KOROSI DAN REKAYASA PERMUKAAN *)
Muhamad Daud Pinem*) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan
Abstrak Korosi adalah suatu persoalan yang selalu dihadapi dan merupakan suatu permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya untuk mengurangi terjadinya oksidasi antara logam dengan udara bebas. Proses korosi terjadi karena bereaksinya permukaan suatu logam dengan oksigen, di mana permukaan logam tersebut tidak dilapisi dengan suatu logam lain atau logam alloy (paduan) untuk mengurangi terjadinya korosi. Pada logam, apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk bersifat porous, oksigen dapat tembus dan terjadi reaksi-reaksi pada antarmuka oksida-logam. Namun, umumnya lapisan tipis tidak porous dan oksida selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan oksida. Metode yang digunakan dalam pelapisan logam diantaranya adalah pelapisan permukaan dengan deposisi uap yang dibagi dua yaitu deposisi uap kimia dan deposisi uap fisis. Pada proses penguapan, material sumber dipanaskan dengan berkas energi-tinggi (elektron, ion, laser), tahanan, induksi dan sebagainya dalam ruang vakum. Metode pelapisan semprot termal untuk komponen turbin gas. Pada penyemprotan ini, serbuk disuntikkan dalam gas yang sangat panas dengan kecepatan tinggi ke permukaan komponen. Metode senapan detonasi adalah campuran sejumlah oksigen dari asetelin (C2H2) yang terukur dan diledakkan dengan letupan api. Serbuk dengan diameter rata-rata 45 mm disuntikkan, dan dipanaskan oleh gas panas kemudian ditembakkan dari laras sepanjang 1 inchi ke benda kerja dengan kecepatan sekitar 750 m/s. Pada teknik semprotan plasma, serbuk dipanaskan oleh busur arus searah dengan umpan argon dan kemudian ditembakkan ke benda kerja dengan kecepatan 125-600 m/s. Digunakan pelindung berupa selubung gas mulia (Ar) untuk mencegah oksidasi material yang diendapkan. Kata-kata kunci: Korosi, Oksida, Pelapisan, Logam
1. Pendahuluan Suatu ungkapan rekayasa yang menyatakan bahwa "hampir semua permasalahan adalah permukaan" tampak jelas ketika seseorang membahas korosi metalik dan keausan, retakfatik logam, dan efek katalis pada reaksi kimia. Permukaan logam umumnya mengalami oksidasi ketika berada di udara pada temperatur ruang dan membentuk lapisan oksida sangat tipis (lapisan kusam). Korosi "kering" ini sangat terbatas, dan hanya merusak sebagian kecil permukaan subtrat metalik. Namun pada temperatur tinggi, hampir semua logam dan paduan bereaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan laju yang cukup berarti dan membentuk lapisan oksida tebal (kerak) yang tidak bersifat melindungi. Di lapisan kerak ini dapat terbentuk fasa cair yang berbahaya karena dapat menimbulkan difusi duaarah dari zat yang bereaksi antara fasa gas dan subtrat metalik. Pada korosi "basah" atau korosi berair, terjadi serangan elektrokimia karena adanya air dan dapat merusak permukaan metalik serta menjadi penyebab berbagai permasalahan di semua cabang industri. Secara konvensional, sifat permukaan baja ditingkatkan melalui permesinan untuk menghasilkan permukaan dengan tekstur mulus
(superfinishing), pengerjaan secara mekanik (tumbukan peluru, shot-peening), perlakuan termokimia dengan menambah atom karbon dan atau nitrogen yang kecil (karburasi, nitridisasi, karbonitridisasi), menambah lapisan pelindung (galvanisasi, elektroplating, konversi kimiawi (anodisasi), dan sebagainya.
