KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN INTERPERSONAL PADA ANAK (KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)
NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi
Diajukan Oleh : TINON CITRANING HARISUCI F 100 104 012
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN INTERPERSONAL PADA ANAK (KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)
NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana ( S-1 ) Psikologi
Diajukan Oleh : TINON CITRANING HARISUCI F 100 104 012
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
ii
KOHESIVITAS KELUARGA DALAM MENGEMBANGKAN KETRAMPILAN INTERPERSONAL PADA ANAK (KONTEKS BUDAYA JAWA DAN PENGARUH ISLAM)
Tinon Citraning Harisuci Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Ketrampilan interpersonal anak merupakan kemampuan yang dimiliki seorang anak untuk berteman dan berkenalan dengan mudah, peduli terhadap orang lain dan ramah terhadap orang yang lebih muda, taman sebayanya, maupun dengan orang yang lebih dewasa.Peran keluarga dirasa sangat perlu dalam mewujudkan hal tersebut, karena penanaman dengan memberikan contoh- contoh berinteraksi dengan orang lain sejak dini dapat membantu anak memiliki bekal untuk mempunyai ketrampilan interpersonal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam, mendeskripsikan manfaat mengembangkan ketrampilan interpersonal pada anak dengan nilai- nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam, serta memahami dan mendeskripsikan bagaimana kohesivitas dalam keluarga dapat mengembangkan ketrampilan interpersonal anak dengan nilai-nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam. Subek penelitian ini adalah 90 orang informan orang tua yang berdomisili di wilayah Surakarta dan beragama Islam. Metode pengambilan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner terbuka dan wawancara. Hasil penelitian menemukan bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam terlihat dari orang tua yang membuat anggota keluarganya merasa bahagia dan nyaman di rumah yakni dengan megajarkan dan melaksanakan tuntunan agama Islam serta menjaga kebersamaan, yang diwujudkan melalui aktifitas yang dilakukan bersama- sama. Manfaat dari pengembangan ketrampilan interpersonal pada anak adalah agar anak mudah bersosialisai serta mengetahui lebih dini tata krama/ unggah ungguh dalam berhubungan dengan orang lain baik pada teman sebaya maupun orang yang lebih tua. Ketrampilan interpersonal anak dari keluarga Jawa dengan pengaruh agama Islam dikembangkan melalui peran serta orang tua dengan mengajari dan melakukan aktifitas bersama untuk menanamkan agar anak mudah bergaul, percaya diri, serta menyelesaikan masalahnya sendiri, yakni dengan memotivasi dan memfasilitasi anak untuk percaya diri (adanya sharing/ musyawarah di rumah), memberi arahan untuk selalu menjaga sikap dan bicara (tata krama/ unggah ungguh), saling berbagi, serta selalu mengingat Allah SWT. untuk menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Kata kunci : ketrampilan interpersonal, kohesivitas keluarga konteks budaya Jawa dan Pengaruh Islam.
v
Islam juga ada tuntunannya yakni menjaga sillaturahmi yang mana orang Jawa pun sampai saat ini masih menjaga tali persaudaraan dan kekeluargaan di masyarakat Jawa yang menjunjung gotong- royong, guyup, rukun, dan keharmonisan dalam masyarakat (Haryanto, 2013). Tuntunan untuk menjaga sillaturahmi seperti dalam firman Allah dalam QS. An Nisa ayat 1.
Pendahuluan Lovett dan Jones (2006) menyatakan bahwa ketrampilan interpersonal merupakan kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi untuk membangun hubungan yang baik dengan mengacu nilai kesopanan yang ditunjukkan baik secara verbal maupun non verbal. Pada anak yang memiliki ketrampilan interpersonal memiliki ciri- ciri seperti mampu berteman dan berkenalan dengan mudah, suka berada di sekitar orang lain, ingin tahu mengenai orang lain dan ramah terhadap orang asing, menggunakan bersama mainannya dan berbagi makanan dengan teman-temannya, mengalah kepada anak-anak lain, mengetahui bagaimana menunggu gilirannya selama bermain, mau memuji teman/orang lain, mengajak teman untuk bermain/belajar (Lwin, 2008), sehingga anak yang memiliki kompetensi sosial cenderung memiliki teman yang banyak dan populer di dalam kelompok sosialnya Howe (dalam Susanti, dkk., 2010). Untuk mempunyai ketrampilan interpersonal, orang Jawa harus mampu mempunyai tutur kata yang halus, manis, dan hati- hati dalam berbicara sehingga perilaku akan mengikuti sesuai dengan tata krama yang dianut oleh orang Jawa (Yana, 2012). Tali persaudaraan yang dijaga dengan berperilaku mengikuti aturan dan nilai kesopanan serta tata krama yang dianut oleh orang Jawa, dalam
Berdasarkan beberapa pemaparan diatas, orang Jawa dengan pengaruh agama Islam yang dianut mempunyai tuntunan yang mengarahkan orang Jawa dari kecil sudah memiliki bekal untuk mampu bergaul menjalin tali sillaturahmi dengan sesama, namun pada kenyataannya masih ada beberapa anak khususnya di Jawa Tengah yang belum bisa mudah bergaul dengan teman sebayanya, seperti dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Susanti, Siswati, dan Widodo (2010) hasil pengisian kuesioner di SDN Srondol Wetan 0409 dan SDN Srondol Wetan 05-08 menyatakan bahwa disamping terdapat anak yang mudah bergaul, setiap kelas selalu ada anak-anak yang diabaikan dan dihindari oleh teman-teman sebayanya. Anak yang kurang memiliki ketrampilan interpersonal akan berpengaruh pada perilaku dan prestasi akademiknya juga disebutkan dalam artikel ilmiah dari Pramudiarta (2012) dalam
1
DetikHealth.com yang menyatakan bahwa akibat dari terlalu lama menarik diri dari pergaulan bisa memicu perubahan struktur otak yang berdampak pada gangguan perilaku. Sebaliknya, Mpofu, Thomas dan Chan (dalam Susanti, Siswati, dan Widodo, 2010) dalam penelitiannya terhadap siswa kelas tujuh di Zimbabwe membuktikan bahwa individu yang memiliki kompetensi interpersonal memiliki prestasi dibidang akademik dan dinilai sebagai individu yang lebih kooperatif, bertanggung jawab, secara sosial lebih diterima oleh teman sebaya dan guru, dan ramah dibandingkan dengan teman sebaya yang kurang berkompeten.
