Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP GUNUNG SRANDIL SEBAGAI TEMPAT PESUCEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF ISLAM Nur Yulita Saputri Mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email :
ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kepercayaan masyarakat terhadap Gunung Srandil sebagai tempat “pesucen” dilihat dari perspektif islam. Perspektif Islam merupakan cara pandang masyarakat menurut ajaran Islam dimana para penganutnya memiliki pedoman yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Persepsi masyarakat terhadap orang yang berada di dalam makam di Gunung Srandil atau petilasan Gunung Srandil sebagai wali atau orang yang taat dalam beragama sehingga apabila mereka berdoa dan memohon dengan cara bertapa di makam tersebut maka apa yang menjadi cita-cita atau keinginannya akan terkabul atau terwujud. Berdasarkan perpektif Islam, seperti yang tertulis dalam Q.S An-Nisa ayat 48, kegiatan yang dilakukan dan kepercayaan masyarakat terhadap Gunung Srandil sebagai tempat berdoa agar keinginannya terwujud termasuk dalam perbuatan syirik dan merupakan dosa besar. Kata kunci : kepercayaan, persepsi, perspektif Islam
PENDAHULUAN Bukan hanya teknologi saja yang semakin kini semakin berkembang pengetahuannya, namun terjadi juga pada masyarakat. Dengan seiring pada pertumbuhan zaman, berkembang juga lah kepercayaan masyarakat yang mereka yakini terutama di Indonesia yaitu muncul kepercayaan pada masyarakat kejawen. Awal mulanya kejawen muncul seiring dengan datangnya para Wali Songo ke Tanah Jawa dalam rangka menyebarkan ajaran agama Islam. Ketika itu para Wali melakukan penyebaran agama dengan cara yang halus, yaitu memasukan unsur budaya dan tradisi Jawa agar mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat. Hingga saat ini kejawen masih poluler di kalangan masyarakat di Jawa. Kelompok Kejawen percaya bahwa masih ada roh leluhur mereka yang menempati tempat-tempat kramat seperti (gunung, goa, makam, dan lain sebagainya). Dari kepercayaan tersebut lahirlah upacara-upacara sebagai wujud keyakinan yang mereka anut untuk mengungkapkan rasa syukur dan meminta perlindungan pada penguasa tempat tersebut agar tidak terjadi bencana yang menimpa daerah mereka. Kepercayaan adalah keyakinan yang dianut oleh seseorang, dengan adanya kepercayaan itu, maka berpengaruh pada perilaku yang dilakukan oleh seseorang tersebut. Mengingat bahwa sesuatu yang diimani, pastinya akan menuntut sebuah perilaku. Ketika mempercayai sesuatu, maka perilaku harus sesuai dengan kepercayaan tersebut. Sehingga, kepercayaan yang dimiliki oleh seseorang, akan sangat berpengaruh pada terbentuknya perilaku. Semua perilaku yang dijalankan akan diusahakan sesuai dengan kepercayaan tersebut, jika tidak sesuai, maka akan menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi individu tersebut. Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa telah berkembang semenjak masa silam, sebagai
113
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
aliran kepercyaan ini membawa dampak, yaitu adanya usaha agar aliran kepercyaan tersebut disejajarkan sebagai agama. Sebelum agama-agama resmi masuk kedalam nusantara, disetiap daerah telah ada agamaagama atau kepercyaan asli. Seperti di daerah Cilacap. Banyak sekali cerita di Jawa yang menggambarkan bahwa pemenuhan harapan orang kejawen tidak cukup hanya dengan bekerja dan bersembahyang. Ada upaya lain yang harus mereka lakukan. Upaya tersebut adalah ritual, yang dilaksanakan masyarakat sesuai dengan kepercayaan mereka terhadap berbagai mitos dan sejarah tempat-tempat keramat tertentu yang berkembang. Salah satu tempat ritual dan memiliki kepercayaan mitos yang kuat adalah Gunung Srandil, Cilacap. Gunung Srandil merupakan bukti sejarah yang luar biasa di mata masyarakat Indonesia, dan juga di mata dunia. Selain keunikan dan keindahanya, tempat ini merupakan tempat wisata yang populer. Di