KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA MEDIA BIOFLOK
DIAN UTAMI PUTRI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
i
ABSTRAK DIAN UTAMI PUTRI. Kinerja Reproduksi Ikan Nila Oreochromis niloticus pada Media Bioflok. Dibimbing oleh MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR dan JULIE EKASARI. Teknologi bioflok telah berhasil diterapkan untuk meningkatkan pertumbuhan ikan nila, tetapi sedikit yang diketahui tentang kontribusi bioflok pada kinerja reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penerapan teknologi bioflok terhadap kinerja reproduksi ikan nila Oreochromis niloticus. Pada penelitian ini digunakan ikan nila dengan ukuran panjang dan bobot awal rata-rata masing-masing 16,59 + 0,48 cm dan 84,56 + 4,81 g. Penelitian ini terdiri dari dua perlakuan yaitu kontrol dan BFT (Biofloc Technology) dengan empat kali ulangan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok mempengaruhi nilai indeks gonad somatik (P<0,05) pada hari ke84, indeks hepar somatik pada hari ke-56 (P<0,05). Perlakuan bioflok juga menghasilkan fekunditas ikan dan jumlah larva lebih tinggi daripada kontrol (P<0,05). Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa bioflok mampu meningkatkan kinerja reproduksi ikan nila Oreochromis niloticus. Kata kunci: bioflok, reproduksi, ikan nila. ----------------------
ABSTRACT DIAN UTAMI PUTRI. Reproductive Performance of Oreochromis niloticus on Biofloc System. Supervised by MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR and JULIE EKASARI. Biofloc technology system (BFT) has been successfully applied for nile tilapia growth, but yet for contribution on reproductive performance. This study aimed to evaluate the effect of the application of BFT on reproductive performance of Oreochromis niloticus. This study used tilapia with an average body weight of 84.56 + 4.81 g. Analysis of variance showed that gonadal somatic index (P <0.05) on day 84, liver somatic index at day 56 (P <0.05), fecundity and larvae production from biofloc treatment is higher than controls. But in egg diameter and survival rate have no effect significantly from BFT application (P<0,05). Key words: biofloc, reproductive, nile tilapia.
ii
KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA MEDIA BIOFLOK
DIAN UTAMI PUTRI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA MEDIA BIOFLOK Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, September 2012
Dian Utami Putri C14080077
iv
: Kinerja Reproduksi Ikan Nila Oreochromis niloticus pada Media
Judul
Bioflok Nama
: Dian Utami Putri
NIM
: C14080077
Departemen
: Budidaya Perairan
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior NIP. 19590218 198601 1 001
Julie Ekasari, M.Sc. NIP. 19770725 200501 2 002
Diketahui, Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Sukenda NIP. 19671013 199302 1 001
Tanggal Lulus :
v
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2012 sampai dengan Agustus 2012 adalah reproduksi ikan, dengan judul “Kinerja Reproduksi Ikan Nila Oreochromis niloticus pada Media Bioflok”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. M. Zairin Junior dan Julie Ekasari, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas semua arahan dan pengetahuan yang diberikan dalam penelitian serta penulisan skripsi ini. Dr. Dedi Jusadi selaku Pembimbing Akademik, Dr. Widanarni dan Dadang Shafruddin, M.S selaku dosen penguji tamu. 2. Ayahanda Belly Phan al Koko Wardana, Ibunda Cicih Susiati serta adik Novita, Kurniawan, dan Angga yang selalu memberikan doa, dukungan moral maupun material. 3. Bapak Ranta, Bapak Wasjan, Bapak Henda, Bapak Aam, Ibu Retno dan Ibu Ida yang telah membantu dalam penelitian ini serta Bapak Agus yang telah mengizinkan menggunakan bak penelitian dan Ibu Lina yang telah mengizinkan menggunakan peralatan laboratorium. 4. Nora Putri Sari atas kerjasamanya dalam penelitian ini. Teman-teman lingkungan: Ulfa, Diska, Rosita, Kak Yayan yang selalu ada saat senang maupun duka, serta Desil, Ai, Titi, Nurlita, Jeanni, Dendi, Wahyu, Eko, Asep, Abror, Eriza, Widi, Putri, Aqil, Taqin, Burhan, Brilian, Bayu, Kurnia, Arin, dan teman-teman PATMO lainnya atas bantuan dan dukungannya dalam penelitian ini. Semoga
skripsi
ini
dapat
bermanfaat
bagi
semua
pihak
yang
berkepentingan.
Bogor, September 2012 Dian Utami Putri
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Juli 1990 di kota Jambi. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Belly Phan alias Koko Wardana dan Cicih Susiati. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah TK Nasional Sariputra, SD Nasional Sariputra, SMP Al Chasanah Tanjung Duren, serta SMA Negeri 33 Cengkareng dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan penulis memasuki Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Akuakultur periode 2009-2010. Penulis juga aktif menjadi Asisten Praktikum pada beberapa mata kuliah yaitu Fisiologi Reproduksi Ikan (2012), dan Industri Pembenihan Organisme Akuatik (2012). Selain itu, untuk meningkatkan pengetahuan di bidang perikanan budidaya, penulis pernah mengikuti magang liburan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi (2009), Stasiun Lapang Kegiatan Budidaya Ikan Gurame PT Semata Tasikmalaya (2010), dan Praktik Lapangan Akuakultur pembenihan patin siam di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Subang (2011). Selama di IPB penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2011-2012. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi berjudul ”Kinerja Reproduksi Ikan Nila Oreochromis niloticus pada Media Bioflok”.
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi I.
