1
KONSEPSI SISWA PADA KONSEP SISTEM GERAK PADA MANUSIA DI KELAS VIII A SMP KEMALA BHAYANGKARI 1 KABUPATEN KUBU RAYA ANGELA WISDIANI, TITIN, RUQIAH GANDA PUTRI PANJAITAN Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Tanjungpura Abstract The aim of this research is to describe the students’ concept in movement system of human including skeleton, muslce, joint, disorder and diseases in movement system. The descriptive method on case study is used in this research. The students in class VIII A SMP Kemala Bhayangkari Kabupaten Kubu Raya is the subject of this research. Test in essay is the instrument which consists of 15 items and interview the students for each conception pattern from the result of the test. Based on the result of recapitulation on movement system concept as 41,67% students’ concept is appropriate with the scientific concept, and 40,10% the students’ concept is not appropriate with scientific concept, meanwhile 18,28% does not answer (omit). If it is viewed from the students’ concept percentage that is not appropriate with the scientific concept, therefore the student’s concept is categorized less in dominant. Keyword: Description, students’ concept, concept of movement system in human Perkembangan ilmu pengetahuan alam (IPA) telah melaju dengan pesatnya karena selalu berkaitan erat dengan perkembangan teknologi. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ilmu dan teknologi terus melaju seiring dengan melesatnya kebutuhan manusia. Ada kalanya ketertinggalan informasi terbaru menyebabkan konsep-konsep yang seharusnya berubah atau diperbaiki menjadi salah dalam menyampaikannya kepada peserta didik. Disisi lain, kesalahan dalam memahami konsep yang berlanjut dan diwariskan secara turun-temurun juga berandil besar dalam miskonsepsi. Menurut Sadia (1996) (dalam Wilantara, 2003) miskonsepsi siswa dapat saja diperoleh melalui proses
pembelajaran yang keliru pada jenjang pendidikan sebelumnya. Dengan kata lain sebuah miskonsepsi dapat terjadi jika sumber belajar siswa mengalami kekeliruan oleh guru dan kekeliruan oleh bahan ajar. Ausubel (1968) (dalam Dahar, 1989) menyatakan “pengajaran yang tidak mengindahkan konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa akan membuat miskonsepsimiskonsepsi mereka yang lebih kompleks dan stabil”. Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi, karena setiap orang membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Menurut Wilantara (2003) ada beberapa faktor kemungkinan penyebab miskonsepsi, antara lain : (1) buku pelajaran yang memuat rumus
2
atau uraian materi yang salah, (2) guru-guru yang mengalami miskonsepsi dengan sendirinya akan menjadi penyebab utama munculnya miskonsepsi pada siswa, (3) kesalahan bahasa, dalam banyak kasus kesalahan bahasa muncul akibat budaya masyarakat yang terlanjur salah kaprah dalam mendefinisikan sesuatu secara ilmiah. (4) intuisi yang salah dan (5) metode mengajar yang tidak tepat akan memicu munculnya miskonsepsi. Permasalahan miskonsepsi juga terjadi pada mata pelajaran biologi yang diajarkan kepada siswa mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjutan. Konsep sistem gerak pada manusia merupakan satu diantara beberapa konsep yang diajarkan di kelas VIII semester ganjil dalam kurikulum IPA biologi SMP (Daroji dan Haryati, 2007). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap soal-soal Ujian Akhir Nasional (UAN) untuk dua tahun terakhir yang terdapat di SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya tahun 2008 dan 2009 diketahui bahwa konsep sistem gerak pada manusia selalu ada dalam tiap tahunnya. Hasil wawancara dengan guru yang mengajar Biologi pada tanggal 1 Mei 2009 di SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang cenderung rendah disebabkan siswa banyak mengalami kesalahan konsep pada konsep sistem gerak pada manusia. Hal ini didukung oleh hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 Mei 2009 dan 28 Agustus 2009 terhadap hasil belajar siswa di kelas VIII pada ulangan harian semester ganjil. Dari hasil observasi tersebut diketahui bahwa
