Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tahun 2014 Tanggal : KETENTUAN DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH I.
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memiliki Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan harus memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis sebagai berikut : A. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 1. Desain IPAL wajib memperhatikan waktu tinggal dan volume air limbah serta dirancang mampu mengolah seluruh air limbah yang dihasilkan dengan safety allowance minimal sebesar 20%; 2. Khusus untuk IPAL terbuka wajib memperhatikan curah hujan dan permukaan air limbah wajib berada minimal 20 cm di bawah bibir permukaan setiap kolam limbah. 3. Dasar IPAL, tanggul IPAL dan atau permukaan IPAL wajib kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah keluar ke lingkungan (permeabialitas 10-7 cm/detik), (misalkan : dengan cara dipadatkan, di beton, menggunakan tangki atau dengan menggunakan lapisan/layer ). 4. IPAL wajib dilengkapi dengan alat ukur debit di titik masuk IPAL (influent/inlet) dan titik keluar IPAL (effluent/outlet) 5. IPAL wajib dilengkapi dengan sumur pantau (upstream dan downstream), dalam penentuan lokasi sumur pantau IPAL didasarkan pada hasil kajian peta hidrogeologi (peta kontur air tanah)
B. Penentuan Titik Penaatan 1. Titik masuk IPAL (influent/inlet) Titik penaatan ditetapkan setelah melewati alat ukur debit di titik masuk IPAL (influent/inlet) 2. Pembuangan air Limbah Titik penaatan ditetapkan setelah melewati alat ukur debit di titik keluar IPAL (effluent/outlet) namun belum tercampur dengan air dari sumber lainnya dan dapat digambarkan sebagai berikut :
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
1
E
B
D
F
C
A
A
: Pabrik
B
: Alat Ukur Debit inlet
C
: IPAL
D
: Alat Ukur Debit Outlet
E
: Titik penataan pembuangan air limbah
F
: Sumber Air (sungai, rawa dsb) Gambar I. 1. Titik Penaatan Pembuangan
3. Pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan Perusahaan wajib menyediakan tempat diluar IPAL (bak penampung) sebelum lahan pemanfaatan sebagai titik penaatan, hal tersebut dimaksudkan : a. Agar titik penaatan tidak berpindah-pindah b. Agar memudahkan pengambilan sampel c. Agar sampel lebih representative mewakili air limbah yang dipompakan ke tanah di lahan perkebunan Titik penaatan ditetapkan sebelum di pompa/dialirkan namun belum tercampur dengan air dari sumber lainnya dan dapat digambarkan sebagai berikut :
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
2
E
F
G
E B D C
A
H
A
: Pabrik
B
: Alat Ukur Debit inlet
C
: IPAL
D
: Bak Penampung
E
: Titik penataan pemanfaatan air limbah
F
: Pompa
G
: Alat Ukur Debit Outlet pemanfaatan
H
: Lokasi lahan pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan
Gambar I. 2. Titik Penaatan Pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan
II.
PEMBUANGAN AIR LIMBAH Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pembuangan air limbah, wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis sebagai berikut : 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
menggunakan sistem saluran air limbah kedap air dari lokasi pabrik menuju IPAL maupun dari outlet IPAL ke titik pembuangan pada saluran air limbah tidak terjadi perembesan dan atau peluapan air limbah ke lingkungan; melakukan pencatatan debit air limbah harian inlet dan outlet IPAL melakukan pencatatan pH dan COD harian air limbah di outlet IPAL; tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah; melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian senyatanya; memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan; menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji; mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat.
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
3
III.
PEMANFAATAN AIR LIMBAH 1.
PEMANFAATAN AIR LIMBAH KE TANAH DI LAHAN PERKEBUNAN (land application) a.
