F a i z a h N o e r L a e l a | 112
Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam Vol. 02, No. 01, 2012 ------------------------------------------------------------------------------Hlm. 112 – 122
KONSELING PERKAWINAN SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MEMBENTUK KELUARGA BAHAGIA Faizah Noer Laela Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya
Abstrak: Setiap keluarga mempunyai cita-cita hidup bahagia, konseling perkawinan (marriage conseling) adalah upaya membantu pasangan (calon suami istri) oleh konselor professional sehingga dapat berkembang dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi melalui cara-cara saling menghargai , toleransi dan komunikasi sehingga tercapai motivasi kehidupan keluarga yang bahagia.sebagai bidang kajian yang menjadi cakupan dalam konseling perkawinan antara lain: (1) kesulitan memilih jodoh, atau sulit menentukan pilihan.(2) ekonomi keluarga yang kurang tercukupi, (3) perbedaan watak, temperamen dan perbedaan kepribadian yang terlalu tajam antara suami istri, (4) ketidak puasan dalam hubungan seksual, (5) kejenuhan rutinitas, (6) hubungan antar keluarga yang kurang baik, (7) ada orang ketiga (pil) atau (wil), (8) masalah harta atau warisan, (9) menurunnya perhatian dari kedua belah pihak suami istri, (10) dominasi orang tua atau mertua, (11) kesalah pahaman diantara kedua belah pihak, (12) poligami, dan(13) perceraian. Dengan melihat berbagai cakupan tersebut maka konseling perkawinan sebagai salah satu upaya yang memberikan bantuan pengembangan dengan melihat sisi dimensi kemanusiaan yang antara lain: (1) dimensi keindividualitas, (2) dimensi kesosialan, (3) dimensi kesusilaan dan (4) dimensi keberagaman (religiusitas). Kata kunci: konseling, perkawinan dan keluarga bahagia.
Pendahuluan Akhir-akhir ini banyak keluarga terganggu oleh berbagai masalah seperti masalah ekonomi, perselingkungan, kejenuhan, munurunnya kewibawaan orang tua karena mereka memperlihatkan prilaku yang kurang terpuji seperti mabuk-mabukan, berjudi sehingga membuat suami istri saling bermusuhan. Kebanyakan kasus-kasus seperti ini diajukan ke Pengadilan Agama yang menyelesaikan kasus-kasus keluarga hanya berdasar agama saja tanpa dianalisis dari sisi psikologis, yaitu seberapa jauh Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 113
perkembangan emosi suami istri yang bermasalah itu dapat mengancam keutuhan sebuah keluarga, disisi lain bagaimana komunikasi yang diciptakan sehingga timbul persoalan-persoalan kesalahpahaman diantara masing-masing pihak. Dari sinilah diusahakan agar masing-masing suami-istri itu dapat mengungkapkan perasaan, kemarahan, kesedihan, kekesalan, keterhinaan dan keterancaman.Ungkap seluasluasnya sehingga dia kembali normal. Jika hal ini terjadi maka akan muncul pikiran sehatnya. Dia akan ingat anak-anak akibat perceraian yaitu yang akan menderita adalah anak-anak, jika terjadi permufakatan maka perceraian dapat dihindarkan. Dari sinilah maka konseling perkawinan sebagai salah satu upaya untuk memberikan bantuan sehingga dapat terwujud keluarga bahagia. Konseling Secara etimologis istilah Konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “Consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari kata “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau menyampaikan1 Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman-pengalaman difokuskan pada masalah-masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan dalam hal ini adalah konselee, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam memecahkan masalah itu2. Konseling merupakan suatu proses dimana konselor membantu konselee untuk membuat interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan-pilihan, rencanarencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya3. Pendapat lain mengatakan konseling adalah