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
II. BAHAN DAN METODE ................................................................................ 3 2.1
Rancangan Penelitian ............................................................................... 3
2.2
Metode Pemeliharaan ............................................................................... 3
2.3
Prosedur Penambahan Karbon ................................................................. 4
2.4
Parameter Penelitian ................................................................................. 4
2.5
Analisis Data ............................................................................................ 6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 7 3.1
Hasil.......................................................................................................... 7
3.1.1
Indeks Gonad Somatik (IGS) ............................................................. 7
3.1.2
Indeks Hepar Somatik (IHS) ............................................................. 7
3.1.3
Fekunditas ......................................................................................... 8
3.1.4
Diameter Telur .................................................................................. 9
3.1.5
Jumlah Larva ..................................................................................... 9
3.1.6
Sintasan ........................................................................................... 10
3.2
Pembahasan ............................................................................................ 10
IV. KESIMPULAN .............................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17 LAMPIRAN .......................................................................................................... 20
viii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kandungan nutrisi pelet komersial nila Oreochromis niloticus dalam bobot kering .................................................................................................................. 3 2. Kisaran parameter kualitas air pada media pemeliharaan ................................... 6 3. Nilai IGS untuk masing-masing TKG (Azwar 1997) ....................................... 11
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Indeks gonad somatik (IGS) induk ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan .... 7 2. Indeks hepar somatik (IHS) induk ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan .... 8 3. Fekunditas induk ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan ......................................... 8 4. Diameter telur ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan ......................................... 9 5. Jumlah total larva ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama masa pemeliharaan ..................................................... 9 6. Tingkat kelangsungan hidup induk ikan nila ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan .................................................................................................... 10
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan jumlah molase ............................................................................... 21 2. Analisis ragam indeks gonad somatik (IGS) nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84 ................................................................................................................ 22 3. Analisis ragam indeks hepar somatik (IHS) nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84 ...................................................................................................................... 23 4. Analisis ragam fekunditas nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84 .................. 24 5. Analisis ragam diameter telur nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84 ............ 25 6. Analisis ragam jumlah larva nila hingga akhir pemeliharaan ........................... 26 7. Analisis ragam sintasan nila hingga akhir pemeliharaan .................................. 27 8. Hasil analisis kualitas air ................................................................................... 28
xi
I. PENDAHULUAN Teknologi bioflok merupakan teknologi budidaya yang didasarkan kepada prinsip asimilasi nitrogen anorganik (amonia, nitrit, dan nitrat) oleh komunitas mikroba (bakteri heterotrof) dalam media budidaya sebagai sumber makanan (De Schryver et al. 2008). Avnimelech (2012) mengemukakan bahwa tujuan dikembangkannya teknologi bioflok ini adalah untuk memperbaiki dan mengontrol kualitas air budidaya, biosekuriti, membatasi penggunaan air, serta efisiensi penggunaan pakan. Bioflok merupakan suspensi yang terdapat di dalam air yang berupa fitoplankton, bakteri, agregat hidup, bahan organik dan pemakan bakteri (Avnimelech 2007). Penelitian mengenai penerapan teknologi bioflok terhadap kualitas air, telah dilakukan Avnimelech (1999) yaitu dengan pemberian karbohidrat berupa glukosa dan tepung tapioka dalam bak pemeliharaan ikan nila dengan kepadatan 80ekor/m3 dapat menurunkan konsentrasi TAN secara nyata. Selain dapat memperbaiki kualitas air, penerapan teknologi bioflok juga dapat meningkatkan pertumbuhan ikan nila (Maryam 2010). Sementara penelitian mengenai kontribusi bioflok pada kinerja reproduksi telah dilakukan pada udang Litopenaeus stylirostris (Emerenciano et al. 2011). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa kinerja pemijahan L. stylirostris pada kondisi flok lebih baik daripada dalam kontrol (Emerenciano et al. 2011). Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia. Ikan ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat, mudah bereproduksi, berdaging tebal, dan mudah dibudidayakan (Molina et al. 2009). Selain itu, ikan nila juga merupakan salah satu ikan konsumsi dari 10 jenis ikan yang menjadi target peningkatan produksi yang dicanangkan KKP pada 2014 (KKP 2010). Menurut Moriarty (1997) tilapia mampu memanfaatkan mikroba berupa bakteri sebagai pakan. Dengan demikian penerapan konsep teknologi bioflok selain dapat menurunkan amonia air juga dapat menyediakan single cell protein sebagai sumber pakan ikan nila selain pakan buatan. Avnimelech (1999) menyatakan bahwa dengan adanya penambahan bahan berkarbon, bakteri akan menggunakan nitrogen yang terdapat dalam kolam budidaya untuk memproduksi
1
protein mikroba yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sehingga terbukti mampu mengurang nitrogen anorganik dan menggantikan protein pakan. Sementara penelitian Emerenciano et al. (2011) melaporkan bahwa kinerja reproduksi udang L. stylirostris yang dipelihara pada media bioflok lebih baik karena adanya kontribusi bioflok sebagai “native protein”. Dengan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penerapan teknologi bioflok terhadap kinerja reproduksi ikan nila Oreochromis niloticus.