persentase ketidaktuntasan siswa kelas VIII pada tahun ajaran 2008/2009 adalah 80,91% dan tahun ajaran 2009/2010 adalah 79,76% dengan kriteria kentuntasan minimal (KKM) di sekolah tersebut adalah sebesar 60. Untuk mengetahui kesalahan konsep yang dialami oleh siswa maka dilakukanlah pra riset tanggal 8 Mei 2009. Dari hasil pra riset diketahui rata-rata persentase konsepsi siswa kelas VIII C SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah pada materi sistem gerak sebesar 63,18%, berdasarkan beberapa hal di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk mendeskripsikan konsepsi siswa pada konsep sistem gerak pada manusia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsepsi siswa pada konsep sistem gerak pada manusia di kelas VIII A SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya. Secara khusus masalah tersebut dirumuskan dalam sub-sub masalah meliputi subkonsep rangka tubuh manusia, otot, persendian (artikulasi/ hubungan antartulang), kelainan dan penyakit pada sistem gerak serta untuk mengetahui berapa besar persentase ketidaksesuaian konsepsi siswa dengan konsep ilmiah pada konsep sistem gerak pada manusia. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitiannya adalah studi kasus. Menurut Sukmadinata (2008)
3
penelitian kualitatif menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti penelitian difokuskan pada satu fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya yang memiliki hasil belajar yang rendah. Pemilihan subjek dilakukan dengan cara pemilihan langsung yakni kelas dengan nilai rata-rata ulangan harian paling rendah (44,98), dengan asumsi kelas tersebut mengalami miskonsepsi lebih banyak dimana Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolah tersebut adalah sebesar 60 Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Wawancara dengan guru untuk mendapatkan informasi konsepsikonsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah pada tanggal 1 Mei 2009. 2. Observasi terhadap hasil belajar siswa kelas VIII SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya pada tanggal 4 Mei dan 28 Agustus 2009. 3. Pra riset pada tanggal 8 Mei 2009. 4. Pembuatan instrumen tes berupa kisi-kisi soal tes diagnostik, menyusun soal tes diagnostik, menyusun kunci jawaban soal, dan membuat pedoman penskoran, serta pedoman wawancara. Dalam penelitian ini, instrumen tes berupa tes diagnostik berbentuk esai sebanyak 15 soal, disamping itu juga dilakukan wawancara untuk melengkapi tes. Pemilihan subjek wawancara dilaksanakan secara
acak, satu orang siswa untuk satu pola konsepsi pada jawaban siswa yang sama untuk masing-masing konsep yang diamati. Wawancara yang dilakukan dengan teknik clinical interview. Teknik ini diusulkan oleh Posner dan Bertzog (1982) dalam Sutrisno dkk. (2007) yang merupakan teknik wawancara yang dapat dipandang sebagai dialog antara pewawancara dan yang diwawancarai. Pewawancara mencari informasi dari yang diwawancarai, dan yang diwawancarai meminta bantuan dari yang mewawancarai. 5. Validasi instrumen oleh satu orang dosen pendidikan biologi dan dua orang guru bidang studi biologi SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya. Selanjutnya instrumen tersebut direvisi penelitian berdasarkan hasil validasi. Setelah dinyatakan valid maka dilakukan uji coba soal tes untuk menghitung reliabilitas soal. Uji coba tes dilakukan tanggal 3 Oktober 2009 pada siswa kelas VIII D SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya, yang kriteria hasil belajarnya tidak jauh berbeda dengan kelas yang dijadikan subjek penelitian yaitu 44,40, Selain itu juga telah mempelajari materi sistem gerak manusia. 6. Analisis data hasil uji coba soal untuk mengetahui tingkat reliabilitasnya. Menurut Arikunto (1989) untuk menghitung reliabilitas tes berbentuk esai maka digunakan rumus Alpha. Hasil uji coba soal tes menunjukkan nilai reliabilitas sebesar 0,75, yang termasuk dalam kategori tinggi.