upayauntuk membantu individu mengatasi hambatanhambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan yang optimal dari semua kemampuan yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.4Konseling diartikan sebagai proses pemberian bantuan dimana hubungan yang terjadi adalah hubungan antar pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dimana konselor melalui hubungan tersebut dengan segala kemampuan yang ada menyediakan situasi untuk belajar, dalam hal ini adalah belajar untuk memahami dirinya sendiri serta memperbaiki, demi terciptanya kondisi yang diinginkan.5 Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli ( konselor ) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah ( klien ) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. Dalam wawancara konseling tersebut, klien mengemukakan masalah-masalah yang sedang dihadapinya kepada konselor, dan konselor menciptakan suasana hubungan yang akrab dengan menerapkan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik 1. Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 1994 ), h. 99. 2. Jones A.J, Principles of Guidance and Pupil Personil Work (New York: Mc. Graw-Hill Book Company, 1959) 3. Shertzer B & Stone S.C, Foundamental of Counseling (Bouston: Houghton Mifflin Company, 1974 ). 4. Mc. Daniel H.B, Guidance in The Modern School ( New York: The Dryden Press, 1956). 5. Bernard H.W & Fullmer D.W , Principles of Guidance ( New York, Harper & Row Publisher, 1969) Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 114
wawancara konseling sedemikian rupa, sehingga masalahnya tersebut terjelajahi dari segala seginya, sehingga klien terangsang untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan menggunakan kekuatanya sendiri. Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli dalam hal ini adalah konselor kepada indvidu yang sedang mengalami sesuatu masalah dalam hal ini adalah konselee yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh konselee. Latar belakang diperlukannya konseling adalah berangkat dari hakekat manusia sebagai mahluk yang paling indah dan paling tinggi derajatnya sehingga mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa henti dari zaman ke zaman, dari situlah maka dimensi-dimensi kemanusiaan perlu dikembangkan dengan pertimbangan: pertama, antara individu satu dengan individu lain terdapat banyak perbedaan sebagai contoh perbedaan tersebut dilihat dari fisiknya misalnya badannya jangkung, hidungnya mancung, bibirnya tipis rambutnya ikal dan lain-lain, sedangkan perbedaan dilihat dari segi psikhis misalnya cara berfikirnya lamban, terlalu banyak pertimbangan, mudah tersinggung,sensitive dan lain-lain. Meski demikian juga ada persamaanya misalnya mempunyai hobbi yang sama yaitu membaca, jalan-jalan, makan pedas, kesamaan dalam persepsi dan lain-lain, nah dari sinilah bagaimana manusia menyikapi perbedaan-perbedaan tersebut sebagai keragaman yang dapat mewarnai kehidupan, dimensi inilah yang sering disebut dengan dimensi keindividualan atau individualitas.6Pengembangan dimensi keindividualan atau individualitas memungkinkan seseorang dapat mengembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal yang mengarah pada aspekaspek kehidupan yang positif, seperti misalnya bakat, minat, kemampuan dan berbagai kemungkinan. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu berdiri tegak dengan kepribadiaanya sendiri dengan aku yang teguh, positif, produktif dan dinamis.7 Pertimbangan kedua, semua orang memerlukan orang lain atau setiap individu tidak bisa lepas dari individu lain oleh karena itu pasti membutuhkan orang lain, anak kecil bahkan si jabang bayi yang baru lahirpun tak dapat bertahan hidup tanpa bantuan seorang ibu bahkan ayahnya. Disisi lain manusia dapat hidup dan berkembang tidak dapat lepas dari faktor lingkungan yang mempengaruhinya,oleh karena itu peranan individu satu dengan individu lain sangat besar. Sebagai contoh cerita si Tarsan kota, Tarsan adalah manusia yang dibesarkan di hutan dengan lingkungan sekitarnya adalah hewan yang akhirnya berkembanglah pribadi manusia si Tarsan tetapi karakternya adalah hewan, sehingga dari sinilah dapat dikatakan bahwa manusia akan menjadi manusia apabila ia hidup dan berkembang dalam lingkungannya. Dimensi ini sering disebut dengan dimensi kesosialan atau sosialitas.8
