KINERJA LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) PADA MOTOR BAKAR 6.5 HP SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PERAHU PENANGKAP IKAN BERMOTOR KECIL
BAGUS BARUNO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa informasi Kinerja Liquefied Petroleum Gas (LPG) Pada Motor Bakar 6.5 HP Sebagai Bahan Bakar Alternatif Perahu Penangkap Ikan Bermotor Kecil adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2014
Bagus Baruno C451110131
i
RINGKASAN BAGUS BARUNO, Kinerja Liquefied Petroleum Gas (LPG) Pada Motor Bakar 6,5 HP Sebagai Bahan Bakar Alternatif Perahu Penangkap Ikan Bermotor Kecil. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR, MOHAMMAD IMRON dan WAZIR MAWARDI. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditi utama bagi nelayan yang memiliki perahu bermotor untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. BBM bersubsidi saat ini menjadi permasalahan yang membebani biaya operasional usaha penangkapan ikan karena sebagian besar dari total biaya yang harus dibelanjakan adalah untuk belanja bahan bakar. Dampak dari semakin bergantungnya nelayan terhadap BBM diikuti pula dengan melambungnya harga BBM. Akibatnya, terjadi inefisiensi biaya operasional bagi nelayan tradisional yang menggunakan perahu ikan bermotor dan di waktu yang bersamaan pula, tekanan pada nelayan untuk tidak menaikkan harga ikan akan semakin membebani biaya operasional penangkapan ikan. Motorisasi kapal ikan dari yang sebelumnya menggunakan tenaga layar dan dayung menjadi motor bakar sebagai tenaga penggerak utamanya membawa dampak efisiensi terhadap waktu, tenaga dan jangkauan daerah penangkapan ikan. Dengan semakin meningkatnya jumlah kapal ikan bermotor, ketergantungan terhadap bahan bakar mutlak diperlukan oleh nelayan. Upaya pemerintah untuk mengurangi penggunaan energi primer yaitu BBM bersubsidi dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada usaha pemberdayaan sumber-sumber energi yang ada secara strategis dengan harapan pendapatan nelayan dapat ditingkatkan dengan mengurangi biaya belanja bahan bakar atau beralih ke bahan bakar yang lebih murah dari BBM bersubsidi. Salah satu upaya untuk mengurangi biaya belanja bahan bakar nelayan adalah dengan mengaplikasikan liquefied petroleum gas (LPG) pada motor penggerak kapal perikanan. Bahan bakar LPG berpotensi untuk menggantikan atau mengurangi penggunaan BBM sebagai bahan bakar motor penggerak kapal perikanan. Beberapa studi tentang bahan bakar gas menyatakan bahwa LPG dapat digunakan pada motor kendaraan menggunakan motor bakar bensin atau dieselbaik kendaraan darat maupun air karena kandungan energi LPG yang setara BBM dan memiliki angka oktan 120. Penelitian mengenai aplikasi LPG untuk kapal penangkap ikan diperlukan untuk mendukung Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2006. Lingkup penelitian meliputi telaahan dari segi teknis dan biaya. Telaahan dari segi teknis dilakukan dengan membandingkan kinerja LPG dan bensin pada motor yang digunakan. Perbandingan tersebut meliputi : suhu motor, suhu gas buang dan konsumsi bahan bakar. Telaahan dari segi biaya meliputi perbandingan konsumsi biaya operasional dan belanja Converter kit, hal ini diperlukan agar dapat menjadi pertimbangan bagi para nelayan untuk menggunakan LPG sebagai bahan bakar alternatif.
ii Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menentukan secara teknis pengaruh LPG dibandingkan bensin premium pada motor bensin 6,5 HP. menghitung penghematan (efisiensi) yang dapat dicapai dari penggunaan LPG dibandingkan bensin premium dalam satu kali operasi penangkapan ikan dan mengungkap keuntungan dari penggunaan LPG secara biaya dibandingkan dengan bensin premium untuk kegiatan operasional penangkapan ikan. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini seperti data suhu motor, suhu gas buang dan konsumsi bahan bakar dilakukan dua tahap, yaitu uji coba motor di laboratorium motor bakar Balai Besar Penelitian Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang dan experimental fishing trip yakni melakukan uji coba operasi motor pada perahu ikan dari pelabuhan Tambaklorok Semarang ke daerah penangkapan ikan menggunakan bensin premium dan LPG secara bergantian. Hasilnya dari penelitian ini adalah, penggunaan LPG sebagai bahan bakar alternatif terhadap bensin premium dapat menghemat konsumsi bahan bakar dimana rata-rata hasil uji FC LPG adalah 8,54 cc/menit sedangkan FC bensin premium adalah 10,79 cc/menit sehingga besar penghematan bahan bakar yang bisa dicapai adalah 26,35%. Keuntungan dari penghematan ini adalah, nelayan lebih memiiki waktu operasi penangkapan yang lebih panjang atau menjadikan biaya belanja bahan bakar lebih murah. Adapun keuntungan lain dari LPG adalah menjadikan biaya operasional lebih efisien secara biaya karena dengan nilai FC LPG yang lebih rendah daripada bensin akan menghasilkan konsumsi biaya bahan bakar atau spesific fuel consumption (sfc) ekonomi yang rendah. Hal ini disebabkan oleh harga LPG yang lebih murah dari bensin premium. Untuk satu kali trip penangkapan, sfc ekonomi LPG adalah Rp 5.610, sedangkan sfc ekonomi bensin premium adalah Rp. 9.632. Dengan selisih Rp. 4.022 maka secara ekonomi penggunaan gas LPG dapat menghemat biaya sebanyak 41,76% dimana penghematan biaya belanja bahan bakar dapat digunakan untuk mengembalikan biaya pembelian converter kit selama 41,5 bulan atau 3,46 tahun.
iii
SUMMARY BAGUS BARUNO, Liquefied Petroleum Gas Performance on 6,5 HP Engine as an Alternative Fuel in Small Motorized Fishing Boat. Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR, MOHAMMAD IMRON and WAZIR MAWARDI. Fuel is the main commodity for fisherman who owns a motor boat to run the fishing venture. Fuel expenditure at this time became traditional fishermen problem that burden the operational cost of catching fish for the most part of the total cost to be spent and high operational cost for fishing activity, is the reason why fishermen are reluctant to sail. Therefore, reducing the fuel consumption by using Liquefied Petroleum Gas (LPG) as an alternative fuel on small motor boat can reduce daily operational cost. Converting the fishing boat from using sail and paddle to engine as the powertrain has benefited fishermen in time, effort and fishing ground scope. On the other hand dependency on subsidized fuel is very fundamental for them. Therefore, on the year 2006 the Indonesian government issued the President Decree no. 5 as a policy to develop alternative fuel so that the fishermen can reduce the subsidized fuel expenditure cost by switching to LPG which as a cheaper price on their engine boat. LPG is an unrenewable energy resource which derived from liquefied earth oil and one of the fuel that has the potential to replace or reduce the use of susidized fuel as it has been stated by some studies on LPG which can be used on land vehicles such as motorcycles, cars and watercraft such as traditional fishing boats that is using fuel and diesel motor. This can be done because the octane number of LPG is 120, this octane number is equivalent to fuel. The scope of this research was to analyze the technical and cost aspects. In terms of technical aspect was comparing the performance of LPG and fuel in the engine which was used as experiment object. The comparison was to found out how the fuel consumption and the engine and exhaust temperature difference when the engine run on LPG and fuel. Further analysis was about the cost of covering the operational costs in order to be considered for fishermen to use LPG as an alternative fuel. The objectives of this work were to analyze the technical effect of LPG compared to the fuel on 6,5 HP engine by measuring the engine and exhaust temperature and to calculate the fuel saving for a single trip by measuring measuring the specific fuel consumption, and to explicate the cost benefit from the use of LPG compared to the gasoline for fishing activity. During the experimental test, the engine speed was maintained at idling conditions of 1600, 2000, and 2500 rotation/minute throughout the experiment. In each rotation, time required by the engine to consume 50 cc of fuel and 200 gr of LPG was noted in three repetition. Similiarly for recording the engine and exhaust temperature. All collected data were collected in two phases. The engine and exhaust temperature were collected in the laboratory of Fishing Technology Development Center (BBPPI) Semarang. Fuel consumption test were performed in laboratory
iv and experimental fishing trip from Tambaklorok fishing port to the fishing ground where the fisherman usually catch fish. Result showed the engine and exhaust temperature decrease when running on LPG and from the two paired samples test correlation resulted 0,899 and signification value (P<0.005). The use of LPG as an alternative fuel to gasoline can save on fuel consumption up to 26,35% and statistically, significant difference was observed in this fuel consumption test (P<0.05). LPG makes operational cost more efficiently due to the lower value of FC than that of gasoline. For a single trip, the LPG economic sfc value resulted Rp. 5.610 while the gasoline resulted higher cost as much as Rp. 9.632. With the difference of Rp 4.022, LPG can save cost as much as 41,76% where cost savings in fuel expenditure can be used to reimburse the purchasing cost of converter kit for 41,5 months or 3,46 years.
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vi
KINERJA LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) PADA MOTOR BAKAR 6.5 HP SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PERAHU PENANGKAP IKAN BERMOTOR KECIL
BAGUS BARUNO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Yopi Novita SPi, MSi
viii Judul Penelitian
: Kinerja Liquefied Petroleum Gas (LPG) Pada Motor Bakar 6.5 HP Sebagai Bahan Bakar Alternatif Perahu Penangkap Ikan Bermotor Kecil
Nama
: Bagus Baruno
NRP
: C451110131
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi Ketua
Dr Ir Mohammad Imron, MSi. Anggota
Dr Ir Wazir Mawardi, MSi Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc
Tanggal Ujian: 31 Desember 2013
Dekan
Sekolah
Pascasarjana
Prof Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
ix
PRAKATA Alhamdulillah, berkat kehadirat Allah SWT penelitian yang berjudul ”Kinerja Liquefied Petroleum Gas (LPG) Pada Motor Bakar 6,5 HP Sebagai Bahan Bakar Alternatif Perahu Penangkap Ikan Bermotor Kecil” dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar M.Si, selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, kesabaran, dan dukungan moril yang begitu besar sejak pembuatan usulan tesis hingga penulis menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan pula kepada : 1. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf, Ketua Program Studi Teknologi Perikanan Laut beserta staf atas segala fasilitas dan kebijaksanaan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan S2. 2. Balai Besar Penelitian Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang yang telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian. Bapak Oktavian Raharjo, ST, MT atas bimbingan dan bantuannya selama 3. penulis melakukan penelitian di BBPPI. 4. Ayah, Ibu serta seluruh keluarga khususnya Pakde Yono di Semarang yang telah mendukung, membantu dan memberi tempat tinggal untuk penulis selama melakukan penelitian. Teman teman TPT-SPT 2011 atas kebersamaan yang singkat dan hangat 5. selama kita menjalani pendidikan ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan demi penyempurnaannya penulis sangat menghargai saran maupun kritik yang diberikan.
Bogor, Januari 2014
Bagus Baruno
x
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
DAFTAR ISTILAH
iv
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran Penelitian Diagram Alir Proses Penelitian Hasil Penelitian Terkait
1 1 2 2 2 2 3 4 5
TINJAUAN PUSTAKA Kapal Perikanan Dasar-Dasar Motor Bakar Bahan Bakar Karakteristik Bahan Bakar Proses Pembakaran Pemanasan Bahan Bakar Titik Nyala Bahan Bakar Viskositas atau Kekentalan Bahan Bakar Ignition Point atau Titik Bakar Titik Tuang Peralatan Konversi LPG Pendekatan Efisiensi Pada Perikanan Tangkap Skala Kecil
6 6 7 8 8 10 10 11 11 11 11 12 12
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Peralatan Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Regresi Rancangan Acak Lengkap Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi Bahan Bakar Secara Biaya Analisis Ekonomi Net Present Value (NPV) Internal Rate of Return (IRR) Net benefit-cost ratio (Net B/C) Break Even Point (BEP)
14 14 14 16 17 17 19 20 20 21 21 22 22 22
xi Return on Investment
22
KERAGAAN TEKNIS MOTOR BAKAR 6,5 HP DENGAN BAHAN BAKAR BENSIN PREMIUM DAN LPG Hasil dan Pembahasan Kapal Penelitian Suhu Motor Suhu Gas Buang Konsumsi Bahan Bakar (Fuel Consumption/FC) Konsumsi Bahan Bakar Bensin di Laboratorium dan Lapang Konsumsi LPG di Laboratorium dan Lapang Perbandingan FC Bensin Dan LPG Uji Coba Lapang Pembahasan Pengaruh Bahan Bakar LPG Terhadap Penurunan Suhu Motor dan Gas Buang Pengaruh LPG Terhadap Konsumsi Bahan Bakar (FC)
23 23 23 25 26 28 28 29 30 31 31 32
ANALISA BIAYA MOTOR BAKAR 6,5 HP DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN LPG Unit Penangkapan Gill net Evaluasi Efisiensi Bahan Bakar Secara Ekonomi Pertimbangan Investasi Converter kit Bagi Nelayan
33 33 34 36
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
37 37 38
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
45
DAFTAR TABEL 2.1 2.2 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4.1
Karakteristik bahan bakar Usaha efisiensi energi pada perahu ikan kecil Spesifikasi mesin Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian Data primer yang dikumpulkan Analisis Data Interpretasi koefisien dan korelasinya Suhu permukaan mesin (oC) yang menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500
9 13 14 16 16 17 18 26
xii 4.2 Selisih suhu permukaan mesin (oC) yang menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 4.3 Suhu gas buang (oC) yang menggunakan bensin premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 4.4 Selisih suhu gas buang (oC) yang menggunakan bensin premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 4.5 Nilai FC (cc/menit) motor saat menggunakan bensin premium dan dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 4.6 Selisih FC (cc/menit) motor saat menggunakan bensin premium dan dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 4.7 Nilai FC (cc/menit) mesin saat menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000 dan 2500 4.8 Selisih FC (cc/menit) mesin saat menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000 dan 2500 5.1 Perbandingan biaya operasional antara mesin yang menggunakan bensin premium dan LPG dengan service speed 2000 rpm
26 27 27 29 29 31 31 36
DAFTAR LAMPIRAN 1 Alat-alat penelitian 2 Converter kit LPG dan bagian-bagiannya
41 42
DAFTAR ISTILAH Angka oktan
Bahan bakar Biaya operasional
Converter kit
Fishing base Fishing ground Gas buang
: Angka atau bilangan yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bahan bakar terbakar secara spontan. : Suatu materi yang bisa diubah menjadi energi melalui proses pembakaran. : Biaya yang dikeluarkan untuk menunjang atau mendukung kegiatan aktivitas penangkapan ikan : Alat yang digunakan untuk mengkonversi bahan bakar bensin atau solar ke gas (LPG/CNG).pada motor bakar. : Lokasi dimana pemberangkatan kapal dan pendaratan kapal dilakukan. : Lokasi perairan dimana dilakukan operasi penangkapan ikan. : Sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam motor bakar yang dikeluarkan melalui saluran pembuangan motor.
xiii Lines plan
Motor bakar Net B/C
NPV
Spesific fuel consumption (sfc)
: Gambar rencana garis dari bentuk sebuah kapal yang direncanakan berdasar data yang diperoleh. : Perangkat atau mesin yang mengubah energi termal atau panas menjadi energi mekanik. : (Net benefit cost ratio) adalah perbandingan antara keuntungan dengan biaya yang dikeluarkan selama umur teknis barang investasi. : (Net present value) adalah keuntungan total selama umur teknis barang investasi yang dihitung pada saat ini. : Ukuran jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk menghasilkan daya pada suatu periode tertentu.
