KEMUNGKINANPENGGUNAANIRRADIASITERHADAP NYAMUKRUMAH Oleh: C. SOEGIARTO
M.Sc.
Pusat Penelitian Pasar Jum'at Badan Tenaga Atom Nasional
PENGANT AR
Pengetahuan bahwa nyamuk rumah Culex plplens fatigans Wied. adalah salah satu vektor yang baik bagi penularan Wuchereria / Filaria bancrefti dari manusia ke manusia telah diperoleh sejak Dr. Patrieck Manson pada tahun 1878 di Amoy, Tiongkok, me_ nemukan dol am tubuh nyamuk yang telah mengisap darah tukang kebunnya tingkat per_ kembangan deri parasit tsb. (Manson Bohr, 1928); Di Kota Jakarta peranan nyamuk ini untuk menularkan parasit tersebut telah pula dilaporkan olch penyel idik_penyel idik terdahul u (Brug. 19202; FIu, ,19213; Soewadji, -, "394; Chow (., 01., 19565; Lie Kian Jee & Don M. Rees, 1958)6. ~ '"eperti telah diketahui, apabila nyamuk betina mengisap darah penderita, mikrofila_ ria (yaitu bentuk embryo dari' parasit tersebut) yang hidup bebas dalam 01 iran darah penderita itu, akan terisap serta masuk kedalam tubuhnya. Didalam tubuh nyamuk embryo akan berkembang dengan mengal ami perubahan_perubahan bentuk secara berti ngkat tanpa terjadi pembiakan jumlah, don akhirnya terbentuklah tingkat infektif yang kemudian dapat ditularkan kepada colon penderita yang lain pada waktu nyamuk itu mengisap darahnya. Jangka waktu yang diperlukan untuk perkembangannya sampai tingkat infektif tadi adalah 2 _ 3 minggu (Hoedojo, 1962)7. Untuk dapat menjadi vektor yang baik bagi parasit ini, maka syarat_syarat tertentu adalah esensiil untuk dipenuhi, yaitu: 1. Kecocokan species (species susceptibility), 2. Kebiasaan hidup yang serasi dengan parasit itu, 3. Umur yang cukup panjang, 4. Kecepatan reproduksi (reproduction rate) yang besar, 5. Resisten terhadap insektisida. BAHAN
DAN METODA
Bahan penelitian diperoleh dari nyamuk alam yang ditangkap dikampung_kampung didaerah Jakarta yang kemudian dipelihara didalam insektarium. Pemeliharaan ini telah berlangsung sampai beberapa generasi, dan mempergunakan tehnik yang dipakai oleh Hoedojo 1962. 140
Observasi yang dilakukan sampai laparan ini disusun, adalah observasi pendahuluan, untuk mengetahui sifat_sifat normal dari nyamuk itu, sebelum dilakukan eksperimen penyinaran. HASIL PENGAMATAN PENDAHULUAN Observasi yang dilakukan adalah meliputi hal_hal yang ber$Ongkut_paut dengan sifat_ sifat nyamuk itu yang menentukan baik tidaknya nyamuk itu menjadi vektor parasit Wuchereria seperti yang tersebut diatas. 1. Kecocokan species Kecocokan dari sesuatu species nyamuk untuk menjadi vektor parasit nampaknya tidak sarna pada semua temp:Jt distribusi. Misalnya sesuatu species yang cocok sebagai vektor disuatu tempat tidak selalu sarna baiknya ditempat lain, bahkan mungkin tidak cocok sarna sekali (Soegiarto, 1959)8. Hal ini mungkin berdasarkan variabilitas geografik dari species tersebut yang bersifat berbeda satu sarna lain dalam hal sifat hayatinya sebagai pengandung parasit tersebut. Hal demikian telah pula diketahui dalam hubungan nya_ muk dengan virus-virus pathegen. 