samping wisata alam dan budaya juga terdapat wisata spiritual atau religius. Srandil merupakan salah satu tempat di Glempang Pasir, Adipala, Cilacap yang masyarakatnya mengandung kepercayaan kejawen karena masih melakukan ritual hingga saat ini dan dikatakan sebagai tempat yang mempunyai mitos serta lagenda yang masih dipercaya oleh masyarakat sekitar hingga ke manca Negara. Srandil mengandung arti Sarana lan adil yaitu tempat untuk mengasah diri untuk mencari keadilan apabila sudah tidak ada jalan keluar untuk sebuah masalah yang sulit di pecahkan.Srandil merupakan pepunden tertua di tanah Jawa dahulunya Srandil juga merupakan tempat penyebaran agama Islam di daerah pesisir. Pada masa itu daerah Srandil belum ada agama Islam, kebanyakan dari penduduknya beragama Hindu, Budha dan sebagian merupakan kepercayaan atau kejawen. Bukti dari penyebaran agama Islam pada masa ini di Srandil yaitu dengan adanya salah satu pepunden Syeh Maulana Murahidi atau dikenal dengan Mbah Gusti Agung. SEJARAH GUNUNG SRANDIL Gunung Srandil merupakan tempat peziarahan yang didalamnya bersemayam para leluhur tanah Jawa. Sehingga banyak orang yang berdatangan dari berbagai daerah untuk berziarah dengan berbagai ritual dan doa yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta Alam Semesta, melalui para leluhur yang bersemayam di Gunung Srandil guna mendapatkan ketenangan hidup dan kebesaran jiwa dalam menyikapi ujian hidup yang dialami setiap Insan. Gunung Srandil terletak di pesisir Pantai Selatan, tepatnya di Desa Glempang Pasir, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Lokasi Gunung Srandil sebenarnya masih dibawah naungan TNI Angkatan Darat, yang dikelola oleh Densibang (Detasemen Seni dan Bangunan). Untuk pemeliharaanya dilakukan secara pribadi-pribadi oleh masyarakat setempat. Konon Gunung Srandil merupakan titik utama Eyang Semar atau Kaki Tunggul Sabdo Jati Doyo Amung Rogo. Sedikitnya ada tujuh titik pepunden atau leluhur yang bersemayam. Ketujuh titik tersebut terbagi dalam dua lokasi, yaitu lokasi dibawah ada lima titik pepunden dan dua titik lainnya ada di puncak Gunung Srandil. Kesemuanya merupakan rangkaian yang berurutan apabila hendak berziarah. Dimulai dari Eyang Guru, atau Eyang Sukmo Sejati, atau Eyang Sukmo Sejati Kunci Sari Dana Sari yang menjadi kunci pertama atau kunci pembuka Gunung Srandil. Di lokasi inilah peziarah menyampaikan maksud dan tujuanya serta minta ijin untuk berziarah ketempat berikutnya.Kedua adalah Eyang Gusti Agung Sultan Murahidi, ini merupakan titik gaib pertama tertua di sini, letaknya di sebelah Timur dalam lokasi pagar Gunung Srandil. Ketiga adalah Nini Dewi Tunjung Sekar Sari, ini merupakan keramat murni sebagai pendamping atau istri dari Eyang Semar, terletak di bawah sebelah Selatan dalam lokasi pagar Gunung Srandil. Keempat adalah Eyang Semar atau Kaki Tunggul Sabdo Jati
114
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
Doyo Amung Rogo. Tempat ini merupakan titik utama Gunung Srandil. Terletak bersebelahan dengan keramat Nini Dewi Tunjung Sari. Berikutnya yang kelima adalah petilasan Eyang Juragan Dampu Awang, atau Sampokong, atau Sunan Kuning. Seorang juragan (saudagar) kaya dari Negeri China beragama Islam, yang dahulunya pernah singgah untuk melakukan semedi di tempat ini. Letaknya di sebelah Utara sisi kanam dari pintu gerbang masuk Gunung Srandil. Yang keenam petilasan Eyang Langlang Buana, merupakan titisan dari Dewa Wisnu yang masih ada kaitannya dengan Kerajaan Pajajaran, di Jawa Barat. Terletak di puncak Gunung Srandil. Titik yang ketujuh adalah Eyang Mayang Koro atau Hanoman, yang menjadi gaib murni sebagai pendamping Eyang Langlang Buana. Pada ketujuh titik petilasan inilah para peziarah memanjatkan doa memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk mengutarakan apa yang menjadi hajat atau cita-citanya agar terkabulkan. "Tentunya harus dibarengi dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Biasanya