Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
KEPADATAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK Siti Khotimah Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak Abstrak. Pemanfaatan air Sungai Kapuas di Kota Pontianak memberikan peluang masuknya bakteri coliform ke lingkungan perairan. Jumlah bakteri coliform yang melimpah dalam saluran pencernaan menyebabkan infeksi saluran pencernaan seperti diare. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri coliform di Sungai Kapuas Kota Pontianak pada bulan Juni 2009 di empat lokasi pengambilan sampel yaitu muara Sungai Jawi, pabrik karet di Siantan Hilir, muara Sungai Landak dan Pasar Kapuas Besar Pontianak dengan metode purposive random sampling. Hasil pemeriksaan menunjukkan kepadatan bakteri coliform tertinggi terjadi pada saat pasang yaitu 160.825 MPN/100mL dan terendah yaitu 8.425 MPN /100mL di muara Sungai Jawi. Hasil pemeriksaan menunjukkan perairan Sungai Kapuas tercemar bakteri coliform yang telah melewati ambang batas persyaratan air minum dan penggunaan domestik (1000 MPN/100mL). Kata kunci: kepadatan, coliform, Sungai Kapuas
PENDAHULUAN Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah adanya limbah domestik di dalam perairan. Bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja karena dapat menularkan berbagai macam penyakit apabila masuk kedalam tubuh manusia. Dampak limbah ini akan semakin terlihat pada saat musim kemarau dikarenakan volume debit air limbah tetap, sedangkan volume debit air sungai mengalami penurunan sehingga kemampuan pengenceran air sungai terhadap limbah domestik juga menurun. Aktivitas penduduk yang semakin meningkat di sepanjang aliran Sungai Kapuas, seperti bertambahnya pemukiman penduduk, keberadaan pasar, rumah sakit dan lain-lain, yang umumnya membuang limbah di perairan sungai tersebut telah mempengaruhi kualitas air sungai. Terdapat sedikitnya 37 jenis penyakit yang ditularkan melalui air diantaranya diare. Penyebab utama 37 jenis penyakit adalah buangan air limbah domestik, limbah industri dan limbah pertanian adalah
penyebab berikutnya. Buangan cair rumah tangga banyak mengandung bahan-bahan organik yang mudah terurai, sehingga limbah rumah tangga ini berpotensi tinggi mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Kandungan mikroorganismenya yang tinggi seperti Escherichia coli, Streptococus faecalis, Vibrio cholera, berbagai jenis virus dan kutu cacing yang terdapat dalam air limbah domestik merupakan penyebab dari penularan penyakit-penyakit tersebut. Data Dinas Kesehatan Pontianak menunjukkan angka kejadian diare pada tahun 1995, mencapai 280 penderita per 1000 penduduk. Tahun 2000 mencapai 300 penderita dan setiap balita saat ini paling tidak menderita diare rata-rata sebanyak 1,3 kali pertahun. Hal ini menunjukan bahwa masalah air tercemar limbah domestik lebih besar karena coliform yang ada dalam limbah dan perilaku hidup masyarakat yang kurang sehat. Tingginya indikasi limbah domestik sebagai. penyebab penyakit ini, didasarkan pada parameter pengukuran kualitas limbah perairan Sungai Kapuas terhadap potensi resikonya terhadap lingkungan (www.arsip.pontianakpost.com. Semirata 2013 FMIPA Unila |339
Siti Khotimah: KEPADATAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK
Hasil penelitian. menunjukkan kepadatan bakteri Escherichia coli di Sungai Raya yang merupakan anak Sungai Kapuas telah melewati baku mutu air minum dan keperluan domestik. Coliform merupakan mikroba yang paling sering ditemukan di badan air yang telah tercemar. Hal ini dikarenakan sekitar 90% bakteri coliform dikeluarkan dari dalam tubuh setiap hari dan bakteri yang paling dominan ditemukan adalah Escherichia coli. Sehingga pencemaran limbah domestik dapat dideteksi dengan cara menghitung kepadatan coliform yang terbawa oleh tinja manusia dan masuk ke dalam perairan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menentukan kualitas air sungai Kapuas pontianak ditinjau dari kepadatan bakteri coliform. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Sungai Kapuas Kota Pontianak, Kalimantan Barat dan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Tanjungpura. Penelitian berlangsung selama 6 bulan dari bulan Juni 2009 hingga bulan November 2009. Sungai Kapuas memiliki panjang total 1.143 km dan menjelajahi 65% wilayah Kalimantan Barat. Kota Pontianak terletak pada garis lintang 0° 0‘ 44‖ bertepatan dengan lintasan Garis Khatulistiwa dan 109° 20‘ 00‖ bujur timur dengan ketinggian berkisar antara 0,10 – 1,50 meter dari permukaan laut. Kota Pontianak dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar 400 meter kedalaman air berkisar antara 12 - 16 m, sedangkan cabangnya mempunyai lebar 250 meter. Kota Pontianak termasuk beriklim tropis dengan suhu tinggi (berkisar antara 28° - 32° C dan suhu rata-rata pada siang hari 30° C). Rata-rata kelembaban nisbi dalam daerah Kota Pontianak 340| Semirata 2013 FMIPA Unila
maksimum 99,58% dan minimal 53% dengan rata-rata penyinaran matahari minimal 53% dan maksimal 73% (www.pontianakkota.go.id). Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah secchi disc, luxmeter, botol steril, erlenmeyer, beker glass, gelas ukur, tabung reaksi, tabung durham, rak tabung, kapas penutup, cawan petri, spatula, autoklaf, oven/inkubator, bunsen, makro dan mikropipet, ose, mikroskop, pinset, gelas objek, hot plate, kertas label, aluminium foil, alat tulis, pH meter, termometer, luxmeter dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: sampel air, akuades steril, alkohol 70%, MnSO4, KOHKI, larutan H2SO4 pekat, larutan Natrium tiosulfat 0,025 N, media Lactose Broth (LB), media Briliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB), media Eosine Metilene Blue (EMB), media Triple Sugar Iron Agar (TSIA), media Sulphite Indole Metility (SIM), media Simon Sitrat Agar, Glukosa Of Basal Media, media NA, larutan Oksidase dan katalase (H2O2 3%), pewarnaan gram, minyak emersi, larutan Kovac‘s dan parafin. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode puposive random sampling berdasarkan perbedaan rona lingkungan. Berdasarkan metode tersebut ditentukan 4 lokasi sampling (Gambar 1). Pengambilan Sampel Air Pengambilan sampel air dilakukan dengan 3 kali pengulangan di setiap lokasi lalu dihomogenkan. Ulangan dari setiap lokasi berjarak 15 meter. Sampel air diambil dengan menggunakan botol steril. Sebelum sampel diambil, bagian mulut botol dibakar terlebih dahulu untuk menghindari masuknya mikroorganisme selain dari air, kemudian dicelupkan searah dengan arus air, selanjutnya mulut botol dan tutup botol dibakar kembali.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Pengukuran Parameter Fisika- Kimia
Gambar 1. Peta lokasi sampling
Parameter fisika kimia air yang diukur pada saat pengambilan sampel adalah temperatur air dengan menggunakan termometer Hg, pH menggunakan pH universal, kecerahan mengunakan secchi disk, intensitas cahaya menggunakan luxmeter dan kandungan oksigen (O2) terlarut dengan menggunakan metode titrimetri Acid Winkler Metode MPN Pemeriksaan terhadap bakteri Escherichia coli dilakukan dalam 4 tahapan, yaitu tes pendahuluan (persumtive test), tes penegasan (confirmative test), tes pelengkap (complete test) dan karakterisasi E. coli. Tes Pendahuluan (Persumtive Test) Sebanyak 9 ml media Lactose Broth (LB) dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi tabung durham. Tabungtabung tersebut disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Sampel air yang akan diperiksa diencerkan dengan menambahkan 9 ml aquades steril dengan 1 ml sampel air sehingga diperoleh pengenceran 10-4. Pengenceran yang terakhir diambil 1 ml, 0.1 ml, 0.01 ml dan dimasukkan ke dalam media LB masing-
