Koinfeksi Virus pada Pneumonia Komunitas: Studi Potong Lintang Meli Yusanti, Oea Khairsyaf, Irvan Medison Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang Abstrak Latar belakang : Virus merupakan salah satu organisme yang dapat menginfeksi pada pneumonia komunitas, tetapi tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikrobiologi konvensional. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi virus pada swab naso-orofaring pada pasien dengan pneumonia komunitas. Metode : Desain penelitian adalah prospektif potong lintang. Semua pasien dengan pneumonia komunitas yang dirawat inap di ruang rawat paru sejak November 2012 sampai Mei 2012 dimasukan dalam penelitian. Pemeriksaan PCR dari swab naso-orofaring dilakukan untuk identifikasi virus. Dilakukan penilaian korelasi antar gambaran klinis dan hasil PCR virus yang positif. Hasil : Sebanyak 54 pasien memenuhi kriteria mengikuti penelitian ini. Virus positif pada pemeriksaan PCR ditemukan pada 11 pasien (20,4%). Koinfeksi dengan bakteri ditemukan pada 10 pasien (18,5%). Asma eksaserbasi merupakan komorbid paling banyak pada pasien (36,4%). Terdapat hubungan antara karakteristik sputum dan koinfeksi virus (p = 0,046). Tidak ada hubungan antara skor PSI dan lama rawat di rumah sakit dengan koinfeksi virus. (p = 0,74 dan p = 0,560 ; respektif ). Kesimpulan : Pemeriksaan PCR dari swab naso-orofaring terlihat sebagai pemeriksaan diagnostik yang sensitif untuk identifikasi virus pada pasien CAP. Karakteristik sputum berhubungan bermakna dengan infeksi virus. (J Respir Indo. 2013; 33:110-6) Kata kunci : Pneumonia komunitas , polymerase chain reaction.
Viral Co-infection in Community Acquired Pneumonia (CAP): A Cross Sectional Study Abstract Background : Viral is one of infectious organism in community acquired pneumonia (CAP), however it can't be detected by conventional microbiological test. Polymerase chain reaction (PCR) test has ability to identify viral on naso-oropharingeal swab in patient with CAP. Methods : It is a prospective cross sectional study. We enrolled all patients with CAP who were hospitalized in pulmonary ward from November 2011 to May 2012 and performed PCR test on naso-oropharingeal swab to identify viral. We adjusted association between clinical appearance and viral positive in PCR. Results : Fifty four patients were eligible to this study. Viral was positive on PCR test in eleven patients (20.4%). Co-infection with bacteria was found in ten patients (18.5%). Exacerbation of asthma was the most common comorbid in our patient (36.4%). There was association between sputum characteristic and viral co-infection (p=0.046). There were no association between PSI score and length of stay in hospital with viral co-infection (p=0.74 and p=0.650; respectively). Conclusion : PCR applied on naso-oropharingeal swab sample appear to be a sensitive diagnostic test to identify viral in patient with CAP. Sputum characteristic had significant association with viral infection. (J Respir Indo. 2013; 33:110-6) Keywords : Community acquired pneumonia, polymerase chain reaction.
