J. Tek. Ling
Edisi Khusus
Hal. 89 - 96
Jakarta, Juni 2009
ISSN 1441-318X
KENAIKAN MUKA LAUT AKIBAT PEMANASAN GLOBAL DAN ASPEK PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA MAKASSAR Iwan G. Tejakusuma 1) dan Hermawan P 2) 1), 2) Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan, Wilayah Dan Mitigasi Bencana TPSA – BPPT Abstract Climate and regional temperature changes due to anthropogenic activities have the impact on physical and biological aspects in the coastal zone. The increase of sea level changes is one important impact that adversing the coastal ecosystem. In 40 years (1961 – 2003) sea level has increase in the average rate of 1,8 mm/year with the total increase of 17 cm in the early 20th century. Makassar city, the largest city in the eastern part of Indonesia is vulnerable to the increase of sea level. In this city, several coastal tipology in terms of land use can be observed. Human settlement, city tourism, sea port, fish pond as well as area with no human activities can be found. Large potential of economic loss can be occured if is not anticipated. Coastal zone spatial planning need to include coastal hazard of sea level changes due to global warming. Key words: global warming, increase of sea level changes, coastal tipology
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992, Indonesia menjadi salah satu negara yang menyepakati Konvensi PBB tentang perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change). Sebagai tindak lanjut, Indonesia menerbitkan UU No. 6 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi Perubahan Iklim yang berisikan 3 (tiga) hal utama, yaitu: 1) Tercapainya stabilitas konsentrasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tingkat yang aman, 2) Adanya tanggung jawab bersama sesuai kemampuan (common but differentiated responsibilities), dan 3) Negara maju akan membantu negara berkembang (pendanaan, asuransi dan alih teknologi). Kedua milestones diatas memberikan dasar pentingnya perubahan iklim menjadi salah satu pertimbangan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional dan daerah di berbagai sektor 1).
Laporan ke-4 Working Group II – International Panel on Climate Change (IPCC), yang diterbitkan pada bulan April 2007, telah membuktikan adanya beberapa “climate proof” dengan tingkat keyakinan yang tinggi mengenai perubahan temperatur regional yang telah memberikan dampak nyata secara fisik dan biologis. Kenaikan temperatur rata-rata sejak 1850 – 1899 sampai 2001 – 2005 adalah 0,76oC dan muka air laut global telah meningkat dengan laju rata-rata 1,8 mm/ tahun dalam rentang waktu 40 tahun terakhir (1961 – 2003), kenaikan total muka air laut yang berhasil dicatat pada awal abad-20 diperkirakan sebesar 17 cm 2). Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa kegiatan sosial – ekonomi manusia (antropogenik) memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan temperatur,
Kenaikan Muka Laut...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 89 - 96
89
sehingga tanpa upaya yang terstruktur dan berkesinambungan, dampak yang akan terjadi di masa mendatang akan menjadi sangat serius.
akan mengalami inundasi permanen, tersumbatnya saluran-saluran pembuangan, intrusi air laut dan seringnya terjadi inundasi akibat badai 3).
Perubahan iklim dapat dikelompokkan menjadi empat fenomena, sebagai berikut 2):
Wilayah Indonesia sebagai benua maritim dengan panjang pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada merupakan daerah yang sedang dan akan terkena dampak perubahan muka laut yang serius. Hal ini terlebih lagi karena banyaknya penduduk Indonesia yang bermukim dan beraktifitas di kawasan pesisir. Sebagai contohnya kota besar di pantai utara Pulau Jawa seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya dan di Indonesia bagian timur seperti Kota Makassar dan Ambon. Untuk mengetahui dampak yang mungkin terjadi di kawasan pesisir maka dilakukan penelitian kenaikan muka laut dan dampaknya pada kawasan pesisir serta aspek penataan ruang. Wilayah yang dijadikan lokasi studi dipilih sebagai daerah dengan risiko bencana akibat kenaikan muka air laut yang tinggi. Daerah yang mempunyai tingkat bahaya yang tinggi adalah daerah dengan morfologi pantai yang landai atau relatif datar dimana di dalamnya terdapat penduduk dengan aktifitas sosial ekonomi yang tinggi serta terdapatnya infrastruktur yang penting. Dalam hal ini dipilih tipologi pesisir perkotaan dan berada di wilayah Indonesia bagian timur yaitu Kota Makassar di Sulawesi Selatan. Sebagai kota terbesar di wilayah Indonesia timur Kota Makassar mempunyai beberapa tipologi pesisir yang rentan terhadap kenaikan muka laut. Daerah muara sungai yang padat penduduk dan daerah wisata adalah contoh daerah yang terancam kenaikan muka laut. Untuk mengetahui lebih jauh kondisi dan dampak yang mungkin terjadi maka dilakukan penelitian ini.