PENGKAJIAN
Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang akan melakukan pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan wajib melakukan pengkajian: Pengkajian di dalam pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan ini mencakup : 1) Luasan lahan yang akan diaplikasikan yang dilengkapi dengan peta; 2) Rencana pengaplikasian air limbah, mencakup: jumlah, dosis dan rotasi pemanfaatan air limbah; 3) Data Curah hujan di wilayah pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan 10 tahun terakhir dari stasiun terdekat; 4) Data hidrogeologis (kontur air tanah) pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol dengan dilengkapi peta; 5) Data rona awal kualitas air tanah di lahan yang akan diaplikasikan; 6) Data kedalaman muka air tanah pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol; 7) Data terhadap peruntukan lahan (misal gambut, rawa, kars) pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol dilengkapi dengan peta geomorfologi/fisiografi; 8) Data terhadap jenis, sifat fisik dan kimia tanah pada lahan yang akan diaplikasikan dan lahan kontrol dilengkapi dengan peta; 9) Data terhadap topografi (kelerengan) lahan yang akan diaplikasikan dilengkapi dengan peta; 10) Data permeabilitas dan porositas tanah 11) Manfaat pengaplikasian air limbah ke tanah di lahan perkebunan (pengurangan pupuk, peningkatan produksi) Data tersebut dijadikan dasar sebagai bahan kajian untuk mengetahui dampak dari pemanfaatan air limbah ke tanah sebagai salah satu persyaratan dalam pengajuan izin pengelolaan air limbah. b. PELAKSANAAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH 1)
LOKASI PEMANFAATAN AIR LIMBAH a.1. Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan harus menetapkan luas seluruh lokasi lahan yang akan digunakan untuk pemanfaatan air limbah sebesar
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
4
minimal 2 (dua) kali luas lokasi hasil perhitungan pengaplikasian air limbah ke lahan sebagai antisipasi apabila ada lahan yang dilakukan peremajaan (replanting). a.2. Lokasi pemanfaatan terluar minimal berjarak 500 m dari pemukiman penduduk dan mendapat persetujuan dari penduduk terdekat dengan lokasi a.3. Penanggung jawab usaha dan atau kegiatan harus menetapkan lokasi yang akan digunakan sebagai kontrol dengan ketentuan: a.3.1. luas lahan sebesar 5 - 10 persen dari luas lahan yang diusulkan untuk pemanfaatan air limbah. a.3.2. harus mempunyai sifat dan karakteristik tanah serta umur tanaman yang sama dengan lahan yang di aplikasi a.3.3. digunakan sebagai pembanding dampak pemanfaatan air limbah. a.3.4. pemanfaatan air limbah tidak boleh dilakukan di lahan kontrol a.5.5. tidak terpengaruh dengan air limbah yang dimanfaatkan pada lahan aplikasi berdasarkan peta hidrogeologis dan/atau topografi tanah
2)
KETENTUAN DAN PERSYARATAN TEKNIS Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan wajib memenuhi ketentuan dan persyaratan teknis sebagai berikut : a) Seluruh ketentuan dan persyaratan teknis yang ada di dalam ketentuan dan persyaratan teknis pembuangan air limbah b) menggunakan sistem saluran air limbah kedap air dari lokasi pabrik menuju IPAL maupun dari outlet IPAL ke lahan aplikasi c) Pemanfaatan air limbah ke lahan hanya dapat dilakukan pada lahan sebagai berikut : b.1. bukan lahan gambut; b.2. lahan dengan permeabilitas 1,5 cm/jam - 15 cm/jam; b.3. Kedalaman air tanah lebih dari 2 meter; b.4. Lahan dengan kelerengan < 30 %; b.5. Intensitas curah hujan rata-rata < 2400 mm per tahun dan b.6. Porositas tanah > 30 % Perhitungan porositas sebagi berikut : Porositas (n)
(
)
: Berat Volume Tanah : Berat Jenis Tanah
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
5
d) Menggunakan sistem pengaliran aplikasi tertutup dan tidak berhubungan dengan badan air (sungai, danau, dan lain-lain) e) Membuat saluran buffer agar tidak terjadi limpasan air limbah yang diaplikasikan, sehingga tidak ada air larian (run off) yang masuk ke sumber air dan/atau ke lahan diluar lahan yang diizinkan untuk dilakukan aplikasi; f) Kedalaman parit/saluran/rorak tidak boleh lebih dalam dari 75 cm; g) Memiliki sumur pantau di lahan aplikasi di setiap blok di lokasi lahan yang dilakukan pemanfaatan air limbah ke tanah dengan posisi diantara rorak, untuk melihat kedalaman air tanah dan ini tidak perlu dilakukan uji kualitas air tanahnya. h) Memiliki sumur pantau di up stream atau lahan control dan down stream di lahan aplikasi dengan kedalaman maksimum 10 meter untuk melihat dampak pemanfaatan air limbah ke tanah, penetapan lokasi sumur pantau berdasarkan peta hidrogeologis (kontour air tanah) dan/atau topografi tanah. Lokasi sumur pantau tersebut yang dilakukan uji kualitas air tanahnya.