PENDAHULUAN Community aquired pneumonia (CAP) /
pernapasan menempati urutan pertama dari sepuluh
pneumonia komunitas masih menjadi masalah utama
penyakit infeksi terbanyak pada pasien rawat jalan dan
dibidang kesehatan, baik di negara yang sedang
urutan keempat dari sepuluh penyakit terbanyak pada
berkembang maupun negara maju, sehingga
pasien rawat inap.2
berdampak penting terhadap biaya kesehatan. World
Pneumonia komunitas didefinisikan sebagai
Health Organization tahun 2008 menyebutkan bahwa
suatu peradangan paru yang dapat disebabkan oleh
infeksi saluran pernapasan bawah adalah penyebab
bakteri, jamur, virus, dan protozoa, ditandai dengan
utama kematian di negara miskin dan berkembang,
ditemukannya infiltrat baru pada rontgen toraks, diikuti
sedangkan di negara maju menempati urutan ketiga.1
sedikitnya dua gejala berupa demam, batuk atau
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 menunjukkan penyakit infeksi saluran
110
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
perubahan warna sputum, nyeri dada atau sesak napas.3-5
Pneumonia komunitas yang disebabkan oleh virus ataupun koinfeksi dengan virus kemungkinan banyak kita temukan, namun selama ini jarang dijumpai
Djamil Padang dan pusat biomedis dan teknologi dasar kesehatan (BDTK) Jakarta. Data dicatat pada formulir penelitian untuk diedit
karena terbatasnya pemeriksaan pendukung untuk
dan dikoding. Kemudian dilakukan validasi, data secara
mendeteksi virus. 6-8 Bagaimana gejala klinis penderita
komputerisasi. Untuk data kuantitatif dihitung dengan
dan derajat beratnya penyakit karena infeksi virus ini
nilai mean dan standar deviasi, sedangkan data
belum banyak diketahui, ini dikarenakan sarana
numerik yang berdistribusi normal dihitung berdasarkan
diagnostik yang masih kurang di masing-masing daerah
uji t tidak berpasangan. Jika tidak berdistribusi normal
untuk mendeteksi infeksi virus.7-9
dilakukan uji Mann Whitney. Hubungan antara dua
Beberapa laporan mengatakan kurang lebih 5-
variabel kategorik dihitung berdasarkan uji chi-square.
34% CAP disebabkan oleh virus dengan penyebab
Dikatakan bermakna bila nilai p<0,05 dengan derajat
utama adalah virus influensa, dua penelitian di Spanyol
kepercayaan 95%.
mendapatkan virus sebagai penyebab CAP sebanyak 7
25% dan 18%. Sedangkan di Swedia dijumpai 29% dan
Penelitian ini sebagai bagian dari penelitian severe acute respiratory infection (SARI) yang diadakan
Canada 39%. Disamping itu beberapa laporan juga
oleh Balitbangkes Departemen Kesehatan RI, yang
mengatakan adanya superinfeksi virus dengan bakteri
bertujuan untuk survailens epidemiologi dan etiologi
secara signifikan terjadi pada pasien yang dirawat
kasus infeksi saluran pernapasan akut di beberapa
dengan CAP.
rumah sakit di Indonesia.12 Data yang dikumpulkan
9
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan
secara prospektif meliputi karakteristik penderita,
pemeriksaan yang sangat sensitif dan spesifik untuk
penyakit comorbid, temuan klinis, nilai pneumonia
mendeteksi infeksi virus pada saluran pernapasan
severity index (PSI), hasil pemeriksaan swab naso-
orang dewasa. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
orofaring, lama perawatan di rumah sakit dan hasil
jumlah asam nukleat virus secara lebih terperinci.
kultur kuman banal.
Pemeriksaan PCR telah menjawab masalah selama ini,
Kriteria inklusi adalah semua penderita yang
yaitu rendahnya sensitivitas tes terhadap virus bila
didiagnosis dengan pneumonia komunitas (CAP) yang
dilakukan dengan pemeriksaan kultur maupun deteksi
dirawat dengan onset penyakit <48 jam di bangsal paru.
antigen pada orang dewasa.10, 11
Telah diambil dan dikirim spesimen swab naso-
Tujuan dari penelitian ini adalah melihat koinfeksi
orofaring dan kultur sputumnya sebelum mendapatkan
virus pada penderita CAP dengan pemeriksaan PCR
terapi antibiotik. Kriteria eksklusi adalah penderita CAP
virus dari sekret naso-orofaring penderita, kemudian
yang sudah dirawat sebelumnya di sarana kesehatan
dihubungkan dengan jenis virus penyebab, penyakit
lain dalam waktu kurang dari 1 bulan dan penderita yang
comorbid, temuan klinis, derajat pneumonia severity
tidak ditemukan hasil pemeriksaan virusnya.
index (PSI), lama rawatan di rumah sakit dan koinfeksi dengan patogen lain.