2. Kebiasaan hidup Adalah suatu kenyataan bahwa Wuchereria bancrefti di Indonesia umumnya don Jakarta khususnya menunjukkan periodisitas nokturna, artinya bahwa mikrofilaria yang beredar dalam 01 iran darah peri fer terdapat terbanyak pada waktu_waktu malam hari, sedang 'pada waktu siang hari menurun atau malah tidak ado sarna sekali (Lie Kian Joe et 01., 1956)9. Kebiasaan hidup Culex pipiens tatigans yang mengisap darah dengan aktip pada'malam hari (antara jam 10.00 malam sampai 05.00 Pi'Ji, don p'Jda puncak_ nya antara 01.00 _ 04.00 pagi) adalah cocok benar dengan periodisita< rer~ebut se_ hingga $Ongat memungkinkan untuk terjadinya infeksi. 3. Panjangnya umur ( life expectancy) Yang penting dalam hubungannya dengan penularan parasit adalah panjang umur tingkat dewasanya. Panjang umur ini nampaknya banyak dipengaruhi oleh herbagai faktor, 0.1. makanan bentuk muda maupun bentuk dewasanya, alam sekitarnya dll. Berbagai penyelidik mengemukakan angka_angka sbb.: Umur (hari) Penyelidik Goeldi (dikutip Mathis
jantan
Hoedojo 1962) (1935)10
Majid & Sinton,
makanan
56 30 darah & air gula
1933
(dikutip
Hersfall, 1955) 11
Hoedojo
(1962)
sda. 81
air gula
Dalam pengamatan laboratorik ternyata bahwa yang betina dapat mencapai umur 109 hari, sedang yang jantan 93 hari apabila diberi makanan air gula. Arti dari panjang umur ini dalam hubungannya dengan penularan adalah kapan nyamuk betina tadi mulai mengisap darah yang pertama sesudah kel uar dari bentuk pupanya; semakin awal hal ini terjadi semakin cepat ia dapat terinfeksi don semakin mungkin ia memberikan kesempatan pertumbuhan mikrofilaria dalam tubuhnya secara sempurna. 141
Eksperimen lima seri yang dilakukan 24 24 24 24
jam jam jam jam
menunjukkan
bahwa pada:
pertamo, yong mengisop doroh odoloh sebonyok kedua, yang mengisap darah adalah sebanyak ketiga, yang mengisap darah adalah sebanyak keempat dan selanjutnya
4. Kemampuan/daya
Kemampuan/daya a. Perimbangan b. Kemampuan c. Kemampuan d. Daya tahan
0%, 19%,
46%, 81%.
reproduksi
reproduksi ini ditentukan seks, berkopul asi , peneluran, hi dup (survi val).
oleh beberapa
har
a. Perimbangan seks Qutubuddin (1953)12 menyimpulkan penemuannya' bahwa nyamuk jantan dewasa ke_ luar dari bentuk pupa lebih awaJ dari pada bentuk betinanya, dan menunjukkan per_ i mbangan seks 50 : 50. Chow dan Thevasagayam (1955)13 dalam eksperimennya mel ihat bahwa dari 3.091 nyamuk dewasa ditemukan 1.496 jantan dan 1.595 betina (perimbangan 100 : 106). Pen emuan dlotas adalah sesuai dengan apa yang dilihat oleh penulis yang menemu_ kan perimbangan 100 : 108. Kemampuan berkopulasi Sepanjang diketahui pada nyamuk jenis ini tidak ditemukan pembiakan partheno_ genetik. Maka kemampuan kopulasi adalah sangat menentukan dalam reproduksi. Pada umumnya nyamuk betina hanya melakukan kopulasi sekali seumur hidupnya. Dalam kopulasi ini sperma yang diperolehnya disimpannya dalam spermatheca dan dapat dipakai sedikit demi sedikit untuk pembuahan telurnya yang menjadi matang secara bergelombang. Sebal iknya menurut pengamatan nyamuk jantannya ternyata dapat mengawini sampai 7 ekor nyamuk betina, hal mana sangat berpengaruh kepada kemampuan reproduksi jenisnya. b.