masing sebanyak 5 tabung. Tabung-tabung tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24-48 jam. Keberadaan coliform ditandai dengan terbentuknya gas atau asam (terjadi perubahan warna). Tes Penegasan (Comfirmative Test) Sebanyak 1-2 ose suspensi dari tes pendahuluan (persumtive test) yang positif diinokulasikan ke dalam tabung yang berisi media Briliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB). Tabung-tabung tersebut diinkubasikan pada suhu 37°C selam 24-48 jam. Keberadaan coliform juga ditandai dengan terbentuknya gas atau asam atau terjadi perubahan warna. Jumlah bakteri coliform pada tes penegasan dihitung berdasarkan metode MPN. Tes Pelengkap (Complete Test) Salah satu media yang positif pada tes penegasan (confirmative test) diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam media Eosine Metilene Blue (EMB) agar, kemudian diinkubasi pada suhu 37°C. Setelah 3-4 hari masa inkubasi, bila koloni tumbuh dengan ciri-ciri berwarna hijau kehitaman metalik dilanjutkan dengan uji biokimia dan dilakukan pewarnaan gram. Karakterisasi Escherichia coli Biakan E. coli dikarakterisasi melalui pengamatan makroskopis (morfologi koloni), pengamatan mikroskopis (morfologi sel) dan sifat-sifat fisiologis. Pengamatan Makroskopis Pengamatan makroskopis meliputi morfologi koloni seperti bentuk koloni dan warna koloni pada media Nutrient Agar (NA) setelah diinkubasi pada suhu ruang (28°C) selama 24 jam. Pengamatan Mikroskopis Pengamatan mikroskopis meliputi morfologi sel seperti bentuk sel dan reaksi
Semirata 2013 FMIPA Unila |341
Siti Khotimah: KEPADATAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK
pewarnaan gram. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali menggunakan minyak emersi. Pewarnaan Gram Pengamatan morfologi bakteri dilakukan dengan pewarnaan suspensi bakteri di atas objek glass. Pewarnaan gram dimulai dengan mengambil biakan bakteri dalm media NA miring dengan ose dan diletakkan pada objek glass yang telah ditetesi aquades steril dan diratakan serta dikeringanginkan. Setelah kering, sediaan difiksasi dan diwarnai dengan pewarnaan gram. Sediaan ditetesi dengan pewarna gram A (ungu kristal/UK) selama 1 menit dan dibilas dengan air mengalir, ditetesi pewarna gram B (yodium/Y) selama 1 menit dan dibilas lagi dengan air mengalir, kemudian ditetesi pewarna gram C (Alkohol) selama 1 menit dan dibilas kembali menggunakan air mengalir. Terakhir, ditetesi dengan pewarna gram D (Safranin) selama 0,5 menit dan kembali dibilas dengan air mengalir. Setelah sediaan kering, objek ditetesi minyak emersi dan diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Bakteri Gram positif berwarna biru atau ungu dan Gram negatif akan berwarna merah. Pengujian sifat-sifat fisiologi Karakter-karakter fisiologi yang diuji meliputi keperluan oksigen, fermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa, pembentukan indol, katalase, oksidase, Simon Sitrat dan motilitas. Pengujian Pembentukan Indol Biakan bakteri pada media NA diinokulasikan pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian ditetesi dengan larutan kovacs secara perlahan sehingga terjadi garis pemisah antara media dan larutan lalu dibiarkan selama 5 menit. Bila terjadi warna merah pada garis pemisah berarti tes indol positif (+), sedangkan bila tidak
342| Semirata 2013 FMIPA Unila
terjadi warna merah pada garis pemisah, berarti tes indol negatif (-). Pengujian Sitrat sebagai sumber karbon Biakan bakteri pada media NA diinokulasikan ke dalam media Simon Sitrat Agar dengan teknik goresan kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Hasil yang positif ditandai dengan perubahan warna menjadi biru pada media. Pengujian Keperluan Oksigen Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keperluan oksigen terhadap pertumbuhan bakteri. Media yang digunakan adalah media glukosa Of. Biakan bakteri dari media NA diinokulasikan ke dalam media glukosa Of sebanyak 2 tabung, salah satu dari kedua tabung tersebut ditetesi parafin, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Hasil yang positif (+) ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning pada media. Pengujian Fermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa serta menghasilkan gas hidrogen sulfida (H2S). Biakan bakteri dari media NA diinokulasikan ke dalam media TSIA, diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam, kemudian diamati perubahan warna pada bagian dasar dan bagian miring TSIA. Hasil tes yang positif ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi merah dan kuning dibagian butt dan slant media, perubahan warna menjadi hitam menunjukkan terbentuknya gas H2S. Pengujian Katalase Pengujian katalase dilakukan untuk mengetahui bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase. Pengujian dilakukan dengan mengambil satu ose koloni bakteri dan diletakkan pada objek glass kemudian ditetesi dengan larutan
