KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
oleh : HASAN AZIZ NIM: 108043100024
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2015 M
KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM DI DAERAH KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG) Skripsi Diajukan
Kepada
Fakultas
Syariah dan
Hukum Untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh : HASAN AZIZ NIM : 108043100024
Di bawah bimbingan :
Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. NIP : 196404121994031004
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1436H / 2015M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang) telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum (S. Sy).
Jakarta, 4 Juni 2015 Dekan,
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. NIP. 196912161996031001
Panitian Ujian Munaqasah Ketua Sekertaris
: Fahmi Muhammad Ahmadi M. Si. Nip. 197412132003121002 : Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA. Nip. 1974021620080120131
Pembimbing : Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. NIP : 196404121994031004 Penguji I Penguji II
(…………………………….) (…………………………….) (……………………….……)
: Dr. A. Sudirman Abbas, M. Ag. Nip. 196912011999031003
(…………………………….)
: Dedy Nursamsi, SH, M. Hum. Nip. 196111011993031002
(…………………………….)
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari saya terbukti bahwa ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Juni 2015 M 21 Sya’ban 1436 H
Hasan Aziz
iv
ABSTRAK HASAN AZIZ, 108043100024, “KONSEP PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang) Problematika ketenagakerjaan sepanjang sejarah selalu memunculkan permasalahan baru, dari masalah perjanjian kerja, pengupahan, perlindungan, kesejahteraan, dan pengawasan ketenagakerjaan. Di antara masalah tersebut salah satu yang sangat krusial adalah masalah perjanjian kerja dan pengupahan. Perjanjian kerja yang tidak jelas dan jumlah upah yang diinginkan para pekerja/buruh sering kali bertentangan dengan kehendak perusahaan, seandainya pemerintah tidak campur tangan pasti sebuah tatanan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi akan dikuasai oleh kapitalis. Dalam islam memandang upah adalah hal yang sangat penting karena masuk dalam ranah daruriyat. Islam selalu menjunjung tinggi akad atau kesepakatan antara pekerja/buruh dan majikan, namun sebagai pihak yang lebih kuat majikan dilarang melakukan tindakan semena-mena serta memberikan upah yang tidak dapat mencukupi minimal kebutuhan pokoknya. Untuk itu perlu adanya pembahasan yang komprehensif dalam menjelaskan perjanjian kerja dan upah yang layak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep perjanjian kerja dan konsep upah buruh menurut hukum islam dan hukum positif. Dan juga untuk mengetahui kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh terkhusus di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang menurut hukum Islam dan hukum Positif. Metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instumen penelitian lapangan (field research). Dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan metode studi kepustakaan (library research). Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi, wawancara, dan observasi. Kata Kunci: Konsep Perjanjian Kerja dan Upah, Hukum Islam, Positif Pembimbing: Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat wal’afiyat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada sang penyampai wahyu
al-Qur’an suci, penebar rahmat bagi insani, dialah junjungan alam Nabi besar kita Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikut beliau seluruh umat manusia yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwasanya terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
baik secara moril maupun materiil. Karena itu, seraya
memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT., dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Bapak Dr. Khamami, MA. selaku Ketua Program Study Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc., MA. selaku Sekertaris Program Study Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh. selaku Pembimbing Akademik Jurusan Perbandingan Mazhab dan Fiqih Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan arahan serta meluangkan waktu ditengah-tengah kesibukan. Memberikan kritik dan saran demi terciptanya kesempurnaan skripsi penulis. Terimakasih atas kebaikan dan perhatiannya. 7. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, terima kasih atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan, semoga penulis senantiasa dapat memanfaatkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. 8. Terima kasih terucap kepada Ibu Siti Zubaedah (Kepala Desa), Bapak Salmin (Ketua Rt) selaku Pemerintah Desa Sepatan Timur Kabupaten Tangerang, dan Bpk. Basri (Warga/pekerja) yang telah berkenan untuk di wawancarai hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Enjum Junaedi dan Ibunda Hj. Siti Bahriah yang telah memberikan banyak hal yang berarti vii
dalam kehidupan penulis. Cinta dan kasih sayang serta doa yang semua itu tak akan bisa tergantikan dengan apapun, semoga Allah selalu menjaga kalian dalam kebahagiaan dan keberkahan. 10. Teruntuk kakak tercinta: H. Sidiq Fauzi, Yayah Zumriyah, dan Ahmad Taufik yang selalu menghibur penulis baik suka maupun duka, memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis untuk bisa meraih cita-cita. 11. Untuk paman Habib Hamzah al-Haddar beserta keluarga, terima kasih atas Do’a dan Wejangannya setiap malam. Para sohib “Darul Daqom” bang sony, bang acan, bang ayi al-oye, bang didi, bang amid syam, bang aai, bang bayong, Ky dahlan, dan yang lainnya, terima kasih atas tempat bersandar dan segelas kopinya. 12. Salam santun untuk Tuan Guru Muhammad Daerobi, yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis agar tetap semangat untuk menjalani hidup, begitupun dengan kang Seto, kang Asef dan kang Eto el-Bor. Matur suhunnya atas kebaikannya. 13. Teman-teman “The Kostan” faiz abdul, rosadi ahmad, saeful bahri el-BGL, ridwan DK, ujang FR, ali bekam, achonk KRD, ardi BRK, dan rahman GBR. Terima kasih atas setiap tawa canda yang telah diberikan disaat penulis sudah mulai lelah dengan keadaan, kalian menjadi obat pelipur lara. 14. Teman-teman seperjuangan, terkhusus “My Best Friend” Suhendra, Fauzan, Khumaidah, dan seluruh penghuni PMF angkatan tahun 2008, yang telah
viii
memberikan dukungan serta semangat kepada penulis. Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis yang mungkin tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semuanya. Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,, oleh karena itu, kritik dan saran konstruktif senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan karya ilmiah ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Jakarta, 9 Juni 2015 M 21 Sya’ban 1436 H
Hasan Aziz
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING…………………………………… ii LEMBAR PENGESAHAN MUNAQOSYAH .................................................
iii
HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI…………………. .......................................
iv
ABSTRAK............................................................... .............................................
v
KATA PENGANTAR .........................................................................................
vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................
8
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
9
E. Metodelogi Penelitian ...................................................................
10
F. Riview Terdahulu ..........................................................................
14
G. Sistematika Penulisan ...................................................................
16
x
BAB II
LANDASAN TEORITIS PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
BAB III
A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ........
18
1. Pengertian Perjanjian Kerja .......................................................
18
2. Jenis Perjanjian Kerja ................................................................
21
3. Kententuan Hukum Perjanjian Kerja .........................................
23
B. Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif ..........................
25
1. Pengertian Upah .........................................................................
25
2. Macam-macam Upah .................................................................
28
3. Sistem Pengupahan ....................................................................
29
KRONOLOGIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG A. Profil Perusahaan ............................................................................
33
B. Kronologis Kasus ...........................................................................
34
C. Duduk Permasalahan .....................................................................
36
BAB IV ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM
KEC. SEPATAN TIMUR
KAB.
MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
xi
TANGERANG
A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam
BAB V
dan Hukum Positif ..........................................................................
42
B. Analisis Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ............
55
C. Analisis Kasus ................................................................................
70
PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................
77
B. Saran-saran ....................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
82
LAMPIRAN-LAMPIRAN: i.
Surat Wawancara .......................................................................................
I
1.
Hasil Wawancara Wawancara I .....................................................
2.
Hasil Wawancara Wawancara II .................................................... VII
3.
Hasil Wawancara Wawancara III...................................................
xii
III
XI
BAB I PENDAHULUAN a.
Latar Belakang Masalah Beberapa waktu lalu tepatnya sekitar bulan Mei 2013 terkuaknya kasus yang menghancurkan martabat kemanusiaan yaitu kasus perburuhan di daerah Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Kasus ini seolah tak berlogika dengan sisi kemanusiaan yang terus dijunjung tinggi di Indonesia. Tragedi dehumanisasi pada pabrik panci alumunium CV. Cahaya Logam yang memperlakukan buruhnya secara tidak manusiawi. Pabrik ini dilaporkan telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia seperti menyiksa dan menyekap karyawan, mempekerjakan karyawan di bawah umur, dan para karyawan tersebut tidak diberi upah yang standar. Seperti yang diberitakan dari beberapa media, mereka diperlakukan seperti budak. Berdasarkan beberapa kesaksian mengatakan bahwa para buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.1 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat.
1
Buruh Pabrik Panci Dipaksa Kerja Seperti Budak, http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-Dipaksa-KerjaSeperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
1
2
Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.2 Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuan-temuan itu: a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar mandi jorok dan tidak terawat. b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan JK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas. c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan. d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar. e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti berbulan-bulan, robek dan jorok. f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat. g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha. 2
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-PanciDipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
3
h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.3 Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundangundangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya. Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan. Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan 3
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.D isekap.BarangDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium= Ktpidx&utm_campaign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB
4
Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini
Kab.
Tangerang
sebesar
Rp
2.200.000/perbulan,4
bukan
Rp.
600.000/perbulan. Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.5 Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.6 Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang
4
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB. 5 Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 6 Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 26
5
memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya. Jika kita melihat lebih jauh, menurut hukum Islam bahwa perjanjian kerja mensyarat tertulis, hal demikian mengacu pada praktek muamalah yang saling menguntungkan serta melindungi satu sama lain. Spirit tersebut bisa dilihat dari al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282, yang mana isinya Allah berfirman “apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”. Ayat ini secara spesifik berisi perintah untuk melakukan pencatatan dalam persoalan hutang piutang (muamalah). Seperti yang kita ketahui bahwa hutang
piutang
(muamalah)
termasuk
bagian
dari
hukum
privat
(keperdataan). Tujuan pencatatan dalam hubungan hukum keperdataan adalah untuk menjaga agar masing-masing pihak yang terikat dengan hubungan hukum tersebut dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara baik dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini pencatatan menjadi faktor penting sebagai bukti adanya hubungan keperdataan tersebut. Selain itu juga pencatatan perjanjian kerja sering kali tidak diindahkan oleh para pengusaha,
6
maka hal itu sangat riskan terhadap kezaliman, hal demikian bukan termasuk prinsip hukum Islam yang mengandung pada kemaslahatan umat.7 Perbedaan pandangan lain dari hukum Islam dalam konteks ini adalah mengenai upah pekerja atau buruh. seperti yang dijelaskan di atas, bahwa menurut hukum positif upah pekerja harus dibayarkan sesuai dengan hidup layak di setiap daerah. Hal itu mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa Pasal 88 ayat 4: “Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.8 Frasa ini membuat jelas bahwa dalam penetapan upah minimum titik tolak yang digunakan mengacu pada kebutuhan hidup layak yang diputuskan oleh Gubernur.9 Selanjutnya bagaimana dengan hukum Islam meninjau upah pekerja? Atas dasar apakah upah yang diberikan menurut hukum Islam. Secara normatif, istilah upah ditemukan dengan padanan ijarah yang berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti upah atau imbalan.10 Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang mana di dalam ayat itu dikatakan: “jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah
7
Hamka Haq, Falsafah Ushul Fiqh, (Ujung Pandang: Yayasan al-Ahkam, 1998), 47 Pasal 88 ayat 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 9 Lihat Pasal 8 Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. 10 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, t.Th), Juz. III, hal. 138, lihat juga Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2008), hal.113 8
7
di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah, salah satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari Abdullah bin Umar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”11 Dari beberapa dalil di atas, maka beberapa prinsip upah (al-Ujrah) yang berbeda dalam hukum Islam dengan hukum positif yaitu upah ditentukan dengan cara yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak, seperti dilarang menangguhkan upah pada pekerja atau buruh, hal demikian mengacu pada pendapat al-Munawi yang berkata: “Di haramkan menunda pemberian gaji padahal mampu menunaikannya tepat waktu. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat si pekerja kering adalah ungkapan untuk menunjukkan diperintahkannya memberikan gaji setelah pekerjaan itu selesai ketika si pekerja meminta walau keringatnya tidak kering atau keringatnya telah kering.”12 Pendapat itu sebetulnya sesuai dalam riwayat Bukhari-Muslim yang menjelaskan bahwa Nabi Saw bersabda: “Menunda penunaian kewajiban (bagi 13
yang mampu) termasuk kezholiman.”
11
Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, T. th.), Juz II, hal. 817 12 Al-Munawi, Faidhul Qodir, (Tt: Tp,T.th), Juz. I, hal. 718 13 HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564
8
Setelah mencermati beberapa perbedaan antara Hukum Positif dengan Hukum Islam secara prinsipil, dalam hal ini mengenai perjanjian kerja maupun tentang upah. Oleh sebab itu sangat diperlukan penelahaan konseptual antara hukum positif dengan Hukum Islam guna melihat peristiwa perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang. Yang mana terdapat beberapa ketimpangan dalam kasus tersebut yaitu ketidak-jelasannya perjanjian kerja, pemberian upah dibawah UMK sekaligus penangguhan upah beberapa bulan oleh pihak pengusaha Panci CV. Cahaya Logam. Untuk itu penulis akan hadirkan dengan judul skripsi “Konsep Perjanjian Kerja Dan Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif” (Analisis Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang).
b. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dari beberapa persoalan yang ada, perlunya pembatasan dalam skripsi ini yaitu penulis hanya menelaah konsepsi perjanjian kerja tertulis dan tidak tertulis, kemudian pembatasan kedua yaitu upah buruh yang dibayarkan di bawah upah minimum dan penangguhan upah seperti yang terjadi pada kasus Perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur. 2. Perumusan Masalah Seperti yang dijelaskan dalam pembatasan masalah, perlunya penelahaan lanjutan pada kasus di atas mengenai Konsepsi perjanjian kerja dan Upah buruh yang dibayarkan di bawah upah Minimum seperti pada kasus
9
perbudakan di Daerah Kec. Sepatan Timur. Untuk itu, sesuai dengan pembatasan masalah, maka rumusannya adalah: 1. Bagaimanakah konsep perjanjian kerja menurut Hukum Islam dan Hukum Positif? 2. Bagaimanakah Upah Buruh Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif? 3. Bagaimanakah kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang menurut Hukum Islam dan Hukum Positif?
c.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui konsep perjanjian kerja menurut Hukum Positif dan Hukum Islam. 2. Mengatahui konsep Upah Buruh Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam. 3. Mengetahui kedudukan hukum perjanjian kerja dan upah buruh CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur menurut Hukum Positif dan Hukum Islam?
d. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan hukum Islam terlebih dalam bidang hukum perburuhan menurut hukum Islam dan Hukum Positif. Manfaat yang lain juga yaitu dalam rangka mengembangkan ilmu
10
pengetahuan hukum Islam dengan hukum positif indonesia, khususunya masalah hukum ketenagakerjaan. 2. Praksis Penelitian ini bermanfaat bagi ulama, akademisi, legal drafter, mahasiswa, santri dan khususnya para penggiat kajian keilmuan hukum Islam, sebagai acuan dalam mengembangkan serta memahami hukum Islam. Sebagai sumbangan pikiran dari peneliti bagi kerangka pembangunan hukum Islam yang berkarakter Indonesia yang sesuai dengan zaman dan tempat.
e.
Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan instumen penelitian lapangan (field research). Dan penelitian kepustakaan yang didasarkan pada suatu pembahasan dengaan menggunakan metode studi kepustakaan (library research), yaitu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan penelitian melalui studi kepustakaan yang di peroleh melalui kajian undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada di bawahnya serta bahan-bahan yang lainnya yang berhubungan dengan data-data penelitian.14 a. Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah
14
Suharsimi Arikunto, Perosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006). Lihat pula Afifi Fauzi Abbas, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Adelina Offset, 2010), h.158.
11
1) Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum baik hukum Islam (fiqh) maupun hukum positif.15 2) Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji, menganalisa serta merumuskan buku-buku, literatur dan yang lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Sedangkan pendekatan yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan: Pendekatan konseptual16 (conseptual approach). Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam hukum Islam. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan dokrtindoktrin hukum Islam, peneliti akan menemukan serta menganalis kasus perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang.
b. Sumber Data Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu bahan-bahan mengikat yakni data-data yang berkaitan erat dengan kasus Perbudakan di daerah Sepatan baik diperoleh dari media maupun dari hasil wawancara. Selain dari Data Primer juga dapat diperoleh dari analis buku-buku terkait hukum perburuhan. Adapun sumber data
15
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hal. 294. 16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana, 2011), cet. 7, hal. 137.
12
sekunder lainnya yaitu bahan-bahan hukum islam (fiqh) serta peraturan perundang-undangan yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer seperti UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dan UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Bagitu juga bahan lainnya yang terdiri dari buku-buku para ahli hukum Islam yang berpengaruh, maupun ahli hukum positif, jurnal-jurnal hukum Islam, pendapat para sarjana.17 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus, encyclopedia, dan lain-lain.18 c. Teknik Pengumpulan Data Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka digunakan metode sebagai berikut: 1. Metode Dokumentasi Metode Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online, majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.19 2. Metode Interview Wawancara atau interview merupakan Tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara lansung. Dalam proses interview 17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13. 18 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, hal. 296. 19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, hal. 201.
13
ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak
lain
berfungsi
sebagai
pemberi
informasi
atau
informan
(responden).20 Proses wawancara ini akan diajukan kepada pihak yang terkait dalam skripsi ini, seperti langsung kepada narasumber, saksi-saksi dan lain-lain. 3. Observasi Adapun Observasi adalah merupakan sebuah proses penelitian secara mendalam untuk mengetahui kasus perbudakan di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang. d. Teknik Analisis Data Adapun analisis bahan terkait judul skripsi merupakan langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolahan terhadap bahan-bahan yang telah dikumpulkan untuk menjawab isu yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Pada penelitian ini, pengelolahan bahan studi analisis hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan yang telah ada. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahanbahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi maupun hipotesa.
20
Soemitro Romy H. Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal. 71.
14
e. Teknik Penulisan Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013.
f. Review Terdahulu
No 1
21
Nama Tasbih21
Judul
Persamaan
Perbedaan
KONSEP ISLAM DALAM MENGHAPUSKAN PERBUDAKAN: Analisis Tematik Terhadaap HaditsHadits Perbudakan.
Menjelaskan beberapa masalah yaitu antara konsep perbudakan dalam islam seperti terlihat di legalkan menurut beberapa riwayat hadits, namun dengan semangat alQur’an yang menjunjung tinggi nilai-nilai anti perbudakan seolah hilang secara implisit dengan riwayat tentang perbudakan.
Objek penelitian yang digunakan lebih bersifat analisis kepustakaan semata, sedangkan skripsi yang penulis buat lebih terfokus pada konsep perbudakan dalam islam melihat kasus perbudakan di Pabrik CV Cahaya Logam di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang.
Tasbih, Konsep Islam dalam Menghapuskan Perbudakan: analisis tematik terhadap haditshadits Perbudakan, (Tesis, 2008)
15
22 23
2
Zulheldi22
PERBUDAKAN MENURUT ALQUR’AN: Suatu Kajian Tafsir Tematik.
Secara sepintas al-Qur’an mengakui perbudakan, tapi dalam banyak indikasi sebenarnya alQur’an menginginkan penghapusan sistem sosial yang tidak manusiawi tersebut.
Penelitian menggunakan pendekatan tematik terhadap hadits-hadits mengenai perbudakan. Sedangkan penelitian dalam skripsi penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu menelusuri bahan kepustakaan dengan studi empirisme data kasus dilapangan.
3
Alfi Jazulin Azwar23
PERBUDAKAN Mengungkapkan DALAM SEJARAH dalam ISLAM. perjalanan sejarah islam, perbudakan yang seharusnya lenyap dengan mengacu kepada pokok ajaran islam kembali melembaga.
Kelembagaan yang diteliti bersifat umum, sedangkan objek penelitian skripsi penulis lebih terfokus kepada perbudakan yang terjadi di Pabrik CV. Cahaya Logam di Daerah Kec.
Zulheldi, Perbudakan Menurut Al-Qur’an: suatu kajian tafsir tematik, (Tesis, 1991). Alfi Jazulin Azwar, Perbudakan Dalam Sejarah Islam, (Tesis, 1998).
16
Sepatan Timur.
g.
Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, seperti biasanya diawali dengan pembahasan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review Terdahulu dan terakhir Sistematika Penulisan. Pada bab II menjelaskan tentang Landasan Teoritis yang terdiri dari dua point, poin A tentang Pengertian Perjanjian Kerja, Jenis-jenis Perjanjian Kerja dan Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja. Adapun poin B tentang Pengertian Upah, Macam-Macam Upah dan Peraturan perundang-undangan Indonesia terkait Hukum Ketenagakerjaan. Pada bab III menjelaskan tinjauan Kronologis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kabupaten Tangerang terdiri dari tiga point, yaitu Profil Perusahaan, Kronologis Kasus, dan Duduk Permasalahan. Pada bab IV Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Menurut Menurut Hukum Islam dan
17
Hukum Positif, terdiri dari tiga pembahasan yaitu Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Analisis Upah Buruh Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, dan terakhir Analisis Kasus. Pada bab V Penutup, seperti biasa pembahasan terdiri dari kesimpulan dari skripsi ini dan yang kedua yaitu saran.
BAB II LANDASAN TEORITIS PERJANJIAN KERJA DAN UPAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 1. Pengertian Perjanjian Kerja Jika dilihat dari ketentuan Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh. 1 Adanya perjanjian demikian sangatlah esensial. Pemahaman di atas pada prinsipnya serupa dengan apa yang ada di Eropa. Di kebanyakan Negara di Eropa dasar atau landasan hukum perburuhan dapat ditemukan di dalam „perjanjian kerja‟. Di Negara-negara di Eropa (baik di dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yurisprudensi), perjanjian kerja dipahami mencakup tiga elemen inti: pekerjaan, upah dan otoritas/kewenangan. Ini berarti bahwa perjanjian kerja adalah suatu kesepakatan dengan mana buruh/pekerja mengikatkan diri sendiri untuk bekerja di bawah otoritas/kewenangan majikan dengan menerima pembayaran upah.2 Hal di atas juga senada dengan definisi perjanjian kerja menurut Undangundang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau 1
Pasal 50 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 13 2
18
19
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.3 Sementara dalam pasal 1601 A KUH Perdata, perjanjian kerja merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang satu, pekerja mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak pengusaha selama waktu tertentu, dengan menerima upah. Dari rumusan tersebut, perjanjian kerja harus memenuhi persyarat-persyaratan sebagai berikut: a) Adanya pekerjaan b) Adanya upah yang dibayarkan c) Adanya perintah d) Adanya waktu tertentu dan waktu tidak tertentu untuk perjanjiannya.4 Setelah menjelaskan pandangan hukum positif terkait perjanjian kerja perburuhan. di bawah ini akan dijelaskan pembahasan perjanjian kerja menurut hukum Islam. Perjanjian atau akad dalam hukum Islam dipandang sah jika rukun dan syaratnya terpenuhi. Rukun yang dimaksud adalah unsur-unsur yang membentuk perjanjian tersebut seperti menurut jumhur ulama terdiri dari tiga aspek yaitu subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Adapun di antara syarat-syarat akadnya sendiri yaitu ahliyatul „ada dan ahliyatul wujub.
3
Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal.
48 4
Lebih jelas lihat Hadi Setia Tunggal, Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014), hal. 48-49
20
Dalam Islam sendiri ketika perjanjian atau waktu ijab-kabul tidak ada keharusan menggunakan kata-kata khusus karena ketentuan hukumnya ada pada akad dengan tujuan dan makna bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu sendiri, yang diperlukan adalah saling rela („antaradin), direalisasikan dalam bentuk mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat menunjukkan keridaan makna pemilikan dan mempermilikkan.5 Perjanjian kerja dalam hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena berdasarkan sebuah potongan ayat dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:
...
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (Al-Baqarah:282) Dan terdapat pula dalam sebuah kaidah al-Kitabah ka al-Khitab (adapun tulisan dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan. Selain itu juga dalam hukum Islam, kontrak dalam perjanjian kerja dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) tidak menyalahi aturan atau prinsip syariah yang ditetapkan; b) harus sama-sama rida dan ada 5
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki, (Bandung: alMa‟arif, 1996), hal. 49
21
pilihan, c) harus jelas dan gamblang.6 Prinsip lain dari perjanjian kerja harus saling jujur dan tidak mengkhianati perjanjian kerja, hal itu sesuai dalam alQur‟an surat al-Baqarah ayat 279 dan al-Maidah ayat 1. 2. Jenis Perjanjian Kerja Dilihat dari segi jangka waktu pembuatan perjanjian kerja, dapat dibagi 2 (dua) jenis, yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)dan Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) sebagai berikut: a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu dan untuk pekerjaan tertentu.7 Tidak semua jenis pekerjaan dapat dibuat dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pasal 57 Ayat 1 UU 13/2003 mensyaratkan bentuk PKWT harus tertulis dan mempunyai 2 kualifikasi yang didasarkan pada jangka waktu dan PKWT yang didasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu (Pasal 56 Ayat (2)UU 13/2003). Secara limitatif, Pasal 59 juga menyebutkan bahwa PKWT hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis, sifat dan kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang sekali selesai
atau 6
yang
sementara
sifatnya,
pekerjaan
yang
diperkirakan
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 2-3 7 F.X. Djulmiaji, Perjanjian Kerja Edisi Revisi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 67
22
penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun, pekerjaan yang bersifat musiman dan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.8 b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Masa berlakunya PKWTT berakhir sampai pekerja memasuki usia pensiun, pekerja diputus hubungan kerjanya, pekerja meninggal dunia. Bentuk PKWTT adalah fakultatif yaitu diserahkan kepada para pihak untuk merumuskan bentuk perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis. Hanya saja berdasarkan Pasal 63 Ayat (1) ditetapkan bahwa apabila PKWTT dibuat secara lisan, ada kewajiban pengusaha untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan dan dalam hal demikian, pengusaha dilarang untuk membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 60 Ayat (1) dan (2) UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.9
8
Lihat juga YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014),
hal. 156 9
Lihat juga YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 157-158
23
3. Ketentuan Hukum Perjanjian Kerja Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUH perdata) yaitu: a) Sepakat merekat yang mengikatkan diri, b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, c) Suatu hal tertentu d) Suatu sebab yang halal. Kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian haruslah bersepakat setuju dengan tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain. Tidak adanya kekeliruan atau penipuan oleh salah satu pihak. Oleh karena itu kesepakatan adalah unsur utama. Kecakapan membuat suatu perjanjian maksudnya mereka yang dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban adalah orang atau badan hukum. Sedangkan suatu sebab yang halal maksudnya ialah tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
24
Ketentuan Pasal 51 (1) UUK menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 (1) UUK setidak-tidaknya harus mencakup: a) Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b) Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh; c) Jabatan atau jenis pekerjaan; d) Tempat pekerjaan; e) Besarnya upah dan cara pembayarannya; f) Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g) Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h) Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i) Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Ketentuan tentang syarat-syarat di atas tidak diperlengkapi secara memadai dengan sanksi yang memaksakan pentaatan. Sekalipun begitu, ketentuan perundang-undangan di atas setidak-tidaknya mengindikasikan apa yang diharapkan termuat dalam perjanjian kerja yang dibuat tertulis. Fakta bahwa tidak disyaratkan perjanjian kerja dibuat tertulis dilandaskan pemikiran praktikal, karena dalam banyak kasus para pihak tidak menuliskan kesepakatan yang dibuat antara mereka. Jika perjanjian lisan demikian dinyatakan cacat hukum, maka artinya pekerja/buruh tidak akan dapat mendapat perlindungan yang layak.
25
B. Upah Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 1. Pengertian Upah Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Menurut beberapa ahli, Upah merupakan bentuk penghargaan yang diberikan oleh pengusaha setelah buruh menyerahkan tenaga dan pikirannya dalam proses produksi. Buruh bersedia untuk bekerja menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mendapatkan upah.