1 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditi utama bagi nelayan yang memiliki perahu bermotor untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. BBM bersubsidi saat ini menjadi permasalahan yang membebani biaya operasional usaha penangkapan ikan karena sebagian besar dari total biaya yang harus dibelanjakan adalah untuk belanja bahan bakar. Motorisasi kapal ikan dari yang sebelumnya menggunakan tenaga layar dan dayung menjadi motor bakar sebagai tenaga penggerak utamanya membawa dampak efisiensi terhadap waktu, tenaga dan jangkauan daerah penangkapan ikan. Dengan semakin meningkatnya jumlah kapal ikan bermotor, ketergantungan terhadap bahan bakar mutlak diperlukan oleh nelayan. Dampak dari semakin bergantungnya nelayan terhadap BBM diikuti pula dengan melambungnya harga BBM. Akibatnya, terjadi inefisiensi biaya operasional bagi nelayan tradisional yang selalu mengandalkan BBM bersubsidi, dan di waktu yang bersamaan pula, tekanan pada nelayan untuk tidak menaikkan harga ikan akan semakin membebani biaya operasional penangkapan ikan. Adapun usaha untuk mengurangi penggunaan energi primer yaitu BBM bersubsidi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Dimana kebijakan tersebut menekankan pada usaha pemberdayaan sumber-sumaber energi yang ada secara strategis dengan harapan pendapatan nelayan dapat ditingkatkan dengan mengurangi biaya belanja bahan bakar atau beralih ke bahan bakar yang lebih murah dari BBM bersubsidi. Salah satu upaya untuk mengurangi biaya belanja bahan bakar nelayan adalah dengan mengaplikasikan Liquefied Petroleum Gas (LPG) pada motor penggerak kapal perikanan. Bahan bakar LPG berpotensi untuk menggantikan atau mengurangi penggunaan BBM sebagai bahan bakar motor penggerak kapal perikanan. Beberapa studi tentang bahan bakar gas menyatakan bahwa LPG dapat digunakan pada motor kendaraan menggunakan motor bakar bensin atau dieselbaik kendaraan darat maupun air karena kandungan energi LPG yang setara BBM dan memiliki angka oktan 120. Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi LPG untuk kapal perikanan, dimana penelaahan dari segi teknis dan ekonomis akan dilakukan. Faktor-faktor yang menjadi perhatian di penelitian ini adalah membandingkan sifat teknis dari motor yang digunakan yaitu perubahan suhu motor, suhu gas buang dan konsumsi bahan bakar dari motor yang menggunakan bahan bakar bensin dan LPG yang kemudian akan dijelaskan dampaknya secara ekonomis agar dapat menjadi pertimbangan bagi para nelayan untuk menggunakan bahan bakar alternatif tersebut.
2 Perumusan Masalah Tingginya biaya operasional untuk kegiatan penangkapan ikan seringkali dijadikan alasan para nelayan kesulitan melaut. Perlunya penekanan penggunaan BBM melalui pengenalan bahan bakar alternatif seperti LPG di perahu bermotor kecil kepada masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, diharapkan mampu menjadikan biaya operasional lebih efisien. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan dalam penggunaan bahan bakar LPG sebagai bahan bakar alternatif pada motor bakar bensin. Diantaranya adalah : 1. Bagaimana secara teknis pengaruh LPG dibandingkan bensin premium pada motor bensin 6,5 HP? 2. Bagaimana penghematan (efisiensi) yang dapat dicapai dari penggunaan LPG dibandingkan bensin premium dalam satu kali operasi penangkapan ikan? 3. Bagaimana keuntungan dari penggunaan LPG secara ekonomi dibandingkan dengan bensin premium untuk kegiatan operasional penangkapan ikan? Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisa secara teknis pengaruh LPG dibandingkan bensin premium pada motor bensin 6,5 HP. 2. Menghitung penghematan (efisiensi) yang dapat dicapai dari penggunaan LPG dibandingkan bensin premium dalam satu kali operasi penangkapan ikan. 3. Mengungkap keuntungan dari penggunaan LPG secara ekonomi dibandingkan dengan bensin premium untuk kegiatan operasional penangkapan ikan.
Manfaat Penelitian
1. 2. 3. 4.
Manfaat penelitian ini antara lain: Memberikan informasi tentang penggunaan LPG sebagai BBG untuk aktivitas penangkapan ikan. Diharapkan penelitian ini dapat berkontribusi untuk nelayan supaya menggunakan LPG sebagai bahan bakar alternatif di motor kapalnya. Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi acuan untuk penelitian lanjutan di waktu yang akan datang. Menjadi langkah awal untuk mencari cara menjadikan biaya operasional penangkapan ikan lebih efisien.
Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini didasarkan pada uji coba kinerja LPG pada motor bakar 6.5 HP sebagai bahan bakar alternatif perahu penangkap ikan bermotor kecil. Untuk mengalirkan gas LPG supaya motor bakar dapat berjalan, maka perlu digunakan sebuah Converter kit. Dari penelitian ini dapat diketahui bagaimana hasil analisis
3 dari penggunaan bahan bakar LPG terhadap efisiensi biaya operasional penangkapan ikan. Selama penelitian, akan dilakukan analisis kelayakan teknis dan ekonomis dimana akan dihasilkan sebuah evaluasi penggunaan LPG sebagai bahan bakar alternatif. Dari evaluasi tersebut, maka dapat diputuskan penggunaan LPG sebagai bahan bakar alternatif pada perahu ikan. Permasalahan : 1) Biaya operasional semakin tinggi 2) Diperlukan bahan bakar alternatif yang terjangkau oleh nelayan skala kecil
Penggunaan LPG sebagai upaya efisiensi biaya operasional penangkapan ikan
Kelayakan Teknis : 1) Pengamatan suhu motor 2) Pengamatan suhu gas buang 3) Analisa konsumsi bahan bakar
Kelayakan Ekonomi : 1) Konsumsi bahan bakar secara ekonomi 2) Biaya investasi 3) Biaya operasional
Evaluasi penggunaan LPG sebagai bahan bakar alternatif
Penggunaan LPG sebagai bahan bakar alternatif
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran
4 Diagram Alir Proses Penelitian Aplikasi LPG Pada Motor Bakar 6.5 Hp Sebagai Bahan Bakar Alternatif Perahu Bermotor Kecil
Persiapan Motor Premium Pemasangan Converter Kit
Uji Operasi Motor Bakar 6.5 HP Operasi Dengan Menggunakan Bahan Bakar Premium
Operasi Dengan Menggunakan Bahan Bakar LPG
Uji Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bahan Bakar Premium Dan LPG
Pengukuran Dan Perhitungan Hasil
Tidak
Evaluasi Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Gas LPG Untuk Perahu Bermotor Kecil
Ya Selesai Gambar 1.2 Diagram alir proses penelitian
5 Hasil Penelitian Terkait Pustaka yang membahas tentang penggunaan LPG sebagai bahan bakar pada kapal perikanan belum ditemukan. Beberapa hasil penelitian tersebut lebih banyak difokuskan untuk motor bakar otomotif. Hutcheson (1995) melakukan penelitian penggunaan LPG pada motor bakar bensin. Menurutnya, untuk mengkonversi motor bensin menjadi LPG diperlukan sebuah regulator yang berfungsi untuk mengkonversi LPG ke dalam bentuk kabut. Selanjutnya kabut LPG dialirkan ke ruang pembakaran melalui mixer yang dipasang pada intake manifold. Hasilnya, saat motor dioperasikan menggunakan gas LPG, suhu mesin menjadi lebih rendah dan emisi yang dihasilkan lebih ramah lingkungan daripada saat menggunakan bensin. Keuntungan lainnya adalah konsumsi bahan bakar yang menggunakan LPG lebih efisien dan mesin dapat lebih mudah dihidupkan dalam kondisi dingin. Peneliti lain yaitu Durgun et al. (2005) membandingkan penggunaan bensin dan LPG terhadap performa dan emisi gas buang yang dihasilkan oleh motor bensin. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa motor yang menggunakan LPG sebagai bahan bakar mengalami penurunan daya dibandingkan motor yang menggunakan bensin. Selain itu, motor yang menggunakan LPG sebagai bahan bakar lebih efisien dari segi fuel economy dan konsumsi bahan bakar. Mamidi dan Suryawnshi (2012), melakukan uji eksperimental dengan menggunakan motor bensin satu silinder yang menggunakan bahan bakar LPG. Hasilnya menunjukkan tidak ada gejala knocking dibandingkan saat menggunakan bensin, kadar CO dan HC lebih rendah, rasio pembakaran meningkat sehingga terjadi pembakaran yang sempurna, durasi proses pembakaran yang terjadi di dalam rumah silinder berkurang sehingga saat silinder melakukan langkah kompresi, tekanan yang dihasilkan tidak sebesar saat menggunakan bensin dan suhu mesin yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Keuntungan lainnya saat dilakukan pengukuran konsumsi bahan bakar adalah mesin yang berbahan bakar LPG lebih efisien daripada bensin. Penelitian yang membahas penggunaan LPG sebagai bahan bakar pada motor diesel telah dilakukan oleh Zhang et al. (2010). Dalam bahasannya, LPG dialirkan ke mesin dengan menggunakan Electronic Control Unit (ECU) untuk mengontrol katup masukan LPG. Kontrol masukan bahan bakar gas dipasang diantara pengatur tekanan dan mixer yang mengatur aliran LPG ke ruang bakar yang selanjutnya mesin dapat beroperasi dengan LPG. Apabila katup pengontrol dimatikan oleh ECU akan mengakibatkan aliran LPG terhenti dan mesin kembali beroperasi dengan solar. Hasil dari penelitian ini adalah, asap hitam, hidrokarbon dan karbon monoksida yang dihasilkan oleh mesin berkurang pada beban torsi rendah dan menengah, konsumsi solar berkurang sampai 59,3 % dan performa mesin tidak mengalami perubahan. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) melalui pilot project nya di Pasuruan tahun 2012 melaporkan bahwa hasil uji coba converter kit LPG pada motor ketinting 6,5 HP dapat mensubstitusi 100% bensin premium ke LPG, tetapi cadangan bensin premium masih diperlukan. Untuk mengkonversi 1,4 s.d 2,6 liter bensin premium dapat disubstitusi dengan LPG sebanyak 1 kg. Efisiensi yang didapat adalah sebanyak 28 s.d 62% maka dapat diasumsikan apabila nelayan mengeluarkan biaya Rp 50.000,- untuk belanja bensin premium , dapat menghemat Rp 14.000,- s.d Rp 31.000,- atau hanya membelanjakan Rp 19.000,- yang setara
6 dengan + 4,2 kg LPG s.d Rp 36.000,- yang setara dengan + 8 kg LPG dalam satu kali tripnya. Melihat hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai aplikasi LPG pada motor bakar bensin 6,5 HP sebagai bahan bakar alternatif perahu bermotor kecil. LPG dipilih karena banyak tersedia di pasaran dan diyakini mampu mengurangi ketergantungan nelayan pada bensin premium. Beberapa faktor yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah besarnya perubahan secara teknis yaitu suhu mesin dan gas buang, konsumsi bahan bakar dan konsumsi bahan bakar secara ekonomi jika mesin dioperasikan dengan bensin premium dan LPG dengan maksud untuk mengungkap kondisi teknis dan ekonomis jika mengaplikasikan LPG sebagai bahan bakar pada kapal perikanan untuk aktivitas penangkapan ikan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kapal Perikanan UU 45 tahun 2009 mendefinisikan kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan. Kapal perikanan dapat dibedakan atas kapal perikanan non bermotor dan kapal perikanan bermotor. Kapal perikanan bermotor ini merupakan kapal yang menggunakan motor bakar sebagai sumber penggerak dan propeler sebagai alat penggerak. Berdasarkan motor penggeraknya, kapal perikanan dapat dibedakan atas kapal ikan bermotor luar (outboard engine) dan kapal ikan bermotor dalam (inboard engine). Kapal ikan bermotor luar adalah kapal ikan yang memiliki motor penggerak tidak terletak di dalam lambung kapal, melainkan terpasang duduk pada transom buritan kapal, pada salah satu sisi bulwark atau di atas geladak buritan kapal. Kapal ikan bermotor dalam adalah kapal ikan yang memiliki motor penggerak di dalam lambung kapal atau di bawah geladak di dalam kamar mesin, terpasang pada pondasi mesin sehingga poros baling-baling menembus dinding buritan kapal atau pada linggi baling-baling (Gulbrandsen, 1990). Kapal perikanan bermotor luar seringkali digunakan oleh nelayan skala kecil. Pada prinsipnya desain ini ditujukan untuk memudahkan perawatan. Motor yang digunakan pun memiliki konstruksi yang ringan, putaran mesin tinggi dan masa penggunaannya hanya berkisar satu hingga dua tahun saja, sehingga upaya untuk memperpanjang masa pakai, konsumsi bahan bakar yang lebih efisien dan daya tahan yang baik selama pengoperasian merupakan masalah yang seringkali dialami oleh nelayan skala kecil (Fyson, 1985). Ditinjau dari pembakarannya, motor penggerak dibedakan menjadi dua macam yaitu motor bakar otto dan diesel. Motor bakar otto atau lebih dikenal dengan motor bensin proses pembakarannya menggunakan api dari busi dengan bahan bakar bensin, sedangkan motor diesel pembakarannya terjadi karena adanya kenaikan temperatur campuran udara dan bahan bakar akibat kompresi torak mencapai titik nyala. Karena prinsip penyalaan bahan bakar yang terjadi akibat adanya tekanan
7 maka motor diesel disebut sebagai compression igniton engine dan pada motor bensin disebut spark ignition engine (Arismunandar, 2005). Dasar-Dasar Motor Bakar Motor bakar adalah suatu mesin kalor yang mengubah energi termal menjadi energi mekanik. Dengan kata lain, motor bakar adalah alat mekanis yang menggunakan energi termal untuk bekerja secara mekanik. Energi tersebut terjadi karena adanya proses pembakaran yang berlangsung di dalam motor bakar itu sendiri sehingga gas yang terbakar di dalam ruang silinder mampu menggerakkan torak yang selanjutnya memutar poros engkol. Pada kepala silinder terdapat katup isap dan katup buang. Katup isap berfungsi memasukkan udara segar ke dalam silinder, sedangkan katup buang berfungsi mengeluarkan gas pembakaran yang sudah tidak terpakai dari dalam silinder ke udara. (Arismunandar, 2005). Ditinjau dari fungsinya Suyitno (2010) menyatakan motor bakar merupakan suatu mesin penggerak yang berfungsi sebagai tenaga penggerak untuk berbagai macam peralatan dari yang bervolume kecil hingga yang terbesar baik untuk yang statis atau yang bergerak seperti pada kendaraan bermotor, pesawat dan kapal. Menurut Arismunadar dan Tsuda (2008), siklus kerja motor bakar yang merupakan prinsip kerja dari motor bensin atau diesel saat ini adalah siklus 4-langkah. Dan prinsip kerjanya adalah sebagai berikut : 1. Langkah pemasukan Katup masuk terbuka dan katup buang tertutup, dan torak bergerak dari batas atas (dinamakan TMA : titik mati atas) menuju ke bawah (dinamakan TMB : titik mati bawah). Hal ini menciptakan pertambahan volume di ruang bakar, yang pada gilirannya menciptakan ruang hampa. Tekanan diferensial yang dihasilkan melalui sistem pemasukan dari tekanan udara atmosfer ke vakum didalam silinder menyebabkan udara didorong masuk ke dalam silinder. Ketika udara lewat melalui sistem masukan, bahan bakar dimasukkan kedalamnya sesuai dengan jumlah yang diinginkan dengan bantuan injector bahan bakar atau karburator. 2. Langkah kompresi Ketika piston mencapai TMB, katup masuk tertutup dan piston bergerak kembali ke TMA dengan seluruh katup dalam kondisi tertutup. Kompresi campuran udara-bahan bakar ini, meningkatkan temperatur dan tekanan di dalam silinder. Menjelang akhir langkah kompresi, pembakaran dimulai. 3. Langkah ekspansi Campuran udara dan bahan bakar yang terbakar menimbulkan tekanan yang maksimum. Tekanan ini menekan torak ke bawah dan tekanan di dalam ruang silinder mulai berkurang. 4. Langkah pembuangan Pada saat piston mencapai TMB, lengkaplah pembilasan keluaran, tetapi silinder masih penuh dengan gas buang. Dengan katup buang yang terbuka, piston sekarang bergerak dari TMB ke TMA pada langkah buang. Ketika piston mendekati TMA maka katup masuk mulai membuka dan katup buang mulai menutup.