Peran keluarga dirasa sangat perlu dalam mewujudkan hal tersebut, karena penanaman dengan memberikan contohcontoh berinteraksi dengan orang lain sejak dini dapat membantu anak memiliki bekal untuk mempunyai ketrampilan interpersonal. Di dalam keluargalah seorang anak dikenalkan berbagai aturan, norma, dan nilai-nilai yang baik. Seorang anak dari keluarga yang bertata krama baik juga akan memiliki tata krama yang baik, dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, seorang anak dapat memiliki ketrampilan interpersonal juga tidak lepas dari peran serta orang tua dan anggota keluarga yang lain.
Anak merupakan amanah yang tak ternilai harganya. Anak adalah anugerah Allah SWT. yang diberikan kepada orang tua, yang menjadi tanggung jawab bagi orang tua agar tumbuh menjadi manusia yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan agamanya. Anak diharapkan kelak menjadi manusia yang mencintai Allah SWT. dan Allah SWT. pun juga mencintai anak- anak tersebut, sehingga orang tua juga mengharapkan anaknya tumbuh menjadi individu yang lebih kooperatif, bertanggung jawab, secara sosial lebih diterima, serta ramah pada setiap orang di sekitarnya dengan tuntunan yang diberikan Allah SWT. pada umatNya dalam mendidik anak (Musbikin, 2003).
Hubungan yang terjalin harmonis dengan menjaga komunikasi yang lancar, saling menghargai dan menghormati, serta adanya solidaritas pada setiap anggota keluarga akan memberikan contoh nyata pada anak bagaimana menjalin hubungan dengan orang lain. Rasa kebersamaan dalam keluarga yang terjaga akan diperlukan dalam membantu pembentukan ketrampilan interpersonal pada anak. Di daerah Jawa, keluarga Jawa sangat menjunjung kebersamaan, seperti pendapat Sudarsono (2008) ciri-ciri masyarakat jawa adalah menjunjung kebersamaan, suka kemitraan, mementingkan kesopanan, toleransi tinggi, dan hidup pasrah. Dalam
2
kebersamaan keluarga terdapat falsafah Jawa mangan ora mangan sing penting tetep kumpul, yang artinya makan tidak makan yang penting tetap bersama, meskipun itu hanya sebuah ungkapan, tapi sampai sekarang orang tua di Jawa dalam keadaan apapun baik senang maupun susah yang penting tetap bersama, akan terasa lebih ringan jika dihapai bersama karena memang adanya guyup, rukun, dan gotong royong sesama saudara.
Kohesivitas dalam keluarga itu sendiri menurut Schwartz (2007) memberikan pengaruh pada proses penyesuaian sosial dan pencarian identitas diri seorang anak, sehingga kohesivitas dalam keluarga memiliki tempat penting dalam pembentukan ketrampilan interpersonal pada anak. Shin dan Park (2011) dalam penelitiannya menyatakan, kohesivitas adalah salah satu hal yang penting dalam suatu kelompok atau hubungan interpersonal.
Keluarga Jawa dengan pengaruh agama Islam yang dianut, mengetahui bahwa dalam agama Islam juga memberi contoh bagaimana menjalin kebersamaan dengan keluarga sehingga kebersamaan yang tercipta dalam keluarga akan membawa kebahagiaan tersendiri bagi keluarga, seperti yang contohkan oleh Rasulallah SAW. dengan menjalin hubungan baik dengan anak sehingga mengajari mereka nilai kesopanan dan budi pekerti akan labih mudah, karena memang Rasulallah SAW. sangat menganjurkan untuk mendidik anak yang merupakan anugerah dari Allah SWT., seperti yang dijelaskan dalam hadits riwayat Ibnu Majjah (dalam Iman, 2012) yang berisi tentang perintah untuk para orang tua menekuni anakanaknya dengan memperbaiki kesopanannya (dalam hal pendidikan moral, akhlaq, etika, dan sopan santun.
Ketrampilan Interpersonal Menurut Sartika, Chairilsyah, dan Risma (2010) anak dengan ketrampilan interpersonal yang menonjol memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pintar menjalin hubungan sosial, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Lwin (2008) menambahkan ciri- ciri anak yang memiliki kemampuan interpersonal yang tinggi yaitu mampu berteman dan berkenalan dengan mudah, suka berada di sekitar orang lain, ingin tahu mengenai orang lain dan ramah terhadap orang asing, menggunakan bersama mainannya dan berbagi makanan dengan teman-temannya, mengalah kepada anak-anak lain, mengetahui bagaimana menuggu gilirannya selama bermain, mau memuji teman/orang lain, mengajak teman untuk bermain/belajar. Orang Jawa yang memiliki ketrampilan interpersonal yakni 3
orang Jawa yang mampu bertutur kata yang halus, manis, dan hati- hati dalam berbicara sehingga perilaku akan mengikuti sesuai dengan nilai kesopanan dan tata krama yang dianut oleh orang Jawa. Ketrampilan interpersonal merupakan salah satu kemampuan yang mampu dikembangkan dengan menjaga tali sillaturahmi serta menjalin hubungan yang baik antara sesama manusia, setiap mukmin juga telah ada tuntunan (dalam Al Quran) untuk mengasah kemampuan interpersonal yang dimiliki yaitu dengan berinteraksi dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, memahami keadaan orang lain, berkomunikasi harus dengan bahasa yang lemah lembut atau ramah.
lingkungan tempat tinggalnya; kemudian selanjutnya faktor interaksi yakni meliputi persamaan dan perbedaan serta bagaimana orang tersebut menyukai orangorang disekitarnya.