10
Upah harus diberikan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha kepada buruh yang besarnya ditetapkan sebelumnya seperti dalam bentuk tertulis atau tidak. Ditinjau dari beberapa komponen, bentuk upah ada banyak macamnya, yaitu: a) Upah Pokok, yaitu upah dasar yang dibayarkan kepaa pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan, dan besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan; b) Tunjangan Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan upah tiap bulannya. Tunjangan ini diberikan dengan tidak dipengaruhi dengan jumlah ketidak hadiran;
10
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 2014), hal. 161
26
c) Tunjangan Tidak Tetap, yaitu tunjangan yang diberikan bersamaan dengan upah tiap bulannya. Tunjangan ini hanya diberikan bila buruh masuk kerja. Upah dibayarkan bila buruh melakukan pekerjaan. Prinsip ini dikenal engan istilah No Work No Pay (“tak ada kerja, tak ada upah”). Meskipun begitu, ada pengecualian dalam hal ini. Yaitu bila buruh cuti, mogok yang sah, buruh sakit,
menjalankan
kewajiban
terhadap
negara,
menjalankan
ibadah,
melaksanakan tugas serikat, dan melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. Dalam keadaaan buruh sakit sehingga tidak dapat melaksanakan pekerjaaan, upah buruh tetap dibayar dengan besaran yang ditentukan dan wajib dibayarkan oleh pengusaha. Adapun istilah upah dalam islam ditemukan dengan padanan ijarah yang berasal dari kata “al-Ajru” yang berarti “al-Iwadlu (ganti)” yang berarti upah atau imbalan.11 Istilah ini ditemukan dalam surat at-Thalaq ayat 6, yang mana di dalam ayat itu dikatakan:
… … “Apabila mereka (wanita-wanita) menyusukan (anak) kalian, Maka berikanlah kepada mereka upah-upahnya” (QS at-Thalaq 65: 6)
11
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah, t.Th), Juz. III, hal. 138, lihat juga Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Rajagrafindo, 2008), hal.113
27
Dalam hadits juga terdapat banyak menyinggung mengenai upah, salah satunya adalah hadits yang diiriwatkan oleh Ibnu Majah, dari „Abdullah ibn „Umar berkata, Rasulullah Saw Bersabda:
ُير أَ ْج َرهُ قَ ْب َل أَنْ يَ ِجفَّ ع ََرقُه َ أَ ْعطُوا األَ ِج “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”
12
Hadits di atas menawarkan kepada seluruh pnyedia jasa (pengusaha) untuk memberikan upah kepada buruh sesuai dengan berakhirya kerja itu sendiri. Dalam hukum Islam juga telah menawarkan suatu penyelesaian yang sangat tepat, baik mengenai masalah upah maupun, masalah perlindungan kepentingankepentingan terhadap pekerja maupun pengusaha. Upah ditentukan dengan cara yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak. Buruh mendapat upah yang telah dijanjikan tanpa merampas hak majikan yang sah. Begitu pula majikan tidak dibenarkan menindas golongan pekerja, dengan mengambil hak mereka yang sah. Dalam al-Quran diperintahkan dengan jelas agar para pengusaha membayar upah pekerja selaras dengan tugas yang mereka lakukan dan pada saat yang sama juga menjaga kepentingan mereka sendiri.
12
Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Daar alFIkr, t.th), Juz. II, hal. 817
28
2. Macam-Macam Upah Prinsip yang melandasi peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pengupahan ialah bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 UUK). Berlandaskan pada ketentuan itu, maka pemerintah mewajibkan diri sendiri untuk mengembangkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Dalam penjelasan ketentuan di atas, upah wajib (necessary income) diterjemahkan sebagai upah yang memungkinkan buruh/pekerja memenuhi penghidupan yang layak. Beranjak dari ketentuan itu pula, buruh/pekerja dengan pekerjaan yang mereka lakukan harus dapat memperoleh upah dalam jumlah tertentu yang memungkinkan mereka untuk secara masuk akal memenuhi penghidupan diri sendiri dan keluarga mereka. Tercakup ke dalam itu ialah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sansang, papan, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Kiranya jelas bahwa penguraian pengertian upah seperti ini mencerminkan program masa depan daripada situasi kondisi aktual Indonesia. Di dalam ketentuan yang sama ditetapkan pula bahwa kebijakan pengupahan yang dikembangkan pemerintah harus mencakup 6 pokok hal sebagai berikut: a) Upah Minimum; b) Upah kerja lembur;
29
c) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d) Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan di luar pekerjaannya; e) Upah karena menjalankan waktu istirahat kerjanya; f) Bentuk dan cara pembayaran upah; 3. Sistem Pengupahan Sistem upah merupakan kerangka pengelolaan prihal bagaimana upah diatur dan ditetapan. Sistem upah di Indonesia pada umunya didasarkan pada tiga fungsi, yaitu: a. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluaraga. b. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang c. Menyediakan insentif untuk mendorng meningkatkan produktivitas kerja. Untuk mengatur sistem pengupahan di Indonesia, pemerintah sudah membuat membuat rambu-rambunya dalam UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selain itu, sudah dibuat pula Keputusan Presiden No 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NoKEP-231/MEN/2003.13 Dewan pengupahan adalah suatu lembaga nonstruktural yang bersifat tripartit. Secara struktural terdiri atas: a) Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) yang dibentuk oleh Preside b) Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) yang dibentuk oleh Gubernur 13
Keputusan Presiden No 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan
30
c) Dewan Pengupahan Kota/Kabuptan (Depekab/Depeko) yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. Tugas pertimbangan
dari
Dewan
kepada
pengupahan
dan
adalah memberikan
Pengupahan
pemerintah
dalam
rangka
pengembangan
perumusan
sistem
saran
dan
kebijakan pengupahan
nasional/provinsi/kabupaten/kota. Seperti dalam penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Upah
Minimum
Provinsi
dan
Upah
Minimum
Kabupaten/Kota
Untuk mengatur tentang ketentuan upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota, pemerintah membuat peraturan yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-01/MEN/1999 dan diperbaharui pada tahun 2000 menjadi Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-226/MEN/2000 tentang Upah Minimum. Upah minimum menurut peraturan tersebut adalah upah minimum terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Upah minimum terdiri atas Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS Provinsi), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota. Upah minimum provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di suatu provinsi, sedangkan Upah minimum sektoral
31
provinsi adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral diseluruh kabupaten/kota di suatu provinsi. Adapun upah minimum kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota. Sedangkan upah minimum sektoral kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku secara sektroal di daerah kabupaten/kota. Adapun Ketentuan tentang struktur dan skala upah di Idonesia sudah di atur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.49/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah. Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terendah. Adapun skala upah adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan. Dasar pertimbangan untuk menyusun struktur upah terdiri atas: 1. Struktur organisasi 2. Rasio perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan 3. Kemampuan perusahaan. 4. Biaya keseluruhan tenaga kerja. 5. Upah minimum
32
6. Kondisi pasar Sedangkan dalam penyusunan skala upah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: 1. Skala tunggal, yaitu skala upah dengan ketentuan setiap jabatan pada golongan jabatan yang sama mempunyai upah yang sama 2. Skala ganda, yaitu skala upah dengan ketentuan setia golongan jabatan mempunyai nilai upah nominal terendah dan tertinggi.
BAB III KRONOLOGIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM DI DAERAH KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG A. Profil Perusahaan Di desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Yuki Irawan (41) pemilik CV. Cahaya Logam adalah seorang pendatang. Sekitar 15 tahun lalu yuki pernah mengontrak di tanah petak dekat dengan rumah gedongnya kini. Yuki berbisnis mengolah limbah alumunium foil jadi alumunium batangan. Usahanya itu sukses.1 Yuki kemudian membeli rumah bertingkat yang kini dijadikan pabrik percetakan wajan atau kuali. Namun di balik keberhasilan itu rupanya menyimpan borok. Yuki diketahui menyekap buruh di pabriknya selama berbulan-bulan, praktik penyekapan di pabrik kuali di Tangerang itu terkuak setelah dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri setelah 3 bulan dipekerjakan dengan tidak layak. Yuki irawan, dikenal warga sebagai sosok berduit. Pemilik CV. Cahaya Logam itu dekat dengan aparat desa, polisi hingga tentara.
1
Wawancara Pribadi dengan Ketua Rt Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Bapak Salmin., 5 Mei 2015
33
34
Banyaknya aparat yang datang di tempat pembuatan panci yang dikelola oleh Yuki Irawan tersebut, membuat warga sekitar beranggapan bahwa perusahaan itu legal. ” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang Heri Heryanto. Polres Kota Tangerang, pada hari Sabtu (3/5) menggerebek Pabrik CV. Cahaya Logam, produsen alumunium batangan dan panci di Kampung Bayur Opak Rt03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang dan terdapat 35 pekerja pabrik diduga mendapatkan perlakuan kasar dari majikan dan orang suruhannya. Dari hasil pengecekan, tempat usaha industri itu tidak mempunyai izin Industri dari Dinas Pemda Kabupaten Tangerang, namun hanya ada Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan Cikupa tetapi lokasi usaha di Kecamatan Sepatan. Saat ini, kepolisian telah menahan lima orang yang dijadikan tersangka terkait kasus itu yakni Yuki Irawan (41) sebagai pemilik pabrik serta empat anak buahnya yakni Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan Jaya (30). B. Kronologis Kasus Kurang lebih 1 tahun lalu tragedi pelecehan martabat manusia terjadi di bumi negeri tercinta ini, tepatnya di Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, terkuak setelah
35
dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri. Andi Gunawan (20 tahun) dan Junaidi (22) kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak layak.2 Dalam waktu enam bulan dia bekerja di pabrik milik Yuki Irawan itu, tidak sepeser pun uang yang diterima para buruh. Setiap hari, para buruh harus bekerja lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika tidak mencapai target, lanjutnya, para pekerja akan disiksa dan dipukul. Mereka bekerja mulai jam 5.30 pagi hingga jam 1 malam, hanya . mereka hanya diberi makan nasi putih, tahu dan tempe.Usai bekerja, para pekerja tinggal di sebuah ruangan berukuran 4 meter x 6 meter yang berada di belakang pabrik. Di dalam ruangan kecil itu terdapat kamar mandi, namun tidak ada ventilasi udara, dan mereka hanya diberi dua tikar yang sudah rusak untuk tidur. Ruangan itu kemudian dikunci dari luar. Para pekerja yang rata-rata berumur 17 hingga 24 tahun ini hanya memiliki satu baju yang melekat di tubuh, karena menurutnya baju, ponsel dan uang yang mereka bawa dari kampung disita oleh sang majikan ketika baru tiba di pabrik tersebut. Para pekerja diiming-imingi mendapat gaji Rp 600 ribu per bulannya.3 Kondisi di sana sangat memprihatinkan, tidak layak untuk ditiduri. Para pekerja sering diancam oleh mandor-mandor dan bos Yuki, akan dipukuli sampai mati, mayatnya langsung mau dibuang di laut kalau jika macam-macam di sana. Tindakan tidak manusiawi yang diberikan kepada para buruh di pabrik panci itu membuat sejumlah pekerja berusaha untuk melarikan diri tapi gagal. 2
Wawancara Pribadi dengan Kepala Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Timur, Ibu Siti Zubaedah., 4 Mei 2015 3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Zubaedah, 4 Mei 2015
36
Berikut pernyataan dari salah satu buruh bernama Darmin, “Itu ada yang kejar, tentara itu, saya langsung lari tapi ketangkap juga. Ditarik langsung dipukuli sebentar terus saya diteriakin maling sama tentara itu, terus warga pada kumpul lalu saya bilang saya bukan maling. Saya pekerja tidak betah, lalu warga pergi. Terus saya diikat sama tentara terus dibawa ke mes. Saya ditelanjangi, dipukuli, ditendang, ditampar, dikurung di WC satu malam terus besokannya kerja lagi.4
C. Duduk Permasalahan Seperti yang diberitakan di beberapa media dan hasil analis wawancara narasumber, kronologis kasus terkuaknya kasus diawali dari laporan seorang buruh ke Kepala Desa Jamali, Cece Rusmana, yang kemudian ditindaklanjuti dengan
mendatangi
lokasi
pabrik
di
Tangerang
didampingi
personel
Bhanbinkamtibmas. Dikutip dari media, saat itu kami mendapatkan laporan dari salah seorang korban yang berasal dari Mande dan Lampung. Mereka melaporkan mendapatkan penyiksaan selama bekerja di pabrik itu. Sekitar tanggal 23 Februari kita datang ke lokasi pabrik. Kita bertemu langsung dengan bosnya dan para buruh. Tapi kedatangan kita yang pertama, para buruh mengaku tidak ada masalah apa-apa. Rupanya sudah di-setting sama bosnya," terang Cece kepada INILAH di Kantor P2TP2A Kabupaten Cianjur, Minggu (5/5/2013).
4
http://sylhadisaputri.blogspot.com/2013/06/makalah-perbudakan-di-tanggerang.html
37
Cece kemudian berkoordinasi dengan Camat Blambangan Lampung karena salah seorang korbannya berasal dari Lampung. Rupanya, aksi perbudakan disertai penyekapan dan penyiksaan sudah terendus aparat kepolisian yang langsung melakukan penggerebekan. Pada Jumat malam kita datang ke lokasi pabrik. Ternyata memang sudah digerebek aparat polisi. Kita langsung mendata di lokasi pabrik. Ternyata ada 22 orang di antara buruh itu merupakan warga Kabupaten Cianjur. Setelah menyelesaikan pendataan, seluruh korban yang berasal dari Cianjur, termasuk 1 orang dari Bandung, dipulangkan pada Minggu (5/5/2013) dinihari.5 Dari beberapa kesaksian juga mengatakan bahwa para buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.6 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat. Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.7
5 http://m.inilah.com/read/detail/1985826/inilah-kronologis-terbongkarnya-perbudakanburuh. diakses pada tanggal Minggu, 5 Mei 2013 pada pukul 12:26 WIB 6
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-DipaksaKerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB 7
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-DipaksaKerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
38
Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuantemuan itu: a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar mandi jorok dan tidak terawat. 8 b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan JK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas. c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan. d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar. e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti berbulanbulan, robek dan jorok. f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat. g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha. 8
Wawancara Pribadi dengan Warga/Pekerja CV. Cahaya Logam Kp. Bayur, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Bapak Basri., 8 Mei 2015
39
h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.9 Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya. Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam
9
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.Disekap.Baran gDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx&utm_cam paign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB
40
melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan.10 Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000/perbulan,11 bukan Rp. 600.000/perbulan. Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan problem pemberian upah di bawah UMP, ternyata bila dilihat lebih jauh dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan kelonggaran dalam perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.12 Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan 10
11
Wawancara Pribadi dengan Bapak Salmin., 5 Mei 2015
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB. 12 Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
41
buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis tidak secara lisan.13 Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya. Kementerian tenaga kerja dan transmigrasi (kemnakertrans) mempercepat proses penyidikan dan penyusunan penuntutan pidana terhadap para pelaku penyekapan buruh di Tangerang. Para pelaku dijerat dengan 6 (Enam) tuntutan pidana karena melanggar peraturan ketenagakerjaan dengan ancaman hukuman penjara berat dan sanksi denda. Pada hari Selasa, tanggal 25 Maret 2014 di Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam putusannya, Majlis Hakim yang diketuai Asiadi Sembiring menyatakan terdakwa Yuki Irawan terbukti secara sah melanggar Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana Perdagangan Orang, Pasal 88 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, dan Pasal 333 KUHP tentang Perampasan Kemerdekaan, serta menjatuhkan pidana penjara selama 11 (Sebelas) tahun ditambah denda sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.