2. Oksidasi pada Temperatur Tinggi Kecenderungan suatu logam untuk beroksidasi, sama seperti reaksi spontan lainnya, ditandai oleh perubahan energi bebas ΔG yang menyertai pembentukan oksidasi. Berbagai jenis logam mudah teroksidasi karena memiliki nilai ΔG negatif. Sesuai persamaan Gibbs dengan sendirinya terdapat hubungan antara ΔGo dengan ΔHo, panas reaksi standar dari perubahan entropi standar ΔS. Variasi energi bebas standar dengan perubahan temperatur absolut untuk sejumlah logam oksidasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 301 – 306
303
Gambar 1: Energi bebas standar pembentukan oksida Logam mulia yang mudah tereduksi terdapat di ujung atas diagram dan logam yang lebih reaktif terdapat di bagian dasar. Namun beberapa jenis logam di bagian dasar (Al, Ti, Zr), tidak mengalami oksidasi pada temperatur ruang karena ada lapisan oksida koheren tipis yang lebih dahulu terbentuk dan tidak dapat ditembus. Nilai numerik ΔG untuk reaksi oksidasi berkurang dengan meningkatnya temperatur, berarti stabilitas oksida berkurang. Hal ini terjadi karena entropi yang menyertai reaksi, padatan (logam) + gas (oksigen), keduanya padat, mempunyai nilai entropi yang hampir sama dan ekivalen dengan entropi d(ΔGo)/dT hampir oksigen, yaitu 209,3 J deg-1 mol-1. Oleh karena itu di sekitar nilai ini, garis ΔG terhadap T mempunyai kemiringan ke atas, dan setiap perubahan kemiringan terjadi karena perubahan keadaan.
Gambar 2: Berbagai bentuk perilaku oksidasi pada logam
3. Kinetika Oksidasi Perubahan energi bebas menunjukkan kemungkinan produk reaksi stabil, tetapi tidak meramalkan laju pembentukan produk. Selama oksidasi, molekul oksigen pertama yang
304
diabsorpsi permukaan logam berdisosiasi menjadi komponen atom sebelum membentuk ikatan kimia dengan atom permukaan logam, proses ini disebut kemisorpsi. Setelah terbentuk beberapa lapisan adsorpsi, oksida bernukleasi secara epitaksial pada butir logam induk di lokasi yang diutamakan, seperti dislokasi dan atom pengotor. Setiap daerah nukleasi tumbuh, merasuk satu dengan lainnya sehingga terbentuk lapisan tipis oksida di seluruh permukaan. Oleh karena itu oksida biasanya terdiri dari agregat butir-individu atau kristal, dan menampakkan gejala seperti rekristalisasi, pertumbuhan butir, creep mencakup cacat kisi, mirip dengan yang terjadi pada logam. Apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk bersifat porous, oksigen dapat tembus dan terjadi reaksi pada antar muka oksida-logam. Namun, umumnya, lapisan tipis tidak porous dan oksida selanjutnya mencakup difusi melalui lapisan oksida. Apabila terjadi oksida di permukaan oksida oksigen maka ion logam dan elektron harus berdifusi dalam logam yang berada di bawahnya. Apabila reaksi oksidasi terjadi di antarmuka logam-oksida, ion oksigen harus berdifusi melalui oksida dan elektron berpindah dengan arah berlawanan untuk menuntaskan reaksi. Pertumbuhan lapisan oksida dapat diikuti dengan keseimbangan-termal memiliki kepekaan hingga 10-7 g, dan pengurangan dilakukan di lingkungan pada temperatur yang dikendalikan dengan teliti. Teknik metalografi yang paling sering diterapkan adalah elipsometri, yang bergantung pada perubahan di bidang polarisasi berkas cahaya-terpolarisasi yang dipantulkan oleh permukaan oksida; sudut rotasi bergantung tebal oksida. Selain itu juga digunkan interferometri, tetapi kini lebih sering dipakai replika dan lapisan tipis di mikroskop transmisi elektron dan mikroskopik scanning elektron. Laju penebalan oksidasi bergantung pada temperatur dan meterial seperti Gambar 2.