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Ketrampilan Intrepersonal Menurut Suwarno, & Meinarno (2011) faktor- faktor yang mempengaruhi ketrampilan interpersonan ada faktor internal, faktor eksternal, dan faktor interaksi. Faktor internal yakni kebutuhan untuk berinteraksi dan pengaruh perasaan dari dalam diri individu tersebut termasuk didalamnya ada konsep diri dan kematangan beragama; faktor eksternal yakni kedekatan dan daya tariktermasuk didalamnya kontak dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, aktivitas dan partisipasi sosial, serta
Kohesivitas keluarga Menurut Katwal, dan Kamalanabhan (2002) Kohesivitas keluarga adalah suatu kedekatan antar saudara atau antar anggota keluarga sehingga menumbuhkan hubungan yang lebih ramah, kooperatif, dan penuh kasih sayang dalam keluarga tersebut.
Manfaat memiliki ketrampilan interpersonal Menurut DeVito (2005) manfaat orang yang memiliki ketrampilan interpersonal yakni mampu belajar tentang diri sendiri, tentang orang lain, bahkan tentang dunia; dapat berhubungan dengan orang lain dan untuk membangun suatu ikatan (relationship); dapat memengaruhi sikap dan perilaku orang lain; dapat dijadikan hiburan atau menenangkan diri sendiri, dapat membantu orang lain.
kohesivitas keluarga Jawa merupakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga karena kebersamaan sehingga tercipta sikap saling tolong menolong dan gotong royong dilandasi dengan ketulusan tanpa pamrih (sepi ing pamrih) dan akan ikut merasakan sakit jika salah satu
4
anggota keluarganya salira) ( Yana, 2012).
sakit
(tepa
munculnya kohesivitas yaitu pengenalan mendalam terhadap orang lain dalam kelompok dan intensitas kebersamaan. Selain itu sedikitnya anggota kelompok membuat anggota saling mengenal lebih dalam. Kebersamaan atau seringnya anggota kelompok melakukan kegiatan bersama dapat meningkatkan kohesivitas kelompok.
kohesivitas keluarga menurut Islam seperti yang dicontohkan Rasulallah SAW. yaitu kebersamaan antar anggota (yang ditunjukkan Rasulallah SAW. dengan memberi nama yang baik, menemani anak, memberi kecupan dan kasih sayang kepada anak- anak, bermain dan bercanda dengan anak, memberikan hadiah dan bonus kepada anak, membelai kepala anak, menyambut anak dengan baik, mencari keadaan anak dan menanyakannya, bersikap adil dan sama terhadap sesama anak, mendoakan anak, membantu anak untuk berbuat baik dan patuh) dengan memberi pendidikan moral, akhlaq, serta etika kesopanan, sehingga menimbulkan keceriaan dan kebahagiaan dalam keluarga ( Suwaid, 2003).
Katwal dan Kamalanabhan (2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kohesivitas dalam keluarga adalah jenis kelamin, perbedaan usia, ukuran kelompok saudara, struktur keluarga, kehadiran kedua orang tua, dan apa yang dirasakan orang tua pada keluarga yang bisa kompak. Bentuk Kohesivitas Keluarga Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa bentuk kohesivitas dalam keluarga yang dapat menumbuhkan hubungan yang menyenangkan dan memuaskan di dalam keluarga, yaitu: Kemampuan untuk mengalami empati; Rasa percaya yang tinggi; Kepercayaan interpersonal. Wicaksosno (2008) menambahkan bentuk kohesivitas dapat dilihat dari aktifitas yang dilakukan bersama, proses pengambilan keputusan ( berdiskusi, mencari solusi, dan mengambil keputusan bersama), serta saling memberi dukungan.
Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kohesivitas Keluarga Faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas sebuah keluarga dari kalangan kelas sosial ekonomi bawah adalah pengenalan mendalam, intensitas kebersamaan, cinta, dukungan sosial, masa sepi di usia madya, regulasi emosi, gender (peran gender dalam pernikahan), dan temperamen (Anindita, dan Bashori, 2012). Wicaksono dan Prabowo (2010) menyatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
Kohesivitas Keluarga dalam Mengembangkan Ketrampilan
5
Dalam budaya Jawa sendiri yang dalam kehidupan sosialnya mengenal tata krama dan unggah ungguh maka dalam kehidupan sosial orang Jawa pun diperlukan ketrampilan interpersonal, sehingga dari kecil keluarga mengajarkan ketrampilan interpersonal tersebut. Ketrampilan interpersonal yang selama ini dikenal masyarakat Jawa yakni jika orang tersebut mampu bertutur kata yang halus, manis, dan hati- hati dalam berbicara sehingga perilaku akan mengikuti sesuai dengan nilai kesopanan dan tata krama yang dianut oleh orang Jawa. Bagi masyarakat Jawa yang beragama Islam untuk membekali seorang anak memiliki ketrampilan Interpersonal dalam Al Quran dan hadits telah ada tuntunannya untuk mengasah kemampuan interpersonal yang dimiliki yaitu dengan berinteraksi menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, memahami keadaan orang lain, berkomunikasi harus dengan bahasa yang lemah lembut atau ramah. Dalam Islam juga terdapat perintah untuk menjaga sillaturahmi dengan sesama, yang mana akan mendorong orang jawa yang beragama Islam untuk mengambangkan ketrampilan interpersonalnya, Abu Ayub alAnshari menuturkan, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad SAW., “Ya Rasulullah SAW., beritahu aku perbuatan yang dapat memasukkan aku ke surga.” Rasulallah SAW. menjawab:
Interpersonal Pada Anak ( Konteks Budaya Jawa dan Pengaruh Islam) Manusia adalah makhluk sosial yakni dimana seseorang dapat menjalin hubungan dengan orang lain, mencoba untuk mengenali, dan memahami kebutuhan satu sama lain dengan membentuk interaksi. Oleh karena itu ketrampilan interpersonal perlu dimiliki oleh individu. Semua interaksi dengan orang tua dan anggota keluarga yang lain memiliki efek terhadap apa yang anak pelajari terhadap hubungan dengan orang lain ( O’Leary, dalam Baron dan Byrne (2005)). Contohnya, ketika orang tua bermain dengan anak- anak mereka ( dari masak- masakkan sampai monopoli), orang tua tersebut memberikan informasi mengenai bagaimana orang- orang berinteraksi satu sama lain pada suatu situasi sosial, mengikuti suatu prosedur tertentu, dan terlibat dalam perilaku kerja sama, yang semuanya relevan terhadap kemampuan anak untuk menghadapi orang dewasa lain dan juga dengan teman- teman sebayanya ( Lindsey, dkk., dalam Baron dan Byrne (2005)). Ketrampilan interpersonal anak yaitu kemampuan yang dimiliki seorang anak untuk berteman dan berkenalan dengan mudah, ingin tahu mengenai orang lain dan ramah terhadap orang yang lebih muda, taman sebayanya, maupun dengan orang yang lebih dewasa.