2
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua perlakuan yaitu perlakuan kontrol dan perlakuan BFT (Bioflocs Technology) dengan empat kali ulangan. 2.2 Metode Pemeliharaan Ikan nila yang digunakan berasal dari Balai Pengembangan Benih Ikan Air Tawar (BPBIAT) Wanayasa, berumur 125 hari dengan ukuran panjang 16,59 + 0,48 cm dan bobot 84,56 + 4,81 g. Ikan uji ditebar pada masing-masing bak pemeliharaan dengan kepadatan 60 ekor/bak dengan rasio jantan dan betina 1:4. Wadah pemeliharaan ikan yang digunakan berupa kolam beton berukuran 3m x 2m x 0,7m sebanyak 8 unit. Pakan yang diberikan berupa pelet tenggelam komersial dengan kandungan protein 30% (Tabel 1). Tabel 1. Kandungan nutrisi pelet komersial nila Oreochromis niloticus dalam bobot kering No. Komposisi proksimat 1. Kadar abu 2. Protein 3. Lemak 4. Serat kasar 5. BETN *) Sesuai dengan analisis proksimat pakan
Kandungan (%) 16,04 33,00 7,04 7,13 36,79
Prosedur penelitian meliputi masa persiapan dan masa pemeliharaan. Pada masa persiapan, semua bak disikat dan dibersihkan dari lumut dan kotoran lain yang menempel, diikuti dengan pengeringan selama 1 hari. Selanjutnya dilakukan pemasangan instalasi aerasi dengan 12 titik aerasi per bak. Pada hari berikutnya air ditambahkan sebanyak 3 m3 dan dibiarkan tergenang selama 3 hari sebelum ikan ditebar. Sebelum diberi perlakuan, ikan diadaptasikan terlebih dahulu dalam bak pemeliharaan selama 3 hari. Masa pemeliharaan terdiri dari pemberian pakan, penambahan molase, sampling induk, serta pengukuran kualitas air. Masa pemeliharaan berlangsung selama 84 hari. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pukul 09.00, dan 16.00 WIB dengan tingkat pemberian pakan awal 3% bobot biomassa per hari. Pemberian jumlah pakan selanjutnya dilakukan secara at satiation 3
disesuaikan dengan respon makan ikan secara visual. Penambahan molase dilakukan setiap 2 kali sehari setengah jam setelah pemberian pakan. Sampling dilakukan setiap 14 hari sekali dengan mengambil contoh 5 ekor induk betina per bak (20 ekor per perlakuan). Pengukuran kualitas air berupa suhu dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran DO, pH, dan TAN dilakukan setiap seminggu sekali. Larva dan benih ikan yang dihasilkan pada masing-masing bak pemeliharaan dikumpulkan dan dihitung setiap hari. 2.3 Prosedur Penambahan Karbon Sumber karbon organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah molase dengan konsentrasi C sebesar 40%. Penambahan molase pada media budidaya dilakukan dengan mengadaptasi perhitungan yang dilakukan oleh Avnimelech (1999). Berdasarkan perhitungan tersebut (Lampiran 1) maka didapatkan jumlah molase yang ditambahkan ke dalam media budidaya adalah sebanyak 1,11 kali jumlah pakan yang diberikan. Penambahan molase dilakukan setiap 2 kali sehari setengah jam setelah pemberian pakan. 2.4 Parameter Penelitian Data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi bobot tubuh, indeks gonad somatik (IGS), indeks hepar somatik (IHS), jumlah telur, diameter telur, jumlah anakan, dan tingkat kelangsungan hidup. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi di gonad secara kuantitatif dilakukan pengukuran indeks gonad somatik (IGS). IGS ditentukan dengan rumus yang dikemukakan oleh Effendie (2002), yaitu: G
Wg W
Keterangan: IGS = indeks gonad somatik (%) Wg = bobot gonad (g) W
= bobot tubuh ikan (g) Indeks hepar somatik (IHS) adalah rasio bobot hati terhadap bobot tubuh
(Ishibashi et al. 1994). IHS dapat diketahui dengan menggunakan rumus (Sulistyo et al. 2000):
4
Fekunditas menurut Bagenal (1978) adalah jumlah telur matang yang ada dalam ovarium sebelum dikeluarkan dalam pemijahan. Perhitungan fekunditas dilakukan berdasarkan rumus Bagenal (1978): Wg W Keterangan: Wg = bobot gonad (g) Ws
= bobot sub sampel (g)
N
= Jumlah telur dalam sub sampel Telur ikan yang digunakan untuk pengukuran parameter ini berasal dari
induk betina yang disampling. Dari masing-masing induk tersebut, 100 butir telur per gonad diukur diameternya dengan mengukur jarak panjang (a) dan lebar (b) telur yang kemudian dirata-ratakan, selanjutnya diukur menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 yang dilengkapi dengan micrometer yang kemudian dikonversi menjadi mm. (
)
Jumlah larva dihitung secara manual satu per satu kemudian diletakkan di hapa pemeliharaan larva. Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup adalah persentase ikan yang hidup dari jumlah seluruh ikan yang dipelihara dalam suatu wadah setelah masa pemeliharaan. Ikan yang diambil sebagai sampel setiap dua minggu dihitung ikan hidup. Tingkat kelangsungan hidup ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie, 2002):
Keterangan: No
= Jumlah ikan awal
Nt
= Jumlah ikan akhir Pengukuran parameter kualitas air dilakukan di awal perlakuan dan setiap 7
hari selama perlakuan di bak. Hasil analisis kualitas air menunjukkan bahwa kisaran parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini berada pada kisaran yang optimum bagi pemeliharaan ikan nila (Tabel 2) (Lampiran 8).
5
Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air pada media pemeliharaan Perlakuan Kontrol Bioflok Optimal
Suhu (oC) 27,8-32,0 27,8-32,2 25,0-32,0 Hepher dan Pruginin (1981)
Parameter Kualitas Air DO pH (mg/l) 4,7-6,6 7,28-8,29 3,6-6,5 7,39-8,13 >3,0 6,0-9,0 Henley Popma dan (2005) Masser (1999)
TAN (mg/l) 0,166-1 0,146-0,847 0,5-1,0 Boyd (1990)
2.5 Analisis Data Parameter yang diuji secara statistik adalah IGS, IHS, fekunditas, diameter telur, jumlah larva, tingkat kelangsungan hidup ikan nila. Data yang diperoleh diolah pada Microsoft Excel 2010 dan dianalisis ragam ANOVA (P<0,05) program SAS 9.1.3.
6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara 0,89-3,50% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa bioflok
mempengaruhi nilai IGS secara signifikan (P<0,05) (Lampiran 2) terutama pada hari ke-84. Nilai IGS tertinggi diperoleh ikan yang diberi bioflok sebesar 3,50% pada hari ke-56 sedangkan nilai indeks gonad somatik tertinggi pada ikan yang tanpa diberi bioflok sebesar 2,94% (Gambar 1). 4,5 4 3,5 IGS (%)
3 2,5 kontrol
2
BFT
1,5 1 0,5 0 0
14
28
42 Hari ke-
56
70
84
Gambar 1. Indeks gonad somatik (IGS) induk ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan 3.1.2 Indeks Hepar Somatik (IHS) Nilai IHS pada perlakuan kontrol berkisar antara 1,03-2,46%, sedangkan nilai IHS pada perlakuan bioflok berkisar antara 1,03-2,28%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan bioflok dapat mempengaruhi indeks hepar somatik pada hari ke-56 (P<0,05). (Lampiran 3). Pada hari ke-56, nilai IHS pada perlakuan kontrol sebesar 1,71% dan pada perlakuan bioflok sebesar 2,08%.