1) 2) 3) 4)
Meningkatnya temperatur udara; Meningkatnya curah hujan; Kenaikan muka air laut; Meningkatnya intensitas kejadian, yang diantaranya adalah: • Meningkatnya intensitas curah hujan pada musim basah (extreme rainfall); • Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir (extreme flood); • Berkurangnya curah hujan dan debit sungai pada musim kemarau serta bertambah panjangnya periode musim kering (drought); • Meningkatnya temperatur yang diikuti gelombang panas (heat waves); • Menurunnya kualitas air pada musim kemarau; • Meningkatnya intensitas dan frekuensi badai (tropical cyclones); • Meningkatnya tinggi gelombang dan abrasi pantai, dan • Meningkatnya intrusi air laut.
Secara umum, fenomena-fenomena besar di atas, telah dan akan memberikan dampak pada masyarakat (termasuk kesehatan), dan permukiman (termasuk infrastruktur), kegiatan sosial-ekonomi (pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata) dan ekosistem (lingkungan: tanah dan air). Salah satu contoh negara yang akan terkena dampaknya adalah Bangladesh sebagai daerah yang berada di pesisir Asia Selatan. Mohal et al menyatakan bahwa akibat pemanasan global dan naiknya muka laut maka daerah Bangladesh diperkirakan 90
1.2.
Tujuan
Dampak pemanasan global akan mempengaruhi kota-kota yang berada di wilayah pesisir Indonesia. Untuk mengetahui dampak apa saja yang mungkin terjadi, hubungannya dengan kondisi eksisting
Iwan G. Tejakusuma dan Hermawan P. 2009
kota dengan berbagai tipologi, aktifitas dan jenis penggunaan lahan maka dilakukan pengkajian kondisi kota kemungkinan responsnya terhadap kenaikan muka laut akibat pemanasan global pada kota tersebut. Penekanan dilakukan khususnya hubungannnya dengan aspek penataan ruang dan rekomendasi yang dapat diberikan. 1.
METODOLOGI
Penelitian dilakukan dengan dua cara yaitu melalui penelusuran data dan informasi sekunder dari penelitian terdahulu dan survai lapangan. Penelusuran data dan informasi dilakukan dengan menggali literatur dan hasil penelitian terdahulu. Data-data tentang kondisi pesisir, geografi Kota Makassar serta penataan ruang kawasan pesisir menjadi bagian penting dari tahap penelitian ini. Survai lapangan meliputi pengamatan kondisi kawasan pesisir Kota Makassar, jenis tipologi dan komponen dari masing-masing tipologi tersebut. Analisis dilakukan dengan cara membuat estimasi dampak yang terjadi pada kawasan pesisir tersebut. Kondisi eksisting penataan ruang pesisir dikaji untuk melihat apakah ancaman kenaikan muka
laut pada kawasan pesisir menjadi bahan pertimbangan dan rekomendasi. 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Hasil
3.1.1. Kondisi Pesisir Wilayah Kota Makassar Kota Makassar terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Kota ini terletak pada beberapa muara sungai besar yaitu Sungai Tallo dan Sungai Jenneberang. Sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia bagian timur maka kota ini menjadi pusat aktivitas sosial dan ekonomi yang penting. Pola pemanfaatan ruang pesisir Kota Makassar dapat dilihat pada gambar 1. Bentuk lahan dari pesisir pantai Kota Makassar menyudut di bagian utara, sehingga mencapai dua sisi pantai yang saling tegak lurus di bagian utara dan barat. Di sebelah utara kawasan pelabuhan hingga Sungai Tallo berkembang kawasan campuran termasuk armada angkutan laut, perdagangan, pelabuhan rakyat dan samudera, sebagian rawa-rawa, tambak dan
Gambar 1. Pola Pemanfaatan Ruang Pesisir Kota Makassar(5) . Kenaikan Muka Laut...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 89 - 96
91