c. Kemampuan peneluran Faktor penting untuk dapatnya telur menjadi matang adalah persedioon protein dalam makanannya. Maka biasanya untuk setiap kali peneluran diperlukan makanan yang be_ rupa darah. Jenis darah menentukan pula kwalita makanan itu bagi masing_masing jenis nyamuk, dan ini berpengaruh pula pada banyaknya telur yang akan dihasilkannya. Pada pengamatan yang dilakukan penulis yang mempergunakan kelinci dan tangan ma_ nusia sebagai sumber darah, tidak terlihat perbedaan yang nyata pada jumlah telur yang dibentuk. Peneluran pertama terjadi pada 48 _ 72 jam sesudah pengisapan darah pertama. Se_ ekor nyamuk betina terbukti dapat menghasilkan 1 _ 5 kelompok telur (rata_rata dua); kelompok pertama dengan 120 _ 160 butir teJur yang semakin menurun banyaknya pada kelompok_kelompok berikutnya. d. Daya tahan hidup ( survival) Daya tahan hidup nyamuk ini semenjak telur sampai dengan dewasa dapat ditunjuk_ kan dengan pengamatan angka kematiannya (mortality rate) dari masing_masing tingkat pertumbuhannya. Angka_angka itu adalah sbb.: Tingkat larva
: instar
I
II III IV
Tingkat pupa 142
0,22% 0,17% 0,53% 1,19% 1,53%
Tingkat dewasa:
0,97%
jantan beti na
1 ,53"10
Nampak bahwa dalam pengamatan' ini angka kematian tidak tinggi. Dialam bebas dimana kondisi dan faktor_faktor yang mempengaruhi kehidupannya sangat berbeda sekali, pasti akan ditemukan angka_angka yang tak sama pula, dan dikirakan bahwa angka_ angka kematian itu akan lebih tinggi. 5. Resistensi terhadap insektisida Resistensi terhadap insektisida ini erat sekali hubungannya dengan daya tahan hidup ataupun kemungkinan dapatnya parasit tumbuh secara sempurna dalam tubuh nyamuk itu. Menurut Brown (1959)14 resistensi nyamuk terhadap insektisida adalah suatu phenomen pre_adaptif dan bukan bersifat post_adaptif terhadap pemakaian insektisida yang menge_ nai nya. Dasarnya adalah terl etak pada susunan genetiknya yang mempunyai gen/gen_ gen resisten yang bersifat resesif ( Anopheles sundaicus) dominan ataupun semi dominan ( Anopheles albimanus). Sebab adanya gen resisten ini dalam alam bebas adalah karena mutasi spontan, dan ekspresi resistensi tadi adalah karena mutasi ataupun rekombinasi. MANFAAT
APAKAH
YANG
DIHARAPKAN
DARI
PENYINARAN
PADA
PERSOALAN
INI Penggunaan lam hal :
penyinaran
terhadap
nyamuk ini diharapkan
memberikan
hasH-hasH
da_
1. Mengurangi jangka waktu kehidupan ( shortening of life expectancy) Pemendekan umur adalah salah satu symptom dari pada pengaruh radiasi yang bersifat non_genetik pada hewan-hewan menyusui. Pada serangga_serangga telah dilihat efek penyinaran sbb.: (Stone, 1963)15. Species serangga
Dosis penyi naran
Bentuk yang disinari
Pemendekan
Anastrepha ludens Loew sda.
5000 r (tunggal) 5000 r (42,8/menit)
pupa 12 hari sda.
tak ada tak ada
A. Quadrimaculatus Say
8865 _ 12 .900 r
pupa/dewasa
banyak kematian 3 hari pertama.
larva pupa/dewasa
menurun tak ada
D. Melanogaster Meigen
5.000 20.000
r r
Pectinophora gossypiella Saunders
35.
_ 90.000
r
pupa 7 hari
menurun jelas
Anthonomus Boheman
10.
_ 15.000
r
dewasa betina
kematian
calcitrans L.
5.000
r
pupa
sedikit
Haematobia Irritans L.
