KUAT LENTUR BALOK YANG MENGALAMI PERBEDAAN TEMPERATUR DAN PROSES PENDINGINAN Retno Anggraini1 dan Edhi Wahjuni,S2 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Brawijaya Malang, Jl. MT.Haryono 167, Malang Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Brawijaya Malang, Jl. MT.Haryono 167, Malang Email:
[email protected]
ABSTRAK Perubahan temperatur pada beton mempengaruhi kekuatan struktur beton. Adanya siklus pemanasan dan pendinginan yang berulang-ulang menyebabkan struktur beton mengalami perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks. Perubahan yang terjadi diantaranya adalah pada kuat lentur beton akibat paparan temperatur tinggi dengan disertai perbedaan proses pendinginan. yaitu kondisi pendinginan normal (tanpa disertai penyiraman) dan kondisi pendinginan yang disertai dengan penyiraman. Metode penelitian yang digunakan adalah pengujian di laboratorium. Benda uji berupa balok dengan dimensi 75cm x 15cm x 15cm baik dengan menggunakan tulangan maupun tanpa tulangan. Proses pembakaran dilakukan dengan menggunakan burner dengan kapastitas suhu maksimum 1000oC dengan dimensi 1m x 1m x 1m. Paparan temperatur pada benda uji yaitu suhu 200oC, 400oC, dan 600oC dan akan dilakukan treatment pendinginan setelah beton dibakar pada suhu yang telah ditetapkan yaitu pendinginan normal (tanpa penyiraman) dan pendinginan dengan penyiraman. Pengujian kuat lentur menggunakan loading frame dengan kombinasi yang terdiri dari tumpuan (sendi-roll), proving ring, hydraulic jack. Proving ring yang digunakan yaitu dengan kapasitas 10T pada pengujian balok dengan tulangan dan kapasitas 5T pada pengujian balok tanpa tulangan. Pengujian dilakukan dengan melihat keadaan beton setiap 1 strip yang dibaca pada proving ring sampai beton tidak mampu menahan beban lagi (maksimum). Dari hasil pengujian didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan nilai kuat lentur beton akibat paparan suhu 200oC, 400oC, dan 600oC. Semakin tinggi suhu maka semakin besar penurunan kekuatan lentur. Untuk perbedaan proses pendinginan maka pendinginan dengan peniraman akan menghasilkan kuat lentur yang lebih tinggi dari balok yang mengalami pendinginan normal. Walupun dari uji statistik yang dilakukan menghasilkan perbedaan yang kurang signifikan. Adanya kesimpulan yang demikian disebabkan oleh karena perbedaan nilai kuat lentur akibat variasi suhu tersebut sangat tipis. Hal tersebut dikarenakan kurangnya variasi suhu pembakaran dan terbatasnya jumlah benda uji serta kurangnya durasi penyiraman yang dilakukan pada balok yaitu selama 1 jam untuk semua perlakuan suhu benda uji sehingga recovery yang terjadi belum optimum. Kata Kunci : kuat lentur, temperatur, cara pendinginan, balok
1.
PENDAHULUAN
Perkembangan tentang fenomena dan dinamika kebakaran telah dijadikan tuntutan perencana dalam melindungi bangunan dan memprediksi kemampuan bangunan tahan api. Adanya pengaruh siklus pemanasan dan cara pendinginan menyebabkan struktur beton akan mengalami perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks. Hal tersebut berpengaruh terhadap perubahan material fisik beton yang mengakibatkan menurunnya kekuatan struktur beton diantaranya adalah adalah kuat lentur. Sehingga perlu dikembangkan suatu penelitian tentang kekuatan struktur beton khususnya perbandingan kekuatan lentur beton akibat suhu tinggi pembakaran pada saat kondisi pendinginan tanpa penyiraman dan kondisi pendinginan yang disertai dengan penyiraman seperti halnya yang terjadi pada kebakaran suatu bangunan. Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kuat lentur balok akibat suhu tinggi saat umur beton setelah 28 hari yang didinginkan pada kondisi pendinginan normal (tanpa penyiraman) dan dengan mengalami penyiraman Sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh perbandingan kuat lentur beton akibat temperatur atau suhu yang tinggi pada kondisi pendinginan normal dan dengan kondisi pendinginan yang disertai dengan adanya penyiraman.