empang dengan perumahan kumuh hingga sedang. Kawasan pesisir dari arah tengah ke selatan berkembang menjadi pusat kota dengan beragam fasilitas perdagangan, jasa pelayanan, dan rekreasi hunian. Di bagian selatan telah berkembang kawasan sub pusat kota dengan fasilitas perdagangan, pendidikan, pemukiman, fasilitas rekreasi dan resor yang menempati pesisir pantai membelakangi laut yang menggunakan lahan hasil reklamasi pantai. Berdasarkan kenyataan di atas, beban kawasan pesisir Kota Makassar saat ini dan di masa mendatang akan semakin berat terutama dalam hal daya dukung dan kondisi fisik lahan termasuk luasnya yang terbatas. Terlebih lagi pertumbuhan dan perkembangan penduduk sekitarnya yang terus berkompetisi untuk mendapatkan sumber daya di dalamnya. Secara geografis kawasan pantai Kota Makassar memanjang dengan posisi utara-selatan sepanjang 6 km. Di sepanjang pantai dijumpai pendangkalan delta dan lidah pasir yang terbentuk akibat proses sedimentasi dari sungai Jenneberang Delta tersebut berada di antara dua saluran sungai yang bermuara di laut, sedangkan lidah pasirnya berkembang ke arah utara sampai ke pantai Losari Makassar. Pesisir pantai Kota Makassar diperkirakan telah mengalami proses erosi yang tidak konstan. Hal ini terlihat dari terbentuknya garis pantai yang berkelokkelok. Proses ini dipengaruhi oleh resistensi batuan, struktur batuan, garis pantai dan energi yang menerpanya. Terdapatnya pulau-pulau karang sepanjang bagian barat pantai Makassar memberikan indikasi bahwa pantai Makassar merupakan pantai primer. Tampak pula bahwa dominasi energi yang datang dari daratan lebih kuat daripada yang datang dari lautan, hal ini ditunjukkan dengan adanya proses sedimentasi yang lebih besar dari sungai yang bermuara di laut. Hasil penelitian Arsyad4) menyebutkan bahwa dasar perairan pantai didominasi 92
oleh pasir halus dengan diameter rerata 0,188 mm (52,68). Angkutan sedimen ratarata 110.42 m3/jam dengan arah angkutan umumnya ke Utara menyusur pantai. Hasil estimasi transpor sedimen menunjukkan angka rata-rata 6559,49 m3/hari, musim timur 2451,03 m3/hari, peralihan 5782,36 m3/hari dan maksimal pada musim barat 10312,52 m3/hari. Sedimen di Pantai Losari terdiri dari pasir dan lempung berpasir. Tipe batuan di muara Sungai Jenneberang yaitu pasir, pasir lanauan, pasir berlempung, pasir lanau berlempung. Pola sebaran sedimen membentuk stratifikasi horizontal yang tidak teratur akibat pola arus dan pada sekitar pantai Tanjung Merdeka mengalami rekresi. 3.1.2. Kondisi Eksisting Penataan Ruang Kota Makassar Khusus yang berhubungan dengan isu kenaikan muka laut akibat pemanasan global maka daerah yang akan terkena dampak adalah daerah pesisir. Kota Makassar merupakan kota terbesar di Sulawesi oleh karena itu secara sosial dan ekonomi kota ini merupakan kota yang mempunyai arti penting. Gangguan berupa dampak kenaikan muka laut dapat mengancam aktifitas sosial ekonomi kota akan berakibat terganggunya fungsi sosial dan ekonomi bahkan kerugian ekonomi dapat terjadi. Kondisi Kota Makassar yang telah ada sekarang ini dan rencana tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar telah dibuat oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan 5) . Beberapa kecamatan yang terletak di pesisir dideskripsikan kondisi fisik dan pemanfaatannya. Survai dilakukan sepanjang pesisir Kota Makassar untuk mengetahui kondisi dan pemanfaatannya. Tipologi pesisir didapatkan berdasarkan kondisi tersebut. Berikut akan diuraikan kondisi eksisting penataan ruang Kota Makassar dibagi dalam beberapa kecamatan yang ada di pesisir Kota Makassar.
