Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
ISSN 2085-8795
KERNEL DIRICHLET VS KERNEL FEJER DI SEKITAR TITIK DISKONTINU Taufan Mahardhika, M.Si. Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih Abstrak. Kita akan membandingkan hasil konvolusi fungsi dengan menggunakan Kernel Dirichlet dan Kernel Fejer untuk menghampiri fungsi tersebut. Khususnya di sekitar titik diskontinu. Kata Kunci. Kernel Dirichlet, Kernel Fejer 1. Pendahuluan Setiap fungsi periodik yang piecewise continuous di dapat kita hampiri dengan deret Fourier. Tetapi di sekitar titik-titik diskontinu terdapat masalah yaitu hasil hampiran deret Fourier mengalami kelebihan atau kekurangan dari nilai fungsi yang sebenarnya di sekitar titik diskontinu. Fenomena ini disebut Fenomena Gibbs yang dikemukakan oleh J. W. Gibbs. Dapatkah Fenomena Gibbs ini dihilangkan? Jawabannya adalah Ya, fenomena ini dapat dihilangkan salah satu caranya adalah dengan menggunakan konvolusi dengan Fejer Kernel. 2. Konvolusi Fungsi Periodik Fungsi f : periodik dengan perioda 2 jika fx 2 fx untuk setiap x ∈ . Fungsi f piecewise continous jika f kontinu kecuali diberhingga titik di sembarang interval dengan panjang 2 dengan f memiliki limit kanan dan limit kiri di titik diskontinu. Himpunan semua fungsi f : periodik dengan perioda 2 dan piecewise continous dinotasikan dengan PC2 . Informasi lebih lanjut dapat dibaca di [Bartle]. Jika f, g merupakan fungsi di , maka konvolusi mereka merupakan fungsi f ∗ g
f ∗ gx fx − ygydy
yang didefinisikan sebagai berikut integralnya ada. Informasi lebih lanjut dapat dibaca di [Folland].
a
a2
Lemma. Jika f periodik dengan perioda 2 maka Bukti. lemma dapat dilihat di [Folland]
fx dx
menghasilkan nilai
tidak bergantung a .
3. Kernel Dirichlet Misalkan diberikan suatu fungsi f ∈ PC2 . Kita dapat membuat Deret Fourier dari fungsi f yaitu JURNAL INFORMASI
59
Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
ISSN 2085-8795
∑ c n e inx
fx ≈
n−
dengan
cn 1 2
− fye −iny dy
Karena keterbatasan kita yang tidak dapat menghitung hingga n . Jadi kita f
ambil Hampiran Deret Fourier (HDF) hingga suku ke- N menjadi S N x yang didefinisikan sebagai berikut : N
f S N x
∑ c n e inx dengan c n n−N
1 2
− fye −iny dy
Jika kita masukkan c n ke persamaan 3, maka kita peroleh N
f S N x
∑ n−N
1 2 N
1 2
− fye −iny dy
e inx
∑ − fye inx−y dy
n−N
Kemudian dengan mengubah n menjadi −n , mensubstitusikan z x − y dan menggunakan Lemma 1, kita peroleh
JURNAL INFORMASI
60
Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
ISSN 2085-8795
N
f S N x
1 2
n−N N
1 2
x
∑ −x fz x e inz dz
n−N N
1 2
∑ − fye inx−y dy
∑ − fz x e inz dz
n−N
Lebih singkatnya dapat kita tuliskan f
S N x
− fz x DN zdz
dengan N
∑ e inz
DN z 1 2
n−N
Fungsi DN z dikenal sebagai Kernel Dirichlet ke- N . Dapat pula ditunjukkan bahwa
DN z
1 2
N e inz ∑ n−N
1 1 sin N 2 z 2 sin 1 z 2
f
. Jadi
S N x merupakan
hasil konvolusi fungsi f dengan Kernel Dirichlet. 4. Kernel Fejer Jika kita gunakan Rata-rata Cesaro N
f C N x
1 N1
∑ S fn x n0
∑ N S f x
n0 n dimana merupakan deret jumlah Cesaro dari HDF suku ke-0 hingga suku ke-N. Lipot Fejer menggunakan Rata-rata Cesaro untuk membuat Kernel Fejer sehingga diperolehlah
JURNAL INFORMASI
61
Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
ISSN 2085-8795
n
N
f C N x
1 N1
∑ n0
− fz x
1 2
∑ − fz x e im z dz
m −n
n
N
∑
1 N1
1 2
n0
∑ e im z
dz
m −n
Sehingga kita dapat menuliskannya sebagai f
C N x
− fz x F N zdz
dengan
1 F N z 1 2 N 1
N
n
n0
m −n
∑ ∑ e im z
Fungsi F N z dikenal sebagai Kernel Fejer ke- N . Dapat pula ditunjukkan bahwa
F N z
1 1 2 N1
N ∑ n0 ∑ mn −n e im z
2 1 1 sin 2 N1 sin 2
N1 z 2 1 z 2
f
.