8 Bahan Bakar Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara (Krause, 2008). Bahan bakar konvensional menurut Sudrajad (2008), ditinjau dari keadaan dan wujudnya dapat padat, cair atau gas, sedangkan ditinjau dari cara terjadinya dapat alamiah, non-alamiah atau buatan. Termasuk bahan bakar padat alamiah ialah: antrasit, batubara bitumen, lignit, kayu api, dan sisa tumbuhan. Termasuk bahan bakar padat nonalamiah antara lain: kokas, semi-kokas, arang, briket, bris, serta bahan bakar nuklir. Bahan bakar cair non-alamiah antara lain : bensin atau gasolin, kerosin atau minyak tanah, minyak solar, minyak residu, dan juga bahan bakar padat yang diproses menjadi bahan bakar cair seperti minyak resin dan bahan bakar sintetis. Bahan bakar gas alamiah seperti: gas alam dan gas petroleum, sedang bahan bakar gas non-alamiah adalah gas rengkah (atau cracking gas) dan producer gas. Karakteristik Bahan Bakar Setiap bahan bakar memiliki karakteristik dan nilai pembakaran yang berbeda– beda. Karakteristik inilah yang menentukan sifat–sifat dalam proses pembakaran, dimana sifat yang kurang menguntungkan dapat di sempurnakan dengan jalan menambah bahan-bahan kimia ke dalam bahan bakar tersebut, dengan harapan akan mempengaruhi daya anti knocking atau daya letup dari bahan bakar, dan dalam hal ini menunjuk apa yang dinamakan dengan bilangan oktan (octane number). Proses pembakaran bahan bakar dalam motor bensin atau mesin pembakaran dalam sangat di pengaruhi oleh bilangan tersebut, sedangkan di motor diesel sangat di pengaruhi oleh bilangan setana (cetane number) (Sitorus, 2002). Bahan bakar fosil dan bahan bakar organik lainnya, umumnya tersusun dari unsur-unsur C (karbon), H (hidrogen), O (oksigen), N (nitrogen), S (belerang), P (fosfor) dan unsur-unsur lainnya dalam jumlah kecil, namun unsur-unsur kimia yang penting adalah C, H dan S, yaitu unsur-unsur yang jika terbakar menghasilkan kalor, dan disebut sebagai bahan yang dapat terbakar disingkat dengan BDT atau combustible matter (Sudrajad, 2008). BBM menurut Obert (1990) terdiri dari berbagai jenis hidrokarbon yang berasal dari minyak bumi dan sering pula terdiri dari campuran-campuran lain. Sifat mudah menguap di dalam mesin menentukan jenis hidrokarbon dan campuran yang digunakan pada BBM. Komposisi dan sifat BBM ditentukan dari jenis dan kandungan minyak bumi mentah asalnya dan tergantung dari sifat zat-zat campuran yang ditambahkan untuk meningkatkan mutu BBM. Ada bermacam-macam jenis hasil pengolahan minyak bumi, diantaranya adalah : 1) Elpiji (Liquefied Petroleum Gas) adalah bahan bakar gas yang dipakai di rumah tangga, restoran, dan kantor. Menurut Direktorat Jendral Minyak & Gas Bumi No. 26525.K/10/DJM.T/2009, komposisi gas LPG yang diproduksi Pertamina mengandung campuran Propana (C3H8) dan Butana (C4H10) sebesar 97% dan Pentana (C5H12) sebesar 2%, sisanya merupakan campuran
9 hidrokarbon berat. Dalam komposisi tersebut tekanan uap yang ditentukan dalam tabung LPG adalah 145 psi. Dari sisi keselamatan, komposisi tersebut merupakan komposisi yang optimum, karena komposisi campuran tersebut dijaga pada level tekanan 120 psi atau 8 bar atau 8 kali tekanan udara luar. Tekanan ini sepertiga dari tekanan kerja yang dirancang untuk valve/katup LPG (yang ada pada bagian atas tabung LPG 12 kg maupun 3 kg) sebesar 24 bar. Angka oktan yang dimiliki LPG adalah 105. Kelebihan dari penggunaan LPG menurut Pundkar (2012) sebagai bahan bakar pada mesin adalah meminimalisir kesulitan engine start pada kondisi dingin, akselerasi menjadi lebih halus, pembakaran yang lebih sempurna dan tidak menyebabkan adanya kerak pada kepala silinder, mengurangi biaya perawatan rutin dikarenakan LPG mampu memperpanjang usia mesin. Dengan tingginya angka oktan pada LPG, tenaga yang dihasilkan oleh mesin pun akan meningkat menjadi lebih baik daripada menggunakan bahan bakar bensin, dan penyakit destructive knocking menjadi tidak ada sama sekali. Maka karena itu pengaturan pada mesin menjadi lebih mudah dan tentunya menjadi lebih ramah lingkungan. 2) Bensin adalah BBM yang banyak dibutuhkan. Hampir 45% total produk minyak bumi diupayakan menjadi BBM ini. Produk ini berasal dari proses sekunder karena disyaratkan angka oktannya harus tinggi. BBM jenis bensin di Indonesia disebut dengan Premium, Super atau Benzole. Penggunaannya untuk kendaraan penumpang, motor, perahu bermotor, kapal ikan dan pesawat terbang yang tidak bermesin jet. 3) Diesel disebut juga solar adalah suatu campuran yang telah didestilasi setelah premium dan minyak tanah dari minyak mentah pada temperatur 200oC sampai 340oC. Penggunaannya hampir sama seperti bensin yaitu untuk kendaraan penumpang bermesin diesel, kendaraan berat seperti truk/bus, dan kapal ikan bermesin diesel. Tabel 2.1 Karakteristik bahan bakar Bahan Bakar Struktur Kimia Kepadatan energi Angka oktan Nilai suhu terendah (MJ/Kg) Nilai suhu tertinggi (MJ/Kg) Stoichiometric air/fuel ratio Kepadatan pada suhu 15˚C, kg/m3 Titik nyala (oK) Specific Gravity 60° F/60°
Bensin C7H17/C4 to C12 109,000125,000 86-94
Diesel C8 to C25 128,00030,0000 8-15
43.44
Sumber : Pundkar et al. (2012)
LPG C3H8 105+
LPG CH4 35,000 @ 3000 psi 120+
42.79
46.60
47.14
46.53
45.76
50.15
52.20
14.7
14.7
15.5
17.2
737
820-950
531 0.72-0.78
84,000
588
1.85/5 05 724
755-905
0.508
0.85
0.424
0.78
10 Proses Pembakaran Motor pembakaran dalam bekerja dengan cara membakar bahan bakar di dalamnya sehingga tercipta energi kinetik. Pembakaran bahan bakar yang terjadi adalah proses reaksi dari bercampurnya bahan bakar dan udara. Jumlah udara yang masuk di ruang silinder adalah sebanyak jumlah bahan bakar yang akan dibakar. Jika udara yang masuk terlalu banyak maka tidak semua bahan bakar akan terbakar, sehingga pembakaran yang terjadi tidak sempurna (Khemani, 2009). Ketika terjadi proses pembakaran, ikatan molekul dari bahan bakar dan udara terpecah dan dengan cepat tersusun suatu senyawa baru dimana hasil dari reaksi pembakaran menghasilkan energi. Maka karena itu perlu ditekankan bahwa tidak selamanya bahan bakar bertemu dengan udara agar pembakaran terjadi. Syarat terjadinya pembakaran harus memenuhi tiga kondisi. Menurut Suyitno (2010), tiga syarat terjadinya pembakaran adalah : 1. Terdapat bahan bakar 2. Terdapat udara (oksigen) 3. Terdapat sumber api atau titik nyala dari bahan bakar itu sendiri. Contoh sumber api pada motor bensin adalah busi. Dan contoh kondisi penyalaan sendiri adalah pada motor diesel, di mana pada tekanan tinggi, suhu campuran udara dan solar mencapai kondisi yang disebut suhu penyalaan sendiri (autoignition temperature) (Suyitno, 2010). Pemanasan Bahan Bakar Pemanasan bahan bakar berarti proses untuk meningkatkan suhu yang menyebabkan turunnya viskositas dan naiknya volume bahan bakar yang menyebabkan bertambahnya energi. Energi diserap oleh molekul-molekul dan menyebabkan reaksi jarak antar molekul-molekul menjadi renggang sehingga lebih mudah mengikat oksigen (Arismunandar, 2005). Pemanasan dengan temperatur yang terlalu tinggi yaitu melebihi batas temperatur titik didih menurut Mohlis (2007) menyebabkan bahan bakar menjadi buruk sifat viskositasnya. Dan bila disemprotkan ke dalam silinder butiran uapnya akan menjadi lebih pendek dan pencampuran dengan udara di dalam silinder tidak berlangsung sempurna. Pengaruh viskositas bensin pada pengabutan sangat menentukan pembakaran yang sempurna dan bersih. Jika pengabutan berlangsung dengan viskositas > 100 detik Saybolt Universal (SU) dan tekanan udara < 1 psi, maka butiran-butiran kabut minyak terlalu besar hingga susah bercampur dengan udara sekunder. Akibatnya akan terbentuk gumpalan karbon yang mengganggu ruang pembakaran. Bagi minyak-minyak berat, pemanasan pendahuluan harus dilakukan sebelum pengabutan. Pemanasan pendahuluan ini gunanya untuk menurunkan viskositas sampai dibawah 100 detik SU (Supraptono, 2004). Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan bahan bakar tidak terbakar seluruhnya dan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna sehingga mempengaruhi besar konsumsi bahan bakar.