7
3 2,5
IHS (%)
2 1,5
kontrol BFT
1 0,5 0 0
14
28
42 56 Hari ke-
70
84
Gambar 2. Indeks hepar somatik (IHS) induk ikan nila Oreochromis sp. betina yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan 3.1.3
Fekunditas Fekunditas tertinggi ditemukan pada ikan dengan perlakuan bioflok yaitu
sebesar 1.317 butir telur sedangkan fekunditas ikan pada perlakuan tanpa bioflok yang tertinggi yaitu sebesar 1.067 butir telur (Gambar 3). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan bioflok dapat mempengaruhi fekunditas (P<0,05) (Lampiran 4). 1600 Fekunditas (butir telur)
1400 1200 1000 800
kontrol
600
BFT
400 200 0 0
14
28
42 Hari ke-
56
70
84
Gambar 3. Fekunditas induk ikan nila Oreochromis sp. yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan
8
3.1.4 Diameter Telur Hasil pengamatan ukuran diameter telur menunjukkan bahwa ikan nila memiliki pola reproduksi tipe asinkronis. Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan bioflok tidak mempengaruhi diameter telur (P>0,05) (Lampiran 5). Diameter telur tertinggi pada perlakuan bioflok sebesar 1,66 mm sedangkan pada
Diameter telur (mm)
perlakuan tanpa bioflok, diameter telur tertinggi sebesar 1,55 mm (Gambar 4). 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
kontrol BFT
0
14
28
42 56 Hari ke-
70
84
Gambar 4. Diameter telur pada induk ikan nila Oreochromis sp. yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan 3.1.5 Jumlah Larva Jumlah kumulatif larva selama 84 hari masa pemeliharaan menunjukkan bahwa perlakuan bioflok menghasilkan anakan yang lebih tinggi secara signifikan (P<0,05) (Lampiran 6) yaitu sebanyak 8.491 ekor, sedangkan pada kontrol sebanyak 5.154 ekor (Gambar 5). 12000 Jumlah larva (ekor)
8491 10000 8000
5154
6000
a
4000 2000
b
0 kontrol
BFT Perlakuan
Gambar 5. Jumlah total larva yang dihasilkan oleh induk ikan nila Oreochromis sp. yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan 9
3.1.6 Sintasan Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada perlakuan bioflok tidak memberikan pengaruh terhadap sintasan atau tingkat kelangsungan hidup ikan nila (P>0,05) (Lampiran 7) dengan rata-rata untuk masing-masing perlakuan adalah 99,17% untuk kontrol dan 97,50% untuk BFT. 120,0
SR (%)
100,0
99,17
97,50
a
a
kontrol
BFT
80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Perlakuan
Gambar 6. Tingkat kelangsungan hidup induk ikan nila ikan nila Oreochromis sp. yang dipelihara pada sistem BFT dan kontrol selama 84 hari masa pemeliharaan 3.2 Pembahasan Reproduksi merupakan suatu proses biologi mulai dari diferensiasi seksual hingga dihasilkannya individu baru (larva) yang melibatkan kinerja dari beberapa jenis hormon (Bernier et al. 2009). Kegiatan reproduksi terjadi sesudah ikan mencapai masa dewasa, dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin serta hormonhormon yang dihasilkannya. Perkembangan gonad ikan nila dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hormon, makanan, dan faktor lingkungan. Stickney (1979) mengemukakan bahwa ikan nila pada kondisi budidaya lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan nila yang hidup di perairan alami. Karena pada kondisi budidaya, pakan yang diberikan berdasarkan kebutuhan ikan tersebut. Menurut Lagler et al. (1977) ada dua faktor yang memengaruhi kematangan gonad yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam meliputi perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat fisiologi ikan itu sedangkan faktor luar adalah makanan, suhu, dan arus. Selama perkembangan gonad, sebagian besar hasil metabolisme ditujukan untuk perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terjadi perubahanperubahan dalam gonad. Pengetahuan tentang tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui waktu pemijahan, ukuran pertama kali matang
10
gonad, hubungannya dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang memengaruhinya (Effendie 2002). Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama cara histologi dilakukan di laboratorium, yang kedua cara pengamatan morfologi yang dapat dilakukan di laboratorium dan dapat pula dilakukan di lapangan. Pada penelitian ini, pengamatan kematangan gonad dilakukan melalui pengamatan morfologi. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat seperti diameter telur (Effendie 2002). Ukuran tingkat perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari persentase bobot gonad per bobot tubuh dan dinyatakan sebagai satuan IGS. Nilai IGS untuk masing-masing TKG menurut Azwar (1997) disajikan pada Tabel 3. Nilai IGS untuk masing-masing TKG menurut Azwar (1997) sebagai berikut: Tabel 3. Nilai IGS untuk masing-masing TKG (Azwar 1997) TKG I
Nilai IGS (%) <0,20
II
0,21-0,80 terbanyak pada kisaran 0,21-0,60
III
0,61-2,20 Terbanyak pada kisaran 0,61-1,80 2,21-4,20 terbanyak pada kisaran 2,41-4,20 1,01-2,40
IV
V
Ciri-ciri ovarium berwarna putih, transparan, oosit dan oogonia hanya dapat terlihat dengan menggunakan mikroskop. Sel telur terdiri dari oosit stadum 1 (oosit awal) dengan inti besar di tengah. ovarium berwarna kuning terang, butiran oosit mulai terlihat dengan mata, secara mikroskopis terlihat adanya oosit stadium 2, namun oosit belum terisi kuning telur (previtelogenesis), ovarium terdiri dari oosit stadium 1 dan 2, sebagian besar oosit masih stadium 1. ovarium berwarna kuning tua, terdiri dari oosit stadium 1, 2, dan 3 (oost vitelogenesis), oosit terbanyak masih pada fase previtelogenesis. Oosit mudah dipisahkan. ovarium berwarna coklat gelap, butiran terlihat jelas dan mudah dipisahkan. Sebagian besar oosit pada stadium 3 dan 4 dapat mencapai 64,92%. ovarium putih kekuningan, ukurannya berkurang menyerupai TKG I dan II. Ovarium terdiri dari oosit stadium 1, 2, dan hanya sedikit ditemui oosit stadium 3.