Definisi operasional Penderita CAP adalah penderita pneumonia
METODE Telah dilakukan suatu penelitian prospektif dengan disain potong lintang (cross sectional) yang bersifat analitik terhadap pasien yang telah didiagnosis dengan CAP secara klinis dan radiologi antara 15 November 2011 sampai 15 Mei 2012. Penelitian dilaksanakan di bangsal paru rumah sakit Dr. M. Djamil Padang, laboratorium patologi klinik rumah sakit Dr. M.
yang didiagnosis bila ditemukan gejala klinis berupa demam, sesak napas dan batuk, dijumpai ronkhi pada pemeriksaan fisik, peningkatan leukosit dari nilai normal dan terdapat infiltrat pada rontgen toraks. Polymerase chain reaction (PCR) adalah pemeriksaan untuk mendeteksi virus pada saluran pernapasan dengan pengambilan sekret nasoorofaring dengan melakukan swab (hapusan) pada daerah naso-orofaring. Sampel diambil pada hari
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
111
63 CAP
PCR virus dari swab nasofaring
20,00% Dikeluarkan dari penelitian
54 sampel 9 tidak ada ada hasil hasil
40,00% 20,00%
20,00%
kultur kuman banal sputum 11 PCR virus 43 PCR virus positif positif 3 tumbuh 45 tumbuh 6 tak tumbuh jamur bakteri bakteri
Gambar 1. Skema penelitian
Gambar 2. Bakteri yang mengalami koinfeksi dengan virus pada penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS. Dr. M. Djamil Padang periode 15 November 2011-15 Mei 2012
pertama rawatan sebelum pasien mendapatkan
pasien termuda adalah 17 tahun dan yang tertua adalah
antibiotik, spesimen diambil dengan lidi steril, setelah
85 tahun, dengan umur rata-rata 48,74±16,87 tahun.
dilakukan usapan kemudian dimasukkan ke dalam
Berdasarkan pemeriksaan PCR untuk mengidentifikasi
wadah steril berbentuk tabung, ditutup rapi kemudian
virus, 11 penderita (20,4%) dijumpai virus dari swab
dikirim ke laboratorium patologi klinik untuk dibungkus
naso-orofaringnya dan 43 penderita (79,6%) tidak
dan dikirim ke badan BDTK Jakarta.
dijumpai. Sebanyak 18,5% dari 11 penderita PCR virus
Kultur sputum dilakukan pada hari pertama
positif dijumpai pertumbuhan kuman dari pemeriksaan
rawatan, sputum diambil pada pagi hari setelah
kultur sputumnya, hanya 1,9% penderita tanpa
penderita gosok gigi atau berkumur-kumur. Sputum
pertumbuhan kuman dari kultur sputumnya.
ditampung dalam wadah steril bermulut lebar yang tidak
Karakteristik dasar pasien pada penelitian ini
bocor dan kemudian dikirim ke laboratorium patologi
adalah sama. Perbedaan umur rata-rata pada kedua
klinik.
kelompok dan perbedaan jenis kelamin juga tidak Derajat beratnya penyakit dinilai dengan
berbeda signifikan. Dalam hal penyakit komorbid
menggunakan skor pneumonia patient outcome
penderita CAP dengan PCR virus positif sebanyak
research team (PORT), berdasarkan total skor PORT
36,4% adalah asma sedangkan pada virus negatif
pasien dibagi atas 5 kelas risiko PSI yaitu I-V.
terbanyak adalah TB paru yaitu 27,8% namun tidak berbeda signifikan dimana nilai p=0,519 (tabel 1).