11 Titik Nyala Bahan Bakar Flash point atau titik nyala adalah suhu dimana bahan bakar terbakar dengan sendirinya oleh udara sekeliling disertai kilatan cahaya. Untuk menentukan kapan minyak terbakar sendiri, Pensky-Martens memakai system “closed cup”, sedang Cleveland memakai “open cup”. Uji dengan open cup menunjukan angka 20-30oF lebih tinggi daripada dengan closed cup (Arismunandar dan Tsuda, 2008). Titik nyala menurut Mohlis (2007) adalah suhu terendah dari suatu bahan bakar yang dapat menimbulkan nyala api dalam sekejap apabila pada permukaan bahan bakar tersebut dipercikkan api. Jika bahan bakar mempunyai gravitasi API yang tinggi maka titik didihnya rendah sehingga titik nyalanya juga rendah. Viskositas atau Kekentalan Bahan Bakar Dalam Arismunandar dan Tsuda (2008), Viskositas adalah kebalikan fluiditas atau daya alir. Makin tinggi viskositas makin sukar mengalir. Mengingat kecepatan mengalir juga tergantung pada berat jenis, maka pengukuran viskositas demikian dinyatakan sebagai “viskositas kinematik”. Pengaruh viskositas pada pengabutan sangat menentukan dalam mencapai pembakaran sempurna dan bersih. Jika pengabutan berlangsung dengan viskositas > 100 detik SU dan tekanan udara < 1 psi, maka butiran-butiran kabut minyak terlalu besar hingga susah bercampur dengan udara sekunder. Akibatnya akan terbentuk gumpalan karbon yang mengganggu ruang pembakaran. Bagi minyak-minyak berat, pemanasan pendahuluan harus dilakukan sebelum pengabutan. Pemanasan pendahuluan ini gunanya untuk menurunkan viskositas sampai dibawah 100 detik SU (Supraptono, 2004). Viskositas yang terlalu tinggi menyebabkan bahan bakar tidak terbakar seluruhnya dan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna sehingga mempengaruhi besar konsumsi bahan bakar. Ignition Point atau Titik Bakar Titik Bakar adalah suhu dimana bahan bakar yang dipanaskan pada keadaan baku dapat terbakar selama waktu sekurang-kurangnya 5 detik. Nilai kalori bahan bakar diperoleh dari besarnya panas dari pembakaran suatu bahan bakar tertentu di dalam zat asam. Makin tinggi berat jenis minyak, maka nilai kalorinya makin rendah. Standart nilai kalor pembakaran untuk bahan bakar bensin adalah > 45950 kj/mol (ASTM : 1991) (Mohlis, 2007). Titik Tuang Titik tuang merupakan bilangan yang menyatakan suhu terendah dari bahan bakar minyak sehingga bahan bakar tersebut dapat mengalir dengan sendirinya karena gravitasi. Titik tuang sangat penting karena berhubungan dengan mudah atau sulitnya bahan bakar dipompa apabila suhunya telah di bawah titik tuangnya. Titik tuang untuk bahan bakar solar adalah 65oC (Bahan Bakar Minyak, Elpiji dan BBG Pertamina : 2003 dalam Mohlis, 2007).
12 Peralatan Konversi LPG Peralatan konversi LPG adalah peralatan yang digunakan untuk menyalurkan gas dari tabung LPG ke dalam saluran udara mesin. Menurut (DJPT, 2011) peralatan konversi ini terdiri dari : - Katup utama (Main Valve). Katup utama merupakan komponen yang berfungsi untuk membuka dan menutup lubang kepala tabung LPG, pelepas LPG akibat tekanan belebih. - Penurun tekanan LPG (LPG Regulator). Penurun tekanan LPG adalah salah satu komponen yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dari sekitar 8 bar menjadi sekitar 1 bar. - Alat ukur tekanan LPG (High Pressure Gauge). Alat ukur tekanan LPG adalah alat ukur yang digunakan untuk menunjukkan tekanan LPG dalam tabung LPG. - Selang LPG tekanan rendah (Low Pressure Hose). Selang LPG tekanan rendah adalah salah satu komponen yang berfungsi untuk mengalirkan LPG bertekanan rendah dari penurun tekanan ke pencampur udara dan gas. - Katup pengatur aliran (Power Valve). Katup pengatur aliran LPG adalah komponen yang berfungsi mengatur aliran LPG bertekanan rendah menuju pencampur udara dan gas. - Pencampur LPG dan udara (Gas-Air Mixer). Pencampur LPG dan udara adalah komponen yang berfungsi mencampur udara dengan LPG di saluran masuk udara (intake manifold) pada motor penggerak. Pendekatan Efisiensi Pada Perikanan Tangkap Skala Kecil Beberapa pendekatan yang mungkin untuk dilakukan di lingkungan perikanan tangkap skala kecil menurut Gulbrandsen (1990) diantaranya adalah, dengan cara mereduksi ukuran alat tangkap yang dibawa, memperbesar diameter propeller dan nozzle untuk meningkatkan efisiensi, menggunakan alat tangkap pasif berupa gillnet, longline dan pancing ulur. Namun beberapa metode tersebut tentunya telah banyak dilakukan oleh kebanyakan nelayan skala kecil di Indonesia yang menggunakan perahu bermotor berukuran kurang dari 5 GT dan menggunakan mesin ketinting berkapasitas 5-9 HP. Usaha untuk mereduksi biaya bahan bakar pada perikanan skala kecil harus dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya adalah mengurangi konsumsi bahan bakar sehingga biaya operasional dalam sekali tripnya dapat ditekan. Fyson (1985) mengusulkan lima cara untuk mengefisienkan biaya operasional, usulan ini dapat diterapkan salah satu atau seluruhnya : 1) Menggunakan motor yang efisien konsumsi bahan bakarnya atau menggunakan perangkat lain yang dapat digunakan untuk mengefisiensi kinerja motor. 2) Menggunakan perahu yang disain lambungnya tidak menghasilkan tahanan besar. 3) Merubah pandangan metode penangkapan ikan dari yang sifatnya memerlukan energi besar menjadi lebih efisien dalam penggunaan energi. 4) Menggunakan motor berkapasitas kecil dan mengurangi kecepatan kapal saat berlayar.
13 5)
Menggunakan bahan bakar alternatif atau tenaga penggerak alternatif seperti tenaga angin. Menurut Gulbrandsen (1990) ada beberapa usulan untuk mengefisienkan penggunaan energi pada perahu perikanan skala kecil. Beberapa pendapat yang dikemukakan adalah : Tabel 2.2 Usaha efisiensi energi pada perahu ikan kecil Usaha Efisiensi Usulan Untuk Bahan Bakar Diimplementasikan Mengurangi laju Bisa dilakukan kapal Merubah desain Bisa dilakukan lambung Memodifikasi rasio mesin dan ukuran Bisa dilakukan propeller Mengganti bahan Bisa dilakukan bakar (alternatif) Menggunakan layar Bisa dilakukan Merawat lambung Bisa dilakukan dari kerusakan Merawat mesin Bisa dilakukan sebaik mungkin Memperlama waktu Bisa dilakukan penangkapan Sumber : Gulbrandsen, 1990
Tingkat Kesulitan
Pengeluaran Ekstra
Mudah
Tidak ada
Sulit
Rendah
Mudah
Rendah
Mudah
Sedang
Sedang
Sedang
Mudah
Rendah
Mudah
Rendah
Sedang
Rendah ke Tinggi
Dengan cara mengganti ke bahan bakar alternatif, hal ini tidak terlalu populer di lingkungan nelayan skala kecil. Akan tetapi, penggunaan bahan bakar alternatif yang efisien adalah usulan terbaik dimana nelayan seringkali dihadapi dengan biaya bahan bakar yang semakin melambung sehingga mereka harus membeli bahan bakar dengan jumlah yang terbatas dan harga yang mahal. Hal-hal fundamental seperti ini diperparah dengan tingginya konsumsi bahan bakar sesuai dengan kapasitas mesin yang digunakan. Di negara berkembang, sumber energi alternatif seperti gas secara signifikan memiliki harga yang lebih murah dibandingkan BBM. Bagaimanapun juga, dengan selisih harga yang lebih murah sebesar 30-50% energi alternatif ini sifatnya hanya opsional (Wilson, 1999).
14 3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penelitian uji coba skala laboratorium yang dilakukan pada bulan November 2012. Adapun uji coba lapang dilaksanakan antara bulan Januari-Februari 2013 di Balai Besar Penelitian Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang. Peralatan Penelitian
1)
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Motor bakar bensin stasioner 4 langkah yang digunakan sebagai alat utama ujicoba. Motor ini akan diuji suhu gas buang, suhu permukaan motor, konsumsi bahan bakar yang menggunakan bahan bakar bensin dan gas LPG. Spesifikasi motor bakar yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Spesifikasi mesin Tipe mesin Yamaha OHV empat langkah Jumlah silinder 1 Daya maksimum 6.5 HP / 4.000 rpm Daya rerata 5.5 HP / 2.000 rpm Displacement 196 cc
2)
Engine frame atau rangka dudukan motor diperlukan sebagai penopang motor saat menjalani uji eksperimental di laboratorium. Kegunaan engine frame ini adalah menghubungkan mesin ke gearbox yang kemudian terhubung ke load cell dynamometer untuk dilakukan uji coba pembebanan saat menggunakan bensin premium dan LPG. Rangka yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari besi yang terlebih dahulu dirancang dan difabrikasi di workshop BBPPI seperti yang ditampilkan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Posisi motor di engine frame
15 3)
4)
5)
6)
7)
8)
Dynamometer Alat ini digunakan saat motor diuji dengan simulasi beban di laboratorium. Media yang digunakan untuk uji beban ini adalah water brake based, yaitu uji beban gesek dengan media air. Besar beban yang diberikan pada motor saat beroperasi adalah sebesar 1,8 Nm pada putaran 1600rpm, 3,6 Nm pada putaran 2000rpm, 4,8 Nm pada putaran 2200rpm dan 7,2 Nm pada putaran 2500rpm. Gelas ukur Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume bensin premium yang dikonsumsi oleh motor. Kapasitas gelas ukur ini adalah 250 cc. Pengukuran bahan bakar yang habis dicatat setiap pengurangan 50 cc. Tachometer / rpm (Rotation Per Minute) meter Tachometer adalah instrumen untuk mengukur kecepatan dari poros berputar yang digerakkan oleh motor. Tachometer yang digunakan pada penelitian ini adalah tipe digital dimana hasil pengukuran langsung disajikan dalam bentuk angka sehingga mempermudah pembacaan rpm. Rpm yang ditentukan pada penelitian skala lab ini adalah 1600, 2000, 2200 dan 2500 rpm sedangkan saat uji coba lapang adalah 1600, 2000 dan 2500 rpm. Timbangan Timbangan adalah alat yang digunakan untuk menimbang massa suatu benda atau zat. Pada penelitian ini timbangan yang digunakan adalah timbangan per atau jarum model gantung kapasitas 50 kg untuk mengukur massa yang habis dikonsumsi oleh motor dari tabung LPG. Converter kit Converter kit merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk mengkonversi bahan bakar dari bensin premium/solar ke gas (LPG/CNG) pada suatu mesin. Proses kerjanya dimulai dari regulator tekanan tinggi yang terpasang pada tabung LPG mengalirkan gas ke LPG evaporator. LPG evaporator ini bertindak sebagai Low Pressure Regulator. Fungsinya adalah sebagai alat penstabil tekanan dan pengatur jumlah debit gas yang selanjutnya melewati control valve. Control valve adalah sebuah katup pada konverter kit yang berfungsi untuk mengatur jumlah aliran gas yang masuk ke mixer, atau disebut juga dengan katup utama (main valve). Komponen yang menghubungkan konverter kit dengan mesin adalah mixer. Mixer diletakkan pada saluran menuju karburator mesin yang berfungsi untuk mencampur udara dan gas LPG sebelum masuk ke karburator. Untuk menyiasati kehabisan gas LPG selama perjalanan, semua fungsi bahan bakar bensin tidak diubah, sehingga motor dapat langsung kembali menggunakan bensin dengan memutar kembali katup selang bensin guna mengalirkan bensin ke karburator. Termometer Termometer adalah alat untuk mengukur suhu. Pada penelitian ini termometer digunakan untuk mengukur suhu permukaan mesin dan gas buang dari knalpot. Untuk memudahkan pengambilan data suhu, maka digunakan jenis termometer non kontak atau termometer inframerah, sehingga dapat mengukur suhu tanpa kontak fisik antara termometer dengan obyek. Suhu permukaan mesin diukur dengan cara menembakkan inframerah ke rumah silinder mesin sedangkan suhu gas buang diukur pada ujung pipa knalpot.
16 Termometer
OHV
Gambar 3.2 Ilustrasi pengambilan suhu permukaan mesin dan gas buang 9)
10)
Stopwatch Stopwatch digunakan untuk mengukur waktu konsumsi bensin premium dan LPG. Box Converter kit Box converter kit digunakan sebagai wadah penyimpanan tabung LPG 3 kilogram dan converter kit. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini ada dua jenis yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh Balai Besar Penelitian Penangkapan Ikan (BBPPI) Semarang. Sedangkan data primer diperoleh dari experimental fishing trip yakni melakukan uji coba operasi motor perahu dari pelabuhan Tambaklorok Semarang ke daerah penangkapan ikan menggunakan bensin premium dan LPG secara bergantian.
Tabel 3.2 Jenis dan sumber data yang dikumpulkan selama penelitian Jenis Data Data yang dikumpulkan Sumber Data Data Sekunder Penggunaan BBM oleh satu unit kapal BBPPI Semarang ikan berukuran < 5 GT yang menggunakan motor bensin 6.5 HP Data primer Perbandingan aspek teknik motor bensin BBPPI Semarang 6.5 HP yang menggunakan bensin premium dan LPG Data primer yang diperoleh secara langsung dari pengujian eksperimental motor bensin 6,5 HP. Secara rinci, data primer mengenai penelitian ini adalah :
No 1
2
Tabel 3.3 Data primer yang dikumpulkan Aspek Data Teknis Pengukuran suhu permukaan mesin yang menggunakan bensin premium dan LPG Pengukuran suhu gas buang mesin yang menggunakan bensin premium dan LPG Pengukuran konsumsi bahan bakar yang menggunakan bensin premium dan LPG Ekonomi Biaya investasi Biaya operasional
17 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Secara lengkap, analisis data yang akan dilakukan ditunjukkan pada Tabel 3.4.