6. Prayitno, Konselor Masa Depan dalam Tantangan dan Harapan (Bandung: Rineka Cipta, 1990), hal. 12. 7. Prayitno, Dasar-dasar Konseling (Bandung: Rineka Cipta, 1994), hal. 16. 8. Ibid, halaman 13. Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 115
Perngembangan dimensi keindividualan atau individualitas seharusnya diimbangi dengan pengembangan dimensi kesosialan pada diri individu yang bersangkutan. Pengembangan dimensi kesosialan akan memungkinkan seseorang mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, bekerja sama, dan hidup bersama dengan orang lain. Kaitan antara dimensi individualitas dan dimensi kesosialan memperlihatkan bahwa manusia adalah sekaligus mahluk individu dan juga makhluk sosial. dimensi pribadi dan sosial saling berinteraksi dan dalam berinteraksi itulah keduanya saling tumbuh, berkembang, saling mengisi, dan saling menemukan makna yang sesungguhnya.9 Dimensi kesusilaan memberikan warna moral terhadap perkembangan dimensi pertama dan kedua.Norma, etika dan berbagai ketentuan yang berlaku mengatur bagaimana kebersamaan antar individu seharusnya dilaksanakan. Hidup bersama dengan orang lain, baik dalam rangka memperkembangkan dimensi keindividualan maupun dimensi kesusilaan, tidak dapat dilakukan seadanya saja, tetapi perlu diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga semua orang yang berada didalamnya memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari kehidupan bersama itu. Dimensi kesusilaan justru mampu menjadi pemersatu sehingga dimensi keindividualan dan kesosialan dapat bertemu dalam satu kesatuan yang penuh makna.10 Dapat dikatakan bahwa tanpa dimensi kesusilaan berkembangnya dimensi keindividualan dan kesosialan akan nampak tidak serasi, bahkan dapat dikatakan saling bertabrakan, sehingga berakibat yang satu cenderung menyalahkan yang lain. Perkembangan ketiga dimensi diatas memungkinkan manusia dapat menjalani kehidupan. Apabila ketiga dimensi itu dapat berkembang optimal tidak mustahil kehidupan manusia dapat mencapai taraf kebudayaan yang amat tinggi. Dengan ketiga dimensi itu manusia dapat hidup dengan sangat layak serta dapat mengembangkan tehnologi dan seni sehebat-hebatnya bahkan ia dapat mengarungi angkasa luar serta mampu mencapai bulan dan bintang sekalipun. Pertimbangan ketiga, kehidupan manusia tidak bersifat acak atau sembarangan, tetapi mengikuti aturan-aturan tertentu, hampir setiap kegiatan manusia baik secara individu atau perorangan maupun kelompok mengikuti aturanaturan tersebut.Aturan-aturan itu ada yang bersumber dari agama, sosial, budaya dan lain-lain.Sebagai illustrasi, manusia adalah berbeda dengan binatang, karena itulah manusia mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan serta mengadakan penyesuaian-penyesuaian ketika menghadapi situasi yang berubah-ubah, dari perubahan-perubahan itulah mengasilkan pola-pola perilaku tertentu. Demikian juga dalam pergaulan dengan orang lain atau di masyarakat aturan-aturan tersebut semakin diperlukan, sehingga bersama orang lain manusia atau individu tidak boleh sembarangan, tetapi harus saling menjaga, menghormati keyakinan masing-masing, menghargai pendapat, saling memberi dan menerima sehingga akan tercipta kehidupan bersama dalam masyrakat, demikian juga dalam suatu lembaga hubungan antara atasan dan bawahan hendaklah memperhatikan hak dan kewajiban, semua ini .9.