2.
DAYA HANTAR PANAS BETON
Zat padat khususnya beton, sifat daya hantar panasnya tergantung dari sedikit banyaknya jumlah rongga yang terdapat dalam campuran beton itu sendiri. Banyaknya jumlah rongga dalam campuran beton ini dapat juga dilihat dari berat jenis betonnya.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-69
Struktur
Perpindahan panas konduksi terjadi dengan mentransfer panas melalui material tanpa disertai gerak kuat material Perpindahan panas dengan kondisi tersebut terjadi hanya jika ada perbedaan temperatur diantara dua bagian media. Karena adanya perbedaan inilah, maka diperlukan suatu percobaan untuk mengetahui penyebab perbedaan ini, dan pada akhirnya dibuat angka koefisien k dengan satuan (W/moC). Konstanta k disebut kehantaran termal (thermal conductivity). Akibat adanya k, persamaan menjadi: qx” = - kA
(T 2 - T 1 ) L
Dimana : q = Laju perpindahan kalor (Watt) k = Thermal conductivity(Watt/meter.oC) = Luas permukaan elemen (meter2) A T2 = Suhu muka dinding 2 / suhu terendah(oC) T1 = Suhu muka dinding 1 / suhu tertinggi(oC)
D x = Tebal elemen (meter)
Gambar 1. Gambar Distribusi Suhu Pada Balok
3.
PENGARUH TEMPERATUR PADA BETON
Pada temperatur 300-500oC retak yang terjadi adalah didalam pasta semen (mortar) dan sekitar partikel agregat, sedangkan di bawah temperatur 300oC crack terbatas disekitar partikel agregat. Kerusakan elemen struktur beton akibat kebakaran akan berakibat fatal apabila terjadi pengelupasan selimut beton (spalling). Beton yang mengalami peningkatan temperatur selama pemanasan, air yang tekandung dalam pori-pori dan kapiler beton akan menguat. Pada 100oC sebagian air dan kalsium silikat (CaSi) sebagai desikasi yang terhidrasi dalam pasta semen akan menghilang, diikuti dengan berkurangnya kekuatan. Peningkatan jumlah tekanan uap pada pori-pori beton tersebut akibat terjadinya explosive spalling, yaitu sebagian segmen beton terlepas dari permukaan, ini terjadi pada temperatur 300-600oC. Pelepasan secara gradual selanjutnya akan terjadi karena adanya formasi retakan pada beton pada suhu 600oC-900oC beton menjadi sangat lemah dan rapuh (brittle). Ketahanan beton adalah kemampuan untuk memelihara integritas beton dan mempertahankan kekuatan beton dari waktu ke waktu Pada saat suhu pembakaran, keadaan panas yang diterima beton di permukaan berbeda dengan suhu yang ada di tengah suatu beton. Dalam penelitian ini, suhu beton akan diatur secara homogen sehingga didapat suhu yang rata untuk setiap bagian beton. Beton akan mengalami proses pemanasan dan pendinginan secara bergantian. Panas yang dialami beton akan diterima langsung oleh permukaan beton pada semua sisinya, sedangkan suhu di dalam beton ( tengah ) masih dingin. Hal ini akan menyebabkan kerusakan pada beton.
Recovery pada beton bertemperatur tinggi Beton dengan campuran proporsional pada suhu di bawah 3000C tingkat penurunan kekuatan beton dapat diabaikan karena pengaruhnya terhadap penurunan kekuatan beton sangat kecil. Tetapi jika suhunya lebih dari 5000C baru akan terlihat penurunan kekuatan betonnya bisa mencapai 40% hingga 80% dari kekuatan awal beton. Menurut penelitian Amir Partowiyatmo (1996) tingkat recovery kekuatan beton setelah dilakukan treatment penyiraman dengan air mampu mendekati 100% dari kekuatan awal beton sebelum terbakar.
