KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN
MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan telah diatur ketentuan mengenai penyelenggaraan terminal; b. bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Perhubungan; Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186); 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3410); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529); 8. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 9. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1995; 10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 91/OT 002/Phb-80 dan KM 164/OT 002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 58 Tahun 1991;
MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan: 1. Terminal Penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum; 2. Terminal Barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi; 3. Jalur Pemberangkatan Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menaikkan penumpang; 4. Jalur Kedatangan Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menurunkan penumpang; 5. Tempat Tunggu Kendaraan Umum adalah pelataran di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi kendaraan umum untuk menunggu dan siap menuju jalur pemberangkatan; 6. Tempat Istirahat Kendaraan adalah pelataran di dalam terminal yang disediakan bagi mobil bus dan mobil barang untuk beristirahat sementara dan membersihkan kendaraan sebelum melakukan perjalanan; 7. Tempat Bongkar Muat adalah pelataran di dalam terminal barang yang disediakan bagi mobil barang untuk membongkar dan/atau memuat barang; 8. Tempat Tunggu Penumpang adalah bangunan berupa ruang tunggu di dalam terminal penumpang yang disediakan bagi penumpang yang akan melakukan perjalanan; 9. Gudang atau Lapangan Penumpukan Barang adalah bangunan dan/atau pelataran di dalam terminal barang yang disediakan untuk menempatkan barang yang bersifat sementara; 10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubngan Darat; 11. Kepala Terminal adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Terminal dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. BAB II
TERMINAL PENUMPANG Bagian Pertama Tipe dan Fungsi Terminal Pasal 2 (1) Tipe terminal penumpang terdiri dari: a. terminal penumpang tipe A; b. terminal penumpang tipe B; c.
terminal penumpang tipe C.
(2) Terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. (3) Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan. (4) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan. Bagian kedua Fasilitas Terminal Pasal 3 Fasilitas terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang. Pasal 4 (1) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, terdiri dari: a. jalur pemberangkatan kendaraan umum; b. jalur kedatangan kendaraan umum; c.
tempat parkir kendaraan umum selama menunggu keberangkatan, termasuk di dalamnya tempat tunggu dan tempat istirahat kendaraan umum;
d. bangunan kantor terminal; e. tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar;
f.
menara pengawas;
g. loket penjualan karcis; h. rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan; i.
pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau taksi.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, dan huruf I, tidak berlaku untuk terminal penumpang tipe C. Pasal 5 Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dapat berupa: a. kamar kecil/toilet; b. musholla; c.
kios/kantin;
d. ruang pengobatan; e. ruang informasi dan pengaduan; f.
telepon umum;
g. tempat penitipan barang; h. taman. Pasal 6 Fasilitas terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang penderita cacat sesuai dengan kebutuhan. Pasal 7 Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6, diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal. Bagian Ketiga Daerah Kewenangan Terminal Pasal 8 (1) Daerah kewenangan terminal penumpang terdiri dari:
a. daerah lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukkan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5; b. daerah pengawasan terminal, merupakan daerah di luar daerah lingkungan kerja terminal, yang diawasi oleh petugas terminal untuk kelancaran arus lalu lintas di sekitar terminal. (2) Daerah lingkungan kerja terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memiliki batas-batas yang jelas dan diberi hak atas tanah sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah pengawasan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal. Bagian Keempat Lokasi Terminal Pasal 9 Penentuan lokasi terminal penumpang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Pasal 10 Lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B dan tipe C, ditetapkan dengan memperhatikan: a. rencana umum tata ruang; b. kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal; c.
keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda;
d. kondisi topografi lokasi terminal; e. kelestarian lingkungan. Pasal 11 Penetapan lokasi terminal penumpang tipe A selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, harus memenuhi persyaratan: a. terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lalu lintas batas negara; b. terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA;
c.
jarak antara dua terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya;
d. luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya; e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangkurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. Pasal 12 Penetapan lokasi terminal penumpang tipe B selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, harus memenuhi persyaratan: a. terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi; b. terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB; c.
jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di Pulau lainnya;
d. tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha untuk terminal di pulau lainnya; e. mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangkurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. Pasal 13 Penetapan lokasi terminal penumpang tipe C selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, harus memenuhi persyaratan: a. terletak di dalam wilayah Kabupaten daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek pedesaan; b. terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas IIIA; c.
tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan;
d. mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal. Pasal 14 Lokasi terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, ditetapkan oleh;
a. Direktur Jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan setempat, untuk terminal penumpang tipe A; b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendengar pendapat Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan setempat dan mendapat persetujuan Direktur Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B; c.