Selama tahap awal pertumbuhan pada temperatur rendah, karena atom oksigen mendapatkan elektron dari atom permukaan
Korosi dan Rekayasa Permukaan (Muhamad Daud Pinem)
logam, terbentuk medan listrik yang kuat pada lapisan tipis oksida, medan ini menarik atom logam melalui oksida. Pada rentang temperatur yang rendah ini (untuk Fe di bawah 200oC) ketebalan bertambah secara logaritmik dengan waktu (x ∞ Ln t), dan laju oksidasi turun dengan berkurangnya kekuatan medan. Pada temperatur intermediat (antara 50o ° 1000 C untuk Fe) oksidasi berkembang terhadap waktu mengikuti hukum parabola (x 2 ∞ t) untuk hampir semua logam. Di daerah ini pertumbuhan merupakan proses aktivasi-termal dan ion-ion melalui lapisan oksida dengan gerakan termal, dan kecepatannya bermigrasi bergantung pada jenis cacat struktur dalam kisi oksida. Tegangan yang besar, baik tekan maupun tarik, seringkali dialami lapisan oksida pelindung retak dan lepas. Pengelupasan berulang yang terjadi pada skala kecil menghalangi pertumbuhan parabolik yang lebih luas dan oksidasi memiliki laju linear bahkan lebih cepat. Tegangan dalam lapisan oksida berkaitan dengan rasio Pilling-Bedworth (P-B), yaitu rasio volume molekuler oksida terhadap volume atomik logam yang membentuk oksida. Apabila rasio lebih kecil dari satu seperti untuk Mg, Na, K, oksida yang terbentuk mungkin tidak memberikan perlindungan yang memadai terhadap oksidasi selanjutnya, sejak tahap awal dan dengan kondisi seperti ini yang lazim dijumpai pada logam-logam alkali, diikuti hubungan oksidasi linear (x ∞ t). Namun, apabila rasio P-S jauh lebih besar dari satu, seperti pada logam transisi, oksida terlalu tebal dan pengelupasan juga cenderung terjadi. Pada temperatur tinggi, lapisan bertambah tebal sesuai hukum laju parabolik (x 2 ∞ t). Cacat titik berdifusi melalui oksida karena terdapat gradien konsentrasi yang konstan. Cacat ditiadakan pada salah satu antar muka dan terjadi pembentukan lokasi kisi yang baru. Khususnya seng oksida bertambah tebal karena difusi interstisi seng yang terbentuk di antarmuka logam oksida melalui oksida menuju antarmuka oksida logam dan di sini menghilang karena reaksi: 2Zni++ + 4e + O2 → 2ZnO Konsentrasi interstisi seng pada antar muka logam/oksida dipertahankan oleh reaksi: Zn(logam)
→ Znj++ +2e
Dengan pembentukan kekosongan dalam kisi seng. Migrasi cacat interstisi bermuatan terjadi bersamaan dengan imigrasi elektron, dan untuk lapisan oksida yang tebal, wajar untuk mengasumsi bahwa konsentrasi kedua spesies yang bermigrasi adalah konstan pada kedua
permukaan oksida, yaitu permukaan oksida/gas dan aksida logam, konsentrasi dikendalikan oleh kesetimbangan termodinamika setempat, jadi melintasi oksida terdapat perbedaan konsentrasi konstan Δc dan laju transportasi melalui satuan luas DΔc/x, di mana D adalah koefisien difusi dan x adalah tebal lapisan. Maka laju pertumbuhan: Dx/dt ∞ DΔc/x Dan penebalan lapisan bertambah secara parabolik sesuai hubungan. x 2 = kt, di mana k adalah konstanta yang mencakup beberapa parameter struktur. Wagner menunjukkan proses oksidasi dapat dijabarkan menjadi arus ionik ditambah arus elektronik, dan mendapatkan persamaan laju oksidasi yang dinyatakan dalam ekivalen kimia cm-2s-1, masing-masing mencakup jumlah transportasi anion dan elektron, konduktivitas oksida, potensial kimia dari ion yang berdifusi pada antarmuka dan ketebalan lapisan oksida. Pada rentang temperatur tertentu berbagai oksida bertambah tebal sesuai hukum parabolik. Pada temperatur rendah dan untuk lapisan oksida yang tipis, berlaku hukum logaritmik. Apabila tebal kerak bertambah mengikuti hukum parabolik, resultan tegangan yang terjadi pada antar muka bertambah dan akhirnya lapisan oksida mengalami kegagalan-perpatahan sejajar dengan antar muka atau mengalami perpatahan geser atau pematahan tarik melalui lapisan. Di daerah ini laju oksidasi meningkat sehingga terjadi peningkatan yang kemudian berkurang lagi akibat perpatahan lokal di kerak oksida. Laju oksidasi yang bersifat parabolik berubah menjadi rata dan laju oksidasi mengikuti hukum linear. Perubahan seperti ini disebut paralinear dan biasanya dijumpai pada oksidasi titanium setelah oksida mencapai ketebalan kritis.