5.000
r
pupa
tak ada
15.000 5.000
r r
dewasa jantan dewasa betina
sediki t sedikit
Stomoxys
umur
grandis
Culex tarsalis
Cocq •
cepat
Dengan mel ihat angka_angka tersebut diatas kiranya dapat diharapkan bahwa pe_ nyi naran dapat memberikan pengaruhnya untuk keperl uan maksud ini, sekal ipun ke_ mungk inan ti dak berhasH nya ti dak pul a tertutup sama sekal i • 143
2. Mengurang; banyaknya telur Eksperimen terhadap hewan menyusui menunjukkan gejala bahwa radiasi dapat meng_ akibatkan penurunan pada besarnya "litter" yang dihasilkan induk yang mendapat pe_ nyinaran tersebut. Sebab utama dari gejala ini adalah terjadinya apa yang disebut semi _steril ita pada i nduk jantan yang diperl akukan itu (Casarett, 1956) 16. Menurut penulis tersebut semi_sterilita ini bersifat genetik, yaitu karena terjadi aberasi chro_ mosomal pada sel_sel gamet jantan, sehingga dapat diturunkan kepada generasi-generasi berikutnya. Akibat dari pada aberasi chromosoma ini mungkin terbentuklah zygot_zygot yang bersusunan hap Ioi d atau pol ypl oi d yang tidak mempunyai daya keh idupan yang besar sehingga mati "mutero" (Snell 1935, 1941 dikutip oleh Casarett, 1956). Penulis mel ihat bahwa sedikit banyak akan ada analogi antara penyusutan besarnya "litter" ini dengan penyusutan banyaknya telur yang viable pada nyamuk dan serangga lain pada umumnya. 3. Aplikasi dari tahnik "sterile male release" Pada dasarnya hal ini adalah serupa atau sedasar dengan apa yang tersebut pada (2) diatas, yaitu perubahan pada sperma baik dalam kemampuan fertilisasi (viable sperms) ataupun pertumbuhan embryonal yang sempurna dari pada telur yang telah di_ buahinya. 4. Menurunkan kacocokan untuk menjadi pengemban dari parasit Variabilitas geografik ternyata telah menyebabkan kecocokan yang berbeda -beda dari species nyamuk terhadap dayanya untuk menjadi vektor. Apakah dasar ini berlaku pula bagi "irradiation induced mutation" yang menyimpang dari bentuk dan sifat_sifat nomral? 5. Menurunkan resistensi terhadap insektisida Sifat resisten ini telah disebutkan dimuka, bahwa bersifat genetik. Meningginya resistensi pada populasi nyamuk adalah karena bertambahnya anggota_anggota yang resisten dalam imbangan dengan anggota_anggota yang rentan karena telah mati oleh penggunaan insektisida. Maka prinsip dalam hal ini adalah mencari kemungkinan yang dapat mengubah sifat resisten dari gen/gen-gen yang bersangkutan untuk menjadi rentan terhadap insektisida.
PENELAAHAN Dalam penggunaan irradiasi untuk maksud seperti yang ada pada penelitian ini ada_ lah masih bersifat mencari kemungkinan_kemungkinan. Dengan melihat hasil_hasil yang telah tercapai pada hewan_hewan dan serangga_serangga lain, maka penulis ingin mengetahui sampai berapa jauh analogisnya pada nyamuk rumah ini. Dari semua kemungkinan yang diharapkan diperoleh dari penggunaan irradiasi ter_ hadap nyamuk rumah yang kita persoalkan dalam penelitian ini, hal_hal dibawah ini perlu mendapat penilaian yang khusus. Perubahan-perubahan genetik yang berhubungan dengan kecocokan species dan resis_ tensi terhadap insektisida memang merupakan dugaan yang spekulatip. Penulis menyadari bahwa, ada kemungkinan gen/gen_gen yang menentukan resistensi dan kecocokan species ini mempunyai ketahanan yang lebih besar terhadap radiasi daripada gen-gen yang lain yang menentukan sifat_sifat yang