4
Artinya, soal tes tersebut mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi karena dapat memberikan hasil yang tetap (ajeg) (Arikunto,1989) 7. Uji soal tes pada tanggal 7 Oktober 2009 kepada siswa kelas VIII A. Waktu yang diberikan untuk mengerjakan soal tes adalah dua jam pelajaran (2 x 40 menit). Adapun jumlah siswa yang mengikuti tes berjumlah 46 siswa. 8. Mengoreksi jawaban siswa dan memberi skor berdasarkan pedoman penskoran. Penskoran dilakukan dengan rentang 3 untuk skor tertinggi dan 0 untuk skor terendah. 9. Mengklasifikasikan konsepsikonsepsi siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada konsep sistem gerak pada manusia berdasarkan jawaban hasil tes. Konsepsi siswa dikelompokkan menjadi tiga, yakni : 1. Kelompok siswa yang memiliki konsepsi-konsepsi sesuai dengan konsep ilmiah. 2. Kelompok siswa yang memiliki konsepsi-konsepsi tidak sesuai dengan konsep ilmiah. 3. Kelompok yang tidak menjawab (omit). 10. Analisis data hasil tes untuk kemudian dibuat tabel konsepsi siswa menurut kesamaan dengan konsep ilmiah. Menurut Soemitro (dalam Nahar, tanpa tahun) persentase konsepsi siswa pada masing-masing kriteria dari tiap soal, digunakan rumus berikut:
Persentase konsepsi = jumlah siswa menjawab tiap konsepsi / banyak siswa x 100% 11. Wawancara dengan masing-masing kelompok siswa yang telah ditentukan berdasarkan pola konsepsi siswa, baik yang sesuai dengan konsep ilmiah maupun yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah serta yang tidak menjawab (omit). Wawancara digunakan sebagai pelengkap data hasil tes serta untuk menggali konsepsi siswa. Pelaksanaan wawancara pada tanggal 12-15 Oktober 2009. 12. Analisis data hasil tes dan hasil wawancara. Hasil dan Pembahasan Konsep-konsep sistem gerak pada manusia yang dijadikan lingkup penelitian meliputi subkonsep rangka manusia, otot, persendian dan kelainan serta penyakit. Profil konsepsi siswa pada konsep sistem gerak pada manusia di kelas VIII A SMP Kemala Bhayangkari disajikan pada tabel 1. Adapun rata-rata persentase dari empat subkonsep yang termasuk ke dalam ruang lingkup konsep sistem gerak pada manusia adalah 41,67% konsepsi siswa sesuai dengan konsep ilmiah, 40,10% konsepsi siswa tidak sesuai dengan konsep ilmiah dan 18,28% tidak memberikan jawaban.
5
TABEL 1: Profil konsepsi siswa pada konsep sistem gerak pada manusia
N o
Konsep yang diujikan
No soal
1
Persentase (%) konsepsi siswa Soal yang diujikan
2 alat gerak di dalam tubuh manusia 2a Alat gerak aktif 2b Alat gerak pasif 3 3 fungsi rangka tubuh bagi manusia 4a 4 ruas tulang ekor 4b 7 pasang tulang rusuk sejati 4c 3 pasang tulang rusuk palsu 4d 2 pasang tulang rusuk Rangka melayang tubuh 4e Jenis tulang dada pada manusia manusia berdasarkan bentuknya 5 2 contoh tulang pipa pada manusia 6 Komposisi tulang keras pada manusia dan komposisi tulang rawan pada manusia 7a Tulang radius/pengumpil pada lengan tangan manusia (berdasarkan gambar) 7b Tulang ulna/hasta pada lengan tangan manusia (berdasarkan gambar) Rata-rata persentase subkonsep rangka tubuh manusia (%) 8a Jenis otot pada tubuh manusia (berdasarkan gambar) 8b Cara kerja otot pada tubuh manusia (berdasarkan gambar) 8c Letak ditemukannya otot pada tubuh manusia (berdasarkan Otot 2 gambar) 9a Cara kerja otot bisep pada tubuh manusia ketika tangan ditekuk (berdasarkan gambar) 9b Cara kerja otot trisep pada tubuh manusia ketika tangan ditekuk (berdasarkan gambar)
(S)
( TS )
(O)
32,61
65,21
2,17
39,13 54,35 47,82
60,87 41,30 47,81
0 4,35 4,35
34,78 80,43 86,96 71,74
65,22 19,56 13,04 21,73
0 0 0 6,52
17,40
58,68
23,91
36,95
49,96
13,04
58,71
39,12
2,17
4,35
84,79
10,87
4,35
80,45
15,21
43,81
49,83
6,35
30,43
47,82
21,74
26,09
43,48
30,43
13,04
45,67
41,30
30,44
47,83
21,74
30,44
41,31
28,26
Tabel bersambung
6
Rata-rata persentase subkonsep otot (%) 10 Perbedaan sendi berdasarkan sifat geraknya (sendi mati, kaku dan gerak) 11 3
Persendian (artikulasi/ hubungan antartulang)
Menentukan jenis sendi yang terdapat pada tulang tengkorak (berdasarkan gambar)
Menentukan jenis Sendi gerak (gambar sendi gerak antara bahu dan lengan atas) Rata-rata persentase subkonsep hubungan antartulang (%) 13a Kelainan tulang belakang Kelainan (kifosis) dan penyakit 13b Kelainan tulang belakang pada sistem (lordosis) 4 gerak 14 Penyakit pada otot (tetanus) manusia 15 Penyakit pada tulang (osteoporosis) Rata-rata persentase subkonsep kelainan dan penyakit(%) Jumlah persentase keseluruhan subkonsep (%) Rata-rata persentase keseluruhan subkonsep (%)
26,10
45,22
28,71
8,70
65,15
26,10
67,40
15,21
17,40
15,22
63,03
21,74
30,44
47,80
21,75
82,61
4,34
13,04
80,43
6,52
13,04
28,26 73,92
47,82 10,87
23,91 15,22
66,31 166,66 41,67