Iwan G. Tejakusuma dan Hermawan P. 2009
1.
Kecamatan Biringkanaya
Pantai Kecamatan Biringkanaya merupakan pantai yang landai dan sebagian besar merupakan pantai berlumpur dan bervegetasi mangrove. Hanya sebagian kecil pantai ini tergolong cadas. Dilihat dari segi stabilitas pantai, maka pantai ini dapat dikatakan relatif stabil dan tenang, namun cenderung maju ke arah laut akibat sedimentasi dari Sungai Mandai. Disamping itu juga tampak adanya gejala abrasi sepanjang sekitar 30 m di perkampungan nelayan Kelurahan Untia. Ditinjau dari pemanfaatannya maka pantai ini dapat dikatakan tidak dimanfaatkan. 2.
Kecamatan Tamalanrea
Pantai Kecamatan Tamalanrea merupakan pantai yang berbatasan dengan laut dan bagian muara Sungai Tallo. Sebagian besar tipe pantai di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dan bervegetasi mangrove serta merupakan pantai yang landai. Namun demikian terdapat pula pantai cadas di sebelah selatan Lantebung (Kelurahan ParangLoe). Dilihat dari segi stabilitas pantai, maka pantai ini dapat dikatakan relatif stabil dan tenang, sekalipun juga tampak adanya gejala abrasi dalam skala kecil sepanjang sekitar 20 meter di Lantebung (Kelurahan Bira). Ditinjau dari pemanfaatannya maka pantai ini dapat dikatakan tidak dimanfaatkan. 3.
Dilihat dari segi stabilitas pantai, maka pantai ini dapat dikatakan relatif stabil dan tenang, sekalipun cenderung maju ke arah laut memperpanjang Tanjung Tallo akibat sedimentasi di muara Sungai Tallo. Ditinjau dari pemanfaatannya maka pantai ini sebagian dimanfaatkan untuk kegiatan industri galangan kapal (docking) dan pemukiman pantai (pinggir muara Sungai Tallo) dan pantai paling barat Kelurahan Tallo. Kondisi pemukiman padat penduduk di muara Sungai Tallo dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 4.
Kecamatan Ujung Tanah
Pantai Kecamatan Ujung Tanah sebagian besar sudah mengalami pengerasan dengan tembok yang berfungsi sebagai pelindung pantai. Hal ini mengingat pantai tersebut mempunyai nilai penting karena perairan pantainya dimanfaatkan untuk pangkalan pendaratan ikan (TPI Paotere), Pelabuhan dan docking kapal TNI AL, Pelabuhan Pertamina Instalasi Makassar dan Bogasari.
Kecamatan Tallo
Pantai Kecamatan Tallo merupakan pantai yang berbatasan dengan laut dan bagian muara Sungai Tallo. Sebagian besar tipe pantai di lokasi ini merupakan pantai berlumpur dan vegetasi mangrovenya sangat minim serta merupakan pantai yang landai. Pada bagian barat pantai kecamatan ini sudah ada kegiatan reklamasi pantai sekitar sepanjang 200 m sebagai lahan kegiatan industri pengolahan kayu.
Gambar 2. Tipologi Pesisir Jenis Permukiman Padat Penduduk di Muara Sungai Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
Kenaikan Muka Laut...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 89 - 96
93
5.
8.
Kecamatan Wajo
Pantai Kecamatan Wajo umumnya sudah mengalami pengerasan dengan tembok pematang pantai yang berfungsi sebagai pelindung pantai, karena seluruh pantai ini merupakan komplek Pelabuhan Makassar (pelabuhan umum dan peti kemas). 6.