Ibid, halaman 11. 10. Ibid, halaman 18. Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 116
dimksudkan demi terciptanya situasi dan kondisi yang menyenangkan dalam masyarakat tersebut. Dimensi ini sering disebut dengan dimensi kesusilaan atau moralitas.11 Pertimbangan keempat lebih bersifat religiusitas dimana, kehidupan manusia tidak hanya dilihat dari sudut pandang kehidupan di dunia fana saja melainkan juga menjangkau kehidupan di akherat. Semakin disadari keterkaitan dengan Sang Pencipta Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran tersebut akan mewarnai dalam kehidupan manusia sehari-hari baik secara individu maupun secara kelompok, seperti misalnya kegiatan-kegiatan kemanusiaan, social, keagamaan dan lain-lain. Dimensi ini sering disebut dengan dimensi keberagamaan atau religiusitas.12 Berkenaan dengan pengembangan secara optimal ketiga dimensi kemanusiaan ( keindividualan,kesusilaan dan kesosialan) tersebut yang perlu mendapat perhatian utama ialah bahwa kehidupan manusia yang hanya berdasarkan dimensi itu barulah meliputi kehidupan duniawi. Kehidupan manusia akan menjadi lengkap apabila dapat menjangkau kehidupan di akhirat. Hal ini akan tercapai apabila perhubungan ketiga dimensi yang dibahas terdahulu itu dilengkapi dengan dimensi keempat, yaitu dimensi keagamaan, dimana dalam dimensi ini manusia menghubungkan diri dalam kaitanya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia tidak terpukau oleh gemerlapnya kehidupan duniawi saja melainkan mengaitkan secara serasi, selaras dan seimbang kehidupan dunianya dengan kehidupan akhirat. Berangkat dari beberapauraian tersebut yang menjadi tujuan diselenggarakannya konseling adalah untuk membantu individu dalam membuat pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian dan interpretasi-interpretasi dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu.13Seiring dengan itu istilah konseling banyak mengalami perubahan dan perkembangan, sebagaiman tuntutan dari kehidupan masyarakat yang selalu berkembang, hal ini membuktikan bahwa yang pada mulanya konseling hanya berpusat pada masalah anak-anak di sekolah kemudian berkembang pada masalah kehidupan di luar sekolah termasuk perkawinan. Dimana masalah-masalah yang dihadapi dalam konseling perkawinan ini antara lain: (1) kesulitan memilih jodoh, atau sulit mengambil keputusan siapa calon suami atau calon istri, (2) ekonomi keluarga yang kurang mencukupi, (3) perbedaan watak, temperament atau perbedaan kepribadian yang terlalu tajam antara suami istri, (4) ketidak puasan dalam hubungan seksual, (5) kejenuhan dengan aktivitas rutinitas, (6) hubungan antar keluarga suami istri yang kurang baik, (7) ada orang ketiga atau yang lebih popular disebut dengan WIL ( wanita idaman lain ) atau PIL ( pria idaman lain ), (8) masalah harta atau warisan, (9) menurunnya perhatian dari kedua belah pihak baik suami maupun istri, (10) dominasi orang tua atau mertua, dimana orang tua atau mertua terlibat terlalu jauh dalam kehidupan rumah tangga, (11) kesalah pahaman antara kedua pihak baik suami maupun istri, (12) poligami, (13) perceraian. 11. Ibid. halaman 14 12. Ibid, halaman 16 13. Jones,A.J, Principles of Guidance and Pupil Personnel Work (New York: McGraw-Hill Kogakusha Company, 1951). Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 117