HASIL Dari tanggal 15 November 2011 sampai 15 Mei 2012 didapatkan 63 penderita CAP yang dirawat di RS Dr. M. Djamil Padang dan belum mendapat antibiotik sebelum dikirim sampel pemeriksaan PCR virus dan kultur kuman banal, namun sebanyak 9 penderita dikeluarkan dari penelitian karena tidak ditemui hasil pemeriksaan PCR-nya. Dengan demikian hanya 54 orang penderita yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ini (gambar 1). Dari 54 penderita CAP, 34 (63,0%) orang adalah laki-laki dan 20 orang (37,0%) adalah perempuan. Usia
112
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
Penderita CAP dengan PCR virus positif 100% keluar dari rumah sakit dengan perbaikan secara klinis sedangkan penderita dengan PCR virus negatif 1 (2,3%) orang meninggal dunia selama perawatan, namun secara statistik tidak berbeda signifikan. Dalam hal infeksi dengan patogen lain yaitu bakteri ataupun jamur tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan jenis virus yang ditemukan dari swab naso-orofaring penderita CAP, maka terbanyak adalah rhinovirus 36,4%, kemudian virus influensa tipe A dan B masing-masing 18,2%, diikuti oleh citrus vein enation virus (CVEV), metapneumovirus dan human
Tabel 1. Karakteristik dasar penderita CAP yang dirawat inap di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 15 November 201115 Mei 2012 Karakteristik
CAP dengan infeksi virus positif n=11
CAP dengan infeksi virus negatif n=43
Seluruh pasien n=54
Nilai-p
47,81±19,03
48,97±16,51
48,74±16,87
0,842
4 (36,4%) 7 (63,6%)
30 (69,8%) 13 (30,2%)
34 (63,0%) 20 (37,0%)
0,077
1 (9,1%)
6 (14,0%)
1 (13,0%)
4 (36,4%) 3 (27,3%) 2 (18,2%) 0 1 (9,1%) 0 0
8 (20,9%) 12 (27,9%) 4 (36,4%) 8 (20,9%) 1 (9,3%) 1 (9,3%) 3 (7,0%)
12 (22,2%) 15 (27,8%) 6 (11,1%) 8 (14,8%) 2 (3,7%) 1 (1,85%) 3 (5,6%)
11 (100%) 0
42 (97,7%) 1 (2,3%)
53 (98,1%) 1 (1,9%)
1,000
6 (54,5%) 2 (10,9%) 1 (9,1%) 2 (18,2%)
31 (72,1%) 6 (14,0%) 5 (11,6%) 1 (2,3%)
37 (68,5%) 8 (14,8%) 6 (11,1%) 3 ( 5,6%)
0,211
Umur rerata ± SD Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Penyakit penyerta Tidak ada penyakit Ada penyakit penyerta Asma Tuberkulosis paru Penyakit paru obstruktif kronik Karsinoma Bronkiektasis Abses paru Diabetes melitus Keadaan pulang Perbaikan Meninggal Pemeriksaan kultur kuman banal Bakteri tunggal Bakteri ganda Tidak tumbuh Jamur
Tabel 2. Distribusi jenis virus hasil swab naso-orofaring penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 15 November 2011-15 Mei 2012 Virus Rhinovirus Influensa A Influensa B Citrus vein enation virus (CVEV) Human metapneumo virus Parainfluensa tipe 3 (PIV3)
n=11
%
4 2 2 1 1 1
36,4% 18,2% 18,2% 9,1% 9,1% 9,1%
0,519
Tabel 3. Distribusi bakteri yang ditemukan pada sputum penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 15 November 2011-15 Mei 2012 Jenis bakteri Steptococcus α hemolitikus Klebsiella pneumonia Strep α hemoliticus dan kleb. pneumonia Pseudomonas aeruginosa Proteus vulgaris Staphylococcus aureus Staphy. aureus/ kleb. pneumonia
n=45
%
20 12 6 2 2 1 2
44,4% 26,7% 13,3% 4,4% 4,4% 2,2% 4,4%
para influensa virus tipe 3 (PIV3) masing-masing 9,1%
dengan virus adalah klebsiella pneumonia 40,0%,
(tabel 2).
diikuti oleh streptococcus a hemoliticus, sedangkan
Disamping ditemukan virus dari swab naso-
pertumbuhan ganda antara klebsiella pneumonia dan
orofaring penderita CAP juga ditemukan pertumbuhan
streptococcus a hemoliticus serta candida spp masing-
bakteri dan jamur dari pemeriksaan kultur kuman banal
masing 20% (gambar 2).
sputum. Dilihat dari hasil kultur kuman banal sputum
Bila dilihat dari gambaran klinis penderita CAP
dijumpai pertumbuhan kuman pada 45 orang (83,3%),
pada kedua kelompok sama yaitu datang dengan
jamur 3 orang (5,6%) dan tidak tumbuh kuman 6 orang
keluhan utama sesak napas, batuk dan nyeri dada.