Kerusakan pada beton akibat perubahan temperatur Kerusakan - kerusakan tersebut antara lain : 1.
Keretakan ( cracking ) a. Retak Ringan, yakni pecah pada bagian luar beton yang berupa garis-garis yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar.
S-70
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
2. 3.
4.
b. Retak berat, yakni ukuran retak lebih dalam dan lebar, terjadi secara tunggal atau kelompok (Triwiyono, 2000:2 ). Spalling ( pengelupasan ) a. Beton keropos dan kualitas beton buruk b. Suhu tinggi akibat kebakaran (Munaf & siahaan, 2003:14 ) Voids Lubang-lubang yang cukup dalam atau keropos yang biasanya disebabkan oleh pemadatan saat pelaksanaan yang kurang baik dimana mortar tidak dapat mengisi rongga-rongga antar agregat.
PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG
Berdasarkan terjadinya leleh tulangan tarik atau hancurnya beton yang tertekan dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Penampang Balanced Tulangan tarik yang meleleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. 2. Penampang Over-reinforced Keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada saat awal keruntuhan, regangan baja (εs) yang terjadi masih kecil daripada regangan lelehnya (εy). Dengan demikian tegangan baja (fs) juga lebih kecil daripada tegangan lelehnya (fy). Kondisi ini terjadi apabila tulangan yang digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan balanced. 3. Penampang Under-reinforced Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja. Tulangan baja ini terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan (εy). Kondisi ini terjadi apabila tulangan tarik yang dipakai pada balok kurang dari yang diperlukan untuk kondisi balanced. Kuat lentur suatu balok tersedia karena berlangsungnya meksnisme tegangan-tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu diwakili oleh gaya-gaya dalam.
Gambar 2. Diagram Tegangan dan Regangan serta Gaya – Gaya Dalam Beton Bertulang Tunggal Konsep material homogen berlaku, dan hubungan antara momen dan tegangan dapat dirumuskan melalui persamaan: σ = M/W dengan: σ M W
= tegangan lentur (kg/cm2) = momen lentur (kgcm) = momen tahanan (cm3)
Pengaruh temperatur terhadap kuat lentur Sebenarnya beton merupakan bahan bangunan yang memiliki daya tahan terhadap api yang relatif lebih baik dibandingkan dengan material lain seperti baja, terlebih lagi kayu. Hal ini disebabkan karena beton merupakan material dengan daya hantar panas yang rendah, sehingga dapat menghalangi rembetan panas ke bagian dalam struktur beton tersebut. Oleh karena itu selimut beton biasanya dirancang dengan ketebalan yang cukup yang dimaksudkan untuk melindungi tulangan dari suhu yang tinggi di luar jika terjadi kebakaran, karena seperti diketahui bahwa tulangan baja akan mengalami penurunan kekuatan / tegangan leleh yang cukup drastis pada suhu yang tinggi.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-71
Struktur Pengaruh pemanasan sampai pada temperatur 200oC sebenarnya menguntungkan terhadap beton, karena akan menyebabkan penguapan air (dehidrasi) dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H. Pada suhu antara 400 – 600oC, penurunan kuat-tekan dan kuat lentur hingga mencapai 50 % dari kuat tekan dan kuat lentur sebelumnya. Penurunan ini disebabkan karena terjadinya proses dekomposisi unsur C-S-H yang terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki kekuatan sama sekali. Karena unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka pengurangan C-S-H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi kekuatan beton. Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000oC terjadilah proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCo3) yang berwarna keputih-putihan sehingga merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (pink keputihputihan). Disamping itu pada temperatur ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh retak-retak dan oleh kerapuhan beton (mudah dipecah dengan tangan).