Mengingat cakupan masalah yang harus diatasi, maka yang menjadi tujuan diselenggarakannya konselingperkawinan ini antara lain: (1) membantu pasangan perkawinan untuk mencegah terjadinya atau meletusnya problem yang mengganggu kehidupan perkawinan mereka, (2) pada pasangan yang sedang dilanda kemelut rumah tangga, konseling diberikan dengan maksud agar pasangan tersebut dapat mengatasi sendiri problem yang sedang dihadapi, (3) pada pasangan yang berada dalam tahap rehabilitasi, konseling diberikan agar suami istri dapat memelihara kondisi yang sudah baik menjadi lebih baik lagi. Perkawinan Perkawinan menurut Undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ( lihat Wantjik, 1976 ). Dengan dikeluarkanya Undang-undang No. 1 tahun 1974 ini maka segala sesuatu yang menyangkut tentang pernikahan atau perkawinan di Indonesia diatur oleh undang-undang tersebut. Undang-undang Perkawinan ini dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 yaitu tentang pelaksanaan Undangundang No.1 tahun 1974. Dengan berlakunya Undang-undang tersebut akan menjadi acuan dalam perkawinan di Indonesia. Dalam Undang-undang disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri.Maksudnya dalam perkawinan itu harus ada ikatan diantara keduanya sebagai suami dan juga sebagai istri.Ikatan lahir adalahikatan yang nampak, formal sesuai dengan peraturanperaturan yang ada. Nampak disini dimaksudkan adalah nyata ikatan formalnya, baik yang mengikat dirinya sebagai suami istri juga bagi orang lain yaitu masyarakat. Oleh karena itu perkawinan sebaiknya diinformasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat dapat mengetahuinya sehingga tidak banyak menimbulkan fitnah, karena ini akan menggangu ketentramandalam kehidupan. Selain ikatan lahir juga ada ikatan batin yaitu ikatan yang tidak nampak dan merupakan ikatan psikologis.Ikatan psikilogis ini harus ada antara suami dan istribahkan ini merupakan ikatan yang sangat essensial harus ada dan privasi sekali, misalnya saling mencintai satu dengan yang lain, tidak adanya paksaan dalam perkawinan dan lain-lain. Dalam masyarakat tradisional yang berpandangan konservatif ikatan psikologis ini sering diabaikan, menurutnya kurang berperan dalam kehidupan berkeluarga, sehingga dapat mudah terguncang dalam kehidupan berkeluarga yang dapat menimbulanterjadinya perselingkuhan, percekcokan karena tidak adanya kesamaan persepsi, perebedaan yang mencolok dan lain lain, bahkan dapat berakibat fatal yaitu terjadinya perceraian. Dari beberapa uraian itulah maka lahirlah Undang-undang no 1 tahun 1974 yang mengatur tentang perkawinan. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tujuan dalam perkawina adalah membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai pertimbangan yang berkaitan dengan kebutuhan Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 118
manusia.Pertama, manusia mempunyai kebutuhan secara fisiologis, salah satunya adalah kebutuhan seksual, kebutuhan ini menghendaki pemenuhan. Bila kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi dan tidak dimengerti oleh yang bersangkutan maka akan merupakan hambatan dalam kehidupan individu tersebut.Hubungan seksual yang wajar adalah hubungan seksual dengan lawan jenis bukan dengan sesama jenis.Kedua, manusia mempunyai kebutuhan secara psikologis.Kebutuhan ini juga memerlukan pemenuhan, misalnya ingin mendapatkan perlindungan, kasih sayang, ingin merasa aman, ingin dihargai dan lain-lain. Kebutuhan-kebutuhan psikologis ini akan dapat terpenuhi antara lain dengan melalui perkawinan. Dengan perkawinan individu akan merasa tenang, dapat melindungi dan dilindungi, dapat mencurahkan segala isi hatinya kepada pasangnnya. Ketiga, manusia mempunyai kebutuhan secara sosial. Seperti dikatakan manusia sebagai mahluk individu juga sebagai mahluk sosial oleh karena itu membutuhkan orang lain.Manusia hidup dalam masyarakat terikat oleh norma-norma yang ada dalam masyarakat, dalam kaitan ini dengan perkawinanlah hal itu dapat diwujudkan.Misalnya hubungan seksual