6
“Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan Dia dengan sesuatupun, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menyambung silaturahmi (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i dan Ahmad) Keluarga Jawa memberikan pendidikan etika dan tata krama yang dimulai sejak dini melalui penanaman kebiasaan. Kebiasaankebiasaan yang dijalani adalah bertutur bahasa halus seperti jenjang bahasa yang terdiri dari beberapa tingkatan, berbudi pekerti luhur, serta bersikap sopan santun. Sejumlah sifat atau perilaku sesuai nilai luhur masyarakat Jawa ditanamkan dengan cara: (a) memberikan teladan dalam perilaku; (b) memberikan pendidikan agama; (c) memberikan bimbingan untuk mengenal sifat-sifat luhur; (d) memberikan nasehat; (e) membiasakan bertutur kata yang halus dan sopan; (f) membiasakan menghormati orang yang lebih tua; (g) berkomunikasi dengan anak (Ekowarni, 2004). Kohesivitas yang terbentuk dalam sebuah keluarga dengan selalu menjaga kebersamaan dan melakukan pola interaksi yang konsisten akan sangat membantu dalam pembentukan ketrampilan interpersonal pada anak, seperti yang dikatakan oleh Baron dan Byrne (2005) bahwa kualitas dari interaksi antara seorang ibu (atau pengasuh yang lain) dan anaknya menentukan bagaimana individu kecil tersebut
berespons terhadap sepanjang hidupnya.
orang
lain
Kohesivitas dalam keluarga merupakan suatu kedekatan antar anggota keluarga sehingga menumbuhkan kehangatan, hubungan yang lebih ramah, kooperatif, dan penuh kasih sayang yang tercipta dalam keluarga. Di Jawa keluarga yang mampu membentuk kelekatan/ kohesivitas akan tumbuh merupakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga karena kebersamaan sehingga tercipta guyup, sikap saling tolong menolong (rukun), dan gotong royong dilandasi dengan ketulusan tanpa pamrih dan akan ikut merasakan sakit jika salah satu anggota keluarganya sakit (Haryanto, 2013). Bagi keluarga Jawa yang menganut agama Islam mereka percaya bahwa kebersamaan antar anggota sehingga menimbulkan keceriaan dan kebahagiaan dalam keluarga, seperti yang dicontohkan Rasulallah SAW. (Suwaid, 2003). Pengaruh kedekatan sangat penting dalam daya tarik interpersonal, terlebih lagi masyarakat Jawa yang menjunjung kebersamaan dalam keluarga sehingga timbul kelekatan yang menjadikan terciptanya kehangatan, keceriaan, dan kebahagiaan seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. sehingga tumbuh kemampuan untuk berempati, rasa percaya diri yang tinggi, dan
7
kepercayaan interpersonal sehingga mampu membekali anak untuk mempunyai ketrampilan interpersonal karena aktifitas yang dilakukan dalam keluarga membiasakan untuk berempati serta menjaga tata krama/ unggah ungguh dan nilai kesopanan yang telah dianut oleh keluarga Jawa. Nabi Muhammad SAW. memberi perintah dan teladan untuk menekuni anakanak dan memperbaiki kesopanan anak- anak seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah (Iman, 2012).
menetap di Jawa Tengah ( Karesidenan Surakarta), memiliki anak usia 12- 15 tahun, beragama Islam. Sedangkan informan pendukung berjumlah 3 orang tua yang sebelumnya telah diberikan kuesioner terbuka.
Oleh karena itu, kohesivitas dalam keluarga diperlukan dalam membantu anak untuk membentuk ketrampilan interpersonal, sehingga dari kecil anak sudah mempunyai bekal untuk memiliki ketrampilan interpersonal.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di wilayah Surakarta untuk melihat bagaimana kohesivitas keluarga dalam mengembangkan ketrampilan interpersonal pada anak (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam). Menggunakan pendekatan kualitatif dengan alat ukur kuesioner terbuka dan wawancara. Informan Total informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 90 orang, yang terdiri dari orang tua yang memiliki ciri-ciri: orang asli Jawa, 8
HASIL Kategori 1. bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam a. Cara orang tua membuat anggota keluarga merasa bahagia dan nyaman di rumah Pelajaran 1) Mengajarkan nilai- nilai dan melaksanakan tuntunan agama 2) Menjaga kebersamaan keluarga 3) Saling menyayangi 4) Membimbing anak untuk memiliki budi pekerti (sopan santun dan disiplin) 5) Memfasilitasi kebituhan naggota keluarga b. Aktifitas yang sering dilakukan bersama- sama 1) Membersihkan rumah bersama 2) Bercengkerama dan sharing saat santai 3) Sholat dan ngaji bersama 4) Makan bersama 5) Pergi berkunjung dan libur bersama c. Aturan/ kebiasaan orang Jawa dan nilai agama Islam yang dipakai untuk mengajari anak saling tolong menolong dengan saudara 1) Saling tolong menolong dengan sesama tanpa pamrih 2) Gotong royong 3) Saling peduli, menyayangi, dan mengasihi sesama umat Islam 4) Saling menghormati 2. Manfaat Mengembangkan ketrampilan interpersonal pada anak yang dipengaruhi nilainilai budaya Jawa dan pengaruh Islam a. Manfaat anak mudah bergaul dengan teman sebayanya Pendidikan 1) Mudah bersosialisasi 2) Bisa belajar berbagi,toleransi, dan saling menyayangi 3) Menjadi percaya diri 4) Agar tumbuh kembang anak sesuai dengan perkembangannya 5) Bisa menjalin sillaturahmi dan menumbuhkan kerukunan b. Manfaat mengajarkan bersikap dan berbicara pada teman sebayanya maupun orang yang 9
Frekuensi
Persentase
45
50,00%
20 11 7
22,22% 12,22% 7,78%
7
7,78%