(11,1%). Hasil pemeriksaan kultur dijumpai pertum-
Gejala utama pada kelompok virus positif adalah sesak
buhan bakteri yang lebih dari satu jenis pada 8 penderita
napas 90,9% dan batuk 9,1%. Sedangkan kelompok
17,8% dari 45 penderita, yaitu streptococcus a
virus negatif datang dengan keluhan sesak napas
hemoliticus dan klebsiella pneumonia pada 6 penderita,
65,1% dan batuk 35,6%, disamping itu juga nyeri dada
staphylococcus aureus dan klebsiella pneumonia pada
2,3%, namun secara statistik tidak berbeda signifikan
2 penderita, sedangkan pertumbuhan jamur semuanya
antara dua kelompok.
candida spp (tabel 3). Kuman terbanyak yang mengalami koinfeksi
Kelompok virus positif mengeluhkan dahak tidak purulen sebanyak 54,5%, purulen 36,4%, sedangkan
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
113
Tabel 4. Gambaran klinis penderita CAP yang dirawat inap di bangsal paru RS. Dr. M. Djamil Padang periode 15 November 2011 15 Mei 2012 Gejala klinis Keluhan utama Sesak napas Batuk Nyeri dada Dahak Tidak purulen Purulen Kemerahan Tidak ada dahak Jumlah leukosit rerata (x103)
CAP dengan infeksi virus positif n=11
CAP dengan infeksi virus negatif n=43
Seluruh pasien n=54
10 (90,9%) 1 (9,1%) 0 (0%)
28 (65,1%) 14 (35,6%) 1 (2,3%)
38 (70,4%) 15 (27,8%) 1 (1,8%)
6 (54,5%) 4 (36,4%) 0 (0%) 1 (9,1%) 16,55±5,4
7 (16,3%) 27 (62,7%) 6 (14,0%) 3 (7,0%) 14,41±5,6
13 (24,1%) 31 (57,4%) 6 (11,1%) 4 (7,4%) 16,87±5,6
Nilai-p
0,244
0,062
Tabel 5. Hubungan nilai PSI dengan hasil PCR virus penderita CAP yang dirawat di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 15 November 2011-15 Mei 2012 Derajat/risiko CAP Rendah I II III Sedang IV Berat V
CAP dengan infeksi virus positif n=11
CAP dengan infeksi virus negatif n=43
Seluruh pasien n=54
0 (0%) 2 (18,2%) 1 (9,1%)
0 (0%) 18 (41,9%) 8 (18,6%)
0 (0%) 20 (37,0%) 9 (16,7%)
7 (63,6%)
9 (20,9%)
16 (29,6%)
1 (9,1%)
8 (18,6%)
9 (16,7%)
Nilai-p
0,794
Tabel 6. Hubungan lama rawatan penderita CAP dengan koinfeksi virus di bangsal paru RS Dr. M. Djamil Padang periode 15 November 2011-15 Mei 2012 Lama perawatan (hari) 1-7 hari 8-15 hari > 15 hari
CAP dengan infeksi virus positif n=11
CAP dengan infeksi virus negatif n=43
Seluruh pasien n=54
Nilai-p
6 (54,5%) 4 (36,4%) 1 (9,1%)
17 (39,5%) 22 (51,2%) 4 (9,3%)
23 (42,3%) 26 (48,1%) 5 (9,2%)
0,650
kelompok virus negatif banyak penderitanya
PCR virus positif rata-rata dirawat dalam rentang 1-7
mengeluhkan dahak purulen 62,7%, tidak purulen
hari dan PCR virus negatif adalah 8-15 hari namun tidak
16,3%. Secara statistik perbedaannya signifikan
berbeda signifikan dengan p=0,650 (tabel 6).