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
H2O2 3%. Katalase positif (+) ditunjukkan dengan timbulnya gelembung udara, sedangkan katalase negatif ditunjukkan dengan tidak adanya gelembung udara yang timbul. Pengujian Oksidase Pengujian oksidase dilakukan untuk mengetahui adanya enzim oksidase pada bakteri. Pengujian dilakukan dengan mengambil satu ose koloni bakteri dan diletakkan pada kertas saring, kemudian ditetesi dengan larutan oksidase. Hasil uji yang positif (+) ditunjukkan dengan terbentunya warna biru pada kertas saring. Pengujian Motilitas Pengujian ini menggunakan media SIM. Bakteri diinokulasikan pada media SIM secara stab dengan menggunakan ose lurus. Hasil yang positif (+) atau motil ditunjukkan oleh adanya rambatan pada bekas tusukan ose sedangkan hasil negatif (-) atau non motil ditunjukkan oleh tidak adanya rambatan atau tumbuh hanya mengikuti garis tusukan inokulasi. Analisis Data Kepadatan bakteri coliform dihitung sesuai SNI 2897-2008 dengan rumus :
HASIL DAN PEMBAHASAN Total coliform atau kepadatan coliform merupakan indikator awal bakteri yang digunakan untuk menetukan aman atau tidaknya air untuk dikonsumsi. Hasil penelitian selama bulan Juni 2009 menunjukkan total coliform pada 4 stasiun pengamatan di Sungai Kapuas Kota Pontianak berkisar 8.425 MPN/100 mL sampai 65.600 MPN/100mL pada saat pasang dan MPN 62.100 /100mL sampai 160.825 MPN /100mL pada saat surut (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata Jumlah Kepadatan Coliform di Sungai Kapuas Kota Pontianak Pada Bulan Juni 2009
Keterangan : (I) = muara Sungai Jawi, Pontianak (II) = pabrik karet (III) = persimpangan Sungai Landak dan Sungai Kapuas (muara Sungai Landak) (IV) = Pasar Kapuas Besar Tabel 1 menunjukkan adanya kepadatan bakteri coliform saat pasang dan surut di setiap stasiun. Menurut, perbedaan kepadatan coliform antar stasiun pengambilan sampel air disebabkan perbedaan rona lingkungan stasiun pengambilan sampel, arah arus air dan ketinggian air sungai. Kepadatan Bakteri Coliform Berdasarkan Stasiun Pengamatan Berdasarkan hasil pengamatan di empat stasiun, kepadatan coliform tertinggi ditemukan di stasiun I yang terletak di muara Sungai Jawi pada saat surut, yaitu: 160.825 MPN/100mL Lokasi ini merupakan lokasi pemukiman padat penduduk, pusat perdagangan dan pelayanan kesehatan di Kecamatan Pontianak Barat. Aktivitas manusia yang tinggi di sekitar Sungai Jawi menyebabkan masuknya buangan-buangan organik seperti limbah domestik ke badan air. Menurut Feliatra (2002), pengaruh limbah rumah tangga seperti feses atau sisa makanan lainnya masih mendominasi sebagai faktor penyebab pencemaran lingkungan air. Lokasi pemukiman padat penduduk dengan kerapatan penduduk yang tinggi, jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain sangat dekat, jarak antara pembuangan limbah rumah tangga dan Semirata 2013 FMIPA Unila |343
Siti Khotimah: KEPADATAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK
septic tank dengan sumber air cenderung berdekatan serta kebiasaan penduduk di tepian sungai membuang urine dan feses secara langsung ke sungai menyebabkan terjadinya pencemaran bakteri coliform. Atlas (1981)menyatakan bahwa salah satu masalah di perairan sungai adalah adanya buangan air limbah domestik ke dalam perairan. Angka total coliform pada stasiun I yang terletak di muara Sungai Jawi pada saat surut 160.825 MPN/100mL dan merupakan lokasi dengan angka kepadatan terendah (8.425 MPN/100mL) pada saat pasang di Sungai Kapuas Kota Pontianak. Total coliform pada stasiun II yang merupakan pabrik karet di Siantan pada saat pasang menunjukkan angka 61.575 MPN /100mL dan angka pada saat surut 68.875 MPN /100mL. Lokasi ini merupakan daerah industri karet dan pemukiman penduduk di sekitar pabrik. Air sungai di lokasi ini merupakan sarana MCK bagi penduduk sekitar. Air yang ada di lokasi ini cenderung berbau dan keruh akibat buangan air limbah pabrik-pabrik karet. Stasiun III merupakan lokasi dengan angka total coliform yang tidak jauh berbeda pada saat pasang maupun pada saat surut. Hal ini berhubungan dengan rona lingkungan dengan pemukiman sangat jarang penduduk di sepanjang sungai, daerah industri dan jalur transportasi air. Angka total coliform pada saat pasang 60.900 dan 62.100 MPN/100 mL pada saat surut.. Stasiun IV merupakan lokasi dengan angka total coliform tertinggi setelah stasiun I. Stasiun ini adalah Pasar Kapuas Besar yang merupakan kompleks pasar tradisional dengan aktivitas pembuangan sampah sering kali langsung ke badan air sungai. Buangan organik seperti feses dari WC darurat di sekitar pasar dan kapal motor serta sampah yang dibuang langsung ke badan air sungai menyebabkan tingginya 344| Semirata 2013 FMIPA Unila
angka coliform di lokasi ini. Angka coliform pada stasiun ini 65.600 MPN/100mL pada saat pasang dan 71.450 MPN/100mL pada saat surut. Kepadatan Bakteri Coliform Berdasarkan Waktu Menurut Fakhrizal (2004), kepadatan coliform lebih besar terjadi pada saat surut dibandingkan dengan saat pasang dipengaruhi oleh masukan buangan organik yaitu feses dari daratan serta debit air sungai. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan kepadatan bakteri coliform pada seluruh stasiun pengamatan lebih tinggi pada saat surut daripada saat pasang (Tabel 1). Feliatra (2002), menyatakan saat surut aliran air sungai mengarah ke hilir atau menuju ke laut sehingga ketinggian dan debit air sungai mengalami penurunan yang berarti berbanding terbalik dengan kepadatan bakteri di dalam air karena buangan organik akibat aktivitas manusia seperti feses yang dibuang ke badan air relatif dalam jumlah yang sama. Sedangkan pada saat pasang, debit air bertambah karena masuknya air laut dari hilir sungai menuju hulu sungai, sehingga terjadi pengenceran buangan organik dalam jumlah yang besar.
Gambar 2. Grafik Kepadatan Coliform di Sungai Kapuas Kota Pontianak pada Bulan Juni 2009
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Gambar 2. menunjukkan perbedaan kepadatan bakteri coliform di setiap stasiun pengamatan saat pasang dan surut. Stasiun ini merupakan anak Sungai Kapuas dan merupakan stasiun dengan pemukiman penduduk terpadat dari keempat stasiun pengamatan. Ketiga stasiun lainnya Stasiun II, II dan IV) menunjukkan perbedaan kepadatan bakteri coliform walaupun tidak jauh berbeda saat pasang dan saat surut. Menurut Effendi (1998) dalam Feliatra (2005), arus dan gelombang dapat mendistribusikan bakteri dari satu tempat ke tempat yang lain, sehingga kepadatan bakteri coliform pada stasiun II, II ataupun IV dalam kisaran angka yang tidak terlalu jauh berbeda. Karakterisasi Escherichia coli Adanya bakteri Escherichia coli dibuktikan dengan serangkaian uji, mulai dari uji pendugaan, uji penegasan dan uji lengkap. Uji lengkap dilakukan dengan menggoreskan 1 mata ose dari tabung BGLB yang positif ke agar EMB. Setelah 24 jam inkubasi, terjadi perubahan warna goresan menjadi hijau metalik pada cawan petri yang menunjukkan tumbuhnya koloni E. coli (Lampiran 5). Hadioetomo (1990), menyatakan bahwa media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasi laktosa seperti E. coli dengan mikroba yang tidak memfermentasikan laktosa seperti S. aureus; P. aeruginosa dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam, sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna (Lampiran 5). Adanya eosin dan methylene blue membantu mempertajam perbedaan tersebut (Anonim, 2008). Koloni E. coli yang berbentuk bulat dengan permukaan halus dan gelap serta memiliki kilap logam yang di dapat dari agar EMB yang positif dipindahkan ke media Nutrient Agar (Gambar 3).