28 27 18 12 5
31,11% 30,00% 20,00% 13,33% 5,56%
34
37,78%
26 23
28,89% 25,56%
7
7,78%
31 29
34,44% 32,22%
13 11
14,45% 12,22%
7
6,67%
lebih tua 1) Lebih dini mengetahui tata krama 2) Mudah berkomunikasi dan bersosialisasi dengan siapapun
3. Kohesivitas keluarga dalam mengembangkan ketrampilan interpersonal anak dengan nilainilai budaya Jawa dan pengaruh Islam a. Aturan atau kebiasaan orang Jawa dan nilainilai agama Islam yang dipakai untuk mengajari anak agar mudah bergaul Menasihati 1) Menanamkan rasa percaya diri 2) Menjaga komunikasi dan sillaturahmi 3) Mengajarkan tata krama dan sopan santun 4) Mau mengerti keadaan orang lain b. Aturan/ kebiasaan orang Jawa dan nilai agama Islam yang dipakai untuk menanamkan percaya diri anak berinteraksi dengan orang lain Menasihati, menerima 1) Memotivasi untuk percaya diri 2) Mengajarkan tata krama 3) Memberi kepercayaan pada anak 4) Selalu mengingat Allah 5) Belajar berbagi c. Aturan atau kebiasaan orang Jawa dan nilainilai agama Islam yang dipakai untuk mengajari anak agar mampu menyelesaikan masalahnya sendiri 1) Membiasakan bertanggung jawab 2) Musyawarah 3) Bersikap tenang, sabar, dan tawakkal 4) Menerapkan kedisiplinan 5) Memberi contoh sikap teladan yang baik
10
88 2
97,78% 2,22%
39 21 19 11
43,33% 23,34% 21,11% 12,22%
33 24 20 11 2
36,67% 26,67% 22,22% 12,22% 2,22%
42 28 12 4 4
46,68% 31,11% 13,33% 4,44% 4,44%
kohesivitas yang terbentuk di keluarga Jawa akan membawa suasana yang menyenangkan dalam keluarga karena kebersamaan sehingga tercipta sikap saling tolong menolong dan gotong royong dilandasi dengan ketulusan tanpa pamrih dan akan ikut merasakan sakit jika salah satu anggota keluarganya sakit. Selanjutnya Suwaid (2003) menambahkan bahwa dalam Islam Rasulallah SAW. Telah mencontohkan bahwa dalam sebuah keluarga harus membangun kebersamaan antar anggota (yang ditunjukkan Rasulallah SAW. dengan memberi nama yang baik, menemani anak, memberi kecupan dan kasih sayang kepada anak- anak, bermain dan bercanda dengan anak, memberikan hadiah dan bonus kepada anak, membelai kepala anak, menyambut anak dengan baik, mencari keadaan anak dan menanyakannya, bersikap adil dan sama terhadap sesama anak, mendoakan anak, membantu anak untuk berbuat baik dan patuh) dengan memberi pendidikan moral, akhlaq, serta etika kesopanan, sehingga menimbulkan keceriaan dan kebahagiaan dalam keluarga. Kebersamaan yang tercipta tersebut tidak lepas dari aktifitas yang dilakukan bersamasama. Berdasarkan hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam Bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam dapat diketahui melalui cara orang tua membuat anggota keluarga merasa bahagia dan nyaman di rumah dengan aktifitas yang sering dilakukan bersama- sama yang secara tidak langsung akan mengajari anak saling peduli dan tolong menolong dengan saudara. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara bahwa hal yang membuat anggota keluarga merasa bahagia dan nyaman di rumah yakni dengan mengajarkan dan malaksanakan tuntunan agama Islam serta selalu menjaga kebersamaan (seperti berkumpul dan sharing bersama), sehingga ketika kebersamaan itu terjaga jugaakan memudahkan orang tua untuk mengajarkan nilai- nilai dan melaksanakan tuntunan agama Islam (seperti tertib menjalankan sholat berjamaah dan mengaji bersama), serta tumbuh sikap saling menyayangi, membimbing anak agar memiliki budi pekerti, saling membantu dan memfasilitasi kebutuhan anggota keluarga. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Sudarsono (2008) 11
kuesioner dan wawancara menyatakan bahwa aktifitas yang sering dilakukan bersama- sama adalah membersihkan rumah bersama, bercengkerama dan sharing saat santai, sholat berjamaah dan mengaji bersama, makan bersama, serta pergi berkunjung dan berlibur bersama. Manfaat yang dirasakan dari aktifitas yang sering dilakukan bersama- sama tersebut yakni jadi lebih dekat, bisa lebih mudah mengawasi, lebih mengerti dan memahami satu sama lain.Hal ini sesuai dengan pendapat dari Wicaksosno (2008) bahwa bentuk kohesivitas dapat dilihat dari aktifitas yang dilakukan bersama, proses pengambilan keputusan ( berdiskusi, mencari solusi, dan mengambil keputusan bersama), serta saling memberi dukungan. Baron dan Byrne (2005) juga menyatakan bahwa bentuk kohesivitas dalam keluarga yang dapat menumbuhkan hubungan yang menyenangkan dan memuaskan di dalam keluarga adalah dengan saling membantu agar anak memiliki kemampuan untuk berempati, memberi kepercayaan pada anak misalnya dengan menyatakan pendapat, agar anak mempunyai rasa percaya diri sehingga menumbuhkan kepercayaan interpersonal. Rasulallah SAW juga memberi teladan dengan menemani anak,
memberi kecupan dan kasih sayang kepada anak- anak, bermain dan bercanda dengan anak, memberikan hadiah dan bonus kepada anak, membelai kepala anak, menyambut anak dengan baik, mencari keadaan anak dan menanyakannya ( Suwaid, 2003). Mengerti dan memahami satu sama lain berarti mengetahui situasi dan kondisi (empan papan). Orang yang bisa empan papan akan menyenangkan hati orang lain (Yana, 2012). Sudarsono (2008) menambahkan bahwa ciri-ciri masyarakat jawa adalah menjunjung kebersamaan, suka kemitraan, mementingkan kesopanan, toleransi tinggi, dan hidup pasrah. Dalam kebersamaan keluarga terdapat falsafah Jawa mangan ora mangan sing penting tetep kumpul, yang artinya makan tidak makan yang penting tetap bersama, meskipun itu hanya sebuah ungkapan, tapi sampai sekarang orang tua di Jawa dalam keadaan apapun baik senang maupun susah yang penting tetap bersama, akan terasa lebih ringan jika dihapai bersama karena memang adanya guyup, rukun, dan gotong royong sesama saudara. Melakukan aktifitas bersama- sama seperti sholat dan ngaji bersama serta