No. 1 2
3 4
Tabel 3.4 Analisis data Tujuan Menentukan kekuatan hubungan putaran mesin dengan suhu mesin Menentukan kekuatan hubungan putaran mesin dengan suhu gas buang Membuktikan bahwa LPG lebih efisien dibandingkan bensin premium Menentukan kelayakan investasi converter kit bagi nelayan
Analisis Regresi Regresi
Rancangan acak lengkap Deskriptif
Analisis regresi Analisis regresi digunakan untuk tujuan peramalan, dimana dalam model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel independen (bebas). Dari hasil analisis regresi pada program excel telah diketahui rumus regresi adalah y = a + bx atau y = a - bx. Menurut Gunarto (2009), nilai b dapat positif (+) dapat juga negatif (-). Dimana menurut Kanginan (2000) : Y= nilai yang diukur/dihitung pada variabel tidak bebas (suhu, konsumsi bahan bakar). x = nilai tertentu dari variabel bebas (rpm) a = intersep / perpotongan garis regresi dengan sumbu y b =koefisien regresi / kemiringan dari garis regresi / untuk mengukur kenaikan rpm atau penurunan Y untuk setiap perubahan rpm. Sarwono (2009) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Untuk mengetahui tingkat bias tertinggi menggunakan bantuan program MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0. Output dari analisa regresi dengan program MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0 adalah sebagai berikut : 1. Descriptive Statistics Pada kolom ini berisi ringkasan statistik yang berupa mean, standart deviasi dan jumlah variabel-variabel yang diuji. 2. Table Correlation Terdiri dari Pearson Correlation yang digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Bila terdapat tanda positif yang artinya bila variabel bergantung (dependent) naik maka variabel bebas
18 (independent) juga ikut naik (searah). Begitu juga sebaliknya bila terdapat tanda negatif, kenaikkan variabel bebas menyebabkan turunnya variabel bergantung. Selain itu terdapat nilai probabilitas yang digunakan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel-variabel tersebut signifikan. Jika angka signifikan < dari 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Analisa korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linear antara satu variabel dengan variable lainya, dan umumnya digunakan bersamaan dengan analisa regresi (Algifari, 2000). Koefisien korelasi dinyatakan dengan tanda r, merupakan koefisien yang menunjukan arah serta kekuatan hubungan antara dua variabel. Besarnya nilai r dapat bervariasi antara – 1 sampai dengan + 1, atau dapat dinyatakan dengan - 1 ≤ r ≤ + 1. Rumus koefisien korelasi : r= Dimana :
r = Koefisien reliabilitas yang dicari n = Jumlah data X = variable bebas Y = variable tidak bebas
Tabel 3.5 Interpretasi koefisien dan korelasinya (r), (Husein, 2006) Interval Koefisien 0 0,01-0,19 0,20-0,39 0,40-0,59 0,60-0,79 0,80-0,99 1,00
Tingkat Hubungan Tidak ada korelasi Sangat rendah Rendah Agak rendah Cukup Tinggi Sempurna
3. Tabel Variables Entered/Removed Pada tabel ini berisi kolom Variables Entered yaitu variabel yang masuk dalam persamaan. Kolom selanjutnya adalah kolom Variables Removed yaitu kolom yang berisi Variables Independent yang dikeluarkan karena tidak berpengaruh terhadap Variables Dependent. 4. Tabel Model Summary Bagian ini menunjukkan besarnya koefisien determinasi yang berfungsi untuk mengetahui besarnya persentase variabel tergantung yang dapat diprediksi dengan menggunakan rpm. Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya peranan atau pengaruh rpm (X) terhadap variabel tergantung yaitu suhu, FC dan sfc ekonomi (Y). Koefisien determinasi dihitung dengan cara mengkuadratkan hasil korelasi, kemudian dikalikan dengan 100% (R2 x 100%). Angka R Square disebut juga sebagai Koefisien Determinasi. Besarnya R square berkisar antara 0 sampai ± 1 yang berarti semakin kecil besarnya R square,
19 maka hubungan kedua variabel semakin lemah. Sebaliknya, jika R square semakin mendekati 1 maka hubungan kedua variabel semakin kuat. 5. Test Anova Analisis ini menunjukkan besarnya angka probabilitas atau signifikansi pada perhitungan Anova yang digunakan dasar uji kelayakan model regresi. Ketentuan angka probabilitas yang baik untuk digunakan sebagai model regresi ialah harus lebih kecil dari 0,05. 6. Tabel Coofficient Bagian ini menggambarkan persamaan regresi untuk mengetahui angka konstan dan uji hipotesis signifikansi koefisien regresi. Uji t akan digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel bebas yang digunakan sebagai predictor untuk variabel tergantung. Untuk mengetahui tingkat bias tertinggi dilakukan perhitungan sederhana yaitu mencari selisih antara nilai hasil uji parameter suhu mesin, suhu gas buang, dan FC dengan standar masing-masing parameter tersebut. Selanjutnya selisih hasil tersebut akan dibagi dengan standar masing-masing parameter dan hasilnya akan dikali dengan 100%. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Uji statistik rancangan acak lengkap (RAL) digunakan dalam mengolah data penelitian. Rumus yang digunakan mengacu pada Stell and Torrie (1993): Yijk = µ + τi + δij + εijk ; i = 1,2,3,...dst ; dan j = 1,2,3…dst. Yijk adalah pengamatan perlakuan ke – i, ulangan ke – j dan anak contoh ke – k; µ rataan tengah populasi; τi perlakuan ke – i, δij pengaruh ulangan ke – j, perlakuan ke – i; dan εijk galat anak contoh. Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis ini adalah 1. aditif, homogen, bebas, dan normal; 2. τi bersifat tetap; dan 3. εijk ~ N (0, 2 ). Adapun hipotesis yang diuji melalui analisis ini adalah: Ho: τ1 = τ2 = τ3 = ……. = τ5 = 0; dan Ho: τ1 = τ2 = τ3 = ……. = τ5 ≠ 0. Kesimpulan yang diperoleh adalah bila FhitFtab, maka tolak Ho. Sementara bila Fhit
20 FC didefinisikan sebagai jumlah yang dihasilkan konsumsi bahan bakar per satuan waktu (cc/menit). Nilai FC yang rendah mengindikasikan pemakaian bahan bakar yang irit. Oleh sebab itu, nilai FC yang rendah sangat diinginkan untuk mencapai efisiensi bahan bakar. FC dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : V FC = t Dimana : FC = Konsumsi bahan bakar (cc/menit) V = Volume (cc) t = waktu (menit) Konsumsi Bahan Bakar Secara Biaya Tingkat pemakaian bahan bakar dalam suatu motor baik itu boros atau irit akan ditentukan dengan banyaknya bahan bakar yang dikonsumsi. Banyaknya bahan bakar yang dikonsumsi didapat dari perhitungan FC sebelumnya. Nilai FC kemudian dihitung secara biaya supaya dapat diketahui berapa biaya bahan bakar yang dikonsumsi oleh motor. Economic specific fuel consumption (esfc) atau konsumsi bahan bakar secara biaya dalam penelitian ini adalah untuk menghitung perkalian antara berat bahan bakar (kg) yang dikonsumsi dengan harga bahan bakar tiap kg (Rp/kg) yang kemudian dibagi dengan lamanya waktu konsumsi (t) dengan rumus sebagai berikut : mbbxh arg a( BBMatauBBG ) (Rp/jam) sfc ekonomi = t Keterangan : sfc ekonomi : Konsumsi bahan bakar secara ekonomi (Rp/jam) mbb : Berat bahan bakar yang dikonsumsi (kg) Harga bb : - Harga bensin premium (Rp 4.500, tiap 1 liter atau 0,723kg) - Harga LPG (berdasarkan Permen ESDM no 28/2008 Rp 4.250 tiap 1,724 lsp (liter setara premium) atau 1 kg) t : Waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar (jam) Analisis Ekonomi Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber – sumber untuk mendapatkan keuntungan (benefit) atau suatu aktivitas dimana keluarnya uang adalah harapan untuk mendapatkan hasil (returns) diwaktu yang akan dating yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Tujuan dari analisa proyek adalah untuk memperbaiki pemilihan investasi. Karena sumber yang tersedia untuk proyek bersifat terbatas, maka perlu sekali untuk diadakan pemilihan antara berbagai macam proyek (Kadariah et al. , 1999). Analisa ekonomis diperlukan dalam rangka menentukan apakah proyek tersebut akan memberi sumbangan atau mempunyai peranan positif dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan apakah peranan tersebut cukup
21 besar untuk men”justify” penggunaan sumber – sumber langka yang dibutuhkan proyek. Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek telah dikembangkan berbagai macam indeks. Indeks – indeks tersebut dinamakan “investment criteria”. setiap kriteria memiliki kelebihan dan kekurangan. Kadang kala kriteria tersebut juga tidak dapat diterima dalam segi teoritis. Si penilai proyek harus memutuskan kriteria manakah yang paling tepat dalam setiap keadaan (Kadariah et al. , 1999). Berikut ini adalah kelima investment criteria yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Net present value dari arus benefit dan biaya (NPV) 2. Internal rate of return (IRR) 3. Net benefit cost ratio (Net B/C) Analisa ekonomis pada penelitian ini akan mencakup NPV, IRR, dan Net B/C. selain itu juga akan dihitung untuk Break even point (BEP) dan Return of investment. Net Present Value (NPV) Net present value digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu berapa nilai kini dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah. Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0, dan bila NPV < 0 maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti bahwa proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Sedangkan bila nilai NPV = 0 berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi. Rumus yang digunakan yaitu:
Keterangan : Bt merupakan keuntungan sosial kotor untuk proyek pada tahun t; Ct merupakan biaya sosial kotor untuk proyek pada tahun t, tidak dilihat apakah apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dsb) atau biaya rutin; n adalah umur ekonomis dari proyek; i merupakan Social Opportunity Cost of Capital, yang ditunjuk sebagai Social Discount Rate. Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return merupakan suku bunga maksimal sehingga NPV bernilai sama dengan nol berada dalam batas untung rugi. IRR dapat disebut sebagai nilai discount rate (i) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan nol. Oleh sebab itulah IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan bersih atas investasi, dimana benefit bersih yang positif ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek (Kurniawati, 2005). Adapun rumus IRR yaitu:
22
NPV’ = nilai NPV yang masih positif NPV” = nilai NPV yang sudah negatif i’ = discount rate dimana NVP masih positif i" = discount rate dimana NVP sudah negative Net benefit-cost ratio (Net B/C) Net benefit-cost ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara jumlah kini dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah:
Dengan kriteria kelayakan: B/C ≥ 1 , usaha layak dijalankan B/C = 1 , berarti usaha impas B/C < 1 , usaha tidak layak dijalankan Break Even Point (BEP) Menurut Arifin (2008) Break Even Point dapat dihitung dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
Return on Investment (ROI) Return on investment adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan keuntungan. Perhitungan terhadap ROI dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan (Rangkuti, 2006). Adapun rumus untuk ROI yaitu: Dengan kriteria kelayakan: ROI > 25% : baik 15% < ROI ≤ 25% : cukup baik 5% ≤ ROI ≤ 15% : cukup buruk ROI < 5% : buruk
23 4 KERAGAAN TEKNIS MOTOR BAKAR 6,5 HP DENGAN BAHAN BAKAR BENSIN PREMIUM DAN LPG
Keragaan teknis dibutuhkan untuk menganalisa performa motor bakar 6,5 HP terhadap bahan bakar yang digunakan saat uji eksperimental yaitu bensin premium dan LPG. Uji eksperimental yang dilakukan adalah pengamatan suhu permukaan mesin, suhu gas buang dan konsumsi bahan bakar/fuel consumption (FC) yang telah dilakukan di laboratorium dan lapang. Agar penelitian penggunaan LPG pada motor bakar bensin dapat dilakukan maka diperlukan sebuah alat konversi atau disebut dengan converter kit yang berfungsi untuk mengkonversi LPG ke dalam bentuk kabut. Selanjutnya kabut LPG dialirkan ke ruang pembakaran melalui mixer yang dipasang pada intake manifold. Lama proses pengujian disesuaikan dengan bahan bakar yang dikonsumsi oleh mesin yaitu bensin premium dan LPG di setiap rpm nya. Pustaka yang membahas tentang penggunaan LPG sebagai bahan bakar lebih banyak difokuskan untuk motor bakar otomotif seperti yang telah dilakukan oleh Yousufuddin dan Mehdi (2008) tentang motor bakar yang menggunakan LPG biasanya beroperasi dengan kondisi campuran bahan bakar yang miskin (lean mixture) sehingga motor akan lebih irit bahan bakar, Durgun et al. (2005) membandingkan penggunaan bensin dan LPG terhadap performa, suhu mesin dan suhu gas buang yang dihasilkan oleh motor menjadi lebih rendah. Adapun Mamidi dan Suryawnshi (2012), melakukan uji eksperimental dengan menggunakan motor bensin satu silinder berbahan bakar LPG dimana hasil yang dikemukakan olehnya adalah, penggunaan LPG sebagai bahan bakar alternatif menjadikan motor lebih irit secara spesific fuel consumption (sfc) dibandingkan saat menggunakan bensin.
Hasil dan Pembahasan Kapal penelitian Kapal di daerah Tambaklorok Semarang yang dijadikan objek dari uji eksperimental lapang adalah sebuah kapal nelayan tradisional monohull yang menggunakan motor outboard long tail. Kapal ini berbahan dasar kayu dan tidak memiliki bangunan atas, biasanya hanya diawaki oleh satu atau dua orang saja. Spesifikasi kapal ini memiliki data Loa 5,25 meter, breadth 1,4 meter, draft 0,3 meter dan depth 0,5 meter. Kapal ini menggunakan motor bensin outboard satu silinder berdaya 6,5 HP pada 4000 rpm. Kapal nelayan tradisional ini menggunakan gillnet atau jaring insang sebagai alat tangkapnya. Kapal ini tidak memiliki palka untuk menyimpan ikan hasil tangkapan, sehingga ikan disimpan di dalam cool box yang telah diisi es batu. Gambar 4.1 menunjukkan rancangan umumnya (general arrangement) yang menunjukkan kondisi kapal jika menggunakan converter box yang berukuran panjang 60 cm dan lebar 35 cm sebagai wadah penyimpanan tabung LPG 3 kg beserta converter kit di dalamnya. Dengan adanya converter box ini, maka dapat dipastikan kapasitas muat penyimpanan hasil tangkapan di kapal akan berkurang.