Gambar 3. Koloni Escherichia coli pada media NA
Pengamatan mikroskopis E. coli dilakukan dengan cara pewarnaan gram. Pewarnaan ini didasarkan pada tebal atau tipisnya lapisan peptidoglikan di dinding sel dan banyak sedikitnya lapisan lemak pada membran sel bakteri. Menurut Dwidjoseputro (1990), bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal dan membran sel selapis dan menahan iodine. Bakteri gram positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding selnya tipis berada di antara dua lapis membran sel dan menahan safranin (Dwidjoseputro, 1990). Setelah dilakukan pewarnaan gram, morfologi E. coli berbentuk batang pendek dan merupakan bakteri dengan gram negatif (Gambar 4).
Gambar 4. Pewarnaan Gram pada Escherichia coli
Semirata 2013 FMIPA Unila |345
Siti Khotimah: KEPADATAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK
Pengujian fisiologis selanjutnya adalah uji keperluan oksigen, fermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa, pembentukan indol, katalase, oksidase, dan motilitas. Pengujian keperluan oksigen dilakukan untuk mengetahui kebutuhan oksigen terhadap pertumbuhan bakteri. Tabel 4.2.1. menunjukkan E. coli adalah bakteri anaerob fakultatif yang ditunjukkan dengan adanya perubahan warna media glukosa Of dari merah menjadi kuning. Tabel 2. Morfologi dan Sifat Fisiologis Escherichia coli
Karakteristik 1. Morfologi koloni a. warna b. bentuk 2. Morfologi sel a. bentuk b. sifat gram c. motilitas 3. Sifat fisiologis a. keperluan oksigen b. pembentukan gas H2S d. fermentasi glukosa e. fermentasi laktosa f. fermentasi sukrosa g. enzim katalase h. enzim oksidase i. sitrat j. pembentukan indol
Escherichia coli putih kekuningan bulat Batang + Anaerob fakultatif + + + + +
Bakteri E. coli mampu memfermentasi glukosa, laktosa dan sukrosa. Terjadi perubahan warna media TSIA, retakan dan media terangkat serta adanya gas seperti H2 dan CO2 setelah inokulasi Escherichia coli dan inkubasi selama 24 jam. Untuk pengamatan pola-pola pengunaan karbohidrat. TSIA agar mengadung laktosa dan sukrosa dalam konsentrasi 1%, glukosa 0,1% dan phenol red sebagai indikator yang menyebabkan perubahan warna dari merah menjadi kuning dalam suasana asam. 346| Semirata 2013 FMIPA Unila
Uji Indol menunjukkan bahwa hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya cincin merah di permukaan larutan. Menurut Lay (1993), artinya bakteri ini membentuk indol dari triptopan sebagai sumber karbon, yang dapat diketahui dengan menambahkan larutan kovacs. Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein. Pengujian katalase dilakukan untuk mengetahui bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase (Fardiaz, 1993). Katalase merupakan enzim yang mengandung besi yang dapat menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen. Hidrogen peroksida dibentuk bakteri aerobik selama metabolisme aerobik. Uji katalase bertujuan untuk mengetahui perbedaan kuantitas oksigen yang dilepaskan, diduga berkaitan dengan tebal tipisnya selaput lendir yang menyelimuti permukaan sel. Tebal tipisnya selaput lendir akan mempengaruhi penetrasi H2O2 ke dalam sel. Uji katalase pada E. coli menunjukkan hasil positif. Hal ini ditandai dengan terbentuknya gelembung udara (adanya O2) setelah ditetesi larutan H2O2 3% (lampiran 6). Hasil yang negatif terjadi pada pengujian oksidase dengan penetesan larutan oksidase ke bakteri E. coli yang telah dipindahkan ke kertas saring. Tidak terbentuk warna biru disekeliling bakteri yang menandakan adanya enzim oksidase pada bakteri E. coli tersebut (Lampiran 6). Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transport elektron selama respirasi aerobik. Enzim oksidase dihasilkan oleh bakteri aerob, fakultatif anaerob, dan mikroaerofilik. ikroorganisme ini menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir selama penguraian karbohidrat untuk menghasilkan energi.