11
Pada Gambar 1, nilai IGS menunjukkan pola yang meningkat terutama untuk perlakuan bioflok. Pada hari ke-14, ke-28, dan ke-42 induk ikan mencapai fase persiapan dari tahap siklus reproduksi. Selanjutnya pada hari ke-56 sebagian besar induk ikan mencapai tingkat kematangan gonad (TKG IV). Kemudian pada hari ke-70 dan hari ke-84 mulai terlihat penurunan pada semua perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa induk ikan nila telah selesai melakukan ovulasi atau pelepasan telur pada tahap pertama proses reproduksinya (Darwisito 2006). Pada perlakuan bioflok hari ke-84, nilai IGS terlihat masih stabil sedangkan pada perlakuan kontrol nilai IGS terlihat terus menurun (Gambar 1). Hal ini diduga karena performa ikan nila pada perlakuan bioflok, masih baik untuk melakukan ovulasi lagi. Hati mempunyai peranan dalam sintesis material yang akan diakumulasikan pada ovarium saat siklus reproduksi, oleh karena itu pada masa reproduksi terjadi peningkatan aktivitas hati yang dicirikan dengan meningkatnya bobot hati. Rasio bobot hati terhadap tubuh (IHS) pada induk ikan akan meningkat menjelang vitelogenesis, dan rasio akan menurun menjelang ovulasi (Ishibashi et al. 1994). Pola perubahan IHS berlawanan dengan pola perubahan IGS, pada saat IHS menurun terjadi peningkatan IGS yang menunjukkan adanya mobilisasi material dari hati ke ovarium. Menurut Jensen (1979) peningkatan bobot hati menjelang perkembangan ovarium disebabkan oleh peningkatan fraksi lipid. Selama proses perkembangan ovarium, fraksi lipid akan ditransfer dari cadangan lipid tubuh dan lipid hati ke ovarium. Terjadinya mobilisasi lipid ke ovarium dapat diperlihatkan dari fluktuasi kandungan lipid plasma selama siklus reproduksi. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai IHS pada semua perlakuan meningkat pada hari ke-14, hal ini diduga bahwa pada hari ke-14 merupakan waktu dimana terjadi proses sintesis vitelogenesis tertinggi. Nilai fekunditas dari suatu spesies ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain oleh pakan, ukuran ikan, diameter telur, dan faktor lingkungan. Selain itu, fekunditas merupakan suatu subjek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama respon terhadap pakan (Effendie 2002). Fekunditas ikan yang baru pertama kali memijah cenderung masih rendah dan ini
12
berpengaruh terhadap rekrutmennya. Sedangkan induk ikan yang telah berkalikali memijah fekunditasnya cenderung meningkat dengan ukuran telur dan larva yang lebih besar. Kondisi ini akan menurun sejalan dengan mulai menurunnya kondisi ikan yang memengaruhi kualitas dan kuantitas telur yang dihasilkan (Bagenal 1957). Secara alami ikan nila dapat memijah sepanjang tahun di daerah tropis. Pada umumnya pemijahan ikan nila terjadi 6-7 kali/tahun dengan kisaran fekunditas antara 300-3.000 butir telur per pemijahan (Kordi 2000; Stickney 1979). Gambar 3 menunjukkan bahwa induk ikan nila pada perlakuan bioflok secara signifikan memiliki fekunditas yang lebih tinggi (P<0.05) (Lampiran 4) yaitu sebesar 1.317 butir telur daripada fekunditas ikan pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 1.067 butir telur. Jumlah larva ikan yang dihasilkan juga lebih tinggi (P<0,05) pada ikan nila dengan perlakuan bioflok yaitu sebanyak 8.491 ekor, sedangkan pada kontrol sebanyak 5.154 ekor. Perkembangan gonad dan fekunditas dipengaruhi oleh nutrien pakan penting tertentu (Izquierdo et al. 2001). Bioflok termasuk komunitas mikroba heterotrof dalam media budidaya yang dapat digunakan sebagai sumber makanan (De Schryver dan Verstraete 2009). De Schryver et al. (2008) menyatakan bahwa bioflok mengandung protein, asam lemak tak jenuh, dan lipid yang tinggi sehingga cocok digunakan sebagai pakan untuk ikan. Dengan demikian, nutrien yang terkandung dalam bioflok tersebut diduga mampu meningkatkan fekunditas ikan nila. Dalam satu tingkat kematangan gonad (TKG), diameter telur yang dikandung tidak homogen. Uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan bioflok tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter telur ikan nila (P>0,05) (Lam piran 5). Pada periode awal perkembangan ovarium, ukuran oosit ikan nila masih beragam, kemudian berkembang terdiri dari berbagai ukuran, dan setiap ukuran mempunyai ciri-ciri sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya. Keanekaragaman ukuran oosit ini menunjukkan bahwa ikan nila memiliki pola reproduksi asinkronis. Kondisi oosit tampak tidak seragam karena ikan nila termasuk partial spawner, yaitu mengeluarkan telur tidak sekaligus melainkan secara bertahap (Efendie 2002; Darwisito 2006)
13
Tingkat kelangsungan hidup merupakan peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu (Effendie 2002). Tingkat kelangsungan hidup ikan nila antar perlakuan tidak berbeda nyata (Lampiran 7). Namun pada perlakuan bioflok, tingkat kelangsungan hidup ikan nila lebih rendah dibandingkan pada perlakuan kontrol. Hal ini diduga disebabkan karena pada masa pemeliharaan, pernah terjadi penurunan DO atau oksigen terlarut dalam air yang menyebabkan kematian pada ikan pada media perlakuan bioflok yang padat oleh bakteri pembentuk flok yang juga membutuhkan oksigen terlarut yang cukup tinggi. Berbagai parameter yang diamati pada penelitian menunjukkan bahwa perlakuan BFT berpengaruh pada kinerja reproduksi ikan nila. Emerenciano et al. (2011) menyatakan bahwa pada media bioflok, respon udang lebih cepat untuk ablasi dengan tingkat pemijahan lebih tinggi yang diduga akibat konsumsi biomassa bakteri yang dapat menyebabkan kinerja reproduksi yang lebih baik pada kondisi flok. Pakan merupakan komponen penting dalam proses pematangan gonad khususnya ovarium, karena proses vitelogenesis pada dasarnya merupakan proses akumulasi nutrien dalam kuning telur. Pada dasarnya kualitas telur sangat ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Defisiensi nutrien terutama asam amino, vitamin, dan mineral dapat menyebabkan perkembangan telur terhambat dan akhirnya terjadi kegagalan ovulasi dan pemijahan (Ediwarman 2006). Perkembangan
gonad
terjadi
apabila
terdapat
kelebihan
energi
untuk
pemeliharaan tubuh, sedangkan kekurangan gizi dapat menyebabkan telur mengalami atresia (Mayunar 2000). Dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pematangan gonad, kualitas pakan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kualitas telur yang dihasilkan (Watanabe et al. 1984; Mokoginta 1992). Pengaruh pakan terhadap perkembangan gonad dilaporkan oleh Lovell (1988) bahwa kematangan gonad ikan channel catfish sangat berhubungan dengan keseimbangan komposisi nutrisi pakan terutama komposisi protein yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan gonad. Setiap spesies ikan membutuhkan zat gizi yang baik, yang terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral serta energi untuk aktivitas hidupnya. Menurut NRC (1993), energi sangat diperlukan oleh ikan untuk proses metabolisme, perawatan tubuh, aktivitas fisik, pertumbuhan dan reproduksi.