Bupati Kepala Daerah Tingkat II setelah mendengar pendapat Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan setempat dan mendapat persetujuan dari Gubernur Kepala daerah Tingkat I, untuk terminal penumpang tipe C. Bagian Kelima Pembangunan dan Pengoperasian Terminal Pasal 15
(1) Pembangunan terminal penumpang harus dilengkapi dengan: a. rancang bangun terminal; b. analisis dampak lalu lintas; c.
analisis mengenai dampak lingkungan.
(2) Pembuatan rancang bangun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memperhatikan: a. fasilitas terminal penumpang sebagaimana diatur dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6; b. batas antara daerah lingkungan kerja terminal dengan lokasi lain di luar terminal; c.
pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam terminal;
d. pemisahan jalur lalu lintas kendaraan di dalam terminal; e. manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal. (3) Pengesahan rancang bangun terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan oleh: a. Direktur Jenderal untuk terminal tipe A; b. Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan untuk terminal tipe B; c.
Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat II, setelah mendengar pendapat Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan untuk terminal tipe C.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal. Pasal 16
(1) Pembangunan terminal penumpang dilaksanakan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, kecuali untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kotamadya Administratif Batam dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. (2) Pembangunan terminal sebagiamana dimaksud dalam ayat (1), dapat mengikutsertakan badan hukum Indonesia dengan tetap mengutamakan fungsi pokok terminal. Bagian Keenam Penyelenggaraan Terminal Pasal 17 (1) Penyelenggaraan terminal dilakukan setelah mendapat persetujuan dari: a. Direktur Jenderal untuk terminal tipe A; b. Gubernur Kepala daerah Tingkat I untuk terminal tipe B; c.
Bupati Kepala Daerah Tingkat II untuk terminal tipe C.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat diberikan apabila: a. pembangunan telah selesai dilaksanakan sesuai dengan rancang bangun yang telah disahkan; b. tersedia unit pelaksana terminal yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 18 Penyelenggaraan terminal penumpang meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban terminal. Pasal 19 (1) Pengelolaan terminal penumpang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan operasional terminal. (2) Kegiatan perencanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan; b. penataan fasilitas penumpang; c.
penataan fasilitas penunjang terminal;
d. penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; e. penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan; f.
penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu pengawasan;
g. pengaturan jadual petugas di terminal; h. evaluasi system pengoperasian terminal. (3) Kegiatan pelaksanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal; b. pemeriksaan kartu pengawasan dan jadual perjalanan; c.
pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadual yang telah ditetapkan;
d. pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang; e. pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum kepada penumpang; f.
pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal;
g. pencatatan dan pelaporan pelanggaran. h. pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat, dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh 1 lampiran keputusan ini. (4) Kegiatan pengawasan opersional terminal sebagaimana dimaksud dlaam ayat (1), meliputi pengawasan terhadap: a.
tarif angkutan;
b.
kelaikan jalan kendaraan yang dioperasikan;
c.
kapasitas muatan yang diizinkan;
d.
pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan;
e.
pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan peruntukannya. Pasal 20
(1) Terminal penumpang harus dipelihara untuk menjamin agar terminal dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya. (2) Pemelihataan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi kegiatan: a.
menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal;
b.
menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu, marka dan papan informasi;
c.
merawat saluran-saluran air;
d.
merawat instalasi listrik dan lampu penerangan
e.
merawat alat komunikasi;
f.