5.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan untuk menguji kuat lentur balok akibat temperatur tinggi yaitu 200°C, 400°C, dan 600°C. Pada pengujian kuat lentur balok, data diambil dengan mengambil benda uji berbentuk balok yang menggunakan tulangan dengan ukuran 150 mm x 150 mm x 750 mm masing-masing sebanyak 3 buah benda uji untuk tiap variasi temperatur dengan perbedaan proses pendinginan yaitu pendinginan tanpa penyiraman (normal) dan dengan penyiraman. Serta 3 buah benda uji untuk balok yang tidak dibakar sebagai pembanding untuk masing-masing balok. Jadi total benda uji balok sebanyak 21 buah
1 2P
cm
cm
1 2P
cm
cm
cm
Gambar 3. Statika Pembebanan Setelah benda uji didinginkan selama kurang lebih satu jam (hal ini dimaksudkan agar suhu beton sesuai dengan suhu kamar) maka dapat dilakukan uji lentur. Gambar di atas merupakan pembebanan yang dilakukan saat akan melakukan uji kuat lentur. Peralatan yang dipakai merupakan kombinasi dari tumpuan, hydraulic press, serta proving ring. Langkah pertama meletakkan balok tersebut pada tumpuan, yang hal ini menggunakan tumpuan sendiroll dengan panjang efektif sebesar 60 cm. Kemudian memasang alat hydraulic press serta proving ring. Hydraulic press berfungsi layaknya dongkrak yaitu mendorong beban yang terletak pada proving ring sehingga saat balok hancur dapat diketahui beban maksimum yang mampu ditahan oleh balok.
Identifikasi Benda Uji Tabel 1. Sampel Balok dengan Tulangan Cara Pendinginan
Suhu
Sampel
-
Suhu Kamar (Tidak dibakar)
3
200°C
3
400°C
3
600°C
3
200°C
3
400°C
3
Disiram
Normal
600°C Total Benda Uji :
S-72
3 21
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
Perawatan, pembakaran serta perlakuan pendinginan benda uji Setelah pengecoran dilakukan perawatan (curring) terhadap benda uji beton dengan cara membalut benda uji menggunakan kain basah minimal 7 hari, kemudian hingga mencapai umur 28 hari dilakukan pembakaran benda uji dengan cara benda uji dimasukan ke dalam tungku pembakaran. Suhu ruangan yang tercatat di termometer pengontrol adalah 27°C. Setelah itu api dinyalakan pada keempat sisi tungku pembakaran, kemudian api menjalar ke benda uji (balok beton). Pembakaran benda uji dilakukan dengan variasi suhu yaitu 200°C, 400°C dan 600°C. Setelah benda uji dikeluarkan dari tungku pembakaran sesuai dengan suhu yang diinginkan, kemudian 3 benda uji di tiap-tiap suhu diberikan perlakuan penyiraman selama 1 jam. Perpindahan suhu benda uji dari suhu 200°C, 400°C dan 600°C ke air pada suhu ruangan 27°C secara mendadak menjadikan air mendidih dan beton mengalami keretakan. Pendinginan normal yang dimaksud adalah pendinginan tanpa adanya penyiraman selama 1 jam. Setelah benda uji dikeluarkan dari tungku pembakaran sesuai dengan suhu yang diinginkan, diambil 3 benda uji di tiap-tiap suhu yang diberi perlakuan pendinginan tanpa adanya penyiraman pada suhu ruangan 27°C selama 1 jam.
6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan kalor dan lamanya kalor merambat Pada kondisi di lapangan atau pada saat penelitian ini dilakukan waktu yang dibutuhkan untuk membakar beton di tiap suhu berbeda-beda. Untuk benda uji dengan suhu 200 oC diperlukan waktu ± 45 menit, suhu 400 oC diperlukan waktu ± 1 jam 30 menit, dan suhu 600 oC ± 4 jam. Jarak rentang waktu yang diperlukan untuk tiap-tiap suhu sangat jauh karena semakin meningkatnya suhu, panas merambat agak lambat dari suhu semula.