Jadi
C N x
merupakan hasil konvolusi fungsi f dengan Kernel Fejer. Jadi Kernel Fejer merupakan Rata-rata Cesaro dari Kernel Dirichlet. Lebih Jauh tentang Kernel Fejer dapat dibaca di [Walter]. 5. Kernel Dirichlet vs Kernel Fejer Untuk mempermudah pemahaman kita mengenai Fungsi Kernel Dirichlet dan Kernel Fejer, maka perhatikan grafik berikut
Gambar 1. Kernel Dirichlet JURNAL INFORMASI
62
Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
ISSN 2085-8795
Gambar 2. Kernel Fejer Hal yang terpenting mengenai kekonvergenan kekonvergenan Kernel Dirichlet dan Kernel Fejer dapat dibaca di [Walter]. Kita ambil suatu fungsi f yang memiliki titik diskontinu yang kemudian akan kita hampiri fungsi tersebut dengan konvolusi Kernel Dirichlet. Lalu kita bandingkan hasilnya dengan hasil konvolusi Kernel Fejer. Manakah di antara dua kernel tersebut yang terbaik dan apa kelemahannya? Untuk mudahnya kita ambil contoh fungsi saw yang diambil dari [Walter]
sawx
− 12 x − x 0 1 2
x
0x
Berikut adalah grafik fungsi saw
Gambar 3. Fungsi Saw Kita peroleh dari Hampiran Deret Fourier fungsi saw(x) yang merupakan hasil konvolusi dengan Kernel Dirichlet. Kita peroleh juga Rata-rata Cesaro-nya yang merupakan hasil konvolusi dengan Kernel Fejer. Hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut.
JURNAL INFORMASI
63
Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
ISSN 2085-8795
Gambar 4. Konvolusi Fungsi Saw dengan Kernel Dirichlet
Gambar 5. Konvolusi Fungsi Saw dengan Kernel Fejer Dan berikut ini merupakan Inset dari hasil diatas di dekat titik diskontinu
Gambar 6. Inset Konvolusi Fungsi Saw dengan Kernel Dirichlet
JURNAL INFORMASI
64
Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
ISSN 2085-8795
Gambar 7. Inset Konvolusi Fungsi Saw dengan Kernel Fejer Teknis perhitungan fungsi saw(x) ini dapat di lampiran dengan menggunakan alat bantu Program Maple 8. Terlhat bahwa untuk N yang sama, hasil konvolusi dengan Kernel Fejer lebih baik (menghilangkan fenomena Gibbs) daripada hasil konvolusi degan Kernel Dirichlet.
6. Kesimpulan Kesimpulan dari permasalahan fungsi yang dihampiri dengan hasil konvolusi dengan Kernel Fejer dan hasil konvolusi dengan Kernel Dirichlet adalah sebagai berikut : 1. Kernel Dirichlet 1). Perhitungan lebih cepat karena hanya menghitung hampiran fungsi ke-N saja. 2). Hasil hampiran terhadap fungsi aslinya kurang baik. 3). Terjadi Fenomena Gibbs. 2. Kernel Fejer 1). Perhitungan lebih lambat karena menghitung hampiran fungsi ke-0 hingga keN yang kemudian dirata-ratakan. 2). Hasil hampiran terhadap fungsi aslinya lebih baik. 3). Tidak terjadi Fenomena Gibbs. Kernel Fejer adalah Rata-rata Cesaro ke-(N+1) atas penjumlahan Kernel Direchlet ke0 hingga Kernel Dirichlet ke-N. Daftar Pustaka [1]. Bartle, R. G., The Element of Real Analysis, Second Edition, John Wiley & Son, 1975 [2]. Folland, G. B., Fourier Analysis and its Applications, Wadsworth & Brooks/Cole Mathematics series, 1992 [3]. Walter, G. G., and X. A. Shen, Wavelet and Others Orthogonal Systems, Second Edition, CRC Press, Boca Ranton, FL, USA, 2000 [4]. Young, N., An Introduction to Hilbert Space, Cambridge U. P., 1988 oo00oo JURNAL INFORMASI
65
Vol: 2, No: 1, Bulan : Februari 2010
8.