antara laki-laki dan wanita itu dapat disyahkan, dengan demikian dapat dikatakan bahwa salah satu yang melatar belakangi perkawinan adalah norma-norma dan pandangan yang ada dalam masyarakat, sebagai kancah atau wahana berinteraksinya individu satu dengan lainnya.Keempat, terkait dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut oleh individu yang bersangkutan.Dengan melaksanakan perkawinan maka salah satu segi dapat dilaksanakan, misalnya manusia diciptakan Tuhan dengan berpasangpasanganantara laki-laki dan perempuan, sehingga dengan perkawinan itulah kodrat itu dapat diwujudkan. Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut maka ada beberapa persyaratan untuk melaksanakan perkawinan, persyaratan ini ada yang bersifat umum ada yang bersifat khusus, yang bersifat umum diatur oleh Undang-undang, misalnya perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai usia minimal 19 tahun dan wanita minimal berusia 16 tahun. Penentuan batas usia ini juga didasarkan dengan pertimbangan dewasa secara biologis, dimana sel telur dari pihak wanita siap untuk dibuahi apabila terjadi hubungan antar pria dan wanita, karena salah satu dari tujuan dari perkawinan adalah untuk mendapatkan keturunan. Meski telah diatur dengan Undang-undang apabila terjadi penyimpangan dalam ketentuan tersebut misalnya batas usia minim belum memenuhi, maka perkawinan dapat dilaksanakan tetapi harus ada dispensasi dimana keluarga harus turut campur dalam arti untuk pembinaan kedepannya. Sedangkan yang berkaitan dengan persyaratan yang sifatnya khusus adalah bersifat pribadi dan subyektif, misalnya seorang wanita meng-idolakan seorang pria yang tinggi badan 160 cm, kulit putih, berpenampilan menarik, humoris dan lain-lain hal ini adalah sah-sah saja karena itu sifatnya pribadi. Prinsip-Prinsip Membangun Keluarga Bahagia Membangun keluarga bahagia jelas adalah impian semua orang. Meskipun cita-cita itu begitu jelas untuk semua orang, namun jalan menuju bahagia tidaklah mudah, ada banyak ujian dan cobaan yang harus dihadapi. Berangkat dari permasalahan seputar perkawinan sebagaimana telah diuraikan, berikut ada Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 119
beberapa prinsip yang mencoba untuk diterapkan sebagai upaya untuk menciptakan keluarga bahagia, antara lain: (1) Tumbuhkan komitmen. Kebahagiaan sebuah keluarga berawal dari adanya komitmen dari masing-masing pihak untuk membangun keluarga bahagia, sebagaimana tujuan dari perkawinan itu sendiri yaitu mmbentuk keluarga bahagia, dan ini harus menjadi komitmen bersama sebagai suami istri, dan komitmen ini menjadi penggerak upaya masing-masing pihak untuk saling membahagiakan, menjadi semacam energi untuk saling menggerakkan. Komitmen untuk membangun sebuah keluarga yang bahagia dapat dipandang sebagai pondasi awal yang diperlukan untuk langkah-langkah selanjutnya.14Sehingga menjadi sebuah misi dari keluarga tersebut. Tanpa komitmen bersama, kesulitan dan persoalan yang muncul dalam keluarga tersebut mudah sekali tergoyahkan bahkan menghancurkan keluarga sehingga upaya membangun keluarga bahagia akan kehilangan fondasinya. (2) Berikan apresiasi, setelah membangun komitmen bersama ke arah kebahagiaan, berikutnya diperlukan adanya kemampuan untuk menyatukan kekuatan dari masing-masing pihak. Sebuah kolaborasi harus dibangun diatas sikap yang positif akan kemampuan masing-masing. Untuk itu mulailah dengan melihat sisi positif masing-masing pihak.Tanpa kesediaan untuk melihat hal-hal yang positif pada pasangan masing-masing, maka tidak ada sinergi yang tulus ke-arah kebahagiaan.Sikap positif pada pasangan dapat ditunjukkan dan ditumbuhkan dalam aktivitas sehari-hari, melalui