17,39 160,24 40,10
16,30 73,1 18,28
12
Untuk mendeskripsikan konsepsi siswa pada subkonsep rangka digunakan tiga belas butir soal uraian yakni nomor soal 1, 2a, 2b, 3, 4a, 4b, 4c, 4d, 4e, 5, 6, 7a, dan 7b. Ditinjau dari hasil tes pada subkonsep rangka, rata-rata persentase konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah 43,81%, konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah 49,83%, dan konsepsi siswa yang tidak menjawab 6,35%. Pada soal nomor 1 siswa diminta untuk dapat menyebutkan dua alat gerak di dalam tubuh manusia. Siswa yang memiliki konsep yang tidak sesuai konsep ilmiah umumnya menjawab kaki dan tangan. Adapun jawaban yang sebenarnya adalah tulang dan otot. Ketidaksesuaian konsepsi dikarenakan siswa mempunyai konsepsi awal yang
keliru, dan konsepsi awal siswa tersebut didasarkan pengalaman sehari-hari. Pada soal nomor 2a dan 2b siswa diharapkan dapat menyebutkan alat gerak aktif dan alat gerak pasif pada manusia. Umumnya siswa menjawab alat gerak aktif adalah tulang dan untuk alat gerak pasif adalah otot. Jawaban yang sebenarnya untuk alat gerak aktif adalah otot dan alat gerak pasif adalah tulang. Ketidaksesuaian jawaban siswa ini dikarenakan siswa masih bingung untuk menentukan mana alat gerak aktif dan mana alat gerak pasif diantara otot dan tulang. Konsepsi siswa yang umumnya beranggapan bahwa alat gerak aktif adalah tulang disebabkan siswa kurang memahami bahwa pergerakan itu terjadi karena adanya kemampuan otot untuk
7
melakukan kontraksi (memendek/mengerut) dan relaksasi (memanjang). Pada soal nomor 3 siswa diminta untuk menyebutkan tiga fungsi rangka tubuh manusia. Dari hasil penelitian didapatkan persentase siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah dan yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah nilai persentase yang diperoleh hampir sama. Hal ini dikarenakan siswa yang tidak sesuai konsep ilmiah ini hanya dapat menjawab dua fungsi rangka saja sedangkan jawaban untuk fungsi rangka yang ketiga salah. Pada soal 4a, 4b, 4c, 4d, dan 4e soal yang diberikan menggunakan gambar yang sama. Pada soal 4a untuk konsepsi siswa yang tidak sesuai konsep ilmiah umumnya berupa jawaban siswa yang menyebutkan jumlah ruas tulang ekor adalah satu ruas. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa mendapatkan hewan yang memiliki ekor, jumlah ekor hewan tersebut hanya ada satu. Pada soal 4b, 4c, dan 4d ini siswa diminta menyebutkan jumlah tulang rusuk sejati, tulang rusuk palsu, dan tulang rusuk melayang. Adapun konsepsi siswa yang tidak sesuai pada soal nomor 4b menyebutkan jumlah tulang rusuk sejati adalah 14 pasang. Jawaban yang sebenarnya untuk jumlah tulang rusuk sejati adalah 7 pasang. Untuk soal nomor 4c konsepsi siswa yang tidak sesuai menyebutkan jumlah tulang rusuk palsu adalah 6 pasang, adapun jawaban sebenarnya untuk jumlah tulang rusuk palsu adalah 3 pasang. Sedangkan pada soal nomor 4d konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah untuk jumlah tulang rusuk melayang adalah 1 pasang. Jawaban yang sebenarnya untuk jumlah tulang rusuk sejati
adalah 2 pasang. Kesalahan konsepsi siswa untuk soal nomor 4b dan 4 c dikarenakan siswa menghitung jumlah setiap tulang rusuk sejati bagian kanan dan kiri dianggap sepasang dan bukan berdiri sendiri artinya kesalahan terjadi karena siswa salah dalam mengartikan makna dari kata sepasang, dimana kata sepasang ini berarti 2 rusuk sejati yang terdiri dari bagian kanan dan kiri. Sedangkan pada soal nomor 4d ketidaksesuaian konsepsi siswa dikarenakan pengamatan siswa memandang rusuk melayang ini hanya satu pasang saja. Berdasarkan hasil penelitian mendapatkan persentase konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah pada soal 4b, 4b dan 4d lebih rendah. Hal ini dikarenakan umumnya siswa dapat menyebutkan jumlah tulang rusuk sejati, palsu dan melayang dengan benar disebabkan pada soal telah disediakan petunjuk berupa garis keterangan dari tulang rusuk sejati, palsu dan melayang. Namun, berdasarkan hasil wawancara ketika siswa diberi kesempatan untuk menentukan jenis tulang rusuk sejati, palsu dan melayang serta jumlahnya dengan menggunakan torso siswasiswa tersebut mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan jumlah tulangtulang pada sistem gerak manusia terlalu banyak sehingga sulit untuk mengingatnya. Pada soal nomor 4e siswa diminta untuk menentukan jenis tulang pada tulang dada manusia berdasarkan bentuknya. Berdasarkan bentuknya, konsep ilmiah untuk jenis tulang pada tulang dada adalah jenis tulang pipih. Dimana tulang pipih memiliki ciri berbentuk pipih. Hasil penelitian menunjukkan siswa umumnya menjawab jenis tulang tersebut adalah tulang pipa.