12
membersihkan rumah bersama secara tidak langsung akan menumbuhkan sikap saling bantu atau tolong menolong satu sama lain. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara orang tua menanamkan sikap untuk saling tolong menolong dengan tanpa pamrih (tulus ikhlas) untuk saling membantu (gotong- royong), saling berbagi, saling peduli, saling menyayangi dan mengasihi, serta saling menghormati, sehingga sama seperti simpul falsafah Jawa yang menggambarkan gotong royong harus dikedepankan sifat sepi ing pamrih, rame ing gawe, yang artinya dalam berkerja sama saling tolong menolong jangan sampai ada penyakit ingin dipuji, dibanggabanggakan, dan disanjung- sanjung, sehingga dalam anggota keluarga Jawa saling tolong menolong dan gotong royong dilandasi dengan ketulusan tanpa pamrih jika kelekatan telah tercipta dalam keluarga (Yana,2012). Haryanto (2013) menambahkan bahwa Di Jawa keluarga yang mampu membentuk kelekatan/ kohesivitas akan tumbuh merupakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga karena kebersamaan sehingga tercipta guyup, sikap saling tolong menolong (rukun), dan gotong royong dilandasi dengan ketulusan tanpa pamrih dan akan
ikut merasakan sakit jika salah satu anggota keluarganya sakit. Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam terlihat dari orang tua yang membuat anggota keluarganya merasa bahagia dan nyaman di rumah yakni dengan megajarkan dan melaksanakan tuntunan agama Islam serta menjaga kebersamaan, yang diwujudkan melalui aktifitas yang dilakukan bersama- sama contohnya yaitu sholat dan ngaji bersama serta membersihkan rumah bersamasama, dari situ banyak yang diajarkan agar anak bisa saling tolong menolong dengan tanpa pamrih, saling peduli, saling menyayangi dan mengasihi sesama umat Islam, serta saling menghormati. 2. Manfaat mengembangkan ketrampilan interpersonal pada anak yang dipengaruhi nilai- nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam Ketrampilan interpersonal pada anak yang dikembangkan dari kohesifitas keluarga memerlukan orang tua yang mengetahui manfaat dari pengembangan ketrampilan interpersonal itu sendiri pada anak. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara bahwa menurut orang tua bahwa manfaat dari anak yang
13
mudah bergaul dengan teman sebayanya yakni anak akan mudah bersosialisasi; bisa belajar berbagi (andhap asor), toleransi, saling menyayangi; bisa berempati dengan orang lain; anak jadi percaya diri; bisa menumbuhkan kerukunan, solidaritas, dan menjaga sillaturahmi. Selain berteman dengan temanteman di sekolah, anak di rumah juga bermain dengan teman- teman di kampung, mengikuti kegiatan kemasyarakatan (Karang Taruna dan Olahraga di kampung).
SWT menganjurkan untuk saling menyayangi, menjaga kerukunan dan menjaga sillaturahim. Seperti dalam firman Allah SWT. dalam surat Ali Imran ayat 103: “ dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhmusuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Manfaat tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Alfikalia dan Maharani (2009) adapun manfaat yang dapat dirasakan jika memiliki ketrampilan interpersonal interpersonal adalah: 1) Sarana mempelajari dunia luar; 2) Dapat berhubungan dengan orang lain; 3) Dapat mempengaruhi orang lain; 4) Sebagai sarana bermain; 5) Dapat membantu/memberikan kemudahan bagi orang lain. Selanjutnya Bramantyo dan Prasetyo (2007) menambahkan jika seseorang memiliki ketrampilan interpersonal yang tinggi, maka hal pertama yang dirasakan adalah kuatnya rasa percaya diri, untuk kemudian akan dihargai oleh orang lain, dan pada akhirnya akan dapat membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain.
Selain itu dalam Firman Allah SWT. pada QS. An Nisa ayat 1 yang menganjurkan untuk menjaga silaturrahim, yaitu: “ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan lakilaki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
Orang Jawa dengan pengaruh agama Islam yang dianutnya pasti mengetahui bahwa memang Allah
14
Selanjutnya, selain mengetahui manfaat mudah bergaul dengan teman sebayanya, mengetahui manfaat cara bersikap dan berbicara dengan orang yang lebih tua dari anak tersebut juga penting untuk mengembangkan ketrampilan interpersonalnya. Menurut orang tua berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner manfaat mengajarkan anak bersikap dan berbicara pada teman sebayanya maupun orang yang lebih tua yakni mengetahui tata krama (bersikap dan berbicara), mudah bersosialisasi dengan siapapun. Hal tersebut seperti pendapat dari Yana (2012) bahwa Orang tua di Jawa berpandangan bahwa nilai kesopanan, unggah ungguh, tindak tanduk, yang kesemuanya itu merupakan tata krama Jawa yang diajarkan sejak anak masih kecil, dengan harapan bisa menggunakan hal- hal tersebut di mana pun dan kapan pun (Yana, 2012).