25 Suhu Motor Pengukuran suhu motor dilakukan saat motor Yamaha 6,5 HP beroperasi dengan menggunakan bahan bakar bensin premium dan LPG pada kondisi idle di rpm 1600, 2000, 2200 dan 2500. Selama mesin beroperasi, suhu motor diukur dengan menggunakan termometer non kontak (inframerah). Hasil yang didapat diterangkan oleh Tabel 4.1 dan dilukiskan oleh Gambar 4.3 dimana suhu motor akan meningkat bersamaan dengan bertambahnya putaran mesin. Hubungan pengaruh antara variabel putaran mesin dan suhu mesin yang menggunakan bensin premium memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0,9961 atau sama dengan 99,61%. Angka tersebut menjelaskan bahwa besarnya pengaruh kenaikan putaran motor dan suhu motor adalah sebesar 99,61%, sedang sisanya sebesar 0,39% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi. Begitu pula dengan mesin saat beroperasi dengan LPG memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0,9474 atau sama dengan 94,74%. Angka tersebut menjelaskan bahwa besarnya pengaruh kenaikan putaran mesin dan suhu mesin ketika menggunakan gas LPG adalah sebesar 94,74%, sedang sisanya sebesar 5,26% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi. Setelah dibandingkan dari hasil yang ada, suhu motor yang menggunakan LPG secara nyata lebih rendah dari bensin premium karena motor yang berbahan bakar gas LPG memiliki keuntungan berupa suhu motor yang lebih rendah dibandingkan saat menggunakan bensin premium seperti yang ditunjukkan Gambar 4.2 dan Tabel 4.1. Perbandingan Suhu Mesin (Lab) 140
y = 0,0282 + 60,012 R² = 0,9961
130
Suhu o C
120
130
123
116
110 105
100 90
98
93
85 88
80
y = 0,0147x + 60,421 R² = 0,9474
70
60 1500
1700
1900
2100
2300
2500
2700
Putaran mesin (RPM)
Gambar 4.2 Interaksi pengaruh antara putaran mesin (rpm) dengan bensin premium ( ) dan LPG ( ) terhadap suhu motor (oC)
26 Tabel 4.1 Suhu permukaan mesin (oC) yang menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 rpm pengamatan 1600 rpm 2000 rpm 2200 rpm 2500 rpm Premium LPG Premium LPG Premium LPG Premium LPG Perlakuan 105 85 116 88 123 93 130 98 108 86 118 90 125 95 133 96 105 90 116 87 126 95 131 97 Tabel 4.2 Selisih suhu permukaan mesin (oC) yang menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 Selisih suhu mesin Perlakuan 1600 rpm 2000 rpm 2200 rpm 2500 rpm 20 oC * 28 oC * 30 oC * 32 oC * Premium vs LPG 22 oC * 29 oC * 30 oC * 37 oC * 15 oC * 30 oC * 31 oC * 34 oC * Keterangan : Tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji-t 0,05
Tabel 4.2 menunjukkan selisih suhu mesin yang nyata antara bensin premium dan LPG. Rata-rata suhu permukaan mesin yang menggunakan bensin premium adalah sebesar 119,67 oC, dan saat menggunakan LPG rata-rata suhunya menjadi sebesar 91,67 oC. Perbedaan rata-rata suhu permukaan mesin sebelum dan sesudah menggunakan gas LPG adalah signifikan dimana hasil uji korelasi beda dua sampel yang berpasangan antara dua variabel yakin bensin premium dan LPG adalah sebesar 0,899 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara dua rata-rata selisih suhu mesin yang menggunakan bensin premium dan LPG adalah kuat dan signifikan. Dengan demikian, penggunaan gas LPG berpengaruh nyata terhadap penurunan suhu mesin. Suhu gas buang Pengukuran suhu gas buang dilakukan bersamaan ketika pengambilan suhu motor berlangsung. Hasil yang didapat diterangkan oleh Tabel 4.3 dan dilukiskan oleh Gambar 4.4 dimana suhu gas buang akan meningkat dengan bertambahnya putaran mesin. Hubungan pengaruh antara variabel putaran mesin dan suhu gas buang yang menggunakan bensin premium memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0,9789 atau sama dengan 97,89%. Angka tersebut menjelaskan bahwa besarnya pengaruh kenaikan putaran mesin dan suhu gas buang adalah sebesar 97,89%, sedang sisanya sebesar 2,11% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi. Hasil menunjukkan ketika mesin beroperasi dengan LPG memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0,9083 atau sama dengan 90,83%. Angka tersebut menjelaskan bahwa besarnya pengaruh kenaikan putaran mesin dan suhu gas buang ketika menggunakan gas LPG adalah sebesar 90,83%, sedang sisanya sebesar 9,17% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi. Setelah dibandingkan, suhu gas buang yang menggunakan LPG secara nyata lebih rendah dari bensin premium karena mesin yang berbahan bakar gas LPG menghasilkan suhu gas buang yang lebih rendah dibandingkan bensin premium seperti yang ditunjukkan Gambar 4.3 dan Tabel 4.3.
27
Suhu ºC
Suhu Gas Buang 180 170 160 150 140 130 124 120 102 110 100 90 80 1500 1700
167 157 148
y = 0,0482x + 49,012 R² = 0,9789
106
106
112 y = 0,0104x + 84,901 R² = 0,9083
1900
2100
2300
2500
2700
Putaran mesin (RPM)
Gambar 4.3 Interaksi pengaruh antara putaran mesin (rpm) dengan bensin premium ( ) dan LPG ( ) terhadap suhu gas buang (oC) Tabel 4.3 Suhu gas buang (oC) yang menggunakan bensin premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 rpm pengamatan 1600 rpm 2000 rpm 2200 rpm 2500 rpm Premium LPG Premium LPG Premium LPG Premium LPG Perlakuan 124 102 148 106 157 106 167 112 126 103 148 106 155 108 169 109 126 101 145 108 154 105 169 110 Tabel 4.4 Selisih suhu gas buang (oC) yang menggunakan bensin premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 Selisih suhu gas buang Perlakuan 1600 rpm 2000 rpm 2200 rpm 2500 rpm 22 oC * 42 oC * 51 oC * 55 oC * o o o Premium vs LPG 23 C * 42 C * 47 C * 60 oC * 25 oC * 37 oC * 49 oC * 59 oC * Keterangan : Tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji-t 0,05
Selisih suhu gas buang antara bensin premium dan LPG ditunjukkan oleh Tabel 4.4. Hasil perhitungan uji-t membuktikan, rata-rata suhu gas buang yang menggunakan bensin premium adalah sebesar 149 oC, dan saat menggunakan LPG rata-rata suhunya adalah sebesar 105,25 oC. Perbedaan rata-rata suhu gas buang sebelum dan sesudah menggunakan gas LPG dari tabel uji paired samples didapat hasil t hitung (to) sebesar 9,884 dan t tabel adalah 2,18. Karena t hitung (to) ternyata jatuh di daerah penolakan, maka selisih rata-rata suhu gas buang sebesar 43,75 oC menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan yaitu dari ratarata 149 oC saat mengunakan bensin premium dan ketika menggunakan LPG menjadi sebesar 105,25 oC. Dengan demikian perbedaan rata-rata suhu gas buang setelah menggunakan LPG bisa dianggap signifikan karena kondisi turunnya suhu gas buang dari hasil pembakaran gas LPG berkorelasi sebesar 0,374. Artinya
28 hubungan dua kondisi rendah dan tidak signifikan karena nilai probabilitas/sig sebesar 0,231 > 0,05. sehingga kesimpulan dalam eksperimen ini perlakuan penggunaan LPG sebagai bahan bakar tidak berpengaruh terhadap penurunan suhu gas buang. Konsumsi bahan bakar (Fuel Consumption/FC) Pengujian konsumsi bahan bakar (FC) adalah untuk membandingkan berapa banyak volume bensin premium dan LPG yang dikonsumsi oleh motor bensin berkekuatan 6,5 HP di setiap putaran mesinnya. Hubungan pengaruh antara variabel putaran mesin dan FC yang dilakukan saat uji laboratorium dan uji lapang ditampilkan dalam Gambar 4.4 dan 4.5. Konsumsi bahan bakar bensin di laboratorium dan lapang Hasil uji konsumsi bahan bakar bensin premium dari pengujian laboratorium dan lapang dilukiskan oleh Gambar 4.4. Dalam gambar tersebut diterangkan bahwa semakin tinggi putaran motor maka nilai konsumsi bahan bakar (FC) bensin premium atau LPG akan semakin meningkat. Motor yang diroperasikan dengan bensin premium dengan putaran mesin 2000 rpm ketika uji laboratorium menghabiskan bensin sebanyak 15,7 cc/menit dan memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0,9134 atau pengaruh kenaikan putaran mesin terhadap FC bensin premium adalah sebesar 91,34%, sisanya sebesar 8,66% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi. Sedangkan konsumsi bensin premium di putaran 2000 rpm dari uji lapang adalah sebesar 9,86 cc/menit. Nilai koefisien determinasi dari uji lapang adalah sebesar 98,41% dan sisanya sebesar 1,59% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi.
FC Bensin
FC(cc/menit)
25 20
23,7 y = 0,0114x - 7,705 R² = 0,9134
19,2 15,7
15 11,8 9,6 7,07
10 5 0 1400
1600
1800
9,86
2000
14,84 y = 0,0097x - 9,1009 R² = 0,9841
2200
2400
2600
Putaran mesin (RPM) Gambar 4.4 Hasil uji konsumsi bensin premium di laboratorium ( ) dan lapang ( ) pada putaran mesin 1600, 2000, dan 2500
29 Konsumsi LPG di laboratorium dan lapang Hasil uji konsumsi LPG ketika uji laboratorium dan lapang dilukiskan oleh Gambar 4.5. Hasil uji FC laboratorium menyatakan, motor yang menggunakan bahan bakar LPG pada putaran mesin 2000 rpm menghabiskan 10 cc/menit dan memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0,9883 atau pengaruh kenaikan putaran mesin terhadap FC bensin premium adalah sebesar 98,83%, dan sisanya sebesar 1,17% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi. Sedangkan konsumsi LPG di putaran 2000 rpm dari uji lapang adalah sebesar 8,59 cc/menit. Nilai koefisien determinasi dari uji lapang adalah 1.