ISSN 2085-8795
Lampiran Computer Code (Maple 8)
> restart:with(plots): > Diric:=(n,x)->sin((n+1/2)*x)/(2*Pi*sin(x/2)); > D2:=plot(Diric(2,x),x=-5..5,color=black,linestyle=2,thickness=2,legend="N=2"): > D4:=plot(Diric(4,x),x=-5..5,color=blue,linestyle=1,thickness=2,legend="N=4"): > D8:=plot(Diric(8,x),x=-5..5,color=red,linestyle=4,thickness=2,legend="N=8"): > display(D2,D4,D8,view=[-Pi..Pi,-Pi/4..Pi],title="Plot Kernel Dirichlet"); > Fejer:=(n,x)->sin(n*x/2)^2/((2*Pi*n)*(sin(x/2))^2); > F2:=plot(Fejer(2,x),x=-5..5,color=black,linestyle=2,thickness=2,legend="N=2"): > F4:=plot(Fejer(4,x),x=-5..5,color=blue,linestyle=1,thickness=2,legend="N=4"): > F8:=plot(Fejer(8,x),x=-5..5,color=red,linestyle=4,thickness=2,legend="N=8"): > display(F2,F4,F8,view=[-Pi..Pi,-Pi/4..Pi],title="Plot Kernel Fejer"); > saw:=x->piecewise(x>0 and x
-Pi,(Pi/2)*(-Pi-x)); > sawa:=plot(saw(x),x=Pi..Pi,discont=true,color=black,linestyle=1,thickness=3,legend="saw(x)"): > display(sawa,view=[-3.7..3.7,-2*Pi..2*Pi],title="Fungsi saw(x)"); > b:=n->(2/Pi)*int(saw(x)*sin(n*x),x=0..Pi); > s:=(n,x)->piecewise(abs(x) D100:=plot(s(100,x),x=3.5..3.5,color=black,linestyle=2,thickness=2,legend="N=100"): > D50:=plot(s(50,x),x=3.5..3.5,color=blue,linestyle=1,thickness=2,legend="N=50"): > D25:=plot(s(25,x),x=3.5..3.5,color=red,linestyle=4,thickness=2,legend="N=25"): > display(D25,D50,D100,sawa,view=[-Pi..Pi,-2*Pi..2*Pi],title="Konvolutor Kernel Dirichlet"); > display(D25,D50,D100,sawa,view=[0..Pi/3,Pi..(9/5)*Pi],title="Konvolutor Kernel Dirichlet"); > sigma25:=x->(1/25)*sum(s(m,x),m=0..24): > sigma50:=x->(1/50)*sum(s(m,x),m=0..49): > sigma100:=x->(1/100)*sum(s(m,x),m=0..99): > F100:=plot(sigma100(x),x=3.5..3.5,color=black,linestyle=2,thickness=2,legend="N=100"): > F50:=plot(sigma50(x),x=3.5..3.5,color=blue,linestyle=1,thickness=2,legend="N=50"): > F25:=plot(sigma25(x),x=3.5..3.5,color=red,linestyle=4,thickness=2,legend="N=25"): > display(F25,F50,F100,sawa,view=[-Pi..Pi,-2*Pi..2*Pi],title="Konvolutor Kernel Fejer"); > display(F25,F50,F100,sawa,view=[0..Pi/3,Pi..(9/5)*Pi],title="Konvolutor Kernel Fejer");
oo00oo JURNAL INFORMASI
66