13
Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 26
BAB IV ANALISIS KASUS PERBUDAKAN DI PABRIK CV. CAHAYA LOGAM DI KEC. SEPATAN TIMUR KAB. TANGERANG MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Analisis Perjanjian Kerja Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif Maraknya kasus perburuhan di Indonesia terjadi diakibatkan kurangnya kepastian hukum mengenai perjanjian kerja itu sendiri. Potret buramnya kasus perburuhan di Indonesia bahkan terlihat seperti kembali kepada zaman feodal. Di mana seorang majikan seenaknya memperlakukan seorang buruh sebagai budaknya, dengan tanpa upah, tanpa kejelasan waktu kerja, tanpa keselamatan kerja/kesehatan dan tanpa hak-hak lainnya. Hubungan kerja yang terlahir dari ketidakjelasan perjanjian menjadi alat eksploitasi pihak buruh oleh majikannya. Jika kita lihat, pada dasarnya hubungan kerja terlahir dari hubungan antara pekerja dan pengusaha setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah.1 Di dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja.2
1 2
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 88 Pasal 50 Undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
42
43
Konsep perjanjian kerja diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam Pasal 1601 a KUH Perdata disebutkan kualifikasi agar suatu perjanjian dapat disebut perjanjian kerja. Kualifikasi yang dimaksud adalah adanya pekerjaan, di bawah perintah, waktu tertentu dan adanya upah.3 Kualifikasi mengenai adanya pekerjaan dan di bawah perintah orang lain menunjukkan hubungan sub-ordinasi atau juga sering dikatakan sebagai hubungan diperatas (dienstverhouding), yaitu pekerjaan yang dilaksanakan pekerja didasarkan pada perintah yang diberikan oleh pengusaha. Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Di dalam perjanjian kerja ada 4 unsur yang harus dipenuhi yaitu adanya unsure work atau pekerjaan, adanya servis atau pelayanan, adanya unsur time atau waktu tertentu, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Sedangkan perjanjian kerja akan menjadi sah jika memenuhi ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata yaitu: a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,4 c) Suatu hal tertentu dan Sebab yang halal.
3
R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004), hal. 15 4
Pasal 1330 KUH Perdata
44
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Ketentuan secara khusus yang mengatur tentang perjanjian kerja adalah dalam Pasal 52 Ayat (1) UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaaan, yaitu:5 a. Kesepakatan kedua belah pihak b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hokum c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan d. Obyek perjanjian harus halal Dalam melakukan kepastian pekerjaan, baik pihak pemberi kerja (pengusaha) dan buruh memastikannya dalam perjanjian kerja. Yang mana, dalam hukum positif Indonesia dikatakan perjanjian kerja memberikan dua pilihan bagi kedua belah pihak, yaitu melakukan perjanjian kerja secara tertulis maupun tidak tertulis. hal itu bisa dilihat dalam Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: 1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. 2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6 Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) di atas pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam
5 6
Pasal 52 Ayat (1) Undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaaan Pasal 51 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
45
dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.7 Untuk Ayat (2) maksudnya adalah perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu, antar kerja, antar daerah, antar kerja, antar negara, dan perjanjian kerja laut.8 Sebetulnya perjanjian kerja dalam bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian. Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.9 Memang, perjanjian kerja pada umumnya secara tertulis, tetapi masih ada juga perjanjian kerja yang disampaikan secara lisan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) membolehkan perjanjian kerja dilakukan secara lisan, dengan syarat pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja, yang berisi:10 a) Nama dan alamat pekerja b) Tanggal mulai bekerja 7
Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 8 Penjelasan Pasal 51 Ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 9 R. Goenawan Oetomo, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Grhadika Binangkit Press, 2004), hal. 59 10 Pasal 63 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
46
c) Jenis pekerjaan d) Besarnya upah Adapun ketentuan untuk perjanjian kerja Secara tertulis harus memuat tentang jenis pekerjaan yang akan dilakukan, besarnya upah yang akan diterima dan berbagai hak serta kewajiban lainnya bagi masing-masing pihak. Perjanjian kerja tertulis harus secara jelas menyebutkan apakah perjanjian kerja itu termasuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/Pekerja Kontrak) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/Pekerja Permanen/Tetap).11 Dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat keterangan: a. Nama, alamat, perusahaan, dan jenis usaha; b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. Jabatan atau jenis pekerjaan; d. Tempat pekerjaan; e. Besarnya upah dan cara pembayaran; f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 11
Libertus Jihani, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK, (Jakarta: Visimedia, 2006), hal. 3
47
Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimnya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status pekerjanya adalah pekerja tetap. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis hal itu sesuai dengan Pasal 57 Ayat 1 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Setelah menjelaskan pandangan hukum positif terkait perjanjian kerja perburuhan. Dalam literatur Islam ditemukan sejumlah konsepsi perjanjian kerja. Untuk membahas itu di bawah ini konsep pembahasan perjanjian kerja menurut hukum Islam. Sebelum menjelaskan konsep perjanjian dalam hukum Islam, secara prinsipil Islam mendorong individual untuk kiat bekerja, karena bekerja itu ibadah. Islam sangat mendorong dan menghargai seseorang yang bekerja untuk
48
dirinya sendiri dan menafkahi tanggungannya. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw, bersabda:
:عي خالذ بي هعذاى عي الوقذام رضي هللا عنو عي رسٌل هللا صلي هللا عليو ًسلن قال )"هاأكل أحذ طعاها قط خيرا هي اى ياكل هي عول يذه" (رًاه البخاري Dari Khalid ibn Ma‟dan, dari al-Miqdam R.a. bahwasanya Rasulullah Saw. telah bersabda: “Tidak ada suatu makananpun yang dimakan seseorang itu 12 lebih baik dari pada makanan hasil usaha sendiri.” (HR. Bukhori) Dorongan ibadah kepada Allah sewaktu bekerja merupakan potensi yang besar bagi roda perekonomian suatu bangsa. Dorongan nuriyah inilah yang menjadi etos kerja kaum muslimin yang tidak tertandingi oleh etos kerja manapun. Dorongan kerja adalah untuk mendapatkan nilai pahala dari Allah Swt, dan ini adalah tujuan tertinggi disamping tujuan yang lain atau materi (upah). jadi semakin tinggi tingkat pemahaman dan penerapan islam seseorang, maka semakin tinggi semangatnya dalam bekerja. Ringkasnya, sistem perburuhan Islam mencakup beberapa hal: Dalam Islam, problem perburuhan diatur diatur oleh hukum-hukum “kontrak kerja” (al-Ijarah). Secara definisi. al-Ijarah adalah transaksi (aqad/kontrak) atas jasa manfaat tertentu dengan suatu kompensasi atau upah.13 Syarat tercapainya kontrak kerja tersebut adalah kelayakan dari orang-orang yang melakukan kontrak, yaitu si penyewa tenaga atau majikan (disebut musta‟jir) 12
Al-Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrahim bin al-Mugirah bin alBardizbah, Shahih al-Bukhari. (Bairut: Dar Ibn Katsir, `1407H/1987M) cet. III, Juz II, hal. 730 13 Edgi sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, hal. 68
49
dengan orang yang dikontrak atau pemberi jasa/tenaga (disebut ajiir). Dan beberapa kriteria kelayakan tersebut meliputi: a) Kerelaan dua pihak yang bertransaksi; b) Berakal dan mumayyiz (mampu memilih); c) Jelas upah dan manfaat yang akan diperoleh (meski tidak diberikan nominalnya). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan maka kontrak kerja dalam Islam meliputi 3 jenis, yaitu: 1. Manfaat yang diperoleh seseorang atas kerja/amal seseorang (manfaa‟tul a‟yan). Misalnya seseorang menyewa rumah, kendaraan, computer, dan sejenisnya. 2. Manfaat yang diperoleh dari seseorang atas kerja/amal seseorang (manfaa‟tul amal). Misalnya, arsitek, tukang kebun, buruh pabrik, dan sejenisnya. 3. Manfaat yang diperoleh seseorang atas pribadi atau diri seseorang (manfaa‟tul syakhs). Misalnya, mengontrak kerja atau menyewa seorang pembantu, satpam, dan sejenisnya. Islam
memperbolehkan
seseorang
memanfaatkan
tenaga
lain/buruh, agar mereka bekerja untuk orang tersebut, firman Allah:
orang
50
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS al-Zukhrufi: 32) Ibnu shihab meriwayatkan bahwa “aku diberitahukan oleh Urwah bin Zubair bahwa Aisyah R.a berkata: Rasulullah Saw dan Abu Bakar pernah mengontrak (tenaga) orang Bani Dail sebagai penunjuk jalan, sedangkan orang tersebut beragama seperti agamanya orang kafir quraisy. Beliau kemudian memberikan kedua kendaraan beliau kepada orang tersebut. Beliau lalu mengambil janji dari orang tersebut (agar berada) di Gua Tsur setelah tiga malam, dengan membawa kedua kendaraan beliau pada waktu shubuh di hari yang ketiga.14 Allah Swt berfirman:
… … “Apabila mereka (wanita-wanita) menyusukan (anak) kalian, Maka berikanlah kepada mereka upah-upahnya”. (QS at-Thalaq 65: 6)
14
Edgi sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, hal. 69
51
Pernyataan ini jelas memberikan gambaran bahwa setiap umat yang memakai jasa orang lain hendaklah membayarkan atau mengganti jasa yang telah dikeluarkannya. Dalam sistem Islam, hubungan antara pengusaha dan pekerja diatur dengan jelas dan adil. Di mana pengusaha sebagai pengontrak akan memanfaatkan jasa, sedangkan orang yang dikontrak akan menerima imbalan upah sebagai ganti atas jasa yang dikeluarkan. Harus dijelaskan juga apa yang menjadi pekerjaan dan tanggung jawab serta konsekuensi yang diterimanya apabila melanggar kesepakatan. Selain itu, upah atau gajinya juga harus diberitahukan secara transparan sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan. Bila semua syarat ini tidak dilakukan, maka perjanjian kontrak akan menjadi rusak. Karena secara prinsip kontrak kerja adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak dengan imbalan upah, maka seorang dikontrak (ajiir) haruslah dijelaskan bentuk kerjanya (job description), batas waktunya (timing), besar gaji/upahnya (take home pay) serta berapa besar tenaga/keterampilannya harus dikeluarkan (skill). Bila keempat hal pokok dalam kontrak kerja ini tidak dijelaskan sebelumnya, maka transaksinya menjadi fasid (rusak).15
15
Edgi sudjana, Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia, hal. 70
52
Dari hadits lain Nabi berkata:
:عي إبراىين عي األ سٌد عي أبي ىريرة رضي هللا عنو عي النبي صلي هللا عليو ًسلن )ًهي استأ جرأجيرا فليعلوو أجره (رًاه البييقي Dari Ibrahim dari al-Aswad, dari Abu Hurarirah ra. Bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: apabila salah seorang dari kamu memperkerjakan seorang pekerja, maka hendaklah dia beritahukan upahnya (HR. al-Baihaqi)16 Termasuk yang harus ditentukan adalah tenaga yang harus dicurahkan oleh pekerja, sehingga para pekerja tersebut tidak dibebani dengan pekerjaan diluar kapasitasnya. Allah Swt berfirman:
... Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. al-Baqarah 2: 286) Maka tidak diperbolehkan untuk menuntut seorang pekerja agar mencurahkan tenaga, kecuali sesuai dengan kapasitasnya yang wajar. Karena tenaga tidak mungkin dibatasi dengan takaran yang baku, membatasi jam kerja dalam seharian adalah takaran yang lebih ideal. Sehingga pembatasan jam kerja bisa mencakup pembatasan tenaga yang harus dikeluarkan. Misalnya buruh harian, mingguan, atau bulanan. Perjanjian atau akad dalam hukum Islam dipandang sah jika rukun dan syaratnya terpenuhi. Rukun yang dimaksud adalah unsur-unsur yang membentuk perjanjian tersebut seperti menurut jumhur ulama terdiri dari tiga aspek yaitu
16
Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Juz. VI, hal. 120
53
subyek akad, obyek akad dan sighat akad. Adapun di antara syarat-syarat akadnya sendiri yaitu ahliyatul „ada dan ahliyatul wujub. Dalam Islam sendiri ketika perjanjian atau waktu ijab-kabul tidak ada keharusan menggunakan kata-kata khusus karena ketentuan hukumnya ada pada akad dengan tujuan dan makna bukan dengan kata-kata dan bentuk kata itu sendiri, yang diperlukan adalah saling rela („antaradin), direalisasikan dalam bentuk mengambil dan memberi atau cara lain yang dapat menunjukkan keridaan makna pemilikan dan mempermilikkan.17 Perjanjian kerja dalam hukum Islam juga membenarkan tertulis tidaknya perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena berdasarkan sebuah kaidah dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan terdapat pula dalam sebuah kaidah al-Kitabah ka al-Khitab (adapun tulisan dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan. Selain itu juga dalam hukum Islam, kontrak dalam perjanjian kerja dipandang sah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) tidak menyalahi aturan atau prinsip syariah yang ditetapkan; b) harus sama-sama rida dan ada
17
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki, (Bandung: alMa‟arif, 1996), hal. 49
54
pilihan, c) harus jelas dan gamblang.18 Prinsip lain dari perjanjian kerja harus saling jujur dan tidak mengkhianati perjanjian kerja, hal itu sesuai dalam alQur‟an surat al-Baqarah ayat 279 dan al-Maidah ayat 1. Dari semua penjelasan di atas, perbandingan perjanjian kerja antara hukum positif Indonesia dan hukum Islam adalah:19 a. Dalam hukum positif, perjanjian kerja ada dua bentuk yaitu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan Perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Sedangkan dalam Islam tidak mengenal istilah dua jenis waktu ini. b. Perjanjian kerja dalam hukum positif bisa dilakukan melalui lisan atau tulisan, sedangkan dalam hokum islam, secara prinsip mensyaratkan pada bidang muamalah (perjanjian) untuk menuliskan perjanjian kerja, karena bisa melindungi para pihak ketika terjadi sengketa nanti. c. Dalam pandangan hukum Islam, akad itu harus ada sebuah ungkapan tentang adanya ijab dan kabul (serah terima), sendangkan hukum konvensional tidak terlalu memperhatikan hal tersebut. d. Adanya pernyataan tentang ijab dan kabul oleh Islam dipandang sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan demi sahnya sebuah akad, namun dalam hukum konvensional syarat sah sebuah akad itu harus mengacu kepada undang-undang yang berlaku. 18
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 2-3 19 Asmuni Mth, Beberapa Catatan Tentang Akad, (Yogyakarta: FIAI-UII, 2009, hal. 14
55
e. Persyaratan sah dan tidak sebuah akad (perjanjian) sesuai dengan yang diperintahkan oleh syariat Islam, bukan hasil dari pemikiran seseorang. f. Syarat sahnya sebuah akad dalam Islam tercipta atas dasar kemaslahatan, sehingga hasil akhir dari sebuah Akad (apakah nantinya ia bermanfaat atau tidak) sangat diperhatikan oleh hukum Islam.