FC LPG
FC (cc/menit)
15 13 11
14 y = 0,0089x - 8,0055 R² = 0,9883
9
8,59
7
6 5,01
5 3 1400
12
10
1600
1800
2000
y = 0,0089x - 9,3947 R² = 1
2200
2400
2600
Putaran mesin (RPM) Gambar 4.5 Hasil uji konsumsi LPG di laboratorium ( ) dan lapang ( ) pada putaran mesin 1600, 2000, dan 2500 Tabel 4.5 Nilai FC (cc/menit) motor saat menggunakan bensin premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 rpm pengamatan 1600 rpm 2000 rpm 2200 rpm 2500 rpm Premium LPG Premium LPG Premium LPG Premium LPG Perlakuan 9,6 15,7 16,1 20 11,8 6,27 16 9,32 22,9 10,45 19,2 14,38 9,7 15,6 21,5 23,7 Tabel 4.6 Selisih FC (cc/menit) motor yang menggunakan bensin premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000, 2200, dan 2500 Selisih FC Perlakuan 1600 rpm 2000 rpm 2200 rpm 2500 rpm 3,33* 6,47* 5,65* 6* Premium vs LPG 5,53* 6,77* 12,45* 5,2* 3,43* 6,37* 11,05* 9,7* Keterangan : Tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji-t 0,05
Tabel 4.5 adalah nilai FC mesin yang menggunakan bensin premium dan LPG. Tabel 4.6 menunjukkan selisih FC antara bensin premium dan LPG saat uji
30 coba dilakukan di laboratorium. Uji-t membuktikan, rata-rata FC yang menggunakan bensin premium adalah sebanyak 16,82 cc/menit, dan saat menggunakan LPG rata-rata FC adalah 9,75 cc/menit. Perbedaan rata-rata FC sebelum dan sesudah menggunakan gas LPG dari tabel uji paired samples didapat hasil t hitung (to) sebesar 8,488 dan t tabel adalah 2,18. Karena t hitung (to) ternyata jatuh di daerah penolakan dan selisih rata-rata FC sebesar 7,07 cc/menit menunjukkan adanya selisih yang signifikan yaitu dari rata-rata 16,82 cc/menit saat mengunakan bensin premium dan rata-rata sesudah menggunakan LPG ratarata FC menjadi sebesar 9,75 cc/menit. Dengan kata lain nilai efisiensi FC setelah menggunakan LPG adalah signifikan. Kondisi turunnya FC setelah menggunakan LPG berkorelasi sebesar 0,825. Artinya ada hubungan yang signifikan karena nilai probabilitas/sig sebesar 0,000 < 0,05, sehingga kesimpulan dalam uji coba ini perlakuan penggunaan LPG sebagai bahan bakar berpengaruh terhadap penurunan FC. Penurunan konsumsi bahan bakar pada penggunaan gas LPG menurut Ki Hyung Lee et al. (2005) dikarenakan ketika gas LPG mengalir ke ruang bakar sudah berada dalam fase gas, sehingga volume bahan bakar yang bercampur dengan udara dan terbakar di ruang bakar menjadi lebih sedikit daripada bensin yang masih memiliki bentuk fluida. Perbandingan FC bensin dan LPG uji coba lapang Ketika uji coba lapang dilakukan, putaran mesin yang dioperasikan pada uji coba ini disesuaikan berdasarkan service speed nelayan saat melakukan operasi penangkapan, yaitu 1600, 2000 dan 2500 rpm seperti yang ditampilkan Gambar 4.6. Hasilnya, FC yang mengunakan LPG lebih irit daripada motor yang berbahan bakar bensin premium dimana rata-rata FC LPG adalah 8,54 cc/menit sedangkan FC premium adalah 10,79 cc/menit atau persentase penghematan yang didapat setelah menggunakan LPG adalah sebesar 26,35%. FC Bensin&LPG 25
FC (cc/menit)
20 y = 0,0107x - 11,09 R² = 0,9941
15
6,25
0 1500
12,03
9,86
10
5
15,82
8,59
y = 0,0078x - 7,2294 R² = 0,9943
5,01
1700
1900
2100
2300
2500
2700
Putaran mesin (RPM)
Gambar 4.6 Perbandingan konsumsi bahan bakar yang menggunakan bensin premium ( ) dan LPG ( ) pada putaran mesin 1600, 2000 dan 2500 rpm
31 Tabel 4.7 Nilai FC (cc/menit) mesin saat menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000 dan 2500 rpm pengamatan 1600 rpm 2000 rpm 2500 rpm Premium LPG Premium LPG Premium LPG 6,25 9,86 15,82 Perlakuan 7,07 9,92 14,84 6,79 5,01 9,94 8,59 15,97 12,03 7,14 10,99 15,87 6,73 9,86 14,84 Tabel 4.8 Selisih FC (cc/menit) mesin yang menggunakan premium dan LPG pada putaran mesin 1600, 2000 dan 2500 Selisih FC Perlakuan 1600 rpm 2000 rpm 2500 rpm 1,24* 1,27* 3,79* 2,06* 1,33* 2,81* Premium vs LPG 1,78* 1,35* 3,94* 2,13* 2,40* 3,84* 1,72* 1,27* 2,81* Keterangan : Tanda (*) menunjukkan berbeda nyata pada uji-t 0,05
Pembahasan Pengaruh bahan bakar LPG terhadap penurunan suhu motor dan gas buang Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, suhu motor dan gas buang yang dihasilkan secara nyata lebih rendah dari motor yang menggunakan bensin premium. Keterkaitan jenis bahan bakar dengan rendahnya suhu yang dihasilkan oleh motor yang digunakan selama penelitian dipaparkan Mustafa (2008) yang menjelaskan bahwa rendahnya suhu mesin yang menggunakan LPG dikarenakan gas LPG memiliki angka oktan sebesar 112 sedangkan bensin premium di Indonesia umumnya memiliki nilai oktan 85-90. Selain itu berdasarkan Tabel 2.1, LPG memiliki titik bakar yang tinggi sehingga ketika proses pembakaran di dalam ruang silinder berlangsung, LPG akan mudah terbakar secara sempurna. Selain itu, di waktu torak melakukan proses kompresi, tekanan yang dihasilkan dari pembakaran gas LPG tidak sebesar saat menggunakan bensin premium, akibatnya suhu mesin yang dihasilkan dari proses kompresi tidak sepanas saat torak membakar bensin premium. Hasil uji suhu motor dan gas buang menunjukkan adanya kesesuaian antar hasil yang diperoleh dengan teori yang dikemukakan pada penelitian sebelumnya dimana rendahnya suhu gas buang ketika mesin menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar menyebabkan mesin bekerja dengan pembakaran miskin (lean combustion). Choi et al. (2002), mengemukakan bahwa pembakaran yang sempurna menyebabkan durasi pembakaran di dalam rumah silinder berkurang. Ki Hyung Lee et al. (2005) memperkuat pernyataan tersebut dengan menyatakan
32 bahwa LPG menjadikan pembakaran yang terjadi di dalam rumah silinder lebih homogen dan lebih mudah terbakar daripada campuran udara dan bensin premium yang tidak homogen. Proses ini dikarenakan gas LPG yang tercampur dengan udara akan lebih cepat terbakar (0,46m/s) dibandingkan bensin yang belum sepenuhnya menguap setelah melewati proses pembakaran (0,42m/s). Ketika campuran udara-LPG bercampur, proporsi campuran udara menjadi kurus (lean), selanjutnya udara panas hasil pembakaran yang cepat dan sempurna tersebut akan mengakibatkan suhu mesin dan gas buang menjadi lebih rendah daripada reaksi pembakaran yang menggunakan bensin premium. Rendahnya suhu mesin dan gas buang tentunya memberi keuntungan terhadap mesin kapal yang digunakan oleh nelayan. Beberapa keuntungan tersebut menurut Saraf et al. (2009) dalam penelitiannya yang menggunakan motor bensin satu silinder ketika menggunakan LPG adalah, emisi gas buang lebih rendah, mesin akan terawat dengan baik dan masa pemakaian lebih panjang. Akibat perawatan yang baik maka jangka waktu overhaul mesin lebih panjang dimana perawatan mesin berkala bisa lebih lama dari yang dianjurkan oleh buku petunjuk perawatan mesin yang digunakan, sehingga dengan masa pakai dan jangka waktu perawatan yang panjang tersebut akan berdampak pada hematnya biaya perawatan mesin bagi nelayan.
Pengaruh LPG terhadap konsumsi bahan bakar (FC) Konsumsi bahan bakar menunjukkan kebutuhan motor untuk memenuhi kecepatan dari putaran mesin yang dihasilkan, dimana semakin tinggi kecepatan maka konsumsi bahan bakar akan meningkat akibat putaran mesin yang semakin tinggi. Pada penelitian ini rata-rata konsumsi bahan bakar (FC) bensin adalah sebesar 10,79 cc/menit, sedangkan FC yang dihasilkan LPG adalah 8,54 cc/menit. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa F hitung dari selisih FC LPG dan bensin lebih besar daripada F tabel 5% yang menyatakan bahwa penggunaan LPG sebagai bahan bakar berpengaruh nyata terhadap terhadap FC yang dibutuhkan. LPG memiliki nilai FC yang lebih kecil dibanding dengan bensin premium, hal ini menurut Mustafa (2008) dalam pembahasan suhu sebelumnya menyatakan bahwa gas LPG memiliki nilai kandungan oktan sebesar 112 sedangkan bensin premium nilai oktannya berkisar antara 85-90. Nilai FC akan selalu meningkat sesuai dengan tingginya putaran mesin yang diberikan. Besarnya nilai FC bensin premium daripada FC LPG dari hasil penelitian menurut Prasetya et al. (2013) dikarenakan bensin harus melewati proses pengabutan terlebih dahulu agar bisa terbakar sempurna, sedangkan LPG tidak memerlukan proses pengabutan lagi sehingga untuk membakar bensin secara sempurna dibutuhkan volume bahan bakar yang lebih banyak daripada LPG. Dari hasil penelitian, seluruh nilai FC LPG berada di bawah nilai FC bensin, ini menunjukkan bahwa LPG lebih irit dibandingkan bensin. Nilai FC LPG tertinggi saat uji laboratorium adalah 14,38 cc/menit dan uji lapang 12,03 cc/menit, sedangkan FC bensin premium saat uji laboratorium adalah 23,7 cc/menit dan uji lapang 15,82 cc/menit. Nilai FC LPG yang lebih rendah ini menurut Pundkar et
33 al. (2012) adalah karena perbedaan titik nyala LPG yang sebesar 755-905oK sedangkan titik nyala bensin premium adalah sebesar 531oK. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai FC akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya putaran mesin dan beban yang diberikan. Hal ini dikarenakan peningkatan beban dan putaran mesin mengakibatkan motor mengalami siklus pembakaran yang semakin cepat dan tinggi sehingga campuran bahan bakar dan udara yang dibutuhkan akan semakin kaya (rich mixture) akibatnya bahan bakar yang digunakan menjadi lebih banyak. Adanya nilai FC antara kedua jenis bahan bakar ini dimana nilai FC LPG lebih kecil dari bensin premium dapat disimpulkan bahwa LPG bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif atau substitusi untuk perahu bermotor khususnya perahu ikan yang bermotor bensin berkekuatan 6,5 HP seperti yang telah dilakukan dalam penelitian ini. 5 ANALISA BIAYA MOTOR BAKAR 6,5 HP DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN LPG
Analisa biaya dalam penelitian ini adalah untuk membahas evaluasi kelayakan usaha secara deskriptif apabila converter kit untuk mengalirkan gas LPG diaplikasikan pada motor kapal. Kelayakan usaha berpengaruh terhadap usaha perikanan tangkap apabila aplikasi LPG sebagai bahan bakar alternatif secara ekonomi tidak menghasilkan manfaat yang cukup, maka nelayan sebagai pemilik kapal akan menginvestasikan uangnya untuk usaha lain yang lebih bermanfaat. Analisis yang digunakan untuk menghitung kelayakan usaha adalah investment criteria. Input yang diperhitungkan dalam analisis kelayakan usaha meliputi investasi unit penangkapan, biaya tetap, penyusutan investasi dan penerimaan nelayan. Unit penangkapan gill net Gill net merupakan alat tangkap pasif yang fungsinya untuk menangkap ikan dengan cara menghadang jalur ruayanya sehingga ikan terjerat (gilled) ataupun terbelit-belit (entangled) pada tubuh jaring. Unit penangkapan gill net di PPI Tambaklorok Semarang beroperasi menggunakan kapal kecil berukuran panjang 5,25 m, lebar 1,4 m dan tinggi 0,5 m dengan kekuatan mesin 6,5 HP. Operasi penangkapan dimulai pada sore hari di sekitar muara sungai. Setelah tiba di daerah penangkapan yang berjarak sekitar 5-6 mil, gill net ditinggalkan selama satu malam dan pada keesokan harinya diangkat. Dalam satu hari, rata-rata nelayan melaut sekitar 2 jam dan rata-rata melaut dalam 1 bulannya adalah 22 hari. Total investasi unit penangkapan gill net adalah Rp. 11.750.000 yang terdiri dari investasi kapal, mesin serta converter kit. Biaya operasional per tahun Rp. 396.000, penerimaan bersih nelayan sebesar Rp. 5.760.000 per tahun yang berasal dari penjualan kepiting rajungan. Perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C) sebesar 14,55. Lama modal investasi akan kembali (BEP) 2,2 tahun. Umur teknis kapal yang digunakan adalah 10 tahun dengan nilai discount
34 rate bank adalah sebesar 15% maka didapat nilai NPV sebesar Rp. 15.170.674,91. Tingkat keuntungan atas investasi bersih gillnet (IRR) adalah 41,71% jauh lebih tinggi dibanding discount rate yang berlaku sehingga bisa disimpulkan untuk menanam investasi pada usaha gillnet jauh lebih menguntungkan dibandingkan menyimpan di bank dengan discount rate 15% per tahun. Nilai net B/C 8,30 merupakan perbandingan antara keuntungan positif dengan keuntungan negatif apabila umur teknis kapal dapat digunakan selama 10 tahun. Berdasarkan analisis kriteria investasi, unit penangkapan gillnet layak dijalankan karena memiliki nilai NPV > 0, B/C > 1 serta nilai IRR lebih besar dari discount rate. Analisis rugi-laba menunjukkan bahwa usaha perikanan gillnet menghasilkan keuntungan yang tinggi dan pengembalian modal yang relatif cepat. Asumsi yang digunakan untuk menghitung kriteria investasi didasarkan pada perbandingan harga-harga unit penangkapan dari tahun ke tahun. Asumsi tersebut didasarkan oleh discount factor yang digunakan sebesar 15%.
Evaluasi efisiensi bahan bakar secara ekonomi Evaluasi efisiensi bahan bakar dilakukan untuk menganalisa seberapa menguntungkannya konsumsi bahan bakar secara ekonomi yang menggunakan premium dan LPG. Dari data yang telah didapat baik skala laboratorium dan lapang maka Gambar 5.1 melukiskan konsumsi bahan bakar spesifik secara ekonomi, yaitu perhitungan antara berat bahan bakar (kg) yang dikonsumsi dengan harga bahan bakar tiap kilogram (Rp/kg) yang kemudian dibagi dengan lamanya waktu konsumsi bahan bakar oleh mesin. Gambaran tentang perbandingan biaya konsumsi bahan bakar dapat memudahkan dalam memperkirakan banyaknya biaya yang habis oleh motor ketika dioperasikan pada putaran mesin dan lama waktu tertentu. Faktor harga bahan bakar bensin dan LPG secara ekonomi juga dapat menjadi pertimbangan agar nelayan dapat memilih bahan bakar yang akan digunakan ketika mengoperasikan kapal dari fishing base ke fishing ground.
Biaya per jam (Rp/jam)
6000
a)
.
Perbandingan Biaya Konsumsi Bensin
5500
5000
4930
4500
4281
4000
3500
3254
3000 2500
1000 1400
3254
2988
2439 1953
2000 1500
4785
1908 1220 1600
1800
2000
2200
Putaran mesin (RPM)
2400
2600
35
b)
Biaya per jam (Rp/jam)
3000
Perbandingan Biaya Konsumsi LPG
2500 2338 2125
2000
1870
1545
1500 1000
1371 935 924
500 1400
1600
1800
2000
2200
2400
2600
Putaran mesin (RPM) Gambar 5.1 Konsumsi ekonomi bahan bakar bensin premium dan LPG pada uji laboratorium ( ) dan lapang ( ) Secara biaya, penggunaan LPG lebih ekonomis dibandingkan premium. Nilai sfc ekonomi didapat dari perhitungan FC sebelumnya yang kemudian dihitung harga dari massa bahan bakar yang habis dikonsumsi oleh mesin. Seperti yang ditampilkan Gambar 5.1 a dan b yang menggambarkan pengaruh putaran mesin terhadap sfc ekonomi dimana sfc premium dan LPG akan cenderung meningkat sejalan dengan kenaikan putaran mesin. Adapun dari sfc ekonomi uji laboratorium dan lapang seperti yang ditampilkan Gambar 5.1 a dan b menunjukkan konsumsi biaya bahan bakar LPG memiliki nilai yang lebih kecil daripada bensin premium, sehingga penggunaan LPG sebagai bahan bakar secara nyata lebih ekonomis daripada bensin premium dimana harga bahan bakar LPG ukuran 3 kg yang banyak beredar harganya lebih murah daripada bensin premium dan banyak digunakan oleh masyarakat untuk keperluan memasak di rumah tangga. Hasil penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Mamidi dan Suryawnshi (2012) bahwa motor bensin satu silinder yang berbahan bakar LPG sebagai bahan bakar alternatif mampu menghasilkan nilai sfc ekonomi yang lebih kecil dibandingkan saat menggunakan bensin dan dari hasil uji lapang membuktikan dengan menggunakan LPG 3 kg atau setara 5,1724 liter LPG seharga Rp 14.000 bisa digunakan untuk operasi selama 5 jam. Sedangkan dengan bensin premium 3 liter seharga Rp 13.500 hanya dapat digunakan selama 2 jam. Dengan adanya selisih 3 jam ini, maka operasi penangkapan yang menggunakan bahan bakar LPG memiliki keuntungan waktu selama 2 jam. Sehingga nelayan mampu untuk beroperasi lebih lama lagi dalam mencari hasil tangkapan yang lebih banyak dan jika diasumsikan dalam satu hari nelayan cukup beroperasi selama 2 jam, maka akan menghemat kebutuhan konsumsi bahan bakar untuk operasi penangkapan selanjutnya. Adapun perbandingan kebutuhan biaya operasional antara mesin kapal yang menggunakan bensin premium dan LPG ditampilkan dalam Tabel 5.1.