14
Besarnya energi yang dikonsumsi oleh ikan dipengaruhi oleh ketersediaan energi di dalam pakan, kondisi fisik ikan, dan kondisi perairan (suhu dan oksigen terlarut). Disamping itu, keseimbangan energi protein dan asam lemak sangat berpengaruh terhadap tingkat perkembangan gonad dan kualitas telur yang dihasilkan. Hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh Sari (2012) terhadap kandungan nutrisi bioflok yang tumbuh pada air media pemeliharaan ikan pada perlakuan bioflok yaitu protein sebesar 37,37% dan lemak sebesar 11,88%, sedangkan pada perlakuan kontrol yaitu protein sebesar 34,31% dan lemak sebesar 11,02%. Protein merupakan komponen esensial yang dibutuhkan untuk reproduksi. Protein merupakan komponen dominan kuning telur, sedangkan jumlah dan komposisi kuning telur menentukan besar kecilnya ukuran telur, dan ukuran telur merupakan indikator kualitas telur (Kamler 1992). Lipid adalah komponen kedua setelah protein. Lipid sangat penting sebagai sumber energi dan asam lemak esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan normal, serta memegang peranan penting dalam proses reproduktif terutama fase awal perkembangan larva ikan (Wilson 1995). Menurut Watanabe et al. (1984), pakan induk yang kekurangan asam lemak esensial menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah, sedangkan proporsi lipid yang lebih rendah dengan omega-3 HUFA tinggi dapat meningkatkan kematangan gonad. Selain itu, flok adalah sumber asam amino bebas (Ju et al. 2008), dan asam lemak esensial (Ekasari et al. 2010). Komposisi lipid dan asam lemak pakan induk telah diketahui sebagai faktor utama yang menentukan keberhasilan reproduksi dan kelangsungan hidup benih (Izquierdo et al. 2001).
15
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa bioflok mampu meningkatkan kinerja reproduksi ikan nila Oreochromis niloticus yang ditunjukkan oleh nilai IGS, fekunditas, dan jumlah larva yang lebih tinggi daripada kontrol.
16
DAFTAR PUSTAKA Avnimelech Y. 1999. Carbon/nitrogen ratio as a control element in aquaculture systems. Aquaculture 176:227-235. ___________. 2007. Feeding with microbial flocs by tilapia in minimal discharge bioflocs technology ponds. Aquaculture Engineering 34:172-178. ___________. 2012. Biofloc technology- a practical guide book, 2nd edition. United States: The World Aquaculture Society. Azwar ZI. 1997. Pengaruh askorbil fosfat magnesium sebagai sumber vitamin C terhadap perkembangan ovarium dan penampilan larva ikan nila (Oreochromis sp.). [Sekolah Pascasarjana]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bagenal TB. 1957. Annual variations in fish fecundity. Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom. 36:377-382. Bagenal TB. 1978. Aspects of fish fecundity. Ecology of Fresh water Fish Production. Black Well Scientific Publications, Oxfoad. 75-101 p. Bernier JN, Kraak GVD, Farerell AP, Brauner CJ. 2009. Fish endocrinology. Elsevier Academic Press. Amsterdam, Netherlands. Boyd CE. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Auburn University. Alabama: Birmingham Publishing Co. Darwisito S. 2006. Kinerja reproduksi ikan nila Oreochromis niloticus yang mendapat tambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang dipelihara pada salinitas media berbeda. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. De Schryver P, Crab R, Defoirdt T, Boon N, Verstraete W. 2008. The basics of bio-flocs technology: The added value for aquaculture. Aquaculture 277: 125-137. De Schryver P, Verstraete W. 2009. Nitrogen removal from aquaculture pond water by heterotrophic nitrogen assimilation in lab-scale sequencing batch reactors. Bioresource Technology 100:1162-1167. Ediwarman. 2006. Pengaruh tepung ikan lokal dalam pakan induk terhadap pematangan gonad dan kualitas telur ikan baung (Hemibagrus nemurus Blkr.). [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. Ekasari J, Crab R, Verstraete W. 2010. Primary nutritional content of bio-flocs cultured with different organic carbon sources and salinity. Hayati Journal of Biosciences 17: 125-130.