dapat mengembangkan ketrampilan interpersonal anak dengan nilai-nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam. Kohesivitas dalam keluarga dengan nilai budaya Jawa dan pengaruh Islam dapat membantu mengembangkan ketrampilan interpersonal anak dengan mengetahui aturan atau kebiasaan orang Jawa dan nilai- nilai agama Islam yang dipakai orang tua untuk mengajari anak agar mudah bergaul, untuk menanamkan percaya diri anak berinteraksi dengan orang lain, serta untuk mengajari anak agar mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Aturan atau kebiasaan orang Jawa dan nilai- nilai agama Islam yang dipakai untuk mengajari anak agar mudah bergaul adalah dengan menanamkan rasa percaya diri pada anak, menjaga komunikasi dan sillaturahmi, mengajarkan tata krama, mau peduli serta mengerti dan menghargai pendapat orang lain. Hal tersebut ditunjukkan contohnya dengan orang tua mendukung anak untuk ikut kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan, menjenguk teman sakit, dan ikut rewang di tetangga yang punya kerja. Hal ini sama seperti yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Jika di lihat dari nilai agama Islam bahwa keceriaan dan kegembiraan anak itu akan melahirkan rasa optimisme dan percaya diri, Rasullah SAW. senantiasa menanamkan jiwa periang dan kegembiraan di dalam jiwa anak
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manfaat dari pengembangan ketrampilan interpersonal itu sendiri pada anak adalah agar anak mudah bersosialisai, serta mengetahui lebih dini tata krama dan unggah ungguh dalam berhubungan dengan orang lain baik pada teman sebaya maupun orang yang lebih tua. 3. Memahami dan mendeskripsikan bagaimana kohesivitas dalam keluarga
15
diantaranya adalah dengan menyambut anak- anak dengan sambutan yang hangat ketika bertemu, mengajak bercanda, bersikap adil dan sama terhadap sesama anak, membantu anak untuk berbuat baik dan patuh) dengan memberi pendidikan moral, akhlaq, serta etika kesopanan, sehingga menimbulkan keceriaan dan kebahagiaan dalam keluarga (Suwaid, 2003). Orang Jawa dengan pengaruh agama Islam yang dianutnya pasti mengetahui bahwa memang Allah SWT menganjurkan untuk menjaga sillaturahim. Seperti dalam firman Allah SWT. dalam surat An Nisa ayat 1: “ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan lakilaki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
jadi anak yang sombong (ojo dumeh)), memberi kerpercayaan pada anak, selalu mengingat Allah SWT. (semua sama di mata Allah SWT. hanya ketaatan dan ketaqwaannya yang membedakan), selalu bersyukur, apa adanya (narima)), serta berbagi dengan sesama (andhap ashor). Menurut Yana (2012) di dalam keluargalah seorang anak dikenalkan berbagai aturan, norma, dan nilai-nilai yang baik. Nilai kesopanan, unggah ungguh, tindak tanduk yang semuanya itu termasuk tata krama Jawa yang diajarkan sejak anak masih kecil, dengan harapan bisa menggunakan hal- hal tersebut di mana pun dan kapan pun. Orang tua membimbing nak agar percaya diri berhubungan dengan orang lain dengan cara mengingatkan bahwa semua sama di mata Allah SWT. hanya ketaatan dan ketaqwaannya yang membedakan juga terdapat pad QS. Al Hujarat Ayat 13: “ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Selanjutnya, orang tua menanamkan percaya diri anak berinteraksi dengan orang lain adalah dengan memotivasi anak untuk percaya diri, mengajarkan tata krama termasuk unggah ungguh (bisa membawa diri mereka, jadi mereka mampu menempatkan diri, jangan
Saling berbagi yang diajarkan orang tua seperti dalam falsafah Jawa 16
mengatakan wonten sekedek (sekedhek) dipundum (dipun dum) sekedek (sekedhek), wonten katah (kathah) inggih dipundum (dipun dum) katah (kathah) yang artinya bila ada (rizki) sedikit akan dibagi sedikit, tetapi jika ada banyak (rizki) yang didapat juga akan dibagi banyak pula (Yana, 2012). Selain itu firman Allah dalam QS. Al Baqarah ayat 245 juga menganjurkan untuk berbagi yang salah satunya bisa diwujudkan dengan bersedekah, yakni sebagai berikut: “ siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepadaNya-lah kamu dikembalikan.”
tenang, sabar, dan tawakkal mendekatkan diri kepada Allah. Orang tua di Jawa yang mengajarkan seperti itu menurut Sudarsono (2008) karena ciri- ciri masyarakat Jawa yakni menjunjung kebersamaan, suka kemitraan, mementingkan kesopanan, toleransi tinggi, dan hidup pasrah. Selain ciri orang Jawa yang mampu hidup pasrah dalam tuntunan agama Islam Allah juga berfirman sabar dan tawakkal dalam menghadapi sesuatu, dalam QS Ali Imran ayat 200: “ Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kohesifitas keluarga yang dapat mengembangkan ketrampilan interpersonal anak tidak lepas dari peran serta orang tua dengan mengajari dan melakukan aktifitas bersama untuk menanamkan agar anak mudah bergaul, percaya diri, serta menyelesaikan masalahnya sendiri yakni dengan memotivasi dan memfasilitasi untuk percaya diri (adanya sharing/ musyawarah di rumah), mendukung dan memberi arahan untuk selalu menjaga sikap dan bicara (tata krama/ unggah ungguh), saling berbagi, serta selalu mengingat Allah untuk menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Kemudian seperti yang diajarkan oleh orang tua untuk bersyukur seperti dalam perintah Allah SWT firmanNya dalam QS. Albaqarah ayat 152: “ karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” Aturan atau kebiasaan orang Jawa dan nilai- nilai agama Islam yang dipakai untuk mengajari anak agar mampu menyelesaikan masalahnya sendiri adalah dengan membiasakan bertanggung jawab, sharing/ musyawarah, bersikap
17