Kecamatan Ta m a l a t e mempunyai pantai terpanjang diantara kecamatankecamatan yang mempunyai pantai di Kota Makassar, yaitu sepanjang sekitar 10 km (panjang pantai Kota Makassar sekitar 32 km). Pada umumnya pantai
Kecamatan Ujung Pandang
Pantai Kecamatan Ujung Pandang umumnya juga sudah mengalami pengerasan dengan tembok pematang pantai, karena sebagian besar pantai di kecamatan ini merupakan Daerah Rekreasi Pantai Losari. Hanya sebagian lokasi di sebelah utara pantai kecamatan ini merupakan komplek perhotelan (Pantai Gerbang Makassar Hotel dan Makassar Golden Hotel) serta dermaga penyeberangan ke Pulau Lae-lae dan Kayangan. Tipologi pesisir perkotaan daerah wisata di daerah Pantai Losari dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 7.
Kecamatan Tamalate
Kecamatan Mariso
Pantai Kecamatan Mariso pada umumnya juga sudah mengalami pengerasan dengan tembok pematang pantai, karena sebagian besar pantai di kecamatan ini merupakan daerah pangkalan pendaratan ikan (TPI Rajawali) dan permukiman pantai.
Gambar 4. Tipologi Pesisir Jenis Tambak Dengan Latar Belakang Perkotaan di Kecamatan Mariso, Kota Makassar. di kecamatan ini bertipe pantai berpasir dengan lebar pantai sekitar 10-30 meter serta kelandaiannya 3%. Secara umum pantai ini dapat dikatakan relatif stabil sekalipun cenderung maju ke arah laut akibat sedimentasi pasir halus dari Sungai Jeneberang maupun dari arah selatan. Dengan kondisi pantai tersebut, maka sebagian besar pantai ini digunakan sebagai areal pariwisata pantai. 3.2. Pembahasan
Gambar 3. Tipologi Pesisir Perkotaan Daerah Wisata di Daerah Pantai Losari, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. 94
Kota Makassar terletak di daerah pesisir Sulawesi Selatan dengan morfologi yang relatif datar atau landai menjadikan daerah ini rawan terhadap dampak pemanasan global berupa kenaikan muka laut. Daerah pesisir terdiri atas beberapa tipologi yaitu permukiman, daerah pariwisata dengan bangunan dan hotel, daerah wisata dengan bangunan tidak permanen, daerah tambak, daerah pelabuhan, daerah pangkaln pendaratan ikan dan daerah yang tidak dimanfaatkan.
Iwan G. Tejakusuma dan Hermawan P. 2009
Dalam konteks kebijakan pengembangan wilayah nasional, Makassar termasuk dalam Wilayah Pembangunan Utama “D” dan diorientasikan sebagai pusat pembangunan untuk 25 (dua puluh lima) Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) yang ada di Sulawesi Selatan. Dalam lingkup perwilayahan tingkat nasional Sulawesi Selatan, Makassar juga merupakan pusat perkembangan wilayah bagian selatan Sulawesi Selatan. Selain itu, Makassar dalam tinjauan sosial-ekonomi merupakan pusat pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan pelayanan perkotaan lainnya), tempat konsentrasi penduduk serta sebagai pusat kegiatan ekonomi (perdagangan, transportasi, keuangan dan perbankan) yang jumlahnya cukup dominan. Berdasarkan kondisi tata ruang eksisting, terdapat beberapa jenis kegiatan ekonomi masyarakat pesisir yang penting yang menjadi sumber mata pencaharian mereka, meliputi: budidaya laut dan pantai, budidaya air payau di pesisir Kota Makassar, keramba jaring apung, budidaya laut semi tertutup, budidaya terumbu karang, dan perikanan tangkap. Kegiatan ekonomi masyarakat pesisir tersebut secara umum berkaitan dengan pesisir dan laut sehingga sangat rentan terhadap dampak kenaikan muka air laut. Selain itu, terdapat beberapa pulau yang terancam tenggelam sejalan dengan proses berlangsungnya fenomena kenaikan muka air laut akibat pemanasan global, meliputi Pulau Langkai, Pulau Lanyukang, Pulau Lumu-Lumu, Pulau Bone Tambung, Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, Pulau Kodingareng Keke, Pulau Kodingareng Lompo, dan lain-lain yang memiliki banyak potensi pesisir namun juga sangat rentan terhadap dampak kenaikan muka air laut. Lebih konkrit dari hal-hal diatas adalah bahwa perkembangan Kota Makassar secara intensif tumbuh pada kawasan pesisir yang rentan terkena dampak kenaikan muka air laut. Beberapa kegiatan yang dapat instant