merawat sistem hidrant dan alat pemadam kebakaran. Pasal 21
Penertiban terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilakukan terhadap kegiatan yang dapat mengganggu fungsi pokok terminal. Bagian Ketujuh Jasa Pelayanan Terminal Pasal 22 (1) Pungutan jasa pelayanan terminal terdiri dari: a. jasa penggunaan tempat parkir kendaraan untuk
menaikkan dan menurunkan
penumpang; b. Jasa penggunaan tempat parkir kendaraan angkutan selama menunggu keberangkatan; c. Jasa penggunaan fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan umum penumpang. (2) Tata cara pemungutan, besarnya pungutan serta penggunaan hasil pungutan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendengar pendapat Menteri Dalam Negeri dan mendapat persetujuan Menteri yang bertanggungjawab di bidang keuangan negara. Bagian Kedelapan Kewenangan Penyelenggaraan Terminal Pasal 23 (1) Wewenang penyelenggaraan terminal penumpang berada pada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kotamadya Administratif Batam berada pada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (2) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Unit Pelaksana teknis Terminal Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (3) Unit Pelaksana Teknis Terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dipimpin oleh Kepala Terminal yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelenggaraan terminal. BAB III TERMINAL BARANG Bagian Pertama Fungsi Terminal
Pasal 24 Terminal barang berfungsi melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra dan /atau moda transportasi Bagian Kedua Fasilitas Terminal Pasal 25 (1) Fasilitas terminal barang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang. (2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri dari: a. bangunan kantor terminal; b. tempat parkirt kendaraan untuk melakukan bongkar dan/muat barang; c. gudang atau lapangan penumpukan barang; d. tempat parkir kendaran angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; e. rambu-rambu dan papan informasi; f. peralatan bongkar muat barang; (3) Faslitas penunjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa: a. tempat istirahat awak kendaraan; b. fasilitas parkir kendaraan, selain kendaran angkutan barang; c. alat timbang kendaraan dan muatannya; d. kamar kecil/toilet; e. mushola; f. kios/kantin; g. ruang pengobatan; h. telepon umum; i. taman. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas terminal barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal. Bagian Ketiga Daerah Kewenangan Terminal Pasal 26
(1) Daerah kewenangan terminal barang, terdiri dari: a. daerah lingkungann kerja terminal, merupakan daerah yang diperuntukan untuk fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (3). b. Daerah pengawasan terminal, merupakan daerah di luar daerah lingkungan kerja terminal, yang diawasi oleh petugas terminal untuk kelancaran arus lalu lintas di sekitar terminal. (2) Daerah lingkungan kerja terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memiliki batas-batas yang jelas dan diberi hak atas tanah sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagian Keempat Lokasi Terminal Pasla 27 Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Pasal 28 Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan: a.
rencana umum tata ruang
b.
kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
c.
keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda;
d.
kondisi topografi lokasi terminal;
e.
kelestarian lingkungan. Pasal 29
Lokasi terminal barang selain harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, harus memenuhi persyaratan: a.
terletak dalam jaringan lintas angkutan barang;
b.
terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA;
c.
tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di Pulau Jawa, dan 2 Ha untuk terminal di pulau lainnya;
d.
mempunai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurangkurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. Pasal 30
Penentuan lokasi terminal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan pasal 29, ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal. Bagian Kelima Pembangunan Terminal Pasal 31 (1) Pembangunan terminal barang harus dilengkapi dengan : a. rancangan bangun terminal; b. analisis dampak lalu lintas; c.
analisis mengenai dampak lingkungan
(2) Pembuatan rancang bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memperhatikan: a. fasilitas terminal barang sebagaimana diatur dalam Pasal 25; b. batas antara daerah lingkungan kerja terminal dengan lokasi lain di luar terminal; c.
pengaturan lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal.
(3) Pengesahan rancang bangun terminal barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal. Pasal 32 (1) Pembangunan terminal barang dilaksanakan oleh Bupati/walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, kecuali untuk daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kotamadya Administratif Batam dilaksanakan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. (2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mengikutsertakan badan hukum Indonesia dengan tetap memperhatikan fungsi pokok terminal.
Bagian Keenam Penyelenggaraan Terminal Pasal 33 (1) Penyelenggaraan terminal barang dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat diberikan apabila: a. pembangunan telah selesai dilaksanakan sesuai dengan rancang bangun yang telah disahkan; b. tersedia unit pelaksana terminal yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 34 Penyelenggaraan terminal barang meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban terminal. Pasal 35 (1) Pengelolaan terminal barang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan operasional terminal. (2) Kegiatan perencanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. penataan pelataran terminal; b. penataan fasilitas gudang atau lapangan penumpukan barang; c.
penataan fasilitas parkir kendaraan untuk melakukan kegiatan bogkar dan/atau muat barang;
d. penataan fasilitas penunjang terminal; e. penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; f.
pengaturan jadual petugas di terminal;
g. penyusunan system dan prosedur pengoperasian terminal. (3) Kegiatan pelaksanaan operasional terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi: a. pengaturan parkir dan arus kendaraan angkutan barang di dalam terminal; b. pemungutan jasa pelayanan terminal barang; c.
pengoperasian fasilitas/peralatan bongkar muat barang;
d. pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; e. pencatatan jumlah dan jenis kendaraan dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh 2 lampiran keputusan ini.