Gambar 4. Perbandingan perubahan suhu standart, penelitian dan teoritis Berdasarkan gambar diatas dapat dapat dijelaskan bahwa lamanya durasi waktu pembakaran dari hasil penelitian dibandingkan dengan suhu standart ASTM dapat disebabkan oleh perbedaan tungku pembakaran yang dipakai, hal ini dapat dilihat dari cepatnya kenaikan temperatur berdasarkan suhu standart ASTM yang dimana untuk mencapai suhu ±600oC pembakaran berdasarkan suhu standart ASTM, hanya membutuhkan waktu ±15 menit atau 0,25 jam. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian dibutuhkan waktu lebih lama, yaitu ±240 menit atau 4 jam. Oleh karena itu, pengaruh alat pembakaran yang digunakan terhadap kenaikan suhu pada pembakaran benda uji beton sangat mempengaruhi durasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan.
Hasil pengujian kuat lentur beton Dari tabel dan diagram perbandingan suhu dan kuat lentur pada balok beton bertulang berikut menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi kekuatan lentur beton, semakin tinggi suhu yang diberikan terhadap beton tersebut maka semakin rendah kekuatan lentur beton apabila dibandingkan dengan kekuatan lentur beton mula-mula (tidak dibakar). Tabel 2. Tabel hasil uji kuat lentur beton bertulang pada seluruh suhu dengan perilaku pendinginan disiram dan pendinginan normal Cara Pendinginan
Suhu
`
Suhu Kamar (Tidak Dibakar)
No Sampel 42 54
Beban (Kg) Maksimum Rata-Rata 5040.75 4512.75 3984.75
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Kuat Lentur (Kg/cm2) Maksimum Rata-rata 89.613 80.227 70.84
S-73
Struktur
2000C
Disiram
4000C
6000C
2000C
Normal
4000C 6000C
32 35 36 44 45 43 47 30 38 40 55 53 51 49 48 39 41 33 31
4512.75 4512.75 4512.75 4248.75 4380.75 4380.75 4248.75 3720.75 3984.75 3456.75 4116.75 4380.75 4248.75 4248.75 3984.75 4116.75 2928.75 3456.75 2796.75
4424.75
4336.75
3720.750
4248.750
4116.750
3060.750
80.227 80.227 80.227 75.533 77.88 77.88 75.533 66.147 70.84 61.453 73.187 77.88 75.533 75.533 70.84 73.187 52.067 61.453 49.72
78.662
77.098
66.147
75.533
73.187
54.413
Gambar 5. Kuat Lentur Balok pada Beberapa Variasi Suhu dan Perbedaan Proses Pendinginan Terlihat bahwa semakin tinggi paparan suhu maka balok akan mengalami penurunan kekuatan lentur baik untuk balok yang mengalami treatment pendinginan dengan penyiraman maupun yang tanpa mengalami penyiraman. Kuat lentur balok beton bertulang pada temperatur tinggi pada kondisi pendinginan dengan penyiraman mengalami penurunan kuat lentur sebesar 1,951 % pada suhu 200oC, 3,9 % pada suhu 400oC, dan 17,55 % pada suhu 600oC. Sedangkan dengan kondisi pendinginan tanpa penyiraman mengalami penurunan kuat lentur sebesar 5,581 % pada suhu 200oC, 8,775 % pada suhu 400oC, dan 32,176 % pada suhu 600oC. Antara kedua treatment pendinginan terlihat bahwa treatment dengan penyiraman, ternyata balok mampu mempertahankan kekuatan lebih tinggi pada balok dengan penyiraman. Terlihat terjadi perbedaan kekuatan yang terjadi setelah proses pendinginan hingga 20%. Pada suhu pembakaran tertinggi yaitu 600C. Sedangkan pada suhu yang lebih rendah selisih kekuatan belum berarti karena pada suhu dibawah 600C penurunan nilai kekuatan lentur belum terlalu besar. Berdasarkan teori kekuatan beton akan mengalami penurunan kekuatan yang cukup berarti setelah mengalami perbedaan suhu diatas 400C. Namun berdasarkan hasil analisa statistik menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang kurang signifikan dari nilai kuat lentur setelah mendapat paparan dari ketiga suhu tersebut yang kemudian diberikan treatment pendinginan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan nilai dari kuat lentur akibat variasi cara pendinginan tersebut sangat tipis. Adanya kesimpulan dari hasil uji statistik yang demikian dapat disebabkan oleh karena durasi treatment pendinginan pada beton yang sangat pendek. Pada penelitian ini treatment pendinginan dengan penyiraman pada seluruh benda uji beton setelah dibakar memiliki jumlah waktu yang sama yaitu rata – rata selama satu jam. Padahal treatment pendinginan menurut teori Amir Partowiyatmo bahwa semakin lama beton terbakar berarti panas yang diterima beton pun semakin tinggi, akibatnya proses treatment yang harus dilakukan semakin lama dan tingkat recovery beton justru tidak terlalu tinggi. .