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
Bakteri E. coli tidak menggunakan sitrat sebagai sumber karbon. Hasil pengamatan pada uji sitrat menggunakan media SIM menunjukkan tidak terjadinya perubahan warna media menjadi biru. Hasil ini menunjukkan hasil yang negatif karena warna media tidak berubah (Lampiran 6). Bakteri E. coli juga bersifat motil, terlihat dari adanya penyebaran yang berwarna putih seperti akar disekitar inokulasi. Hal ini menunjukan adanya pergerakan dari bakteri yang diinokulasikan, yang berarti bahwa bakteri ini memiliki flagella. Hubungan Kondisi Fisika Kimia Sungai Kapuas Kota Pontianak dengan Keberadaan Bakteri Coliform Hasil pengukuran parameter fisika kimia pada keempat stasiun pengamatan di Sungai Kapuas Kota Pontianak dapat dilihat pada Tabel 3. Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan mikroorganisme karena pengaruh suhu berhubungan dengan aktivitas enzim. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), suhu rendah menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi protein enzim. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada keempat stasiun pengamatan, suhu air Sungai Kapuas berkisar antara 29,5-31 0C. Menurut Romimohtarto (1985), suhu perairan Indonesia berkisar antara 27-32 0C. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri coliform adalah 37 0C (Sayuti dkk., 2005; Hidayati dkk., 2006). Tabel 3. Rata-rata Parameter Fisika Kimia Sungai Kapuas Kota Pontianak
Berdasarkan suhu optimum pertumbuhannya, Supardi dan Sukamto (1999) mengelompokkan bakteri menjadi 3 yaitu : psikrofilik (0-20 0C), mesofilik (20500C) dan termofilik (50-100 0C). Bakteri coliform yang ditemukan di Sungai Kapuas Kota Pontianak merupakan bakteri kelompok mesofilik dilihat dari suhu air pada saat pengambilan sampel. Kecerahan di empat stasiun pengambilan sampel tidak menunjukkan variasi yang besar yaitu antara 0.22 – 0.42 m. Sedangkan angka intensitas cahaya pada saat surut berkisar antara 2.257-3.892, dan berkisar antara 1-4 pada saat pasang. Rendahnya intensitas cahaya pada saat pasang dipengaruhi oleh siklus pasang yang nocturnal pada bulan pengambilan sampel. Kecerahan dan intensitas cahaya berkaitan dengan cahaya matahari yang masuk ke perairan. Menurut Devi (2000), cahaya matahari akan merusak sel dan menghambat pertumbuhan bakteri coliform. Effendi (1998) dalam Feliatra (2002), menyatakan bahwa arus dan gelombang dapat membawa bakteri dari satu tempat ke tempat yang lain. Menurut Devi (2000), arus air mempengaruhi distribusi bakteri coliform. Kecepatan arus air Sungai Kapuas berkisar antara 0.12 – 0.2 m/s. Kecepatan arus tertinggi pada saat pasang dan surut terdapat di stasiun I. Faktor lingkungan yang paling sensitif dan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri adalah keberadaan Oksigen. Contohnya, beberapa mikroorganisme dapat tumbuh hanya jika ada O2 yang disebut aerob obligat. Fakultatif anaerob dapat tumbuh jika tidak ada O2 tetapi dapat tumbuh lebih baik bila ada O2 (Paco et al., 2003). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) pada 4 stasiun pengambilan sampel berkisar antara 3.17 4.05 ppm pada saat pasang dan 2.54 – 3.38 ppm pada saat surut. Menurut Pelczar dan Chan (1988), konsentrasi oksigen terlarut
Semirata 2013 FMIPA Unila |347
Siti Khotimah: KEPADATAN BAKTERI COLIFORM DI SUNGAI KAPUAS KOTA PONTIANAK
tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri coliform, sebab bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif yang dapat hidup dengan ataupun tanpa oksigen. Bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral (7.0). pH berpengaruh mempengaruhi metabolisme sel bakteri. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), berdasarkan nilai pH yang dibutuhkan untuk kehidupannya dikenal 3 kelompok mikroorganisme yaitu : Acidofilik yang hidup pada kondisi asam, Mesofilik/Neutrofilik pada pH normal dan Basofilik yang hidup pada kondisi basa. Bakteri coliform yang terdapat di Sungai Kapuas Kota Pontianak merupakan bakteri mesofilik atau nutrofilik karena pengukuran pH pada 4 stasiun pengambilan sampel pada saat pasang maupun surut berkisar antara 6-7. KESIMPULAN Kepadatan bakteri coliform di Sungai Kapuas Kota Pontianak berkisar antara 8.425 – 160.825 MPN/100mL dan melewati standar baku mutu air minum serta memerlukan penanganan khusus untuk pemanfaatan air tersebut. Air Sungai Kapuas Kota Pontianak tidak layak untuk dikonsumsi sesuai PP No. 82 Th. 2001 tentang persyaratan air minum yaitu 1000 MPN/100Ml. DAFTAR PUSTAKA Fakhrizal, 2004, Mewaspadai Bahaya Limbah Domestik di Kali Mas, http://ecoton.or.id/2004/06/18/mewaspad ai-bahaya-limbah-domestik-di-kalimas/html. (17 Februari 2009). Lathifah, N.; Puspita, R.E.; Katamso, A. N.; Syamsu, T. P.; Andre, M. S.; Utari, B.; Timor, A. A.; Putra, P. dan Fikosima, W., 2007. Strategi Pengembangan dan Transportasi Air di Koridor Kapuas, 348| Semirata 2013 FMIPA Unila
Fakultas Geografi. Universitas Gajah Mada,Yogyakarta, Ahmad, R., 1995, Kimia Lingkungan, Andi, Yogyakarta. Trisnawari, 2007, Kepadatan Bakteri Escherichia coli di Sungai Raya Pontianak, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, Pontianak (Skripsi). Hadioetomo, R. S., 1993, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik Dan Prosedur Dasar Laboratorium, PT Gramedia Pustaka, Jakarta. Nurcahyo, 1993, Penetapan Proses Netralisasi dan Biologi dalam Pengolahan Air Limbah, BAPEDAL, Kalimantan Barat Supardi, I. dan Sukamto, 1999, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan, Ed. 1, Penerbit Alumni, Bandung. Alaerts, G. dan Santika, S. S., 1987, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional, Surabaya Trisnawulan, I. A. M.; Suyasa, I. W. B., Sundra, I. K., 2007, Analisis Kualitas Air Sumur Gali di Kawasan Pariwisata Sanur, Program Magister Ilmu Pengetahuan, Universitas Udayana, Bali, Jur. Ecotrophic, Vol. 2: 1-9. Feliatra, 2002, Sebaran Bakteri Escherichia coli di Perairan Muara Sungai Bantan Tengah Bengkalis Riau, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau ,Pekanbaru. Jur. Biogen. 1. 178-18. Atlas, R. M., 1981, Microbial Ecology: Fundamentals and Aplication, Addison Wesley Publishing Company, Rome Kuswandi, I., 2001, Kelimpahan Bakteri Fecal di Perairan Pulau Bulan Kotamadya Batam. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru (Skripsi) http://unri-
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013
skripsi/bakteri-coli-di-perairan/ (18 April 2009). , 2008, Petunjuk Praktikum Mikrobiologi, http://ekmonsaurus.blogspot.com/2008/1 1/bab-7-faktor-lingkungan/html. (16 November 2009). Dwidjoseputro, 1988, Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta. Fardiaz, S., 1993, Analisis Mikrobiologi Pangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sayuti, I.; Wulandari, S. & Fatimah, S., 2005, Bakteri Enterik dalam Minuman Jamu Gendong di Kota Pekanbaru, PMIPA, FKIP, Universitas Riau, Pekanbaru, Biogen. 2(1), 16-19. Hidayati, Y.A.; Harlia, E. dan Suryanto, D., 2006, Deteksi Jumlah Total Bakteri dan
Coliform pada Kompos Kotoran Domba Sebagai Indikator Sanitasi Lingkungan, Fakultas Peternakan, Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung Devi, 2000, Studi analisis Coliform dan Colifecal pada perairan sungai Siak di daerah Kota Madya Pekanbaru, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Riau, Pekanbaru, (Skripsi), http://unri-skripsi/analisis-coliform-disungai/ (18 April 2009). Paco, R. S.; Leme, I. L.; Bottino, J. A. dan Ferreira, A. J. P., 2003, Identification of Lactobacillus spp. From Broiler Litter in Brazil, Brazilian Journal of Microbiology, 34 : 236-237.
Semirata 2013 FMIPA Unila |349