pengaruh agama Islam dikembangkan melalui peran serta orang tua dengan mengajari dan melakukan aktifitas bersama untuk menanamkan agar anak mudah bergaul, percaya diri, serta menyelesaikan masalahnya sendiri, yakni dengan memotivasi dan memfasilitasi anak untuk percaya diri (adanya sharing/ musyawarah di rumah), memberi arahan untuk selalu menjaga sikap dan bicara (tata krama/ unggah ungguh), saling berbagi, selalu mengingat Allah SWT. untuk menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan mengenai kohesivitas keluarga dalam mengembangkan ketrampilan interpersonal anak (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam) adalah sebagai berikut: 1. Bentuk kohesivitas dalam keluarga di Jawa dengan pengaruh agama Islam terlihat dari orang tua yang membuat anggota keluarganya merasa bahagia dan nyaman di rumah yakni dengan megajarkan dan melaksanakan tuntunan agama Islam serta menjaga kebersamaan, yang diwujudkan melalui aktifitas yang dilakukan bersama- sama contohnya yaitu sholat dan ngaji bersama serta membersihkan rumah bersamasama, dari situ banyak yang diajarkan agar anak bisa saling tolong menolong dengan tanpa pamrih, saling peduli, saling menyayangi dan mengasihi sesama umat Islam, serta saling menghormati. 2. Manfaat dari pengembangan ketrampilan interpersonal pada anak adalah agar anak mudah bersosialisasi serta mengetahui lebih dini tata krama/ unggah ungguh dalam berhubungan dengan orang lain baik pada teman sebaya maupun orang yang lebih tua. 3. Ketrampilan interpersonal anak dari keluarga Jawa dengan
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka penulis memberikan saran antara lain kepada: 1. Bagi informan penelitian a. Orang tua: hendaknya lebih banyak meluangkan waktu bersama anak untuk memberikan perhatian kepada anak dan lebih mendekatkan diri dengan anak untuk membangun kelekatan dengan anak, serta dapat memberi kepercayaan anak melakukan aktifitas yang dapat menunjang kemampuan sosial anak. b. Anak yang memasuki usia remaja: hendaknya lebih memanfaatkan segala hal yang yang sudah difasilitasi orang tua untuk 18
mengembangkan kemampuan nterpersonal, misalnya seperti terbuka dan berdiskusi saat sharing di rumah serta mengikuti kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. 2. Bagi penelliti lain, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan informasi para peneliti selanjutnya tentang kohesifitas keluarga dalam mengembangkan ketrampilan interpersonal anak (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam) dengan mempertimbangkan range usia informan (orang tua) dan keluarga yang menjadi informan tersebut merupakan keluarga dengan orang tua lengkap (bapak dan ibu lengkap) ataukah single parent (bapak saja atau ibu saja). Peneliti selanjutnya juga diharapkan untuk melihat faktor dan sisi lain yang berperan dalam memgembangkan ketrampilan interpersonal anak. DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Ilmu Komunikasi, 6, 25-44 Anindita, D., & Bashori, K.. (2012). Kohesivitas suami istri di usia madya. Jurnal Humanita, 9, 13-26 An-Naisaburi, M. (2012). Ensiklopedia hadist 4; Shahih muslim 2. Jakarta: Almahira At-Tirmizi, J. (2012). Ensiklopedia hadist 6: Jami’ at-tirmizi. Jakarta: Almahira Baron, R. A,. & Byrne, D. (2005). Psikologi sosial. Edisi Kesepuluh Jilid 2. Jakarta: Erlangga Bramantyo R., dan Prasetyo, A. T.. (2007). Ketrampilan interpersonal. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP: Jakarta Departemen Agama. (2010). Al Quran dan terjemahannya. Bandung: Sinar Baru Algensindo Devito,
Al-Bukhori. (2012). Ensiklopedia hadist 2; Shahih al-bukhori 2. Jakarta: Almahira. Alfikalia, dan Maharani, A.. (2009). Faktor- faktor pendukung komunikasi interpersonal: studi kasus pada mahaiswa tingkat pertama di Universitas Paramadina.
J. A.. (2005). The interpersonal communication, 11th ed. New York: Harper collins
Ekowarni, E., (2004). Pemahaman sifat budi luhur para abdi dalem keraton yogyakarta. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Proyek SP4 Fakultas Psikologi UGM
19
Haryanto, J. T. (2013). Kontribusi ungkapan tradisional dalam memebangun kerukunan beragama. Walisongo, 21, 365- 392
komunikasi orang tua terhadap kecerdasan interpersonal anak usia 4-5 tahun di tk education 21 kulim pekanbaru. Skripsi. Riau: FKIP-Universitas Riau Schwartz, D. J., (2007). Berpikir dan berjiwa besar. Jakarta: Binarupa Aksara Shin, S.Y. & Park, W. (2011). Moderating effects of group cohesiveness incompetency performance relationships: A multy-level study. Journal of Behavioral Studies in Business, (AABRI), 1-15 Sudarsono. (2008). Kearifan lingkungan dalam perspektif Budaya Jawa. Yayasan Susanti, F., Siswati, & Widodo P.B.. (2010). Pengaruh permainan tradisional terhadap kompetensi interpersonal dengan teman sebaya pada siswa SD ( studi eksperimen pada siswa kelas 3 SDN Srondol Wetan 04- 09 dan SDN Srondol Wetan 0508). Jurnal Psikologi UNDIP, 8, 146- 148
Imam. (2012). Tugas dan tanggung jawab ayah dan ibu kepada anak. Diunduh dari ahklaqulkarimah.blogspot.c om Katwal, N., & Kamalanabhan, T J.. (2002). Factors influencing sibling cohesiveness in the indian families. Pakistan Journal of Psychological Research, 17, 17-28 Lovett, M., & Jones, I. S.. (2006). Social/interpersonal skills in business: In field, curriculum and student perspectives. Journal of Management and Marketing Research (AABRI), 1-13 Lwin,
M. (2008). Cara mengembangkan berbagai komponen kecerdasan. Yogyakarta: PT. Indeks
Musbikin, I. (2003). Kudidik anakku dengan bahagia. Yogyakarta: Itra Pustaka Pramudiarta, AN. U.. (2012). Jarang bergaul bisa membuat struktur otak berubah. Diunduh dari DetikHealth.com
Suwaid, M.. (2003). Mendidik anak bersama nabi sallahualaihi wassalam. Surakarta: Dar Al wafa Almanshurah Suwarno, S. W. & Meinarno, E. A. (2011). Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Sartika, R., Chairilsyah, D., & Risma, D.. (2010). Pengaruh
20
Wicaksono, B. & Prabowo, H. (2010). Kohesivitas tim pendukung sepak bola persija. Jurnal Psikologi Gunadarma, 3, 154-159 Wicaksono, B. (2008). Jurnal kohesivitas suporter tim sepak bola persija. Jurnal Universitas Gunadarma, 1, 1-17 Yana.
(2012). Falsafah dan pandangan hidup orang Jawa. Yogyakarta: Bintang Cemerlang
21