17
Emerenciano M, Cuzon G, Goguenheim J, Gaxiola G. 2011. Floc contribution on spawning performance of blue shrimp Litopenaeus stylirostris. Aquaculture Research. 1-11. Henley F. 2005. A Guide to the farming of tilapia. Jamaica: Jamaica Broilers Groups. Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial fish farming: with special reference to fish culture in Israel. New York. Izquierdo MS, Fernandez-Palacios H, Tacon AGJ. 2001. Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish. Aquaculture 197 : 25-42. Jensen AJ. 1979. Energy content analysis from weight and liver index measurements of mature pollock (Pollachius virens). Journal of the Fisheries Research Board of Canada 36:1207-1213. Ju ZY, Foster I, Conquest L, Dominy W, Kuo WC, Horgen FD. 2008. Determination of microbial comunity structures of shrimp floc cultures by biomarkers and analysis of floc amino acid profiles. Aquaculture Research 39: 118-133. Kamler E. 1992. Early life history of fish. An energetics approach. London: Chapman and Hall. 267 pp. [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Rencana strategis kementrian kelautan dan perikanan 2010-2014. Jakarta. Kordi GMH. 2000. Budidaya ikan nila di tambak sistem monosex kultur. Effhar dan Dahara Prize. Semarang. Lagler KF, Bardach JE, Miller RH, Passino DM. 1977. Ichthyology. John Willey &Sons Inc. Toronto. Canada. 556 p. Lovell RT. 1984. Ascorbic acid metabolism in fish Proc. Ascorbic acid in Domestic Animal: The Royal Danish Agricultural Soc, Copenhagen: 206212. Maryam S. 2010. Budidaya super intensif ikan nila merah Oreochromis sp. dengan teknologi bioflok: profil kualitas air, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mayunar. 2000. Aplikasi hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) pada pemijahan ikan kakap putih Lates calcarifer. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Penangkapan dan Budidaya Perairan. Hal. 124-133. Mokoginta I. 1992. Essential fatty acid requirements of catfish (Clarias batracus Linn.) for broodstock development. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
18
Molina JPA, Apolinar SM, Antonio LG, Sergio EMD, Maurilia RC. 2009. Effect of potential probiotic bacteria on growth and survival of Tilapia Oreochromis niloticus L., Cultures In Laboratory Under High Density and Suboptimum Temperature. Aquaculture Research 40:887-894. Moriarty DJW. 1997. The role of microorganisms in aquaculture ponds. Aquaculture 15:333-349. NRC (National Research Council). 1993. Nutrien requirement of fish. National Academy of Science, Washington D.C. 115 pp. Popma T, Masser M. 1999. Tilapia life history and biology. Southern Regional Aquaculture Center Publication No. 283. Sari NP. 2012. Komposisi mikroorganisme penyusun dan kandungan nutrisi bioflok dalam media pemeliharaan induk ikan nila Oreochromis niloticus dengan aplikasi teknologi bioflok (BFT). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Stickney RR. 1979. Principles of warm water aquaculture. John Willey and Sons, New York. Chichester, Brisbane, Toronto. 375 p. Sulistyo I, Fontaine P, Rincarh J, Gardeur JN, Migaud H, Capdeville B, Kestemont P. 2000. Reproductive cycle and plasma level of steroid in male eurasian perch Perca fluviatilis. Aquatic Living Resources 13(2):99-106. Watanabe T, Arakawa I, Kitajima C, Fujita S. 1984. Effect of nutritional composition of diets on chemical components of red sea bream broodstock and eggs produced. Nippon Suisan Gakkaishi 50: 1207-1215. Wilson RP. 1995. Lipid nutrition of fish. P 74-81. In Lim, C, D.J. Sessa (ed). Nutrition and Utilization Technology in Aquaculture. USA: Champaign illinois, AOCS Press.
19
LAMPIRAN
20
Lampiran 1. Perhitungan jumlah molase Penambahan molase pada media budidaya dilakukan dengan mengadaptasi perhitungan yang dilakukan oleh Avnimelech (1999). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian antar lain: 1. Kadar protein pakan 33% 2. C dalam pakan 15% 3. Kadar nitrogen dalam protein 16% 4. Kadar nitrogen yang terbuang ke media budidaya 75% 5. C/N rasio target 15 6. Kadar karbon dalam molase (%C) 40% Misalkan ∑ pakan
:A
∑C
: A x 0,15 = 0,15A
∑ protein pakan
: 33% x A = 0,33A kg
∑N
: 0,33A x 0,16 = 0,0528A
∑ N yang dibuang
: 0,0528A x 0,75 = 0,0396A
∑ C yang ditambah
: 0,0396A x 15 = 0,594A
C dari molase
: 0,594A – 0,15A = 0,444A
∑ molase
: 0,444A x (100/40) = 1,11 A
Berdasarkan perhitungan di atas, maka banyaknya molase yang ditambahkan ke dalam media budidaya adalah sebanyak 1,11 kali jumlah pakan yang diberikan.
21
Lampiran 2. Analisis ragam indeks gonad somatik (IGS) nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84
Hari ke14
28
42
56
70
84
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum
db
JK
KT
F-hit
Pr>F
1 38 39 1 38 39 1 38 39 1 37 38 1 38 39 1 34 35
2,1206 61,8597 63,9803 9,6924 90,9030 100,5954 1,0048 87,8534 88,8583 3,1231 76,6958 79,8189 2,3136 82,2850 84,5986 10,0870 47,4819 57,5690
2,1206 1,6278
1,30
0,2609
9,6924 2,3921
4,05
0,0513
1,0048 2,3119
0,43
0,5137
3,1231 2,0728
1,51
0,2274
2,3136 2,1653
1,07
0,3078
10,0870 1,3965
7,22*
0,0111
Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95%
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan
Uji Tukey IGS hari ke-14
A A
1,2130 1,7525
20 20
K BFT
Uji Tukey IGS hari ke-28
A A
2,7810 1,7965
20 20
K BFT
Uji Tukey IGS hari ke-42
A A
2,5455 2,8625
20 20
K BFT
Uji Tukey IGS hari ke-56
A A
2,9368 3,5030
19 20
K BFT
Uji Tukey IGS hari ke-70
A A
2,7215 3,2025
20 20
K BFT
Uji Tukey IGS hari ke-84
B A
2,1371 3,1974
17 19
K BFT
22
Lampiran 3. Analisis ragam indeks hepar somatik (IHS) nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84
Hari ke14
28
42
56
70
84
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum
db
JK
KT
F-hit
Pr>F
1 37 38 1 38 39 1 38 39 1 33 34 1 38 39 1 38 39
0,3078 18,0352 18,3431 0,4115 18,0193 18,4308 0,5130 19,1137 19,6267 1,1617 7,7236 8,8854 0,0000 21,8791 21,8791 0,0275 10,1853 10,2128
0,3078 0,4874
0,63
0,4318
0,4115 0,4741
0,87
0,3574
0,5130 0,5029
1,02
0,3189
1,1617 0,2340
4,96*
0,0328
0,0000 0,5757
0,00
1,000
0,0275 0,2680
0,10
0,7502
Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95%
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan
Uji Tukey IHS hari ke-14
A A
2,4590 2,2813
20 19
K BFT
Uji Tukey IHS hari ke-28
A A
1,9468 2,1497
20 20
K BFT
Uji Tukey IHS hari ke-42
A A
1,6795 1,9060
20 20
K BFT
Uji Tukey IHS hari ke-56
B A
1,7094 2,0751
16 19
K BFT
Uji Tukey IHS hari ke-70
A A
1,9010 1,9010
20 20
K BFT
Uji Tukey IHS hari ke-84
A A
1,8955 1,8430
20 20
K BFT
23
Lampiran 4. Analisis ragam fekunditas nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84
Hari ke14
28
42
56
70
84
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum
db
JK
KT
F-hit
Pr>F
1 34 35 1 31 32 1 35 36 1 38 39 1 36 37 1 28 29
305401 2263502 2568904 27559 4833548 4861107 1355261 5682300 7037561 1108224 6224581 7332805 805,921 2434106 2434912 470407 2329065 2799472
305401 66573
4,59*
0,0395
27559 155920
0,18
0,6771
1355261 162351.