1
2
Keterangan : Arah aliran air tanah 1
2
: Lahan Kontrol (kebun kelapa sawit yang tidak dialiri/tidak terpengaruh air limbah) : Kebun kelapa sawit yang dialiri air limbah (lokasi pemanfaatan air limbah) : Garis kontur : Sumur pantau up stream (belum terpengaruh air limbah) : Sumur Pantau down stream Gambar I.3. : Contoh Penentuan Lokasi Sumur Pantau
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
6
i) Sumur pantau up stream ditentukan pada aliran air tanah tertinggi setelah dievaluasi dari peta konturnya atau di lahan kontrol j) Sumur pantau down stream ditentukan pada aliran air tanah terendah setelah dievaluasi peta konturnya di lahan yang dilakukan pemanfaatan air limbah ke tanah. k) Pembuatan sumur pantau harus memperhatikan keamanan sumur terhadap kontaminasi air hujan dan atau kontaminan lain yang berasal dari luar. l) Penentuan jumlah sumur pantau khususnya sumur pantau down stream ditentukan dengan memperhatikan jenis tanah, dan atau kontur tanah di lokasi lahan yang memanfaatkan air limbah ke tanah.
Gambar I. 4. Sket Sumur Pantau Sumber : PPKS 2011
3) METODE
Metode pemanfaatan air limbah pada tanah dapat menggunakan parit/rorak flatbed system, furrow system, dan/atau long bed system dengan sistem saluran tertutup dan tidak berhubungan dengan badan air (sungai, danau, dan lainlain).
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
7
a. Flatbed system atau sistem parit datar adalah sistem irigasi yang ditampung dengan kolam-kolam datar bersambung untuk lahan dengan ketinggian relatif tidak sama atau terasiring (Gb.1.5). b. Furrow system (Gb. 1.6) atau sistem parit/saluran alir tertutup. Sistem furrow yang diperbolehkan adalah straight furrow sedangkan untuk zigzag furrow tidak diperbolehkan hal ini karena Zig-zag furrow digunakan di area dimana kecuramannya relatif tinggi (lebih dari 30 %). Straight furrow digunakan di area yang kecuramannya lebih rendah (di bawah 30 derajat). c. Long Bed system (Gb. 1.7) atau sistem saluran panjang berbaris untuk lahan dengan ketinggian sama atau rata dan tanah dengan permeabilitas rendah (daya serap ke dalam tanah tidak bagus).
Gambar I.5 Flatbed
Gb. I.6. Furrow system
Gb I.7 Long Bed
system
system
4) DOSIS, DEBIT DAN ROTASI PEMANFAATAN:
Dosis, debit dan rotasi pemanfaatan harus ditetapkan sebelum perusahaan melakukan pemanfaatan air limbah dan wajib masuk dan/atau dicantumkan didalam izin pemanfaatan air limbah ke tanah di lahan perkebunan. Perhitungan dosis wajib menggunakan faktor curah hujan rata-rata bulanan di lokasi tersebut dengan persamaan berikut : Dosis air limbah = {
(
)
(
)
} m3/Ha/bulan
Curah hujan maks untuk perkebunan kelapa sawit = 200 mm/bulan atau 2400 mm/tahun
Rotasi minimum 6 kali/pertahun atau 2 bulan sekali.
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
8
Mekanisme perhitungan dosis, debit, kebutuhan lokasi dan rotasi penyiraman atau pemanfaatan air limbah dapat menggunakan contoh perhitungan sebagai berikut:
Luas Lokasi
=
⁄
Debit air limbah
= {(Kapasitas olah Pabrik Kelapa Sawit) x (Rasio produksi air limbah terhadap Produksi TBS)} Rasio ini berkisar antara 0,6 – 0,8 m3 limbah/ton TBS diproduksi Dosis air limbah = {
(
)
(
)
} m3/Ha/bulan
Curah hujan maks untuk perkebunan kelapa sawit = 200 mm/bulan atau 2400 mm/tahun. Contoh: a. Kapasistas olah = 250.000 ton TBS/tahun b. Curah hujan maks = 2400 mm/tahun = 200 mm/bulan c. Curah hujan aktual = 2220 mm/tahun = 185 mm/bulan Dosis air limbah = = 150
m3/Ha/bulan
m3/Ha/bulan = 1800 m3/Ha/tahun
Dosis penyiraman dapat berubah bila perubahan intensitas curah hujan pada saat aplikasi. Pada curah hujan lebih dari atau sama dengan 200 mm/bulan tidak boleh dilakukan aplikasi air limbah. Debit air limbah Luas Lokasi Kekerapan Pemanfaatan dan Kedalaman rorak Dengan dasar parit/rorak flatbed mempunyai luasan 1/6 dari luas areal perkebunan sawit dan kekerapatan pemanfaatan (rotasi pemanfaatan/penyiraman) = 6 kali per tahun atau sekali per 2 bulan, maka kedalaman parit/rorak yang diperlukan dapat dihitung dengan persamaan berikut: Kedalaman parit/rorak Untuk mencegah aliran larian kedalaman parit/rorak perlu ditambah 10 -20 cm disesuaikan dengan profil curah hujan di areal aplikasi. Mempertimbangkan kedalaman perakaran tanaman kelapa sawit (50 – 60 cm) kedalaman parit/rorak sebaiknya tidak lebih dari 75 cm. Parit/rorak juga tidak boleh dibuat pada dua baris tanaman kelapa sawit terakhir (paling luar) di areal aplikasi air limbah.
