kunci : abses torakoabdominal, pleuritis TB, perbedaan kepekaan Isoniazid, kasus TB ekstrapulmoner Pendahuluan TB ekstrapulmoner menyumbang 19% dari keseluruhan kasus TB di dunia, terutama infeksi pada kelenjar limfe, pleura, otot dan tulang. Pengembangan metode penanganan pasien dan antisipasi pada kasus TB sulit, terutama TB ekstrapulmoner sangat diperlukan guna menurunkan morbiditas maupun mortalitas. Riwayat Kasus Pasien pria, usia 24 tahun, keluhan benjolan di pinggang kanan; disertai keluhan sesak napas, hilang timbul, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan turun, dan keringat malam. Ayah pasien (kontak serumah) pernah diobati TB tahun 2004 dan dinyatakan sembuh. Pemeriksaan fisik : gerak dada kanan tertinggal, perkusi redup dan auskultasi suara napas vesikuler menurun pada 2/3 lapang paru kanan bawah. Pemeriksaan laboratorium: Hb 8,9 g/dl, Leukosit 9100/ μL, limfosit 800/μL, monosit 900/μL, granulosit 7300/μL, C-Reactive Protein 17,22 g/dL. Analisis cairan pleura didapatkan 45 sel dengan sel polimorfonuklear 72%, dan sel mononuclear 28%, kadar glukosa 72 mg/dL, kadar protein 3,11 g/dL, dan kadar Lactate Dehydrogenase 242 IU/L. Pemeriksaan FNAB massa di pinggang: didapatkan proses radang kronik spesifik tuberkulosis; HRCT abdomen: abses torakoabdominal, efusi pleura, dan kompresi atelektasis lobus inferior paru kanan. Hasil pemeriksaan kultur standar aspirat abses torakoabdominal dan cairan
98
Gambar a-h. Keterangan: a. Benjolan di regio flank dekstra, b. Foto thoraks, c. HRCT abdomen sagital, d. HRCT abdomen transversal, e. spesimen aspirat abses torakoabdominal, f. spesimen cairan pleura, g. BTA spesimen aspirat abses torakoabdominal, h. BTA spesimen cairan pleura
pleura didapatkan positif M. tuberculosis dengan pola kepekaan yang berbeda : isolat dari cairan pleura sensitif Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, Streptomisin; isolat dari aspirat abses resisten Isoniazid. Hasil sputum Gene Xpert positif M. tuberculosis dan sensitif Rifampisin.
99
Diskusi Pada pasien ini diidentifikasi patogenesis penyakit tuberkulosis terjadi karena penyebaran hematogen. Sumber penularan kemungkinan berasal dari ayah yang kontak serumah sejak tahun 2004. Perbedaan pola kepekaan OAT pada isolat M. tuberculosis yang ditemukan dari spesimen aspirat abses dan cairan pleura kemungkinan dikarenakan 1) batasan metode in vitro yang berbeda dengan in vivo; 2) perbedaan microenvironment pada abses torakoabdominal dan lesi pleural yang dapat menyebabkan aktivasi kepekaan Isoniazid berbeda pula. Populasi strain M. tuberculosis pada proses infeksi kronis TB ekstrapulmoner perlu penanganan tindakan debridement / drainase untuk menghilangkan microenvironment populasi bakteri. Pada pasien ini diperlukan terapi kombinasi anti TB lini I yang adekuat yaitu OAT lini I kategori khusus dengan 2 tablet 4FDC + S750 + 4RH dengan INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1000 mg, Etambutol 750 mg, dan Streptomisin 750 mg. Kesimpulan Pada kasus ini dapat diidentifikasi permasalahan dan asupan: 1) Pada pasien TB ekstrapulmoner ini diperlukan penanganan mulai dari promosi, prevensi dan terapi. 2) Ditemukan isolat M. tuberculosis dari spesimen aspirat abses dan cairan pleura, dengan karakter pola kepekaan OAT lini I berbeda, sehingga diperlukan terapi OAT kategori I khusus secara adekuat, serta perbedaan karakter strain M. tuberculosis juga diatasi dengan tindakan operasi untuk membuang microenvironment. Ucapan Terima Kasih SMF/Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RSUD Dr. Soetomo Surabaya-FK Unair; SMF/Departemen Ilmu Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya-FK
100
Unair; SMF/Departemen Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Soetomo Surabaya-FK Unair; R. Maryono Dwi Wibowo, dr., Sp.B(K)KL; Yoeke Dewi Rasita,dr., Florence Felicia, dr. Daftar Pustaka 1. Schlossberg D. 2011. Tuberculous and Nontuberculous Mycobacterial Infections. Edisi 6. ASM Press. Washington, DC – USA. 2. Warner DF, Koch A, Mizrahi V. 2014. Diversity and Disease Pathogenesis in Mycobacterium tuberculosis. Trends in Microbiology – 1138 (2014) halaman 1-8. 3. CDC. 2013. Reported tuberculosis in the United States, 2012. CDC. Atlanta.
101