B. Analisis Upah Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Kewajiban dari perusahaan sebagai akibat dari timbulnya hubungan kerja adalah membayar upah. secara umum upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.
20
Nurimansyah Haribuan mengatakan: “upah adalah segala macam bentuk penghasilan (carning), yang diterima buruh/pegawai (tenaga kerja) baik berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.21 Dengan demikian, menurut Undang-Undang No. 13 tahun 2003, upah merupakan hak dari pekerja/buruh yang harus ditentukan sedemikian rupa sehingga
merupakan
salah
satu
bentuk
kebijakan
perlindungan
begi
pekerja/buruh.22 Agar tenaga kerja dapat hidup dengan layak maka di atur perlindungan hukum mengenai upah sesuai dengan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 20
Zainal Asikin. Agusfian Wahab, Dasar-Dasar Hokum Perburuhan, (Jakarta: Raja Grafindo, 1993), hal. 86 21 Haribuan Nurimansyah, Upah Tenaga Kerja Dan Konsentrasi Pada Sector Industry, (Prisma, No. 5 Th. X Mei 1981), hal. 3 22 Zaeni asyhadie, Hokum Kerja: Hokum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, hal. 67
56
1945 yaitu “Setiap warga Negara berhak atas pekerjaan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Pasal ini dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada pasal 88 Ayat (1): “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan, jaminan hari tua. Menurut Pasal 28D UUD 1945 menyebutkan setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Dalam menetapkan upah, pengusaha tidak boleh melakukan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republic Indonesia (Permenakertrans) Nomor 7 Tahun 2013 tentang upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman. Upah minimum provinsi ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan provinsi, sementara dalam menetapkan upah
57
minimum kota/kabupaten, gubernur harus memperhatikan rekomendasi dewan pengupahan propinsi dan rekomendasi bupati/walikota. Penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Definisi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dijabarkan lebih lanjut dalam Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (pasal 88) ditegaskan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam pengertian bahwa jumlah upah yang diterima oleh pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh beserta keluarganya secara wajar, antara lain meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.23 Menurut Permenakertrans Nomor 7 Tahun 2013 pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Upah minimum sebenarnya ditujukan terutama bagi buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari satu tahun. Sedangkan bagi buruh yang sudah bekerja lebih dari satu tahun, perlu ada kenaikan upah berjenjang sesuai dengan masa kerjanya. Namun hal ini harus diupayakan oleh serikat buruh melalui perundingan bersama dengan majikan yang dituangkan dalam peninjauan besarnya upah bagi buruh yang telah bekerja 23
Adrian Sutedi, Hokum Perburuhan (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 144
58
diatas satu tahun dilakukan melalui kesepakatan tertulis antara serikat buruh dan pengusaha. Upah minimum dibagi menjadi:24 1) Upah Minimum Provinsi (UMP) 2) Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 3) upah minimum Sektoral Provinsi (UMSP) adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di satu provinsi. 4) Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di wilayah kabupaten/kota. Upah minimum ditinjau satu tahun sekali. Upah minimum ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: a) Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survey; b) Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama; c) Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto); d) Kondisi pasar kerja, yakni perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama; e) Kondisi usaha yang paling tidak mampu (marjinal) yang ditujukan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marjinal di daerah tertentu pada periode tertentu. 24
Lalu Husni, Pengantar Hokum Ketenagakerjaan Indonesia, hal. 147
59
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem pengupahan di Indonesia didasarkan melalui mekanisme konsultansi tripartit dalam menetapkan upah minimum antara wakil pengusaha, wakil pekerja dan wakil dari pemerintahan dengan mempertimbangkan Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan perhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dan perlu diingat bahwa upah yang diberikan oleh pengusaha dilarang membayarkannya lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan. Berbeda dengan pendapat hukum Islam, bahwa konsep upah jauh lebih komprehensif daripada hukum Positif. Dalam al-Qur‟an dinyatakan sebagai berikut:
“Dan katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang mu‟min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui akan ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan.” (at-Taubah : 105) Dalam menafsirkan Surat at-Taubah ayat 105 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah sebagai berikut: “Bekerjalah Kamu, karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, maka Allah akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu”25 25
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, hal. 134
60
Tafsir dari melihat dalam keterangan di atas adalah menilai dan memberi ganjaran terhadap amal-amal itu. Sebutan lain dari pada ganjaran adalah imbalan atau upah atau compensation. Dalam al-Qur‟an dijelaskan:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik apa yang telah mereka kerjakan.” (AnNahl : 97) Lebih jauh dalam surat an-Nahl: 97 menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan gender dalam menerima upah / balasan dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi upah dalam Islam, jika mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Hal yang menarik dari ayat ini, adalah balasan Allah langsung di dunia (kehidupan yang baik/rezeki yang halal) dan balasan di akherat (dalam bentuk pahala). Sementara itu, Surat Al-Kahfi : 30 menegaskan bahwa balasan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan manusia, pasti Allah balas dengan adil. Allah tidak akan berlaku zalim dengan cara menyia-nyiakan amal hamba-Nya. Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam setiap praktek yang pernah terjadi di negeri Islam.
61
Lebih lanjut kalau kita lihat hadits Rasulullah Saw tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah Saw, bersabda: “Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).” (HR. Muslim). Dari hadits ini dapat didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan sandang. Perkataan : “harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)”, bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang menerima upah. Adapun landasan ijma mengenai disyariatkannya upah, semua ulama sepakat, tak seorang pun yang membantah ijma‟ ini. Upah disyariatkan karena manusia membutuhkannya. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, sebagian mereka membutuhkan sebagian yang lain, mereka butuh binatang atau
62
angkutan untuk kendaraan, mereka membutuhkan berbagai peralatan untuk digunakan dalam kebutuhan hidup dan lain sebagainya.26 Secara koseptual dalam hukum Islam, keabsahan upah mengupah sangat berkaitan dengan aqid (orang yang berakad), ma‟qud „alaihi (barang yang menjadi obyek akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-„akad), yaitu:27 a. Kerelaan kedua belah pihak yang berakad. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidaklah sah. Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT:
Hai orang-rang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. (QS. An-Nisa‟/4:29) b. Manfaat yang menjadi akad harus diketahui secara sempurna sehingga tidak muncul masalah dikemudian hari. c. Objek akad itu sesuatu yang halal atau tidak diharamkan.
26
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz III, (Beirut: Daar al-Tsaqafah, t.th), hal. 139 Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 28 27
63
d. Objek akad bukan suatu kewajiban bagi penyewa/pemberi upah. Misalnya, mengupah orang untuk melakukan shalatdan mengerjakan puasa. Karena hal tersebut merupakan kewajiban perorangan (wajib „aini). e. Upah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta. Oleh sebab itu, para ulama sepakat bahwa khamar dan babi tidak boleh menjadi upah, karena kedua benda itu tidak bernilai harta dalam islam. Upah dapat dipandang dari dua segi yaitu, moneter dan non-moneter. Jumlah uang yang diperoleh seorang pekerja selama jangka waktu yang ditentukan, katakanlah, sebulan seminggu atau sehari, mengacu pada upah nominal tenaga kerja. Upah sesungguhnya dari seorang pekerja tergantung dari berbagai faktor, seperti, jumlah upah berupa uang, daya beli uang dan seterusnya, dapat dikatakan terdiri dari jumlah kebutuhan hidup yang sebenarnya diterima oleh seorang pekerja karena pekerjaannya. “pekerja kaya atau miskin, diberi imbalan baik atau buruk sebanding dengan harta nyata, bukan harga nominal atas jerih payah. Karena tidak ada pekerjaan yang tanpa upah, dan upah merupakan hak da bukan pemberiaan sebagai hadiah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Jasiyah yang berbunyi:
64
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan. (QS. Al-Jasiyah 45: 22) Dari gambaran diatas, terlihat bahwa kerja hendaklah profesional, sesuai dengan ukuran kerja dalam proses produksi dan dilarang adanya kecurangan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ibnu majah, bahwasanya menceritakan kepada kami „Abbas ibn Walid, al-Dimasqy, menceritakan kepada kami Wahbu ibn Sa‟id ibn „Athiyyah al-Salamy menceritakan kepada kami Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam, dari „Abdullah ibn „Umar berkata, Rasulullah Saw Bersabda:
ُير أَ ْج َرهُ قَ ْب َل أَىْ يَ ِجفَّ ع ََرقُو َ أَ ْعطٌُا األَ ِج 28
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering”.