8,35*
0,0066
1108224 163804
6,77*
0,0132
805,921 67614
0,01
0, 9137
470407 83180
5,66*
0, 0245
Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95%
Uji Tukey fekunditas hari ke-14 Uji Tukey fekunditas hari ke-28 Uji Tukey fekunditas hari ke-42 Uji Tukey fekunditas hari ke-56 Uji Tukey fekunditas hari ke-70 Uji Tukey fekunditas hari ke-84
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan
B A
747,21 931,71
19 17
K BFT
A A
887,8 830,0
17 16
K BFT
B A
778,7 1161,6
18 19
K BFT
B A
745,0 1077,9
20 20
K BFT
A A
848,74 839,53
19 19
K BFT
B A
1066,5 1317,5
14 16
K BFT
24
Lampiran 5. Analisis ragam diameter telur nila pada hari ke-14, 28, 42, 56, 70, 84
Hari ke14
28
42
56
70
84
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum Perlakuan Galat Umum
db
JK
KT
F-hit
Pr>F
1 31 32 1 34 35 1 33 34 1 38 39 1 34 35 1 33 34
0,6011 3,2863 3,8874 0,2000 4,5712 4,7712 0,0355 3,6183 3,6538 0,0180 5,1011 5,1191 0,1056 2,5374 2,6430 0,1504 2,8490 2,9994
0,6011 0,1060
5,67*
0,0236
0,2000 0,1344
1,49
0,2309
0,0355 0,1096
0,32
0,5732
0,0180 0,1342
0,13
0,7158
0,1056 0,0746
1,42
0,2424
0,1504 0,0863
1,74
0,1959
Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95%
Uji Tukey diameter telur hari ke-14 Uji Tukey diameter telur hari ke-28 Uji Tukey diameter telur hari ke-42 Uji Tukey diameter telur hari ke-56 Uji Tukey diameter telur hari ke-70 Uji Tukey diameter telur hari ke-84
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan
A A
1,1826 1,2557
19 14
K BFT
A A
1,4035 1,2542
17 19
K BFT
A A
1,4471 1,3833
17 18
K BFT
A A
1,5040 1,4615
20 20
K BFT
A A
1,5511 1,6594
18 18
K BFT
A A
1,4131 1,5447
16 19
K BFT
25
Lampiran 6. Analisis ragam jumlah larva nila hingga akhir pemeliharaan
Hari ke0-84
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Umum
db
JK
KT
F-hit
Pr>F
1 6 7
22271138 11840164 34111302
22271138 1973360
11,29*
0,0152
Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95%
Uji Tukey jumlah larva hari ke-0-84
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan
B A
5154 8491
4 4
K BFT
26
Lampiran 7. Analisis ragam sintasan nila hingga akhir pemeliharaan
Hari ke0-84
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Umum
db
JK
KT
F-hit
Pr>F
1 6 7
13,8611 2,7722 16,6333
3,4652 0,9240
3,75
0,1531
Keterangan : * berbeda nyata antara perlakuan pada selang kepercayaan 95%
Uji Tukey sintasan hari ke-0-84
Tukey Grouping
Mean
N
Perlakuan
A A
99,16 97,50
4 4
K BFT
27
Lampiran 8. Hasil analisis kualitas air Nilai rata-rata suhu (oC) pada air media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan kontrol dan bioflok. Masa pemeliharaan (Minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Pagi Kontrol 28 28,1 29,0 29,2 29,2 28,7 29,0 29,2 29,0 28,2 27,8 28,1 28,6
Bioflok 28,0 28,2 29,0 29,3 29,3 28,8 29,0 29,3 29,0 28,2 27,8 28,1 28,9
Sore Kontrol 30,0 29,6 30,7 31,1 32,0 31,2 31,1 31,9 32,0 31,1 30,0 30,3 30,3
Bioflok 30,0 29,7 30,7 31,1 32,1 31,2 31,3 32,0 32,2 31,2 30,1 30,3 30,4
Nilai DO (mg/l) pada air media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan kontrol dan bioflok. Masa Kontrol Bioflok pemeliharaan (Minggu) 1 4.7 4.4 2 5.1 4.8 3 5.3 4.9 4 5.4 5.1 5 5.3 5.1 6 6.5 5.8 7 6.0 5.3 8 6.5 6.5 9 6.5 5.3 10 6.2 4.6 11 6.3 4.9 12 6.6 5.1 13 5.3 3.6
28
Nilai pH pada air media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan kontrol dan bioflok. Masa Kontrol Bioflok pemeliharaan (Minggu) 1 7.28 7.39 2 8.05 8.07 3 7.58 7.43 4 7.77 7.79 5 7.63 8.13 6 7.71 7.81 7 7.96 7.93 8 8.29 8.12 9 7.61 7.71 10 8.25 8 11 8.18 7.98 12 7.39 7.53 13 7.62 7.52 Nilai TAN (mg/l) pada air media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan kontrol dan bioflok Masa Kontrol Bioflok pemeliharaan (Minggu) 1 0.523 0.535 2 0.48 0.27 3 0.403 0.313 4 0.427 0.182 5 0.272 0.525 6 0.289 0.453 7 0.219 0.288 8 0.255 0.455 9 0.169 0.546 10 0.384 0.516 11 0.644 0.847 12 0.325 0.401 13 0.286 0.146
29