peziarah yang datang ketempat ini mengunakan ritual khusus, seperti membawa kembang setaman, minyak wangi, rokok kretek, kemenyan atau dupa. Bahkan kalau yang mampu ada yang selamatan mengunakan ayam atau kambing. Namun, itu semua tergantung kemampuan masing-masing individu dan tidak mengharuskan, yang terpenting adalah niatannya.Sesaji atau atur sesaji hanya syariat saja, seperti memberikan rasa terima kasih kepada pepunden atau leluhur yang ada di Gunung Srandil agar doanya dapat diangkat dan disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, jadi peziarah bukan menyembah kepada mereka yang sudah meninggal, tetapi tetap menyembah dan memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Menurut salah seorang juru kuncibahwa Gunung Srandil hanyalah tempat untuk bersyariat saja, tidak lebih dan tidak kurang. Disana hanya untuk mencari berkah dari Yang Kuasa untuk mendapatkan solusi apabila seseorang mendapatkan masalah, dan tanpa resiko apapun. METODE Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Observasi Observasi Menurut Patton (1990: 201 dalam Poerwandari, 1998: 63) menegaskan observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan pendekatan kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat, observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap. 2. Interview Menurut Nazir (1988) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).metode wawancara adalah metode untuk mendapatkan data dengan mengadakan komunikasi langsung dengan sumber data atau informan. Peneliti dapat mengumpulkan data berdasarkan wawancara langsung secara lisan dengan dua juru kunci dan lima pendatang.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Subjek pertama : Subjek pertama bernama X merupakan ketua dari 15 juru kunci di Gunung Srandil mengungkapkan bahwa Gunung Srandil merupakan tempat keramat yang sudah ada sejak dahulu dan
115
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
merupakan turun temurun dari leluhur. Kebanyakan masyarakatnya beragama Islam dan masih percaya dengan mitos Gunung Srandil. Peneliti juga mendapatkan informasi tentang Nyai Roro Kidul, menurut X keberadaan Nyai Roro Kidul benar adanya dan hanya orang-orang pilihan yang bisa berjabat tangan dengannya. Tenggelamnya orang di pantai karena memakai baju hijau bukan sekedar mitos tetapi merupakan larangan dan dianggap melanggar karena Nyai Roro Kidul merupakan sosok yang sangat cantik yang menyukai warna hijau. Tanggapan X sebagai seorang muslim yang percaya dengan ritual di Gunung Srandil tergantung niat dari orang yang datang ke Srandil. Jika tujuan untuk berdoa dan meminta kepada Yang Maha Kuasa menurut X tidak musyrik kecuali jika memang meminta kepada jin dan setan. Masyarakat percaya dengan Gunung Srandil karena sudah terbukti banyak orang yang bertapa di Gunung Srandil selain untuk menenangkan hati dan pikiran juga bisa untuk meminta kesuksesan, keselamatan. Bukan dari daerah Cilacap saja tapi sampai ke Luar Jawa bahkan sampai ke Luar Negeri seperti Brunai, Singapura, Malaysia, dan Australia. X pernah diberi petanda ketika musibah atau bencana akan datang dengan bermimpi bertemu seseorang yang menyuruhnya untuk berhati-hati, kemudian selang beberapa hari terjadi Tsunami yang merenggut banyak korban jiwa di Cilacap. Menurut X Setiap malam Jumat Kliwon, dan tanggal 1 Suro di Gunung Srandil banyak pengunjung yang datang untuk mengadakan syukuran dan wayangan. Hal ini dilakukan untuk menghormati bulan Jawa. Tidak ada pantangan jika datang ke Gunung Srandil, yang terpentingnya tujuannya baik dan benar kalau memang mempunyai tujuan yang tidak benar biasanya banyak orang kesurupan. Sejarah orang pertama yang diturunkan Gunug Srandil yaitu Kaki Semar. Mbah Sultan Agung Ahmad Mauludin yang ingin menjadi Ratu Jawa, Gunung Srandil dulu merupakan pulau dimana Sultan Agung Mauludin bertapa dan tempat penyebarkan Islam sejarah pertama.