4. Ketahanan terhadap Oksidasi
Penambahan elemen paduan sesuai kaidah Wagner Nauffe adalah salah satu cara untuk mengubah laju oksidasi dan hal ini dapat meningkatkan ketahanan terhadap oksidasi. Elemen paduan dapat ditambahkan karena merupakan pembentukan oksida yang kuat dan mengutamakan pembentukan oksidanya sendiri dari bukan oksida logam pelarut di permukaan logam. Kromium merupakan elemen tambahan yang sangat baik karena membentuk lapisan pelindung Cr2O3 di sejumlah logam (seperti Fe, Ni) tetapi merugikan Ti yang membentuk oksida anion tak-sempurna tipe-n. Penambahan aluminium pada tembaga meningkatkan perilaku oksidasi karena terjadi pembentukan Al2O3. Baja tahan-karat (feritik, austenitik, martensitik) merupakan salah satu paduan tahanoksidasi terbaik dan berbasis Fe-Cr. Ketika
Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 301 – 306
305
paduan yang mengandung krom, seperti baja tahan-karat austenitik, bersentuhan dengan produk hasil pembakaran bahan bakar fosil yang panas, lapisan luar krom oksida yang terbentuk seringkali dikaitkan dengan fasa sulfida yang berada di bawahnya (Gambar 3a). Struktur dupleks ini dapat dijelaskan dengan menggunakan diagram (stabilitas) fasa dan konsep "urutan reaksi". Aktivitas kimia sulfur dan oksigen dalam bentuk fasa gas merupakan fungsi dari tekananparsial (konsentrasi). Apabila tekanan parsial sulfur relatif rendah, komposisi fasa gas akan berada dalam medan krom oksida dan paduan mengalami oksidasi (Gambar 3b). Sulfur dan oksigen berdifusi melalui lapisan kerak oksida yang tumbuh tetapi difusi S2 lebih cepat dibandingkan O2. Karenanya komposisi fasa gas yang menyentuh paduan mengikuti “urutan reaksi” seperti yang digambarkan oleh garis putusputus. Gambar 3c. Memperlihatkan urutan reaksi untuk gas dengan tekanan awal sulfur yang lebih tinggi. Kemiringan sedemikian sehingga krom oksida terbentuk lebih dahulu dan menyusul krom sulfida. Kadang-kadang kerak oksida retak atau membentuk void. Aktivitas S2 dalam kerak mengalami peningkatan lokal dan melampaui aktivitas fasa gas utama. Dengan demikian mungkin terjadi sulfidasi krom meskipun konsentrasi sulfur dalam aliran gas utama rendah.
(a)
(b)
(d)
Gambar 3a, b, c dan d adalah: urutan reaksi untuk oksidasi dan sulfidasi kromium.
5. Korosi Berair Korosi logam dalam lingkungan berair terjadi oleh mekanisme elektro kimia yang melibatkan pelarutan logam sebagai ion (misal: Fe → Fe2+ + 2e). Elektron berlebih yang dihasilkan dalam elektrolit mereduksi ion hidrogen (khususnya dalam larutan asam) sesuai reaksi: 2H + + 2e → H2 sehingga gas keluar dari logam, atau membentuk ion hidroksil dengan mereduksi oksigen yang larut sesuai reaksi: O 2 + 4e + 2H2O → 4OH -Jadi laju korosi berhubungan dengan aliran elektron atau arus listrik. Pada (Gambar 4) diperlihatkan sel aerasi diferensial ion Fe2+ masuk ke larutan dari anoda dan ion OH - dari katoda, dan apabila keduanya bertemu mereka membentuk ferohidroksida Fe(OH) 2. Namun, bergantung pada aerasi, oksidasi mungkin menghasilkan Fe(OH)3 karatmerah Fe2O 3.H 2O atau magnetit-hitam Fe3O 4. Proses seperti ini penting bilamana air, khususnya air laut memenuhi celah (crevice) yang terjadi selama pemakaian, manufaktur atau disain. Pada korosi jenis ini, pemasukan oksigen ke daerah katodik besar, sering terjadi serangan lokal yang gawat di daerah anoda yang kecil sehingga membentuk sumuran, goresan, celah, dan sebagainya.