8
Ketidaksesuaian konsepsi ini dikarenakan siswa berpendapat tulang dada pada gambar tersebut menunjukkan ciri dari tulang pipa yaitu panjang dan bulat. Pada soal nomor 5 siswa diminta untuk dapat memberikan dua contoh dari tulang pipa. Menurut Syamsuri dkk. (2007) contoh dari tulang pipa adalah tulang lengan atas, tulang paha, dan tulang ruas jari. Selain itu juga, contoh tulang pipa yang termasuk tulang pipa adalah tulang kering, tulang betis, tulang hasta, dan tulang pengumpil (Kadaryanto dkk, 2007). Pada umumnya jawaban siswa yang yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah adalah pergelangan kaki dan pergelangan tangan. Siswa memberikan contoh dari tulang pipa tersebut berdasarkan dari apa yang mereka pikirkan, karena mereka belum memahami makna dari bentuk tulang pipa yakni tulang yang berbentuk bulat dan panjang. Pada soal nomor 6 siswa diminta untuk menentukan perbedaaan dari tulang keras dan tulang rawan. Menurut Kadaryanto dkk. (2007) tulang keras mengandung banyak zat kapur (kalsium) dan sedikit sedikit zat perekat, sedangkan tulang rawan mengandung banyak zat perekat (kolagen) dan sedikit zat kapur. Dari hasil penelitian mendapatkan konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah lebih sedikit, hal ini dikarenakan siswa menjadikan zat kapur (kalsium) sebagai dasarnya, dimana bila kandungan zat kapur banyak adalah tulang keras sedangkan bila kandungan zat kapurnya kurang adalah tulang rawan. Pada soal nomor 7a dan 7b disajikan gambar lengan manusia, siswa diminta untuk menentukan tulang pengumpil/radius,
dan tulang hasta/ulna. Pada soal nomor 7a umumnya siswa menjawab tulang lengan atas, sedangkan untuk soal nomor 7b siswa menjawab tulang lengan bawah. Adapun jawaban yang diminta untuk soal nomor 7a adalah tulang pengumpil/radius sedangkan untuk soal nomor 7b adalah tulang hasta/ ulna. Kesalahan konsep tersebut dikarenakan siswa mengalami kesulitan mengingat nama-nama tulang pada sistem gerak, serta penamaannya yang menggunakan nama latin. Untuk mendeskripsikan konsepsi siswa pada subkonsep otot digunakan lima butir soal uraian yakni nomor soal 8a, 8b, 8c, 9a, dan 9b. Ditinjau dari hasil penelitian pada subkonsep otot, rata-rata persentase konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah 26,10%, konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah 45,22%, dan konsepsi siswa yang tidak menjawab 28,71%. Pada subkonsep otot digunakan dua gambar, gambar pertama untuk soal nomor 8a, 8b, dan 8c yang saling berkaitan, sedangkan gambar kedua untuk soal nomor 9a dan 9b yang juga saling berkaitan. Pada soal nomor 8 disajikan gambar sel otot jantung pada soal ini siswa diminta menentukan jenis sel otot dari gambar yang disediakan. Untuk soal nomor 8b siswa diminta dapat menyebutkan cara kerja dari sel otot tersebut, sedangkan soal nomor 8c siswa diminta menentukan dimana letak ditemukan sel otot tersebut. Pada penelitian ini siswa umumnya menjawab bahwa gambar sel otot tersebut adalah sel otot rangka/lurik yang cara kerjanya secara sadar dan terdapat pada lengan tangan. Adapun jawaban sebenarnya adalah sel otot
9
jantung yang cara kerjanya tidak sadar dan terdapat di jantung. Ketidaksesuaian ini dikarenakan siswa belum memahami dengan benar ciriciri dari tiap sel otot, baik sel otot lurik maupun sel otot jantung. Soal nomor 9 disajikan dalam bentuk gambar lengan yang sedang ditekuk. Pada soal nomor 9a siswa diminta untuk menentukan cara kerja otot biseps. Umumnya jawaban siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah adalah mengembang, membesar, dan menonjol. Adapun pada soal nomor 9b siswa diminta untuk menentukan cara kerja otot triseps, dimana umumnya jawaban siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah adalah mengecil dan mengeras. Bentuk ketidaksesuaian ini dikarenakan siswa umumnya belum memahami konsep kerja otot antagonis yang terjadi pada otot bisep dan otot trisep sehingga jawaban siswa terbalik. Hasil wawancara menunjukkan bahwa siswa menjawab soal tes tersebut berdasarkan pengamatan terhadap gambar, artinya jawaban siswa yang ada karena melihat gambar otot bisep mengembang, membesar, dan menonjol, sedangkan untuk otot trisep terlihat mengecil dan mengeras. Untuk mendeskripsikan konsepsi siswa pada subkonsep persendian (artikulasi/ hubungan antartulang digunakan tiga butir soal uraian yakni nomor soal nomor 10, 11, dan 12. Ditinjau dari hasil tes pada subkonsep persendian (artikulasi/ hubungan antartulang) rata-rata persentase konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah 30,44%, konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah 47,80% dan konsepsi siswa yang tidak menjawab 21,74%. Pada soal nomor