2. Subjek ke dua Subjek bernama Y merupakan pengunjung yang sering datang ke Gunung Srandil, berasal dari wirasana, purbalingga memiliki 1 orang istri dan 2 orang anak. Y mempercayai jika berdoa di Gunung Srandil Hajatnya akan di kabulkan oleh sang Maha Kuasa karena menurut Y sudah banyak yang terbukti. 3. Subjek ke tiga Subjek merupakan pendatang yang jauh-jauh dari Bandung datang ke Srandil karena mempunyai tujuan untuk menenangkan diri dan mencari petunjuk. Subjek percaya bahwa Srandil merupakan tempat kramat. Subjek sudah 3 hari 2 malam berada di tempat tersebut dan akan pulang ketika sudah mendapatkan petunjuk dari apa yang diinginkan. Awal mula subjek mengetahui Srandil dari seorang temannya pada tahun 2007 yang sudah pernah datang ke Srandil dengan keberhasilannya di masa sekarang. Menurut subjek kegiatan yang dilakukan masih sesuai dengan ajarannya yaitu Islam. Subjek bermalam di bukit Srandil dengan beralas tikar, beratap dan pakaian yang sekedarnya yang sekelilingnya terdiri dari beberapa petilasan dan sebuah Gedung Pusaka. Subjek menganggap kesederhanaan tersebut agar dirinya lebih prihatin dan agar bisa lebih khusuk dalam beribadah kepada Yang Maha Kuasa. Berpuasa, bertawasul, berdzikir merupakan kegiatan yang selalu subjek lakukan selama bermalam di Srandil. Bukan daerah Srandil saja yang sudah subjek kunjungi tapi daerah lain juga dikunjungi, seperti makam Wali Songo. 4. Subjek ke empat
116
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
Subjek ke empat merupakan sepasang keluarga yang terdiri dari suami, Ibu dan satu orang anaknya. Subjek merupakan pendatang dari Serang, Banten dengan maksud untuk mencari ketenangan batin. Subjek sudah 4 hari 3 malam berada di Srandil dan akan pulang setelah malam 1 suro. Subjek bermalam di tempat yang jauh dari rumah warga dan hanya beralas karpet, di tempat yang terbuka. Kegiatan yang Subjek lakukan adalah berpuasa setiap hari, berdoa, solat dan hal-hal yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Subjek mengetahui Srandil dari kakaknya yang sudah sering datang ke Srandil dan ingin mencontoh kakaknya yang sudah mendapatkan ketenangan batin serta sudah memperoleh apa yang diinginkannya. 5. Subjek ke lima Subjek merupakan Juru Kunci dari Gunung Srandil. Sebelum wawancara, Subjek melakukan meditasi, yang disebutkannya meminta izin kepada kanjeng ratu Kidul untuk melakukan wawancara dan memberitahu nama-nama Kanjeng Ratu tersebut. Hasilnya adalah seperti nama Penjaga samudera ada Ibu Gusti Kanjeng Puji Wati, Ibu Gusti Dewi Retno Tumilar, Ibu Gusti Trantam Sari, Penawang Ibu Dewi Nawang Wulan dan nama Panglima Perang Kanjeng seperti Dewi Mayang Sari yaitu Kanjeng Dewi Arum Dasih, Kanjeng Dewi Nilam Sari, Kanjeng Dewi Tilam Sari, Kanjeng Dewi Dyah Talingsih, Kusuma Ayu Dewi Lanjar, Kusuma Ayu Condro Kumolo. Subjek menceritakan kebanyakan orang yang datang ke Srandil untuk urusan keduniawian, kesehatan dan meminta jabatan, misalnya adalah pemilu 2014 si A mengirimkan 10 utusannya untuk datang ke Srandil dan menemui juru kunci Srandil, kemudian sebelum utusannya tersebut meminta pada juru kunci, juru kunci langsung mengatakan bahwa A akan terpilih dan memenangkan pemilu. Alasan Kenapa untuk menjadi pemimpin harus ke Srandil karena tempat itu merupakan “kiblating jagad pancering bawana” atau tempat suri tauladan di muka muka bumi. Dalam salah satu mitosnya, Srandil adalah tempat bersemayamnya Sang Pamong Nusantara dan tempat bercokolnya Sumpah Palapa. Ratu Adil juga akan hadir dari seorang yang sudah bertirakat di tempat ini.Jadi untuk menjadi seorang pemimpin nusantara haruslah bertapa di Srandil terlebih dahulu. Jika tidak, maka kekuasaanya tidak direstui oleh penguasa alam gaib sehingga tidak akan bertahan akan lama dan banyak dihampiri mara bahaya. Subjek juga memberikan informasi bahwa Srandil akan ramai saat malam satu suro dimana tempat tersebut penuh dengan pengunjung, bahkan banyak pendatang dari luar jawa sampai luar negri menyatu menjadi satu, bukan orang Islam saja tetapi juga agama lainya seperti Budha, Konghucu, Kristen, dll mereka bergabung dalam satu tempat untuk melakukan sebuah ritual.