Gambar 4: Korosi besi oleh aerosi differensial
6. Rekayasa Permukaan
(c)
306
Pelapisan permukaan dengan deposisi uap. Pelapisan permukaan dengan deposisi uap dibagi dua yaitu deposisi uap kimia dan deposisi uap fisis. Pada proses deposisi uap kimia (CVD, chemical vapour deposition} pelapisan logam, paduan, atau senyawa tahan api merupakan hasil reaksi kimia antara uap dan gas pembawa di
Korosi dan Rekayasa Permukaan (Muhamad Daud Pinem)
atau di dekat permukaan suatu subtrat yang dipanaskan (Gambar 5a dan Gambar 5b). CVD bukan suatu proses "line-of-sight” dan dapat melapisi permukaan rumit dengan rata, serta mempunyai “throwing power” (kemampuan suatu larutan pelapis-elektro untuk mengendapkan logam secara merata di katoda dengan bentuk tak teratur) yang baik. Reaksi CVD untuk deposisi boron nitrida dan titanium karbida masing-masing adalah: BC1 3(g) + NH 3(g) → BN (s) + 3HCl(g) (500 – 1500 0 C) TiC1 4(g) + CH 4(g) → TiC(s) + 4HCl(g) (800 – 1000 0 C) Temperatur subtrat yang mengendalikan laju deposisi relatif tinggi. Oleh karena itu, meskipun CVD cocok untuk pelapisan senyawa tahan api, seperti tungsten karbida yang diikat-kobalt, CVD akan melunakkan baja perkakas kecepatan tinggi yang dikeraskan dan ditemper, sehingga perlu mengulang perlakuan panas temperatur tinggi. Salah satu proses deposisi adalah CVD dengan bantuan plasma (PACVD, plasma-assisted CVD). Di atas subtrat ditempatkan pelat yang diberi muatan dengan tegangan bias frekuensi radio.
Gambar 5: Reaktor CVD eksperimental Zona plasma yang dihasilkan mempengaruhi struktur lapisan. PACVD digunakan untuk membuat lapisan keramik (SiC, Si3N4) tetapi temperatur subtrat sebesar 6500C (minimum) masih terlalu tinggi untuk baja paduan yang telah mengalami perlakuan panas. CVD dan PACVD dapat menghasilkan ketebalan maksimum lapisan sekitar 100 μm dengan ekonomis. Pada proses penguapan, material sumber dipanaskan dengan berkas energi-tinggi (elektron, ion, laser), tahanan, induksi dan sebagainya dalam ruang vakum (Gambar 6a). Laju penguapan bergantung pada tekananan uap sumber dan tekanan ruang.
Gambar 6: (a) PVD bergantung-penguapan dan (b) PVD bergantung-penyemburan Logam-logam menguap dengan laju memadai apabila tekanan uap melampaui 1 Nm-2 dan tekanan ruang lebih rendah dari 10-3 Nm-2. Atom yang menguap bergerak menuju subtrat (komponen), dengan mengikuti garis-pandang. Apabila penyemburan diterapkan dalam PVD (Gambar 6b), sumber katoda beroperasi dengan potensial tegangan mencapai 5 kV (arus searah atau frekuensi radio) dalam lingkungan gas mulia (Ar).
7. Pelapisan Permukaan Penembakan Partikel
dengan
Sejak penggunaan pertama mesin turbin gas pada tahun 1940-an, derap pengembangan rekayasa terutama ditentukan oleh tersedianya material temperatur tinggi yang cocok. Sisa pembakaran panas yang bergerak dengan kecepatan tinggi mengenai komponen di bagian mesin yang paling kritis. Selain itu, terdapat pula berbagai zat perusak yang melewati mesin, seperti garam laut dan pasir. Untuk lingkungan yang merugikan ini, sangat sulit, bahkan tidak mungkin dikembangkan paduan yang memiliki kombinasi sifat kekuatan pada temperatur tinggi dan ketahanan korosi. Berbagai usaha dilakukan untuk menciptakan sistem paduan yang menghasilkan suatu kerak oksida "pelindung" tipis yang bersifat memulihkan diri. Pada prakteknya, lapisan luar ini tidak menghambat difusi atom ke subtrat dan bereaksi dengan paduan subtrat yang juga mengalami penipisan karena erosi.