kebiasaan untuk memberikan apresiasi dan pujian yang tulus pada pasangan. Sebuah apresiasi yang lahir dari sikap respek dan bukan sekedar basa-basi akan memiliki kemampuan untuk menumbuhkan sisi positif pada pasangan kita, maupun terhadap anak-anak. Begitu juga sebaliknya, kurangnya apresiasi dapat membuat masing-masing pihak merasa tidak dihargai dan tidak dibutuhkan. Jika sudah demikian komitmen yang telah dibentuk untuk membangun kebahagiaan akan berantakan. (3) Pelihara kebersamaan, fondasi berikutnya yang diperlukan untuk membentuk keluarga bahagia adalah kebersamaan. Luangkan waktu untuk bersama, bermain bersama, bekerja dan berlibur bersama. Kebersamaan adalah sebuah momen untuk saling berbagi ( a moment for sharing ). Ia akan melahirkan perasaan saling membutuhkan dan saling melengkapi diantara masing-masing. Sebuah hubungan yang didasarkan pada perasaan saling membutuhkan secara positif akan menjadi awal yang baik bagi sebuah kebahagiaan bersama yang diinginkan. Sebuah kebersamaan dapat diibaratkan bagaikan setetes air yang dapat menyuburkan tanaman, juga bagaikan setetes embun di gurun sahara, begitu bermaknanya oleh karena itu tanpa air akan matilah tanaman tersebut. (4) Komunikasi, komunikasi adalah proses pertukaran makna guna melahirkan sebuah pengertian bersama.15 Sebuah komunikasi baru dapat dikatakan terjadi bila dua belah fihak atau lebih yang terlibat dalam proses komunikasi mencapai pemahaman bersama. Komunikasi dapat dikatakan sukses bila masing14. Muslim mulia, Membangun Keluarga Bahagia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006). 15. Ibid, halaman 8. Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 120
masing pihak membagi makna yang sama. Komunikasi jelas akan melahirkn pertautan perasaan atau emosi yang kuat diantara mereka yang terlibat, karena itu guna meraih kebahagiaan keluarga, sebaiknya komunikasikan berbagai peristiwa penting yang dialami dalam keseharian agar masing-masing pihak semakin mengenal dunia masing-masing dan merasa dilibatkan dalam dunia satu sama lain. Berkomunikasi adalah juga sebuah isyarat bahwa kita menginginkan pihak lain masuk dalam kehidupan kita, hal ini dapat terjadi dalam keseharian yang sederhana, misalnya diskusikan tentang hal-hal yang sedang dikerjakan atau yang sudah dikerjakan. Ketiadaan komunikasi bukan saja akan dapat menyebabkan kesalah pahaman, namun juga saling menjauhkan dunia masing-masing pihak, sehingga akan nampak semakin lebar jarak antara satu dengan yang lain, akibat yang lebih jauh hubungan dalam keluarga tersebut bisa jadi semakin jauh dan kaku, karena yang demikian ini maka dapat dikatakan komunikasi adalah sebagai urat nadi kehidupan suatu keluarga.16 (5) Agama atau Falsafah Hidup. Menyakini falsafah hidup yang sama semakin memperkuat tali batin keluarga. Menjalani bersama ritus agama membuat harmoni keluarga terjalin lebih hangat dan dalam.Pahami kebersamaan keluarga sebagai bagian dari falsafah hidup yang bermakna.Ajak dan libatkan anak dalam acara keagamaan. Kegiatan seperti itu akan membantunya untuk menyadari hal-hal yang bersifat lebih mendasar dalam hidup, sebuah kecerdasan spiritual yang jelas sangat berpengaruh pada kesanggupan orang untuk bahagia. (6) Bermain dan Humor. Permainan melahirkan tawa dan canda, hal-hal sederhana namun teramat penting untuk kebahagiaan. Jadilah teman bagi pasangan dan anak anda, dengan permainan ketegangan-ketegangan dan persoalan akan lebih mudah cair. (7) Berbagi Tanggung Jawab. Berbagi peran dan tanggung jawab membuat msing-masing pihak semakin merasa sebagai satu kesatuan. Banyak masalah dalam keluarga timbul hanya karena enggan berbagi tugas, suami