dengan p=0,046. Dilihat dari rata-rata leukosit kelompok virus positif lebih tinggi dari kelompok virus negatif yaitu 16,55 ± 5,4 dengan 14,41 ± 5,6 namun tidak berbeda signifikan (tabel 4). Ditinjau dari hubungan beratnya CAP dengan nilai PSI, kelompok yang mengalami koinfeksi virus berada pada risiko atau derajat sedang (IV) 63,6%, derajat rendah 27,3% dan berat 9,1%. Sedangkan kelompok tanpa koinfeksi virus terbanyak berada pada derajat II kelas resiko rendah, namun tidak berbeda signifikan (tabel 5). Bila dilihat dari lamanya hari rawatan di rumah sakit pada kedua kelompok, penderita CAP dengan
114
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
PEMBAHASAN Sebanyak 11 (20,4%) dari 54 penderita ditemukan adanya infeksi virus. Sementara Johnstone8 di Canada mengidentifikasi 39% virus pada saluran napas penderita CAP sedangkan dan Jeannings13 di New Zealand mendapatkan 29%. Dari 11 orang yang terinfeksi virus 10 (18,5%) juga terinfeksi oleh bakteri atau jamur. Beberapa laporan juga menunjukkan terdapatnya infeksi gabungan antara virus dan bakteri pada penderita CAP yang dirawat di rumah sakit. Ditemukan infeksi virus pada saluran napas penderita
CAP harus mendapat perhatian, karena virus dapat
virus yang dirawat di rumah sakit memiliki skor PSI
menyerang dan bereplikasi pada mukosa saluran
derajat IV, sedangkan tanpa infeksi virus datang dengan
8
skor PSI derajat II. Dapat dikatakan bahwa CAP yang
napas bawah manusia.
Infeksi virus pada penelitian ini umumnya adalah
disertai infeksi virus memiliki skor PSI lebih berat bila
rhinovirus 40,0% diikuti virus influensa A dan B. Hal ini
dibandingkan dengan tanpa infeksi virus. Namun tidak
berbeda dengan Johnstone9 yang menemukan virus
berbeda signifikan. Berbeda dengan Jeannings13 yang
influensa dan parainfluensa sebagai penyebab
menemukan infeksi virus pada pneumonia berhu-
14
terbanyak. Oosterheert di Belanda juga mendapatkan
bungan dengan beratnya penyakit. Ini mungkin
virus influensa sebagai virus terbanyak yang ditemukan
disebabkan perbandingan penderita dengan skor PSI
dari pemeriksaan virus patogen saluran pernapasan
derajat berat (V) pada kedua kelompok penelitian
dewasa. Ini dikarenakan mereka melakukan penelitian
jumlahnya sangat jauh berbeda atau ada penyebab lain
di musim influensa.
yang butuh penelitian lebih lanjut.
Namun dari penelitian epidemiologi terbaru dan Jeanning
13
dengan teknik pemeriksaan PCR swab
Dalam hal lamanya rawatan di rumah sakit kelompok PCR virus positif tidak berbeda dengan
naso-orofaring menemukan rhinovirus jenis terbanyak
kelompok virus negatif, begitu juga dari penelitian
dengan frekuensi 18-20% pada dewasa dan 24-45%
Johnstone. 9 Pada penelitian ini, walaupun ditemukan
pada anak-anak. Hal ini disebabkan rhinovirus dapat
sebanyak 20,4% infeksi virus pada CAP namun tidak
bereplikasi pada saluran pernapasan bawah manusia,
memperpanjang lamanya rawatan rumah sakit.
menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi dan
Kelemahan dari penelitian ini adalah jumlah sampel
kemokin. Disamping itu rhinovirus juga dapat merusak
yang sedikit sehingga banyak hasil analisis yang kurang
respons imun makrofag oleh karena itu sering dijumpai
memberikan hasil bermakna.
13
15
bersamaan dengan infeksi bakteri.