(4) Kegiatan pengawasan operasional terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi pengawasan terhadap: a. kendaraan angkutan barang selama berada di dalam terminal; b. pemanfaatan fasilitas terminal sesuai dengan peruntukkannya; c.
keamanan dan ketertiban di dalam terminal. Pasal 36
(1) Terminal barang harus dipelihara untuk menjamin agar terminal dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya. (2) Pemeliharaan terminal sebagaimana dimaksud dlaam ayat (1), meliputi kegiatan: a. menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal; b. menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu, marka dan papan informasi; c.
merawat dan menjaga fungsi fasilitas/peralatan bongkar muat barang;
d. merawat saluran-saluran air; e. merawat instalasi listrik dan lampu penerangan; f.
merawat system hydrant dan alat pemadam kebakaran. Pasal 37
Penertiban terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dilakukan terhadap kegiatan yang dapat menggangu fungsi pokok terminal. Bagian Ketujuh Jasa Pelayanan Terminal Pasal 38 (1) Pungutan jasa pelayanan terminal terdiri dari: a. jasa penggunaan tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar muat barang; b. jasa penggunaan tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; c.
jasa penggunaan fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang.
(2) Tata cara pemungutan, besarnya pungutan serta penggunaan hasil pungutan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, ditetapkan dengan
Keputusan Menteri setelah mendengar pendapat Menteri Dalam Negeri dan mendapat persetujuan Menteri yang bertanggungjawab di bidang keuangan negara. Bagian Kedelapan Kewenangan Penyelenggaraan Terminal Pasal 39 (1) Wewenang penyelenggaraan terminal barang berada pada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, kecuali untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kotamadya Administratif Batam berada pada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. (2) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Terminal Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. BAB IV USAHA PENUNJANG DI TERMINAL Pasal 40 (1) Di dalam daerah lingkungan kerja terminal penumpang atau terminal barang dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang, sepanjang tidak mengganggu fungsi pokok terminal. (2) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia setelah mendapat persetujuan penyelenggara terminal. (3) Usaha penunjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa: a. usaha rumah makan; b. penyediaan fasilitas pos dan telekomunikasi; c.
penyediaan peralatan bongkar muat pada terminal barang;
d. penyediaan pelayanan kebersihan; e. usaha penunjang lainnya. (4) Pengawasan kegiatan usaha penunjang dilaksanakan oleh Kepala Terminal. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS Pasal 41
Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis atas penyelenggaraan terminal transportasi jalan. Pasal 42 Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, meliputi: a. penentuan persyaratan teknis dan rancang bangun terminal; b. penentuan petunjuk teknis, yang mencakup penetapan pedoman, prosedur dan/atau tata cara penyelenggaraan terminal; c.
pemberian bimbingan teknis dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan teknis para penyelenggara terminal. Pasal 43
Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dlaam Pasal 41, meliputi: a. kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan operasional terminal; b. kegiatan pemberian saran teknis dalam penyelenggaraan operasional terminal. Pasal 44 (1) Kegiatan pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a untuk kegiatan operasional di terminal penumpang, dilakukan berdasarkan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf h. (2) Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan setiap bulan berdasarkan jenis trayek oleh Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat II, kepada: a. Direktur Jenderal, untuk trayek antar kota antar propinsi; b. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, untuk trayek antar kota dalam propinsi; c.
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, untuk trayek dalam kota;
d. Bupati Kepala daerah Tingkat II, untuk trayek pedesaan. (3) Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Kotamadya Administratif Batam disampaikan oleh Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat I. Pasal 45
(1) Kegiatan pemantauan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) huruf a untuk kegiatan operasional di terminal barang, dilakukan berdasarkan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf e. (2) Laporan kegiatan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disampaikan setiap bulan oleh Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat II kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Unit pelaksana teknis terminal transportasi jalan yang pada saat berlakunya keputusan ini belum memnuhi persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam Keputusan ini, tetap dapat beroperasi sebagai unit pelaksana teknis terminal transportasi jalan dan selambat-lambatnya dalam waktu 5 tahun sejak berlakunya keputusan ini harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Keputusan ini.