Menurut Frazer (1854-1941) bahwa manusia memecahkan semua persoalan dalam hidupnya dengan menggunakan akal dan sistem pengetahuan mereka, namun menurutnya akal dan sistem pengetahuan manusia itu ada batasannya, makin maju sebuah kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu. Akhirnya soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan oleh manusia dengan segala keterbatasannya itu membawa manusia kepada magic atau biasa kita sebut dengan ilmu gaib untuk memecahkan masalahmasalah tersebut. Magic menurut Frazer adalah segala perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menggunakan kekuatan alam dan segala sesuatu yang ada di belakangnya. Namun menurut Frazer, pada waktu itu sebagian besar kegiatan magic tersebut tidak berhasil dan akhirnya manusia mulai percaya pada alam yang dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa dari mereka dan mereka anggap punya kekuatan untuk mengatur alam, maka dari sinilah timbul religi. Menurut Frazer, memang ada suatu perbedaan besar antara ilmu gaib dengan religi. Ilmu gaib adalah segala sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan kaidah-kaidah gaib yang ada dalam alam, sebaliknya religi
117
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk halus seperti roh-roh, dewa yang menepati alam. Sebagaimana zaman magic digantikan oleh zaman religi, begitu pula kepercayaan kepada dewa pada masa sekarang, merupakan pemikiran manusia itu sendiri. Perbedaan mendasar yang dikemukakan oleh Frazer adalah agama didefinisikan sebagai kepercayaan pada makhluk spiritual, secara umum mendapati agama menyerupai magic, karena keduanya dibangun atas penghubung ide secara tidak kritis. Sedangkan agama dilihat sebagai hal yang bertentangan dengan prinsip magic. Gunung Srandil merupakan salah satu obyek wisata religius yang terdapat di Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Glempang Pasir. Gunung Srandil ini sendiri merupakan sebuah bukit berhutan yang di dalamnya terdapat banyak tempat-tempat penyembahan atau dalam bahasa Jawa yaitu Pesucen yang artinya tempat bersuci atau tapa. Srandil juga dipercaya sebagai salah satu obyek wisata yang di kramatkan oleh kalangan masyarakat yang mempercayainya, karena merupakan tempat turun-temurun dari leluhur. Dengan berziarah dan berdoa di makam, masyarakat percaya bahwa apa yang mereka inginkan akan dikabulkan. Islam tidak mengenal istilah atau ajaran kejawen. Secara bahasa maupun istilah di dalam AlQuran dan Al-Hadist tidak ditemukan penjelasan tentang kejawen. Sebetulnya kejawen sangat berbeda dengan ajaran islam. Istilah kejawen Islam muncul setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam. Wali Songo memasukkan unsur tradisi dan budaya untuk memudahkan penyeberan agama Islam. Kejawen dan Islam adalah wujud sinkretisasi yang pada akhirnya menjadi tradisi yang dijalankan oleh orang-orang Jawa hingga saat ini. Ritual yang dilakukan masyarakat kejawen dalam aplikasi dikehidupannya harus dilihat lebih dalam, Karena ritual-ritual tersebut dikhawatirkan pada akhirnya menyimpang dari ajaran agama Islam. Dalam kaidah Islam, jika budaya itu berlangsung dan melanggar sisi Tauhid menjadi haram, namun jika budaya itu digunakan hanya sebatas praktek-praktek muamalah itu dibolehkan. Berdasarkan hasil studi karya seni sastra Jawa abad XVIII yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Zoetmulder (Manunggaling Kawula Gusti, 1995), Simuh (Mistik Islam Kejawen, 1988), dan Niels Mulder (1985), Kejawen merupakan perkawinan tradisi Islam dengan Hindu – Buddha Jawa. Kejawen dari awal senantiasa bersifat reseptif, bisa menerima apapun yang masuk ke Kepulauan Nusantara dan itu tampak jelas dari ritual-ritual yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia saat ini, seperti selametan, sesaji untuk sedekah laut.