merasa tidak perlu menangani pekerjaan dapur dan anak, sementara beban sang istri begitu banyak. Begitu juga sebaliknya suami dengan tugas-tugasnya sebagai karyawan kantor dituntut untuk lebih profesional, disisi lain sebagai kepala rumah tangga harus dapat menjadi pemimpin bagi keluarganya, hal yang demikian kadang-kadang membuat beban semakin berat. (8) Melayani orang lain. Melayani dan menolong orang lain yang kurang mampu atau tertimpa bencana akan memberi pengaruh positif. Pengalaman seperti itu akan membuat masing-masing pihak semakin bersyukur berada dalam kondisi yang lebih baik bila dibandingkan dengan komunitas yang ditolong. Secara bersama menolong orang lain membuat kebersamaan itu semakin bermakna. (9) Sabar ,tahan dengan cobaan atau Problem. Sadari dan camkanlah bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang hidup tanpa masalah, setiap permasalahan tentu ada jalan keluarnya, tinggal bagaimana usaha manusia, hadapi dengan tenang, berfikirlah positif, janganlah segan-segan apabila tidak mampu menyelesaikan, 16. Ibid, halaman 7. Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 121
mintalah bantuan orang lain dalam hal ini adalah koselor perkawinan, sehingga penanganannya lebih professional. Penutup Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk membentuk keluarga yang bahagia ada beberapa prinsip yang harus dikembangkan antara lain : (1) Adanya komitmen bersama antara suami istri untuk membentuk kluarga bahagia,dan komitmen ini menjadi penggerak upaya masing-masing pihak untuk saling membahagiakan. (2) Saling memberikan apresiasi diantara kedua belah pihak baik suami maupun istri. (3) Wujudkan/Ciptakan rasa kebersamaan diantara anggota-anggota keluarga tersebut. (4) Ciptakan komunikasi yang harmois dalam keluarga tersebut, dimana komunikasi merupakan urat nadi dalam kehidupan keluarga. (5) Yakini Agama Atau Falsafah Hidup, karena dengan meyakini falsafah hidup yang sama semakin mempekuat tali batin keluarga. (6) Luangkan Waktu Untuk Sekedar Bermain dan Berekreasi, karena dengan rekreasi akan sedikit mengurangi kejenuhan akibat rutinitas dalam seharihari. (7) Berbagi Peran dan Tanggung Jawab Diantara Anggota Keluarga, karena dengan berbagi peran masing-masing individu dalam keluarga tersebut merasa satu kesatuan yang utuh. (8) Luangkan Waktu Untuk Melayani atau menolong orang lain, karena dengan menolong orang lain akan memberikan sedikit rasa kebersamaan dalam keluarga tersebut semakin bermakna. (9) Sabar, Tahan dengan Cobaan,hidup adalah sebuah permasalahan, tanpa masalah tak ada kehidupan adalah sebuah ungkapan karena itu dengan kesabaran itulah sebagai modal untuk meraih kebahagiaan.
Daftar Pustaka Bernard H.W & Fullmer D.W. Principles of Guidance. New York, Harper & Row Publisher, 1969. Jones A.J. Principles of Guidance and Pupil Personil Work. New York: Mc. Graw-Hill Book Company, 1959. Jones, A.J. Principles of Guidance and Pupil Personnel Work. New York: McGraw-Hill Kogakusha Company, 1951. Mc. Daniel H.B. Guidance in The Modern School. New York: The Dryden Press, 1956. Muslim Mulia. Membangun Keluarga Bahagia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006. Prayitno. Dasar-dasar Bimbingan dan konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 1994. Prayitno. Dasar-dasar Konseling. Bandung: Rineka Cipta, 1994.
Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia
F a i z a h N o e r L a e l a | 122
Prayitno. Konselor Masa Depan dalam Tantangan dan Harapan. Bandung: Rineka Cipta, 1990. Shertzer B & Stone S.C. Foundamental of Counseling. Bouston: Houghton Mifflin Company, 1974.
Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk Keluarga Bahagia