tidak kita perhatikan, bahkan mungkin juga sifat_sifat yang menguntungkan kita. Memang para penyelidik sependapat bahwa kepekaan terhadap penyinaran daripada gen-gen tidak sama besar, dan pengaruh radiasi terhadapnya ber_ gantung pada kepekaan gen_gen itu secara individuil. Maka akibat radiasi mungkin justru mengenai gen_gen yang tidak kita maksudkan, sedang gen yang kita tuju tidak atau kurang mengalami perubahan apa-apa. Demikian pula apabila sifat_sifat yang kita maksudkan dan kehendaki dapat diperoleh dengan cara menimbulkan aberasi chromosomal. 144
Disamping kemungkinan terjadinya ionisasi pada lokus chromosoma yang kita maksudkan, dapat pula hal ini terjadi pada lokus yang radiosensitip yang tidak kita kehendaki. KESIMPULAN
Efek penyinaran yang telah ditemukan pada hewan_hewan baik hewan menyusui dan serangga_serangga tertentu akan dicoba dan dicari kemungkinan analoginya pada nya_ muk rumah guna dipakai dal am rangka kesehatan masyarakat. Hasil dari eksperimen_ eksperimen yang akan dijalankan tidak/belum dapat diramalkan terlebih dahulu, sekali pun dapat diperhitungkan dan diharapkan. DAFTAR
PUSTAKA
1. MANSON-BAHR, P.H. 1928. Manson's Tropical Disease. New York, William Wood and Co., 291 pp. 2. BRUG, S.L. 1920. Onderzoek naar de geschiktheid van Culex fatigans te Batavia als over_ brenger van Filaria bancrofti. Gen. Tijdsch. Ned. Indie, 60: 612. 3. FLU, P.C. 1921. Beschouwingen naar annleiding van een onderzoek over de verbreding van Filaria bancrofti onder de Inlandsche bevolking van Weltevreden. Gen. Tijdsch. Ned. Indie, 61 : 317. 4. SOEWADJI PRAWIROHARDJO 1939. Infectieproeven met microfilaria bancrofti bij verschillende muskieten soorten in Batavia. Gen. Tijdsch. Ned. Indie, 79: 1961_1705. 5. CHOW, C.Y., LIE KlAN JOE, RMP. WINOTO, MOH. ROESAD and SOEGIARTO 1956. The vector of filariasis in Jakarta and its bionomics. WHO (in press) • 6. LIE KlAN JOE and DON. M. REES 1958. Filariasis in Indonesia, Distribution, Incidence and Vector. Proceed. 6th. Internt. Cong Trop. Med. and Malar. Lisbon, 2: 361_370. 7. HOEDOJO R. 1962. The Biologi of C. quinquefasciatus Say in Jakarta, Indonesia. Moster Thesis, U. of Utah, USA. 8. SOEGIARTO, C. 1959. Filariasis on man. Scripsi, U. of Utah, USA. 9. LIE KlAN JOE and SOEGIARTO, C. 1956. Unpublished data, Fak. Kedokteran U.I. Jakarta. 10. MATHIS, M. 1935. Biologie de Culex fatigans, de Dakar, eleve en serie au laboratoire. Bull. Soc. Path. Exot. 23: 577 _ 581. 11. HORSFALL, W.R •• , 1955. Mosquitoes. Their Bionomics and Relation to Disease. New York, The Renol d Press Co. 739 pp. 12. QUTUBUDDIN, M. 1953. The emergence and sex ratio of Culex fatigans Wied. (Diptera, Culicidae) in laboratory experiments. Bull. Ent. Res. 43: 549 _ 565. 13. CHOW, C.Y. and E.S. THEVASAGAYAM 1955 Bionomics and control of Culex fatigans Wied (Diptera, Culicidae) in Ceylon. WHO/FiI/2: 38 July. 14. BROW. Insecticide Resistance of Arthopods. W.H.O. 15. STONE, W.E. 1963. Effects of ionizing radiation on insects and other arthropods. Proceed. 145
Symposium. A;hens 1963, on Radiation and Radioisotopes applied of agricultural importance, 301 _ 309. 16.
CASARETT,
G.W.
to insects
1956.
The effects of ionizing radiations from external sources on gametogenesis and fertility in mammals. The Universi ty of Rochester, Atomi c Energy Proj ect Rochester, N. Y. 43 pp.