10 siswa diminta membedakan antara sendi mati, sendi kaku, dan sendi gerak. Untuk soal nomor 10 ada beberapa bentuk ketidaksesuaian konsepsi siswa, khususnya dalam membedakan sendi kaku dan sendi gerak, sedangkan untuk sendi mati umumnya siswa dapat mengetahui yang dimaksud sendi mati adalah sendi yang tidak dapat digerakkan. Jawaban siswa untuk definisi sendi kaku adalah hubungan antara tulang bahu dan paha, sendi yang diam dan tidak bergerak, tulang yang kaku, sendi yang geraknya pasif, hubungan antartulang secara dibantu oleh anggota lain, sendi yang tidak bisa menggerakkan tangan, sendi yang tidak banyak bisa bergerak/sedikit pergerakan, hubungan antara tulang yang jarang digunakan, sendi yang hanya bisa dikerjakan di darah, sendi yang geraknya pasif, sendi yang mengandalkan sel, sendi yang hampir mati, sendi yang susah bergerak, sendi yang hampir tidak bisa bergerak. Adapun jawaban siswa untuk definisi sendi gerak adalah hubungan antara tulang lengan dan lengan bawah, sendi yang sering digerakkan, gerak sendi yang aktif, tulang yang dapat bergerak secara dibantu, sendi yang bisa menegakkan tubuh manusia, sendi yang tidak aktif, sendi yang aktif, sendi yang selalu bergerak pada waktu digunakan, sendi yang sering bergerak, hubungan antar sendi organ tubuh, serta sendi yang mudah gerak. Banyaknya pola konsepsi siswa yang terjadi karena siswa kurang memahami definisi sendi kaku dan sendi gerak dengan baik. Pada soal nomor 11 siswa diminta untuk menentukan jenis berdasarkan pergerakannya yang terjadi pada tulang tengkorak. Dari
10
hasil analisis hasil tes, dapat dikatakan kesesuaian konsep siswa dengan konsep ilmiah sudah baik karena 67,40% siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar. Hal ini dikarenakan siswa sudah memahami bahwa hubungan antartulang pada tulang tengkorak tergolong sendi mati karena hubungan antartulang tersebut tidak dapat digerakkan. Namun demikian, 15,21% konsepsi siswa masih tidak sesuai dengan konsep ilmiah dan 17,40% siswa tidak menjawab. Pada umumnya jawaban siswa yang yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah adalah sendi putar dan sendi kaku. Bentuk ketidaksesuain ini dikarenakan siswa belum memahami konsep hubungan antartulang yang terdapat ditulang tengkorak merupakan sendi mati. Pada soal nomor 12 siswa diminta untuk dapat menentukan jenis sendi gerak antara bahu dan lengan atas. Pada umumnya jawaban siswa yang yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah adalah sendi putar. Jawaban yang sebenarnya adalah sendi peluru, yakni hubungan antartulang yang bergerak ke segala arah. Contohnya hubungan antartulang pada lengan atas dengan gelang bahu dan tulang paha dengan gelang panggul. Konsepsi siswa yang keliru dikarenakan siswa belum memahami pengertian dari macam-macam sendi gerak serta letaknya. Untuk mendeskripsikan konsepsi siswa pada subkonsep kelainan dan penyakit pada sistem gerak manusia digunakan empat butir soal yaitu 13a, dan 13b, serta 14, dan 15. Ditinjau dari hasil tes pada subkonsep kelainan dan penyakit pada sistem gerak manusia, rata-rata persentase konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah
66,31%. Konsepsi yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah 17,39%, dan siswa yang tidak menjawab 16,30%. Pada soal nomor 13 disajikan dua gambar kelainan pada ruas-ruas tulang belakang. Adapun gambar yang disediakan untuk soal nomor 13a adalah kelainan tulang melengkung ke belakang (kifosis), sedangkan soal nomor 13b adalah kelainan tulang melengkung ke depan (lordosis). Pada soal nomor 13a, umumnya jawaban siswa yang yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah adalah lordosis, sedangkan untuk soal nomor 13b, adalah kifosis. Bentuk ketidaksesuaian ini dikarenakan siswa keliru membedakan kedua konsep tersebut. Dilihat dari persentase pada kedua soal ini, masing-masing untuk soal nomor 13a dan 13b (82,61% dan 80,43%), terlihat bahwa sebagian besar konsepsi siswa sudah sesuai konsep ilmiah karena telah memahami konsep kifosis maupun lordosis dengan benar. Untuk soal nomor 14 siswa diminta menyebutkan penyakit yang berkaitan dengan sistem gerak yang disajikan dengan soal cerita. Pada soal nomor 14 siswa diminta untuk menentukan jenis penyakit berdasarkan soal cerita. Berdasarkan hasil penelitian, jenis penyakit yang ditunjukkan adalah tetanus. Namun, umumnya siswa menjawab asma dan stroke. Siswa tidak dapat menjawab istilah tetanus dengan benar dikarenakan siswa tersebut jarang mendengar istilah tersebut dari lingkungan sekitar. Soal nomor 15 meminta siswa untuk menjelaskan pengertian osteoporosis. Jawaban siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah menyebutkan istilah osteoporosis adalah peristiwa terjadinya patah tulang. Dari jawaban
11
ini menunjukkan pengetahuan siswa tentang osteoporosis belum lengkap, sebagaimana menurut pernyataan Syamsuri (2007) osteoporosis adalah suatu keadaan di mana kemampuan tulang mulai berkurang dan disertai kerusakan struktur sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah pada orang yang lanjut usia. Gangguan ini dapat terjadi secara fisiologis karena proses penuaan disertai penurunan hormon, kurang asupan mineral kalsium, dan vitamin D. Untuk siswa yang dapat menjawab dengan benar pengertian osteoporosis dikarenakan siswa sudah terbiasa mendengar istilah penyakit tersebut dari iklan yang terdapat pada televisi dalam kehidupan sehari-hari. Secara keseluruhan, rata-rata persentase konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah pada materi sistem gerak manusia termasuk dalam kategori kurang dominan. Ratarata persentase ketidaksesuaian konsepsi siswa dengan konsep ilmiah sebesar 40,07%. Menurut Soemitro dalam Nahar (tanpa tahun) nilai persentase ketidaksesuaian konsepsi siswa tersebut menunjukkan kriteria kurang dominan karena kurang dari 55% siswa mengalami ketidaksesuaian konsep. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa miskonsepsi yang terjadi pada siswa kelas VIII A SMP Kemala Bhayangkari 1 Kabupaten Kubu Raya kurang dominan. Konsepsi siswa dapat dikatakan sesuai dengan konsep ilmiah apabila konsepsi yang dimiliki siswa tersebut sudah sesuai dengan konsep ilmuwan. Sedangkan konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah apabila konsepsi siswa tersebut tidak cocok dengan konsep ilmuwan (Suparno,
2005). Secara keseluruhan, pada penelitian ini penyebab miskonsepsi disebabkan oleh konsep awal siswa dan reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap/salah. Hal ini sejalan dengan pandapat Clement dalam Suparno (2005) yang menyatakan bahwa miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah konsepsi awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal. Disini tampak bahwa siswa sebenarnya sejak awal (bahkan sejak kecil) sudah terus mengonstruksi konsep-konsep lewat pengalaman hidup mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Pinker dalam Simamora (2007) dimana siswa sebelum pembelajaran berlangsung sesungguhnya telah membawa ide atau gagasan. Lebih lanjut, Gardner dalam Simamora (2007) menambahkan bahwa prakonsepsi ini sering merupakan miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi yang disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap/salah, menurut Suparno (2005) dikarenakan informasi yang diperoleh atau data yang didapatkan siswa tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan salah dan menyebabkan timbulnya miskonsepsi. Piaget dalam Sutrisno dkk. (2007) menyatakan bahwa jika siswa tidak siap dalam proses pembelajaran, maka pengetahuan yang diperolehnya selama pembelajaran tidak lengkap sehingga pada akhirnya kalimat jawaban yang ditampilkan siswa tidak sempurna.