Hadits di atas menawarkan kepada seluruh punyedia jasa (pengusaha) untuk memberikan upah kepada buruh sesuai dengan berakhirya kerja itu sendiri. Dalam hukum Islam juga telah menawarkan suatu penyelesaian yang sangat tepat, baik mengenai masalah upah maupun, masalah perlindungan kepentingankepentingan terhadap pekerja maupun pengusaha. Upah ditentukan dengan cara yang paling bijaksana tanpa merugikan kedua belah pihak. Buruh mendapat upah
28
Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Daar alFIkr, t.th), Juz. II, hal. 817
65
yang telah dijanjikan tanpa merampas hak majikan yang sah. Begitu pula majikan tidak dibenarkan menindas golongan pekerja, dengan mengambil hak mereka yang sah. Dalam al-Quran diperintahkan dengan jelas agar para pengusaha membayar upah pekerja selaras dengan tugas yang mereka lakukan dan pada saat yang sama juga menjaga kepentingan mereka sendiri. Prinsip dasar inilah yang mengawali segala kegiatan manusia karena mereka akan diberi balasan di dunia dan akhirat. Setiap pekerja akan dibayar upahnya menurut apa yang mereka usahakan dan tidak ada siapapun yang dirugikan. Hal demikian menjamin upah yang adil kepada setiap pekerja berdasarkan pekerjaan mereka. Ayat tersebut menjelaskan bahwa, upah setiap pekerja ditentukan oleh pekerjaan mereka dan usaha mereka dalam memberikan keuntungan bersama. Prinsip dasar tersebut, dapat pula digunakan untuk menyatakan tentang upah yang sewajarnya diperoleh manusia di dunia ini. Setiap pekerja harus diberi bayaran yang sepadan dengan pekerjaan mereka dan tidak ada seorangpun yang dirugikan.29 Karena di dunia ini tidak ada manusia yang mau mengerahkan tenaga atau jasanya untuk mengerjakan sesuatu secara terus menerus atau dalam jangka waktu tertentu untuk kepentingan orang lain tanpa dibarengi dengan upah atau
29
Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 45
66
imbalan yang memadai. Oleh karena itu diharapkan para pengusaha mau memberi upah kepada pekerja sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam kehidupan, banyak kita jumpai perbedaan tingkat upah. Hal ini sering mengacu pada adanya kelompok yag tidak bersaing dikalangan kerja. Terdapat suatu perbedaan suatu perbedaan besar antara pekerja intelektual dan pekerja kasar, antara pekerja-pekerja terampil dan pekerja tidak terampil. Sangat sedikit mobiliitas kerja diantara golongan pekerja ini. Akibatnya adalah tingkat keseimbangan upah bagi masing-masing kelompok yang tidak bersaing akan ditentukan oleh rencana permintaan dari masing-masing kelompok. Ada kalanya perbedaan upah itu sangat mencolok sekali. Ada yang upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang memungkinkan suatu kehidupan yang menyenangkan dan ada pula yang memungkinkan suatu kehidupan yang sangat mewah. Sebagai contoh bandingkan saja bayaran pemain bola bayaran terkemuka di dunia dengan pemain bola bayaran yang tidak terkenal. Tentunya diantara mereka terdapat perbedaan upah yang sangat besar sekali. Contohcontoh lain tentang perbedaan upah yang sangat mencolok di antara para pekerja dengan mudah dapat dicari lebih lanjut. Yang penting untuk dianalisa disini adalah faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan upah tersebut, berikut ini diuraikan faktor-faktor penting yang menjadi sumber dari perbedaan upah.30
30
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, hal. 310
67
Dalam Islam sendiri, perbedaan tingkat upah juga bisa ditimbulkan karena perbedaan keuntungan yang tidak berupa uang, beberapa jenis pekerjaan lebih menyenangkan dari pada pekerjaan lainnya. Dalam hukum Islam mengakui adanya perbedaan upah diantara tingkatan pekerjaan, karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang mengakibatkan perbedaan penghasilan dan hasil material. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat an-Nisa‟ ayat 32 yang berbunyi:
dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (An-Nisa: 32) Pendekatan al-Quran dalam hal penentuan upah berdasarkan pertimbangan kemampuan dan bakat ini, merupakan salah satu sumbangan terpenting, artinya bagi kemajuan peradaban manusia. Dalam al-Qur‟an maupun al-Hadits syarat-syarat mengenai hal ini adalah para majikan harus memberikan upah para pekerja atas jasa yang telahdiberikan, sedangkan para pekerja harus melakukan pekerjaan mereka dengan sebaik-baiknya. Setiap kegagalan dalam
68
memenuhi syarat-syarat ini akan dianggap sebagai kegagalan moral baik dipihak majikan maupun pihak pekerja, dan ini harus dipertanggungwabkan kepada Tuhan. Begitu juga dalam transaksi setiap kerja, upah harus diberikan dalam perjanjian yang jelas dengan bukti dan ciri yang bisa dipertanggungjawabkan nanti. Hal itu senada dengan hadits Nabi yaitu:
:عي إبراىين عي األ سٌد عي أبي ىريرة رضي هللا عنو عي النبي صلي هللا عليو ًسلن )ًهي استأ جرأجيرا فليعلوو أجره (رًاه البييقي Dari Ibrahim dari al-Aswad, dari Abu Hurarirah ra. Bahwasannya Rasulullah Saw bersabda: apabila salah seorang dari kamu memperkerjakan seorang pekerja, maka hendaklah dia beritahukan upahnya (HR. al-Baihaqi)31 Dalam menanggapi masalah UMR, menurut hukum Islam bahwa UMR sendiri jika dilihat dari aspek ekonominya harus dibuat mernurut perjajian awal atas dasar keadilan dan tanggung jawab, baik pihak perusahaan atau pihak pekerja. Seorang buruh harus bertanggung jawab baik kepada majikannya maupun kepada Tuhan untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah ditentukan oleh kedua belah pihak sesuai dengan kemampuannya. Hanya dengan begitulah maka upah yang diperoleh menjadi halal, sesuai dengan prinsip Ekonomi Islam yaitu prinsip thoyyibah atau al-halal.32
31
Al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Juz. VI, hal. 120 Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 45 32
69
Hukum Islam juga menghendaki dalam penerapan upah itu senantiasa diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa mejadi pelaksanaannya dan tidak merugikan para pihak. Upah juga harusnya ditetapkan dengan cara yang paling layak tanpa tekanan yang tidak pantas terhadap pihak manapun. Kedua belah pihak yang melakukan kontrak perjanjian (upah) dalam konteks ini diperingatkan agar bersikap adil terhadap semua orang dalam bertransaksi, agar tidak merugikan orang lain. Menurut Afzalurrahman, pekerja seharusnya mendapat gaji tidak kurang dan tidak lebih dari apa yang dikerjakannya. Dengan mempertimbangkan upah pada: a) upah minimum haruslah mencukupi kebutuhan dasar pekerja; b) kebutuhan jumlah anggota kerluarga dan c) pemberian upah harus berdasarkan prinsip-prinsip yang wajar.33 Dari uraian diatas, paling tidak terdapat Perbedaan konsep Upah antara hukum positif dengan hukum Islam: pertama, Islam melihat Upah sangat besar kaitannya dengan konsep Moral, sementara hukum positif tidak. Kedua, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan Pahala, sementara hukum positif tergantung pada nilai kebutuhan hidup layak pertahunnya. Adapun persamaan kedua konsep Upah antarahukum positif dan Islam adalah; pertama, prinsip keadilan (justice), dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan). 33
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna Bumi, 1997), cet. II, hal . 296
70
Berdasarkan hasil penelitian penulis melalui literatur, dapat disimpulkan bahwa perbandingan upah antara hukum positif dan hukum Islam sebagai berikut: No
Aspek
Hukum Positif
Hukum Islam
1
keterkaitan yang erat antara upah dengan moral
Tidak
Ya
2
Upah memiliki dua dimensi Dunia dan akherat
Tidak
Ya
3
Upah diberikan berdasarkan Prinsip Keadilan (justice)
Ya
Ya
4
Upah diberikan berdasarkan prinsip Kelayakan (KHL)
Ya
Ya
5
Upah ditentukan jumlah nominalnya
Ya
Tidak/berdasarkan keridoan diawal
Tabel 1. Perbandingan Konsep Upah antara Hukum Islam dan Hukum Positif
C. Analisis Kasus Seperti yang diberitakan pada beberapa media, mereka diperlakukan seperti budak, dari beberapa kesaksian mengatakan bahwa para buruh dipaksa bekerja dengan waktu tak terbatas, mulai bekerja dinihari dan berakhir tengah
71
malam, mereka tidak bisa beribadah dan disiksa kalau bekerja tidak giat.34 Selain perampasan hak atas buruh di atas, hak lain dari buruh juga dirampas seperti ditempatkan pada tempat yang tidak layak berupa ruang tertutup 8 x 6 meter, tanpa ranjang tidur, hanya ada alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, terdapat fasilitas kamar mandi yang jorok dan tidak terawat. Dan rata-rata dari mereka tidak mandi serta tidak berganti baju selama tiga bulan.35 Dari hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa industri tersebut tak memiliki izin industri dari instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Tangerang. Usaha itu hanya mengantongi Surat Keterangan usaha dari Kecamatan Cikupa. Petugas kepolisian pun menemukan beragam temuan mengejutkan. Berikut temuantemuan itu: a) Tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup sekitar 8m x 6m, tanpa ranjang tidur, hanya alas tikar, kondisi pengap, lembab, gelap, kamar mandi jorok dan tidak terawat. b) Telepon genggam, dompet, uang, dan pakaian yang dibawa buruh ketika pertama kali datang bekerja di tempat itu disita lalu disimpan YK dan istrinya tanpa argumentasi yang jelas. c) Gaji tidak diberikan, sementara buruh sudah bekerja lebih dari 2 bulan, dijanjikan Rp 600 ribu per bulan. 34
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-DipaksaKerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB 35
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-Panci-DipaksaKerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
72
d) Terdapat 6 buruh yang disekap, dengan kondisi dikunci dari luar. e) Pakaian yang digunakan buruh cenderung kumal, tidak diganti berbulanbulan, robek dan jorok. f) Kondisi badan buruh juga tidak terawat, rambut coklat, kelopak mata gelap, berpenyakit kulit kurap atau gatal-gatal, tampak tidak sehat. g) Buruh diperlakukan kasar dan tidak manusiawi. Hak-hak terkait kesehatan dan berkomunikasi tida diberikan oleh pemilik usaha. h) Ada 4 buruh yang masih berumur di bawah 17 tahun, status anak.36 Dari data yang didapat oleh penulis, hal itu terjadi berawal dari ketidakjelasannya hubungan kerja dan pembagian kerja antara pengusaha pabrik dengan para buruh CV. Cahaya Logam. Diperparah dengan perjanjian kerja yang tidak jelas sekaligus tidak tertulis, hal ini menyebabkan para buruh tidak bisa menolak perjanjian kerja yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan manakala perjanjian kerja tersebut tidak tertulis. Hal demikianlah yang menyebabkan antara buruh dengan majikan (pengusaha) tidak seimbang baik hubungan kerja maupun pembagian kerjanya. Pada dasarnya hubungan maupun pembagian kerja merupakan aspek terpenting dalam suatu perusahaan, karena dalam suatu perusahan haruslah jelas hubungan kerja serta pembagian kerja antara pekerja satu dengan yang lainnya 36
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Buruh.Dise kap.BarangDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source=WP&utm_medium=Ktpidx &utm_campaign=%20Perbudakan%20Di%20Tangerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB
73
atau bahkan hubungan pekerja dengan pengusaha/atasannya. Jika hubungan dan pembagian kerja tidak jelas maka akan terjadi penyimpangan di sana-sini. Kasus ini merupakan salah satu contoh dari hubungan kerja dan pembagian kerja yang tidak Jelas yang tidak melakukan perjanjian-perjanjian sebelumnya sehingga pengusaha atau pemilik pabrik kuali dalam hal ini CV. Cahaya Logam melakukan tindakan semena-mena kepada para pekerja layaknya seorang budak dan tidak sesuai dengan prikemanusiaan. Disamping karena perjanjian yang tidak jelas menjadi pemicu awal, upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam juga tidak berdasarkan Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, sebagaimana di tulis dalam pasal 8 “Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun”. Jadi seharusnya buruh pada waktu itu mendapatkan upah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional) pada Tahun 2013 Banten sebesar Rp. 1.187.500, sedangkan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000/perbulan,37 bukan Rp. 600.000/perbulan. Baik ketidakjelasan perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha dan problem pemberian upah di bawah UMP (Upah Minimum Provinsi), ternyata bila dilihat lebih jauh dalam hukum positif terkait perburuhan memberikan
37
http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB.
74
kelonggaran dalam perjanjian kerja yang tidak tertulis, secara jelas ketentuan Pasal 51 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan.38 Pasal ini memberikan penjelasan bahwa Perjanjian Kerja tidak diwajibkan untuk dituangkan dalam wujud tertulis, bisa saja dalam bentuk lisan. Menurut Agusmidah mengatakan bahwa perjanjian merupakan buah perlindungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, untuk itu seharusnya perjanjian kerja tertulis, tidak secara lisan.39 Karena hal itu berpotensi pada tidak terlindunginya hak-hak para buruh ketika terjadi persengketaan antara pekerja dan pengusaha. Hal ini pula yang memungkinkan para buruh/pekerja CV. Cahaya Logam di Kab. Tangerang tidak bisa berbuat apa-apa akan hak-haknya. Dari pokok permasalahan pertama terkait perjanjian kerja CV. Cahaya Logam tidak tertulis dan hanya lisan saja dari orang ke orang. Dimana dalam paradigma hukum positif memberikan kebebasan berkontrak terhadap penyedia kerja (perusahaan) dan pekerja. Sedangkan dalam prinsip Islam, sesuai bahwa perjanjian kerja tertulis merupakan sebuah keharusan susuai dengan Surat alBaqarah ayat 282, dimana dalam muamalah (termasuk perjanjian kerja) harus dicatatkan dan disaksikan sesuai yang telah dijelaskan pada bab di atas. Adapun permasalahan kedua dalam kasus perbudakan di daerah Sepatan Timur Kab. Tangerang yaitu terkait upah yang diberikan oleh CV. Cahaya 38
Pasal 51 ayat 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Agusmidah, dkk, Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 2012), hal. 26 39
75
Logam tidak berdasarkan kesepakan kedua belah pihak sebelumnya yaitu sebesar Rp. 1.500.000, dan tidak sesuai dengan UMP daerah Kab. Tangerang kala itu yaitu sebesar Rp. 1.187.500, namun memberikannya sebesar Rp. 600.000. hal ini secara hukum positif tidak dibenarkan karena diluar batas kebutuhan hidup layak (KHL), Hal itu sesuai dengan pasal 88 ayat (4) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa:
“Pemerintah
menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.40 Frasa ini membuat jelas bahwa dalam penetapan upah minimum titik tolak yang digunakan mengacu pada kebutuhan hidup layak yang diputuskan oleh Gubernur.41 Yang mana UMR Banten yang putuskan pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp. 1.187.500, sedangkan UMK (upah minimum kabupaten/kota) dalam hal Ini Kab. Tangerang sebesar Rp 2.200.000/perbulan,42 bukan Rp. 600.000/perbulan. Sangat jelas Praktek CV. Cahaya Logam terhadap para buruhnya tidak sesuai dengan hukum positif Indonesia. Berbeda dengan hukum Islam, pemberian upah di bawah UMR sendiri boleh-boleh saja, namun yang terpenting harus memperhatikan beberapa prinsip seperti mempertimbangkan upah pada: a) haruslah mencukupi kebutuhan dasar pekerja; b) kebutuhan jumlah anggota keluarga c) pemberian upah harus 40
Pasal 88 ayat 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Lihat Pasal 8 Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. 42 http://fspmiptbi.org/daftar-umr-ump-umk-tahun-2013, pada tanggal 22 November 2013 pukul 19. 40 WB. 41
76
berdasarkan prinsip-prinsip yang wajar,43 dan, d) harus sesuai dengan akad di awal, jika terjadi kesepakatan kedua belah pihak. Artinya CV. Cahaya Logam berhak saja memberikan upah dibawah UMR, namun praktek yang dilakukannya telah mencederai perjanjian kerja di awal yaitu upah sebesar Rp. 600.000. Dan perlu diingat bahwa konsep keabsahan upah dalam hukum Islam dilihat dari dengan aqid (orang yang berakad), ma‟qud „alaihi (barang yang menjadi obyek akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-„akad).44
43
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna Bumi, 1997), cet. II, hal . 296 44 Ahmad Falih, Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan Konsumsi, (Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah, 2007), hal. 28
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah beberapa uraian dan penjelasan dari skripsi ini, penulis menemukan beberapa kesimpulan yang didapat sesuai dengan rumusan masalah adalah:
1. Menurut hukum positif perjanjian kerja merupakan dasar hukum yang paling utama dalam hubungan kerja. Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan sesuai dengan Pasal 51 (1) UUK yang menyatakan bahwa Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. Meskipun demikian, ketentuan pasal 54 (1) UUK setidak-tidaknya harus mencakup: a) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c) jabatan atau jenis pekerjaan; d) tempat pekerjaan; e) besarnya upah dan cara pembayarannya; f) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i) tanda tanggan para pihak dalam perjanjian kerja. Dalam pembuatan perjanjian kerja pengusaha bertanggung jawab atas segala hal atau biaya yang diperlukan. Sesuai dengan peraturan perundangan-undangan di Indonesia bahwa dasar dari perjanjian kerja adalah: a) adanya kesepakatan kedua belah
77
87
pihak; b) adanya kemampuan atau kecakapan para pihak untuk melakukan perbuatan hukum; c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan oleh pengusaha; d) Bahwa pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan yang berlaku. Dalam hukum Islam perjanjian kerja dikenal dengan istilah al-aqd (perjanjian), dimana ia merupakan sebuah perikatan ijab dan kabul yang dibenarkan sesuai dengan syari’i yang menetapkan keridhoan kedua belah pihak. Disamping itu perjanjian kerja menurut hukum islam harus memenuhi kriteria syarat dan rukun secara syari’i. Hukum Islam juga membenarkan dalam tertulis tidaknya perjanjian kerja, namun sebuah keharusan perjanjian kerja tertulis, karena berdasarkan sebuah ayat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan terdapat pula dalam sebuah kaidah al-kitabah ka al-khitab (adapun tulisan dalam perjanjian sama seperti sebuah ucapan. 2. Sistem pengupahan di Indonesia didasarkan melalui mekanisme konsultasi tripartit dalam menetapkan upah minimum antara wakil pengusaha, wakil pekerja dan wakil dari pemerintahan dengan mempertimbangkan Nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dan perlu diingat bahwa upah yang diberikan oleh pengusaha dilarang membayarkannya lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan.