5) PENDISTRIBUSIAN Dalam melakukan pendistribusian air limbah dari titik penaatan (outlet IPAL) ke lahan pemanfaatan hanya diperbolehkan menggunakan instalasi saluran limbah ( parit dan atau pemipaan). Instalasi saluran limbah ( parit dan atau pemipaan) yang digunakan harus kedap air sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
9
2. PEMANFAATAN AIR LIMBAH UNTUK PENGOMPOSAN 3.1 AIR LIMBAH
Air limbah pabrik kelapa sawit dapat digunakan sebagai cairan pelembab untuk mempertahankan kelembaban kompos selama proses produksinya. Namun demikian dalam pemanfaatan air limbah untuk pengomposan harus memenuhi ketentuan teknis sebagai berikut : a. Pemanfaatan air limbah untuk pengomposan tidak perlu menggunakan izin pemanfaatan air limbah b. Perusahaan harus melakukan pengujian kadar minyak dalam air limbah yang digunakan untuk penyiraman kompos. c. Perusahaan harus memiliki perhitungan kebutuhan air limbah untuk pengomposan (volume dan dosis) serta air lindi yang dihasilkan d. Perusahan harus memiliki neraca air limbah yang digunakan untuk pengomposan e. Pencatatan volume harian limbah cair (POME) yang digunakan untuk pengomposan f. Perusahaan harus memiliki SOP Tanggap darurat g. Ketentuan teknis yang ada dalam proses pengoposan sebagaimana lampiran II 2.2 Air lindi a. Pencatatan volume harian lindi. b. Perusahaan harus membuat saluran air lindi kedap air untuk di kembalikan ke kompos atau dilakukan pengolahan sesuai dengan ketentuan perundangan c. Perusahaan harus membuat sumur pantau di up stream dan down stream dari proses pengomposan d. Sumur pantau up stream ditentukan pada aliran air tanah tertinggi setelah dievaluasi dari peta konturnya atau di lahan kontrol e. Sumur pantau down stream ditentukan pada aliran air tanah terendah setelah dievaluasi peta konturnya di lahan pengomposan.
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
10
Gambar 1.8. Parit air lindi di areal pengomposan pengomposan.
Berikut contoh perhitungan jumlah air lindi yang dihasilkan dalam produksi kompos adalah sebagai berikut: Kapasitas produksi PKS = 50 ton TBS/jam. Waktu produksi = 20 jam/hari. Luas area pengomposan = 100.000 m2. Curah hujan rata-rata = 2500 mm/tahun, setara dengan 7 mm/hari. Air lindi dihasilkan dari penyiraman POME: = 50 ton TBS/jam x 20 jam/hari x 0,127 m3 lindi/ton TBS = 127 m3 air lindi/hari. Air hujan yang masuk dalam tumpukan kompos: = curah hujan/hari x luas area pengomposan = 7 mm /hari x 100.000 m2 = 700 m3 /hari. Jumlah air hujan yang menguap dihitung dengan asumsi sama dengan persentase jumlah POME yang menguap, yaitu: = (0,657/0,736)x 100% = 89,1%
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
11
Air hujan yang menguap setiap hari adalah: = 700 m3 x 89,1% = 624 m3 Jumlah air lindi yang berasal dari air hujan per hari adalah: = 700 m3 - 624 m3 = 76 m3/hari. Total air lindi yang dihasilkan = air lindi dari POME + Air lindi dari hujan = 127 m3 + 76 m3 = 203 m3 air lindi/hari.