Gambar 7: Pelapisan dengan senapan detonasi Akibat Akibat perbedaan muai termal antara kerak oksida (keramik) dan subtrat metalik terjadi repture
Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol. 4 No. 1 – April 2005: 301 – 306
307
dan retak pada kerak apabila kerak tidak plastis atau memiliki ikatan lemah dengan paduan. Pelapisan bahwa tahan-api yang tahan aus dan korosi merupakan salah satu jawaban terhadap masalah ini. Metode pelapisan semprot termal yaitu untuk komponen turbin gas. Pada penyemprotan ini, serbuk disuntikkan dalam gas yang sangat panas dan disemprotkan dengan kecepatan tinggi ke permukaan komponen. Pada impak, partikel mengalami deformasi plastis dan melekat dengan kuat pada komponen dan juga melekat satu sama lainnya. Struktur lapisan pada penampang melintang memiliki penampilan lentikular karakteristik dan terdiri dari partikel tahan api. Berbagai lapisan penyemprotan termal dapat beroperasi pada temperatur di atas 10000C. Ketebalan sesuai kebutuhan, bervariasi dari beberapa mikron hingga beberapa milimeter. Pada metode senapan detonasi (Gambar 7) campuran sejumlah oksigen dan asetelin {C2H2} terukur diledakkan dengan letupan api. Serbuk dengan diameter rata-rata 45 mm disuntikkan, dan dipanaskan oleh gas panas kemudian ditembakkan dari laras sepanjang 1 m ke benda kerja dengan kecepatan sekitar 750 m/s. Laras diisi gas nitrogen di antara detonasi, yang terjadi setiap empat atau delapan kali per detik.
meningkatkan adhesi kerak dalam jumlah kecil. Lapisan dengan komposisi khusus ini digunakan sebagai perapat saluran gas panas di lokasi di mana terdapat toleransi rendah antar sudu yang berputar dan bagian dalam dinding mesin sehingga efisiensi bahan bakar meningkat. Lapisan ini tahan terhadap kontak gesekan yang kadang-kadang terjadi.
Daftar Pustaka Bell, T. 1992. Surface engineering: its current and future impact on tribology, J.Phys D: Appl.Phys. 5, A97-3006. Bunshah, R. F. 1984. Overview of deporition technologies with emphasis on vapour deposition techniques. Industrial Materials Sctence and engineering. Bab 12 (L.E. Murr. (Ed.)). Marcel Dekker, New York. Shreir, L. L. 1976. Corrosion, Vol.1 and 2. Edisi kedua. Newnes-Butterworth, London. Trethewey, K. R. And Chamberlain, J. 1988. Corrosion for students or Science and engineering. Longman, Harlow.
Gambar 8: Pelapisan dengan suluh (torch) semprotan plasma Pada teknik semprotan plasma, serbuk dipanaskan oleh busur arus searah dengan umpan argon (Gambar 8) dan kemudian ditembakkan ke benda kerja dengan kecepatan 125 - 600 m/s. Digunakan pelindung berupa selubung gas mulia (Ar) untuk mencegah oksidasi material yang diendapkan. Proses ini dilakukan untuk membuat lapisan tipe-MCrAIY pada komponen turbin di mana dipersyaratkan ketahanan korosi pada temperatur tinggi (seperti sudu, kipas) dan M adalah logam dengan titik lebur tinggi seperti Fe, Ni dan Co. Pelapisan ini mengandung lebih banyak elemen pembentukan kerak seperti krom dan aluminium dibandingkan super alloy (misalnya: 39Co-3Ni-21Cr-7,5Al-0,5Y). Lapisan tersebut merupakan sumber elemen yang dapat teroksidasi dan memungkinkan terbentuknya lapisan kerak "pelindung'" yang mampu memulihkan diri. Iterium adalah atom yang mampu memulihkan atau
308
Korosi dan Rekayasa Permukaan (Muhamad Daud Pinem)