87
Sedangkan dalam hukum Islam, upah berkaitan dengan konsep Moral, sementara hukum positif tidak. Kedua, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan Pahala, sementara hukum positif tergantung pada nilai kebutuhan hidup layak pertahunnya. Adapun persamaan kedua konsep Upah antara hukum positif dan Islam adalah; pertama, prinsip keadilan (justice), dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan). 3. Kasus yang terjadi pada CV. Cahaya Logam Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang bermasalah pada tidak tertulisnya perjanjian kerja (hanya melalui lisan saja dari orang ke orang dan pemberian upah di bawah UMR. Untuk perjanjian kerjanya, diperbolehkan menggunanakan lisan atau tulisan hal itu sesuai dengan pasal 51 undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, sedangkan dalam hukum Islam melihat kasus CV. Cahaya Logam, bahwa perjanjian kerja tidak tertulis merupakan sebuah kelalaian karena sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 282, pada prinsip muamalah (termasuk perjanjian kerja) harus dicatatkan dan disaksikan guna membuktian jika dikemudian hari terjadi persengketaan. Mengenai praktik upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam kepada buruh di bawah UMR, serta merampas hak-hak kebebasan buruh dan lain-lain, hukum positif melarang hal itu dan bisa dipidana. Tidak berbeda jauh dengan pandangan hukum Positif, bahwa hukum Islam melihat kasus perbudakan di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang, yang memberikan upah di bawah UMR diperkenankan.
78
Diperbolehkan dengan mempertimbangkan yang lainnya dan harus sesuai dengan akad di awal. Adapun hukum positif melarang praktik upah yang diberikan oleh CV. Cahaya Logam sebesar Rp. 600.000, karena tidak sesuai dengan UMP daerah Kab. Tangerang kala itu yaitu sebesar Rp. 1.187.500.
B. Saran-saran Setelah memperhatikan beberapa kesimpulan hasil analisis yang didapat menurut penulis dirasa perlu memberikan beberapa saran terkait analisis kasus perburuhan di daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang, yaitu: 1. Sudah seyogyanya undang-undang perburuhan dilakukan revisi terkait pasal 51 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang membenarkan perjanjian kerja bisa dibuat lisan dan tulisan, hal itu memicu ketidakpastian hukum. Disamping itu, memberikan celah kepada pihak pengusaha untuk merampas hak-hak buruh seperti yang terjadi Sepatan Timur Kab. Tangerang. Hal itu juga tidak sesuai dengan prinsip yang digariskan oleh Islam. 2. Terkait upah sendiri, disarankan upah dalam hukum positif memperhatikan lebih komprehensif terhadap pihak keluarga pekerja dan kebutuhan lainnya. Hal itu sesuai dengan prinsip Islam. 3. Selain masalah perjanjian kerja dan upah, sudah selayaknya upaya pengawasan terhadap pengusaha dalam memperlakukan buruh di Indoensia menjadi prioritas utama. Kasus perbudakan yang terjadi di daerah Kec.
78
Sepatan Timur Kab. Tangerang membuat pemerintah, DPR, dan masyarakat seharusnya bekerja sama untuk saling megawasi sistem perbudakan gaya baru di era modern.
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku: Abbas, Afifi Fauzi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Adelina Offset. 2010. Agusmidah, dkk. Bab-Bab Tentang Hukum Perburuhan Indonesia. Jakarta: UI Press. 2012. Afzalurrahman. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta: Yayasan Swarna Bumi. 1997. Asikin, Zainal. Agusfian Wahab. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: Raja Grafindo. 1993. Asyhadie, Zaeni. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra. Juz. VI Bukhari Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al-Mugirah bin al-Bardizbah, Shahih al-Bukhari. Bairut: Dar Ibn Katsir, `1407H/1987M Amrullah, Ahmad SF, Dkk. Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Gema Insani Press. 1966 Arikunto, Suharsimi. Perosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2006. Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi. Filsafat Hukum Islam, cet III. Jakarta: Bulan Bintang. 1988. Boisard, Marcel A. Humanisme dalam Islam, edisi terj. Jakarta: Bulan Bintang. 1980. Dahlan, M. Abdullah Ahmed an-Naim: Epistimologi Hukum Islam. Indonesia: Pustaka Pelajar. 2009. Djulmiaji, F.X. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika. 2008. Falih, Ahmad. Pengaruh Besarnya Upah Buruh Tani terhadap Perilaku Kerja dan Konsumsi. Jakarta: Pasca Sarjana Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah. 2007. Goenawan, R. Oetomo. Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Grhadika Binangkit Press. 2004 82
83
Haq, Hamka. Falsafah Ushul Fiqh. Ujung Pandang: Yayasan al-Ahkam. 1998. Husni, Lalu. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Grafindo Persada. 2003. Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing. 2008. Lopa, Baharuddin. Hak-Hak Asasi Manusia dalam al-Qur’an. Yogyakarta: Dana Bakti Prima. 1996. Mahmasani, Sobhi. Falsafah al-Tasyri al-Islami, terj. Ahmad Sudjono, SH., Bandung, Al-Ma’rif. 1981. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2011 Mth, Asmuni. Beberapa Catatan Tentang Akad. Yogyakarta: FIAI-UII. 2009. Mukhtar, Yahya dan Fathurrahman. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam. Bandung: PT Al-Maarif. 1986. Munawi, Faidhul Qodir. Tt: Tp.T.th. Juz. I Na’im, Abdullah A. Toward and Islamic Reformation: Civil Libertes, Human Right and International Law. Syracuse: SyracuseUniversity Press. 1990. Nurimansyah, Haribuan. Upah Tenaga Kerja Dan Konsentrasi Pada Sektor Industry. Prisma: No. 5 Th. X Mei 1981. Quzwaini, Muhammad ibn Yazid Abu Abdullah. Sunan Ibn Majah. Beirut: Daar al-FIkr. t.th. Juz. II Romy, Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1990. Royen, Ilmu Uti, Perlindungan Hukum terhadap Pekerja atau Buruh Outsourcing; studi kasus di Kab. Kepatang. Semarang: Program Magister Ilmu Hukum. 2009. Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Beirut: Daar al-Tsaqafah al-Islamiyyah. T.th. Juz. III
84
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah 12, alih bahasa Kamaluddin A . Marzuki. Bandung: al-Ma’arif. 1996 Setia, Tunggal Hadi. Seluk-Beluk Hukum Ketenagakerjaan, (Tt: Harvarindo, 2014) Sudjana, Edgi. Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia. Jakarta: Renaisan. 2005. Sutedi, Adrian. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika. 2009. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003. Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan. 1999. Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Rajagrafindo. 2008. Tasbih. Konsep Islam dalam Menghapuskan Perbudakan: analisis tematik terhadap hadits-hadits Perbudakan. Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008 Warassih, Esni. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: PT. Suryandaru Utama. 2005. YLBHI. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta: YLBHI. 2014.
Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak Keputusan Presiden No 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan Internet: http://www.tempo.co/read/news/2013/05/04/064477938/Buruh-Pabrik-PanciDipaksa-Kerja-Seperti-Budak. diakses pada tanggal 04 Mei 2013 Pukul 17:50 WIB
85
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/05/04/04215157/Parah.Puluhan.Bu ruh.Disekap.BarangDisita.dan.Hak.Tak.Dipenuhi.di.Tangerang?utm_source= WP&utm_medium=Ktpidx&utm_campaign=%20Perbudakan%20Di%20Tan gerang. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 Pukul 14.30 WIB http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1861. Diakses pada tanggal 29 Juli 2013, pukul 14:00 WIB. http://m.inilah.com/read/detail/1985826/inilah-kronologis-terbongkarnyaperbudakan-buruh. Diakses pada tanggal Minggu, 5 Mei 2013 pada pukul 12:26 WIB.
I
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG SEPATAN TIMUR Jl. Manungggal 29-31 No. 124 Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Provinsi Banten Kode Pos 15520
SURAT KETERANGAN Yang bertanda tangan dibawah ini Kepala Desa Lebak Wangi Kecamatan Sepatan Timur Kabupaten Tangerang menerangkan bahwa: Nama
: Hasan Aziz
Nim
: 108043100024
Fakultas
: Syariah dan Hukum
Jurusan
: Perbandingan Mazhab Fiqih
Tahun akademik
: 2014/2015
Telah melakukan penelitian sehubungan dengan penyusunan skripsi dengan judul: “PERLINDUNGAN TENAGA KERJA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF” (Analisis Kasus Perbudakan di Pabrik Kuali CV. Cahaya Logam di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang) Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya untuk digunakan sebagaimana semestinya. Tangerang, 3 Mei 2015 Kepala Desa Lebak Wangi
II
Wawancara I Kronologis Tentang Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Interviewer
: Hasan Aziz
Narasumber
: Kepala Desa Lebak Wangi
Hari/Tanggal
: Senin, 4 Mei 2015
Waktu dan Tempat
: 10.00 WIB s/d Selesai Kp. Bayur Ds. Lebak Wangi Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang
1. Sepengetahuan bapak / ibu, bagaimana awal mula korban untuk mendapat pekerjaan di CV. Cahaya Logam? Yang saya tahu, kerja disitu gak pake lowongan kerja, si Yuki (pemilik usaha) nyuruh temannya nyari orang untuk jadi pekerja dipabriknya. Jadi si yuki nyebar anak buahnya kepelosok daerah dan menawarkan pekerjaan kepada warga kampung. Sesuai dengan perintah si yuki, jika yang dibutuhkan 5 orang, maka anak buahnya harus cari 5 orang untuk dipekerjakan dipabriknya, kan bukan cuma 1 orang dia nyebar anak buahnya, kalo yang disebar 4 orang, terus masing-masing suruh bawa 5 kan udah 20. 2. Apakah bapak / ibu tahu bentuk kerja / jenis pekerjaan di CV. Cahaya Logam? Kerjaan mereka membakar dan melebur alumunium oil, terus dijadiin batangan buat bahan pembuatan peralatan dapur, seperti panci dan kekenceng. 3. Sepengetahun bapak / ibu, berapakah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di CV. Cahaya Logam? Kabar yang beredar Simpang siur, ada yang bilang 25, 32, dan juga 34, tapi yang pastinya waktu ada penggerebegan jumlah mereka ada 33, kan yang 2 lagi kabur buat laporan ke kepolisian bahwa ada penyiksaan buruh di daerah lebak wangi tangerang.
III
Mereka berasal dari daerah sekitar Banten, Pandeglang, Cianjur dan Lampung. Tapi kebanyakan dari mereka berasal dari Lampung Utara. 4. Menurut bapak / ibu, apa alasan mereka bekerja di CV. Cahaya Logam? Semua alasan orang bekerja pasti buat menutupi kebutuhan hidupnya, begitupun para buruh yang bekerja di pabrik kekenceng, mereka rata-rata orang gak mampu dan sebagian lagi dari mereka anak-anak yang putus sekolah, jadi ketika ada orang yang mengajak mereka untuk bekerja di daerah kawasan industri Tangerang dengan gaji yang lumayan, tanpa pikir panjang mereka pun menyanggupinya. Apalagi namanya orang pasti butuh duit buat melangsungkan hidup, mangkanya mereka mau kerja disitu. 5. Pada tahun berapakah mereka mendapat penawaran atau kontrak kerja di CV. Cahaya Logam? Perkiraan Sekitar tahun 2011 mereka kerja disitu, tapi tidak berbarengan datangnya, ada yang datang di awal bulan, ada lagi yang datang di pertengahan dan akhir bulan, ada juga yang datang di bulan selanjutnya, tergantung tangan kanan yuki bawa orangorang desanya. 6. Apakah hubungan kerja yang disepakati antara CV. Cahaya Logam dengan pihak pekerja (buruh) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis atau tidak? Kayanya disitu mah gak pake perjanjian kerja tertulis de, dari mulut ke mulut aja. Asal tahu gajinya berapa dan kerjanya apa, ya udah deal, mereka langsung kerja. 7. Apakah CV. Cahaya Logam memberikan ketentuan hak dan kewajiban kepada pihak pekerja? Awalnya sih diberikan, tapi kesininya katanya para atasan makin semena-mena, gak boleh lihat pekerja lelah sedikit, tangan langsung main kasar, sampai mereka takut dan akhirnya jadi budak tanpa gaji. 8. Sepengetahuan bapak, apakah CV. Cahaya Logam memberikan perlindungan, pengupahan
dan
kesejahteraan
menurut
perundangan
Indonesia
(hukum
ketenagakerjaan)? Layaknya pengusaha yang memiliki karyawan, mereka kasih angin syurga dulu bagi para pekerja, yaaa… sesuai dengan ketentuan perusahaan yang wajib memberikan IV
perlindungan dan upah hasil kerja usaha pekerjanya, pertama diberikan sesuai omongan ketika perekrutan, terhitung sampai para pekerja merasa nyaman, baru sedikit demi sedikit mereka press dengan hardikan dan main tangan ketika terjadi kesalahan atau kelalaian, sampai mereka takut dan akhirnya tunduk. 9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja (buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu? Sepengetahuan saya, mereka di gaji 1 bulan kurang lebih 600 ribu, disitu juga kena potongan gantungan sebesar kurang lebih 20 ribu, dan jika ditanya gajinya diatas atau dibawah UMR, itu sudah jelas-jelas dibawah UMR. 10. Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)? Mereka digaji setiap bulannya dengan pembayaran secara langsung. Makan, rokok, dan segala macam jajanan diambil dari gaji pokok, dari sisa gajinya pun ada potongan dengan alasan tabungan, itu bisa diambil ketika mereka mau pulang kerumah. Biasanya mereka pulang waktu lebaran idul fitri atau semisalnya ada dari pihak keluarga yang tertimpa musibah, atau ada saudara yang hajat dikampung.
11. Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar sisi kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut? Kalau melihat tempat yang dijadikan mes (tempat istirahat) para buruh memang tidak layak, rumah dia (Yuki) itu megah dan tingkat, di sampingnya ada gudang yang ukurannya kurang lebih 8x6, bekas tempat rongsokan yang ditumpukkan untuk didaur ulang sebagai bahan pembuatan panci dan kekenceng, tempat itulah yang dijadikan tempat istirahat untuk para buruh. Karena bangunan yang tak terurus, kamar mandinya pun kumuh dan saluran airnya pun tersendat, mungkin itu yang menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit pada buruh, karena para buruh gak pernah mandi dikarenakan sanyo rusak, adapun kekerasan fisik yang dilakukan para mandor (pengawas dan penjaga) dikarenakan melihat kerja buruh yang lambat dan alasan karena kelelahan, di antara mereka pun ada yang sempat melakukan perlawanan hingga akhirnya di gebukin oleh para teman mandor lainnya. 12. Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam, apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang? Katanya sih si korban kabur dan sempat lapor ke kepolisian Sepatan, akan tetapi sikorban malah dibawa lagi ke tempat asal-muasal dia bekerja, karna sebelumnya si pemilik pabrik sudah telepon “kalau ada orang yang laporan ke kepolisian dari pekerja V
kekenceng, tolong bawa lagi ke tempat kerja”. Ya mungkin mereka sudah saling kenal, karna banyak sih dari wargapun tahu kalau setiap malamnya ada aja polisi yang patroli kesitu, pada akhirnya ada pekerja yang kabur terus balik ke kampung dan membongkar kasus perbudakan yang terjadi di Sepatan Timur Tangerang, hingga akhirnya lurah kampung sana yang dibantu dengan kepolisian disana datang dan menggerebek tempat itu.
Mengetahui,
Tangerang, 4 Mei 2015
VI
Wawancara II Kronologis Tentang Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Interviewer
: Hasan Aziz
Narasumber
: Ketua RT Bayur Opak
Hari/Tanggal
: Rabu, 5 Mei 2015
Waktu dan Tempat
: 14.00 WIB s/d Selesai Kp. Bayur Opak Ds. Lebak Wangi Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang
1. Sepengetahuan bapak / ibu, bagaimana awal mula korban untuk mendapat pekerjaan di CV. Cahaya Logam? Pihak dari CV. Cahaya Logam mencari pekerja keluar daerah, dapat 2 atau 3 orang lalu dipekerjakan, dan nanti disuruh ngajak teman-temannya untuk ikut bekerja. 2. Apakah bapak / ibu tahu bentuk kerja / jenis pekerjaan di CV. Cahaya Logam? Mereka berangkat pagi pulang sore untuk melakukan pembakaran alumunium dilapangan yang ada tidak jauh dari pabrik, yang nanti dilebur untuk dijadikan bahan panci, kuali, kekenceng dll. 3. Sepengetahun bapak / ibu, berapakah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di CV. Cahaya Logam? Saya agak kurang tau, karna mereka tidak ada laporan terlebih dahulu ke pihak Rt kalau memang mau kerja dan menetap disini, biar nanti kalau ada permasalahan saya bisa ikut membantu. Tapi menurut laporan yang saya terima, jumlah pekerja yang ada disitu ada 27 orang, ditambah 6 orang pekerja yang sakit yang di sekap dalam kamar, dan 2 orang lagi yang melarikan diri. 4. Menurut bapak / ibu, apa alasan mereka bekerja di CV. Cahaya Logam?
VII
Pertama memang posisi yang pengangguran dan keadaan yang memperihatinkan masalah ekonomi hidup membuat mereka harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, di waktu yang bersamaan datang utusan yang di sebar yuki untuk mencari orang agar bisa bekerja dipabriknya, dengan iming-iming gaji yang cukup lumayan, akhirnya mereka mau ikut kerja di Tangerang.
5. Pada tahun berapakah mereka mendapat penawaran atau kontrak kerja di CV. Cahaya Logam? CV. Cahaya Logam membuka usaha sekitar tahun 1999, pemilik usaha mengontrak tanah kosong yang cukup luas di daerah bayur opak selama 8 tahun untuk usahanya, baru tahun 2007/2008 ia memindahkan usahanya itu disekitar rumahnya, dan orangorang yang menjadi korban kemarin diperkirakan masuk kerja sekitar pertengahan tahun 2011. 6. Apakah hubungan kerja yang disepakati antara CV. Cahaya Logam dengan pihak pekerja (buruh) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis atau tidak? Di situ mah Cuma lewat omongan aja, gak pake perjanjian tertulis, soalnya disini juga pernah ada yang kerja disitu, Cuma ngajak kerja disebutin gajinya berapa, ya udah langsung kerja aja. Tapi dulu mah sistemnya borongan, kerja tergantung adanya pesanan. 7. Apakah CV. Cahaya Logam memberikan ketentuan hak dan kewajiban kepada pihak pekerja? Diberikan, memang pabriknya begitu ketat begitupun atasannya tegas dan galak, jadi ketika ada yang hendak melaksanakan shalat atau gak masuk kerja karna gak enak badan mereka takut untuk meminta izin dan terpaksa meneruskan pekerjaan. 8. Sepengetahuan bapak, apakah CV. Cahaya Logam memberikan perlindungan, pengupahan
dan
kesejahteraan
menurut
perundangan
Indonesia
(hukum
ketenagakerjaan)? Semua yang diperlukan karyawan diberikan, tapi hanya diawal. Mula-mula bekerja gaji itu turun, bahkan katanya mereka diperlakukan baik, mereka ditatar bagaimana cara peleburan bahan dan cara membentuknya menjadin sebuah kuali, sampai akhirnya seiring berjalannya waktu mungkin keluar sifat aslinya, sampai akhirnya terjadilah kejadian ini. VIII
9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja (buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu? Menurut laporan, mereka digaji 600 ribu. Pastinya itu dibawah UMR. 10. Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)? CV. Cahaya Logam memakai sistem kontrak, dan setiap bulan pekerja terima gaji dan sebagian gajinya dipotong untuk gantungan. Gantungan itu baru turun ketika pekerja hendak pulang atau berhenti bekerja. 11. Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar sisi kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut? Nah itu yang disayangkan, awal meraka datang pun tak ada laporan ke Rt, namanya orang jauh datang ke kampung orang seharusnya ada laporan, itu juga kan buat keselamatan dia. Jadi sekiranya ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi Rt bisa bantu. Seperti yang ramai diperbincangkan, para buruh diperlakukan semau mandor. Disiksa mungkin karna ada sebabnya, seperti barang banyak akan tetapi pekerjanya malasmalasan, terkadang pekerjanya ngeyel (susah diatur) dan ada juga yang ketika dimarahi melakukan perlawanan, mungkin itu yang memicu terjadinya penyiksaan
12. Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam, apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang? Seperti tadi apa yang sudah saya bilang, pabrik itu ketat begitu juga atasannya tegas dan galak, sampai ada yang sakitpun mereka dikunci di dalam ruangan, mungkin korban yang kabur dan laporan kemarin nekat karna gak kuat kerja di pabrik itu, dan dia juga merasa kasihan dengan teman-temannya yang lain, mangkanya dilaporin kepihak yang berwajib.
IX
Mengetahui,
Tangerang, 5 Mei 2015
X
Wawancara III Kronologis Tentang Kasus Perbudakan Di Pabrik CV. Cahaya Logam Di Daerah Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang Interviewer
: Hasan Aziz
Narasumber
: Warga/Pekerja
Hari/Tanggal
: Jum’at, 8 Mei 2015
Waktu dan Tempat
: 16.30 WIB s/d Selesai Kp. Bayur Ds. Lebak Wangi Kec. Sepatan Timur Kab. Tangerang
1. Sepengetahuan bapak / ibu, bagaimana awal mula korban untuk mendapat pekerjaan di CV. Cahaya Logam? Bos yuki nyuruh saudaranya cariin Orang buat jadi karyawan dipabriknya, dan nanti saudaranya nyuruh anak buahnya nyari orang ke daerah pedalaman, dengan dijanjikan kalau bisa dapat banyak rekrutan, nanti bakal dikasih duit lebih, orang jauh gak boleh harus orang deket. Mungkin dia berpikir kalo orang sini udah tahu duit mangkanya dia suruh cari yang jauh. 2. Apakah bapak / ibu tahu bentuk kerja / jenis pekerjaan di CV. Cahaya Logam? Dulu tugas kami mengumpulkan rongsokan berupa besi, tembaga, stainless dan alumunium untuk kemudian kami lebur dan dijadikan bahan baku produksi, setelah itu kami panaskan dengan suhu perkiraan diatas 2000 derajat, dan kalau sudah mencair buru-buru kami tuangkan ke dalam cetakan kuali, kekenceng dan panci, terus ditutup pake tanah, selang beberapa saat, cetakan diangkat dan dilakukan penghalusan, buat proses terakhir dilakukan finishing biar keliatan bagus dan menyempurnakan bentuk barang. Dalam sehari kami biasa melakukan dua kali pengecoran yakni pada pagi dan siang, kalo lembur dan banyak pesanan, biasanya kami lakukan pengecoran sampe malam. 3. Sepengetahun bapak / ibu, berapakah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di CV. Cahaya Logam?
XI
Disitu mah gak banyak, pas waktu saya kerja aja Cuma ada 21 orang. 13 0rang sebagai pengolah bahan, sisanya di bagian pembentukan. Kalo ngeliat korban kemarin sih agak cukup banyak, kalo gak salah semuanya ada 35 orang. 4.
Menurut bapak / ibu, apa alasan mereka bekerja di CV. Cahaya Logam? Yaaa… buat nutupin segala kebutuhan hidup kan pake duit, nyari kerjaan susah bang, ya mumpung ada yang ngajak ikut aja, lumayanlah buat makan ngeroko mah.
5.
Pada tahun berapakah mereka mendapat penawaran atau kontrak kerja di CV. Cahaya Logam? Saya kerja dari tahun 2009, di situ mah harus kuat mental, kerjanya extra dan gak kenal lelah, istirahat Cuma cukup buat makan sama ngeroko sebatang, sisanya kerja. Lembur kerja ada dihari jum’at dan sabtu, sedangkan minggu libur, saya gak tinggal di mes (tempat peristirahatan yang disediakan pihak pabrik), jadi saya berangkat jam 7 pulang jam 7, kadang sampai jam 10 kalo lagi lembur. Waktu itu tahun 2010-an akhir ada pengurangan karyawan, dan saya masuk daftar pengurangan itu, termasuk 2 teman saya orang bayur bambu, Waktu saya mau cabut dari itu pabrik, memang pesanan lagi banyak, mungkin bos yuki udah nyiapin tenaga baru kali buat ngurusin pesanan diluaran. Ya mungkin itu korbankorban yang kemarin.
6.
Apakah hubungan kerja yang disepakati antara CV. Cahaya Logam dengan pihak pekerja (buruh) dilakukan dengan perjanjian kerja tertulis atau tidak? Waktu zamanan saya mah kaga bang, di omong udah siap kerja, saya jawab siap, dibilangin gaji 350/2 minggu dan dipotong 50 ribu untuk uang makan saya jawab siap, tapi pas waktu itu saya bilang kalo rumah saya deket, saya makan dirumah aja, jadi saya minta dibayar full. Yang orang sini kerja disitu bisa di hitung jari, sisanya tau orang mana.
7. Apakah CV. Cahaya Logam memberikan ketentuan hak dan kewajiban kepada pihak pekerja? Dikasih ya di kasih, tapi kadang waktu pembayaran hasil kerja sering kurang, tak sesuai dengan pembicaraan di awal. Kalau komplen pasti dibentak dengan alasan nanti bakal dibayar . 8. Sepengetahuan bapak, apakah CV. Cahaya Logam memberikan perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan menurut perundangan Indonesia (hukum ketenagakerjaan)?
XII
Diberikan sih, buat yang mau tidur di sediakan mes, emang agak kumuh sih tempatnya, kotor dan jember juga. Itu jadi alasan kedua saya kenapa gak mau tidur di mes, ya yang pertama karna rumah saya dekat dan yang kedua mesnya emang gak layak. Kalo gajian juga antri dibayarnya juga, gak kaya zaman sekarang, pabrik-pabrik kalo ngegaji lewat ATM, udah pada kaya bos aja “hahahaha”. 9. Berapakah besaran upah yang dijanjikan oleh CV. Cahaya Logam untuk para pekerja (buruh)? Apakah mendapatkan di atas UMR/UMK/ atau di bawah itu? Kalo zamanan saya bersihnya 400 ribu, Cuma kalo yang korban kemarin sih katanya 600 ribu, ya pasti dibawah UMR bang. 10. Bagaimanakah cara pembayaran upah CV. Cahaya Logam kepada pihak pekerja (buruh)? Manual aja, tiap bulan pekerja digaji lewat cara absen. 11. Seperti yang kita tahu, CV. Cahaya Logam memperlakukan para pekerja (buruh) di luar sisi kemanusiaan, seperti apa saja bentuk perlakuan tersebut? Kalo ada kesalahan paling diomelin dan gentak, kalo kelihatan lagi kerja ada yang ngobrol biasanya ditimpah pake sisa bahan, cuma gak tahu deh kalo yang kemarin, katanya sih ditampar, ditendang, disundut pake rokok, dan ada juga yang dikurung. Mungkin zaman kerja mereka lebih parah kali dibanding zamanan saya, untungnya saya gak ngerasain. 12. Setelah mengetahui perlakukan buruk seperti perbudakan dari pihak CV. Cahaya Logam, apakah korban tidak melaporkan kepada yang berwenang? Kalo waktu saya sih gak ada yang lapor, karena menurut saya wajar dia marah, mereka kesal karna kerjanya gak beres, kadang ada panci yang udah selesai, tapi pas diperiksa bagian bawahnya keropos karna digetoknya terlalu kencang ketika pembuatan. Ada juga yang kulit dasar alumuniumnya pecah karna suhu pembakarannya terlalu tinggi. Tapi waktu kemarin mungkin sudah terlalu parah penyiksaan yang diberikan para mandor kepada para buruh, hingga akhirnya korban ada yang lapor ke kepolisian dan akhirnya digerebek.
XIII
Mengetahui,
Tangerang, 8 Mei 2015
XIV