Penyakit komorbid yang umum dijumpai pada penderita CAP dengan koinfeksi virus adalah asma
KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan
yaitu 36,4%, Talbot dan Wierick mendapatkan penyakit
sebagai berikut :
kardiopulmoner kronik. Infeksi yang berkepanjangan
1. Terdapatnya infeksi virus pada penderita CAP tidak
pada saluran pernapasan penderita tersebut
memberikan gejala klinis yang khas, kecuali dalam
meningkatkan kemampuan virus untuk berkembang di
hal warna sputum yang berwarna putih bila
sana.15 Mahony tahun 2008 menemukan infeksi
dibandingkan tanpa infeksi virus.
rhinovirus sering berhubungan dengan asma eksa-
2. Ditemukannya virus pada sekret naso-orofaring
serbasi.10 Hal ini dihubungkan dengan pemakaian
penderita CAP dengan pemeriksaan PCR, tidak
steroid pada penderita asma.
menambah lamanya rawatan dan tidak memper-
Gejala utama CAP dengan koinfeksi virus tidak
berat derajat penyakit.
berbeda dengan penyebab lainnya berupa sesak napas dan nyeri dada, namun dalam hal perubahan warna sputum lebih banyak kita jumpai pada CAP karena bakteri dengan nilai p=0,046. Sputum penderita CAP dengan koinfeksi virus tidak purulen dibandingkan tanpa infeksi virus. Pada penelitian yang dilakukan Oosterheert14 penderita CAP dengan PCR virus positif juga kurang memiliki sputum yang purulen bila dibandingkan dengan penderita PCR negatif. Sebanyak 63,6% penderita CAP dengan infeksi
DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. World Health Statistic. In: WHO World Health Report. Geneva: WHO Press; 2008. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Riskesdas Indonesia 2008. Jakarta. 2009. 3. Phua J, Ngerng WJ, Lim TK. The impact of a delay in intensive care unit admission for communityacquired pneumonia. Eur Respir J. 2010;36:826-
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013
115
33. 4. Woodhead M, Blasi F, Ewig S. Guidelines for the management of adult lower respiratory tract infections - summary. Clin Microbiol Infect. 2011;17: 1-24. 5. Mandell LA, Wunderink RG, Anzuetoi A, Bartlett JG,
molecular methods. Clin Microbiol Rev. 2008;21: 716-47. 11. Brittain-Long R, Westin J, Olofsson S, Lindh M, Andersson L-M. Access to a polymerase chain reaction assay method targeting 13 respiratory
Campbell D, Dean NC, et all. Infectious diseases
viruses can reduce antibiotics: A randomized,
society of America/American Thoracic Society
controlled trial. BMC Med. 2011;9:1-10.
consensus guidelines on the management of
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Community-Acquired Pneumonia in adults. Clin
Pedoman pelaksanaan surveilans severe acute
Infect Dis. 2007;44:27-72. 6. Talbot HK, Falsey AR. The diagnosis of viral respiratory disease in older adults. Clin Infect Dis. 2010;50:747-51. 7. Johansson N, Kalin M, Tiveljung-Lindell A, Hedlund J. Etiology of Community-Acquired Pneumonia increased microbiological yield with new diagnostic methods. Clin Infect Dis. 2010;50:202-9. 8. Matsuoka M, Enelow RI. Viral peumonia. PCCSU. 2010;24:14. 9. Johnstone J, Majumdar SR, Fox JD, Marrie TJ. Viral
116
10. Mahony JB. Detection of respiratory viruses by
respiratory infection (SARI) di rumah sakit. Jakarta: Depkes RI; 2011. 13. Jeannings LC, Anderson TP, Beynon KA, Chua A, Laing RTR, Werno AM, et al. Incidence and characteristics of viral Community-Acquired Pneumonia in adults. Thorax. 2008;63:42-8. 14. Oosterheert JJ, Loon AMv, Schuurman R. Impact of rapid detection of viral and atypical bacterial pathogens by real-time polymerase chain reaction for patients with lower respiratory tract infection. Clin Infect Dis. 2005;41:1438-44.
infection in adults hospitalized with Community-
15. Peltola V, Waris M, Österbackb R, Susib P, Hyypiäb
Acquired Pneumonia prevalence, pathogens, and
T, Ruuskanena O. Clinical effects of rhinovirus
presentation. Chest. 2008;134:1141-8.
infections. J Clin Virol. 2008;43:411-4.
J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013