12
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Persentase konsepsi siswa pada subkonsep rangka tubuh manusia, konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah sebesar 43,81%, ketidaksesuaian konsepsi dengan konsep ilmiah sebesar 49,83%, dan omit sebesar 6,35%. 2. Persentase konsepsi siswa pada subkonsep otot, konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah sebesar 26,10% , ketidaksesuaian konsepsi dengan konsep ilmiah sebesar 45,22%, dan omit sebesar 28,71%. 3. Persentase konsepsi siswa pada subkonsep persendiaan (artikulasi/ hubungan antartulang) konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah sebesar 30,44%, ketidaksesuaian konsepsi dengan konsep ilmiah sebesar 47,80%,
4.
5.
6.
dan omit sebesar 21,74%. Persentase konsepsi siswa pada subkonsep kelainan dan penyakit pada sistem gerak, konsepsi siswa yang sesuai dengan konsep ilmiah sebesar 66,31%, ketidaksesuaian konsepsi dengan konsep ilmiah sebesar 17,39%, dan omit sebesar 16,30%. Rata-rata persentase konsep siswa pada materi sistem gerak pada manusia yang sesuai dengan konsep ilmiah sebesar 41,67%, tidak sesuai dengan konsep ilmiah sebesar 40,10%, dan omit sebesar 18,28%. Rata-rata persentase ketidaksesuaian konsepsi siswa dengan konsep ilmiah pada materi sistem gerak manusia termasuk dalam kategori kurang dominan.
Daftar Pustaka
Arikunto,
S. 1989. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. -------------. 2006. Prosedur Penelitian : Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Dahar, W.R. 1989. Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga. Daroji & Haryati. 2007. Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri. (Online). httpwww.tigaserangkai.c omimagesFileSeri-ASMPKTSP%20SAINS% 20BIO%20SMP%202bio logi%202.pdf, diakses 3 Juni 2010. Kadaryanto. Jati, W., Chalsum, U., Sarmini, S., Mukido. & Harsono. (2007). Biologi 2 Mengungkap Rahasia Kehidupan SMP Kelas VIII. Jakarta: Yudistira. Muhaemin. 2006. Upaya Meningkatkan
13
Pemahaman Konsep Biologi pada Siswa Kelas II Semester Ganjil SMA Al-Kautsar TP 2004/2005 Melalui Pendekatan Peta Konsep. Bandung: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 4 (1): 1-100. Nahar, M. Tanpa tahun. Identifikasi Kesalahan Menyelesaikan Tes Subyektif IPA Fisika Konsep Zat dan Wujudnya Siswa Kelas 1 SLTP Negeri 1 Sangkulirang. (Online). http://geocities.com/guru valah/penelitian4b.html, diakses 30 Mei 2009. Simamora, M. 2007. Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, Lembaga Penelitian Undiksha 1(2): 148-160. (Online). www.freewebs.com/santy asa/Lemlit/PDF_Files/PE NDIDIKAN/DESEMBE R_2007/Maruli_ Simamora.pdf, diakses 22 Oktober 2009. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R & D). Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Sutrisno, L., Kartono & Kresnadi, H. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Pontianak: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Syamsuri, I., Rahayu, S.E., Sulisetijono. & Ibrohim. (2007). Biologi untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga. Wilantara, I.P.E. 2003. Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa. (Online) http://www.damandiri.or. id/file/iputueka.pdf diakses tanggal 30 Mei 2009.