Percaya kepada selain Allah (syirik) termasuk dalam dosa besar. Beberapa dalil dalam Al Qur'an mengenai syirik ini adalah sebagai berikut. 1. Surat Luqman ayat 13.Allah SWT berfiman, ٌُﺸْﺮﻛْﺒ ِﺎﻟﻠ ﱠﮭِ ﺈ ِ ﻧ ﱠﺎﻟ ِﺸّﺮْ ﻛَﻠ َﻈُﻠْﻤٌﻌ َﻈِ ﯿﻢ ِ َوإ ِذْ ﻗَﺎﻟَﻠ ُﻘْﻤَ ﺎﻧ ُﻼ ْﺑﻨ ِﮭِ َﻮھ َُﻮﯾ َﻌِﻈُﮭُ ﯿ َﺎﺑ ُﻨَﯿ ﱠﻼﺗ Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benarbenar kezaliman yang besar". (QS. Luqman: 13).
118
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Indigenous UMP 2015 ISBN. 978-602-14930-4-5 Purwokerto, 6 Juni 2015
2. Surat An-Nisaa ayat 48. ًَﺎءُوﻣَ ْﻨﯿ ُﺸ ِْﺮﻛْﺒ ِﺎﻟﻠ ﱠﮭِ ﻔ َ َﻘ ِﺪاﻓْ ﺘ ََﺮﯨﺈ ِﺛ ْﻤً ﺎﻋَﻈِ ﯿﻤ َ ُﺸْﺮﻛَﺒ ِﮭِ َﻮﯾ َ ْﻐﻔِﺮُ ﻣَ ﺎدُوﻧَﺬ َ ِﻟ َﻜﻠِﻤَ ْﻨﯿ َ ﺸ َ إ ِﺎﻧ ﱠﺎﻟﻠ ﱠﮭَﻼﯾ َ ْﻐﻔِﺮُ أ َﯿ ْﻧ Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (QS. An-Nisaa: 48). Kebanyakan seseorang mempercayai sebuah tempat yang bermitos itu dianggap tempat keramat karena merupakan turun temurun dari leluhur dan dipercaya dapat mewujudkan apa yang di inginkan melalui kegiatanspiritualnya. Kepercayaan tersebut merupakan persepsi dari masing-masing orang yang percaya bahwa melalui tempat tersebutlah dapat mewujudkan keinginannya.Ada banyak ahli yang berpendapat tentang kepercayaan,namun pada intinya kepercayaan itu sendiri adalah anggapan atau keyakinan terhadap sesuatu yang mempengaruhi sifat mental yang meyakini setiap orang karena pengaruh antara kepercayaan dengan antusias dan kepuasan pengunjung Gunung Srandil. Hal ini disebabkan karena terpenuhinya keinginan dalam diri seeorang tersebut untuk menjadi kaya menggunakan cara yang mereka anggap mudah dengan tindakannya melalui kekuatan-kekuatan yang ada di dalam alam. Manusia mulamula hanya memepergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuanan pengetahuan akalnya DAFTAR PUSTAKA
Nazir, M. Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia. Purwadi. 2006. Semar Mesem Hikayat Ilmu Pengasihan Jawa : Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. https://psikologiviny.wordpress.com/2012/06/12/hubungan-antara-kepercayaan kejawen dan -agamaislam-dalam-ritual-gunung-kawi-oleh-pengunjung muslim/ Koentjaraningrat, 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas Indonesia (UIPress).
119