36 Tabel 5.1 Perbandingan biaya operasional antara mesin yang menggunakan bensin premium dan LPG dengan service speed 2000 rpm Premium ( + 3 liter) Harga bahan bakar per liter/LSP
Rp.
Lama Konsumsi Belanja bahan bakar 1x trip Sfc ekonomi selama 1 hari kerja Sfc ekonomi selama 5 hari kerja Sfc ekonomi selama 1 bulan Sfc ekonomi selama 1 tahun
4.500*
LPG ( + 3 kg) Rp.
2 jam
4.250**
Selisih Rp.
5 jam
250 3 jam
Rp.
15.000
Rp.
14.000
Rp.
1.000
Rp.
9.632
Rp.
5.610
Rp.
4.022
Rp.
72.240
Rp.
42.075
Rp.
30.165
Rp.
288.960
Rp.
168.300
Rp.
120.660
Efisiensi (%) 5,56 60 6,67
41,76
Rp. 3.467.520
Rp. 2.019.600
Rp. 1.447.920
* Harga Premium berdasarkan Permen ESDM no. 1/2009 Rp 4.500 untuk setiap 1 liter premium ** Harga LPG berdasarkan Permen ESDM no. 28/2008 Rp 4.250 untuk setiap 1,724 LSP (liter setara premium) atau 1 kg LPG
Besarnya selisih biaya operasional antara bensin premium dan LPG tentunya memberi keuntungan yang signifikan bagi nelayan. Selisih Rp. 1.000 antara harga bensin premium dan LPG 3 kilogram dapat menghemat biaya belanja bahan bakar sebesar 6,67 %. Jika nelayan menggunakan bahan bakar LPG untuk satu kali trip maka estimasi biaya operasional yang dapat dihemat adalah 41,76% yang setara dengan Rp. 4.022 atau + 0,86 kg LPG. Pertimbangan investasi converter kit bagi nelayan Ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan untuk mengambil suatu keputusan dalam mengaplikasikan suatu teknologi baru bagi pelaku usaha dalam hal ini nelayan yang akan mengaplikasikan teknologi converter kit guna menghemat kebutuhan biaya belanja bahan bakar di kegiatan operasi penangkapan ikan sehari-harinya. Aspek-aspek tersebut berupa harga mesin yang akan digunakan, dan harga bahan bakar yang digunakan. Bagaimanapun juga perhitungan dasar dalam berinvestasi harus diperhatikan agar pelaku usaha khusunya nelayan dapat mempertimbangkan kembali apakah converter kit layak dibeli atau tidak. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk berinvestasi suatu teknologi adalah harga barang yang akan dibeli, biaya pemasangan, perkiraan pendapatan bersih yang hilang ketika sedang melakukan pemasangan alat dan biaya satu kali perawatan mesin. Estimasi penghematan bahan bakar didapat dari total biaya yang dikeluarkan ketika motor beroperasi menggunakan LPG sebagai
37 bahan bakarnya dan seluruh variabel tersebut dihitung seperti yang ditampilkan Gambar 5.2 berikut ini. Harga satu paket converter kit LPG Biaya pemasangan Tabung LPG 3kg Pendapatan yang hilang saat pemasangan converter kit (1 hari) Biaya satu kali perawatan mesin
Rp. 6.400.000 Rp. 350.000 Rp. 180.000 Rp. 16.000 Rp. 35.000
Total biaya yang harus dikeluarkan
Rp. 6.981.000
Estimasi konsumsi bensin premium per tahun (144 liter)
Rp. 3.467.520
Persentase harapan penghematan bahan bakar (41,76%)
Rp. 2.019.600
Payback periode (PP)
41,5 bulan
Gambar 5.2 Estimasi perhitungan payback periode investasi converter kit Menurut Hollin dan Windh (1984), apabila nelayan menginvestasikan uangnya untuk suatu teknologi, maka cara menghitung jangka waktu kembalinya modal (payback periode/PP) yang mungkin dicapai adalah dengan menghitung total biaya pembelian converter kit kemudian dikalikan selama 12 bulan dan dibagi dengan jumlah biaya penghematan bahan bakar maka hasil yang didapat adalah 41,5 bulan atau 3,46 tahun untuk kembali modal. Penyebab lamanya PP dari pembelian converter kit dikarenakan rendahnya penerimaan bersih per harinya yang sebesar Rp. 16.000 karena hasil tangkapan yang didapat bukanlah jenis ikan yang bernilai ekonomi tinggi dan produktivitasnya rendah, sehingga pemasangan converter kit bagi pemilik kapal yang penerimaan sehari-harinya rendah dikhawatirkan akan sangat memberatkan secara ekonomi dan berdampak terhadap penguragan penerimaan pemilik kapal. Melihat kondisi tersebut, pemerintah sebaiknya berperan memberikan subsidi kepada nelayan berpenghasilan rendah apabila program penggunaan alternatif seperti LPG sebagai bahan bakar alternatif pada perahu penangkap ikan bermotor kecil mulai diterapkan. Dengan adanya subsidi dari pemerintah, diharapkan dapat meringankan beban yang harus ditanggung oleh nelayan yang penghasilannya rendah.
6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1)
Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Penggunaan LPG sebagai bahan bakar secara teknis dapat mereduksi suhu permukaan mesin, suhu gas buang dan konsumsi bahan bakar dibandingkan motor yang beroperasi menggunakan bensin premium.
38 2) 3)
Penggunaan LPG sebagai bahan bakar alternatif terhadap bensin premium dapat menghemat konsumsi bahan bakar sebesar 26,35%. LPG dapat menjadikan biaya operasional lebih efisien sebanyak 41,76%. Saran
1)
2)
3)
Saran yang dapat diberikan dari penelitian adalah : Penelitan lanjutan mengenai kapasitas muat akibat penambahan converter box perlu dilakukan agar tidak menyulitkan nelayan dalam menyimpan ikan hasil tangkapan akibat berkurangnya volume tempat penyimpanan di kapal. Diperlukan penelitian lanjutan dengan converter kit rancangan lain yang sekiranya di masa depan harganya lebih terjangkau untuk nelayan yang tingkat pendapatannya rendah. Manfaat dari penggunaan LPG sebagai bahan bakar dapat dirasakan nelayan berpenghasilan rendah apabila pemerintah ikut berperan dalam memberikan subsidi agar beban payback periode dari pembelian converter kit menjadi lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA Algifari. 2000. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Arismunandar W. 2005. Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Penerbit ITB: Bandung. Arismunandar W. dan K. Tsuda. 2008. Motor Diesel Putaran Tinggi. Pradnya Paramita: Jakarta. Choi GH, JH Kim, C Homeyer. 2002. Effects of Different LPG Fuel Systems on Performances of Variable Compression Ratio Single Cylinder Engine. KSME International Journal Vol. 16 No.7, hal. 935-941. [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 24]. Tersedia pada: http://link.aip.org/link/abstract/ASMECP/v2002/i46628/p369/s1 [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2011. Penggunaan Bahan Bakar Gas Pada Motor Penggerak Kapal Perikanan. Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. Durgun O dan Hakan Bayraktar. 2005. Investigating the Effects of LPG on Spark Ignition Engine Combustion and Performance. Energy Conversion and Management Volume 46 Issues 13-14, hal. 2317-2333. [Internet]. [diunduh pada 2013 Agustus 24]. Tersedia pada: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0196890404002596 Gulbrandsen O. 1990. Small-Scale Fisherfolk Communities in the Bay of Bengal. Food and Agriculture Organization (FAO) Fisheries Technical Paper. Madras. India. Gunarto M. 2009. Pengertian Servqual [Internet]. [diunduh pada 2011 Jan 18]. Tersedia pada : http://digilib.its.ac.id/public/ITS-NonDegree-170261308030051-bibliographypdf.pdf
39 Hollin D, Windh S. 1984. Cutting Fuel Cost: Alternatives for commercial fishermen. A&M University Sea Grant College Program.Texas. Husein U. 2006. Metode Statistik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Kadariah, Karlina L, Gray C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. hlm 49-67. Kanginan M. 2000. Matematika Terpadu. Erlangga. Jakarta. Khemani H. 2009. The Stoichiometric Air-fuel Ratio [Internet]. [diunduh pada 2011 Jan 18]. Tersedia pada : http://brighthub.com/environment/ renewableenergy/articles/1724.aspx Lee KH, Chang SL, Jea DR dan Gyung MC. 2002. Analysis of Combustion and Flame Propagation Characteristics of LPG and Gasoline Fuels by Laser Deflection Method. KSME International Journal Vol. 16 No.7, hal. 935-941. [Internet]. [diunduh pada 2013 Feb 24]. Tersedia pada: http://link.springer.com/content/pdf/10.1007%2FBF02949722.pdf. Krause M. 2008. Meilensteine der Naturwissenschaft und Technik [Internet]. [diunduh pada 2013 Jan 2]. Tersedia pada : http://www.planetschule.de/wissenspool/meilensteine-der-naturwissenschaft-undtechnik/inhalt/sendungen/energie/. Mamidi T dan JG Suryawnshi. 2012. Investigations on S.I. Engine Using Liquefied Petroleum Gas (LPG) As an Alternative Fuel. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA) Vol. 2 Issue 1, hal 362-367. [Internet]. [diunduh pada 2012 Agustus 6]. Tersedia pada: http://www.ijetae.com/files/Volume2Issue10/IJETAE_1012_26.pdf Mustafa KF dan HWG Briggs. 2008. Effects of Variation In Liquefied Petroleum Gas (LPG) Proportions In Spark Inition Engine Emissions. International Conference on Environment. [Internet]. [diunduh pada 2013 Mar 6]. Tersedia pada: http://eprints.usm.my/13194/. Obert EF. 1950. Internal Combustion Engines Analysis & Practice. ENGLAND (uk): John Wiley and Sons, LTD. Prasetya R, B Susilo dan M Lutfi. 2013. Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Biogas Terhadap Emisi Gas Buang Mesin Generator Set. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Volume 1 No. 2. [Internet]. [diunduh pada Sept 26]. Tersedia pada: 2013 http://jkptb.ub.ac.id/index.php/jkptb/article/download/107/125. Pundkar AH, SM Lawankar dan S Deshmukh. 2012. Performance And Emissions of LPG Fueled Internal Combustion Engine : A Review. International Journal of Scientific & Engineering Research Volume 3. [Internet]. [diunduh pada 2013 Apr 22]. Tersedia pada: http://www.ijser.org/researchpaper%5CPerformance-and-Emissions-of-LPGFueled-Internal-Combustion-Engine.pdf. Saraf RR, Thipse SS dan Saxena PK. 2009. Comparative Emission Analysis of Gasoline/LPG Automotive Bifuel Engine. International Journal of Civil and Environmental Engineering Volume 1. [Internet]. [diunduh pada 2013 Sept 22] Tersedia pada: https://www.idconline.com/technical_references/pdfs/mechanical_engineering/Comparative% 20Emission.pdf. Sarwono J. 2009. Statistik Itu Mudah: Panduan Lengkap Untuk Belajar Kompulasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Andi. Yogyakarta.
40 Sitorus TB. 2002. Tinjauan Pengembangan Bahan Bakar Gas Sebagai Bahan Bakar Alternatif. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1475/3/mesin-tulus2.pdf.txt [diunduh pada 2012 Okt 14]. Soenarta N dan S Furuhama. 1995. Motor Serba Guna. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Sudrajad I. 2008. Bahan Bakar Dan Pembakaran. Tesis tidak diterbitkan. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Supraptono. 2004. Bahan Bakar dan Pelumas, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang, Semarang. Suyanto W. 1989, Teori Motor Premium, Jakarta: DEPDIKBUD. Suyitno MN. 2010. Pembuatan Operasional Dan Pemanfaatan Teknologi Biogas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wilson JDK. 1999, Fuel and Financial Savings For Operators of Small Fishing Vessels. Food and Agriculture Organization (FAO) Fisheries Technical Paper. Rome.
41
LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat-alat penelitian
Motor bensin 6,5 HP
Dynamometer
42
Lanjutan 1 Alat-alat penelitian
Tachometer
Timbangan
Termometer non kontak (infra red)
Stopwatch
43
Lampiran 2 Converter kit LPG dan bagian-bagiannya
Converter kit 1) LPG evaporator : Berfungsi sebagai penstabil tekanan dan pengatur jumlah debit gas.
2) Power valve : Berfungsi mengatur aliran LPG bertekanan rendah menuju pencampur udara dan gas
44
Lampiran 2 Converter kit LPG dan bagian-bagiannya 3) Gas-air mixer : Komponen yang berfungsi mencampur udara dengan LPG di saluran masuk udara (intake manifold) pada motor penggerak
4) Box converter kit : Berfungsi sebagai wadah untuk menyimpan tabung LPG 3kg dan LPG evaporator
45
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Newcastle Upon Tyne pada Tanggal 6 Mei 1988 dari Bapak Dr.Ir Totok Hestirianoto, MSc dan Ibu Ir Rini Suprobo. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis meraih gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) pada tahun 2011 dari Universitas Brawijaya (UB) Malang di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Departemen Teknologi Perikanan Tangkap. Selama masa studi penulis pernah mengikuti Seminar Nasional Perikanan Tangkap ke-49 pada tahun 2011 dan Seminar Nasional Perikanan Tangkap ke-50 pada tahun 2013. Di tahun yang sama penulis juga mengikuti pelatihan Hazard And Critical Control Point (HACCP) di Institut Pertanian Bogor (IPB).