terkena dampaknya antara lain: komersial area, perkantoran, hotel dan restoran, permukiman penduduk, dan pusat kegiatan ekonomi masyarakat lainnya. Mendasarkan pada uraian di atas, maka fenomena pemanasan global yang berdampak pada kenaikan muka air laut perlu diantisipasi sesegera mungkin. Langkah-langkah strategis dan konkrit perlu dilakukan, baik berupa upaya-upaya yang bersifat teknis maupun melalui mekanisme kebijakan. Terkait bidang penataan ruang, maka beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi dampak kenaikan muka air laut pada wilayah pesisir adalah: 1)
2)
3)
Menyusun zoning regulation kawasan pesisir Kota Makassar yang berbasis mitigasi bencana, dalam hal ini yaitu bencana kenaikan muka air laut. Melakukan kegiatan re-vegetasi di sepanjang kawasan pesisir Kota Makassar yang nantinya dapat menjadi green belt penahan gelombang. Merelokasi simpul-simpul kegiatan ekonomi masyarakat pada daerah yang rawan genangan.
3.
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
1)
Akibat kegiatan anthropogenik telah terjadi perubahan iklim dan temperatur regional yang telah memberikan dampak nyata secara fisik dan biologis.
2)
Salah satu dampaknya adalah kenaikan muka laut yang mempengaruhi kawasan pesisir dan perairan. Kenaikan muka laut ini mempengaruhi kawasan pesisir di Indonesia.
3)
Kota Makassar sebagai salah satu kota yang berada di pesisir dan kota terbesar di Indonesia bagian timur tidak luput dari ancaman bahaya kenaikan muka laut.
Kenaikan Muka Laut...J. Tek. Ling.Edisi Khusus: 89 - 96
95
4)
Kota Makassar terdiri dari beberapa tipologi pesisir yaitu permukiman, pariwisata dengan bangunan dan hotel, pariwisata dengan bangunan tidak permanen, tambak, pelabuhan, pangkalan pendaratan ikan dan tidak dimanfaatkan.
5)
Tipologi yang mempunyai nilai sosial ekonomi yang tinggi seperti permukiman, pariwisata, tambak dan pelabuhan merupakan daerah yang rentan terhadap kenaikan muka laut akibat pemanasan global.
Aspek penataan ruang yang mempertimbangkan faktor kenaikan muka laut akibat pemanasan global sangat diperlukan untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan.
3.
Mohal, N., Zahirul Haque Khan, Nazibur Rahman, Impact of Sea level Rise on Coastal Rivers of Bangladesh, Coast, Port & Estuary Division, Institute of Water Modelling (IWM), Dhaka, Bangladesh, riversymposium.com/index. php?element=06MOHALNasreen.
4.
Arsyad, Muhammad. 2003. Studi Transpor Sedimen Dasar Perairan Sepanjang Pantai Tanjung Alam Kecamatan Mariso Kota Makassar, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
5.
Dinas Perikanan Dan Kelautan Propinsi Sulawesi Selatan, 2005, Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir Dan Pulau Pulau Kecil Kota Makassar.
4.2. Saran Untuk mengetahui lebih detail tentang dampak pada kawasan pesisir Kota Makassar maka disarankan untuk melakukan studi kerentanan dan risiko yang ditimbulkan akibat kenaikan muka laut pada kawasan pesisir Kota Makassar. DAFTAR PUSTAKA 1.
Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (RANMAPI) Bidang Pekerjaan Umum.
2.
IPCC (Intergovenrmental Panel on Climate Change), Climate Change 2007 : Impacts, Adaptation and Vulnerability, Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovenrmental Panel on Climate Change. Paris, February 2007.
96
Iwan G. Tejakusuma dan Hermawan P. 2009