Gambar 1.9. Diagram pengelolaan air limbah yang dimanfaatkan untuk kompos dan land application
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
12
Gambar 1.10. Diagram pengelolaan air limbah yang dimanfaatkan untuk kompos dan air lindinya dibuang ke badan air
3. PEMANFAATAN AIR LIMBAH UNTUK BIOGAS (METHANE CAPTURE) Perusahaan dapat memanfaatkan air limbah menjadi biogas namun harus memenuhi ketentun teknis sebagai berikut : a. Pemanfaatan air limbah untuk biogas tidak perlu menggunakan izin pemanfaatan air limbah b. Perusahaan harus memiliki SOP Tanggap darurat c. Air limbah setelah dimanfaatkan untuk biogas kemudian dilakukan pembuangan dan/atau pemanfaatan ke tanah maka wajib mematuhi ketentuan yang ada di pembuangan dan atau pemanfaatan ke tanah. IV.
BAKU MUTU AIR LIMBAH 1.
PEMBUANGAN Industri minyak sawit (CPO) yang melakukan pembuangan air limbah maka baku mutu yang wajib dipenuhi adalah :.
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
13
Tabel 1.4.1. Baku Mutu air limbah proses, air limbah hidrocyclon/claybath, air limbah lindi, air limbah blowdown ketel uap (boiler) Kadar maksimum (mg/L)
Parameter
beban pencemaran maksimum (kg/ton)
BOD5
100
0,25
0,05
0,05
air limbah blowdown ketel uap (boiler) 0,05
COD TSS Minyak dan Lemak Nitrogen Total (sebagai N) pH
350 250 25
0,88 0,63 0,063
0,175 0,125 0,0125
0,175 0,125 0,0125
0,175 0,125 0,0125
dihitung dihitung dihitung
50
0,125
0,025
0,025
0,025
dihitung
kuantitas limbah maksimum
air limbah proses
air limbah hidrocyclon/claybath
air limbah lindi
Gabungan
dihitung
6,0 – 9,0 3
Air limbah Proses : 2,5 m per ton produk minyak sawit (CPO) 3 air limbah hidrocyclon/claybath : 0,5 m per ton produk minyak sawit (CPO) 3 Air Limbah Lindi : 0,5 m per ton produk minyak sawit (CPO) 3 air limbah blowdown ketel uap (boiler) : 0,5 m per ton produk minyak sawit (CPO) Air limbah gabungan : dihitung
Tabel 1.4.2. Baku Mutu air limbah abu ketel uap, air limbah air pembersihan (reject water) instalasi pengolahan Air (IPA) air limbah abu ketel uap (wet scrubber boiler) Parameter
BOD5 COD TSS Minyak dan Lemak Sulfida (sebagai S) pH kuantitas limbah maksimum
Air pembersihan (reject water) instalasi pengolahan air (IPA)
beban beban Kadar Kadar pencemaran pencemaran maksimum maksimum maksimum maksimum (mg/L) (mg/L) (kg/ton) (kg/ton) 60 0,030 60 0,030 100 0,050 100 0,050 50 0,025 50 0,025 5 0,0025 0,5
0,00025
6,0 – 9,0 0,5 per ton produk minyak sawit (CPO) m3
0,5
0,00025
6,0 – 9,0 0,5 per ton produk minyak sawit (CPO) m3
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
14
Perhitungan Kuantitas air limbah maksimum dan beban pencemaran maksimum dapat dilakukan sebagai berikut : Kuantitas air limbah maksimum gabungan merupakan penjumlahan dari air limbah yang digabungkan. Misal : air limbah proses, air limbah hidrocyclon/claybath , dan air abu ketel uap, dilakukan pengolahan dalam satu pengolahan (IPAL) Maka kuantitas air limbah maksimum (Qmax) adalah : 2,5 m3 + 0,5 m3 + 0,5 m3 = 3,5 m3/ton CPO Beban pencemaran maksimum dapat dihitung sebagai berikut : Lmax = Cmax x Qmax Ket : Lmax : beban pencemaran maksimum , dalam satuan kg/ton Cmax : Kadar maksimum parameter air limbah, dalam satuan mg/L Qmax: Kuantitas air limbah maksimum, dalam satuan m3/ton CPO Dengan contoh kuantitas sebagaimana di atas maka beban pencemaran maksimum untuk parameter BOD dapat dihitung sebagai berikut : LBOD max = CBOD max x Qmax
= 100 mg/L x 3,5 m3/ton CPO x
x
= 0,35 kg/ton
2.
PEMANFAATAN AIR LIMBAH KE TANAH DI LAHAN PERKEBUNAN (LAND APPLICATION)
Tabel 1.4.4. Baku Mutu air limbah yang dimanfaatkan ke tanah di lahan perkebunan (land application) Parameter BOD5 Minyak dan Lemak pH
Satuan
Kadar
mg/L mg/L
2000 – 5000 Maks.10 6-9
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
15
Lampiran I Peraturan MENLH : Pengelolaan limbah industri minyak sawit
16