7.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa:
S-74
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Struktur
1.
2.
Dari hasil penelitian diperoleh kuat lentur beton bertulang pada temperatur tinggi pada kondisi pendinginan dengan penyiraman mengalami penurunan kuat lentur sebesar 1,951 % pada suhu 200oC, 3,9 % pada suhu 400oC, dan 17,55 % pada suhu 600oC. Sedangkan dengan kondisi pendinginan tanpa penyiraman mengalami penurunan kuat lentur sebesar 5,581 % pada suhu 200oC, 8,775 % pada suhu 400oC, dan 32,176 % pada suhu 600oC. Terlihat bahwa perlakuan pendinginan dengan penyiraman memberikan recovery beton bertulang lebih baik daripada perlakuan tanpa penyiraman. Terlihat pada paparan suhu tertinggi yaitu 600 C kekuatan balok dengan penyiraman memiliki kekuatan lebih tinggi sekitar 20% dari balok yang tanpa mengalami penyiraman. Namun perbedaan antara proses pendinginan dengan penyiraman dan tanpa penyiraman tidak terlalu signifikan karena proses treatmen penyiraman dengan durasi yang hanya selama satu jam. Sedangkan untuk prosese pembakaran sendiri untuk suhu yang berbeda membutuhkan waktu yang berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA Dipohosodo,I. 1999, ”Stuktur Beton Bertulang. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama”.. Irmawan, Mudji. Dkk 2002. ”Perubahan Perilaku Beton Mutu Normal Pada Temperatur Tinggi Pasca Kebakaran. Makalah Seminar Nasional”, FTSP ITS. Surabaya. Munaf dan siahaan, 2003, ” Diagnosa dan Perbaikan Untuk Peningkatan Kinerja Struktur Beton. Concrete Repair & Maintenance”,. Priyosulistyo, 2000, “Sifat-Sifat Mekanik Bahan Struktur Terhadap Beban Gempa dan Temperatur Tinggi. Disampaikan dalam Kursus Singkat Evaluasi Dan Penanganan Struktur Beton Yang Rusak Akibat Kebakaran dan Gempa”, .Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yogyakarta Sudarmoko,. 2000., “Metode Perbaikan dan Cara Pelaksanaan. Disampaikan dalam Kursus Singkat Evaluasi Dan Penanganan Struktur Beton Yang Rusak Akibat Kebakaran dan Gempa . Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta”, Yogyakarta, Triwiyono, A., 2000, “ Kerusakan Struktur Gedung Pasca Kebakaran. Disampaikan dalam Kursus Singkat Evaluasi Dan Penanganan Struktur Beton Yang Rusak Akibat Kebakaran dan Gempa”. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yogyakarta. Mark Fintell,19887, “ Handbook of Concrete Engineering”, Von Nostrand Reinhold Company, New York Nawy, Edward G., 1998, „ Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar“. Bandung : PT. Refika Aditama. Mosley, W.H. dan Bungley, J.H.,1989, ” Perencanaan Beton Bertulang”, Jakarta : Erlangga. Hasan, Iqbal. 2004, ” Analisis Data Penelitian dengan Statistik”, . Jakarta : PT. Bumi Aksara. Amir Partowiyono, 1996, “ Perilaku Beton dengan Perubahan Temperatur” , PU Pemukiman, Bandung,
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
S-75
Struktur
S-76
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011